278658975 Case 1 Promosi Kesehatan
CASE 1
PROMOSI KESEHATAN
MAKALAH
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah BHBP 4
Dosen Pembina Dani Rizali Firman, drg.
Disusun oleh Tutor 7
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2015
(2)
DAFTAR NAMA ANGGOTA Tutor 7 BHBP 4
1. Teja Karimah Saad 160110130007
2. M. Khizfi Nurfiqoh 160110130017
3. Dias Mareta Kusuma N. 160110130027
4. Hedy Diana 160110130037
5. Lulu Luthfiah 160110130048
6. Ruri Nawang Sari 160110130058
7. Muhammad Arfianto Nur 160110130069
8. Ririn Fitri Pebriani 160110130079
9. Catherine Gitta M. 160110130090
10. Erki Ramdhani F. 160110130100
11. Bunga Hasna Adilah 160110130110
12. Khodijah Syukriyah 160110130120
(3)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah swt. karena makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Makalah ini berjudul ―Case 1: Promosi Kesehatan‖. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah pada blok Bioethics and Human Behavior
Program (BHBP) 4 di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. Dalam penyelesaian makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Dr. Nina Djustina, drg., M.Kes
2. Pembimbing mata kuliah BHBP 4, Dani Rizali Firman, drg.
3. Orangtua
4. Teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran.
Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat dalam menambah informasi dan wawasan mengenai promosi kesehatan. Penulis telah berusaha sebaik-baiknya dalam menulis makalah ini. Jika masih terdapat kesalahan, penulis bersedia menerima kritik dan saran yang bersifat membangun.
Jatinangor, 19 April 2015
(4)
DAFTAR ISI
DAFTAR NAMA ANGGOTA ... i
KATA PENGANTAR... ii
DAFTAR ISI ... iii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 1
1.3 Tujuan Penulisan ... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1 Indeks DMF-T ... 3
2.2 OHI-S (Oral Hyigiene Index – Simplified) ... 7
2.3 Indeks def-t ... 9
2.4 Promosi Kesehatan dan Strategi Promosi Kesehatan ... 11
2.5 Visi dan Misi Promosi Kesehatan ... 12
2.6 Model Health Promotion ... 13
2.7 Klasifikasi Sasaran Promosi Kesehatan ... 17
2.8 Strategi Promosi Kesehatan ... 19
2.8.1 Berdasarkan Rumusan WHO (1994) ... 19
2.8.2 Strategi Promosi Kesehatan Berdasarkan Piagam Ottawa ... 21
2.9 Definisi Satuan Penyuluhan (Satpel)... 24
2.9.1 Pendahuluan ... 24
2.9.2 Tujuan ... 26
2.10 Cara Menentukan Satpel ... 27
BAB III TINJAUAN KASUS ... 36
3.1 Kasus ... 36
3.2 Hipotesis ... 36
3.3 Hasil Diskusi ... 36
BAB IV PENUTUP ... 38
4.1 Kesimpulan... 38
(5)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan totalitas dari faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan,dan faktor keturunan yang saling mempengaruhi satu sama lain. Status kesehatan akantercapai secara optimal, jika keempat faktor secara bersama-sama memiliki kondisi yangoptimal pula.
Melihat keempat faktor pokok yang mempengaruhi kesehatan masyarakat tersebut, maka dalam rangka memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat, hendaknya diperlukan intervensi yang juga diarahkan pada keempat faktor tersebut. Pendidikan atau promosi kesehatan merupakan bentuk intervensi terhadap faktor perilaku. Namun demikian, faktor lingkungan, pelayanan kesehatan, dan faktor keturunan juga memerlukan intervensi promosi kesehatan.
Istilah dan pengertian promosi kesehatan adalah merupakan pengembangan dari istilah pengertian yang sudah dikenal selama ini, seperti : Pendidikan Kesehatan, Penyuluhan Kesehatan, KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi). Promosi kesehatan/pendidikan kesehatan merupakan cabang dari ilmu kesehatan yang bergerak bukan hanya dalam proses penyadaran masyarakat atau pemberian dan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan semata, akan tetapi di dalamnya terdapat usaha untuk memfasilitasi dalam rangka perubahan perilaku masyarakat.
1.2Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud Indeks OHI-S?
1.2.2 Apa yang dimaksud Indeks DMF-T?
1.2.3 Apa yang dimaksud Indeks def-t?
1.2.4 Apa definisi dari Health Promotion dan Strategi Promosi Kesehatan?
1.2.5 Bagaimana Visi dan Misi Promosi Kesehatan?
1.2.6 Apa saja Model Promosi Kesehatan?
1.2.7 Apa saja Klasifikasi dari Sasaran Promosi Kesehatan?
1.2.8 Bagaimana Strategi Promosi Kesehatan?
(6)
1.2.10 Bagaimana Cara Menentukan Satpel?
1.3 Tujuan Penulisan
Promosi kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut masyarakat, kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Oleh karena itu, pendidik atau petugas yang melakukan promosi kesehatan memerlukan pengetahuan yang baik mengenai strategi promosi kesehatan, metode penyampaian pesan-pesan kesehatan, alat bantu pendidikan kesehatan dan juga teknik penyampaian serta media yang digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan tersebut dengan harapan masyarakat dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik dan dapat berpengaruh terhadap perilakunya.
(7)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Indeks DMF-T
( Zahra Najmi Afifah 130110130130)
Menurut Priyono (2000) DMF-T merupakan keadaan gigi geligi
seseorang yang pernah mengalami kerusakan, hilang, perbaikan, yang disebabkan oleh karies gigi, indikator ini digunakan untuk gigi geligi tetap. Gigi sulung digunakan indeks decayed ectraction filled teeth (def-t).
Tujuan pemeriksaan DMF-T adalah untuk melihat status karies gigi, perencanaan upaya promotif dan preventif, merencanakan kebutuhan perawatan, membandingkan status pengalaman karies gigi masyarakat dari satu daerah dengan daerah lain atau membandingkan antara sebelum dan sesudah pelaksanaan program, serta untuk memantau perkembangan status pengalaman karies individu
Indeks ini diperkenalkan oleh Klein H, Palmer CE, Knutson JW pada tahun 1938 untuk mengukur pengalaman seseorang terhadap karies gigi. Pemeriksaannya meliputi pemeriksaan pada gigi (DMFT) dan permukaan gigi (DMFS).
Indeks ini didasarkan pada kenyataan bahwa kalau jaringan keras gigi mengalami kerusakan maka gigi tersebut tidak dapat pulih sendiri dan akan meninggalkan bekas kerusakan yang menetap.
Gigi yang rusak tersebut akan tetap tinggal rusak (D - Decay), dan kalau dirawat dengan dicabut maka akan disebut gigi hilang (M - Missing due to caries) atau ditambal (F - Filling due to caries). Maka dari itu indeks karies DMF adalah indeks yang irreversible, yang berarti indeks tersebut mengukur
total life time caries experience.
Nilai DMF-T adalah penjumlahan D+ F+ T. Indikator utama pengukuran
DMF-T menurut WHO adalah pada anak usia 12 tahun, yang dinyatakan dengan indeks DMF-T yaitu ≤ 3, yang berarti pada usia 12 tahun jumlah gigi yang berlubang (D), dicabut karena karies gigi (M), dan gigi dengan tumpatan yang baik (F), tidak lebih atau sama dengan 3 gigi per anak.
(8)
Pengertian masing-masing komponen dari DMF-T adalah :
D artinya Decay yaitu kerusakan gigi permanen karena karies yang masih dapat ditambal
M artinya Missing yaitu gigi permanen yang hilang karena karies atau gigi karies yang mempunyai indikasi untuk dicabut.
F artinya Filling yaitu gigi permanen yang telah ditambal karena karies. Indeks dan kriteria DMF-T terdiri atas:
a. Decay (karies gigi)
Indeks karies untuk gigi dewasa sampai saat ini masih menggunakan
DMF-T Indeks. Decay (D) adalah jumlah gigi karies dalam mulut subyek atau sampel, dan karies tersebut masih bisa ditambal (Priyono, 2000).
Yg termasuk dalam D:
1. Karies pd pit dan fisur maupun permukaan halus gigi 2. Ada kerusakan lunak pd dasar dan dinding kavitas 3. Enamel undermined
4. Gigi dengan tumpatan sementara 5. Karies sekunder
6. Karies pd permukaan akar gigi b. Missing
Missing atau kehilangan gigi yang dimaksud dalam pemeriksaan DMF-T
adalah kehilangan gigi oleh karena karies. Komponen missing (M) adalah gigi yg hilang atau telah dicabut karena karies atau gigi berkaries yang mempunyai indikasi pencabutan.
Yang termasuk dalam Missing:
1. Gangren pulpa, pulpitis kronis, nekrosis pulpa yg sudah tidak bisa dirawat lagi
2. Gangren radix c. Filling (tumpatan)
Filling (F), dalam hal ini yang dimaksud adalah tumpatan, yaitu semua gigi yang telah ditambal permanen dengan baik juga gigi yang sedang dalam erawatan saluran akar.
(9)
Perhitungan DMF-T berdasarkan pada 28 gigi permanen, adapun gigi yang tidak dihitung adalah sebagai berikut :
Gigi molar ketiga.
Gigi yang belum erupsi. Gigi disebut erupsi apabila ada bagian gigi yang menembus gusi baik itu erupsi awal (clinical emergence), erupsi sebagian (partial eruption) maupun erupsi penuh (full eruption).
Gigi yang tidak ada karena kelainan congenital dan gigi berlebih
(supernumerary teeth).
Gigi yang hilang bukan karena karies, seperti impaksi atau perawatan ortodontik.
Gigi tiruan yang disebabkan trauma, estetik dan jembatan. Gigi susu yang belum tanggal.
Untuk menganalisis skor DMFT digunakan formula sebagai berikut: DMF-T = D + M + F
DMF-T =
Jumlah D + M + F
Jumlah orang yg diperiksa
Kriteria penilaian DMF-T (WHO) adalah Sangat Rendah : 0,0 – 1,1
Rendah : 1,2 – 2,6
Sedang : 2,7 – 4,4
Tinggi : 4,5 – 6,5
Sangat Tinggi : > 6,6
Tabel 1. Kode Status Gigi Geligi Umum
KONDISI/ STATUS GIGI TETAP GIGI SUSU
Sehat 0 A
(10)
Y a n g t e r m a s u k d a l a
Decay adalah gigi dengan kode status: 1,2
Yang termasuk dalam Missing adalah gigi dengan kode status: 4 Yang termasuk dalam Filling adalah gigi dengan kode status: 3
Kekurangan indeks DMF-T :
1. Tidak dapat menggambarkan banyak karies yang sebenarnya. Karena jika pada gigi terdapat dua karies atau lebih, karies yang dihitung adalah tetap satu gigi. Oleh karena itu ada pula indeks DMF-S (DMF-Surface)
2. Indeks DMF-T tidak dapat membedakan kedalaman dari karies , misalnya karies superfisal, media dan profunda
3. Tidak valid untuk gigi yang hilang karena penyebab lain selain karies 4. Tidak valid untuk pencabutan perawatan ortodonti
5. Tidak dapat digunakan untuk karies akar
Ada tumpatan, dengan karies 2 C
Ada tumpatan, tanpa karies 3 D
Gigi dicabut/ telah dicabut karena karies
4 E
Gigi dicabut karena sebab lain, bukan krn karies
5 -
Fissure sealing 6 F
Bridge abutment, mahkota khuus, veneer/ implant
7 G
Gigi belum erupsi/ tidak tumbuh 8 -
Tdk termasuk kriteria di atas/ Tdk tercatat/ tdk terukur (not recorded/ not assessed)
(11)
2.2 OHI-S (Oral Hyigiene Index – Simplified)
( Khodijah Syukriyah 160110130120 ) OHI-S atau Oral Hyigiene Index-Simplified dulunya Oral Hygiene Index (OHI) oleh Greene dan Vermillion. OHI-S merupakan penilaian
terhadap kebersihan mulut individu atau suatu grup secara
kuantitatif.Perbedaan OHI-S dan OHI adalah dari jumlah gigi penentu dimana OHI-S memiliki gigi penentu enam buah sedangkan OHI memiliki gigi penentu 12 buah. Diubah menjadi 6 gigi penentu karena alasan lamanya waktu yang diperlukan untuk memeriksa 12 gigi dan melelahkan. Nilai OHI-S berdasarkan perhitungan jumlah debris dan kalkulus yang ada di dalam mulut. Rumus OHI-S:
OHI-S= ∑ Debris Index (DI) + ∑ Calculus Index (CI)
Gigi yang dijadikan penentu OHI-S adalah empat gigi permukaan facial dan dua gigi permukaan lingual. Gigi yang diperiksa pada permukaan facial adalah gigi 16, 11, 26, dan 31. Gigi yang diperiksa pada permukaan lingual adalah gigi 36 dan 46.
GAMBAR GIGI PENENTU OHI-S
Kriteria OHI-S menurut standar WHO adalah 0-1 untuk kategori baik, 1,3-3,0 untuk kategori sedang, dan 3,1-6,0 untuk kategori buruk.
(12)
Debris index atau DI merupakan nilai dari endapan lunak atau plak yang melekat pada gigi penentu. Memeriksanya menggunakan sonde atau disclosing.
Debris Index/DI= Penilaian debris index:
0 =tidak ada debris lunak+pewarnaan ekstrinsik
1 = 1/3 permukaan gigi terdapat debris lunak atau tidak ada debris lunak, ada pewarnaan ekstrinsik
2 = 1/3 tapi 2/3 permukaan gigi terdapat debris lunak
3 = 2/3 permukaan gigi terdapat debris lunak
Kriteria DI menurut standar WHO adalah 0,0-0,6 untuk kategori baik; 0,7-1,8 untuk kategori sedang; dan 1,9-3,0 untuk kategori buruk.
GAMBAR PENILAIAN DEBRIS INDEX
2. Calculus Index
Calculus index atau CI merupaka nilai dari endapan keras atau karang gigi yang melekat oada gigi penentu. Memeriksanya dengan menggunakan sonde.
Calculus Index= Penilaian calculus index:
0 = permukaan gigi bersih
1 = 1/3 permukaan gigi ada karang gigi supra gingiva
2 = 1/3 tapi 2/3 permukaan gigi ada karang gigi supra gingiva atau pada servikal atau leher gigi terdapat bercak-bercak karang gigi subgingiva tapi permukaan gigi bersih
(13)
3 = 2/3 permukaan gigi ada karang gigi atau permukaan gigi bersih karang gigi melingkari servikal
Kriteria CI menurut standar WHO adalah 0,0-0,6 untuk kategori baik; 0,7-1,8 untuk kategori sedang; dan 1,9-3,0 untuk kategori buruk.
2.3 Indeks def-t
( Ririn Fitri Pebriani 160110130079 ) Indeks decayed extracted filled tooth (def-t) adalah suatu indeks yang digunakan untuk mengevaluasi pengalaman karies pada gigi susu.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Semua gigi yang mengalami karies dimasukkan ke dalam kategori D.
2. Karies sekunder yang terjadi pada gigi dengan tumpatan permanen
dimasukkandalam kategori D.
3. Gigi dengan tumpatan sementara dimasukkan dalam kategori D
4. Semua gigi yang hilang atau dicabut karena karies dimasukkan dalam kategori E.
5. Gigi yang hilang akibat penyakit periodontal, dicabut untuk kebutuhan perawatanortodonti tidak dimasukkan dalam kategori M.
6. Semua gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan dalam kategori F.
7. Gigi yang sedang dalam perawatan saluran akar dimasukkan dalam
kategori F.
8. Pencabutan normal selama masa pergantian gigi geligi tidak dimasukkan
dalamkategori E.
Komponen def-t sebagai berikut :
d (decay) meliputi kode B dan C
e (extracted) meliputi kode D f (filling) meliputi kode E
Rumus yang digunakan untuk menghitung def-t : def-t = d + e + f
def-t rata-rata =
(14)
Kategori def-t menurut WHO : 0,0 – 1,1 = sangat rendah 1,2 – 2,6 = rendah 2,7 – 4,4 = sedang 4,5 – 6,5 = tinggi 6,6 > = sangat tinggi
Tabel 2.1.Kode pemeriksaan karies dengan indeks WHO (Sumber : Oral Health Surveys, 1997)
WHO merekomendasikan kelompok umur tertentu untuk diperiksa yaitukelompok umur 5 tahun untuk gigi susu. Anak-anak seharusnya diperiksa di antara ulangtahun mereka yang ke 5 dan 6. Umur ini menjadi umur indeks untuk gigi susu karena tingkat karies pada kelompok umur ini lebih cepat berubah daripada gigi permanen sekaligus umur 5 tahun merupakan umur anak mulai sekolah. Namun, di negara yang usia masuk sekolahnya lebih lambat, dapat digunakan umur 6 atau 7 tahun sebagai umur indeksnya. Pada kelompok umur ini, sebaiknya gigi susu yang hilang tidak dimasukkan ke dalam skor m (missing) karena kesulitan membedakan penyebab kehilangan gigi, apakah karena sudah waktunya tanggal atau dicabut karena karies.
(15)
2.4 Promosi Kesehatan dan Strategi Promosi Kesehatan
( Ruri Nawang Sari 160110130058 ) Promosi kesehatan/pendidikan kesehatan merupakan cabang dari ilmu kesehatan yang bergerak bukan hanya dalam proses penyadaran masyarakat atau pemberian dan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan semata, akan tetapi di dalamnya terdapat usaha untuk memfasilitasi dalam rangka perubahan perilaku masyarakat.
WHO merumuskan promosi kesehatan sebagai proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Selain itu, untuk mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental, dan sosial masyarakat harus mampu mengenal, mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, serta mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya.
Menurut Green (cit, Notoatmodjo, 2005), promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik, dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan. Green juga mengemukakan bahwa perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama,
yaitu :
1. Faktor predisposisi (predisposising factors), yang meliputi
pengetahuan dan sikap seseorang.
2. Faktor pemungkin (enabling factors), yang meliputi sarana, prasarana,
dan fasilitas yang mendukung terjadinya perubahan perilaku.
3. Faktor penguat (reinforcing factors) merupakan faktor penguat bagi seseorang untuk mengubah perilaku seperti tokoh masyarakat, undang-undang, peraturanperaturan, surat keputusan.
Dapat disimpulkan bahwa promosi kesehatan adalah program-program
kesehatan yang dirancang untuk membawa perubahan (perbaikan), baik di dalam masyarakat sendiri, maupun dalam organisasi dan lingkungannya.
Untuk mewujudkan atau mencapai visi dan misi promosi kesehatan
secara efektif dan efisien, diperlukan cara dan pendekatan yang strategis. Cara ini sering disebut ―strategi‖, yakni teknik atau cara bagaimana mencapai atau
(16)
mewujudkan visi dan misi promosi kesehatan tersebut secara berhasil guna dan berdaya guna.
2.5 Visi dan Misi Promosi Kesehatan
( Ruri Nawang Sari 160110130058 )
Visi umum promosi kesehatan (UU Kesehatan dan WHO) yakni : Meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, baik fisik, mental, dan sosialnya sehingga produktif secara ekonomi maupun sosial.
Untuk mencapai visi, perlu upaya-upaya yang harus dilakukan, dan inilah yang disebut "MISI". Jadi yang dimaksud misi pendidikan kesehatan adalah upaya yang harus dilakukan untuk mencapai visi tersebut. Misi promosi kesehatan secara umum dapat dirumuskan menjadi 3 butir :
a. Advokat (Advocate)
Melakukan kegiatan advokasi terhadap para pengambil keputusan diberbagai program dan sektor yang terkait dengan kesehatan. Melakukan advokasi berarti melakukan upaya-upaya agar para pembuat keputusan atau penentu kebijakan tersebut mempercayai dan meyakini bahwa program kesehatan yang ditawarkan perlu didukung melalui kebijakan-kebijakan atau keputusan-keputusan politik.
b. Menjembatani (Mediate)
Menjadi jembatan dan menjalin kemitraan dengan berbagai program dan sektor yang terkait dengan kesehatan. Dalam melaksanakan program-program kesehatan perlu kerjasama dengan program-program lain di lingkungan kesehatan, maupun sektor lain yang terkait. Oleh sebab itu, dalam mewujudkan kerjasama atau kemitraan ini, peran promosi kesehatan diperlukan.
c. Memampukan (Enable)
Memberikan kemampuan atau keterampilan kepada masyarakat agar mereka mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri secara mandiri. Hal ini berarti kepada masyarakat diberikan kemampuan atau keterampilan agar mereka mandiri dibidang kesehatan, termasuk memelihara
(17)
dalam rangka meningkatkan keterampilan cara-cara bertani, beternak, bertanam obat-obatan tradisional, koperasi, dan sebagainya dalam rangka meningkatkan pendapatan keluarga. Selanjutnya dengan ekonomi keluarga yang meningkat, maka kemampuan dalam pemeliharaan dan peningkatan kesehatan keluarga juga meningkat.
2.6 Model Health Promotion
(Dias Mareta Kusuma N 160110130027) (Erki Ramdhani F 160110130100) Tujuan dari promosi kesehatan adalah untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan dari individu, keluarga, populasi, dan masyarakat. Upaya meningkatkan kondisi sehat pada individu, keluarga, populasi, dan masyarakat dapat menggunakan salah satu model promosi kesehatan yaitu Tannahill model.
Tannahill (1990) mengatakan bahwa promosi kesehatan dibentuk dari tiga area aktivitas yang saling terkait yaitu pendidikan kesehatan (health education), perlindungan kesehatan (health protection), dan pencegahan
(prevention).
Promosi kesehatan mencakup usaha untuk meningkatkan kesehatan positif dan mencegah iil-health melalui lapisan pendidikan kesehatan yang saling overlap, yaitu pendidikan kesehatan (health education), pencegahan (prevention), dan perlindungaN kesehatan (health protection).
1) Health Education (Pendidikan Kesehatan)
Pendidikan kesehatan merupakan sebuah aktivitas yang termasuk di dalamnya adalah komunikasi dengan individu atau kelompok dengan maksud untuk bertukar pengetahuan, kepercayaan, perilaku, sikap dalam suatu arah yang menuju kepada peningkatan kesehatan. Pendidikan kesehatan masih merupakan komponen yang penting dari promosi kesehatan, walaupun itu bukan lagi merupakan subset.
Contohnya adalah pendidikan yang diberikan kepada anak sekolah mengenai resiko kesehatan karena merokok.
2) Disease Prevention (Pencegahan Penyakit)
(18)
penyakit, atau jika hal ini tidak mungkin, pencegahan penyakit dapat berupa perawatan untuk meminimalisir resiko bahaya dari suatu proses penyakit. Pencegahan penyakit ini biasanya dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu primer, sekunder, dan tersier.
3) Health Protection (Perlindungan Kesehatan)
Perlindungan kesehatan ini melibatkan aktifitas kolektif yang mengarah pada faktor di luar kendali individu. Tannahill mendefinisikannya sebagai berikut: ―Legal or fiscal controls, other regulations or policies, or voluntary codes of practice aimed at the prevention of ill-health or the positive
enhancement of well-being.”
Ketiga hal di atas dapat digambarkan seperti gambar di bawah ini:
Gambar : Model Promosi menurut Tannahill
Tannahill (1990) menghasilkan model promosi yang didasarkan hubungan antara pendidikan, perlindungan, dan pencegahan kesehatan. Dasar dari model ini digambarkan oleh tiga lingkaran yang saling terkait. Model ini menghasilkan tujuh domain yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan luasnya cakupan promosi kesehatan dan memberikan dasar yang baik untuk mengklasifikasikan dalam menganalisa kebijakan.
Beberapa domain secara bersama-sama bertujuan untuk mencegah kondisi sakit dan melakukan peningkatan kesehatan dan kondisi sejahtera.
(19)
Domain 5, 6, dan 7 secara khusus memiliki fokus untuk mengukur pada tujuan kondisi sejahtera dan domain 1, 2, 3, dan 4 memiliki fokus untuk mengukur tindakanpencegahan terdepan. Dari beberapa domain terlihat pendidikan kesehatan bertujuan untuk memberikan pendidikan pada kelompok profesional, dan pembuat kebijakan di masyarakat (seperti domain 2, 4, 5, dan 7).
Domain 1 :
Pencegahan merupakan upaya untuk menghindari dari kondisi sakit, meliputi:
immunisasi, skrining pada kelompok rentan , dan penemuan kasus malnutrisi. Daerah ini termasuk tindakan pencegahan seperti imunisasi dan cervical screening,penemuan kasus hypertensi,screening untuk kelainan handicap congenital,pengawasan perkembangan,dental fissure sealing,dan penggunaan nikotin didalam permen karetuntuk memberikan sensasi merokok. Domain 2 :
Preventive health education adalah pendidikan yang ditujukan untuk mendorong perubahan perilaku sehat individu dalam upaya pencegahan terhadap penyakit dan pendidikan yang diberikan tenaga kesehatan yang digunakan untuk mendukung layanan pencegahan. Contoh dukungan tenaga kesehatan dalam hal skrining nutrisi atau penggunaan fasilitas publik, mendorong keluarga rawan gizi untuk aktif datang ke posyandu. Edukasi kesehatan mengarah pada proteksi kesehatan positif. Contoh melobi untuk melarang pengiklanan tembakau.
Domain 3:
Preventive health protection merupakan sebuah peraturan, sebagai contoh:
program makanan tambahan anak sekolah, peraturan makanan yang aman, kebijakan fiskal untuk industry makanan. Edukasi kesehatan untuk pencegahan proteksi kesehatan.contohnya melobi untuk perundang-undangan penggunaan sabuk pengaman. Banyaknya contoh dari pencegahan proteksi kesehatan sudah banyak disebutkan. Contoh pemberian fluor pada air minum untuk proteksi dari penyakit gigi.
(20)
Domain 4 :
Protective health education merupakan pendidikan kesehatan untuk mendukung domain 3 yang ditujukan untuk pencegahan. Contoh proses lobi untuk peraturan makanan yang sehat, penambahan pajak untuk makanan dan upaya lain yang mempengaruhi pada lingkungan social sebagai tindakan efektif yang sinergi dengan pelayanan pencegahan. Edukasi kesehatan mengarah pada proteksi kesehatan positif. Contoh melobi untuk melarang pengiklanan tembakau.
Domain 5:
Health education meliputi pendidikan yang ditujukan mendorong perubahan perilaku sehat individu untuk mencapai kesehatan yang lebih optimal, seperti mendorong untuk melakukan aktivitas fisik atau olah raga diwaktu senggang, merubah kebiasaan diet, dan empowering individu atau kelompok untuk sejahtera (contoh meningkatkan self esteem). Edukasi kesehatan positif,terdapat dua kategori:edukasi kesehatan mengarah pada mempengaruhi perilaku pada alasan-alasan kesehatan positif(seperti dorongan untuk menggunakan waktu senggang untuk berolahraga) dan yana mana mencari untuk menolong individu,kelompok atau seluruh komunitas untuk mengembangkan sifat kesehatan yang postif.
Domain 6:
Health protection adalah peraturan permerintah. Contoh kebijakan keuanganuntuk meningkatkan sarana dan prasarana yang menunjang kesehatan seperti sarana rekreasi dan fasilitas olahraga di komunitas, menciptakan sarana bermain bagi anak, program bantuan stimulasi usaha bagi keluarga untuk meningkatkan ketahanan pangan keluarga. Proteksi kesehatan postif. Contoh kebijakan merokok ditempat bekerja,untuk menciptakan lingkungan kerja dengan udara yang bersih.
Domain 7:
Health protective health education untuk mencapai kondisi lebih
sejahtera, contoh lobbying dengan pembuat kebijakan. Mendorong dan
mendukung anggota masyarakat untuk mengekspresikan keinginannya seperti perlunya sarana olah raga. Memfasilitasi keluarga rawan gizi, berdialog dengan pemegang kebijakan setingkat lurah, petugas pemegang program
(21)
Daerah ini termasuk usaha edukasi untuk mempengaruhi gaya hidup dalam ketertarikan untuk mencegah penyakit,sama baiknya dengan usaha untuk menganjurkan mengambil layanan pencegahan. Sebagai tambahan,dua arah dasar dari proses edukasi jangan dilupakan: komunikasi harus digunakan untuk memastikan bahwa layanan pencegahan yang tepat dan diinginkan tersebut lengkap. Contoh saran
berhenti merokok dan informasinya.
2.7 Klasifikasi Sasaran Promosi Kesehatan
(M. Khizfi Nurfiqoh 160110130017) Berdasarkan tahapan dari promosi kesehatan, maka sasaran promosi kesehatan terbagi menjadi:
1. Sasaran Primer(primary target)
Sasaran primer adalah masyarakat umum yang dapat kemudian dikelompokkan menjadi kepala keluarga untuk masalah kesehatan umum, ibu hamil dan menyusui untuk masalah kesehatan ibu dan anak (KIA), serta anak sekolah untuk masalah kesehatan remaja dan lainnya. Sasaran promosi kesehatan ini sejalan dengan strategi pemberdayaan masyarakat.
2. Sasaran Sekunder (secondary target)
Sasaran sekunder dalam promosi kesehatan adalah tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, serta orang-orang yang memiliki kaitan serta berpengaruh penting dalam kegiatan promosi kesehatan, dengan harapan setelah diberikan promosi kesehatan maka masyarakat tersebut akan dapat kembali memberikan atau kembali menyampaikan promosi kesehatan pada lingkungan masyarakat sekitarnya. Tokoh masyarakat yang telah mendapatkan promosi kesehatan diharapkan pula agar dapat menjadi model dalam perilaku hidup sehat untuk masyarakat sekitarnya.
3. Sasaran Tersier (tertiary target)
Sasaran tersier dalam promosi kesehatan adalah pembuat keputusan (decision maker) atau penentu kebijakan (policy maker). Hal ini dilakukan dengan suatu harapan agar kebijakan-kebijakan atau keputusan yang dikeluarkan oleh kelompok tersebut akan memiliki efek/dampak serta pengaruh bagi sasaran sekunder maupun sasaran primer dan usaha ini sejalan dengan strategi advokasi
(22)
Ruang lingkup promosi kesehatan berdasarkan tatanan (tempat pelaksanaan):
1. Promosi kesehatan pada tatanan keluarga (rumah tangga)
Keluarga adalah persemaian manusia sebagai anggota masyarakat, masing-masing keluarga menjadi tempat yang kondusif untuk tumbuhnya perilaku sehat bagi anak- anak sebagai calon anggota masyarakat. Proses kesehatan sangat berperan,sasaran utamanya adalah orang tua,terutama ibu.
2. Promosi kesehatan pada tatanan sekolah
Sekolah merupakan tempat lanjutan untuk meletkkan dasar perilaku bagi anak, temsuk perilaku kesehatan. Sekolah dan lingkungan sekolah yang sehat cangat kondusif untuk berperilaku sehat bagi anak-anak. Sasaran antara promosi kesehatan di sekolah adalah guru, guru memperoleh pelatihan-pelatihan tentang kesehatan dan promosi kesehatan yang cukup, selanjutnya guru akan meneruskannya kepada murid- muridnya.
3. Promosi kesehatan pada tempat kerja
Selama hidup kurang lebih 8 jam perhari para pekerja menghabiskan waktu untuk menjalankan aktivitas yang beresiko terhadap kesehatannya. Resiko itu tergantung jenis pekerjaan, lingkungan, dan individu yang berada di dalamnya. Promosi kesehatan di tempat kerja dilakukan oleh pimpinan perusahaan atau tempat kerja memberikan fasilitas bekerja yang kondusif, misalnya tersedia air bersih, tempat sampah, kantin, ruang istirahat, tempat pembuangan kotoran, dan sebagainya. Selain itu perusahaan juga harus menyediakan unit K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Pemasangan poster atau leaflet berisi pesan untuk selalu menjaga keselamatan dan kesehatan kerja.
4. Promosi kesehatan di tempat-tempat umum (TTU)
Tempat umum adalah tempat dimana orang-orang berkumpul pada waktu tertentu, misalnya pasar, terminalbus, stasiun kereta api, mall, dan lain sebagainya. Bentuk promosi kesehatan dalam bidang fasilitas seperti penyediaan tempat sampah, tempat cuci tangan, tempat pembuangan air kotor, ruang tunggu perokok-nonperokok, kantin, dan lain sebagainya. Pemasangan poster dan penyedianan leaflet yang berisi cara-cara menjaga kesehatan atau kebersihan adalah bentuk promosi kesehatan.
5. Pendidikan kesehatan di Institusi pelayanan kesehatan
(23)
untuk dijadikan tempat promosi kesehatan. Ketika ada keluarga yang sakit, mereka akan lebih peka terhdap informasi kesehatan terutama yang berkaitan dengan masalah kesehatan atau penyakit yang sedang dideritanya maupun keluarganya. Promosi kesehatan ini seperti mendengarkan nasihat dokter, perawat, dan petugas kesehatan lainnya.
Pelaksanaan promosi kesehatan ini dapat dilakukan secara individual, berkelompok, ataupun secara massal. Contoh promosi kesehatan yang dilakukan oleh institusi pelayanan kesehatan ini adalah menyediakan leaflet atau selebaran tentang informasi yang berisikan penyakit-penyakit mengenai jenisnya, pencegahan, serta perawatannya.
2.8 Strategi promosi kesehatan
( Teja Karimah Saad 160110130007) ( Lulu Luthfiah 160110130048) 2.8.1 Berdasarkan Rumusan WHO (1994)
Strategi promosi kesehatan secara global ini terdiri dari 3 hal, yaitu: 1. Advokasi (Advocacy)
Advokasi adalah kegiatan untuk meyakinkan orang lain, agar orang lain tersebut membantu atau mendukung terhadap apa yang diinginkan. Dalam konteks promosi kesehatan, advokasi adalah pendekatan kepada para pembuat keputusan atau penentu kebijakan di berbagai sektor, dan di berbagai tingkat, sehingga para pejabat tersebut mau mendukung program kesehatan yang kita inginkan. Dukungan dari para pejabat pembuat keputusan tersebut dapat berupa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, surat keputusan, surat instruksi, dan sebagainya. Kegiatan advokasi ini ada bermacam-macam bentuk, baik secara formal inaupun informal. Secara formal misalnya, penyajian atau presentasi dan seminar tentang issu atau usulan program yang ingin dimintakan dukungan dari para pejabat yang terkait. Kegiatan advokasi secara informal misalnya sowan kepada para pejabat yang relevan dengan program yang diusulkan, untuk secara informal minta dukungan, baik dalam bentuk kebijakan, atau mungkin dalam bentuk dana atau fasilitas lain. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa sasaran advokasi adalah para pejabat baik eksekutif
(24)
maupun legislatif, di berbagai tingkat dan sektor, yang terkait dengan masalah kesehatan (sasaran tertier)
2. Dukungan Sosial (Social support)
Strategi dukungan sosial ini adalah suatu kegiatan untuk mencari dukungan sosial melalui tokoh-tokoh masyarakat (toma), baik tokoh masyarakat formal maupun informal. Tujuan utama kegiatan ini adalah agar para tokoh masyarakat, sebagai jembatan antara sektor kesehatan sebagai (pelaksana program kesehatan) dengan masyarakat (penerima program) kesehatan. Dengan kegiatan mencari dukungan sosial melalui toma pada dasarnya adalah mensosialisasikan program-program kesehatan, agar masyarakat mau menerima dan mau berpartisipasi terhadap program kesehatan tersebut. Oleh sebab itu, strategi ini juga dapat dikatakan sebagai upaya bina suasana, atau membina suasana yang kondusif . Bentuk kegiatan dukungan sosial ini antara lain: pelatihan-pelatihan para toma, seminar, lokakarya, bimbingan kepada toma, dan sebagainya. Dengan demikian maka sasaran utama dukungan sasial atau bina suasana adalah para tokoh masyarakat di berbagai tingkat (sasaran sekunder).
3. Pemberdayaan Masyarakat (Empowerment)
Pemberdayaan adalah strategi promosi kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat langsung. Tujuan utama pemberdayaan adalah mewujudkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri (visi promosi kesehatan). Bentuk kegiatan pemberdayaan ini dapat diwujudkan dengan berbagai kegiatan, antara lain: penyuluhan kesehatan, pengorganisasian dan pengembangan masyarakat dalam bentuk misalnya: koperasi, pelatihan-pelatihan untuk kemampuan peningkatan pendapatan keluarga (income generating skill). Dengan meningkatnya kemampuan ekonomi keluarga akan berdampak terhadap kemampuan dalam peme¬liharan kesehatan mereka, misalnya: terbentuknya dana sehat, terbentuknya pos obat desa, berdirinya polindes, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan semacam ini di masyarakat sering disebut "gerakan masyarakat" untuk kesehatan. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa
(25)
2.8.2 Strategi Promosi Kesehatan Berdasarkan Piagam Ottawa (Ottawa Charter)
Konferensi internasional promosi kesehatan yang pertama
dilaksanakan di Ottawa, Canada yang berlangsung pada tanggal 17-21 November 1986. Konferensi promosi kesehatan yang pertama ini mengambil tema ― Menuju Kesehatan Masyarakat Baru‖ (The Move Towards a New Public Health). Konferensi ini diikuti oleh kurang lebih 100 negara baik negara maju dan negara berkembang. Konferensi promosi kesehatan yang pertama ini tidak terlepas dari Deklarasi Alma Ata tahun 1978 tentang ―Pelayanan Kesehatan Dasar‖ atau Primary Health Care. Kesepakatan-kesepakatan yang dicapai dalam konferensi ini merupakan peletakan dasar pembaharuan promosi kesehatan dalam konteks seperti tema konferensi ini, yakni
―Gerakan Menuju Kesehatan Masyarakat Baru‖ Kesepakan bersama tersebut dituangkan dalam Piagam Ottawa.
1. Kebijakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan (Healthy Public
Policy)
Kegiatan ditujukan kepada para pembuat keputusan atau penentu kebijakan. Hal ini berarti setiap kebijakan pembangunan dalam bidang apapun harus mempertimbangkan dampak kesehatan bagi masyarakat.
Promosi kesehatan lebih daripada sekadar perawatan kesehatan. Promosi kesehatan menempatkan kesehatan pada agenda dari pembuat kebijakan di semua sektor pada semua level, mengarahkan mereka supaya sadar akan konsekuensi kesehatan dari keputusan mereka dan agar mereka menerima tanggung jawab mereka atas kesehatan.
Hal ini dimaksudkan agar dapat membuat pilihan yang lebih sehat dan lebih mudah untuk pembuat keputusan. Kebijakan Berwawasan Kesehatan artinya setiap keputusan pimpinan selalu memandang atau mempunyai cara pandang tentang kresehatan. Contoh sederhana ketika camat mengeluarkan ijin mendirikan bangunan maka harus ada ketentuan bahwa yang membuat bangunan harus membangun bangunan dengan didukung sarana kesehatan seperti jamban keluarga.
(26)
2. Mengembangkan Jaring Kemitraan dan Lingkungan yang Mendukung (Create Partnership and Supportive Environments)
Kegiatan ini bertujuan mengembangkan jaringan kemitraan dan suasana yang mendukung terhadap kesehatan. Kegiatan ini ditujukan kepada pemimpin organisasi masyarakat serta pengelola tempat-tempat umum dan diharapkan memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan nonfisik yang mendukung atau kondusif terhadap kesehatan masyarakat.
Masyarakat kita kompleks dan saling berhubungan. Kesehatan tidak dapat dipisahkan dari tujuan-tujuan lain. Kaitan yang tak terpisahkan antara manusia dan lingkungannya menjadikan basis untuk sebuah pendekatan sosio-ekologis bagi kesehatan. Prinsip panduan keseluruhan bagi dunia, bangsa, kawasan, dan komunitas yang serupa, adalah kebutuhan untuk memberi semangat pemeliharaan yang timbal-balik —untuk memelihara satu sama lain, komunitas, dan lingkungan alam kita. Konservasi sumber daya alam di seluruh dunia harus ditekankan sebagai tanggung jawab global. Perubahan pola hidup, pekerjaan, dan waktu luang memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan. Promosi kesehatan menciptakan kondisi hidup dan kondisi kerja yang aman. Penjajakan sistematis dampak kesehatan dari lingkungan yang berubah pesat terutama di daerah teknologi, daerah kerja, produksi energi dan urbanisasi sangat esensial dan harus diikuti dengan kegiatan untuk memastikan keuntungan yang positif bagi kesehatan masyarakat.
Perlindungan alam dan lingkungan yang dibangun serta konservasi dari sumber daya alam harus ditujukan untuk promosi kesehatan apa saja. Lingkungan yang mendukung adalah lingkungan dimana kita akan menjadikan contoh yang baik tentang kesehatan lingkungan ketika kita akan melakukan promosi kesehatan. Contohnya adalah adanya sekolah sehat yang mempunyai lingkungan yang sehat.
3. Reorientasi Pelayanan Kesehatan ( Reorient Health Service)
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan merupakan tanggung jawab bersama antara pemberi dan penerima pelayanan. Orientasi pelayanan diarahkan dengan menempatkan masyarakat sebagai subjek (melibatkan masyarakat dalam pelayanan kesehatan) yang dapat memelihara dan
(27)
kesehatan lebih diarahkan pada pemberdayaan masyarakat. Bentuk-bentuk pemberdayaan masyarakat dalam pemeliharaan dan peningkatan kesehatan bervariasi mulai dari terbentuknya LSM yang peduli kesehatan, baik dalam bentuk pelayanan maupun bantuan teknis, sampai upaya-upaya swadaya masyarakat.
Tanggung jawab untuk promosi kesehatan pada pelayanan kesehatan dibagi di antara individu, kelompok komunitas, profesional kesehatan, institusi pelayanan kesehatan, dan pemerintah. Mereka harus bekerja sama melalui suatu sistem perawatan kesehatan yang berkontribusi untuk pencapaian kesehatan. Peran sektor kesehatan harus bergerak meningkat pada arah promosi kesehatan, di samping tanggung jawabnya dalam menyediakan pelayanan klinis dan pengobatan. Pelayanan kesehatan harus memegang mandat yang meluas yang merupakan hal sensitif dan ia juga harus menghormati kebutuhan kultural. Mandat ini harus mendukung kebutuhan individu dan komunitas untuk kehidupan yang lebih sehat, dan membuka saluran antara sektor kesehatan dan komponen sosial, politik, ekonomi, dan lingkungan fisik yang lebih luas.
Reorientasi pelayanan kesehatan juga memerlukan perhatian yang kuat untuk penelitian kesehatan sebagaimana perubahan pada pelatihan dan pendidikan profesional. Hal ini harus membawa kepada perubahan sikap dan pengorganisasian pelayanan kesehatan dengan memfokuskan ulang kepada kebutuhan total dari individu sebagai manusia seutuhnya. Reorientasi Pelayanan Kesehatan artinya setiap kegiatan promosi kesehatan diorientasikan bagaimana pelayanan kesehatan yang seharusnya dan dapat terjangkau setiap kalangan. Contohnya adalah pemanfaatan sarana kesehatan terdekat sebagai wadah informasi dan komunikasi tentang kesehatan.
4. Meningkatkan Keterampilan Individu ( Increase Individual Skills)
Derajat kesehatan masyarakat akan terwujud secara efektif jika unsur-unsur yang terdapat dimasyarakat tersebut bergerak bersama-sama. Memperkuat kegiatan masyarakat berarti memberikan bantuan terhadap kegiatan yang sudah berjalan di masyarakat sehingga lebih dapat berkembang. Di samping itu, tindakan ini memberi kesempatan masyarakat untuk berimprovisasi yaitu melakukan kegiatan dan berperan serta aktif dalam
(28)
Kesehatan masyarakat adalah kesehatan agregat yang terdiri atas kelompok, keluarga, dan individu. Kesehatan masyarakat terwujud apabila kesehatan kelompok , keluarga dan individu terwujud. Oleh sebab itu peningkatan keterampilan anggota masyarakat atau individu sangat penting untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat memelihara serta meningkatkan kualitas kesehatannya.
Promosi kesehatan mendukung pengembangan personal dan sosial melalui penyediaan informasi, pendidikan kesehatan, dan pengembangan keterampilan hidup. Dengan demikian, hal ini meningkatkan pilihan yang tersedia bagi masyarakat untuk melatih dalam mengontrol kesehatan dan lingkungan mereka, dan untuk membuat pilihan yang kondusif bagi kesehatan.
5. Memperkuat Kegiatan Masyarakat ( Strengthen Community Action)
Promosi kesehatan bekerja melalui kegiatan komunitas yang konkret dan efisien dalam mengatur prioritas, membuat keputusan, merencanakan strategi dan melaksanakannya untuk mencapai kesehatan yang lebih baik. Inti dari proses ini adalah memberdayakan komunitas. Pengembangan komunitas menekankan pengadaan sumber daya manusia dan material dalam komunitas untuk mengembangkan kemandirian dan dukungan sosial, dan untuk mengembangkan sistem yang fleksibel untuk memerkuat partisipasi publik dalam masalah kesehatan. Gerakan Masyarakat merupakan suatu partisipasi
masyarakat yang menunjang kesehatan. Contoh gerakan Jum’at bersih
2.9 Definisi Satuan Penyuluhan (Satpel)
(Bunga Hasna Adilah 160110130110) 2.9.1 Pendahuluan
Mengajar atau memberikan penyuluhan kepada masyarakat adalah suatu usaha untuk membimbing masyarakat ke arah suatu perubahan perilaku yang kita harapkan. Menurut Eliza Herijulianti (2001), untuk mencapai suatu keberhasilan dalam penyuluhan, hendaknya sebelum memberikan penyuluhan sebaiknya dibuat persiapan atau perencanaan, baik perencanaan penyuluh maupun perencanaan pembuatan media komunikasi. Proses perencanaan penyuluhan ini merupakan pedoman dalam proses belajar mengajar atau
(29)
proses kegiatan selama penyuluhan, yang lazim dikenal dengan sebutan satuan pelajaran atau sering disebut Satpel.
Adapun manfaat membuat satuan pelajaran sebelum penyuluhan, yaitu:
a. Hasil penyuluhan akan segera diketahui.
Sebelum penyuluhan kita melakukan tes awal. Kemudian setelah penyuluhan, kita melakukan atau memberikan tes akhir. Hasil kedua tes ini dapat kita bandingkan. Soal yang diberikan pada tes awal dan tes akhir harus dibuat sama. Jika tes akhir menunjukan prestasi yang lebih baik daripada tes awal, maka hal ini menandakan penyuluh telah berhasil dalam mencapai tujuan penyuluhan.
b. Kegiatan penyuluhan akan lebih lancar.
Hal ini dikarenakan penyuluh telah merencanakan kegiatan apa saja yang harus dilakukan oleh penyuluh dan kegiatan apa yang harus dilakukan oleh sasaran sejak pendahuluan sampai dengan penutupan. Kegiatan dilaukan secara sistematis sesuai dengan materi dan tujuan penyuluhan.
c. Pengetahuan dalam memberikan penyuluhan akan bertambah.
Hal ini dikarenakan penyuluh dalam mempersiapkan maeri harus selalu membuka buku sumber untuk mencari bahan yang harus sesuai dengan kebutuhan.
d. Bahan atau materi penyuluhan akan lebih dikuasai.
Dalam menyampaikan materi, penyuluh tidak akan tersendat-sendat dan tidak canggung sehingga materi yang dipersiapkan sesuai dengan waktu yang tersedia.
e. Alat bantu dalam penyuluhan dapat terlebih dahulu dipersiapkan, seperti proyektor untuk media visual.
Dalam membuat satuan pelajaran (Satpel), semua kemampuan harus dirumuskan secara jelas. Komponen satuan pelajaran terdiri dari tujuan yang hendak dicapai, bahan atau materi yang akan diberikan, metode yang
(30)
digunakan kegiatan belajar mengajar/kegiatan penyuluhan, sumber yang digunakan dan evaluasi.
2.9.2 Tujuan
Tujuan pengajaran atau penyuluhan adalah hadil yang harus dicapai setelah pengajaran/penyulihan selesai diberikan yang berupa terjadinya perubahan perilaku. Tujuan pengajaran ini disebut tujuan instruksional. Tujuan instruksional ini dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
a. Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Rumusan tujuan instruksional umum menggambarkan perubahan tingkah laku yang masih umum, yang masih banyak sekali jumlahnya, sehingga sukar sekali bagi kita untuk mengadakan pengukuran. Dikatakan sukar diukur karena tujuan ini menggambarkan perubahan perilaku yang tidak dapat ditentukan dengan pasti dan bukan merupakan tingkah laku yang spesifik. Rumusan TIU ini sebaiknya ditulis dalam membuat persiapan pengajaran karena TIU mempunyai peranan yang sangat penting sekali dalam tujuan instruksional khusus (TIK).
Fungsi TIU, yaitu membantu mempercepat penyusunan TIK. Sebagai perbandingan, dapat diukur apakah TIK yang kita buat sudah benar-benar spesifik dalam menggambarkan pola tingkah laku yang mudah diukur.
b. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
TIK adalah rumuan kata-kata dalam kalimat yang menggambarkan perubahan tingkah laku sasaran yang diinginkan setelah sasaran menyelesaikan suatu kegiatan belajar.
Perubahan tingkah laku ini dapat diketahui dengan jelas baik melalui pengamatan maupun melalui tes. Kedua tujuan instruksional tersebut pada prinsipnya harus dirumuskan secara lengkap dan mengandung empat unsur/komponen, diantaranya:
(1) Audience, sasaran yang harus dapat mengerjakan perbuatan yang dinyatakan dalam tujuan.
(2) Behavior, perilaku yang harus dimiliki oleh sasaran setelah merek menerima pelajaran.
(31)
(3) Condition, persyaratan yang harus ada atau diperhatikan pada saat perilaku yang diharapkan dimiliki oleh audiensi itu dievaluasi.
(4) Degree, target tujuan yang harus dicapai atau tingkatan minimal yang harus dimiliki audiensi.
Persyaratan dalam membuat TIK, antara lain:
(1) Harus menggunakan istilah kata kerja yang operasional, yaitu kata kerja yang menunjukkan tingkah laku yang dapat diamati.
(2) Harus berorientasi pada sasaran berbentuk tingkah laku sasaran. (3) Harus dalam bentuk hasil belajar.
(4) Hanya meliputi satu jenis tingkah laku. Contoh:
Setelah pelajaran selesai, siswa SMA kelas 10 dapat menerjemahkan uraian tentang kesehatan dalam bahasa Inggris ke bahasa Indonesia paling sedikit sebanyak satu halaman dalam tempo 60 menit.
Audience: Siswa SMA kelas 10
Behavior: Dapat menerjemahkan uraian tentang kesehatan dalam bahasa Inggris ke bahasa Indonesia.
Condition: Tanpa membuka kamus.
Degree: Sebanyak satu halaman selama 60 menit.
2.10 Cara Menentukan Satpel
( Bunga Hasna Adillah 160110130110 )
Bahan/Materi yang Diberikan
Bahan/materi yang diberikan sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan dan latar belakang sasaran agar materi mudah dipahami oleh sasaran, penyusunan materi harus sistematik. Istilah asing sebaiknya sudh diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan penggunaan istilah harus ajeg dari awal sampai akhir penyuluhan.
Pemilihan Metode
(Muhammad Arfianto Nur 160110130069) Pemilihan metode yang tepat akan menentukan keberhasilan proses
(32)
dapat memahami kriteria pemilihan metode serta mengerti tentang prinsip-prinsip menggunakan metode mengenai jenis-jenis metode beserta karakteristiknya
Pemilihan metode harus mengacu pada kriteria tertentu, yaitu :
1. Menunjang penyampaian TIK yag telah ditetapkan. Hal ini tergantung
pada perubahan perilaku yang diharapkan, berdasarkan taksonomi Bloom yang membagi perilaku manusia dalam 3 ranah, yaitu :
Kognitif (Pengetahuan)
Afektif (Sikap)
Psikomotor (Keterampilan)
2. Sesuai dengan materi yang akan disajikan
3. Sesuai dengan karakteristik siswa/sasaran/usia/tingkat pendidikan.
4. Bergantung pada waktu yang tersedia
5. Bergantung pada sarana dan prasarana
6. Bergantung pada banyak sasaran
7. Bergantung pada kemampuan penyuluh
(33)
Prinsip Penggunaan Metode
Tidak ada satupun metode yang dapat digunakan untuk mencapai semua
tujuan
Sebaiknya digunakan lebih dari satu metode dalam satu penyuluhan
Tujuan Instruksional Khusus Meningkatkan
/membentuk pengetahuan
Meningkatkan/membentuk keterampilan
Meningkatkan/ membentuk sikap Metode yang digunakan :
Ceramah
Diskusi
Tanya Jawab
Pemberian Tugas
Metode yang digunakan :
Demonstrasi
Eksperimen
Praktik
Metode yang digunakan :
Permainan
Simulasi
Kegiatan Belajar Mengajar
(Hedy Diana 160110130037) Kegiatan belajar mengajar (KBM) adalah kegiatan yang harus dilakukan oleh penyuluh maupun sasaran dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan. Langkah ini merupakan langkah yang harus ditempuh agar proses belajar/penyuluhan berjalan dengan lancar sehingga dapat dapat timbul interaksi antara penyuluh dengan audiensi sehingga audiensi akan mengalami perubahan tingkah laku sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Di dalam SATPEL harus ditulis apa saja kegiatan guru/Penyuluh dan apa saja kegiatan audiensi.
Kegiatan Penyuluhan
Kegiatan penyuluhan merupakan pemikiran langkah yang harus ditempuh oleh guru/penyuluh untuk membantu audiensi mencapai tujuan instruksional atau terjadinya perubahan tingkah laku. Kegiatan penyuluh dalam mengatur strategi pembelajaran meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. Pendahuluan
Tahap ini membutuhkan waktu 10% dari waktu pertemuan yang dialokasikan dan bertujuan membawa siswa kebagian pokok pembelajaran. Peristiwa belajar yang perlu dilaksanakan pada tahap inni, antara lain :
(34)
Menyiapkan siswa atau menenangkan siswa
Memberi salam
Memperkenalkan diri
Menarik perhatian siswa
Menimbulkan atau meningkatkan motivasi
Memberitahukan TIK yang akan dicapai
Menjelaskan KBM
Menyajikan bahan pengait dengan cara persepsi/tes awal
Fungsi tahapan ini untuk merangsang terciptanya kondisi internal pada diri siswa
2. Pengembangan
Banyak orang beranggapan bahwa tahap ini merupakan pengajaran sesungguhnya. Sebanyak 65% dari alokasi waktu yang tersedia digunakan untuk menyampaikan materi yang bersifat pengetahuan, 25% sisanya untuk materi yang bersifat keterampilan.
KBM yang dilaksanakan, meliputi :
Penyampaian materi
Pemotivasian dan pembimbingan siswa belajar
Pemerolehan umpan balik
3. Konsolidasi
Mengonsolidasi bagian materi yang telah diajarkan menjadi satu kesatuan dilakukan dengan cara merangkum. Dalam proses konsolidasi kita harapkan adanya persamaan pandangan antara penyuluh dan sasaran terhadap pesan yang telah disampaikan.
4. Pemberian tugas
Pemberi tugas meliputi :
Menghubungkan apa yang didapat dengan apa yang akan
diajarkan/diberikan.
Menutup pelajaran/penyuluhan
Menenangkan sasaran
Memberi salam
5. Kegiatan sasaran
Bila di dalam kelas:
(35)
Menyiapkan alat pelajaran
Mendengarkan/melaksanakan perintah penyuluh
Mencatat
Menjawab pertanyaan
Bila di masyarakat :
Sasaran duduk dengan tenang
Mendengarkan
Menjawab dan bertanya
Dalam metode demonstrasi sasaran mungkin ikut serta memperaktikannya
Menenekankan apa yang sedang diberikan
Alat Peraga / Media Promosi Kesehatan
(Catherine Gitta M. 160110130090) Alat peraga atau media dalam promosi kesehatan dapat diartikan sebagai alat bantu untuk promosi kesehatan yang dapat dilihat, didengar, diraba, dirasa, atau dicium untuk memperlancar komunikasi dan penyebarluasan informasi. Alat bantu ini sering disebut alat peraga karena berfungsi untuk membantu dan memperagakan sesuatu dalam proses penyuluhan (Notoatmodjo, 2007). Alat peraga ini disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada setiap manusia itu diterima atau ditangkap melalui panca indera. Semakin banyak indera yang digunakan untuk menerima sesuatu maka semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian / pengetahuan yang diperoleh. Dengan kata lain, alat peraga ini dimaksudkan untuk mengerahkan indera sasaran penyuluhan sebanyak mungkin kepada suatu objek sehingga mempermudah proses penerimaan pengetahuan yang baru.
Biasanya, dalam suatu kegiatan promosi kesehatan akan digunakan beberapa alat peraga secara kombinasi, misalnya menggunakan papan tulis dan foto dan sebagainya. Tetapi dalam menggunakan alat peraga, baik tunggal maupun dikombinasikan, ada dua hal yang tetap harus diperhatikan, yaitu alat peraga harus mudah dimengerti oleh masyarakat sasaran dan ide atau gagasan yang terkandung di dalamnya harus dapat diterima oleh masyarakat sasaran. Alat peraga yang digunakan secara baik akan memberikan keuntungan bagi penyuluh, antara lain:
(36)
2. Dapat memperjelas materi yang diterangkan dan mempermudah sasaran menangkap materi yang telah dijelaskan
3. Materi yang diterangkan akan lebih lama diingat, terutamaaa hal-hal yang mengesankan
4. Dapat menarik dan memusatkan perhatian sasaran
5. Dapat member motivasi yang kuat untuk melakukan hal-hal yang diajarkan atau dianjurkan.
Alat peraga dapat dibagi ke dalam empat kelompok besar, yaitu: 1. Benda asli
Merupakan benda yang keberadaannya sungguh ada, baik hidup maupun mati. Alat peraga menggunakan benda asli merupakan yang paling baik karena mudah dan cepat dikenal serta mempunyai bentuk dan ukuran yang tepat. Namun, kelemahan alat peraga asli ini adalah tidak selalu mudah dibawa ke mana-mana sebagai alat bantu mengajar. Alat peraga asli ini dibagi lagi menjadi:
Benda sesungguhnya
Spesimen, benda sesungguhnya yang telah diawetkan.
Sample, benda sesungguhnya untuk diperdagangkan.
2. Benda tiruan
Merupakan benda yang ukurannya lain dari benda sesungguhnya. Benda tiruan dapat digunakan sebagai media atau alat peraga dalam promosi kesehatan jika tidak memungkinkan untuk menggunakan benda aslinya, misalnya karena ukuran benda asli yang terlalu besar, terlalu berat, dan lain-lain. Benda tiruan dapat dibuat dari bermacam-macam bahan seperti tanah, kayu, plastik, dan lain-lain.
3. Gambar / media grafis
Poster
adalah sehelai kertas atau papan yang berisikan gambar-gambar dengan sedikit kata-kata. Gambar dalam poster dapat berupa lukisan, ilustrasi, kartun, foto, atau gambar. Kata-kata pada poster harus jelas artinya, tepat pesannya, dan dapat mudah dibaca pada jarak kurang lebih 6 meter. Poster biasanya ditempelkan pada tempat yang mudah
(37)
dilihat dan banyak dilalui orang karena tujuan utama poster adalah untuk mempengaruhi orang banyak. Oleh karena itu, poster harus dibuat semenarik mungkin, namun tetap sederhana dan hanya berisi satu ide saja.
Poster dikatakan baik jika mampu diingat untuk waktu yang lama oleh orang yang melihatnya dan dapat mendorong untuk bertindak.
Leaflet
adalah selembaran kertas yang berisi tulisan dengan kalimat singkat, padat, mudah dimengerti dan gambar-gambar yang sederhana. Ide yang disajikan pada leaflet dapat beragam dan disajikan secara berlipat.
4. Gambar alat optik
Foto
Sebagai bahan untuk alat peraga, foto digunakan dalam bentuk: a) Album, yaitu merupakan foto-foto yang isinya berurutan dan
menggambarkan suatu cerita, kegiatan dan lain-lain.
b) Dokumentasi lepasan, yaitu foto-foto yang berdiri sendiri dan tidak disimpan dalam bentuk album. Menggambarkan satu pokok persoalan atau titik perhatian.
Slide
Slide pada umumnya digunakan pada sasaran kelompok. Slide ini sangat efektif untuk membahas suatu topik tertentu dan peserta dapat mencermati setiap materi dengan seksama, karena slide sifatnya dapat diulang-ulang.
Film
Film lebih kearah sasaran secara massal, sifatnya menghibur namun bernuansa edukatif.
Selain pengelompokan di atas, alat peraga juga dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori berdasarkan indera yang dilibatkan, yaitu:
a. Alat bantu lihat
Alat ini berguna dalam membantu menstimulasikan indera mata pada saat penyuluhan. Alat ini dibagi lagi ke dalam 2 bentuk yaitu
(38)
2. Alat yang tidak diproyeksikan (contoh: gambar dua dimensi, gambar tiga dimensi, gambar peta, bagan, bola dunia, boneka dan lain-lain).
b. Alat bantu dengar
Alat ini berguna dalam membantu menstimulasi indera pendengar pada saat proses penyampaian bahan penyuluhan, misalnya piringan hitam, radio, pita suara dan lain-lain.
c. Alat bantu lihat-dengar
Alat ini berguna dalam menstimulasi indera penglihatan dan pendengaran pada waktu proses penyuluhan, misalnya televisi, video cassette dan lain-lain.
Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan kesehatan, media ini dapat dibagi menjadi 3 yakni :
a. Media cetak
Media ini mengutamakan pesan-pesan visual, biasanya terdiri dari gambaran sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna. Yang termasuk dalam media ini adalah booklet, leaflet, flyer (selebaran), flip chart (lembar balik), rubric atau tulisan pada surat kabar atau majalah, poster, foto yang mengungkapkan informasi kesehatan.
Ada beberapa kelebihan media cetak antara lain tahan lama, mencakup banyak orang, biaya rendah, dapat dibawa kemana-mana, tidak perlu listrik, mempermudah pemahaman dan dapat meningkatkan gairah belajar.
Media cetak memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menstimulir efek gerak dan efek suara dan mudah terlipat.
b. Media elektronik
Media ini merupakan media yang bergerak dan dinamis, dapat dilihat dan didengar dan penyampaiannya melalui alat bantu elektronika. Yang termasuk dalam media ini adalah televisi, radio, video film, cassette, CD, VCD.
Kelebihan dari media ini antara lain lebih mudah dipahami, lebih menarik, sudah dikenal masyarakat, bertatap muka, mengikut sertakan seluruh panca indera, penyajiannya dapat dikendalikan dan diulang-ulang
(39)
Kelemahan dari media ini adalah biayanya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu listrik dan alat canggih untuk produksinya, perlu persiapan matang,
peralatan selalu berkembang dan berubah, perlu keterampilan
penyimpanan dan keterampilan untuk mengoperasikannya.
c. Media Luar Ruang
Media menyampaikan pesannya di luar ruang, bisa melalui media cetak maupun elektronik misalnya papan reklame, spanduk, pameran,
banner dan televisi layar lebar.
Kelebihan dari media ini adalah lebih mudah dipahami, lebih menarik, sebagai informasi umum dan hiburan, bertatap muka, mengikut sertakan seluruh panca indera, penyajian dapat dikendalikan dan jangkauannya relatif besar.
Kelemahan dari media ini adalah biaya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu alat canggih untuk produksinya, persiapan matang, peralatan selalu berkembang dan berubah, memerlukan keterampilan penyimpanan dan keterampilan untuk mengoperasikannya.
Media penyuluhan kesehatan yang baik adalah media yang mampu memberikan informasi atau pesan-pesan kesehatan yang sesuai dengan tingkat penerimaan sasaran, sehingga sasaran mau dan mampu untuk mengubah perilaku sesuai dengan pesan yang disampaikan.
Sumber Pelajaran
Sumber pelajaran adalah buku atau bahan bacaan yang digunakan sebagai acuan pengembangan materi yang akan disampaikan pada saat penyuluhan. Sumber pelajaran sebaiknya diambil dari bahan-bahan bacaan yang memiliki sumber yang jelas sehingga kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan oleh penyuluh. Bahan bacaan yang dianjurkan berupa textbook, jurnal ilmiah, situs-situs ilmiah, dan lain-lain sumber lain yang evidence-based.
Evaluasi
Evaluasi merupakan tes yang dilakukan kepada sasaran untuk mengetahui sampai sejauh mana materi dapat ditangkap oleh sasaran. Evaluasi dapat berupa tes lisan, tes tulisan, maupun tes perbuatan.
(40)
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Kasus
Dokter gigi Afgan setelah lulus dari FKG Unpad ditempatkan di Puskesmas A di kaki gunung Manglayang. Hasil survei pada masyarakat di Kecamatan A di kaki gunung Manglayang sebagai berikut : indeks OHI-S 6,0 dan nilai DMF-T penduduk usia produktif 8,3 dan indeks def-t pada anak-anak 9,7.
Hasil survei tersebut menunjukkan pentingnya dokter Afgan merencanakan mengadakan promosi kesehatan (health promotion) dengan menggunakan strategi promosi kesehatan (Health Promotion Strategy). Dokter gigi Afgan melaksanakan program promosi kesehatan dengan memperhatikan visi, misi, sasaran, dan ruang lingkupnya dengan menggunakan metode promosi kesehatan berdasar pada model-model promosi dan berbagai strategi kesehatan.
Salah satu bentuk promosi kesehatan yang dipilih yaitu penyuluhan, beliau menuliskan perencanaan penyuluhan dalam bentuk satuan penyuluhan (Satpel).
Setelah pelaksanaan penyuluhan, Dokter gigi Afgan kembali melakukan survei dan hasilnya menunjukkan penurunan indeks OHI-S, Indeks DMF-T, dan def-t sebanyak 10 % pada tahun pertama.
3.2 Hipotesis
Hipotesis berdasarkan diskusi kelompok kami sebagai berikut :
1. Kurangnya tingkat kesadaran masyarakat terhadap kesehatan gigi dan mulut sehingga OH masyarakat buruk.
2. Penyuluhan kurang efektif sehingga penurunan indeks OHI-S, Indeks DMF-T, dan def-t hanya 10%.
3.3 Hasil Diskusi
Kurangnya tingkat kesadaran masyarakat di kaki gunung Manglayang terhadap kesehatan gigi dan mulut, sehingga OH masyarakat buruk yang dapat dilihat dari indeks OHI-S, DMF-T, dan def-t yang termasuk dalam kategori yang sangat
(41)
bentuk penyuluhan. Sebelum memberikan penyuluhan, dokter gigi Afgan perlu melakukan proses perencanaan yang disebut dengan Satuan Penyuluhan (Satpel). Komponen yang terdapat dalam satuan penyuluhan terdiri dari tujuan yang hendak dicapai, bahan atau materi yang akan diberikan, metode yang akan digunakan, kegiatan belajar mengajar atau kegiatan penyuluhan, sumber yang digunakan, dan evaluasi.
Penyuluhan yang dilakukan dokter gigi Afgan kurang efektif, sehingga penurunan indeks OHI-S, Indeks DMF-T, dan def-t hanya 10%. Oleh karena itu, dokter gigi Afgan perlu melakukan 4 tingkat pencegahan penyakit dalam perspektif penyakit masyarakat menurut Level dan Clark lainnya selain Health promotion, yakni
Specific protection (perlindungan khusus salah satunya melalui flouridasi), Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis dini dan pengobatan segera pada gigi yang telah mengalami karies), Disability limitation (membatasi atau mengurangi terjadinya kecacatan), dan Rehabilitation (pemulihan).
(42)
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil diskusi yang telah kami dapatkan, maka kami dapat menyimpulkan bahwa promosi kesehatan adalah upaya yang sangat penting untuk meningkatkan kesehatan masyarakat serta untuk membuat masyarakat mau dan mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya sesuai dengan visi misi promosi kesehatan. Promosi kesehatan tersebut harus dapat dilakukan oleh seorang dokter gigi dalam meningkatkan kesehatan gigi dan mulut masyarakat.
(43)
DAFTAR PUSTAKA
1. Naidoo J & Wills J. (2000). Health promotion foundation for practice secondedition Bailliere Tindall. Philadelphia
2. Notoatmodjo, Soekidjo, Promosi Kesehatan Teori Dan Aplikasi, Rineka
Cipta, Jakarta, 2003.
3. Pintauli, Sondang, dan Taizo. (2008). Menuju Gigi dan Mulut Sehat. Medan: USU Press.
(1)
2. Alat yang tidak diproyeksikan (contoh: gambar dua dimensi, gambar tiga dimensi, gambar peta, bagan, bola dunia, boneka dan lain-lain).
b. Alat bantu dengar
Alat ini berguna dalam membantu menstimulasi indera pendengar pada saat proses penyampaian bahan penyuluhan, misalnya piringan hitam, radio, pita suara dan lain-lain.
c. Alat bantu lihat-dengar
Alat ini berguna dalam menstimulasi indera penglihatan dan pendengaran pada waktu proses penyuluhan, misalnya televisi, video cassette dan lain-lain.
Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan kesehatan, media ini dapat dibagi menjadi 3 yakni :
a. Media cetak
Media ini mengutamakan pesan-pesan visual, biasanya terdiri dari gambaran sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna. Yang termasuk dalam media ini adalah booklet, leaflet, flyer (selebaran), flip chart (lembar balik), rubric atau tulisan pada surat kabar atau majalah, poster, foto yang mengungkapkan informasi kesehatan.
Ada beberapa kelebihan media cetak antara lain tahan lama, mencakup banyak orang, biaya rendah, dapat dibawa kemana-mana, tidak perlu listrik, mempermudah pemahaman dan dapat meningkatkan gairah belajar.
Media cetak memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menstimulir efek gerak dan efek suara dan mudah terlipat.
b. Media elektronik
Media ini merupakan media yang bergerak dan dinamis, dapat dilihat dan didengar dan penyampaiannya melalui alat bantu elektronika. Yang termasuk dalam media ini adalah televisi, radio, video film, cassette, CD, VCD.
Kelebihan dari media ini antara lain lebih mudah dipahami, lebih menarik, sudah dikenal masyarakat, bertatap muka, mengikut sertakan
(2)
Kelemahan dari media ini adalah biayanya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu listrik dan alat canggih untuk produksinya, perlu persiapan matang, peralatan selalu berkembang dan berubah, perlu keterampilan penyimpanan dan keterampilan untuk mengoperasikannya.
c. Media Luar Ruang
Media menyampaikan pesannya di luar ruang, bisa melalui media cetak maupun elektronik misalnya papan reklame, spanduk, pameran, banner dan televisi layar lebar.
Kelebihan dari media ini adalah lebih mudah dipahami, lebih menarik, sebagai informasi umum dan hiburan, bertatap muka, mengikut sertakan seluruh panca indera, penyajian dapat dikendalikan dan jangkauannya relatif besar.
Kelemahan dari media ini adalah biaya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu alat canggih untuk produksinya, persiapan matang, peralatan selalu berkembang dan berubah, memerlukan keterampilan penyimpanan dan keterampilan untuk mengoperasikannya.
Media penyuluhan kesehatan yang baik adalah media yang mampu memberikan informasi atau pesan-pesan kesehatan yang sesuai dengan tingkat penerimaan sasaran, sehingga sasaran mau dan mampu untuk mengubah perilaku sesuai dengan pesan yang disampaikan.
Sumber Pelajaran
Sumber pelajaran adalah buku atau bahan bacaan yang digunakan sebagai acuan pengembangan materi yang akan disampaikan pada saat penyuluhan. Sumber pelajaran sebaiknya diambil dari bahan-bahan bacaan yang memiliki sumber yang jelas sehingga kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan oleh penyuluh. Bahan bacaan yang dianjurkan berupa textbook, jurnal ilmiah, situs-situs ilmiah, dan lain-lain sumber lain yang evidence-based.
Evaluasi
Evaluasi merupakan tes yang dilakukan kepada sasaran untuk mengetahui sampai sejauh mana materi dapat ditangkap oleh sasaran. Evaluasi dapat berupa tes lisan, tes tulisan, maupun tes perbuatan.
(3)
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Kasus
Dokter gigi Afgan setelah lulus dari FKG Unpad ditempatkan di Puskesmas A di kaki gunung Manglayang. Hasil survei pada masyarakat di Kecamatan A di kaki gunung Manglayang sebagai berikut : indeks OHI-S 6,0 dan nilai DMF-T penduduk usia produktif 8,3 dan indeks def-t pada anak-anak 9,7.
Hasil survei tersebut menunjukkan pentingnya dokter Afgan merencanakan mengadakan promosi kesehatan (health promotion) dengan menggunakan strategi promosi kesehatan (Health Promotion Strategy). Dokter gigi Afgan melaksanakan program promosi kesehatan dengan memperhatikan visi, misi, sasaran, dan ruang lingkupnya dengan menggunakan metode promosi kesehatan berdasar pada model-model promosi dan berbagai strategi kesehatan.
Salah satu bentuk promosi kesehatan yang dipilih yaitu penyuluhan, beliau menuliskan perencanaan penyuluhan dalam bentuk satuan penyuluhan (Satpel).
Setelah pelaksanaan penyuluhan, Dokter gigi Afgan kembali melakukan survei dan hasilnya menunjukkan penurunan indeks OHI-S, Indeks DMF-T, dan def-t sebanyak 10 % pada tahun pertama.
3.2 Hipotesis
Hipotesis berdasarkan diskusi kelompok kami sebagai berikut :
1. Kurangnya tingkat kesadaran masyarakat terhadap kesehatan gigi dan mulut sehingga OH masyarakat buruk.
2. Penyuluhan kurang efektif sehingga penurunan indeks OHI-S, Indeks DMF-T, dan def-t hanya 10%.
3.3 Hasil Diskusi
Kurangnya tingkat kesadaran masyarakat di kaki gunung Manglayang terhadap kesehatan gigi dan mulut, sehingga OH masyarakat buruk yang dapat dilihat
(4)
bentuk penyuluhan. Sebelum memberikan penyuluhan, dokter gigi Afgan perlu melakukan proses perencanaan yang disebut dengan Satuan Penyuluhan (Satpel). Komponen yang terdapat dalam satuan penyuluhan terdiri dari tujuan yang hendak dicapai, bahan atau materi yang akan diberikan, metode yang akan digunakan, kegiatan belajar mengajar atau kegiatan penyuluhan, sumber yang digunakan, dan evaluasi.
Penyuluhan yang dilakukan dokter gigi Afgan kurang efektif, sehingga penurunan indeks OHI-S, Indeks DMF-T, dan def-t hanya 10%. Oleh karena itu, dokter gigi Afgan perlu melakukan 4 tingkat pencegahan penyakit dalam perspektif penyakit masyarakat menurut Level dan Clark lainnya selain Health promotion, yakni Specific protection (perlindungan khusus salah satunya melalui flouridasi), Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis dini dan pengobatan segera pada gigi yang telah mengalami karies), Disability limitation (membatasi atau mengurangi terjadinya kecacatan), dan Rehabilitation (pemulihan).
(5)
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil diskusi yang telah kami dapatkan, maka kami dapat menyimpulkan bahwa promosi kesehatan adalah upaya yang sangat penting untuk meningkatkan kesehatan masyarakat serta untuk membuat masyarakat mau dan mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya sesuai dengan visi misi promosi kesehatan. Promosi kesehatan tersebut harus dapat dilakukan oleh seorang dokter gigi dalam meningkatkan kesehatan gigi dan mulut masyarakat.
(6)
DAFTAR PUSTAKA
1. Naidoo J & Wills J. (2000). Health promotion foundation for practice secondedition Bailliere Tindall. Philadelphia
2. Notoatmodjo, Soekidjo, Promosi Kesehatan Teori Dan Aplikasi, Rineka Cipta, Jakarta, 2003.
3. Pintauli, Sondang, dan Taizo. (2008). Menuju Gigi dan Mulut Sehat. Medan: USU Press.