Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Tanggung Jawab dan Hasil Belajar Siswa Kelas 2 SDN Panjang 02 Ambarawa Tahun Pelajaran 2017/ 2018

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Kurikulum 2013

  Kurikulum 2013 dikembangkan atas teori “pendidikan berdasarkan standar” (standard-based education), dan teori kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum). Pendidikan berdasarkan standar menetapkan adanya standar nasional sebagai kualitas minimal warganegara yang dirinci menjadi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Kurikulum berbasis kompetensi dirancang untuk memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi peserta didik dalam mengembangkan kemampuan untuk bersikap, berpengetahuan, berketerampilan, dan bertindak (Permendikbud, 2013:6).

  Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran (Karlina, 2017:50).

  Kurikulum 2013 diklaim sebagai kurikulum yang dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang teritegrasi (Kemendikbud, 2013: 4).

  Diharapkan dengan adanya kurikulum 2013, peserta didik dapat memiliki kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan yang meningkat dan berkembang sesuai dengan jenjang pendidikan yang telah ditempuhnya sehingga akan berpengaruh dan menentukan kesuksesan dalam kehidupan selanjutnya ( Thibatul

  & Huda, 2015: 120).

  Kurikulum 2013 diimplementasikan kedalam pembelajaran tematik, dimana pembelajaran tematik tersebut merupakan pembelajaran yang dirancang

  • 1.3 Menerima keberagaman karakteristik individu sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa di sekolah.
  • 2.
  • 2.3 Menampilkan kebersamaan dalam keberagaman karakteristik individu di sekolah.
  • 3.
Berdasarkan tabel 2.1 di atas dapat diketahui Kompetensi Inti yang disebutkan dalam Tema 7 Kebersamaan Subtema 2 dan Subtema 4 terdapat kompetensi Inti 1, Kompetensi Inti 2, Kompetensi Inti 3, dan Kompetensi Inti 4 pada kelas 2. Dengan muatan pembelajaran Bahasa Indonesia, PPKn, dan Matematika.

  Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati, dan mencoba menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, di sekolah, dan di tempat bermain.

  4.3 Mengelompokkan jenis-jenis keberagaman karakteristik individu di sekolah.

  4.9 Menirukan kata sapaan dalam dongeng secara lisan dan tulis.

  4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, sistematis dan logis, dan kritis dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan perilaku beriman dan berakhlak mulia.

  3.7 Menjelaskan pecahan menggunakan benda- benda konkrit dalam kehidupan sehari-hari.

  3.3 Mengidentifikasi jenis-jenis keragaman karakteristik individu di sekolah.

  3.9 Menentukan kata sapaan dalam dongeng secara lisan dan tulis.

  Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangganya, serta cinta tanah air.

  semester 2 terdiri dari 4 tema yaitu Tema 5 Pengalamanku, Tema 6 Merawat Hewan dan Tumbuhan, Tema 7 Kebersamaan, dan Tema 8 Keselamatan di Rumah dan Perjalanan.

  Menerima, menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang dianutnya.

  Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Bahasa Indonesia PPKn Matematika 1.

Tabel 2.1 Pemetaan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar dalam Tema 7 Kebersamaan Subtema 2 dan Subtema 4 Pembelajaran 3 dan 4

  Di bawah ini merupakan pemetaan pembelajaran kelas 2 Tema 7 Kebersamaan yang digunakan dalam penelitian.

  3 Kebersamaan di Tempat Bermain, dan Subtema 4 Kebersamaan di Tempat Wisata. Setiap subtema terdiri dari 6 pembelajaran. Namun dari keempat subtema tersebut yang digunakan dalam penelitian hanya Subtema 2 dan Subtema 4 pada pembelajaran 3 dan pembelajaran 4.

  Tema 7 Kebersamaan merupakan tema yang akan digunakan dalam penelitian ini. Dalam Tema 7 Kebersamaan terdiri dari empat subtema yaitu Subtema 1 Kebersamaan di Rumah, Subtema 2 Kebersamaan di sekolah, Subtema

  4.7 Menyajikan pecahan yang besesuaian dengan bagian dari keseluruhan suatu benda konkrit dalam kehidupan sehari-hari.

2.1.2 Pendekatan Saintifik

  Pendekatan saintifik menurut Daryanto (2014:51) adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkontruksi konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan.

  Pendekatan saintifik antara lain meliputi komponen 1) mengamati (observing), 2) menanya (questioning), 3) menalar (associating), 4) mencoba (experimenting), 5) membentuk jejaring (networking). Berdasarkan masalah tersebut maka perlu solusi pemecahan yaitu mengembangkan perangkat pembelajaran yang mendorong aktivitas belajar dan mengarah pada kemampuan berpikir kreatif (Rudyanto, 2016:43).

  Pembelajaran yang diharapkan dalam pendekatan saintifik adalah agar siswa mampu belajar melalui proses mengamati secara langsung, sehingga siswa dapat menemukan masalah yang ada di lingkungan sekitar. Melalui kegiatan mengamati, siswa dapat merumuskan masalah yang ditemukan, kemudia siswa mengumpulkan data-data yang ada dan merumuskannya kedalam hipotesis. Dalam proses merumuskan hipotesis secara tidak langsung siswa sudah mampu menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep yang telah ditemukan. Dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan saintifik merupakan pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan sekitar dan melibatkan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran.

2.1.3 Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

  Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah pendekatan pembelajaran menyajikan masalah kontekstual, dan pengembangan pemahaman tentang topik-topik, siswa belajar bagaimana mengkonstruksi kerangka masalah, mengorganisasikan dan menginvestigasi masalah, mengumpulkan dan menganalisa data, menyusun fakta, mengkonstruksi argument mengenai pemecahan masalah, bekerja secara individual atau berkolaborasi dalam pemecahan masalah (Nuraini & Kristin, 2017:370). Pendapat lain mengenai model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dikemukakan oleh Anugraheni (2018:11) bahwa model pembelajaran Problem Based Learning atau model pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran serta mengutamakan permasalahan nyata baik di lingkungan sekolah, rumah, atau masyarakat sebagai dasar untuk memperoleh pengetahuan dan konsep melalui kemampuan berpikir kritis dan memecahkan masalah.

  Model Pembelajaran Problem Based Learning adalah model pembelajaran berlandaskan konstruktivisme yang menekankan keterampilan pada proses penyelesaian masalah dengan membangun mental siswa untuk berpikir kritis dan memahami masalah serta memecahkan masalah. Langkah-langkah dalam pembelajaran model Problem Based Learning sebagai berikut: 1) orientasi masalah, 2) menjelaskan tujuan pembelajaran, 3) klarifikasi istilah, 4) pengorganisasian belajar siswa, 5) penyelidikan dan diskusi, 6) melaporkan hasil diskusi, 7) analisis proses pemecahan masalah (Vitasari, 2013:4).

  Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran menggunakan masalah yang memanfatkan lingkungan, dimana siswa dihadapkan secara langsung maupun telaah kasus. Kemudian siswa bertugas untuk memecahkan masalah yang telah dihadapi, dan itu merupakan bagian dari proses pembelajaran.

  Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) memiliki PBL menurut Rusman (2012:232) adalah sebagai berikut, karakteristik PBL berorientasi pada permasalahan yang menjadi titik awal dalam pembelajaran. Permasalahan yang diangkat merupakan permasalahan yang ada di lingkungan siswa untuk kemudian dipecahkan berdasarkan pengetahuan serta pengalaman siswa yang didukung oleh fakta yang ada. Permasalahan tersebut menantang pengetahuan, sikap, dan kompetensi yang dimilki oleh siswa. Bagaimana siswa berusaha menyelesaikan masalah berdasarkan ketiga hal yang dimiliki masingmasing siswa tersebut untuk kemudian disatukan pemikirannya dan dipecahkan secara berkelompok. Dalam prosesnya, pemecahan masalah melibatkan berbagai sumber belajar yang nantinya diakhiri dengan evaluasi dari informasi yang sudah didapat dari berbagai sumber belajar tersebut agar diperoleh solusi pemecahan masalah yang paling tepat.

  Karakteristik yang dimiliki model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) tersebut dapat memudahkan siswa dalam memahami pembelajaran. Materi yang dipelajari juga memanfaatkan lingkungan, sehingga siswa dapat merealisasikan kemampuannya semaksimal mungkin untuk menggali informasi yang ada di lingkungan agar siswa dapat memecahakan masalah tersebut dengan baik. Selain belajar memecahkan masalah siswa juga dapat belajar sambil bermain dilingkungan, sehingga pembelajarannya menyenangkan.

  Menurut Jatmiko (salihin, 2011:10) menegaskan ada lima tahap dalam pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yaitu; orientasi siswa pada masalah, mengorganisasikan siswa untuk belajar, membimbing individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Tahap-tahap pembelajaran Problem Based Learning (PBL) tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2 Langkah – langkah Model Problem Based Learning (PBL) Langkah – langkah Tingkah Laku Guru

  Tahap 1 Orientasi siswa pada masalah

  Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, motivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya. Tahap 2 Mengorganisasi siswa untuk belajar

  Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Tahap 3 Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok

  Guru mendorong siswa unutuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Tahap 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

  Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, model, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. Tahap 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

  Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

  Menurut Amir (2009:32-33), sebagai suatu pembelajaran berbasis masalah, memiliki beberapa kelebihan, di antaranya:

  1. Punya keaslian seperti di dunia kerja. Masalah yang disajikan, sedapat mungkin memang merupakan cerminan masalah yang di hadapi didunia kerja. Dengan demikian, pembelajar bisa memanfaatkan nanti bila menjadi lulusan yang akan bekerja.

  2. Dibangun dengan memperhatikan pengetahuan sebelumnya. Masalah yang dirancang, dapat membangun kembali pemahaman pembelajar atas pengetahuan yang sebelumnya.

3. Membangun pemikiran yang metakognitif dan konstruktif. Masalah dalam

  PBL akan membuat pembelajar terdorong melakukan pemikiran yang metakognitif.

  4. Meningkatkan minat dan motivasi dalam pembelajaran. Dengan rancangan masalah yang menarik dan menantang, pembelajar akan tergugah untuk belajar.

  5. Satuan Acara Pembelajaran (SAP) yang seharusnya menjadi sasaran mata pelajaran tetap dapat terliputi dengan baik. Sasaran itu didapat pembelajar dengan peliputan materi yang dilakukan sendiri oleh pembelajar dengan peliputan materi yang juga dilakukan sendiri. Menurut Trianto (2012:96-97) pembelajaran berbasis masalah juga memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut:

  1. Realistik dengan kehidupan siswa; 2.

  Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa; 3. Memupuk sifat inquiri siswa; 4. Retensi konsep jadi kuat; 5. Memupuk kemampuan problem solving;

  Menurut Trianto (2012:96-97) pembelajaran berbasis masalah juga memiliki beberapa kelemahan antara lain:

  1. Persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks.

  2. Sulitnya mencari problem yang relevan.

  3. Sering terjadi miss-konsepsi.

  4. Konsumsi waktu yang cukup dalam proses penyelidikan. Konsumsi waktu, di mana model ini memerlukan waktu yang cukup dalam proses penyelidikan. Sehingga terkadang banyak waktu yang tersita untuk proses tersebut. Kelebihan dan kelemahan yang telah diuraikan diatas, sebisa mungkin guru harus mampu mengalokasikan waktu sebaik mungkin agar pembelajaran dapat berlangsung sesuai dengan rencana dan tidak ada proses pembelajaran yang terlewatkan. Guru juga harus pintar dalam mengemukakan permasalahan yang relevan. Namun dibalik kelemahan tersebut model Problem Based Learning (PBL) sesuai dengan kehidupan nyata siswa sehingga siswa dapat menemukan sendiri informasi yang ada. Selain itu pembelajarannya juga menyenangkan karena siswa dihadapkan denga lingkungan.

2.1.4 Pendidikan Karakter

  Karakter pada hakikatnya adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak (Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas, 2016:2).

  Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan, berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat (Muslich, 2011: 84)

  Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan ciri khas seseorang yang berbeda dengan orang lain. Agar karakter seseorang berkembang dengan baik maka diperlukan pendidikan karakter.

  Pendidikan karakter di sekolah merupakan kebutuhan vital agar generasi penerus dapat dibekali dengan kemampuan-kemampuan dasar yang tidak saja mampu menjadikannya life-long learners sebagai salah satu karakter penting untuk hidup di era informasi yang bersifat global, tetapi juga mampu berfungsi dengan peran serta yang positif baik sebagai pribadi,sebagaianggota keluarga, sebagai warga negara, maupun warga dunia (Zuchdi, Zuhdan, & Muhsinatun, 2011:1).

  Pendidikan karakter adalah suatu sistem pendidikan dengan penanaman nilai-nilai sesuai dengan budaya bangsa dengan komponen aspek pengetahuan (cognitive), sikap perasaan (affection felling), dan tindakan, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME) baik untuk diri sendiri, masyarakan dan bangsanya (Afandi, 2011: 88).

  Pendidikan karakter berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultural; (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.

  Pendidikan karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli, dan mengimplementasikan nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil yang terdiri dari religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat dan komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab (Drigjen Dikti dalam Barnawi dan M. Arifin, 2012: 24).

  Berdasarkan pengertian pendidikan karakter diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah upaya untuk menjadikan peserta didik berperilaku yang berdasarkan sopan santun yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat dan komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.

  Menurut Kementrian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum (2010: 8-10), nilai

  • – nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa dapat didentifikasikan sebagai berikut:

  1) Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.

  2) Pancasila: Negara Kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip- prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut pancasila.

  Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara. 3)

  Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa. 4)

  Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Berdasarkan keempat sumber nilai di atas, teridentifikasi beberapa nilai pendidikan karakter sebagai berikut.

  1. Religius berarti sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleransi terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

  2. Jujur berarti perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

  3. Toleransi berarti sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

4. Disiplin berarti tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

  5. Kerja keras berarti perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaikbaiknya.

  6. Kreatif berarti berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

  7. Mandiri berarti sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

  8. Demokratis berarti cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

  9. Rasa ingin tahu berarti sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

  10. Semangat kebangsaan berarti cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

  11. Cinta tanah air berarti cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

  12. Menghargai prestasi berarti sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

  13. Bersahabat/ komunikatif berarti tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

  14. Cinta damai berarti sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

  15. Gemar membaca berarti kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

  16. Peduli lingkungan berarti sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

17. Peduli sosial berarti sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

  18. Tanggung jawab berarti sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

2.1.5 Tanggung Jawab

  Penelitian ini menekankan pada nilai pendidikan karakter tanggung jawab pada siswa kelas 2, karena tanggung jawab merupakan salah satu faktor penting dalam membentuk kepribadian siswa. Selain itu, dengan adanya tanggang jawab siswa akan menjadi disiplin dalam mengatur dirinya sendiri.

  Daryanto (2013:142) berpendapat bahwa tanggung jawab adalah sikap dan perilaku untuk melaksanakan tugas dan kewajiban yang seharusnya dilakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

  Sependapat dengan pengertian di atas, tanggung jawab merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajiban yang seharusnya dilakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara, dan Tuhan Yang Maha Esa (Poerwati & Amri, 2013:4).

  Tanggung jawab belajar sebagai sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam proses memperoleh suatu perubahan tingkah laku (Islami, 2017: 458). Secara lebih singkat tanggung jawab ialah sikap atau perilaku yang dilakukan seseorang untuk menjalankan kewajibannya (Wati & Kristin, 2017: 761).

  Menurut Aziz (2012: 4) menciptakan peserta didik menjadi orang-orang bertanggung jawab harus dimulai dari memberikan tugas-tugas yang kelihatan sepele. Misalnya melaksanakan piket membersihkan kelas sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Tidak perlu dikenakan sanksi bagi yang tidak secara rutin, dan akhirnya tugas tersebut akan berubah menjadi kewajiban yang harus dilakukan.

  Seseorang dikatakan bertanggung jawab apabila melaksanakan tugas secara tepat/jujur atau dengan kata lain mengerjakan berdasarkan hasil karya sendiri (Zuriah, 2007: 256). Karakter tanggung jawab merupakan karakter yang harus ada di dalam diri siswa.

  Menurut Direktorat Tenaga Kependidikan (2007: 6) tanggung jawab dibagi menjadi dua, yaitu tanggung jawab individu dan tanggung jawab sosial. Tanggung jawab individu berarti seorang yang berani berbuat, berani bertanggung jawab tentang segala resiko dari perbuatannya yang meliputi :

  1) Menyelesaikan semua tugas dan latihan yang menjadi tanggung jawabnya.

  2) Menjalankan instruksi sebaik-baiknya selama proses pembelajaran berlangsung.

  3) Dapat mengatur waktu yang telah ditetapkan. 4) Serius dalam mengerjakan sesuatu. 5) Fokus dan konsisten. 6) Tidak mencontek. 7) Rajin dan tekun selama proses pembelajaran berlangsung.

  Indikator tanggung jawab dalam keberhasilan sekolah dan tanggung jawab dalam keberhasilan siswa menurut Daryanto (2013: 142) adalah sebagai berikut:

  1. Indikator tanggung jawab dalam keberhasilan sekolah antara lain: a.

  Membuat laporan setiap kegiatan yang dilakukan dalam bentuk lisan maupun tertulis.

  b.

  Melakukan tugas tanpa disuruh.

  c.

  Menunjukkan prakarsa untuk mengatasi masalah dalam lingkup terdekat.

  d.

  Menghindarkan kecurangan dalam pelaksanaan tugas.

  2. Indikator tanggung jawab dalam keberhasilan kelas antara lain: a.

  Pelaksanaan tugas piket secara teratur. c.

  Mengajukan usul pemecahan masalah. Berdasarkan indikator diatas, dalam penelitian ini peneliti menggunakan indikator tanggung jawab dalam keberhasilan sekolah dan tanggung jawab dalam keberhasilan siswa menurut Daryanto (2013: 142).

2.1.6 Hasil Belajar

  Belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang relatif permanen sebagai hasil dari pengalaman. Dalam konteks sekolah, belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan siswa untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman siswa sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Kristin, 2016: 77).

  Hasil belajar adalah sesuatu yang diperoleh individu melalui proses belajar yang ditandai dengan adanya perubahan perilaku berupa pengetahuan dan kemampuan dalam berbagai hal ( Vitasari, (2013 :3). Secara lebih singkat hasil belajar berarti hasil yang diperoleh seseorang dari aktivitas yang dilakukan dan mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku (Kristin, 2016:78).

  Pendapat lain mengenai hasil belajar dikemukakan oleh Kristin (2016: 92) hasil belajar merupakan puncak dari keberhasilan belajar siswa terhadap tujuan belajar yang telah ditetapkan. Hasil belajar siswa dapat meliputi aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (tingkah laku). Sejalan dengan hasil belajar merupakan kemampuan yang muncul pada diri siswa setelah ia melakukan kegiatan belajar (Raharjo, 2017: 15). Selain itu, hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sahidin & Jamil, 2017:214).

  Sudjana (2010: 50) menunjukan hasil belajar mencakup tiga domain yaitu: a.

  Domain kognitif, terdiri dari enam tingkatan : 1.

  Tipe hasil belajar pengetahuan hafalan(knowledge) 2. Tipe hasil belajar pemahaman (comprehention) 3. Tipe hasil belajar penerapan(aplikasi) 4. Tipe hasil belajar analisis 5. Tipe hasil belajar sintesis

  6. Tipe hasil belajar evaluasi b. Domain afektif, terdiri dari lima tingkatan : 1.

  Receving/attending (semacam kepekaan dalam menerima rangsangan dari luar yang dating pada siswa).

  2. Responding atau jawaban (reaksi yang di berikan seseorang terhadap stimulasi yang dating dari luar).

  3. Valuing atau penilaian (berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala stimulus tadi).

  4. Organisasi(pengembangan nilai kedalam satu system organisasi).

  5. Karakteristik nilai (keterpaduan dari semua system nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya).

  c.

  Domain psikomotor, terdiri dari enam tingkatan : 1.

  Gerak refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar) 2. Keterampialn pada gerakan-gerakan dasar 3. Kemampuan perceptual termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif motorik dan lain-lain

  4. Kemampuan bidang di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, ketepatan

  5. Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan kompleks

  6. Kemauan yang berkenaan dengan non decursive komunikasi seperti gerakan ekspresif, interperatif Dari pendapat di atas, hasil belajar dapat diartikan dengan lebih singkat menurut Anugraheni, (2017: 249) yaitu, mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Ranah kognitif mengukur kemampuan siswa pada dimensi yaitu: mengingat (C1), memahami (C2), menerapkan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6). Pada ranah afektif mengukur kemampuan sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran. Sedangkan pada ranah psikomotor Matematika adalah bahasa simbol yang merupakan ilmu berdasarkan pada berpikir logis, kreatif, inovatif, dan konsisten memiliki objek tujuan abstrak, yaitu fakta, konsep, operasi, dan prinsip (Vitasari, 2013: 3).

  Matematika adalah ilmu pengetahuan tentang struktur yang terorganisasikan didasarkan pada unsur-unsur tidak terdefinisi, aksioma atau postulat dan dapat diturunkan menjadi teorema atau dalil yang pembuktiannya dapat diterima secara deduktif. Deduktif dalam arti mengandalkan beberapa fakta yang sebelumnya dianggap benar dan simpulan akhir yang ditarik merupakan konsekuensi logis dari fakta-fakta tersebut (Sunilawati, Dantes, & Candiasa, 2013: 3).

  Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir dan beragumentasi, memberikan kontribusi dalam menyelesaikan masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja sehingga matematika sangatlah penting untuk kita pelajari. Dalam pembelajaran matematika di SD, diharapkan terjadi reinvention (penemuan kembali). Penemuan kembali adalah menemukan suatu cara penyelesaian secara informal dalam pembelajaran di kelas, walaupun penemuan itu sederhana dan bukan hal baru bagi orang yang telah mengetahui sebelumnya, tetapi bagi siswa SD penemuan tersebut merupakan sesuatu hal yang baru ( Rahmadani & Anugraheni, 2017: 243).

  Matematika di sekolah terus berkembang, namun masih sering disajikan sebagai bagian dari pengetahuan semata, bukan sebagai cara untuk memperoleh pengertian. Karena itu, banyak murid memandang matematika sebagai hal yang objektif, tidak fleksibel, datar dan edukatif, terlepas dari budaya, terpisah dari realitas dan merupakan kebenaran mutlak ( Pramudita & Anugraheni, 2017: 72).

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

  Penelitian pertama dilakukan oleh Nuraini & Kristin (2017), penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang berjudul “Penggunaan Model

  

Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa

  kelas 5 SD”. Hasil penelitian menunjukkan, hasil belajar kognitif yang tuntas dari pra siklus 7 siswa (44%) meningkat menjadi 12 siswa (76%) pada siklus I dan siklus I dan siklus II menunjukkan rata-rata sikap menghormati 88 meningkat menjadi 97, partisipasi 77 meningkat menjadi 91, bekerjasama 78 meningkat menjadi 86, tanggung jawab 83 meningkat menjadi 89. Hasil belajar psikomotor pada siklus I dan siklus II rata-rata aspek ketrampilan membawa alat dan bahan 72 meningkat menjadi 89, mengoprasikan alat 81 meningkat menjadi 89, ketelitian 81 menjadi 91, dan mendemonstrasikan 83 meningkat menjadi 97.

  Penelitian kedua dilakukan oleh Gd. Gunantara , Md Suarjana , dan Pt. Nanci Riastini pada tahun 2014, penelitian ini merupakan merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Sis wa Kelas V”. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penerapan model pembelajaran Problem Based learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah yakni dari siklus I ke siklus II sebesar 16,42% dari kriteria sedang menjadi tinggi. Hasil penelitian menunjukan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada mata pelajaran Matematika.

  Penelitian ketiga dilakukan oleh Agustin pada tahun 2013, penelitian ini merupakan merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang berjudul “Peningkatan

  Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Problem Based Learning (PBL)”. Hasil penelitian pada siklus I, nilai rata-rata mencapai 68,14 dan persentase tuntas belajar klasikal 70,59%. Pada siklus II nilai ratarata meningkat menjadi 84,31 dan persentase tuntas belajar klasikal menjadi 92,16%. Rata-rata kehadiran siswa pada siklus I 97,39% dan siklus II tetap 97,39%. Keterlibatan siswa dalam pembelajaran siklus I 66,28% (tinggi) dan meningkat pada siklus II menjadi 76,50% (sangat tinggi). Nilai performansi guru pada siklus I 82,25 (AB) dan meningkat pada siklus II menjadi 93,58 (A). Dapat disimpulkan bahwa model PBL dapat meningkatkan hasil dan aktivitas belajar siswa serta performansi guru dalam pembelajaran matematika materi pecahan di kelas IV SD Negeri 01 Wanarejan Pemalang.

  Penelitian keempat dilakukan oleh Listiani, (2017) , penelitian ini Peningkatan Hasil Belajar Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning pada Siswa Kelas 4”. Penggunaan model pembelajaran problem based learningberbantu media visual dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas 4 SD Negeri Ngablak 05 Semester I Tahun Pelajaran 2017-2018. Hal ini terlihat dari ketuntasan hasil belajar siswa yang mulanya pada pra siklus sebesar 36%. Pada pembelajaran siklus I meningkat dengan tingkat ketuntasan sebesar 59,1%. Kemudian meningkat lagi pada siklus II menjadi 90,9% dari keseluruhan siswa.

  Penelitian kelima dilakukan oleh Rini, (2015), penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang terjudul “Peningkatan Keterampilan Proses Saintifik dan Hasil Belajar Siswa Kelas 4 SDN Slungkep 02 Tema Peduli Terhadap Makhluk Hidup Menggunakan Model Problem Based Learning ”. Penerapan model PBL dapat meningkatkan keterampilan proses saintifik dan hasil belajar siswa ditunjukkan pada aktivitas mengajar guru pada siklus I mencapai kategori baik (83), dan siklus II dengan kategori baik (90). Aktivitas belajar siswa pada siklus I mencapai Kategori cuku baik (79) dan siklus II dengan kategori baik sekali (91). Peningkatan keterampilan proses saintifik siklus I dengan kategori tinggi (71,6%) dan siklus II berada pada kategori sangat tinggi (83%). Hasil belajar muatan Bahasa Indonesia meningkat menjadi 78 pada siklus I dan 84 pada siklus II dengan ketuntasan belajar pada kategori tinggi (74%) dan sangat tinggi (83%). Hasil belajar muatan Matematika meningkat pada siklus I menjadi 77 dan ketuntasan belajar pada kategori tinggi (74%). Pada siklus II hasil belajar menjadi 79 dengan ketuntasan belajar pada kategori tinggi (78%). Hasil belajar IPA pada siklus I meningkat menjadi 77 dengan ketuntasan belajar pada kategori tinggi (70%) dan siklus II sebesar 86 dengan ketuntasan belajar pada kategori sangat tinggi (87%).

  Berdasarkan penelitian tentang penerapan Model Problem Based Learning (PBL) yang relevan, peneliti menggunakan Model Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan tanggung jawab dan hasil belajar siswa kelas 2.

  Sehingga siswa dapat menikmati proses pembelajaran, menyelesaikan tugas tepat pada waktunya, menerima materi pembelajaran dengan mudah, dan hal tersebut berdampak pada tanggung jawab dan hasil belajar siswa yang perlu adanya peningkatan dalam proses belajar mengajar.

2.3 Kerangka Pikir

  Proses pembelajaran yang dilakukan di kelas 2 SDN Panjang 2 Ambarawa masih menggunakan model konvensional. Guru masih menggunakan metode ceramah, dan kurang melibatkan siswa secara aktif sehingga pembelajaran terpusat pada guru saja. Kegiatan pembelajaran seperti ini membuat siswa merasa bosan, sehingga siswa menjadi pasif, kurang kreatif, dan kurang peduli terhadap tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Guru kurang melibatkan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran seperti meminta siswa untuk membersihan papan tulis, menjawab pertanyaan dengan lantang, menyelesaikan tugas tepat waktu, dan peka terhadap situasi yang ada. Kegiatan pembelajaran di dalam kelas tidak sesuai dengan yang diharapkan, sehingga tanggung jawab dan hasil belajar siswa masih rendah. Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal, yaitu dengan meningkatkan tanggung jawab dan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran, maka pembelajaran diupayakan dibentuk secara berkelompok dan setiap kelompok diminta untuk bekerja sama dalam menyelesaikan tugas. Sehingga model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dipilih untuk memperbaiki proses pembelajaran.

  Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) ini adalah suatu model pembelajaran yang menghadapkan siswa kepada masalah yang nyata dan bermakna, dengan cara siswa mengajukan hipotesis terhadap masalah yang diberikan oleh guru mengenai keberagaman karakteristik individu, berdiskusi dengan pasangannya dan berbagi dengan teman di kelas, dengan Tema 7. Kebersamaan, Subtema 2. Kebersamaan di Sekolah, dan Subtema 4. Kebersamaan di Tempat Wisata, pembelajaran 3 dan 4, pada muatan PPKn Kompetensi Dasar 3.3 Menyebutkan perbedaan jenis kelamin dan kegemaran teman, pada muatan Bahasa Indonesia Kompetensi Dasar 3.9 Menentukan kata sapaan dalam dongeng yang dibacakan guru dan perwakilan siswa, dan pada muatan Matematika Kompetensi Dasar 3.7 Menjelaskan pecahan

  Siswa juga diminta untuk mengisi lembar angket tanggung jawab siswa dengan menggunakan tujuh indikator yang terbagi menjadi indikator tanggung jawab dalam keberhasilan sekolah dan tanggung jawab dalam keberhasilan siswa (Daryanto, 2013: 142).

  Pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Based

  

Learning (PBL) adalah orientasi siswa pada masalah, mengorganisasi siswa

  untuk belajar, membimbing penyelidikan individu maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

  Proses pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Based

  

Learning (PBL) terjadi penanaman rasa tanggung jawab kepada siswa yang dapat

meningkatkan tanggung jawab dan hasil belajar siswa dengan Tema 7.

  Kebersamaan, Subtema 2. Kebersamaan di Sekolah, dan Subtema 4. Kebersamaan di Tempat Wisata, pembelajaran 3 dan 4 yang akan dilaksanakan dalam pemeblajaran tematik kelas 2 semester 2. Secara rinci pelaksanaan pembelajaran yang akan meningkatkan tanggung jawab dan hasil belajar siswa disajikan dalam gambar 2.1 tentang peningkatan tanggung jawab dan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) sebagai berikut.

  Tanggung jawab dan Pembelajaran Konvensional hasil belajar siswa masih rendah

  Tema 6 Merawat Hewan dan Tumbuhan Model pembelajaran Problem

  Tema 7 Kebersamaan kelas 2 semester 2

  Based Learning (PBL)

  Subtema 2 Subtema 2 Kebersamaan di sekolah

  Kebersamaan di dan Subtema 4 Kebersamaan di Sekolah

  Tempat Wisata Subtema 4

  Orientasi tentang keberagaman Kebersamaan di karakteristik individu kepada siswa Tempat Wisata

  Mengorganisasi siswa untuk belajar tentang karakteristik individu Penyelidikan kelompok mengenai e keberagaman karakteristik individu Skor angket tanggung jawab siswa

  Membuat hasil karya berupa Angket tanggung laporan keberagaman karakteristik

  Afektif jawab siswa individu

  Menganalisis dan mengevaluasi Soal evaluasi

  Kognitif proses pemecahan masalah hasil belajar

  Nilai hasil belajar tematik

Gambar 2.1 Skema Upaya Peningkatan Tanggung Jawab dan Hasil Belajar Tema 7 Kebersamaan Subtema 2 dan Subtema 4 dengan Menggunakan Model Pembelajaran PBL

2.4 Hipotesis

  Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir yang telah dipaparkan diatas, maka dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut: 1)

  Melalui penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan langkah-langkah orientasi siswa pada masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individu maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan dapat meningkatkan tanggung jawab dan hasil belajar siswa kelas 2 SDN Panjang 02 Ambarawa. 2)

  Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan tanggung jawab siswa kelas 2 SDN Panjang 02 Ambarawa. 3)

  Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 2 SDN Panjang 02 Ambarawa.

Dokumen yang terkait

BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Jenis Penelitian ,Setting Penelitian, Subjek Penelitian, dan Waktu Penelitian 3.1.1. Jenis Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning untuk M

0 1 22

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Diskripsi Penelitian Antar Siklus - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis pada Mata

0 1 32

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis pada Mata Pelajaran Matematika Siswa Kelas 5 Sekolah Dasar Negeri 1 Banyukembar

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis pada Mata Pelajaran Matematika Siswa Kelas 5 Sekolah Dasar Negeri 1 Banyukembar

0 33 154

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning dalam Pembelajaran Tematik Siswa

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning dalam Pembelajaran Tematik Siswa Kelas 4 SD Negeri Blotongan 02 Salatiga

0 0 19

3.1 Jenis dan Setting 3.1.1 Jenis Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning dalam Pembelajaran Tematik

0 0 17

4.2 Kondisi Awal - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning dalam Pembelajaran Tematik Siswa Kelas 4 SD Negeri Blot

0 0 37

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning dalam Pembelajaran Tematik Siswa Kelas 4 SD Negeri Blotongan 02 Salatiga

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning dalam Pembelajaran Tematik Siswa Kelas 4 SD Negeri Blotongan 02 Salatiga

0 1 81