Diusulkan oleh : Apriliani Chrisnanda Putri 1301413086 JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2014 BAB I PENDAHULUAN - PROPOSAL KUANTITATIF

  

HUBUNGAN ANTARA KETERBUKAAN DIRI DAN

TINGKAT KEPERCAYAAN DIRI MAHASISWA BK

ROMBEL 1 SEMESTER 3 UNIVERSITAS NEGERI

SEMARANG

  PROPOSAL PENELITIAN KUANTITATIF disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan.

  Dosen Pengampu :1. Dra. M.Th. Sri Hartati, M.Pd.

  2. Edwindha Prafitra Nugraheni, S.Pd., Kons.

  Diusulkan oleh : Apriliani Chrisnanda Putri

  1301413086

  

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2014

  PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berhubungan dan membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Sebagai makhluk sosial manusia dalam bertingkah laku selalu berhubungan dengan lingkungannya tempat ia tinggal. Menjalin hubungan dengan individu lain merupakan bagian yang tidak pernah lepas dari kehidupannya sehari-hari. Untuk itu, dalam kehidupannya, manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Misalnya dalam lingkungan keluarga terjadi interaksi antar anggota keluarga, dalam lingkungan masyarakat terjadi hubungan antar individu. Agar hubungan antar individu terjalin secara harmonis dengan lingkungan sosialnya, individu dituntut mampu menyesuaikan diri. Penyesuaian diri dengan lingkungan sosial adalah proses individu menyesuaikan diri dengan masyarakat atau lingkungan sosial, sehingga individu dapat menjalin suatu hubungan yang harmonis dengan lingkungan sosialnya. Penyesuaian sosial merupakan salah satu aspek psikologis yang perlu dikembangkan dalam kehidupan individu, baik penyesuaian diri dengan individu lain di dalam kelompok maupun di luar kelompok. Agar individu mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, maka individu membutuhkan keterampilan sosial.

  Keterampilan sosial menunjang keberhasilan dalam bergaul serta syarat tercapainya penyesuaian sosial yang baik dalam kehidupan individu. Salah satu aspek yang penting dalam keterampilan sosial adalah self disclosure. Self disclosure dapat membantu seseorang berkomunikasi dengan orang lain, meningkatkan kepercayaan diri serta hubungan menjadi lebih akrab. Selain itu, self disclosure dapat melepaskan perasaan bersalah dan cemas. Tanpa self disclosure, individu cenderung mendapat penerimaan sosial kurang baik sehingga berpengaruh pada perkembangan kepribadiannya. Self disclosure merupakan tindakan seseorang dalam memberikan informasi yang bersifat pribadi pada orang lain. Informasi yang bersifat pribadi tersebut mencakup aspek: (1) sikap atau opini, (2) dan (6) kepribadian. Self disclosure merupakan kemampuan seseorang untuk mengungkapkan informasi diri kepada orang lain yang bertujuan untuk mencapai hubungan yang akrab. Ada dua dimensi self disclosure yaitu keluasan dan kedalaman. Keluasan berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam berkomunikasi dengan siapa saja (target person), baik orang yang baru dikenal, teman biasa, orangtua / saudara dan teman dekat. Sedangkan kedalaman berkaitan dengan topik yang akan dibicarakan baik bersifat umum maupun khusus. Umum dan khususnya individu menginformasikan dirinya tergantung pada siapa yang hendak diajak bicara. Semakin akrab hubungan seseorang dengan orang lain, maka semakin terbuka individu kepada orang tersebut, demikian pula sebaliknya.

  Keterbukaan diri (self disclosure) merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam interaksi sosial. Individu yang terampil melakukan self disclosure mempunyai ciri-ciri yakni memiliki rasa tertarik kepada orang lain daripada mereka yang kurang terbuka, percaya diri sendiri, dan percaya pada orang lain. Sebagai salah satu aspek penting dalam hubungan sosial, self disclosure juga perlu bagi remaja, karena masa remaja merupakan periode individu belajar menggunakan kemampuannya untuk memberi dan menerima dalam berhubungan dengan orang lain. Sesuai dengan perkembangannya, remaja dituntut lebih belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yang lebih luas dan majemuk. Keterampilan self disclosure yang dimiliki oleh remaja, akan membantu siswa dalam mencapai kesuksesan akademik dan penyesuaian diri. Apabila remaja tersebut tidak memiliki kemampuan self disclosure, maka dia akan mengalami kesulitan berkomunikasi dengan orang lain. Misalnya dalam lingkungan sekolah banyak dijumpai adanya komunikasi yang kurang Salah satu penyebab adalah kurang adanya keterbukaan diri (self disclosure) siswa. Hal ini dapat dilihat dari gejala-gejala seperti tidak bisa yang ada pada dirinya, merasa was-was atau takut jika hendak mengemukakan sesuatu.

  Untuk itu penulis ingin meneliti hubungan keterbukaan diri terhadap tingkat kepercayaan diri mahasiswa BK rombel 1 semester 3 Universitas Negeri Semarang. Sehingga diharapkan dapat dijadikan bahan evaluasi bagi pelaku pendidikan dan mahasiswa.

  1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang ada maka penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Adakah hubungan antara keterbukaan diri dan tingkat kepercayaan diri yang dimiliki mahasiswa BK rombel 1 semester 3 Universitas Negeri Semarang?

  1.3 Tujuan

  Untuk memperoleh informasi yang jelas dan obyektif tentang hubungan antara keterbukaan diri dan tingkat kepercayaan diri yang dimiliki mahasiswa BK rombel 1 semester 3 Universitas Negeri Semarang.

  1.4 Manfaat Penelitian

  a. Dilihat dari segi teoritis (a) Memberikan sumbangan penelitian di bidang pendidikan yang kaitannya dengan pengembangan kurikulum dan jenis pendidikan khususnya dalam penyetaraan hak bahwa pendidikan untuk semua. (b) Sebagai bahan evaluasi bagi pelaku pendidikan dan mahasiswa.

  b. Dilihat dari segi praktis

  (a) Memberikan masukan bagi dosen, kaitannya untuk memberikan pengetahuan tentang perkembangan individu. mengembangkan kepercayaan dirinya.

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

2.1 Deskripsi Teori

2.1.1 Percaya Diri (Self Confidence)

2.1.1.1 Pengertian Percaya Diri

  Menurut Lauster (1978) kepercayaan diri merupakan keyakinan akan kemampuan dirinya sendiri sehingga seseorang tidak terpengaruh orang-lain dan menggambarkan sikap yang mandiri dimana individu mampu melakukan sesuatutanpa tergantung dengan orang lain, optimis yaitu mempunyai pandangan dan harapan-harapan yang baik akan dirinya serta toleran dimana seseorang mampu berempati dan menerima kekurangan dirinya ataupun orang lain.Walgito (1978) menyatakan bahwa kepercayaan diri (Self-Confidence) merupakan dasar bagi berkembangnya sifat-sifat mandiri, kreatif, dan bertanggung jawab, sebagai ciri manusia yang berkualitas yang sangat dibutuhkan untuk menghadapi tantangan masa depan. Percaya Diri (Self Confidence) adalah meyakinkan pada kemampuan dan penilaian (judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan memilih pendekatan yang efektif. Hal ini termasuk kepercayaan atas kemampuannya menghadapi lingkungan yang semakin menantang dan kepercayaan atas keputusan atau pendapatnya. Orang yang tidak percaya diri akan merasa terusmenerus jatuh, takut untuk mencoba, merasa ada yang salah dan khawatir (EllyRisman, 2003).(Fatimah, 2006) mengartikan kepercayaan diri sebagai sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif, baik terhadap diri sendiri maupun lingkungan atau situasi yangdihadapinya. Rasa percaya diri adalah dimensi evaluatif yang menyeluruh dari diri.Rasa percaya diri memang tidak terbentuk dengan sendirinya melainkan berkaitan dengan kepribadian seseorang (Loekmono, 1983).

  2.1.1.2 Proses Pembentukan Percaya Diri

  Rasa percaya diri tidak muncul begitu saja pada diri sesorang, akan tetapi pembentukan percaya diri (Hakim, 2002) : a. Terbentuknya kepribadian yang baik sesuai dengan proses perkembanganyang melahirkan kelebihan-kelebihan tertentu.

  b. Pemahaman seseorang terhadap kelebihan-kelebihan yang dimilikinya dan melahirkan keyakinan kuat untuk bisa berbuat segala sesuatu dengan memanfaatkan kelebihan-kelebihannya.

  c. Pemahaman dan reaksi positif seseorang terhadap kelemahan-kelemahan yang dimilikinya agar tidak menimbulkan rasa rendah diri atau rasa sulit menyesuaikan diri.

  d. Pengalaman didalam menjalani berbagai aspek kehidupan dengan menggunakan segala kelebihan yang ada pada dirinya.

  2.1.1.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Percaya Diri

  Faktor-faktor yang mempengaruhi rasa percaya diri pada seseorang menurut Hakim (2002) sebagai berikut :

  a. Lingkungan keluarga Keadaan keluarga merupakan lingkungan hidup yang pertama dan utamadalam kehidupan setiap manusia, lingkungan sangat mempengaruhi pembentukan awal rasa percaya diri pada seseorang. Rasa percaya dirimerupakan suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yangada pada dirinya dan diwujudkan dalam tingkah laku sehari-hari.

  Berdasarkan pengertian di atas, rasa percaya diri baru bisa tumbuh dan berkembang baik sejak kecil, jika seseorang berada di dalam lingkungankeluarga yang baik, namun sebaliknya jika lingkungan tidak memadaimenjadikan individu tersebut untuk percaya diri maka individu tersebut akankehilangan proses pembelajaran untuk percaya pada dirinya sendiri.Pendidikan keluarga merupakan pendidikan pertama

  Hakim (2002) menjelaskan bahwa pola pendidikan keluarga yang bisaditerapkan dalam membangun rasa percaya diri anak adalah sebagai berikut :  

  Menganjurkan anak agar mengikuti kegiatan kelompok di lingkungan rumah 

   Mengerjakan soal di depan kelas

   Melatih berdiskusi dan berdebat

   Peran guru/pendidik yang aktif bertanya pada siswa

   Memupuk keberanian untuk bertanya

  Hakim (2002) menjelaskan bahwa rasa percaya diri siswa di sekolah bisa dibangun melalui berbagai macam bentuk kegiatan sebagai berikut :

  b. Pendidikan formal Sekolah bisa dikatakan sebagai lingkungan kedua bagi anak, dimana sekolah merupakan lingkungan yang paling berperan bagi anak setelah lingkungan keluarga di rumah. Sekolah memberikan ruang pada anak untuk mengekspresikan rasa percaya dirinya terhadap teman-teman sebayanya.

  Mengembangkan hobi yang positif  Memberikan pendidikan agama sejak dini.

  Mengembangkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki anak 

  Melatih anak untuk berani berbicara tentang banyak hal 

  Memberikan hukuman jika berbuat salah 

  Memberikan anak penghargaan jika berbuat baik 

  Setiap permintaan anak jangan terlalu dituruti 

  Menumbuhkan sikap bertanggung jawab pada anak 

  Jangan terlalu sering memberikan kemudahan pada anak 

  Memperluas lingkungan pergaulan anak 

  Menumbuhkan sikap mandiri pada anak 

   Bersaing dalam mencapai prestasi belajar

  Belajar berpidato 

  Mengikuti kegiatan ekstrakulikuler 

  Penerapan disiplin yang konsisten 

  Memperluas pergaulan yang sehat dan lain-lain 

  c. Pendidikan non formal Salah satu modal utama untuk bisa menjadi seseorang dengan kepribadian yang penuh rasa percaya diri adalah memiliki kelebihan tertentuyang berarti bagi diri sendiri dan orang lain. Rasa percaya diri akan menjadi lebih mantap jika seseorang memiliki suatu kelebihan yang membuat oranglain merasa kagum. Kemampuan atau keterampilan dalam bidang tertentu bisa didapatkan melalui pendidikan non formal misalnya : mengikuti kursus bahasa asing, jurnalistik, bermain alat musik, seni vokal, keterampilan memasuki dunia kerja (BLK), pendidikan keagamaan dan lain sebagainya.

  Sebagai penunjang timbulnya rasa percaya diri pada diri individu yang bersangkutan.

  Faktor-faktor yang mempengaruhi rasa percaya diri yang lain menurut Angelis (2003) adalah sebagai berikut:

  Kemampuan pribadi: Rasa percaya diri hanya timbul pada saat  seseorangmengerjakan sesuatu yang memang mampu dilakukan.

  Keberhasilan seseorang: Keberhasilan seseorang ketika mendapatkan apayang  selama ini diharapkan dan cita-citakan akan menperkuat timbulnya rasa percaya diri.

  Keinginan: Ketika seseorang menghendaki sesuatu maka orang  tersebut akan belajar dari kesalahan yang telah diperbuat untuk mendapatkannya.

  Tekat yang kuat: Rasa percaya diri yang datang ketika seseorang memiliki  tekat yang kuat untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi rasa percaya diri ada tiga, yaitu pertama faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu kemampuan yang dimiliki individu dalam mengerjakan sesuatu yang mampu dilakukannya, keberhasilan individu untuk mendapatkan sesuatu yang mampu memperoleh sesuatu yang diinginkan hingga terwujud. Faktor eksternal yaitu lingkungan keluarga di mana lingkungan keluarga akan memberikan pembentukan awal terhadap pola kepribadian seseorang. Kedua,lingkungan formal atau sekolah, dimana sekolah adalah tempat kedua untuk senantiasa mempraktikkan rasa percaya diri individu atau siswa yang telahdidapat dari lingkungan keluarga kepada teman-temannya dan kelompok bermainnya. Ketiga, lingkungan pendidikan non formal tempat individu menimba ilmu secara tidak langsung belajar ketrampilan-keterampilan sehingga tercapailah keterampilan sebagai salah satu faktor pendukung guna mencapai rasa percayadiri pada individu yang bersangkutan

  2.1.1.4 Aspek-aspek Percaya Diri

  Menurut Lauster (1997), ada beberapa aspek dari rasa percaya diri sebagai berikut: a. Keyakinan akan kemampuan diri yaitu sikap positif seseorang tentang dirinya bahwa dia mengerti sungguh sungguh akan apa yang dilakukannya

  b. Optimis yaitu sikap positif seseorang yang selalu berpandangan baik dalammenghadapi segala hal tentang diri, harapan dan kemampuan.

  c. Obyektif yaitu orang yang percaya diri memandang permasalahan atau segala sesuatu sesuai dengan kebenaran semestinya, bukan menurut kebenaran pribadi atau menurut dirinya sendiri.

  d. Bertanggung jawab yaitu kesediaan seseorang untuk menanggung segala sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya.

  e. Rasional dan realistis yaitu analisa terhadap suatu masalah, suatu hal, sesuatu kejadian dengan mengunakan pemikiran yang diterima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan.

  2.1.1.5 Ciri-ciri Percaya Diri

  Percaya diri memiliki ciri-ciri tertentu. Adapun ciri-ciri yang mencerminkan percaya diri adalah sebagai berikut (Lie, 2003:4) : b. Tidak ragu-ragu c. Merasa diri bangga dan tidak menyombongkan diri.

  d. Memiliki keberanian untuk bertindak.Sedangkan perilaku yang mencerminkan ciri -ciri percaya diri (Hakim,2002:5) e. Selalu bersikap tenang dalam mengerjakan sesuatu.

  f. Mempunyai potensi dan kemampuan yang memadai.

  g. Mampu menetralisasi ketegangan yang muncul didalam berbagai situasi.

  h. Mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi diberbagai situasi. i. Memiliki kondisi mental dan fisik yang cukup menunjang penampilannya j. Memiliki kecerdasan cukup. k. Memiliki tingkat pendidikan formal yang cukup. l. Memiliki keahlian atau keterampilan lain yang menunjang kehidupannya. m. Memiliki kemampuan bersosialisasi. n. Memiliki latar belakang pendidikan keluarga yang baik. o. Mempunyai pengalaman hidup yang menerpa mentalnya menjadi kuat dantahan didalam menghadapi berbagai cobaan hidup. p. Selalu bereaksi positif didalam menghadapi berbagai masalah.

  Berdasarkan ciri-ciri perilaku di atas, maka ciri -ciri perilaku yang mencerminkan rasa percaya diri yang terlihat pada perilaku antara lain:mempunyai kepercayaan diri dalam melakukan sesuatu, mau menjawab pertanyaan, dapat bersosialisasi bersama, tidak malu-malu dan tidak ragu-ragu dalam mengungkapkan perasaannya baik perasaan senang maupun sedih mampu mengekspresikannya, memiliki keberanian dalam memutuskan suatu masalah,mau menyampaikan perasaan atau pendapatnya, bertanggung jawab dan menyelesaikan tugas -tugas yang diberikan. a. Kenali Ketidaknyaman Anda.

  Kita semua memiliki rasa tidak nyaman, walaupun hanya karena sekedar sebuah jerawat dipipi atau di hidung. Atau mendapatkan nama julukan yang tidak dikehendaki membuat kita tak nyaman, malu dan merasa direndahkan.Anda dapat menuliskan ketidaknyaman yang Anda rasakan disecarik kertas,atau bahkan membicarakannya dengan seseorang, biasanya bisa lebih meringankan beban yang Anda tanggung sendiri.

  b. Bersyukurlah Atas Apa Yang Anda Miliki.

  Waktu membuktikan akar dari permasalahan ketidaknyamanan dan rasa tak percaya diri adalah perasaan selalu tidak cukup atas kepemilikan terhadap sesuatu. Apakah itu pengakuan emosional, keberuntungan, uang dan lain lain. Dengan mengakui dan menghargai yang kita miliki, Anda dapat melawan perasaan tidak utuh dan tidak puas. Menemukan kedamaian dalam diri akan meningkatkan rasa percaya diri Anda.

  c. Selalu Berpikiran Positif Hindari mendapatkan rasa kasihan dan simpati dari orang lain, jangan pernah membiarkan orang lain memiliki rasa rendah terhadap Anda, mereka bisa merasa seperti itu hanya seijin Anda. Jika Anda terus menerus benci dan merendahkan diri Anda sendiri, mereka akan melakukan dan menilai Anda seperti itu. Anda harus berbicara positif tentang diri Anda dan tentang masa depan Anda. Jangan pernah takut untuk menunjukkan kualitas Anda pada orang lain.

  d. Berolahraga.

  Pikiran yang sehat, muncul dari badan/fisik yang sehat pula. Jika Anda dalam kondisi yang fit, Anda kan memiliki energi yang positif. Jika Anda tidak fit,Anda akan merasa tidak menarik, sedikit disiplin dalam hidup Anda dapat membantu banyak dalam pencapaian rasa percaya diri yang

  Last but not least. Biasakan diri untuk lebih sering tersenyum, orang selalu menyayangi wajah yang penuh senyum. Orang akan selalu welcome untuk kontak dengan Anda. Wajah yang selalu tersenyum akan selalu menerima kehangatan dan rasa sayang. Penerimaan yang baik dari orang lain, akan meningkatkan rasa percaya diri kita.

2.1.2 Keterbukaan Diri (Self Disclosure)

2.1.2.1 Pengertian Keterbukaan Diri

  Proses keterbukaan diri (self disclosure) adalah proses pengungkapan informasi diri pribadi seseorang kepada orang lain atau sebaliknya. Pengungkapan tersebut biasanya disimpan atau disembunyikan dikomunikasikan kepada orang lain. Keterbukaan diri (self disclosure) telah menjadi salah satu topik penting dalam teori komunikasi sejak tahun 1960-an. Pengungkapan diri merupakan kebutuhan seseorang sebagai jalan keluar atas tekanan-tekanan yang terjadi pada dirinya.

  Jika komunikasi antara dua orang berlangsung dengan baik, maka akan terjadi disclosure yang mendorong informasi mengenai diri masing-masing ke dalam kuandran “terbuka”. Meskipun self disclosure mendorong adanya keterbukaan, namun keterbukaan itu sendiri ada batasnya. Artinya, perlu kita pertimbangkan kembali apakah menceritakan segala sesuatu tentang diri kita kepada orang lain akan menghasilkan efek positif bagi hubungan kita dengan orang terssebut. Beberapa penelitian menunjukkan, bahwa keterbukaan yang ekstrem akan memberikan efek negative terhadap hubungan (Littlejohn, 1939: 161).

  Proses pengungkapan diri bisa dilakukan dengan secara tertutup, yaitu seseorang mengungkapkan informasi diri kepada orang lain dengan cara sembunyi-sembunyi melalui ungkapan dan tindakan, dimana ungkapan dan tindakan itu merupakan sebuah keterbukaan tentang apa yang terjadi pada diri orang lain, kecuali orang lain memiliki perhatian terhadap orang yang melakukan pengungkapan diri itu.

  a. Keterbukaan orang lain Umumnya self disclosure ini saling timbal balik. Jika dalam interaksi orang lain lebih dulu terbuka maka akan memancing diri kita untuk juga terbuka. Selain itu self discloure juga akan terjadi ketika dalam berinteraksi ada reaksi yang positif dan penghargaan dari masing-masing orang yang sedang berkomunikasi.

  b. Ukuran Audience Self disclosure lebih mungkin terjadi dalam kelompok kecil daripada kelompok besar.

  c. Topik Topik mempengaruhi banyaknya orang yang akan membuka diri.

  d. Valensi (kualitas positif dan negatif) Self disclosure yang positif disikai dari pada yang negatif, baik pada hubungan yang intim maupun yang tidak intim.

  e. Jenis Kelamin Banyak riset menunjukkan bahwa wanita lebih membuka dirinya dibandingkan pria. Wanita lebih banyak menyingkapkan dirinya pada orang yang dia sukai, sedangkan pria lebih banyak pada orang yang dia percayai.

  f. Ras, kebangsaan, dan usia Dari penelitian Amerika Serikat terbukti bahwa pelajar berkulit hitam lebih sedikit melakukan self disclosure dibangdingkan pelajar kulit putih. Self disclosure lebih banyak terjadi pada usia 17 tahun.

  g. Lawan Bicara Penelitian menunjukkan bahwa seseorang akan lebih terbuka kepada orang yang juga terbuka dengannya. Kita cenderung lebih membuka diri pada orang yang kita lihat atau persepsikan memiliki sifat hangat, penuh perhatian dan sportif.

2.1.2.3 Hal-hal yang Menghambat Disclosure

  a. Societal Bias (Bais Masyarakat). Menurut Gerard Egan, hal yang menyebabkan keengganan kita untuk melakukan self disclosure adalah kita memiliki societal bias yang telah terinternalisasi, kita telah dikondisikan untuk menolak self disclosure oleh masyarakat dimana kita tinggal.

  b. Kekhawatiran akan hukuman. Banyak orang enggan untuk melakukan disclosure karena khawatir akan mendapatkan hukuman, umumnya dalam bentuk penolakan.

  c. Kekhawatiran akan self knowleg (pengetahuan tentang diri) Kita telah membangun gambaran yang indah dan rasional tentang diri kita, yang menekankan aspek positif dan meminimalkan aspek negatif. Self disclosure sering memaksa kita untuk melihat melalui rasionalisasi.

  2.1.2.4 Fungsi Self Disclosure

  a. Memberi pengetahuan tentang diri (self) b. Memberi kemampuan untuk menanggulangi masalah.

  c. Sebagai pelepasan energi

  d. Meningkatkan efektivitas komunikasi

  e. Untuk membuat hubungan menjadi penuh arti

  f. Untuk kesehatan psikologis

  2.1.2.5 Karakteristik Self Disclosing Communication

  a. Secara relatif sdikit sekali transaksi komunikasi yang melibatkan disclosure tingkat tinggi.

  b. Self disclosure biasanya terjadi antara dua orang (dyad).

  c. Self Disclosure bersifat simetris.

  d. Self disclosure terjadi di dalam konteks hubungan sosial yang e. Self disclosure biasanya tumbuh dan berkembang dengan tidak mendadak atau tiba-tiba.

2.1.2.6 Bahaya self discloure

  a. Tidak profesional, kehilangan karir maksudnya bahwa apabila

  kita selalu terus terang pada siapa saja tentang apa yang ada pada diri kita dapat membahayakan karir seseorang.

  b. Tidak punya teman, artinya apabila kita membuka diri tentang

  aib kita maka dampak yang lebih fatal adalah semua orang akan menghindar karena kita tidak sebaik yang mereka kira.

  c. Menghancurkan hubungan yang yang telah terjalin dengan baik.

  Hal ini dapat terjadi karena merasa sebagai teman akrab maka ia akan membuka semua kepada orang lain sehingga dapat berakibat hubungan sosial menjadi renggang dan pada gilirannya dapat hancur atau putus.

  d. Komunikasi yang tidak dapat dirubah. Kita tidak dapat merubah

  apa yang sudah menjadi kesimpulan yang telah dibuat oleh orang lain dengan keterbukaan kita.

  2.2 Kerangka Berpikir

  Tujuan dari pembentukan self disclosure yakni agar dapat membantu seseorang berkomunikasi dengan orang lain, meningkatkan kepercayaan diri serta hubungan menjadi lebih akrab untuk menghindarkan adanya kesenjangan. Sehingga dari sini peneliti berangkat untuk melakukan penelitian terkait hubungan antara keterbukaan diri dan tingkat kepercayaan diri yang dimiliki mahasiswa BK rombel 1 semester 3, apakah jika pembentukan self discosure dilakukan dengan baik akan terdapat hubungan tingkat kepercayaan diri mahasiswa atau tidak. Mengingat pentingnya kepercayaan diri untuk perkembangan diri mahasiswa.

  2.3 Hipotesis

  Hipotesis yang peneliti ajukan adalah : Ha : Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara keterbukaan diri dengan tingkat kepercayaan diri yang dimiliki mahasiswa. keterbukaan diri dengan tingkat kepercayaan diri yang dimiliki mahasiswa

2.4 Metode Penelitian

2.4.1 Jenis Penelitian

  Jenis penelitian yang digunakan dalam proposal ini adalah penelitian kuantitatif. Sugiyono (2014 : 14), telah merumuskan pengertian metode penelitian kuantitatif sebagai berikut :

  Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivimisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Jenis penelitian yang spesifikasinya adalah sistematis, terencana, dan terstruktur dengan jelas sejak awal hingga pembuatan desain penelitiannya. Definisi lain menyebutkan penelitian kuantitatif adalah penelitian yang banyak menuntut penggunaan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Demikian pula pada tahap kesimpulan penelitian akan lebih baik bila disertai dengan gambar, table, grafik, atau tampilan lainnya.

  Penelitian kuantitatif sendiri memiliki kelebihan yaitu ( 1) dapat digunakan untuk menduga atau meramal (2) Hasil analisis dapat diperoleh dengan akurat bila digunakan sesuai aturan (3) dapat digunakan untuk mengukur interaksi hudungan antara dua/lebih variabel (4) dapat menyederhanakan realitas permasalahan yang kompleks dan rumit dalam sebuah model.

  Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian survei. Dalam rancangan survei, “peneliti mendiskripsikan perilaku, atau opini-opini dari suatu populasi dengan meneliti sampel populasi tersebut (dalam Creswell, 2010 : 216).”

2.4.2 Variabel Penelitian

  2.4.2.1 Identifikasi Variabel

  “Variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau obyek, yang mempunyai ‘variasi’ antara satu orang dengan yang lain atau satu obyek dengan obyek yang lain.” (dalam Sugiyono, 2014 : 60). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua variabel. Variabel dalam penelitian ini adalah keterbukaan diri sebagai variabel bebas dan kepercayaan diri sebagai variabel terikat, dimana peneliti ingin mengetahui hubungan antara keterbukaan diri dan kepercayaan diri pada mahasiswa BK rombel 1 semester 3 Universitas Negeri Semarang.

  2.4.2.2 Definisi Operasional Variabel

  Definisi operasional dari kepercayaan diri sendiri adalah dasar bagi berkembangnya sifat-sifat mandiri, kreatif, dan bertanggung jawab, sebagai ciri manusia yang berkualitas yang sangat dibutuhkan untuk menghadapi tantangan masa depan. Keterbukaan diri yang dimaksud peneliti diini adalah proses pengungkapan informasi diri pribadi seseorang kepada orang lain atau sebaliknya. Pengungkapan tersebut biasanya disimpan atau disembunyikan dikomunikasikan kepada orang lain.

2.4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

  Menurut Sugiyono (2014:117 populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa populasi bukan hanya orang, melainkan juga obyek-obyek yang berada disekitar orang tersebut. Populasi juga bukan hanya jumlah tetapi juga penelitian ini adalah seluruh mahasiswa BK semester 3 rombel 1 Universitas Negeri Semarang. oleh populasi tersebut” (dalam Sugiyono, 2014 : 118). Dalam penelitian ini peneliti akan mengambil sampel sebanyak 40 mahasiswa semester 3 rombel

  1 Universitas Negeri Semarang.

  Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik nonprobability sampling dengan teknik

  

purposive sampling. Menurut Sugiyono (2014 : 121) “Teknik purposive

sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan

  tertentu.Peneliti menggunakan teknik tersebut karena sampel yang dipakai tidak bisa diambil secara sembarangan.

2.4.4 Metode dan Alat Pengumpulan Data

  Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan angket. Angket atau quesioner adalah daftar pertanyaan tertulis yang telah dirumuskan sebelumnya untuk dijawab oleh responden. Jenis quesioner bisa dibedakan menjadi dua. Pertama, Quesioner yang diberikan secara pribadi. Quesioner yang diberikan secara pribadi ini dapat diterapkan ketika survey dilakukan dengan ruang dan waktu yang terbatas. Kedua, Quesioner surat. Quesioner jenis ini keuntungannya bisa menjangkau luas. Quesioner dikirim melalui surat dan kepada responden dan biasanya di lengkapi dengan amplop dan perangko balasan untuk dikirim balik (dalam Anwar,2013)

  Angket hubungan antara keterbukaan diri dan kepercayaan diri ini dibentuk atas indikator-indikator ciri – ciri keterbukaan diri dan ciri-ciri keperayaan diri. Indikator-indikator itu adalah :

  1. Keterbukaan dengan orang lain

  2. Ukuran Audience

  3. Jenis Kelamin

  4. Lawan Bicara

  6. Memiliki kemampuan bersosialisasi

  7. Merasa bangga dan tidak menyombongkan diri Berdasarkan indikator di atas, angket ini akan disusun sejumlah 30 item.

  Jumlah item pada masing-masing indikator memiliki bobot yang berbeda, hal ini disebabkan karena indikator yang dianggap lebih penting mendapatkan bobot yang lebih banyak dalam menentukan jumlah item.

  Item-item tersebut akan disusun dalam bentuk angket dengan dua alternatif jawaban yaitu ya dan tidak. Pemberian skor bergerak dari angka 1 (ya) dan 0 (tidak). Semakin tinggi nilai yang didapatkan maka terdapat hubungan antara keterbukaan diri dengan kepercayaan diri.

  2.4.5 Validitas dan Realibilitas Data

  Menurut Sugiyono (2014, 173) valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Pengujian validitas instrumen angket ini dilakukan dengan menggunakan pengujian t-test satu sampel. Teknik t-test satu sampel digunakan untuk menguji validitas isi.

  Dalam Sugiyono (2014,173) instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Pengujian reliabilitas penelitian ini menggunakan teknik dari Spearman Brown.

  2.4.6 Teknik Analisis Data

  Dalam Sugiyono (2014,207) analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Teknik analisis data dalam penelitian kali ini peneliti menggunakan teknik korelasi Spearman Rank.

DAFTAR PUSTAKA

  Rakhmat, J. 2012. Psikologi Komunikasi. Bandung:RosdaKarya Sugiyo.2005. Komunikasi Antar Pribadi. Semarang:UNNES PRESS Liliweri, A. 1991. Komunikasi Antar Pribadi. Bandung:Citra Arya Angelis, De Barbara. 2003. Confidence: Percaya Diri Sumber Sukses dan Kemandirian .Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

  Fatimah, Enung. 2006.Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik).

  Bandung : CV Pustaka Setia. Hakim, Thursan. 2002. Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri. Jakarta: Puspa Swara. Lauster, P. 1978. The Personality Test (2nd.Ed). London: Bantam Books, Ltd. Loekmono, Lobby. 1983. Rasa Percaya Diri Sendiri. Salatiga: Pusat Bimbingan UKSW.