BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengetahuan Remaja Tentang Kesetaraan Gender dalam Keluarga di SMA Dharma Pancasila Medan Tahun 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan (Knowledge)

  1. Definisi

  Pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil pengguatan panca indranya dan berbeda dengan kepercayaan (beliefes), takhayul (superstition), dan penerangan-penerangan yang keliru (misinformation) (Soekanto, 2003).

  Pengetahuan (Knowledge) juga diartikan sebagai hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung dan sebagainya), dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo. 2007).

  Menurut Roger (1974, dalam Notoatmodjo, 2003) mengatakan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni : 1). Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu. 2). Interest, yakni orang yang mulai tertarik pada stimulus. 3).

  

Evaluation , menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. 4). Trial

  ,orang yang telah mencoba perilaku baru. 5). Adoption,yakni subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

  2. Tingkat Pengetahuan

  Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkatan yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan : a.

  Tahu (know)

  Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatus (Notoatmodjo. 2010).

  Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya (Notoatmodjo. 2007).

  b.

  Memahami (comprehension) Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut (Notoatmodjo. 2010).

  c.

  Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan apabila seseorang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang telah diketahui tersebut pada situasi yang lain (Notoatmodjo. 2010).

  d.

  Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan memisahkan, dan mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang telah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau mengelompokan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut (Notoatmodjo. 2010).

  e.

  Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada (Notoatmodjo. 2010).

  f.

  Evaluasi (evaluation)

  Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri. (Notoatmodjo. 2010).

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

  Menurut Mubarak (2007) “ ada tujuh faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu : a.

  Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai baru diperkenalkan.

  b.

  Pekerjaan Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.

  c.

  Umur Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek psikis dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis dan mental taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa. d.

  Minat Sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dab menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih dalam.

  e.

  Pengalaman Adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap objek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap positif.

  f.

  Kebudayaan Kebudayaan lingkungan sekitar, apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan.

  g.

  Informasi Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

4. Pengukuran Pengetahuan

  Menurut Arikunto (2011), pengetahuan seseorang dapat diketahui dan di interpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :

  1. Baik :76%-100%

  2. Cukup :60%-75%

  3. Kurang Baik :<60%

B. Masa Remaja

  1. Defenisi Remaja

  Remaja dalam arti adolescene (inggris) berasal dari kata lain adolescere yang artinya tumbuh kearah kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan sosial psikologis. Masa remaja adalah mas transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. (Yani Widyastuti dan kawan-kawan ,2009)

  Menurut Mappiare, Remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar. (Mohammad Ali,2011)

  2. Tahap Perkembangan Remaja

  Menurut Ns. Ratna Aryani,S.Kep. (2010) Dalam Proses penyusuaian diri menuju kedewasaan, ada tiga tahap perkembangan remaja yaitu a.

  Masa remaja awal Pada tahapan ini, remaja mulai berfokus pada pengambilan keputusan, baik di dalam rumah ataupun di sekolah. Remaja mulai menunjukan cara berfikir logis, sehingga sering menanyakan kewenangan dan standar di masyarakat maupun di sekolah. Remaja juga mulai menggunakan istilah-istilah sendiri dan mempunyai pandangan, seperti : olahraga yang lebih baik untuk bermain, memilih kelompok bergaul, pribadi seperti apa yang diinginkan, dan mengenal cara untuk berpenampilan menarik.

  b. Masa remaja menengah Pada tahapan ini terjadi peningkatan interaksi dengan kelompok, sehingga tidak selalu tergantung pada keluarga dan terjadi eksplorasi seksual. Dengan menggunakan pengalaman dan pemikiran yang lebih kompleks, pada tahap ini remaja sering mengajukan pertanyaan, menganilisis secaera menyeluruh, dan berfikiran tentang bagaimana cara mengembangkan identitas “Siapa saya?”Pada masa ini remaja juga mualai mempertimbangkan kemungkinan masa depan, tujuan, dan membuat rencana sendiri.

  c. Masa remaja akhir Pada tahap ini remaja lebih berkonsentrasi pada rencana yang akan datang dan meningkatkan pergaulan. Selama masa remaja akhir, proses berfikir secara kompleks digunakan untuk memfokuskan diri masalah – masalah idealisme, toleransi, keputusan untuk karier dan pekerjaan, serta peran orang dewasa dalam masyarakat.

  3. Gender dan Peran Gender

  1. Defenisi Gender dan Peran Gender

  Gender adalah perbedaan peran, fungsi, tannggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang dibentuk, dibuat, dan di kontruksi oleh masyarakat dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman akibat konstruksi sosial,( Yani Widyastuti,dkk, 2009).

  Peran gender adalah seseorang yang diharapkan oleh masyarakat untuk bertingkah dan berperilaku menurut jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan). Sebagai contoh, perempuan seharusnya menjadi ibu dan tinggal dirumah untuk mengurus anak, dan suami seharusnya menjadi menjadi ayah dan mencari nafkah untuk keluarga. (Eva Ellya, 2010).

2. Defenisi Kesetaraan Gender

  Kesetaraan gender adalah adanya persamaan hak antara kaum wanita dengan kaum adam dimana persamaan itu mempunyai arti yang menguntungkan bagi kedua pihak, contoh nya dalam dunia kerja. Dengan adanya sebuah kesetaraan akan mengandung adanya perbedaan yang akan memungkinkan perbedaan pendapat antara kedua belah pihak saja.

  (lizzcharly, 2010)

  Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan deskriminasi dan ketidak adilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan. (wordpress, 2009)

  Menurut Megawangi (1999), pada dasarnya ada dua argumen yang saling bertentangan mengenai pembentukan sifat maskulin dan feminin pada pria dan wanita.

  Argumen pertama percaya bahwa perbedaan sifat maskulin dan feminin ada hubungannya dengan, bahkan tidak lepas dari, pengaruh perbedaan biologis (seks) pria dan wanita.

  Perbedaan biologi pria dan wanita adalah alami, begitu pula sifat maskulin dan feminin yang dibentuknya. Oleh karena itu, sifat stereotipe gender sulit untuk diubah. Argumen ini sering disebut mahzab esensial biologis atau orientasi biologis. Argumen kedua percaya bahwa pembentukan sifat maskulin dan feminin bukan disebabkan oleh adanya perbedaan biologis antara pria dan wanita, melainkan sosialisasi atau kulturasi. Penganut mahzab ini tidak mengakui adanya sifat alami maskulin dan feminin (nature), tetapi yang ada adalah sifat maskulin dan feminin yang dikonstruksi oleh sosial budaya melalui proses sosialisasi (nurture). Argumen ini membedakan antara jenis kelamin (seks) yang merupakan konsep

  

nature , dan gender yang merupakan konsep nurture. Pemikiran ini disebut mahzab orientasi

kultur.

  Perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan pada proses berikutnya melahirkan peran gender (Fakih, 2006). Santrock (2003) mengartikan peran gender sebagai suatu set harapan yang menetapkan bagaimana seharusnya perempuan dan laki-laki berpikir, bertingkah laku, dan berperasaan. Mugniesyah (2002) dalam Meliala (2006) menjelaskan bahwa peran gender merupakan suatu perilaku yang diajarkan pada setiap masyarakat, komunitas dan kelompok sosial tertentu yang menjadikan aktivitas-aktivitas, tugas-tugas dan tanggung jawab tertentu dideskripsikan sebagai peran perempuan dan laki-laki. Peran gender dipengaruhi oleh umur, kelas, ras, etnik, agama dan lingkungan geografi, ekonomi dan politik. Perubahan peran gender sering terjadi sebagai respon terhadap perubahan situasi ekonomi, sumberdaya alam, dan atau politik termasuk perubahan berupa usaha-usaha pembangunan atau penyesuaian program struktural atau oleh kekuatan-kekuatan di tingkat nasional dan global.

3. Pembagian Peran Gender Dalam Keluarga

  Pembagian peran gender dalam keluarga ada Tiga elemen utama dalam struktur internal keluarga mengacu pada:

  1. Sosial keluarga yang biasanya terdiri dari tiga struktur utama yaitu, bapak, ibu, dan anak.

  Struktur ini dapat pula berupa figur-figur seperti “pencari nafkah”, ibu rumah tangga, anak balita, anak sekolah, remaja dan lain-lain. Seperti halnya dalam setiap struktur sosial dalam masyarakat, diferensiasi sosial akan selalu ada dimana tiap komponen mempunyai status masing-masing.

  2. fungsi atau peran sosial, menggambarkan peran dari masing-masing individu atau kelompok menurut status sosialnya dalam sebuah sistem sosial. Peran sosial juga dapat diartikan sebagai seperangkat tingkah laku yang diharapkan dapat memotivasi tingkah laku seseorang yang menduduki status sosial tertentu. Parsons dan Bales (1956) dalam Megawangi (1999) membagi dua peran orang tua dalam keluarga, yaitu peran instrumental yang diharapkan dilakukan oleh suami atau bapak, dan peran emosional atau ekspresif yang biasanya dipegang oleh figur istri atau ibu. Peran instrumental dikaitkan dengan peran mencari nafkah untuk kelangsungan hidup seluruh anggota keluarga, sedangkan peran emosional ekspresif adalah peran pemberi cinta, kelembutan dan kasih sayang.

  3. norma sosial, seperangkat peraturan yang menggambarkan bagaimana sebaiknya seseorang bertingkah laku dalam kehidupan sosialnya. Norma sosial berasal dari dalam masyarakat yang merupakan bagian dari kebudayaan. Setiap keluarga mempunyai norma yang spesifik untuk keluarga tersebut. Misalnya norma sosial dalam hal pembagian tugas (kegiatan rumah tangga) yang mengatur tingkah laku setiap anggota dalam keluarganya.

  Menurut Syafrudin (2010), Ideologi gender adalah perbedaan posisi perempuan dan laki-laki yang di yakini sebagi kodrat dari tuhan. Ideologi ini mempengaruhi bagimana seharusnya perempuan dan laki-laki berfikir dan bertindak. Perbedaan ini menciptakan ketidakadilan bagi perempuan dalam bentuk subordinasi, dominasi, diskriminasi, marginalisasi yang merupakan sumber utama tindak kekerasan pada perempuan. Kecenderungan ini terjadi karena a.

  Kodrat perempuan halus b.

  Posisinya dibawah laki-laki c. Melayani d.

  Bukan kepala rumah tangga e. Menjadikan perempuan sebagai properti barang milik laki-laki

  (Eva Ellya,2010), Perlu dipahami bahwa faktor sosial budaya dan hubungan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan merupakan faktor penting yang mendukung kesehatan seseorang, seperti : 1.

  Peran ganda perempuan merugikan kesehatannya.

2. Pola penyakit antara laki-laki dan perempuan menunjukan adanya perbedaan.

  3. Kemampuan Perempuan untuk hamil dan melahirkan menunjukan bahwa mereka memerlukan pelayanan kesehatan reproduksi yang berbeda, baik dalam keadaan sakit maupun sehat. Oleh karena itu terhadap pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualiatas sepanjang daur hidupnya sangat menentukan kesejahteraan dirinya.

  Peran jenis kelamin adalah pembagian jenis laki-laki dan perempuan secara gender tersebut berjalan dari tahun ketahun. Lama kelamaan, masyarakat tidak lagi mana seks dan mana gender. Akhirnya, terciptalah pembagian gender yang membentuk peran gender yang diyakini sebagai peranan sosial. Peran gender tersebut bahkan oleh masyarakat diyakini sebagai kodrat tuhan, (Eny Kusmiran, 2011)

  Remaja laki-laki mempunyai masalah kesehatan reproduksi yang dapat berubah menurut siklis kehidupan, serta dipengaruhi oleh budaya dan praktek-praktek medis yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi segera setelah mereka lahir. Ketika anak laki- laki mencapai masa pubertas, mereka mereka mulai merasakan perubahan fisik, termasuk perubahan suara, munculnya alat kelamin sekunder, serta meningkatnya perkembangan jaringan otot. Perubahan-perubahan fisik ini sering kali diikuti dengan perubahan emosional dan perilaku (Eny Kusmiran, 2011).

  Perbedaaan peran serta tanggung jawab sosial bagi laki-laki maupun perempuan yang ditetapkan masyarakat maupun budaya,gender bukan lah kodrat atau ketentuan dari sang pencipta, misalnya keyakinan bahwa laki-laki lebih kuat, kasar dan rasional, buknlah ketentuan kodrat sang pencipta, melainkan hasil sosialisasi melalui sejarah yang panjang, ( Taufan Nugroho, 2010)

  Laki-laki dan perempuan di semua lapisan masyarakat memainkan peran yang berbeda, mempunyai kebutuhan yang berbeda, dan menghadapi kendala yang berbeda pula.

  Masyarakatlah yang membentuk nilai dan aturan tentang bagaimana anak laki-laki dan perempuan, laki-laki dan perempuan dewasa harus berperilaku, berpakaian, bekerja apa dan boleh bepergian kemana dan contoh lainya. Adanya aturan ini menegaskan laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan tugas, (Nurul Rahmadani, 2009)

  Menurut Eny Kusmiran (2011), upaya yang dilakukan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender ditengah-tengah masyarakat dilakukan dengan hal-hal sebagai berikut :

4. Kesetaraan gender dalam keluarga.

  Hak-hak sama bagi remaja laki-laki dan perempuan yang perlu dipenuhi dalam keluarga diantaranya: a.

  Hak untuk tumbuh, antara lain mendapat gizi seimbang b. Hak untuk berkembang, antara lain mendapatkan pendidikan bagi remaja laki-laki maupun perempuan c.

  Hak untuk reproduksi bagi remaja perempuan d. Hak untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan fisik dan nonfisik e. Hak mengemukakan pendapat, setiap anggota keluarga didengar pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan dalam keluarganya f.

  Semua anggota keluarga memahami hak asasi manusia termasuk perempuan dan anak.

  Cara yang dilakukan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam keluarga, di antaranya: a.

  Laki-laki dan perempuan saling mendukung dalam menyelesaikan tugas dalam keluarga b.

  Mengelola bersama pendapat keluarga c. Berpartisipasi dalam peran sosial dimasyarakat d.

  Berdialog dalam mengambil keputusan e. Memiliki akses yang sama dalam informasi dan sumber daya (kesehatan dan pendidikan

  5. Kesetaraan dan keadilan gender dalam sekolah

  Kesetaraan dan keadilan gender dalam sekolah (proses belajar mengajar) antara lain diwujudkan dengan kesempatan dan perlakuan yang sama bagi remaja laki-laki dan perempuan dalam hal : a.

  Menjadi pengurus organisasi sekolah b. Bertanya dan menjawab pertanyaan c. Ikut serta dalam olahraga dan kesenian d. Menulis di mjalah dinding e. Memperoleh penghargaan di sekolah f. Memperoleh berbagai informasi yang diperlukan.

  Menurut Nurul Ramadhani (2009), kenyataannya, banyak ditemukannya praktek ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender didalam masyarakat. Hal ini disebabkan antara lain karena tiga peran perempuan : 1.

  Peran produktif Peran ini berhubungan dengan segala aktifitas dan pekerjaan yang menghasilkan uang, seperti: bertani, tukang batu, berdagang, pembantu rumah tangga, membuka warung, bekerja dikantor, dan berbagai pekerjaan lainnya. Namun sebagian besar upah yang diperoleh kaum perempuan jauh lebih rendah dibandingkan kaum laki-laki untuk pekerjaan yang sama beratnya.

  2. Peran reproduktif Peran ini berhubungan dengan peran perempuan untuk mengurus rumah tangga dan mensejahterakan keluarga, termasuk hamil, melahirkan, merawat anak, mengurus anggota keluarga yang sakit dan berbagai pekerjaan rumah tangga.

  3. Peran di masyarakat

  Peran ini berkaitan dengan keterlibatan kaum perempuan untuk ikut andil dalam kegiatan kemasyarakatan dan kegiatan sosial, umpamanya menghadiri rapat, kegiatan spiritual, kebudayaan, menghibur keluarga yang tertimpa musibah, aktif di organisasi kemasyarakatan. Peran ini melibatkan laki-laki dan perempuan, namun umumnya pengambilan keputusan selalu berada pada tangan laki-laki.

6. Lingkungan

  a. Lingkungan Keluarga

  Keluarga adalah unit kesatuan sosial terkecil yang mempunyai peranan sangat penting dalam membina anggota-anggota keluarganya (Rahayu, 2009). Secara prinsip keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas dua orang atau lebih berdasarkan pada ikatan perkawinan dan pertalian darah, hidup dalam satu rumah tangga di bawah asuhan seorang kepala rumah tangga, berinteraksi di antara anggota keluarga, setiap anggota keluarga memiliki peranannya masing-masing dalam menciptakan dan mempertahankan budaya keluarga. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang dikenal bagi seseorang begitu ia dilahirkan di dunia. William Bennet dalam Hastuti (2008) mengungkapkan bahwa keluarga adalah tempat yang paling efektif dimana seorang anak menerima kebutuhan kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan bagi hidupnya, serta kondisi kondisi biologis, psikologis, dan pendidikan serta kesejahteraan seorang anak amat tergantung pada keluarga. Jadi untuk menciptakan kesejahteraan bagi anak maka kesejahteraan keluarga merupakan hal utama yang harus dibangun. Apabila anak telah sejahtera, maka akan terbentuk anak yang berkualitas, berkompeten, dan dapat mandiri.

  b. Lingkungan Sekolah

  Lingkungan sekolah adalah suatu kawasan tempat anak-anak diajarkan untuk mendapatkan, mengembangkan, dan menggunakan sumber-sumber dari keadaan sekitarnya. Sekolah yang merupakan tempat dimana pendidikan diterapkan dan diajarkan untuk memandang sesuatu secara objektif sesuai fakta-fakta yang ada, ternyata terdapat ketimpangan gender. Ada beberapa faktor di lingkungan sekolah yang menyebabkan ketimpangan gender di bidang pendidikan. Menurut Bemmelen (2003) dalam Sudarta (2008) faktor-faktor ketimpangan gender dalam pendidikan adalah angka buta huruf, Angka Partisipasi Sekolah (APS), pilihan bidang studi, komposisi staf perngajar dan kepala sekolah. Menurut Sudarta (2008) sendiri faktor penentu ketimpangan gender adalah masalah lama (sejarah), nilai gender yang dianut oleh masyarakat, nilai dan peran gender dalam buku ajar, nilai gender yang ditanamkan guru, dan kebijakan yang timpang gender, sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan ketimpangan gender adalah :

  1. Pilihan Bidang Studi Ketimpangan gender terlihat juga dalam pilihan bidang studi. Hal ini dapat dibuktikan pada sekolah kejuruan, seperti misalnya Sekolah Kepandaian Puteri (SKP), yakni suatu sekolah khusus untuk anak perempuan, Sekolah Teknik Menengah (STM) umumnya untuk anak laki-laki dan sebagainya. Penjurusan di tingkat SLTA, umumnya anak perempuan lebih banyak mengisi jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), sedangkan anak laki-laki lebih banyak mengisi jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Berkaitan dengan pilihan fakultas dan jurusan di Perguruan Tinggi yang dinyatakan oleh Sudarta (2008) bahwa proporsi laki- laki dan perempuan di fakultas dan jurusan di Universitas Indonesia (pada tahun 1992/1993) menunjukkan ketimpangan gender yang signifikan. Di samping itu, Agung Ariani (2002)

  Sudarta (2008) juga menyatakan bahwa umumnya perempuan memilih sekolah yang

  dalam

  penyelesaian pendidikannya memerlukan waktu pendek dan cepat bisa bekerja, sebagai alasannya adalah untuk menunjang ekonomi rumah tangga dan untuk biaya melanjutkan studi saudara laki-lakinya.

  2. Nilai dan Peran Gender yang Terdapat dalam Buku Ajar

  Evaluasi terhadap bahan ajar pada tingkat sekolah dasar misalnya, contoh-contoh seperti ibu pergi ke pasar dan ayah pergi ke kantor sudah harus direvisi. Demikian juga dengan Anti main masak-masakan dan Budi main layangan. Sudarta (2008) juga mengungkapkan contoh mengenai sosialisasi gender di antaranya “Ibu memasak di dapur, Bapak membaca koran”.

  “Ibu berbelanja ke pasar, Bapak mencangkul di sawah”. Bentuk seksisme lain adalah gambar-gambar yang lebih sering menampilkan anak laki-laki dalam kegiatan yang lebih bervariasi dibandingkan dengan anak perempuan. Selain itu perempuan bisa tidak tampak dalam pelajaran bahasa. Eliyani (2009) mengemukakan contoh lain ketimpangan gender dalam buku ajar yaitu bentuk nominal bermakna profesi seperti peneliti, pilot, pengusaha dan presiden dianggap mengandung makna laki-laki, karena apabila penyandang profesi tersebut adalah perempuan, kata-kata itu biasanya dimaknai dengan kata perempuan agar sosok perempuan termunculkan dalam kata-kata tersebut.

  3. Nilai Gender yang Ditanamkan Oleh Guru Guru merupakan “role model” yang sangat penting di luar lingkungan keluarga anak. Disadari atau tidak, setiap orang termasuk guru mempunyai persepsi tentang peran gender yang pantas. Persepsi itu akan disampaikan secara langsung atau tidak langsung kepada murid (Bemmelen (2003) dalam Sudarta (2008)). Guru taman kanak-kanak dan sekolah dasar lebih memberikan penguatan positif pada anak perempuan disbanding dengan anak laki-laki dalam memberi instruksi dan aktivitas bermain. Memasuki sekolah menengah pertama dan menengah atas, baik oleh guru di sekolah dan orang tua di rumah, menasehati agar remaja laki-laki tidak cengeng dan remaja perempuan harus bisa memasak. Selain itu hasil penelitian, dalam dunia sains yang dipaparkan oleh Eliyani (2009) umumnya juga menunjukkan bahwa tenaga pengajar memiliki persepsi yang sama dengan masyarakat luas, yaitu sains dan teknologi adalah dunia laki-laki. Sikap ini membuat mereka merasa wajar bila dalam kelas terdapat hanya sedikit anak perempuan.