BAB IV ANALISA PERENCANAAN DIMENSI DAN TAMPUNGAN DRAINASE - 5BAB IV A
BAB IV
ANALISA PERENCANAAN DIMENSI DAN TAMPUNGAN
DRAINASE
4.1 ANALISA HIDROLOGI
4.1.1
Data Curah Hujan
Data curah hujan yang dipergunakan untuk analisa hidrologi
idealnya
diambil dari stasiun yang terletak didalam wilayah studi atau stasiun yang
mempunyai pengaruh langsung terhadap wilayah catchment area saluran yang
ditinjau, namun apabila data ini tidak diperoleh maka dapat diambil dari stasiun
pencatat hujan terdekat yang masih cukup mewakili.
Data hujan untuk pekerjaan Studi berikut ini diambil dari stasiun pencatat hujan
Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Pondok Betung dengan periode
pencatatan 27 tahun (1976 s.d. 2002),
Tabel 4.1.
Hujan Harian Maksimum Tahunan
Stasiun Meteorologi Pondok Betung
No
Tahun
1
2
3
4
1976
1977
1978
1979
Stasiun
Betung
Pondok
58
71
97
87
73
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
88
171
71
75
122
107
173
80
101
86
134
123
129
103
94
129
130
94
74
78
103
104
109
4.1.2. Kerapatan Deras Curah Hujan
Kerapatan deras hujan adalah kemungkinan kejadian rata-rata terjadinya
curah hujan dalam suatu periode ulang (return period).
Perhitungan deras hujan dilakukan dengan 3 (dua) metode yaitu :
1.
Metode Gumbel dengan persamaan sebagai berikut :
t =
X
+ S.K
….. (1)
74
n
n
X2 X . X
1
S
1
n 1
Yt Yn
Sn
K
….. (2)
dari persamaan (1) dan (2), maka :
Xt
Jika :
X
1 S
a Sn
S
Sn
dan
.
Y
t
b X
Yn
….. (3)
. Yn X Yn
a
Sn
S
Persamaan (3) menjadi :
Xt b
1
.
a
Yt
dimana :
Xt
:
hujan harian maksimum rencana untuk periode ulang T
tahun
X
: harga rata-rata data
S
: standar deviasi
K
: faktor frekuensi yang merupakan fungsi dari waktu ulang
Yt
:
reduced variate sebagai fungsi dari waktu ulang T
Yn
:
reduced mean sebagai fungsi dari banyak data
75
Sn
2.
:
reduced standar deviation sebagai fungsi dari banyak data
Metode Log Pearson
Metode
distribusi
Log
Person
tipe
III
menganjurkan
untuk
mengkonversikan rangkaian data hujan menjadi bentuk logaritmis dan
menghitung nilai rata-ratanya, persamaannya adalah sebagai berikut :
Log
R
Sd
1
.
n
=
G
=
log R
2
log R log R
n 1
3
log R log R
n
n 1 . n 2 . Sd 3
Maka didapat :
Rt
3.
= 10 log R K . Sd
Metode Iwai Kodoya
Persamaan umum metode Iwai Kodoya adalah sebagai berikut :
C . log
x b
Xo b
log (Xo + b) adalah harga rata-rata dari log (x + b)
log Xo =
1
.
n
n
log x
1
perkiraan harga b :
76
b
=
bi
=
1
.
m
n
,
bi
i 1
m
xs . xt Xo 2
2 Xo xs xt
n
10
perkiraan harga Xo :
Xo
=
=
log ( xo + b )
1
.
n
n
log ( xi b )
i 1
perkiraan harga C :
1
C
=
X
2
2
n 1
xi b
log xo b
i 1
2n
.
n 1
n
1
.
n
2
n
.
X
2
. Xo 2
log xi b 2
i n
dimana :
xs :
harga pengamatan dengan nomor urutan m dari yang terbesar
xt :
harga pengamatan dengan nomor urutan m dari yang terkecil.
n :
banyak data.
m
n
10
(angka bulat, dibulatkan keangka yang terdekat).
Perhitungan kerapatan deras curah hujan metode Gumbel, Log Pearson dan
Iwai Kodoya dapat dilihat pada lampiran Analisa Perhitungan Kerapatan
Deras Hujan ( R24maks ) , sedangkan hasil analisa seperti ditampilkan
pada tabel 4.2. sebagai berikut :
77
Tabel 4.2.
Kerapatan Deras Curah Hujan – Stasiun Pondok Betung
Periode ulang
( tahun )
2
5
10
25
50
100
R24 maks ( mm/hari )
GUMBEL
LOG PEARSON
IWAI KODOYA
99.05
128.46
147.93
172.54
190.79
208.91
99.10
124.80
141.55
162.56
178.10
193.68
105.76
130.22
149.84
174.19
192.01
209.64
Sumber : analisa perhitungan
Sumber : analoisa perhitungan
Sebagai dasar perencanaan dimensi dalam studi ini, Penulis menggunakan
perhitungan curah hujan rencana Methode Gumbel dengan pertimbangan
mendapatkan besaran yang konservatif diantara methode Log Pearson dan
Iwai Kodoya.
4.1.3. Debit Banjir
4.1.3.1. Design Periode Ulang
Design periode ulang sesuai dengan masing-masing besaran saluran /
sungai adalah sebagai berikut :
Jenis bangunan
Periode ulang (tahun)
- saluran mikro
2
78
- saluran penghubung
5
- saluran sub makro
10
- saluran makro dan waduk
25
- stasiun pompa
5
- tanggul sungai
100
Pada Studi ini menggunakan Desain Periode ulang hujan 10
tahunan sesuai tabel 2.1 dengan pertimbangan bahwa saluran utama yang
melintasi kawasan studi ini termasuk saluran pimer di lokasi kota besar.
4.1.3.2. Catchment Area
Saluran utama pada lokasi studi memiliki daerah tangkapan hujan /
catchment area yang dapat dikatagorikan cukup luas untuk katagori saluran
pembuang utama perumahan apabila ditinjau dari kondisi saluran eksisting
yang ada.
Titik hulu dari cathment area drainase yang melintasi saluran utama
pada wilayah studi berasal dari Sawangan Bogor. Kondisi lahan dada
wilayah hulu sebagian besar masih berupa lahan kosong dengan kombinasi
lahan persawahan dan empang. Beberapa kawasan perumahan dan
perkampungan telah terbangun di hulu rencana pengembangan kawasan
Serpong Jaya Residence ini.
Batasan catchment area dari wilayah hulu telah terbagi secara luas
wilayah sesuai dengan masing masing lokasi titik outlet yang mengalirkan
debit air dari daerah hulu menuju lokasi studi. Titik outlet dari daerah hulu
79
kawasan studi seperti yang dijelaskan [pada bab I, merupakan saluran yang
berada dibawah jalam raya Pamulang – puspitek. Masing – masing saluran
tersebut berupa saluran crossing tertutup baik berupa pipa beton ( crossing
01 ), box culvert ( crossing 02 ) dan jembatan beton bertulang ( crossing
03 ). Masing – masing titik crsossing ini memiliki daerah tangkapan hujan
dari hulu yang bervarian luasannya.
Sedangkan pada daerah studi rencana pengambangan Kawasan
Perumahan Serpong Jaya Residence, lokasi eksisting berupa kondisi kebun
dang persawahan serta sebagian berupa empang.
Beberapa perkampungan eksisting terdapat di sekitar lokasi pengembangan.
Kondisi lahan pada lokasi studi memiliki elevasi yang lebih rendah
dibandingkan dengan kawasan sekitarnya, sehingga catchmet area drainase
yang mengarah ke saluran utama kawasan perumahan Serpong Jaya
Residence juga terdistribusi dari kawasan perkampungan disekitarnya.
Batasan catchment area drainase yang mengarah ke lokasi
pengembangan masih terbentuk secara alami mengikuti kondisi elevasi
eksingting yang berada di sekitar kawasan. Belum terdapat perubahan
cathment area yang signifikan diluar arah kemiringan lahan eksisting.
Dengan kondisi kemiringan eksisting lahan yang cukup ekstrim di sekitar
lokasi pengembangan, maka penentuan batasan catchment area drainase
dapat dilakukan dengan mengikuti batas-batas kemiringan eksisting yang
terdapat disekitar lokasi studi.
80
Sebagai gambaran batas dan luasan catchment area untuk masingmasing saluran utama dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut ini.
Lokasi SJR
Puspitek
Pamulang
Keterangan :
CA. Saluran 01 = 201 Ha
CA. Saluran 02 =
76 Ha
CA. Saluran 03 = 446 Ha
81
Gambar 4.1. Batas Catchment Area Studi Drainase Perumahan Serpong
Jaya Residence
4.1.3.3. Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi (Tc) adalah waktu yang diperlukan oleh butiran air
hujan untuk mengalir dari suatu titik terjauh pada suatu daerah pengaliran
sampai pada titik yang ditinjau.
Untuk kawasan urban atau areal yang sudah dikembangkan, besarnya waktu
konsentrasi dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu waktu pegaliran diatas
lahan/overland time (to) dan pengaliran disaluran/drain time (ts). Persamaan
umum sebagai berikut :
Tc = to + ts
dimana
Tc =
Waktu konsentrasi (jam)
to =
Waktu alir diatas lahan (jam)
ts
=
Waktu alir di saluran (jam) = L / V
L
=
Panjang sungai (m)
V
=
Kecepatan aliran (m/det)
Perhitungan waktu konsentrasi akan dipergunakan pada analisa debit
banjir methode Hidrolika panampang saluran dan Methode Rasional.
Besarnya waktu alir diatas lahan untuk lokasi catchment area studi
82
diasumsikan 1,5 jam, sedangkan waktu alir disaluran dihitung sesuai dengan
panjang dan kemiringan dasar saluran.
4.1.3.4. Intensitas hujan
Adalah ketinggian curah hujan dalam satuan mm yang terjadi pada
suatu kurun waktu ( jam ) dimana air tersebut berkonsentrasi dan
dinotasikan dengan huruf I yang artinya tinggi curah hujan yang terjadi
sekian mm dalam waktu perjam.
Intensitas hujan umumnya dihubungkan dengan kejadian dan lamanya
hujan turun yang disebut dengan Intensity Duration Frequency ( IDF ) .
Oleh karena itu diperlukan data curah hujan jangka pendek atau data
persentase jumlah hujan yang turun tiap kurun waktu tertentu ( misalnya :
menit ) selama kejadian hujan ( misal : 24 jam ).
Data curah hujan yang didapat pada penakar hujan adalah menunjukkan
volume dalam satuan waktu.
Hubungan antara deras hujan dengan waktu terjadinya digambarkan
dalam bentuk persamaan matematik yang disebut dengan lengkung deras
hujan ( IDC = Intencity Duration Curve ).
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung sifat deras hujan
pada setiap kejadian adalah sebagai berikut :
1.
Prof. Sherman ( 1905 )
2.
Prof. Talbot ( 1881 )
I
a
tn
I
a
t b
83
3.
Dr. Ishiguro
a
I
t b
Dimana :
I
= Intensitas curah hujan ( mm/jam )
t
= waktu
a,b,n = Konstanta tergantung pada lamanya hujan
2/3
4.
Dr. Monobe
I
R24 24
.
24 t
Dimana :
I
= Intensitas curah hujan ( mm/jam )
t
= lamanya curah hujan ( jam )
R24 = Curah hujan maksimum ( mm/jam )
5.
Dr. Haspers
Haspers telah melakukan penelitian di beberapa kota di pulau
jawa, khususnya di kawasan urban ( perkotaan ) mengenai intensitas
hujan jangka pendek sampai 50 menit yang disebut Rainfall Intensity
Depth. Kedalaman intensitas hujan tersebut merupakan besaran
hujan untuk setiap satuan waktu ( menit ) yang dapat dikonversikan
menjadi lengkung daerah hujan ( mm/jam ). Kerapatan hujan yang
telah dihitung sesuai dengan periode ulang ( mm/hari ) dapat
langsung diketahui besaran intensitasnya sesuai dengan waktu
konsentrasi.
84
Untuk studi ini perhitungan intensitas hujan digunakan
metode Dr. Monobe.
4.1.3.5 Koefisien Run-off ( C )
Besarnya koefisien run off sangat bervariasi tergantung dari
penggunaan lahan dan tidak ada data hasil pengukuran yang pasti di Jakarta
mengenai koefisien run-off. Berdasarkan “Cengkareng West Urban
Drainage, JICA 1991” besaran run-off sebagai berikut :
Tata guna lahan
- Area perumahan (rural)
run - off
0,50 - 0.,70
- Area perdagangan dan perkantoran
0,70
- Area industri
0,60
- Lahan terbuka / pertanian
0,20
4.1.3.6 Debit Banjir Rencana
1. Metode Rasional
Metode ini sering dipakai untuk menghitung debit banjir maksimum
pada wilayah dimana aliran air dapat dialirkan langsung menuju
saluran/sungai utama secara gravitasi.
Debit banjir rancangan dihitung berdasarkan rumus Rasional yaitu
sebagai berikut :
Q
= 0,278 . C . I . A
Dimana :
85
C
= koefisien run off / koefisien aliran permukaan
I
= Intensitas hujan ( mm/jam )
A
= Luas catchment area ( km2 )
2. Metode Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
Cara ini memperlihatkan suatu hidrograf hubungan antara debit
banjir terhadap intensitas curah hujan sebagai fungsi dari waktu
konsentrasi yang diperlukan untuk mencapai debit banjir maksimum
sampai dengan surut.
Methode ini dapat dipergunakan untuk perhitungan debit banjir
pada wilayah sungai yang luas dan panjang sungai cukup besar, dimana
waktu konsentrasi air (tc) dari titik terjauh memerlukan waktu yang lama
(tc>10 jam).
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemakaian
metode ini dala perancangan debit banjir, yaitu :
a.
Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai dengan
puncak hidrograf ( time to peak magnitute )
b.
Tenggang waktu dari titik berat hujan sampai dengan titik
berat hidrograf ( Time lag )
c.
Tenggang waktu hidrograf ( time base of hidrograf )
d.
Luas daerah pengaliran
e.
Panjang alur sungai/saluran utama terpanjang ( length of the
longest channel )
86
Koefisien pengaliran ( run off coeffisient )
f.
Adapun bentuk kurva dari HSS NAKAYASU secara umum adalah sebagai
berikut :
Tr
Ro (mm)
0,8 Tr
Tg
Qmaks
0,3 Qmaks
0,32 Qmaks
Q (m3/dt/jam)
T (jam)
Tp
T0,3
1,5 T0,3
Gambar 4.2 Kurva HSSNakayasu
Unsur-unsur Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
Dalam perhitungan debit banjir dengan metode Hidrograf Satuan
Sintetik Nakayasu ( HSS Nakayasu ) dapat digunakan pendekatan empiris
sebagai berikut :
Qmaks
1
Ro
. C. A .
3,6
0
,
3
.
Tp
T
0
,
3
Dimana :
Qmaks = debit puncak banjir ( m3/dt/mm )
87
C
= koefisien run off
A
= luas daerah aliran ( km2 )
Ro
= curah hujan satuan ( mm )
Tp
= tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (
jam )
T0,3
= waktu yang diperlukan pada penurunan debit puncak sampai
dengan debit sebesar 50% dari debit banjir ( jam )
Penentuan nilai Tp dan T0,3 dapat dipakai rumus sebagai berikut :
Tp
= Tg + 0,8 Tr
T0,3= α . Tg
Sedangkan Tg dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :
Tg = 0,40 + 0,058 L
untuk L > 15 km
Tg = 0,21 L 0,70
untuk L < 15 km
Tr = satuan waktu hujan ( jam )
α
= parameter bernilai 1,5 – 3,5
Harga α memiliki criteria sebagai berikut :
- Daerah pengaliran biasa
α =2
- Untuk bagian lengkung naik hidrograf lambat dan bagian lengkung
menurun yang cepat
α = 1,5
- Untuk bagian lengkung naik hidrograf cepat dan bagian lengkung
menurun yang lambat α = 3
88
Selain parameter diatas, penentuan niai α dapat digunakan rumus sebagai
berikut :
T 0,3
= 0,47 ( A )0,25
T 0,3
= α Tg
0,47 . ( A . L ) 0 , 25
Tg
Dimana :
L
= panjang alur sungai utama terpanjang ( km )
A
= luas daerah aliran ( km2 )
Namun tidak menutup kemungkinan untuk mengambil nilai α yang
bervariasi guna mendapatkan hidrograf yang sesuai dengan hasil
pengamatan dilapangan.
Persamaan nilai debit banjir pada masing-masing bagian lengkung
hidrograf adalah sebagai berikut :
1.
Pada kurva naik ( rissing line )
0 ≤ t ≤ ( Tp + T0,3 )
2, 4
Qt
2.
t
Qmaks .
Tp
Pada kurva turun ( recession line )
a. Tp ≤ t ≤ ( Tp + T0,3 )
Qt
Qmaks . 0,3
t Tp
T 0 , 3
b. ( Tp + T0,3 ) ≤ t ≤ ( Tp + T0,3 + T0,32 )
89
Qt
Qmaks . 0,3
t Tp 0 , 5 . T 0 , 3
1, 5 . T 0 , 3
c. t ≥ ( Tp + T0,3 + T0,32 )
Qt
Qmaks . 0,3
t Tp 1, 5 . T 0 , 3
2 .T 0 , 3
Debit banjir dihitung dengankondisi sebagai berikut :
1.
Desain periode ulang
= 10 tahun
2.
Koefisien runn off ( C )
= 0.6
Pada analisa perhitungan debit banjir, perhitungan dibagi menjadi 2 sesuai
dengan hubungan lokasi terhadap daerah yang ditinjau yaitu :
1.
Debit banjir pada hulu proyek ( sebelum crossing saluran di jalan raya
pamulang – puspitek )
2.
Debit banjir pada sekitar proyek ( setelah crossing saluran di jalan raya
pamulang – puspitek )
Dari hasil perhitungan debit banjir masing-masing wilayah catchment
area dan kondisi saluran utamanya, maka didapat debit banjir 10 tahunan
sebagai berikut :
90
PERHITUNGAN VOLUME DAN DEBIT BANJIR HULU
SALURAN UTAMA PERUMAHAN SERPONG JAYA - RESIDENCE
A. Data Hujan :
Dipakai curah hujan periode ulang 10 tahunan
R24 maks =
147.930
mm/hari
S 01
B. Data Catchment Area
Luas Catcment Area (A)
:
Panjang titik terjauh dari saluran (L) :
Panjang saluran ( L )
:
Slope rata-rata (S)
:
S 02
79 ha
583 m
1,894 m
0.002
67
822
668
0.002
Waktu konsentrasi ( tc )
0,77
tc =0,0195 x ( L / √S )
=
=
28.75 menit
0.48 jam
Dimensi Saluran
Lebar dasar (b)
Tinggi saluran (h)
Pas. Batu kali (n)
Kecepatan aliran (v)
:
:
:
:
:
ts = L/v
=
=
37.46 menit
0.62 jam
Persegi
2.1 m
2m
0.025
1.39 m/det
:
:
:
:
:
1,357.872 det
0.377 jam
478.911 det
0.133 jam
0.856 jam
0.757 jam
Tc =
Persegi
2.1
2
0.025
1.39
Intensitas hujan
I =(R24/24) . (24/Tc) ^2/3
I
=
56.867 mm/jam
61.722 mm/jam
C. Perhitungan Debit Banjir
Debit banjir dihitung berdasarkan periode ulang 10 tahunan dengan rumus sebagai berikut :
3
m /det
Q =0,278 . C . I . A
Dimana :
C =Koefsien aliran permukaan,
Untuk area perumahan, C =
0.60
7.531 m3/det
Q =
6.898 m3/det
Untuk perhitungan debit banjir masing-masing segmen saluran dapat dilihat pada tabel berikut.
PERHITUNGAN VOLUME DAN DEBIT BANJ IR HULU
No.
Segmen saluran
Catchment
area (Ha)
Titik terjauh
saluran (m)
Slope
rata2
tc
(jam)
1
2
3
s 01
s 02
s 03
79
67
407
583
822
1506
0.002
0.002
0.002
0.856
0.757
1.932
Intensitas hujan
Koefsien
(mm/jam)
pengaliran (c)
56.867
61.722
33.057
0.6
0.6
0.6
∑
Q lap.
(m3/dt)
7.531
6.898
22.442
36.871
91
PERHITUNGAN VOLUME DAN DEBIT BANJIR SEKITAR PROYEK
SALURAN UTAMA PERUMAHAN SERPONG JAYA - RESIDENCE
A. Data Hujan :
Dipakai curah hujan periode ulang 10 tahunan
R24 maks =
147.930
mm/hari
S 01
B. Data Catchment Area
Luas Catcment Area (A)
:
Panjang titik terjauh dari saluran (L) :
Panjang saluran ( L )
:
Slope rata-rata (S)
:
122 ha
738 m
798 m
0.002
Waktu konsentrasi ( tc )
0,77
tc =0,0195 x ( L / √S )
=
=
34.48 menit
0.57 jam
Dimensi Saluran
Lebar dasar (b)
Tinggi saluran (h)
Pas. Batu kali (n)
Kecepatan aliran (v)
:
:
:
:
:
ts = L/v
=
=
14.89 menit
0.25 jam
Persegi
2.1 m
2m
0.025
1.39 m/det
:
:
:
:
:
L/v
572.113 det
0.159 jam
163.933 det
0.046 jam
0.734 jam
0.294 jam
Tc =
Intensitas hujan
I =(R24/24) . (24/Tc) ^2/3
I
=
63.052 mm/jam
116.072 mm/jam
C. Perhitungan Debit Banjir
Debit banjir dihitung berdasarkan periode ulang 10 tahunan dengan rumus sebagai berikut :
3
m /det
Q =0,278 . C . I . A
m /det
Dimana :
C =Koefsien aliran permukaan,
Untuk area perumahan, C =
0.60
0.60
12.778 m3/det
Q =
3
1.646 m3/det
Untuk perhitungan debit banjir masing-masing segmen saluran dapat dilihat pada tabel berikut.
PERHITUNGAN VOLUME DAN DEBIT BANJ IR SEKITAR PROYEK
No.
Segmen saluran
Catchment area
(Ha)
Titik terjauh
saluran (m)
Slope
rata2
tc
(jam)
1
2
3
s 01
s 02
s 03
122
9
39
738
248
767
0.002
0.000
0.000
0.734
0.294
0.809
Intensitas hujan
Koefsien
(mm/jam)
pengaliran (c)
63.052
116.072
59.058
0.60
0.60
0.60
∑
Q lap.
(m3/dt)
12.778
1.646
3.842
18.266
92
Dari perhitungan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa debit banjir yang
akan melintas di masing-masing saluran yang berada di lokasi proyek merupakan
akumulasi antara debit hulu dan debit yang terjadi di sekitar proyek.
Adapun besarnya debit banjir yang melintas di masing-masing saluran pada lokasi
proyek adalah sesuai yang tercantum pada tabel berikut ini.
Tabel 4.5
Debit Banjir Q10th Pada masing-maasing Saluran
No.
Segmen saluran
Catchment area
( Ha )
1
2
3
4
S 01
S 02
S 03
Saluran Utama
201
76
446
722
Q lap
3
( m /det )
20,31
8,54
26,28
55,14
93
ANALISA PERENCANAAN DIMENSI DAN TAMPUNGAN
DRAINASE
4.1 ANALISA HIDROLOGI
4.1.1
Data Curah Hujan
Data curah hujan yang dipergunakan untuk analisa hidrologi
idealnya
diambil dari stasiun yang terletak didalam wilayah studi atau stasiun yang
mempunyai pengaruh langsung terhadap wilayah catchment area saluran yang
ditinjau, namun apabila data ini tidak diperoleh maka dapat diambil dari stasiun
pencatat hujan terdekat yang masih cukup mewakili.
Data hujan untuk pekerjaan Studi berikut ini diambil dari stasiun pencatat hujan
Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Pondok Betung dengan periode
pencatatan 27 tahun (1976 s.d. 2002),
Tabel 4.1.
Hujan Harian Maksimum Tahunan
Stasiun Meteorologi Pondok Betung
No
Tahun
1
2
3
4
1976
1977
1978
1979
Stasiun
Betung
Pondok
58
71
97
87
73
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
88
171
71
75
122
107
173
80
101
86
134
123
129
103
94
129
130
94
74
78
103
104
109
4.1.2. Kerapatan Deras Curah Hujan
Kerapatan deras hujan adalah kemungkinan kejadian rata-rata terjadinya
curah hujan dalam suatu periode ulang (return period).
Perhitungan deras hujan dilakukan dengan 3 (dua) metode yaitu :
1.
Metode Gumbel dengan persamaan sebagai berikut :
t =
X
+ S.K
….. (1)
74
n
n
X2 X . X
1
S
1
n 1
Yt Yn
Sn
K
….. (2)
dari persamaan (1) dan (2), maka :
Xt
Jika :
X
1 S
a Sn
S
Sn
dan
.
Y
t
b X
Yn
….. (3)
. Yn X Yn
a
Sn
S
Persamaan (3) menjadi :
Xt b
1
.
a
Yt
dimana :
Xt
:
hujan harian maksimum rencana untuk periode ulang T
tahun
X
: harga rata-rata data
S
: standar deviasi
K
: faktor frekuensi yang merupakan fungsi dari waktu ulang
Yt
:
reduced variate sebagai fungsi dari waktu ulang T
Yn
:
reduced mean sebagai fungsi dari banyak data
75
Sn
2.
:
reduced standar deviation sebagai fungsi dari banyak data
Metode Log Pearson
Metode
distribusi
Log
Person
tipe
III
menganjurkan
untuk
mengkonversikan rangkaian data hujan menjadi bentuk logaritmis dan
menghitung nilai rata-ratanya, persamaannya adalah sebagai berikut :
Log
R
Sd
1
.
n
=
G
=
log R
2
log R log R
n 1
3
log R log R
n
n 1 . n 2 . Sd 3
Maka didapat :
Rt
3.
= 10 log R K . Sd
Metode Iwai Kodoya
Persamaan umum metode Iwai Kodoya adalah sebagai berikut :
C . log
x b
Xo b
log (Xo + b) adalah harga rata-rata dari log (x + b)
log Xo =
1
.
n
n
log x
1
perkiraan harga b :
76
b
=
bi
=
1
.
m
n
,
bi
i 1
m
xs . xt Xo 2
2 Xo xs xt
n
10
perkiraan harga Xo :
Xo
=
=
log ( xo + b )
1
.
n
n
log ( xi b )
i 1
perkiraan harga C :
1
C
=
X
2
2
n 1
xi b
log xo b
i 1
2n
.
n 1
n
1
.
n
2
n
.
X
2
. Xo 2
log xi b 2
i n
dimana :
xs :
harga pengamatan dengan nomor urutan m dari yang terbesar
xt :
harga pengamatan dengan nomor urutan m dari yang terkecil.
n :
banyak data.
m
n
10
(angka bulat, dibulatkan keangka yang terdekat).
Perhitungan kerapatan deras curah hujan metode Gumbel, Log Pearson dan
Iwai Kodoya dapat dilihat pada lampiran Analisa Perhitungan Kerapatan
Deras Hujan ( R24maks ) , sedangkan hasil analisa seperti ditampilkan
pada tabel 4.2. sebagai berikut :
77
Tabel 4.2.
Kerapatan Deras Curah Hujan – Stasiun Pondok Betung
Periode ulang
( tahun )
2
5
10
25
50
100
R24 maks ( mm/hari )
GUMBEL
LOG PEARSON
IWAI KODOYA
99.05
128.46
147.93
172.54
190.79
208.91
99.10
124.80
141.55
162.56
178.10
193.68
105.76
130.22
149.84
174.19
192.01
209.64
Sumber : analisa perhitungan
Sumber : analoisa perhitungan
Sebagai dasar perencanaan dimensi dalam studi ini, Penulis menggunakan
perhitungan curah hujan rencana Methode Gumbel dengan pertimbangan
mendapatkan besaran yang konservatif diantara methode Log Pearson dan
Iwai Kodoya.
4.1.3. Debit Banjir
4.1.3.1. Design Periode Ulang
Design periode ulang sesuai dengan masing-masing besaran saluran /
sungai adalah sebagai berikut :
Jenis bangunan
Periode ulang (tahun)
- saluran mikro
2
78
- saluran penghubung
5
- saluran sub makro
10
- saluran makro dan waduk
25
- stasiun pompa
5
- tanggul sungai
100
Pada Studi ini menggunakan Desain Periode ulang hujan 10
tahunan sesuai tabel 2.1 dengan pertimbangan bahwa saluran utama yang
melintasi kawasan studi ini termasuk saluran pimer di lokasi kota besar.
4.1.3.2. Catchment Area
Saluran utama pada lokasi studi memiliki daerah tangkapan hujan /
catchment area yang dapat dikatagorikan cukup luas untuk katagori saluran
pembuang utama perumahan apabila ditinjau dari kondisi saluran eksisting
yang ada.
Titik hulu dari cathment area drainase yang melintasi saluran utama
pada wilayah studi berasal dari Sawangan Bogor. Kondisi lahan dada
wilayah hulu sebagian besar masih berupa lahan kosong dengan kombinasi
lahan persawahan dan empang. Beberapa kawasan perumahan dan
perkampungan telah terbangun di hulu rencana pengembangan kawasan
Serpong Jaya Residence ini.
Batasan catchment area dari wilayah hulu telah terbagi secara luas
wilayah sesuai dengan masing masing lokasi titik outlet yang mengalirkan
debit air dari daerah hulu menuju lokasi studi. Titik outlet dari daerah hulu
79
kawasan studi seperti yang dijelaskan [pada bab I, merupakan saluran yang
berada dibawah jalam raya Pamulang – puspitek. Masing – masing saluran
tersebut berupa saluran crossing tertutup baik berupa pipa beton ( crossing
01 ), box culvert ( crossing 02 ) dan jembatan beton bertulang ( crossing
03 ). Masing – masing titik crsossing ini memiliki daerah tangkapan hujan
dari hulu yang bervarian luasannya.
Sedangkan pada daerah studi rencana pengambangan Kawasan
Perumahan Serpong Jaya Residence, lokasi eksisting berupa kondisi kebun
dang persawahan serta sebagian berupa empang.
Beberapa perkampungan eksisting terdapat di sekitar lokasi pengembangan.
Kondisi lahan pada lokasi studi memiliki elevasi yang lebih rendah
dibandingkan dengan kawasan sekitarnya, sehingga catchmet area drainase
yang mengarah ke saluran utama kawasan perumahan Serpong Jaya
Residence juga terdistribusi dari kawasan perkampungan disekitarnya.
Batasan catchment area drainase yang mengarah ke lokasi
pengembangan masih terbentuk secara alami mengikuti kondisi elevasi
eksingting yang berada di sekitar kawasan. Belum terdapat perubahan
cathment area yang signifikan diluar arah kemiringan lahan eksisting.
Dengan kondisi kemiringan eksisting lahan yang cukup ekstrim di sekitar
lokasi pengembangan, maka penentuan batasan catchment area drainase
dapat dilakukan dengan mengikuti batas-batas kemiringan eksisting yang
terdapat disekitar lokasi studi.
80
Sebagai gambaran batas dan luasan catchment area untuk masingmasing saluran utama dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut ini.
Lokasi SJR
Puspitek
Pamulang
Keterangan :
CA. Saluran 01 = 201 Ha
CA. Saluran 02 =
76 Ha
CA. Saluran 03 = 446 Ha
81
Gambar 4.1. Batas Catchment Area Studi Drainase Perumahan Serpong
Jaya Residence
4.1.3.3. Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi (Tc) adalah waktu yang diperlukan oleh butiran air
hujan untuk mengalir dari suatu titik terjauh pada suatu daerah pengaliran
sampai pada titik yang ditinjau.
Untuk kawasan urban atau areal yang sudah dikembangkan, besarnya waktu
konsentrasi dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu waktu pegaliran diatas
lahan/overland time (to) dan pengaliran disaluran/drain time (ts). Persamaan
umum sebagai berikut :
Tc = to + ts
dimana
Tc =
Waktu konsentrasi (jam)
to =
Waktu alir diatas lahan (jam)
ts
=
Waktu alir di saluran (jam) = L / V
L
=
Panjang sungai (m)
V
=
Kecepatan aliran (m/det)
Perhitungan waktu konsentrasi akan dipergunakan pada analisa debit
banjir methode Hidrolika panampang saluran dan Methode Rasional.
Besarnya waktu alir diatas lahan untuk lokasi catchment area studi
82
diasumsikan 1,5 jam, sedangkan waktu alir disaluran dihitung sesuai dengan
panjang dan kemiringan dasar saluran.
4.1.3.4. Intensitas hujan
Adalah ketinggian curah hujan dalam satuan mm yang terjadi pada
suatu kurun waktu ( jam ) dimana air tersebut berkonsentrasi dan
dinotasikan dengan huruf I yang artinya tinggi curah hujan yang terjadi
sekian mm dalam waktu perjam.
Intensitas hujan umumnya dihubungkan dengan kejadian dan lamanya
hujan turun yang disebut dengan Intensity Duration Frequency ( IDF ) .
Oleh karena itu diperlukan data curah hujan jangka pendek atau data
persentase jumlah hujan yang turun tiap kurun waktu tertentu ( misalnya :
menit ) selama kejadian hujan ( misal : 24 jam ).
Data curah hujan yang didapat pada penakar hujan adalah menunjukkan
volume dalam satuan waktu.
Hubungan antara deras hujan dengan waktu terjadinya digambarkan
dalam bentuk persamaan matematik yang disebut dengan lengkung deras
hujan ( IDC = Intencity Duration Curve ).
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung sifat deras hujan
pada setiap kejadian adalah sebagai berikut :
1.
Prof. Sherman ( 1905 )
2.
Prof. Talbot ( 1881 )
I
a
tn
I
a
t b
83
3.
Dr. Ishiguro
a
I
t b
Dimana :
I
= Intensitas curah hujan ( mm/jam )
t
= waktu
a,b,n = Konstanta tergantung pada lamanya hujan
2/3
4.
Dr. Monobe
I
R24 24
.
24 t
Dimana :
I
= Intensitas curah hujan ( mm/jam )
t
= lamanya curah hujan ( jam )
R24 = Curah hujan maksimum ( mm/jam )
5.
Dr. Haspers
Haspers telah melakukan penelitian di beberapa kota di pulau
jawa, khususnya di kawasan urban ( perkotaan ) mengenai intensitas
hujan jangka pendek sampai 50 menit yang disebut Rainfall Intensity
Depth. Kedalaman intensitas hujan tersebut merupakan besaran
hujan untuk setiap satuan waktu ( menit ) yang dapat dikonversikan
menjadi lengkung daerah hujan ( mm/jam ). Kerapatan hujan yang
telah dihitung sesuai dengan periode ulang ( mm/hari ) dapat
langsung diketahui besaran intensitasnya sesuai dengan waktu
konsentrasi.
84
Untuk studi ini perhitungan intensitas hujan digunakan
metode Dr. Monobe.
4.1.3.5 Koefisien Run-off ( C )
Besarnya koefisien run off sangat bervariasi tergantung dari
penggunaan lahan dan tidak ada data hasil pengukuran yang pasti di Jakarta
mengenai koefisien run-off. Berdasarkan “Cengkareng West Urban
Drainage, JICA 1991” besaran run-off sebagai berikut :
Tata guna lahan
- Area perumahan (rural)
run - off
0,50 - 0.,70
- Area perdagangan dan perkantoran
0,70
- Area industri
0,60
- Lahan terbuka / pertanian
0,20
4.1.3.6 Debit Banjir Rencana
1. Metode Rasional
Metode ini sering dipakai untuk menghitung debit banjir maksimum
pada wilayah dimana aliran air dapat dialirkan langsung menuju
saluran/sungai utama secara gravitasi.
Debit banjir rancangan dihitung berdasarkan rumus Rasional yaitu
sebagai berikut :
Q
= 0,278 . C . I . A
Dimana :
85
C
= koefisien run off / koefisien aliran permukaan
I
= Intensitas hujan ( mm/jam )
A
= Luas catchment area ( km2 )
2. Metode Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
Cara ini memperlihatkan suatu hidrograf hubungan antara debit
banjir terhadap intensitas curah hujan sebagai fungsi dari waktu
konsentrasi yang diperlukan untuk mencapai debit banjir maksimum
sampai dengan surut.
Methode ini dapat dipergunakan untuk perhitungan debit banjir
pada wilayah sungai yang luas dan panjang sungai cukup besar, dimana
waktu konsentrasi air (tc) dari titik terjauh memerlukan waktu yang lama
(tc>10 jam).
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemakaian
metode ini dala perancangan debit banjir, yaitu :
a.
Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai dengan
puncak hidrograf ( time to peak magnitute )
b.
Tenggang waktu dari titik berat hujan sampai dengan titik
berat hidrograf ( Time lag )
c.
Tenggang waktu hidrograf ( time base of hidrograf )
d.
Luas daerah pengaliran
e.
Panjang alur sungai/saluran utama terpanjang ( length of the
longest channel )
86
Koefisien pengaliran ( run off coeffisient )
f.
Adapun bentuk kurva dari HSS NAKAYASU secara umum adalah sebagai
berikut :
Tr
Ro (mm)
0,8 Tr
Tg
Qmaks
0,3 Qmaks
0,32 Qmaks
Q (m3/dt/jam)
T (jam)
Tp
T0,3
1,5 T0,3
Gambar 4.2 Kurva HSSNakayasu
Unsur-unsur Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
Dalam perhitungan debit banjir dengan metode Hidrograf Satuan
Sintetik Nakayasu ( HSS Nakayasu ) dapat digunakan pendekatan empiris
sebagai berikut :
Qmaks
1
Ro
. C. A .
3,6
0
,
3
.
Tp
T
0
,
3
Dimana :
Qmaks = debit puncak banjir ( m3/dt/mm )
87
C
= koefisien run off
A
= luas daerah aliran ( km2 )
Ro
= curah hujan satuan ( mm )
Tp
= tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (
jam )
T0,3
= waktu yang diperlukan pada penurunan debit puncak sampai
dengan debit sebesar 50% dari debit banjir ( jam )
Penentuan nilai Tp dan T0,3 dapat dipakai rumus sebagai berikut :
Tp
= Tg + 0,8 Tr
T0,3= α . Tg
Sedangkan Tg dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :
Tg = 0,40 + 0,058 L
untuk L > 15 km
Tg = 0,21 L 0,70
untuk L < 15 km
Tr = satuan waktu hujan ( jam )
α
= parameter bernilai 1,5 – 3,5
Harga α memiliki criteria sebagai berikut :
- Daerah pengaliran biasa
α =2
- Untuk bagian lengkung naik hidrograf lambat dan bagian lengkung
menurun yang cepat
α = 1,5
- Untuk bagian lengkung naik hidrograf cepat dan bagian lengkung
menurun yang lambat α = 3
88
Selain parameter diatas, penentuan niai α dapat digunakan rumus sebagai
berikut :
T 0,3
= 0,47 ( A )0,25
T 0,3
= α Tg
0,47 . ( A . L ) 0 , 25
Tg
Dimana :
L
= panjang alur sungai utama terpanjang ( km )
A
= luas daerah aliran ( km2 )
Namun tidak menutup kemungkinan untuk mengambil nilai α yang
bervariasi guna mendapatkan hidrograf yang sesuai dengan hasil
pengamatan dilapangan.
Persamaan nilai debit banjir pada masing-masing bagian lengkung
hidrograf adalah sebagai berikut :
1.
Pada kurva naik ( rissing line )
0 ≤ t ≤ ( Tp + T0,3 )
2, 4
Qt
2.
t
Qmaks .
Tp
Pada kurva turun ( recession line )
a. Tp ≤ t ≤ ( Tp + T0,3 )
Qt
Qmaks . 0,3
t Tp
T 0 , 3
b. ( Tp + T0,3 ) ≤ t ≤ ( Tp + T0,3 + T0,32 )
89
Qt
Qmaks . 0,3
t Tp 0 , 5 . T 0 , 3
1, 5 . T 0 , 3
c. t ≥ ( Tp + T0,3 + T0,32 )
Qt
Qmaks . 0,3
t Tp 1, 5 . T 0 , 3
2 .T 0 , 3
Debit banjir dihitung dengankondisi sebagai berikut :
1.
Desain periode ulang
= 10 tahun
2.
Koefisien runn off ( C )
= 0.6
Pada analisa perhitungan debit banjir, perhitungan dibagi menjadi 2 sesuai
dengan hubungan lokasi terhadap daerah yang ditinjau yaitu :
1.
Debit banjir pada hulu proyek ( sebelum crossing saluran di jalan raya
pamulang – puspitek )
2.
Debit banjir pada sekitar proyek ( setelah crossing saluran di jalan raya
pamulang – puspitek )
Dari hasil perhitungan debit banjir masing-masing wilayah catchment
area dan kondisi saluran utamanya, maka didapat debit banjir 10 tahunan
sebagai berikut :
90
PERHITUNGAN VOLUME DAN DEBIT BANJIR HULU
SALURAN UTAMA PERUMAHAN SERPONG JAYA - RESIDENCE
A. Data Hujan :
Dipakai curah hujan periode ulang 10 tahunan
R24 maks =
147.930
mm/hari
S 01
B. Data Catchment Area
Luas Catcment Area (A)
:
Panjang titik terjauh dari saluran (L) :
Panjang saluran ( L )
:
Slope rata-rata (S)
:
S 02
79 ha
583 m
1,894 m
0.002
67
822
668
0.002
Waktu konsentrasi ( tc )
0,77
tc =0,0195 x ( L / √S )
=
=
28.75 menit
0.48 jam
Dimensi Saluran
Lebar dasar (b)
Tinggi saluran (h)
Pas. Batu kali (n)
Kecepatan aliran (v)
:
:
:
:
:
ts = L/v
=
=
37.46 menit
0.62 jam
Persegi
2.1 m
2m
0.025
1.39 m/det
:
:
:
:
:
1,357.872 det
0.377 jam
478.911 det
0.133 jam
0.856 jam
0.757 jam
Tc =
Persegi
2.1
2
0.025
1.39
Intensitas hujan
I =(R24/24) . (24/Tc) ^2/3
I
=
56.867 mm/jam
61.722 mm/jam
C. Perhitungan Debit Banjir
Debit banjir dihitung berdasarkan periode ulang 10 tahunan dengan rumus sebagai berikut :
3
m /det
Q =0,278 . C . I . A
Dimana :
C =Koefsien aliran permukaan,
Untuk area perumahan, C =
0.60
7.531 m3/det
Q =
6.898 m3/det
Untuk perhitungan debit banjir masing-masing segmen saluran dapat dilihat pada tabel berikut.
PERHITUNGAN VOLUME DAN DEBIT BANJ IR HULU
No.
Segmen saluran
Catchment
area (Ha)
Titik terjauh
saluran (m)
Slope
rata2
tc
(jam)
1
2
3
s 01
s 02
s 03
79
67
407
583
822
1506
0.002
0.002
0.002
0.856
0.757
1.932
Intensitas hujan
Koefsien
(mm/jam)
pengaliran (c)
56.867
61.722
33.057
0.6
0.6
0.6
∑
Q lap.
(m3/dt)
7.531
6.898
22.442
36.871
91
PERHITUNGAN VOLUME DAN DEBIT BANJIR SEKITAR PROYEK
SALURAN UTAMA PERUMAHAN SERPONG JAYA - RESIDENCE
A. Data Hujan :
Dipakai curah hujan periode ulang 10 tahunan
R24 maks =
147.930
mm/hari
S 01
B. Data Catchment Area
Luas Catcment Area (A)
:
Panjang titik terjauh dari saluran (L) :
Panjang saluran ( L )
:
Slope rata-rata (S)
:
122 ha
738 m
798 m
0.002
Waktu konsentrasi ( tc )
0,77
tc =0,0195 x ( L / √S )
=
=
34.48 menit
0.57 jam
Dimensi Saluran
Lebar dasar (b)
Tinggi saluran (h)
Pas. Batu kali (n)
Kecepatan aliran (v)
:
:
:
:
:
ts = L/v
=
=
14.89 menit
0.25 jam
Persegi
2.1 m
2m
0.025
1.39 m/det
:
:
:
:
:
L/v
572.113 det
0.159 jam
163.933 det
0.046 jam
0.734 jam
0.294 jam
Tc =
Intensitas hujan
I =(R24/24) . (24/Tc) ^2/3
I
=
63.052 mm/jam
116.072 mm/jam
C. Perhitungan Debit Banjir
Debit banjir dihitung berdasarkan periode ulang 10 tahunan dengan rumus sebagai berikut :
3
m /det
Q =0,278 . C . I . A
m /det
Dimana :
C =Koefsien aliran permukaan,
Untuk area perumahan, C =
0.60
0.60
12.778 m3/det
Q =
3
1.646 m3/det
Untuk perhitungan debit banjir masing-masing segmen saluran dapat dilihat pada tabel berikut.
PERHITUNGAN VOLUME DAN DEBIT BANJ IR SEKITAR PROYEK
No.
Segmen saluran
Catchment area
(Ha)
Titik terjauh
saluran (m)
Slope
rata2
tc
(jam)
1
2
3
s 01
s 02
s 03
122
9
39
738
248
767
0.002
0.000
0.000
0.734
0.294
0.809
Intensitas hujan
Koefsien
(mm/jam)
pengaliran (c)
63.052
116.072
59.058
0.60
0.60
0.60
∑
Q lap.
(m3/dt)
12.778
1.646
3.842
18.266
92
Dari perhitungan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa debit banjir yang
akan melintas di masing-masing saluran yang berada di lokasi proyek merupakan
akumulasi antara debit hulu dan debit yang terjadi di sekitar proyek.
Adapun besarnya debit banjir yang melintas di masing-masing saluran pada lokasi
proyek adalah sesuai yang tercantum pada tabel berikut ini.
Tabel 4.5
Debit Banjir Q10th Pada masing-maasing Saluran
No.
Segmen saluran
Catchment area
( Ha )
1
2
3
4
S 01
S 02
S 03
Saluran Utama
201
76
446
722
Q lap
3
( m /det )
20,31
8,54
26,28
55,14
93