BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian tumbuhan - Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Daun Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) Pada Mencit Yang Diinduksi Streptozotocin

2.1 Uraian tumbuhan

  Uraian tumbuhan meliputi klasifikasi tumbuhanan, nama lain, morfologi tumbuhan, kandungan kimia, kasiat dan kegunaan.

  2.1.1 Klasifikasi tumbuhan

  Tumbuhan ubi jalar dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Rukmana, 1997): Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Solanales Famili : Convolvulaceae Genus : Ipomoea Spesies : Ipomoea batatas L.

  2.1.2 Nama lain:

  Indonesia : Ubi jalar (nama umum), ketela, ketela rambat, telo rambat (Jawa), patatas (Papua), mantang (Sunda). Inggris : Sweet potato. Melayu : Ubi keledek. Thailand : Phak man thet. Pilipina : Kamote. Jepang : Satsumaimo, Caiapo.

  2.1.3 Morfologi tumbuhan

  Secara morfologi tumbuhan ubi jalar adalah tumbuhan merambat yang bercabang, batang gundul atau berambut, kadang-kadang membelit dan bergetah. bentuk telur sampai membulat dengan pangkal yang berbentuk jantung atau terpancung rata, bersudut sampai berlekuk. Karangan bunga diketiak daun, bentuk payung. Daun pelindung kecil dan rontok. Daun kelopak memanjang bulat telur dan runcing. Mahkota terluar paling kecil berbentuk lonjong sampai bentuk terompet. Warna bunga ungu muda, panjang 3-4 cm. Benang sari tertanam tidak sama panjangnya. Tangkai putik bentuk benang, kepala putik bentuk bola rangkap. Buah kotak bentuk telur. Ditanam pada ketinggian 2-2.000 m di atas permukaan laut. Kadang-kadang menjadi liar. Pada tumbuhan ubi jalar (Ipomoea

  batatas L) cadangan makanan disimpan terutama didalam umbi.

  2.1.4 Kandungan kimia tumbuhan

  Daun ubi jalar biasa digunakan sebagai sayuran. Tumbuhan ubi jalar juga merupakan sumber vitamin dan mineral, vitamin yang terkandung dalam tumbuhan ubi jalar antara lain vitamin A, vitamin C, thiamin (vitamin B1), dan riboflavin. Sedangkan mineral diantaranya adalah zat besi (Fe), fosfor (P), dan kalsium (Ca). Kandungan lainnya adalah protein, lemak, serat kasar dan abu (Kumalaningsih, 2006).

  2.1.5 Khasiat dan kegunaan tumbuhan

  Daun ubi jalar digunakan sebagai obat diabetes melitus, obat luka akibat terluka benda tajam, untuk obat rambut rontok dan kebotakan, obat kanker, antioksidan dan sebagai obat mata (Islam.I). Daun ubi jalar digunakan sebagai obat diabetes yaitu dengan cara merebus 100 gram daun dengan 1 liter air sampai airnya tinggal 500 ml, kemudian air rebusan diminum . Selain dari itu daun ubi jalar bisa digunakan untuk sayur sedangkan umbinya bisa digunakan untuk

  2.2 Simplisia

  Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu simplisia nabati, hewani, dan mineral. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Simplisia hewani berupa zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat-zat kimia murni. Simplisia mineral merupakan simplisia yang berasal dari bumi, baik telah diolah atau belum, tidak berupa zat kimia murni.

  2.3 Ekstrak

  Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan masa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 1995).

2.3.1 Ekstraksi

  Ekstraksi adalah proses penarikan komponen atau zat aktif suatu simplisia dengan menggunakan pelarut tertentu. Pemilihan metode ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sifat jaringan tumbuhan, sifat kandungan zat aktif serta kelarutan dalam pelarut yang digunakan. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non polar dalam pelarut non polar. Ekstraksi bertingkat secara umum dilakukan secara berturut-turut mulai dengan pelarut non polar (n-heksana), lalu pelarut kepolarannya menengah (diklor (Harborne, 1987). Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dibagi menjadi 2 yaitu cara dingin dan cara panas.

2.3.1.1 Cara Dingin

a. Maserasi

  Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Maserasi sering digunakan dalam penelitian karena cara ini tidak merusak zat kandungan simplisia. Proses ini sangat menguntungkan karena dengan perendaman sampel tanaman akan mengakibatkan pemecahan dinding sel dan membran sel akibat perbedaaan tekanan antara di dalam sel dan di luar sel sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan. Pemilihan pelarut dalam proses maserasi akan memberikan efektifitas yang tinggi dalam memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut tersebut. Secara umum, pelarut etanol merupakan pelarut yang paling banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam karena dapat melarutkan golongan metabolit sekunder seperti alkaloid, tanin, flavonoid (Anonim, 1993). Lebih lanjut, untuk bahan serbuk dari tumbuhan dapat juga diekstraksi dengan n-Heksana untuk memecahkan kandungan lemaknya dan dengan pelarut etil asetat atau etanol untuk kandungan phenolnya. Namun pendekatan ini tidak cocok dengan senyawa-senyawa yang sensitif terhadap panas.

  Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umunya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan atau penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat).

2.3.1.2 Cara Panas

a. Infundasi

  Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

  o

  (bejana infus diatas penangas air mendidih, temperatur terukur 90

  C) selama 15 menit. Cara ini biasa digunakan untuk zat yang akan diekstraksi tahan pemanasan.

  Jika tidak ada ketentuan lain infus biasanya disaring panas.

  a.

  Dekoktasi Dekoktasi adalah sama dengan infundasi pada waktu yang lebih lama ( ≥ 30 menit).

  b.

  Soxhletasi Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru dilakukan dengan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi berkelanjutan dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik. Keuntungan cara ini adalah pelarut yang digunakan lebih sedikit dan pelarut murni sehingga dapat menarik senyawa dalam simplisia lebih banyak dalam waktu lebih singkat dibanding dengan maserasi atau perkolasi. Kerugian cara ini adalah tidak dapat digunakan untuk senyawa-senyawa termo labil (Harborne, 1987).

  c. Refluks

  Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umunya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali.

  d. Digesti

  Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukkan kontinyu) pada temperatur ruangan (kamar).

2.4 Pengaturan Kadar Glukosa Dalam Darah

  Pengaturan kadar glukosa dalam darah dipengaruhi oleh organ-organ tertentu yang paling penting adalah pankreas dan hati.

  a.

  Pankreas Pankreas adalah suatu organ lonjong kira-kira 15 cm, yang terletak dibelakang lambung dan sebagian di belakang hati. Organ ini terdiri dari jaringan eksokrin dan endokrin. Sel endokrin mensekresikan beberapa jenis hormon. Jenis hormon yang paling banyak dijumpai adalah sel-

  α (mensekresikan hormon glukagon), sel-ß (mensekresikkan hormon insulin), sel-D (memproduksi somatostatin), dan sel yang bekerja memproduksi pankreas polipeptida (Tan dan Raharja, 2002). Hormon yang berperan paling penting dalam pengaturan glukosa darah adalah glukagon dan insulin. Fungsi utama insulin adalah menurunkan kadar glukosa darah, sedangkan glukagon bekerja meningkatkan glukosa darah dengan cara mengubah glikogen menjadi glukosa (Faigin, 2001).

  b.

  Hati Hati merupakan organ utama yang menstabilkan keseimbangan glukosa antara absorbsi dan penimbunannya sebagai glikogen (Tan dan Raharja, 2002).

  Pada keadaan setelah makan, sebanyak dua pertiga glukosa yang diabsorbsi dari usus segera disimpan di hati dalam bentuk glikogen. Jika glukosa tidak memasuki tubuh selama beberapa jam, glikogen hati diubah atas perintah glukagon (yang mengaktifkan enzim pengubah glikogen, phosporilase). Degradasi glikogen menghasilkan glukosa, yang kemudian dilepaskan kedalam aliran darah sehingga konsentrasi dalam darah meningkat. Sebagai reaksi dari kegiatan glukagon yang menaikkan glukosa darah, insulin diproduksi untuk membawa glukosa yang baru saja dilepaskan kedalam aliran darah menuju sel-sel tubuh. Hal ini mempercepat turunnya glukosa darah, jika masukan karbohidrat ditiadakan, aksi hormon- hormon ini secara perlahan menghilang karena glikogen hati habis (Faigin, 2001).

  c.

  Insulin.

  Insulin merupakan protein kecil yang mengandung dua rantai polipeptida yang dihubungkan oleh ikatan disulfida. Disintesis sebagai protein perkusor yang mengalami pemisahan proteolik untuk membentuk insulin dan peptida C keduanya disekresi oleh sel

  β-pankreas. Sekresi insulin diatur tidak hanya oleh kadar glukosa darah tetapi juga oleh hormon lain dan mediator autonomik sekresi insulin dipacu karena kadar glukosa dalam darah meningkat dan di fosfolirasi dalam sel β-pankreas. umum dari kelebihan dosis insulin. Diabetes jangka lama sering tidak memproduksi sejumlah hormon yang menghalangi pengaturan insulin (glukagon, epineprin, kortisol dan hormon pertumbuhan) yang secara normal memberikan pertahanan efektif terhadap hipoglikemia reaksi samping lainnya berupa klipoodistrofi dan reaksi alergi (Price dan Wilson, 2006).

2.5 Diabetes melitus

  Diabetes melitus adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme khususnya karbohidrat di dalam tubuh karena defisiensi insulin relatif maupun absolut. Kekurangan insulin relatif terjadi jika produksi insulin tidak sesuai dengan kebutuhannya, kerja insulin pada sel yang dituju diperlemah oleh antibodi insulin, jumlah reseptor insulin pada organ yang dituju berkurang atau ada cacat reseptor insulin sedangkan kekurangan insulin absolut terjadi jika pankreas tidak mampu untuk mensekresikan insulin. Gejala diabetes melitus berupa poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (banyak minum), berat badan menurun walaupun polifagia (banyak makan) dan rasa lemas (Mutschler, 1999).

  2.5.1 Klasifikasi DM Klasifikasi diabetes melitus dan kategori lain intoleransi glukosa berdasarkan National Diabetes Data Group of the National Institutes of Health adalah:

  a. Diabetes melitus (DM) i. Diabetes melitus tipe I tergantung insulin (DMTI) Penderita tipe ini umumnya timbul pada masa kanak-kanak. Pada diabetes memproduksi insulin lagi dengan akibat sel-sel tidak bisa menyerap glukosa dan glukosa akan tetap berada di dalam pembuluh darah yang artinya kadar glukosa darah akan meningkat. ii. Diabetes melitus tipe II tidak tergantung insulin (DMTII)

  Diabetes tipe II lebih sering dijumpai dibandingkan dengan diabetes melitus tipe I dan biasanya penderita berusia di atas 40 tahun dan disertai kegemukan.

  Pada diabetes melitus tipe II jumlah insulin yang diproduksi normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel sedikit sehingga sel akan kekurangan glukosa dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat menyebabkan terjadinya hiperglikemia. iii. Diabetes melitus tipe lain yang berkaitan dengan sindroma tertentu seperti penyakit pankreas, penyakit hormonal, obat/bahan kimia dan kelainan reseptor.

  b. Gangguan toleransi glukosa i. Gangguan toleransi glukosa pada orang yang tidak gemuk ii. Gangguan toleransi glukosa pada orang yang gemuk iii.

  Gangguan toleransi glukosa yang berkaitan dengan sindroma tertentu.

  c. Diabetes Melitus pada kehamilan Diabetes Melitus Gestasional (DMG) adalah keadaan diabetes atau intoleransi glukosa yang timbul selama masa kehamilan dan biasanya berlangsung hanya sementara atau temporer. Sekitar 4-5% wanita hamil diketahui menderita

  DMG dan umumnya terdeteksi pada atau setelah trisemester kedua. Kebanyakan kembali normal setelah melahirkan, tetapi 30% - 50% berkembang menjadi DM resiko tersebut.

2.5.2 Penyebab diabetes

  Diabetes melitus dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut (Soegondo, 2002): a.

  Kelainan fungsi sel-sel ß pankreas yang bersifat genetik (menurun) Faktor genetik/keturunan biasanya memegang peranan penting pada mayoritas penderita diabetes melitus.

  b.

  Faktor lingkungan Faktor lingkungan dapat mengubah integritas dan fungsi sel ß-pankreas pada individu yang rentan. Faktor-faktor tersebut antara lain: i.

  Agen yang dapat menimbulkan infeksi virus seperti virus penyebab penyakit gondongan dan coxackievirus B

  4 . Virus ini kemungkinan

  berperan sebagai pemicu terhadap destruksi pulau Langerhans secara langsung atau secara autoimun. ii.

  Obesitas Obesitas berkaitan dengan resistensi insulin menyebabkan kemungkina besar gangguan toleransi glukosa dan diabetes melitus tipe II.

  c.

  Faktor demografi Faktor demografi yaitu jumlah penduduk meningkat, penduduk berumur di atas 40 tahun meningkat dan adanya urbanisasi merupakan penyebab diabetes melitus terutama tipe II. d.

  Gangguan sistem imunitas Gangguan sistem imun mungkin merupakan dasar timbulnya diabetes pada pembentukan sel-sel antibodi terhadap sel-sel ß pankreas dan akhirnya akan menyebabkan kerusakan sel-sel pensekresi insulin.

  2.5.3 Diagnosis diabetes

  Kriteria yang biasa digunakan untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitus adalah dari gejala yang timbul dan glukosa plasma. Adapun gejala diabetes ditandai dengan poliuria, polidipsia serta penurunan berat badan walaupun terjadi polifagia (peningkatan nafsu makan). Gejala lainnya adalah glikosuria, ketosis, asidosis dan koma. Untuk parameter glukosa plasma,

  

American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan parameter glukosa

  puasa sebagai acuan utama untuk mendiagnosis diabetes melitus pada orang dewasa. Namun selain itu bisa juga ditetapkan dari glukosa plasma sewaktu maupan 2 jam setelah mengkonsumsi glukosa. Jika nilai glukosa plasma masih belum dapat ditentukan dengan tegas, maka pengujian dapat diulangi pada hari yang berbeda (Triplitt, dkk., 2005).

Tabel 2.1 Diagnosis diabetes melitus

  Parameter Normal Gangguan Diabetes Melitus (mg/dl) (mg/dl) (mg/dl)

  Glukosa plasma < 100 100-125

  ≥ 126 puasa Glukosa plasma 2 jam setelah uji < 140 140-199

  ≥ 200 tolerensi glikosa

  2.5.4 Pengobatan Diabetes Melitus

  Pengobatan diabetes melitus pada dasarnya ada 3 hal yaitu diet, olah raga dan obat-obatan. Dalam penanggulangan diabetes melitus, obat hanya merupakan maksimal tidak berhasil mengendalikan kadar glukosa darah. Peranan diet dalam pengobatan diabetes sangat besar, oleh karena itu bila dengan diet saja tidak berhasil boleh diberikan insulin, sedang antidiabetik oral hanya diberikan pada penderita bila benar-benar dibutuhkan (Ganiswara, 1995). Obat yang sering digunakan dalam mengatasi penyakit diabetes melitus adalah insulin dan non insulin.

  a.

  Insulin (parentral) Pemberian insulin dilakukan apabila pankreas dari pasien tidak dapat bekerja memproduksi insulin secara maksimal. Insulin tidak dapat digunakan secara oral karena dirusak oleh enzim-enzim protease di lambung, maka selalu diberikan secara parentral.

  Insulin parentral ada 4 tipe: i. Rapid acting (reaksi cepat), contoh Aspart, onset 15-30 menit, puncak 1-2 jam, durasi 3-5 jam, durasi maksimum 5-6 jam. Lispro, onset 15-30 menit, puncak1-2 jam, durasi 3-4 jam, durasi maksimum 4-6 jam. ii. Short–acting (kerja singkat) contoh,Reguler, onset 0,5-1,0 jam, puncak 2-3 jam, durasi 3-6 jam, durasi maksimum 6-8 jam.

  iii.

   Intermediate–acting (kerja sedang) contoh, Lente, onset 3-4 jam, puncak 6-

  12 jam, durasi 12-18 jam, maksimum20 jam.6-10 jam, puncak 10-16 iv.

   Long-acting (kerja panjang) contoh, Ultralente, onset 6-10 jam, puncak 10- 16 jam, durasi 18-20 jam, durasi maksimum 24 jam (DiPiro, 2006). b.

  Obat antidiabetik oral Obat antidiabetik oral digolongkan menjadi beberapa golongan, yaitu i.

  Golongan sulfonilurea Golongan ini bekerja dengan merangsang produksi insulin pada sel ß pankreas untuk mempertinggi sekresi insulinnya. Oleh karena itu, obat golongan sulfonilurea ini hanya efektif pada penderita diabetes melitus tipe II yang sel-sel-ß pulau Langerhansnya masih dapat berfungsi karena merangsang sekresi insulin di pankreas. Obat-obat yang termasuk golongan sulfonylurea seperti klorpropamida, tolbutamid, glibenklamid, asetoheksamida dan lain-lain (Katzung, 1998). ii. Golongan biguanida

  Golongan biguanida berbeda dengan sulfonilurea karena tidak merangsang sekresi insulin. Golongan biguanida bagi penderita obesitas refrakter dimana hiperglikemianya disebabkan karena kerja insulin yang tidak efektif, sebagai terapi kombinasi dengan golongan sulfonilurea bila dengan sulfonilurea gagal diobati dan sebagai terapi kombinasi dengan insulin (Katzung, 1998). Golongan biguanida mempunyai mekanisme kerja sebagai berikut : mengurangi glukoneogenesis di hati, memperlambat absorbsi glukosa dari saluran pencernaan dan peningkatan penyerapan glukosa di jaringan perifer. iii.

  Penghambat α-glukosidase Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α- glukosidase di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia. Obat ini tidak menyebabkan hipoglikemia. Absorbsinya sangat sedikit dan efek samping utama adalah golongan ini adalah akarbose, pemakaiannya per oral sebagai obat aktif pada pengobatan penderita DMTI dan sebagai tambahan memungkinkan dengan insulin pada DMTI. Akarbose menghambat a glukosidase pada vili- vili usus sehingga menurunkan absorbsi glukosa. Tidak seperti obat oral hipoglikemik lainnya, akarbosa tidak merangsang pelepasan insulin dari pankreas (Mycek, 2001). iv. Golongan thiazolidinediones

  Thiazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai efek farmakologis meningkatkan sensitivitas insulin. Dapat diberikan secara oral.

  Obat ini bekerja dengan jalan mengurangi produksi glukosa di hati. Golongan obat ini baru mulai dicoba dan belum beredar di pasaran. Obat yang termasuk ke dalam golongan ini adalah pioglitazone dan rosiglitazone. v. Golongan miglitinida

  Kelompok obat terbaru ini bekerja menurut suatu mekanisme khusus yaitu mencetuskan pelepasan insulin dari pankreas segera sesudah makan.

  Miglitinida harus diminum sebelum makan dan karena resorpsinya cepat, maka mencapai kadar darah puncak dalam 1 jam. Insulin yang dilepaskan menurunkan glukosa darah secukupnya. Obat yang termasuk golongan miglitinida adalah repaglinida (Tan dan Raharja, 2002).

2.6 Penilaian Pengontrolan Glukosa

2.6.1 Metode Pengontrolan Glokusa

  Metoda yang digunakan untuk pengontrolan glukosa pada semua tipe diabetes adalah pengukuran glikat hemoglobin. Hemoglobin pada keadaan normal 120 hari masa hidup hemoglobin didalam eritrosit normalnya hemoglobin sudah mengandung glukosa. Bila kadar glukosa meningkat di atas normal, maka jumlah glikat hemoglobin juga akan meningkat karena pergantian hemoglobin yang lambat, nilai hemoglobin yang tinggi menunjukkan bahwa kadar glukosa darah tinggi selama 4 hari hingga 8 minggu.

2.6.2 Kadar glukosa Kadar glukosa serum puasa normal adalah 70 sampai 110 mg/dl.

  Hiperglikemi didefenisikan sebagai kadar glukosa puasa yang lebih tinggi dari 110 mg/dl, sedangkan hipoglikemi bila kadarnya lebih rendah dari 70 mg/dl.

  Glukosa difiltrasi oleh glomerulus ginjal dan hampir semuanya diabsorbsi oleh tubulus ginjal selama kadar glukosa dalam plasma tidak melebihi kadar ini. Jika glukosa keluar bersama urin, maka keluarnya glukosa dalam urin merupakan pertanda DM (Price dan Wilson, 2006).

2.7 Streptozotocin

  Streptozotocin dengan nama IUPAC 2-deoxy-2[(methylnitrosoamino)- carbony-L-amino)-D-glukopyranose] Memiliki rumus molekul C

  8 H

  15 N

  3 O

  7 dengan berat molekul 265,22.

  Streptozotocin adalah senyawa yang dihasilkan dari Streptomyces

acromogenes yang merupakan suatu senyawa nitroso urea analog glukosa.

  Streptozotocin mudah larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol dan keton. Dalam penelitian digunakan sebagai penginduksi diabetes pada hewan coba. Obat ini mempunyai spesifitas yang tinggi terhadap sel- β. Penyuntikan secara intraperitonial dosis 55 mg/kg bb, dosis tunggal akan menyebabkan hiperglikemia neoplasma dan antibiotik spektrum luas. Streptozotosin dapat secara langsung merusak masa kritis sel-

  β-Langerhans atau menimbulkan proses autoimun terhadap sel- β. Streptozotocin menginduksi diabetes pada berbagai spesies hewan sehingga menyerupai adanya hiperglikemik pada manusia. Efek ini secara ekstensif sudah kelihatan dengan adanya penurunan sel beta nicotinamide adenine dinucleotide (NAD+) dan menghasilkan perubahan histopatologi sel beta pankreas. Streptozotocin secara efektif dapat menginduksi diabetes pada kelinci yang ditandai dengan polidipsia, poliuria, polipagia dan hiperglikemia

  STZ menembus sel- β-Langerhans melalui tansporter glukosa GLUT 2. Aksi STZ intraseluler menghasilkan perubahan DNA sel-

  β pankreas. Alkilasi DNA oleh STZ melalui gugus nitrosourea mengakibatkan kerusakan pada sel-

  β pankreas. STZ merupakan donor NO (nitric oxide) yang mempunyai kontribusi terhadap kerusakan sel tersebut melalui peningkatan aktivitas guanil siklase dan pembentukan cGMP. NO dihasilkan sewaktu STZ mengalami metabolisme dalam sel. Selain itu, STZ juga mampu membangkitkan oksigen reaktif yang mempunyai peran tinggi dalam kerusakan sel-

  β-pankreas. Pembentukan anion superoksida karena aksi STZ dalam mitokondria dan peningkatan aktivitas xantin oksidase.

  Dalam hal ini, STZ menghambat siklus Krebs dan menurunkan konsumsi oksigen mitokondria. Produksi ATP mitokondria yang terbatas selanjutnya mengakibatkan pengurangan secara drastis nukleotida sel-

  β pancreas. Streptozocin adalah senyawa penghasil radikal Nitric Oxide dan radikal Hydroxil dalam jumlah besar. Streptozotocin menghasilkan efek sitotoksiknya melalui pemutusan spontan menjadi gugus pengalkilasi dan pengkarbonilasi. Obat ini khususnya ini mempengaruhi sel-sel pada semua tahap dalam siklus sel mamalia. Absorpsi dan sekresi streptozotocin diberikan secara parenteral setelah pemberian infus intravena 200-1600 mg/m2, konsentrasi puncak dalam plasma adalah 30-40 μg/ml. waktu paruh obat tersebut mendekati 15 menit. Hanya 10-20% dosis yang ditemukan kembali dalam urin (Goodman dan Gilman, 1998).

2.8 Metformin

  Rumus Metformin Hidroklorida (C

  4 H

  11 N 5 .HCl) dengan BM 165,6

  (Gambar 2.1). Pemerian Serbuk hablur putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau, higroskopik.

  Mudah larut dalam air, praktis tidak larut dalam eter dan dalam kloroforom, sukar larut dalam etanol.

Gambar 2.1 Rumus bangun Metformin.

  Metformin adalah obat hipoglikemik oral yang termasuk kedalam golongan biguanida. Penggunaan utama metformin untuk pengobatan pada DM tipe 2, terutama pada orang yang mengalami obesitas (Katzung, 2007).

  Kerjanya dalam menurunkan glukosa darah tidak menyebabkan ransangan sekresi insulin. Mekanisme kerjanya meliputi stimulasi glikolisis dan tidak langsung pada jaringan perifer dengan peningkatan pengeluaran glukosa dari darah, mengurangi glukoneogenesis hati, memperlambat absorbsi glukosa dari pengikatan insulin pada reseptor insulin (Katzung, 2007).

  Metformin mempunyai waktu paruh 1,5–3 jam, tak terikat protein plasma, tidak dimetabolisme dan diekskresi oleh ginjal sebagai senyawa aktif. Kerjanya pada glukoneogenesis di hati dan diduga mengganggu ambilan asam laktat oleh hati (Ediningsih, 2006).

  Metformin diabsorbsi dengan lambat dan tidak mengalami metabolisme dan dibersihkan dari tubuh dengan sekresi tubular dan diekskresikan lewat urin dalam bentuk yang tidak berubah. Metformin dikontra indikasikan untuk orang- orang dengan kondisi yang dapat meningkatkan resiko asidosis laktat (metabolik), termasuk kelainan ginjal (kadar kreatinin lebih dari 150 µmol/l), kelainan paru- paru dan hepar. Kegagalan jantung kongestif juga meningkatkan resiko asidosis laktat dengan metformin.

  Efek samping yang paling sering pada metformin yaitu kelainan pada gastrointestinal, termasuk diare, mual, muntah dan peningkatan flatus. Pontensial yang paling serius dari efek samping penggunaan metformin adalah asidosis laktat, meskipun begitu ini sangat jarang dan kebanyakan kasus berkaitan dengan kondisi komorbid.

Dokumen yang terkait

Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Daun Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) Pada Mencit Yang Diinduksi Streptozotocin

13 109 125

Efek Antidiabetes dari Ekstrak Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa L) terhadap Mencit yang Diinduksi Streptozotocin

7 63 129

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol Majakani (Quercus Infectoria G. Olivier) Terhadap Tikus Putih Yang Diinduksi Karagenan

0 0 27

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Morfologi tumbuhan

0 1 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Analisis Indeks Glikemik (IG) pada Nasi Campuran antara Beras (Oriza sp) dan Ubi Jalar (Ipomoea batatas L)

0 2 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Uji Efektivitas Antialergi Ekstrak Etanol Daun Nimba (Azadirachta indica A. Juss.) pada Mencit yang Diinduksi dengan Ovalbumin

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian tumbuhan - Uji Efek Antifertilitas Ekstrak Etanol Daun Pacing (Cheilocostus Speciosus (J. Koenig) C.D. Specht) Pada Mencit Betina

0 0 15

7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian tumbuhan

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Latihan Fisik - Pengaruh Pemberian Ekstrak Umbi Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.) terhadap Aktivitas Glutation Peroksidase (Gpx) dan Histopatologi Hepar Mencit (Mus musculus L.) yang Diberi Perlakuan Latihan Fisik Maksimal

0 0 35

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) Terhadap Penghambatan Karsinogenesis Mammae Mencit Betina Yang Diinduksi Benzo(α)piren

0 0 20