Sistem Informasi Desa dan Kawasan

Erik Triadi, dkk

Prakarsa Desa

Pengorganisasian SIDeKa (Sistem Informasi Desa dan Kawasan)

<jilid 1>

Penyunting : Erik Triadi, dkk Tata letak : Prasetyo Desain cover : Robby Eebor dan Sholeh Budi

Badan Prakarsa Pemberdayaan Desa dan Kawasan (Prakarsa Desa):

Gedung Permata Kuningan Lt 17 Jl. Kuningan Mulia, Kav. 9C Jakarta Selatan 12910

Jl. Tebet Utara III-H No. 17 Jakarta Selatan 10240 t/f. +6221 8378 9729 m. +62821 2188 5876

e. office@bp2dk.id w. www.prakarsadesa.id Cetakan Pertama, 2015

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Erik Triadi, dkk (penyunting) Pengorganisasian SIDeKa jilid 1 Cet. 1—Jakarta: 534 hal., 14x 20 cm ISBN: 978-602-0873-09-1 © Hak Cipta dilindungi undang-undang All Rights Reserved Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Erik Triadi, dkk (penyunting) Pengorganisasian SIDeKa jilid 1 Cet. 1—Jakarta: 534 hal., 14x 20 cm ISBN: 978-602-0873-09-1 © Hak Cipta dilindungi undang-undang All Rights Reserved

PENGANTAR

Pengembangan Sistem Informasi Desa dan Kawasan (SIDEKA) adalah langkah sejarah, dengan kandungan maksud menciptakan suatu cara baru menghadirkan negara. Konsepsi ini tentu saja bukan suatu konsepsi yang bersifat eksklusif, yang seakan-akan berdimensi “negara” (baca: pemerintah), melainkan suatu konsepsi yang didalamnya memuat pergerakan yang mengandalkan dua jalur sekaligus, yakni jalur kemasyarakatan dan jalur kenegaraan. Yag pertama mengandalkan prakarsa dari masyarakat sipil, dan yang kedua mengandalkan kerja pemerintahan, yang dijalankan sepenuhnya dengan kaidah demokrasi, keadilan social dan kemajuan. Segi dasar yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana menjadikan kedua jalur tersebut menjadi satu kesatuan pergerakan dengan arah yang sama. Hal ini berarti bahwa yang diharapkan oleh masyarakat sama dan sebangun dengan apa yang dilakukan oleh negara, dan demikian sebaliknya.

Kata kunci untuk itu semua adalah pengorganisasian. Pengalaman bangsa Indonesia sendiri mengajarkan bahwa suatu keadaan baru yang diinginkan masyarakat, hanya mungkin diwujudkan jika dan hanya jika seluruh rakyat ambil bagian dalam Kata kunci untuk itu semua adalah pengorganisasian. Pengalaman bangsa Indonesia sendiri mengajarkan bahwa suatu keadaan baru yang diinginkan masyarakat, hanya mungkin diwujudkan jika dan hanya jika seluruh rakyat ambil bagian dalam

kancah perjuangan. Rumus ini mensyaratkan bahwa untuk mencapai maksud yang besar dan bermakna, dan memiliki dimensi perubahan mendasar, maka tiada pilihan lain, kecuali melibatkan rakyat secara keseluruhan – tentu saja dengan porsi masing-masing, atau dengan jenis sumbangan yang berbeda pada setiap elemennya. Namun, hal tersebut, tidak mengubah syarat, bahwa keterlibatan keseluruhan menjadi mutlak. Bagaimana hal tersebut dimungkinkan? Pengorganisasian adalah jawaban utamanya.

Mengapa demikian? Dalam hal ini kita berurusan dengan tiga hal sekaligus, yakni: Pertama, berkait dengan pengetahuan dan kesadaran. Rakyat hanya akan dapat terlibat secara utuh, apabila terbangun suatu kesadaran baru di kalangan rakyat – bahwa tidak mungkin suatu perubahan mendasar berlangsung, apabila rakyat hanya berpangku tangan di rumah saja. Kedua, berkait dengan kemampuan dan keterlibatan kongkrit. Kesadaran yang baik dan nyata adalah kesadaran yang mendorong kemamuan dan perbuatan. Dan ketiga, berkait dengan pilihan-pilihan langkah, yang secara demikian adalah suatu jenis ketrampilan untuk menyusun langkah yang sedemikian rupa sehingga seluruh warga dapat ambil bagian.

Badan Prakarsa Desa sangat concern dengan bab tentang pengorganisasian. Untuk karena itu, sejumlah naskah diterbitkan, dan pada khususnya penerbitan naskah perihal pengorganisasian – dalam mana pada bagian lain, diterbitkan naskah yang diposisikan sebagai Pedoman Pandu Desa. Dalam hal pengorganisasian, diterbitkan dua jenis buku – tetapi kesemuanya tetap diletakkan sebagai naskah awal, yang pada waktunya akan diterbitkan naskah yang lebih utuh, yakni naskah yang didasarkan pada riset khusus, dan dalam penulisannya melibatkan kalangan yang lebih luas. Naskah yang dimaksud adalah: Pertama, naskah yang memuat Badan Prakarsa Desa sangat concern dengan bab tentang pengorganisasian. Untuk karena itu, sejumlah naskah diterbitkan, dan pada khususnya penerbitan naskah perihal pengorganisasian – dalam mana pada bagian lain, diterbitkan naskah yang diposisikan sebagai Pedoman Pandu Desa. Dalam hal pengorganisasian, diterbitkan dua jenis buku – tetapi kesemuanya tetap diletakkan sebagai naskah awal, yang pada waktunya akan diterbitkan naskah yang lebih utuh, yakni naskah yang didasarkan pada riset khusus, dan dalam penulisannya melibatkan kalangan yang lebih luas. Naskah yang dimaksud adalah: Pertama, naskah yang memuat

dasar-dasar pengorganisasian, dalam uraian yang lebih umum (di bawah tajuk: Pedoman Umum Pengorganisasian) dan Kedua, naskah yang merupakan kumpulan tulisan dari para Pandu Desa, yang didalamnya termuat pandangan dan rencana para Pandu dalam melakukan pengorganisasian SIDEKA. Besar harapan bahwa dengan penerbitan ini, diperoleh respon balik, dan juga pemikiran- pemikiran baru yang lebih segar, yang dengan itu, kita benar-benar akan memiliki teknik-teknik baru pegorganisasian, dan pada gilirannya hasil yang baru.

Semoga. Jakarta, April 2015.

daf tar isi

DAFTAR ISI

Pengantar ~~~ v

Bab SATU

‰ IPAN ZULKIFRI [Tasikmalaya – Jawa Barat] ~~~ 3 ‰

SOLIHIN NURODIN [Tasikmalaya – Jawa Barat] ~~~ 6 ‰

LORANITA [Belitung Timur - Bangka Belitung] ~~~ 12 ‰

YUSUF HAD [Dompu – Nusa Tenggara Barat] ~~~ 16 ‰

AJI SAHDI SUTISNA [Lebak - Banten] ~~~ 21 ‰

JUNIAR SUNDARA [Ciamis – Jawa Barat] ~~~ 32 ‰

GAGAN GANI RACHMAN [Garut – Jawa Barat] ~~~ 35 ‰

DEDE WAHYU [Pangandaran – Jawa Barat] ~~~ 39 ‰

BAYU PERMANA [Sukabumi – Jawa Barat] ~~~ 43 ‰

KIKIS KIRWONO [Banyumas – Jawa Tengah] ~~~ 48 ‰

AKHMAD FADLI [Cilacap – Jawa Tengah] ~~~ 58 ‰

FN TRI GUNAWAN [Wonosobo – Jawa Tengah] ~~~ 65 FN TRI GUNAWAN [Wonosobo – Jawa Tengah] ~~~ 65

‰ DESKA TRI MARTHA PUSPITASARI [Blora – Jawa Tengah] ~~~ 71

ENY LESTYORINI [Sragen – Jawa Tengah] ~~~ 74

‰ KUNTHI HESTIWININGSIH [Sleman – Yogyakarta] ~~~ 77 ‰

KURNIA RAHMANI [Jember – Jawa Timur] ~~~ 81

YOSEP RUSPENDI [Ngawi – Jawa Timur] ~~~ 85

‰ TJUT ZAKIYAH ANSHARI [Tulungagung – Jawa Timur] ~~~ 89

‰ HIDAYAT MUHAMMAD [Deli Serdang – Sumatera Utara] ~~~ 93

‰ PANDONG SPENRA [Darmasraya – Sumatera Barat] ~~~ 102 ‰

MUTHIA ULFAH [Pesisir Selatan – Sumatera Barat] ~~~ 106 ‰

HISAM SETIAWAN [Indragiri Hilir – Riau] ~~~ 112

‰ NENDRA ILYADI [Natuna – Kepulauan Riau] ~~~ 116 ‰

SRI SUMARYANI [Ogan Komering Ilir – Sumatera Selatan] ~~~ 121

‰ ROSMALA DEWI, SE [Bengkulu Utara – Bengkulu] ~~~ 125 ‰

ASEP NURONI [Cianjur – Jawa Barat] ~~~ 129 ‰

KUSWARI [Purbalingga – Jawa Tengah] ~~~ 132

‰ IRAWAN SARJONO [Pemalang – Jawa Tengah] ~~~ 136 ‰

ROZIKIN [Batang – Jawa Tengah] ~~~ 139 ‰

MOH. ALI MUSTOFA [Demak – Jawa Tengah] ~~~ 143 ‰

SAMSUL MA’ARIF [Klaten – Jawa Tengah] ~~~ 148

AT ERIK TRIADI [Bantul – D. I. Yogyakarta] ~~~ 152 AT ERIK TRIADI [Bantul – D. I. Yogyakarta] ~~~ 152

‰ KADEK SUARDIKA [Gianyar – Bali] ~~~ 156 ‰

I PUTU HERY INDRAWAN [Buleleng – Bali] ~~~ 162 ‰

UMBU KALEDI DEMU [Kupang – Nusa Tenggara Timur] ~~~ 167

‰ ELVIRA [Sumba – Nusa Tenggara Timur] ~~~ 173 ‰

DEMAN HURI [Kubu Raya – Kalimantan Barat] ~~~ 180 ‰

ALFIATUL LAILI [Katingan – Kalimantan Tengah] ~~~ 184

‰ ARI RAHMAN [Hulu Sungai Selatan – Kalimantan Selatan] ~~~ 188

‰ YUSTINUS SAPTO HARDJANTO [Kutai Timur – Kalimantan Timur] ~~~ 193

‰ TRI SETYO WALUYO [Bulungan – Kalimantan Utara] ~~~ 197

‰ SYAHRIBULAN PALEMMA [Bantaeng – Sulawesi Selatan] ~~~ 202

‰ NURYANTI [Polewati Mandar – Sulawesi Barat] ~~~ 210 ‰

FITRIA SARI [Banggai Kepulauan – Sulawesi Tengah] ~~~ 216

IBRAHIM AWANI [Konawe – Sulawesi Tenggara] ~~~ 220

‰ JANNY H. F ROTINSULU [Minahasa Utara – Sulawesi Utara] ~~~ 224

‰ DANNY ALBERT ROGI [Boalemo – Gorontalo] ~~~ 229 ‰

RUSLI DJALIL [Halmahera Utara – Mauluk Utara] ~~~ 232

‰ MARKUS BINUR [Sorong – Papua Narat] ~~~ 239 ‰

SOETARDJO PS [Ciamis – Jawa Barat] ~~~ 243 SOETARDJO PS [Ciamis – Jawa Barat] ~~~ 243

‰ CHARLES IMBIR [Raja Ampat – Papua Barat] ~~~ 253 ‰

MURPHY KUHU [Minahasa – Sulawesi Utara] ~~~ 257 ‰

MUHAMMAD SYAFE’I [Pemda Belitung Timur] ~~~ 262 ‰

SASTRA WIJAYA [Pemda Belitung Timur] ~~~ 266

‰ JIMMY TANGGUPATI [Kupang – Nusa Tenggara Timur] ~~~ 270

Bab DUA

‰ AGUS GUNTORO [[Pringsewu dan Lampung Tengah – Lampung] ~~~ 275

AKHMAD FADLI [Cilacap – Jawa Tengah] ~~~ 260

‰ ALFIATUL LAILI [Katingan – Kalimantan Tengah] ~~~ 284 ‰

MOHAMAD ALI MUSTOFA [Demak – Jawa Tengah] ~~~ 287 ‰

ARI RAHMAN [Tanah Bumbu dan Hulu Sungai Selatan – Kalimantan Selatan] ~~~ 293

‰ ASEP NURONI [Cianjur – Jawa Barat] ~~~ 297 ‰

AMRULLAH [Kabupaten Majalengka – Jawa Barat] ~~~ 301 ‰

BAYU PERMANA [Sukabumi – Jawa Barat] ~~~ 304

‰ DANNY ALBERT ROGI [Boalemo – Gorontalo] ~~~ 308 ‰

DEDE WAHYU [Pangandaran – Jawa Barat] ~~~ 311

‰ DESKA TRI MARTHA PUSPITASARI [Blora – Jawa Tengah] ~~~ 315

ELVIRA [Sumba – Nusa Tenggara Timur] ~~~ 318

AT ERIK TRIADI [Bantul – D. I. Yogyakarta] ~~~ 322 AT ERIK TRIADI [Bantul – D. I. Yogyakarta] ~~~ 322

‰ FITRIA SARI [Banggai Kepulauan – Sulawesi Tengah] ~~~ 326

‰ FN TRI GUNAWAN [Temanggung dan Wonosobo – Jawa Tengah] ~~~ 329

‰ GAGAN GANI RACHMAN [Garut – Jawa Barat] ~~~ 335 ‰

Ir. HASAN MOHAMAD [Gorontalo – Gorontalo] ~~~ 341 ‰

MUHAMMAD HIDAYAT [Deli Serdang – Sumatera Utara] ~~~ 344

‰ HISAM SETIAWAN [Pelalawan dan Indragiri Hilir – Riau] ~~~ 352

IBRAHIM AWANI [Konawe – Sulawesi Tenggara] ~~~ 355

‰ IPAN ZULKIFRI [Tasikmalaya – Jawa Barat] ~~~ 359 ‰

IRAWAN SARJONO [Pemalang – Jawa Tengah] ~~~ 362 ‰

KADEK SUARDIKA [Gianyar – Bali] ~~~ 367 ‰

KUNTHI HESTIWININGSIH [Sleman – Yogyakarta] ~~~ 371

‰ LORANITA [Belitung Timur – Bangka Belitung] ~~~ 375 ‰

MURPHY E. K. KUHU [Minahasa – Sulawesi Utara] ~~~ 379

MUTHIA ULFAH [Pesisir Selatan – Sumatera Barat] ~~~ 383

‰ NENDRA ILYADI [Natuna – Kepulauan Riau] ~~~ 387 ‰

NURYANTI [Polewati Mandar dan Mamasa – Sulawesi Barat] ~~~ 391

‰ RIFKY INDRAWAN [Pesawaran dan Tanggamus – Lampung] ~~~ 395

‰ ROEDY RUSTAM [Pangkajene Kepulauan – Sulawesi Selatan] ~~~ 400 ‰ ROEDY RUSTAM [Pangkajene Kepulauan – Sulawesi Selatan] ~~~ 400

‰ ROSMALA DEWI, SE [Bengkulu Utara – Bengkulu] ~~~ 405 ‰

ROZIKIN [Batang – Jawa Tengah] ~~~ 408 ‰

RUSLI DJALIL [Halmahera Utara – Mauluk Utara] ~~~ 412 ‰

SAID BANTENG [Bolaang Mongondow Utara – Sulawesi Utara] ~~~ 418

SAMSUL MA’ARIF [Klaten – Jawa Tengah] ~~~ 426

SIFAH S. Y. NURLETTE [Ambon – Maluku] ~~~ 431

‰ SOLIHIN NURODIN [Tasikmalaya – Jawa Barat] ~~~ 433 ‰

SRI SUMARYANI [Ogan Komering Ilir – Sumatera Selatan] ~~~ 438

‰ SOETARDJO PS [Sukabumi, Ciamis, Tasikmalaya, Garut dan Majalengka – Jawa Barat] ~~~ 441

‰ TRI SETYO WALUYO [Bulungan – Kalimantan Utara] ~~~ 449

YOSEP RUSPENDI [Madiun, Ngawi, Magetan – Jawa Timur] ~~~ 455

‰ YUSTINUS SAPTO HARDJANTO [Kutai Timur – Kalimantan Timur] ~~~ 460

‰ YUSUF HAD [Dompu – Nusa Tenggara Barat] ~~~ 464 ‰

TJUT ZAKIYAH ANSHARI [Tulungagung – Jawa Timur] ~~~ 469

LAURENS GERALD WOMSIWOR [Papua] ~~~ 473

‰ ENY LESTYORINI, ST [Sragen – Jawa Tengah] ~~~ 476 ‰

FILEP YUNUS PAUL IMBIR [Raja Ampat – Papua Barat] ~~~ 479 FILEP YUNUS PAUL IMBIR [Raja Ampat – Papua Barat] ~~~ 479

‰ JUNIAR SUNDARA [Ciamis – Jawa Barat] ~~~ 485 ‰

AJI SAHDI SUTISNA [Lebak - Banten] ~~~ 489 ‰

SYAHRIBULAN PALEMMA [Bantaeng dan Takalar – Sulawesi Selatan] ~~~ 493

‰ PANDONG SPENRA [Dharmasraya – Sumatera Barat] ~~~ 499

‰ KURNIA RAHMANI [Jember – Jawa Timur] ~~~ 501 ‰

KUSWARI [Purbalingga – Jawa Tengah] ~~~ 505 ‰

YERMIAS TANGGUPATI [Kupang – Nusa Tenggara Timur] ~~~ 510

‰ MUHAMMAD DAHLAN [Pidie – Aceh] ~~~ 514

Bab SATU

bab satu

IPAN ZULKIFRI

ipanzulfikri@gmail.com [Tasikmalaya – Jawa Barat]

Pandangan Saya tentang UU Desa

Kelahiran undang-undang desa menjadi pintu masuk perubahan terhadap pembangunan desa, Dengan lahirnya UU, desa kini punya porsi untuk mengatur hidup dan kehidupannya sesuai potensi yang ada di daerahnya.

Hal yang penting menurut saya dalam pembangunan desa, adalah menjadikan desa itu sendiri, dengan hak asal usul dan hak tradisional warisan para pendahulunya.

Dengan memegang budaya yang diwariskan oleh pala lelurnya ini sebenarnya itu kekuat terbesar desa dalam pembaruan desa.

Saya belajar dari beberapa desa yang mereka sadar akan kelemahan, dan kelemahan itu menjadikan kekuatan bagi mereka, dan pada akhinya mereka bisa berhasil membuat pembaruan desa.

Dari pelajaran tersebut saya berkesimpulan bahwa desa itu bisa maju ketika desa tersebut faham potensi dan masalah yang dihadapinya, kemudian desa tersebut punya visi programatik yang sederhana, nyata, bisa dilaksanakan dan bersifat terus-menerus, kemudian pelembagaan yang koordinatif, visioner, berjalan Dari pelajaran tersebut saya berkesimpulan bahwa desa itu bisa maju ketika desa tersebut faham potensi dan masalah yang dihadapinya, kemudian desa tersebut punya visi programatik yang sederhana, nyata, bisa dilaksanakan dan bersifat terus-menerus, kemudian pelembagaan yang koordinatif, visioner, berjalan

bersama dengan program, karena posisi kelembagaan ini yang menjadi motor partisifatif warga dalam membangun, dan Revolusi mental, dalam artian bongkar pasang mental membangun di desa tersebut, yang biasanya nyontek program dari desa yang lain, dan lebih sering menunggu program pemerintah yang diatasnya, menjadi desa yang kreatif yang bisa mandiri dan memaksimalkan potensi .

Pandangan Saya tentang SIDeKa

Di era digital ini peran teknologi sangatlah penting, dan merupakan penunjang penting dalam setiap momen dan kepentingan, begitu pula bagi pemerintah desa.

Sistem informasi desa menurut saya merupakan salah satu faktor penting dalam pelaksanaan tugas desa, selain itu juga penting dalam membangun suprastruktur desa, seperti informasi, tradisi, hukum, undang undang, etika , dan Ilmu pengetahuan.

Dengan adanya SIDeKa Ini kepala desa selaku Pemerintah desa memanfaatkan media ini sebagi fasilitas pelayanan terhadap masyarakat supaya lebih cepat, serta media kerja sama dalam membangun desa.

Warga masyarakat juga harus berperan aktif dalam SIDeKa ini, mereka harus berparisipasi dalam menjalankan media ini. Selain itu mereka juga harus memanfaatkan media ini sebagi pengenalan potensi yang mereka miliki baik secara ekonomi maupun tradisi.

Pendamping desa juga harus memaksimalkan kemampuan supasa SID ini menjadi mahluk yang bisa menjadi teman Desa dan masyarakt desa dalam sistem pemeriantahan dan dalam sistem kemasyarakatan, selain itu juga harus bisa menjadikan media ini sebagai kendaraan yang bisa di tunggangi siapa saja .

bab satu

Segi-segi yang harus dikuasai

Mental dan pengetahuan tentang karakter desa, dasar hukum, adaptasi, teknik komunikasi pada masyarakat, pengetahuan tradisi lokal

Rencana Kerja

1. Agitasi/Propaganda/Kampanye. Dengan Melakukan Agitasi/Kampanye ini diharapkan terbangunya atmosf ir pentingnya SIDeKa. Agitasi/ Propaganda/Kampanye ini saya mulai dengan pertemuan di lingkungan pemerintahan desa, kemudian berlanjut ke pertemian sector RT. Agenda pertemuannya selain memberikan penjelasan SIDeKa, juga menyerap potensi dan masalah yang bisa mempengaruhi program

2. Taktik Strategi

Menysun rencana kerja setelah mendapat informasi Masalh dan potensi, kemudian dibuatkan rancangan solusi

3. Mengadakan Pertemuan Besar

Pertemuan ini dihadiri seluruh warga dan mebahas tentang proses kerja dan manfaat SIDeKa bagi Pembangunan desa- desa Pertemuan ini dihadiri seluruh warga dan mebahas tentang proses kerja dan manfaat SIDeKa bagi Pembangunan desa- desa

SOLIHIN NURODIN

nurodin_81@yahoo.com [Tasikmalaya – Jawa Barat]

JALAN MENUJU KEDAULATAN DESA Melalui Sistem Inforasi Desa dan Kawasan (SIDeKa)

Undang-undang nomer 6 tahun 2014 tentang desa telah menempatkan desa pada posisi yang tepat. Disebutkan bahwa desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyaakat setempat berdasrkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan atau tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Definisi desa yang tertuang dalam UU no 6 tahun 2014 menegaskan bahwa desa termasuk daerah otonom yang memiliki kewenangan untuk mengurus rumah tangga pemerintahan sendiri. Dengan sangat detil peran desa telah dijabarkan dalam undang- undang yang dirumuskan DPR RI tahun 2013 itu. Dari 122 pasal terdapat 5 pasal yang sangat dinantikan oleh desa yakni pasal 71-75 tentang keuangan desa. Tentu hal itu jangan menjadi uporia lepas kendali yang akan berdampak pada kelamnya peradaban desa, yang selama ini cukup banyak kelompok yang meragukan akan Definisi desa yang tertuang dalam UU no 6 tahun 2014 menegaskan bahwa desa termasuk daerah otonom yang memiliki kewenangan untuk mengurus rumah tangga pemerintahan sendiri. Dengan sangat detil peran desa telah dijabarkan dalam undang- undang yang dirumuskan DPR RI tahun 2013 itu. Dari 122 pasal terdapat 5 pasal yang sangat dinantikan oleh desa yakni pasal 71-75 tentang keuangan desa. Tentu hal itu jangan menjadi uporia lepas kendali yang akan berdampak pada kelamnya peradaban desa, yang selama ini cukup banyak kelompok yang meragukan akan

kemampuan desa untuk mengelola anggaran yang cukup besar. Sebagai penangkal dari keraguan undang-undang yang di undangkan pada pada tanggal 15 Januari 2014 telah menyiapkan antinya dengan membunyikan keterbukaan sebagai asas dalam penyelenggaraaan pemerintaha desa (pasal 24 hurup d) serta pasal

86 tentang sistem informasi pembangunan desa dan pembangunan kawasan perdesaan.

Mengingat undang-undang no 6 ini buah dari harapan warga desa selama ini, maka menjadi sangat penting untuk mengawal proses implementasinya supaya menjadi jalan menuju kedaulatan desa. Dalam upaya mejelajahi jalan itu penting bagi semua pihak untuk memahami secara detil dari substansi undang-undang tersebut.

Sistem Informasi Desa dan Kawasan menjadi salah satu alat yang sangat penting dalam mewujudakan kedaulatan desa. Kondisi yang selama ini berjalan secara manual telah menjadikan peroses pembangunan desa sangat lamban dan tidak merata, kondisi desa tertinggal jauh oleh kota. Dengan adanya sistem informasi berbasis internet akan membaivas perjalanan desa untuk meraih cita-citanya.

Untuk mengimplementasikan SIDeKa harus menggunakan pendekatan pemberdayaan, dimana pemerintahan dan masyarakat desa menjadi subjek bukan objek. Pola pembangunan berbasis partisipatip terbukti telah secara perlahan menumbuhkan kesadaran masyarakat akan kebutuhan mereka. Dalam upaya tersebut harus ada kesinambungan anatara pemerintah, pemerintah daerah, pemerintah desa, masyarakat dan pendamping desa.

Pemerintahan baik pusat ataupun daerah harus konsisten dalam menjalankan undang-undang dalam rangka mempercepat terwujudanya sistem informasi desa dan kawasan. Yang harus Pemerintahan baik pusat ataupun daerah harus konsisten dalam menjalankan undang-undang dalam rangka mempercepat terwujudanya sistem informasi desa dan kawasan. Yang harus

dilakukan oleh pemerintah meliputi penguatan regulasi, menyiapakan infrastruktur jaringan, pengadaan hadwer, pelatihan secara berjenjang, menyiapkan tenaga pendamping, pemeliharaan jaringan dan mengakomodir potensi dan masalah berdasarkan hasil informasi yang terjadi di desa dan kawasan.

Pemerintah desa harus menyiapkan sumber daya manusia / kader yang siap menjalankan sistem informasi desa dan kawasan, regulasi desa (perdes, perkades, peraturan bersama) serta menyiapakan data yang akurat dan update tentang potensi dan masalah desa.

Masyarakat harus terlibat dalam pemanfaatan dan pemeliharaan sistem informasi desa dan kawasan. Sehingga semua awarga berhak mengisi dan mendapatkan informasi.

Pendamping desa harus memiliki keahlian di bidang sistem informasi dan komunikasi, sehingga mampu membantu pemerintah desa dan kader desa dalam menjalankan sistem informasi masi desa dan kawasan. Pendamping berperan sebagai guru, motivator, inovator dan creator.

Supaya bisa menjalankan tugas pendampingan dalam bidang sistem informasi desa dan kawasan, pendamping harus memiliki kemampuan dibidang komunikasi, sosialisasi, adaptasi, lidersip, serta teknik informasi dan komunikasi.

0 Kemampuan komunikasi Yang dimaksud kemampuan komunikasi adalah kemampuan seorang pendamping untuk mengkomunikasikan maksud dan tujuan serta cara kerja SIDeKa kepada pemerintah daerah, pemerintah desa dan masyarkat sehingga SIDeKa bisa berfungsi sebagai alat untuk mempercepat peroses pembangunan desa.

bab satu

0 Kemampuan adaptasi Yang dimaksud dengan kemampuan adaptasi adalah pendamping desa harus mampu menyesuaikan diri dengan kebiasaan, budaya serta adat istiadat masyarakat. Sehingga masyarakat dapat menerima keberadaan pendamping dan mau menjalankan SIDeKa.

0 Kemampuan sosialisasi Yang dimaksud kemapuan sosialisasi adalah pendamping harus mampu bersosialisasi denga semua kalangan masyarakat sehingga SIDeKa akan mudah dipahami dan diimplementasikan.

0 Kemampuan lidership Yang dimaksud kemampuan lidership adalah pendmping desa harus mampu mengorganisir semua komunitas yang terlibat dalam implementasi SIDeKa. Sehingga terbentuk sistem managemen yang baik dalam peroses tata kelola SIDeKa di tingkat desa.

0 Kemampuan teknik informasi dan komnikasi Yang dimaksud dengan Kemampuan teknik informasi dan komnikasi pendamping harus memahami secara teknis baik software maupun hardware yang berhubingan dengan sistem informasi dan komunikasi.

Untuk memiliki kemampuan seperti di atas pendamping harus terus belajar, berlatih, membangun jaringan serta mendapatkan pelatihan secara bertahap dan berkelanjutan.

Oleh karena itu, saya berharap dan menyrankankan kepada Badan Prakarsa Pemberdayaan Desa dan Kawasan untuk melakukan hal-hal berikut:

1. Melakukan pembinaan dan pelatihan teknis secara bertahap 1. Melakukan pembinaan dan pelatihan teknis secara bertahap

dan berkelanjutan kepada pendamping.

2. Melakukan pembinaan dan pelatihan teknis secara bertahap dan berkelanjutan kepada pemerintah dan oprator/kader desa.

3. Membekali pendamping dengan perangkat (hadwer dan sofwar) yang memadai

4. Melindungi pendamping dengan regulasi yang kuat

5. Memfasilitasi pemerintah daerah agar memiliki station room sebagai pusat kendali sistem informasi dan komunikasi desa dan kawasan di tingkat kabupaten.

6. Memfasilitasi hasil informasi desa sebagai bahan pembuatan anggaran pembangunan desa.

Sebagai langkah implementasi untuk mewujudakan sistem informasi desa dan kawasan perlu dilakukan tahapan sebagai berikut:

1. Sosialisasi Sosialisasi dilakukan secara berjenjang di tingkat kabupaten dan desa

2. Pengorganisasian Dibentuk klaster perzona untuk memudahkan peroses pelatihan dan pembinaan

3. Pelatihan · Pelatihan dasar · Pelatihan lanjutan

4. Pengkajian keadaan desa dan kawasan Mengidentifikasi dan mendata keberadaan desa (potensi dan masalah)

5. Pemetaan desa dan kawasan Mengelompokan potensi dan masalah sesuai kategori 5. Pemetaan desa dan kawasan Mengelompokan potensi dan masalah sesuai kategori

6. Penggunaan SIDeKa · Menyiapkan inprastruktur jaringan · Menyiapkan hardware /perangkat keras · Menyiapkan software / perangkat lunak · Instalasi program SIDeKa · Menginput data · Mengintegrasikan data desa kedalam data pemerintah

daerah dan pusat · Menjadikan data SIDeKa sebagai data dasar

pembangunan di setiap tingkatan.

pengorganisasian sideka 1

LORANITA

loranitanya@yahoo.com [Belitung Timur - Bangka Belitung]

1. Bila terlintas kata Desa, yang terfikirkan adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asalusul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yang dimana dalam setiap desa itu sendiri dipimpin oleh seorang Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di tingkat desa. Dan di setiap Desa terdapat peraturan yang telah disusun dalam undang- undang serta adat istiadat masing-masing desa.

UU no 6 tentang desa Tahun 2014 yang terdiridari 16 BAB dan 122 Pasal memiliki substansi yang terdiri dari : KETENTUAN UMUM, KEDUDUKAN DESA DAN JENIS DESA, PENATAAN DESA, KEWENANGAN DESA, PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA, HAK DAN KEWAJIBAN DESA DAN MASYARAKAT DESA, PERATURAN DESA, KEUANGAN DESA DAN ASET DESA, PEMBANGUNAN DESA DAN KAWASAN PERDESAAN, BADAN USAHA MILIK DESA, KERJASAMA DESA, LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN LEMBAGA ADAT DESA, KETENTUAN KHUSUS DESA ADAT, UU no 6 tentang desa Tahun 2014 yang terdiridari 16 BAB dan 122 Pasal memiliki substansi yang terdiri dari : KETENTUAN UMUM, KEDUDUKAN DESA DAN JENIS DESA, PENATAAN DESA, KEWENANGAN DESA, PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA, HAK DAN KEWAJIBAN DESA DAN MASYARAKAT DESA, PERATURAN DESA, KEUANGAN DESA DAN ASET DESA, PEMBANGUNAN DESA DAN KAWASAN PERDESAAN, BADAN USAHA MILIK DESA, KERJASAMA DESA, LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN LEMBAGA ADAT DESA, KETENTUAN KHUSUS DESA ADAT,

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN, KETENTUAN PERALIHAN, KETENTUAN PENUTUP.

Langkah-langkah untuk memperkuat desa dalam menempuh jalan pembaruan desa mengacu pada substansi yang ada antara lain dapat dilakukan dengan memperkuat badan kerjasama antar desa dimana desa-desa yang masih dalam satu kecamatan harus bisa bersinergi untuk dapat saling memajukan desa masing-masing. Selain itu langkah-langkah untuk menempuh jalan pembaruan desa tidak lain adalah dengan peningkatan keahlian para kader desa dimana selain mereka terampil dalam hal administrasi mereka juga harus dan wajib memahami tupoksi mereka masing-masing serta mereka terampil serta cakap dalam pengolahan data yang berbasis komputerisasi. Karena agar mempermudah pengolahan data yang ada maka sebaiknya data-data tersebut dapat diolah dan disimpan dalam database sehingga dapat mempercepat kinerja dan mengef isienkan waktu dalam hal pengolahan data. Selain itu kelengkapan data pun sangatlah diharapkan sehingga mempermudah dalam pengaksesan dan pemanfaatan data tersebut.

2. Pandangansaya mengenai SIDeKa dalam konteks pemberdayaan desa sangatlah penting perannya. Hal ini mengacu pada zaman yang sudah semakin canggih dan teknologi zaman sekarang yang sudah semakin terdepan dan semakin mudah untuk dipahami penggunaannya. Dengan adanya SIDeKa ini diharapkan proses tahapan yang akan dilalui dalam pembangunan desa maupun pengolahan data yang ada bisa lebih efisien dan akurat antara data yang ada di desa, di kecamatan, di kabupaten, di provinsi maupun yang ada di pusat. Dengan adanya program SIDeKa ini diharapkan desa mampu untuk menentukan kebutuhan mereka, bagaimana 2. Pandangansaya mengenai SIDeKa dalam konteks pemberdayaan desa sangatlah penting perannya. Hal ini mengacu pada zaman yang sudah semakin canggih dan teknologi zaman sekarang yang sudah semakin terdepan dan semakin mudah untuk dipahami penggunaannya. Dengan adanya SIDeKa ini diharapkan proses tahapan yang akan dilalui dalam pembangunan desa maupun pengolahan data yang ada bisa lebih efisien dan akurat antara data yang ada di desa, di kecamatan, di kabupaten, di provinsi maupun yang ada di pusat. Dengan adanya program SIDeKa ini diharapkan desa mampu untuk menentukan kebutuhan mereka, bagaimana

caramemenuhi kebutuhan mereka dan bagaimana cara untuk memanfaatkan hasil dari kebutuhan mereka yang sudah direalisasikan. Sehingga pembangunan desa dan pemberdayaan desa tepat guna dan tepat sasaran. Yang harus dilakukan oleh pihak desa dalam menanggapi dan menggunakan SIDeKa ini adalah menyiapkan SDM yang bisa menunjang penerapan program SIDeKa ini agar penerapannya lebih efektif dan efisien. Serta didukung oleh teknologi yang sesuai dengan konten serta dukungan dari warga desa itu sendiri.

Warga desa pun harus mulai terbuka dan ingin belajar untuk mengerti bagaimana program SIDeKa ini agar bisa berjalan sesuai dengan harapan karena hasilnya juga untuk kepentingan mereka. Yang harus dilakukan oleh pendamping adalah memberikan pendampingan kepada masyarakat desa bagaimana efektifitas yang bisa dihasilkan jika program SIDeKa ini berhasil diterapkan, serta pendampingan kepada masyarakat mengenai pemanfaatan serta penggunaan dari pendukung program SIDeKa ini. Akan tetapi pendamping pun harus terampil terlebih dahulu sebelum mereka terjun untuk mendampingi warga desa untuk sama-sama menerapkan program SIDeKa ini.

3. Menurut saya, yang saya butuhkan dalam hal menunjang efektifitas kinerja program SIDeKa ini agar bisa mencapai hasil sesuai dengan ekspetasi yang dimaksud adalah dengan pembekalan yang diberikan oleh tenaga terampil dan tenaga ahli kepada kami para pendamping. Sehingga sebelum kami terjun untuk mendampingi maka kami terlebih dahulu butuh untuk mendapatkan pembekalan. Saran yang dapat saya sampaikan adalah dengan adanya penerapan program SIDeKa ini agar aplikasi-aplikasi yang nantinya akan digunakan dalam program agar dapat dibuat sesederhana mungkin 3. Menurut saya, yang saya butuhkan dalam hal menunjang efektifitas kinerja program SIDeKa ini agar bisa mencapai hasil sesuai dengan ekspetasi yang dimaksud adalah dengan pembekalan yang diberikan oleh tenaga terampil dan tenaga ahli kepada kami para pendamping. Sehingga sebelum kami terjun untuk mendampingi maka kami terlebih dahulu butuh untuk mendapatkan pembekalan. Saran yang dapat saya sampaikan adalah dengan adanya penerapan program SIDeKa ini agar aplikasi-aplikasi yang nantinya akan digunakan dalam program agar dapat dibuat sesederhana mungkin

dalam hal penggunaan dan pemahamannya akan tetapi tidak terlepas dari fungsi yang diharapkan untuk mencapai hasil yang maksimal. Mengapa sistem yang dibangun sesederhana mungkin? Jawabannya agar sistem dan aplikasi tersebut bisa dengan mudah untuk diterapkan dan diakses oleh pengguna agar apa yang kita harapkan dari sistem yang dibangun dapat tercapai sesuai dengan ekspetasi.

Rencana kongkrit dalam penerapan program SIDeKa adalah dengan lansung turun ke desa-desa untuk mencari dan memilih kader-kader di tingkat desa yang mampudan bersedia untuk berkerjasama dalam halpenerapan program SIDeKaini yang setidaknya mereka mengerti dalam hal pengoperasian computer dan sosial media. Sosial media dibutuhkan dalam penerapan program SIDeKa ini karena masyarakat desa tidak sedikit yang sudah mengerti bagaimana cara bekerja sosial media dan fungsi dari sosial media tersebut. Selain itu juga diperlukannya penggalian gagasan terkait apa yang desa butuhkan sehubungan dengan diterapkannya program SIDeKa ini sehingga tujuan dari penerapan program ini menjadi maksimal. Selanjutnya dengan mengadakan pelatihan- pelatihan kader-kader desa agar mereka terampil dalam penerapan program SIDeKa. Mengajak mereka untuk selalu terbuka dalam hal- hal yang bisamemperkuat program danselalumementingkanaspek kebersamaan demi kemajuan danpencapaian program. Selanjutnya bersinergi dan berintgrasi dengan SKPD-SKPD terkait agar kinerja program SIDeKa ini lebih maksimal.

pengorganisasian sideka 1

YUSUF HAD

thesandhy@gmail.com [Dompu – Nusa Tenggara Barat]

MENDORONG KEMANDIRIAN DESA MELALUI SISTIM ADMINISTRASI DAN INFORMASI DESA

Sepanjang yang saya amati (di Dompu), diawal kehadirannya, Undang-undang Desa membawa serta dilemma bagi pemerintah desa, disatu sisi semangat pemerintah desa dalam melakukan agenda pembangunan kedepan semakin terlihat, namun disisi yang lain muncul kekhawatiran terkait dengan implementasinya. Hal ini bukan tentang mampu atau tidak mampunya desa dalam mengelola “Uang” dalam Jumlah banyak, tapi lebih kepada ketersediaan sistem yang mampu mendukung kinerja pemerintahan desa sehingga dapat menjalankan pemerintahan dan pembangunan dengan baik. Namun demikian, setidaknya angin segar pemerataan dan nilai keadilan sudah mulai terlihat menggeliat didesa (walau itu masih berupa Janji Politik Calon Kades). Angin segar tersebut kemudian haruslah dibarengi dengan kapasitas dan perilaku yang dapat mendukung proses perencanaan dan penganggaran desa berjalan Transparan, akuntabel, partisipatif serta menjamin nilai kesetaraan antar sesama penerima manfaat dari pembangunan itu Sepanjang yang saya amati (di Dompu), diawal kehadirannya, Undang-undang Desa membawa serta dilemma bagi pemerintah desa, disatu sisi semangat pemerintah desa dalam melakukan agenda pembangunan kedepan semakin terlihat, namun disisi yang lain muncul kekhawatiran terkait dengan implementasinya. Hal ini bukan tentang mampu atau tidak mampunya desa dalam mengelola “Uang” dalam Jumlah banyak, tapi lebih kepada ketersediaan sistem yang mampu mendukung kinerja pemerintahan desa sehingga dapat menjalankan pemerintahan dan pembangunan dengan baik. Namun demikian, setidaknya angin segar pemerataan dan nilai keadilan sudah mulai terlihat menggeliat didesa (walau itu masih berupa Janji Politik Calon Kades). Angin segar tersebut kemudian haruslah dibarengi dengan kapasitas dan perilaku yang dapat mendukung proses perencanaan dan penganggaran desa berjalan Transparan, akuntabel, partisipatif serta menjamin nilai kesetaraan antar sesama penerima manfaat dari pembangunan itu

sendiri.

Yang paling Utama, membangun rasa kepemilikan terhadap desa adalah hal yang mutlak harus dilakukan baik bagi aparatur desa maupun warga desa itu sendiri, karena hal ini akan berkontribusi pada motivasi penyelenggara pembangunan dilevel desa dalam beraktivitas. Perubahan perilaku ini kemudian akan diteruskan dengan peningkatan kapasitas penyelenggara pemerintahan didesa dalam melakukan proses perencanaan dan penganggaran yang baik. Selain kapasitas, tentunya ketersediaan data dan informasi yang akurat akan menjadi sangat penting untuk dipenuhi sebagai referensi dalam pengambilan keputusan dan penentuan skala prioritas agenda pembangunan Desa. Langkah selanjutnya adalah penguatan Warga dan Organisasi Warga yang telah ada dan tumbuh di desa, penguatan ini meliputi membangunkan kesadaran kritis, memperkuat organisasi warga serta melakukan mobilisasi sumberdaya. Interaksi dinamis antar pihak juga akan memberikan dampak keberlanjutan agenda pembangunan serta menjamin keterbukaan informasi bagi semua pihak, serta yang terakhir adalah selain inovasi serta kreativitas yang lahir dari desa yang bersangkutan, replikasi dan perluasan praktek-praktek yang baik di daerah atau desa lain melalui kolaborasi dan mengembangkan relasi.

Kemampuan Desa unntuk mengelola pembangunan lebih mandiri yang didukung oleh semua unsure dan sumber daya desa sangat penting bagi perbaikan kesejahteraan masyarakat, terlebih bagi masyarakat miskin didesa. Desa yang dapat menjalankan pengelolaan secara mandiri bukan hanya mampu menggerakkan seluruh asset sumber daya yang dimiliki desa, tetapi juga desa mampu memperbaiki pelayanan terhadap kebutuhan dasar warga, kebutuhan penghidupan, memperjuangkan hak warga dan menata Kemampuan Desa unntuk mengelola pembangunan lebih mandiri yang didukung oleh semua unsure dan sumber daya desa sangat penting bagi perbaikan kesejahteraan masyarakat, terlebih bagi masyarakat miskin didesa. Desa yang dapat menjalankan pengelolaan secara mandiri bukan hanya mampu menggerakkan seluruh asset sumber daya yang dimiliki desa, tetapi juga desa mampu memperbaiki pelayanan terhadap kebutuhan dasar warga, kebutuhan penghidupan, memperjuangkan hak warga dan menata

kehidupan secara berkelanjutan. Untuk itu Desa membutuhkan sistim administrasi dan informasi yang menyimpan, memproses dan memperbaharui data serta informasi tentang warga dan potensi desa. Sistim ini diharapkan mampu diterapkan secara partisipatif dan dapat dipertanggungjawabkan keakuratannya. Melalui sistim ini juga pemerintah desa akan dipermudah dalam melakukan pelayanan public dan juga memetakkan potensi desa yang dimilikinya. Sebagai percontohan, Kabupaten Dompu telah melakukan Pendataan dan pemetaan yang partisipatif dan kemudian diproduksi secara digital, Peta interaktif seacara digital ini kemudian telah mampu menunjang perbaikan database kependudukan dari segi sosial ekonomi, sehingga data yang dihasilkan dapat menjadi referensi dalam pelaksanaan musrenbang di level desa sampai kabupaten. Kabupaten Dompu juga telah melakukan uji coba terhadap penggunaan Sistim Administrasi dan Informasi Desa yang kemudian Ujicoba ini dapat membuktikan bahwa pelayanan administrasi warga desa dapat terlaksana dengan baik, cepat dan akurat.

Dengan sebuah sistim yang berbasis teknologi informasi, tentunya pengelolaan data dan informasi yang dibutuhkan oleh warga, pemerintah desa serta pihak lain akan dengan mudah, cepat, dan akurat dalam penyajiannya. Pada akhirnya, program apapun yang dilakukan oleh pemerintah akan semakin berkualitas, berdaya guna dan tepat sasaran.

Mengingat Desa-desa yang tersebar di wilayah Indonesia memiliki ciri dan karakter serta prioritas kebutuhan yang berbeda, Pemerintah pusat melalui regulasi harus menjamin keberadaan sistim administrasi dan informasi desa. Keberadaan sistim ini kemudian akan mempermudah dan memperkuat fungsi monitoring pemerintah pusat terhadap pelaksanaan pembangunan diseluruh Mengingat Desa-desa yang tersebar di wilayah Indonesia memiliki ciri dan karakter serta prioritas kebutuhan yang berbeda, Pemerintah pusat melalui regulasi harus menjamin keberadaan sistim administrasi dan informasi desa. Keberadaan sistim ini kemudian akan mempermudah dan memperkuat fungsi monitoring pemerintah pusat terhadap pelaksanaan pembangunan diseluruh

wilayah Indonesia. Regulasi yang dimaksud inipun harus disertai dengan komitmen dari seluruh level pemerintahan (pusat sampai desa), karena bagaimanapun juga sistim pemerintahan yang berjenjang ini akan diimpelemntasikan dengan pengawasan yang berjenjang pula.

Dilevel pemerintah desa, keterampilan dalam berkomunikasi serta melakukan pendekatan terhadap warganya harus dimiliki secara merata, karena pada kenyataannya selama ini, kontruksi pikiran warga terhadap proses pemetaan dan pendataan adalah bermuara pada akan adanya bantuan pemerintah, sehingga warga desa akan memberikan informasi yang “tidak Jujur”. Oleh karenanya, selain pendekatanterhadap warga, ketersediaan aparat desa dan dusun yang paham tentang asset dan potensi yang dimiliki warga desa juga dibutuhkan.

Masyarakat desa harus memiliki kesadaran kritis terhadap proses pembangunan yang berlangsung. Untuk membangun kesadaran kritis tersebut, tentunya harus dilakukan upaya penyadaran terhadap warga terkait dengan hal dan kewajibannya sebagai warga Negara namun yang paling penting adalah bagaimana Warga desa memiliki pola pikir atau rasa kepemilikan terhadap desanya, sehingga partisipasi warga pada proses pembangunan desa dapat terbangun atas motivasi kepenntingan bersama.

Selain kapasitas terkait dengan Sistim Informasi Desa yang harus dimiliki oleh pendamping, pemahaman terhadap nilai-nilai local yang telah terbangun dan berkembang dimasyarakatpun harus menjadi referensi bagi pola pendekatan yang dikedepankan. Disisi lain, pendamping harus mampu membangun komunikasi dengan berbagai pihak sehingga kebutuhan akan keberadaan serta manfaat dari sistim informasi ini dapat disadari sebagai kebutuhan Selain kapasitas terkait dengan Sistim Informasi Desa yang harus dimiliki oleh pendamping, pemahaman terhadap nilai-nilai local yang telah terbangun dan berkembang dimasyarakatpun harus menjadi referensi bagi pola pendekatan yang dikedepankan. Disisi lain, pendamping harus mampu membangun komunikasi dengan berbagai pihak sehingga kebutuhan akan keberadaan serta manfaat dari sistim informasi ini dapat disadari sebagai kebutuhan

berkelanjutan bagi semua kalangan. Dalam pelaksanaan Program ini, pembacaan terhadap nilai- nilai local yang hidup dan berkembang dimasyarakat juga semestinya dilakukan. Hal ini diperlukan dalam rangka membangun kepemahaman dan semangat bersama dalam rangka pencapaian maksud program dan cita-cita yang lebih besar lagi yaitu mewujudkan kemandirian desa. Oleh karenanya, BP2DK dapat mengedepankan pendekatan dengan penggunakan nilai local desa dalam melaksanakan program SIDEKA. Disisi lain, karena sistim ini juga akan memuat informasi tentang kewilayahan, maka diharapkan BP2DK dapat mendorong pemerintah untuk segera memfasilitasi desa-desa dalam penetuan batas wilayah desa masing-masing, hal ini sangat diperlukan karena pengalaman kami dilapangan menunjukkan bahwa sangat sulit memproduksi Informasi secara geografis (Peta) tanpa adanya kesepakatan antar desa terkait dengan Batas wilayah desanya masing-masing.

Adapun rencana kegiatan yang kami tawarkan dalam rangka pengorganisasian SIDeKa adalah sebagai berikut

a. Training Of Fasilitator (TOF) bagi Fasilitator Kabupaten dan Desa

b. Sosialisasi

c. Technical asistensi

d. Update data

e. Input data

f. Pleno Desa (Klarifikasi dan Validasi data)

g. Monitoring dan Evaluasi g. Monitoring dan Evaluasi

AJI SAHDI SUTISNA

ajipanjalu@gmail.com [Lebak - Banten]

MEMBANGUN BANGSA DARI DESA

Desa dalam perjalanannya telah mengalami berbagai dinamika seiring dengan waktu dan perkembangannya. Pengertian desa sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dinyatakan bahwa “Desa adalah desa dan desa adat atau disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”

Berdasarkan poin diatas, desa memiliki kewenangan yang besar untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam konteks kewilayahan desa dengan pengakuan dari Negara Republik Indonesia, tidak seperti provinsi dan kabupaten/kota yang notabene merupakan sebuah pemberian hak yang kemudian bergeser sebagai wewenang Berdasarkan poin diatas, desa memiliki kewenangan yang besar untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam konteks kewilayahan desa dengan pengakuan dari Negara Republik Indonesia, tidak seperti provinsi dan kabupaten/kota yang notabene merupakan sebuah pemberian hak yang kemudian bergeser sebagai wewenang

(authority). Hal ini terjadi, oleh karena adanya hak bawaan dari desa. Hak bawaan dari desa sebagai susunan asli itu setidaknya mencakup hak atas wilayah (yang kemudian disebut sebagai hak ulayat). Sistem pengorganisasian sosial yang ada di wilayah yang bersangkutan (sistem kepemimpinan termasuk di dalamnya), aturan-aturan dan mekanisme-mekanisme pembuatan aturan di wilayah yang bersangkutan, yang mengatur seluruh warga yang tercakup di wilayah desa yang bersangkutan (R Yando Zakaria, 2004: 43).

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyebutkan bahwa kewenangan Desa meliputi:

· Kewenangan berdasarkan hak asal usul; · Kewenangan lokal berskala Desa; · Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, pemerintah

daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota; dan · Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kewenangan Desa tersebut dalam PP Desa sedikitnya terdiri atas: · Sistem organisasi masyarakat adat; · Pembinaan kelembagaan masyarakat; · Pembinaan lembaga hukum adat; · Pengelolaan tanah kas desa; dan · Pengembangan peran masyarakat desa.

Kewenangan Lokal Berskala Desa Kewenangan lokal berskala desa paling sedikit di antaranya meliputi:

· Pengelolaan tambatan perahu; · Pengelolaan Pasar Desa; · Pengelolaan tambatan perahu; · Pengelolaan Pasar Desa;

· Pengelolaan tempat pemandian umum; · Pengelolaan jaringan irigrasi; · Pengelolaan lingkungan permukiman masyarakat desa; · Pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos

pelayanan terpadu; · Pengelolaan Embung Desa; · Pengelolaan air minum berskala desa; dan · Pembuatan jalan desa antarpermukiman ke wilayah pertanian.

Selain kewenangan sebagaimana hal diatas. Menteri dapat menetapkan jenis kewenangan Desa sesuai dengan situasi, kondisi dan kebutuhan lokal. (menurut Pasal 34 ayat 3 PP Desa).

Lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa merupakan jawaban atas berbagai persoalan yang ada di desa, mulai dari terbatasnya kewenangan yang dimiliki, anggaran pembangunan yang terbatas serta proses perencanaan pembangunan yang tidak terkontrol. Sehingga hal ini akan berpengaruh terhadap upaya peningkatan kesejahteraan dan kemaslahatan seluruh masyarakat di desa bersangkutan. Undang- Undang dihadapkan kepada suatu situasi dan harus bekerja yang dalam bahasa umum dikatakan mengatur masyarakat, namun secara sosiologis dikatakan sebagai menjadi struktur melakukan strukturisasi proses-proses dan keadaan sosial sehingga tercipta suatu tatanan tertentu, yaitu tatanan hukum. Dalam melakukan strukturisasi terhadap realitas sosial tersebut, Undang-Undang menjadi suatu institusi tempat konflik-konflik dalam masyarakat itu mengendap (Satjipto Rahardjo, 2010: 140). Dengan demikian, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa ini berfungsi sebagai institusi tempat rujukan suatu permasalahan yang berkaitan dengan desa untuk diselesaikan, termasuk di dalamnya sebagai Lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa merupakan jawaban atas berbagai persoalan yang ada di desa, mulai dari terbatasnya kewenangan yang dimiliki, anggaran pembangunan yang terbatas serta proses perencanaan pembangunan yang tidak terkontrol. Sehingga hal ini akan berpengaruh terhadap upaya peningkatan kesejahteraan dan kemaslahatan seluruh masyarakat di desa bersangkutan. Undang- Undang dihadapkan kepada suatu situasi dan harus bekerja yang dalam bahasa umum dikatakan mengatur masyarakat, namun secara sosiologis dikatakan sebagai menjadi struktur melakukan strukturisasi proses-proses dan keadaan sosial sehingga tercipta suatu tatanan tertentu, yaitu tatanan hukum. Dalam melakukan strukturisasi terhadap realitas sosial tersebut, Undang-Undang menjadi suatu institusi tempat konflik-konflik dalam masyarakat itu mengendap (Satjipto Rahardjo, 2010: 140). Dengan demikian, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa ini berfungsi sebagai institusi tempat rujukan suatu permasalahan yang berkaitan dengan desa untuk diselesaikan, termasuk di dalamnya sebagai

sarana rekayasa sosial pembangunan perdesaan berbasis kerakyatan.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dalam implementasinya memiliki tugas yang sangat berat dalam rangka meningkatkan daya saing masyarakat desa untuk menghadapi rezim modernitas. Langkah konkrit berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa untuk meningkatkan daya saing masyarakat desa dari segi sumber daya khususnya modal untuk pengembangan desa dalam rangka menunjang dilakukannya pembangunan desa adalah dengan mengalokasikan bagian hasil pajak daerah dan restribusi daerah kabupaten/kota paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari pajak dan restribusi daerah (Pasal 72 ayat (3)) dan Alokasi Dana Desa (ADD) paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari dana perimbangan yang diterima oleh kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK) (Pasal 72 ayat (4)), serta sumber dana lain yang berasal dari masyarakat maupun pendapatan lain yang sah.

Sistem Informasi Desa dan Kawasan

Dalam konteks pembangunan kawasan perdesaan, komunikasi dapat berperan penting untuk menunjang berbagai kegiatan pembangunan perdesaan, dengan kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Di mana salah satu faktor penting kesuksesan pembangunan adalah tersedianya akses informasi pada masyarakat. Sehingga mereka dapat mencari pengetahuan-pengetahuan baru di berbagai media untuk mengembangkan masyarakatnya.

Melihat karakteristik perdesaan dengan kultur agrarisnya, Melihat karakteristik perdesaan dengan kultur agrarisnya,

keperluan masyarakat terhadap berbagai informasi pembangunan sebenarnya sangat tinggi. Namun media informasi yang ada, sekarang ini belum bisa memenuhi keperluan informasi masyarakat desa. Apalagi kawasan perdesaan sebagian besar jauh dari pusat pemerintahan yang notabene juga pusat informasi dan perekonomian. Sehingga tidak heran kalau selama ini desa tidak hanya termarjinal dari akses ekonomi tetapi juga akses informasi.

Desa sendiri merupakan sumber data utama pemerintah. Selama ini, kemampuan pemerintah desa dalam mengelola data dan informasi masih mengandalkan cara-cara yang manual dan tradisional. Proses pengelolaan data berlangsung lama, baik dalam pengumpulan maupun temu kembali data. Selain itu, banyak perangkat desa yang belum dibekali pengkajian dan menganalisis data untuk menentukan arah pembangunan. Akibatnya, banyak data yang kurang dimanfaatkan untuk mendukung penyelenggaraan tata pemerintahan.

Peran desa dalam pembangunan nasional sangatlah sentral. Desa merupakan sumber data yang berhubungan langsung dengan warga selaku penerima manfaat pelayanan publik, seperti pelayanan Kartu Tanda Penduduk (KTP), administrasi pertanahan, pernikahan dan migrasi, hingga pemberdayaan ekonomi. Ironisnya, peran desa acapkali masih dipandang sebelah mata. Situasi struktural dan kultural menempatkan desa dalam ruang yang sangat terbatas.