Bab II Kajian Teori - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Manajemen Sarana Prasarana Di SMP Negeri 1 Limbangan Kabupaten Kendal Tahun 2014/2015

Bab II Kajian Teori

2.1 Evaluasi

  Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris

  

evaluation yang berarti pengukuran (measurement),

  dan penilaian (assessment). Evaluasi menurut Arikunto (2010: 2) adalah

  “kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil suatu keputusan

  ”. Pengukuran menurut Arifin (2011: 4) adalah “suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas sesuatu. Kata “sesuatu” bisa berarti sebuah sistem, lembaga pendidikan, peserta didik, pendidik, sarana dan prasarana, dan sebagainya

  ”. Depdikbud dalam Arifin (2011: 4) mengemukakan “penilaian adalah sesuatu kegiatan untuk memberikan berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil yang telah dicapai suatu system

  ”. Evalusi menurut Wirawan (2012: 7) sebagai:

  

riset untuk mengumpulkan, menganalisis, dan

menyajikan informasi yang bermanfaat mengenai

objek evaluasi, menilainya dengan

membandingkannya dengan indicator evaluasi dan

hasilnya dipergunakan untuk mengambil keputusan

mengenai objek evaluasi.

  Dari beberapa pendapat tersebut terdapat persamaan bahwa evaluasi adalah dikatakan bahwa evaluasi dalam penelitian ini adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya manajemen sarana prasarana sekolah di SMP Negeri 1 Limbangan yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan.

2.2 Model Evaluasi

  Dalam teori evaluasi dikemukakan berbagai model evaluasi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu program. Meskipun terdapat banyak model evaluasi yang berbeda

  • – beda antara yang satu dengan yang lainnya, tetapi maksud dan tujuannya sama yaitu melakukan kegiatan pengumpulan informasi yang berkenaan dengan obyek yang dievaluasi yang bertujuan menyediakan bahan bagi pengambil keputusan dalam menentukan tindak lanjut suatu program.

  Menurut Arikunto (2010:40) “ada beberapa ahli evaluasi program yang dikenal sebagai penemu model evaluasi program adalah Stufflebeam, Metfessel, Michael Scriven, Stake, dan Glaser

  ”. Kaufman dan Thomas membedakan model evaluasi menjadi delapan yaitu: 1)

  Goal oriented Evaluation Model, dikembangkan oleh Tyler. 2)

  Goal Free Evaluation Model, dikembangkan oleh Scriven. 3)

  Formatif Summatif Evaluation Model, dikembangkan oleh Michael Scriven. 4)

  Countenance Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake.

  5) Responsive Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake.

  6) CSE-UCLA Evaluation Model, menekankan pada “kapan” evaluasi dilakukan.

  7) CIPP Evaluation Model, yang dikembangkan oleh Stufflebeam.

  8) Discrepancy Model, yang dikembangkan oleh Provous.

  Model

  • – model evaluasi yang disebut di atas tidak seluruhnya akan dibahas secara detail, tetapi hanya model
  • – model yang banyak dikenal serta digunakan saja yang akan dibahas secara detail. Adapun beberapa m
  • –model dimaksud menurut Arikunto (2010:41) adalah sebagai berikut: Goal oriented Evaluation

    Model ini merupakan model yang muncul paling awal. Model ini dikembangkan oleh Tyler, mengamati tujuan program yang sudah ditentukan jauh sebelum program dimulai. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan, terus menerus, mengecek seberapa jauh tujuan tersebut sudah terlaksana di dalam proses pelaksanaan program. Jadi model evaluasi ini dilaksanakan secara terus bertahap dan berkelanjutan sehingga hasilnya bisa dipantau apakah bisa mencapai target yang direncanakan atau tidak. Goal Free Evaluation Model dikembangkan oleh Michael Scriven ini dapat dikatakan berlawanan dengan model yang dikembangkan Tyler. Model ini menoleh dari tujuan sehingga dalam evaluasi program evaluator tidak perlu memperhatikan apa yang menjadi tujuan program tetapi memperhatikan bagaimana kerjanya program, dengan jalan

yang positif maupun hal

  • –hal negatif. Alasan mengapa tujuan program tidak perlu diperhatikan karena ada kemungkinan evaluator terlalu rinci mengamati tiap- tiap tujuan khusus. Jika masing-masing tujuan khusus tercapai, artinya terpenuhi dalam penampilan, tetapi evaluator lupa memperhatikan seberapa jauh masing- masing penampilan tersebut mendukung penampilan akhir yang diharapkan oleh tujuan umum maka akibatnya jumlah penampilan khusus ini tidak banyak manfaatnya. Dari uraian di atas bisa disimpulakan bahwa model ini tidak sama sekali lepas dari tujuan tetapi hanya lepas dari tujuan khusus. Model ini hanya mempertimbangkan tujuan umum yang akan dicapai oleh program, bukan secara rinci perkomponen.

  Formatif

  • – Sumatif Evaluation Model dikembangkan

  juga oleh Michael Scriven. Model ini menunjuk adanya tahapan dan lingkup objek yang dievaluasi, yaitu evaluasi yang dilakukan pada waktu program masih berjalan (evaluasi formatif) dan ketika program sedah berakhir (evaluasi sumatif). Dalam model ini evaluator tidak dapat melepaskan diri dari tujuan ketika melakukan evaluasi. Tujuan evaluasi formatif memang berbeda dengan tujuan evaluasi sumatif. Jadi tujuan eavluasi ini menunjuk tentang “apa, kapan dan tujuan” evaluasi dilaksanakan. Evaluasi formatif dilakukan ketika program masih berlangsung atau ketika program masih dekat dengan permulaan kegiatan. Tujuannya adalah mengetahui seberapa jauh program yang dirancang dapat berlangsung sekaligus mengidentifikasi hambatan. Evaluasi sumatif dilakukan mengukur ketercapaian program. Jadi evaluasi program ini memfokuskan pada dua kegiatan yaitu di awal program dan setelah program berakhir.

  

Countenance Evaluation Model yang dikembangkan

  oleh Stake, model ini menekankan pada adanya pelaksanaan dua hal pokok yaitu (1) Deskripsi (Description) dan (2) Pertimbangan (Judgments); serta membedakan adanya tiga tahap dalam evaluasi program yaitu (1) Anteseden (antecedents/context), (2) Transaksi (tranaction/process) dan (3) Keluaran (output-

  

outcomes). CSE-UCLA Evaluation Model terdiri dari

  dua singkatan yaitu CSE adalah Center for the Study of

  

Evaluation sedangkan UCLA adalah singkatan dari

University of California in Los Angles. Model ini memiliki

  lima tahap yang dilakukan dalam evaluasi yaitu perencanaan, pengembangan, implementasi, hasil dan dampak. Kelima tahap dalam evaluasi ini dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan sehingga hasilnya bisa dilihat apakah sudah sesuai dengan yang direncanakan. CIPP Evaluation Model dikembangkan oleh Stuffebeam, dkk. (1967) di Ohio State University. CIPP merupakan kependekan dari Context evaluation atau evaluasi terhadap konteks, Input evaluation adalah evaluasi terhadap masukan, Process evaluation yaitu evaluasi terhadap proses, dan Product evaluation atau evaluasi terhadap hasil. Keempat kata yang di singkat CIPP tersebut merupakan sasaran evaluasi yang tidak lain adalah komponen dari proses dari sebuah program kegiatan. Model CIPP merupakan model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah dilaksanakan berdasarkan komponen

  • – komponennya yang dapat dijelaskan sebagai berikut: a) Evaluasi

  

Konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan

  merinci lingkungan, kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani dan tujuan proyek.

b) Evaluasi Masukan (input) maksud dari evaluasi

  masukan dalam penelitian ini adalah kemampuan awal SMP Negeri 1 Limbangan dalam melaksanakan program pengadaan dan perbaikan sarana prasarana sekolah, antara lain kemampuan sekolah dalam menyiapkan petugas yang tepat, strategi pengadaan dan perbaikan, jadwal, anggaran biaya pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana dan tujuan pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana sekolah. c) Evaluasi

  Proses

  menunjuk pada “apa” (what) kegiatan yang dilakukan dalam program, “siapa” (who) orang yang ditunjuk sebagai penanggungja wab program, “kapan”

  

(when) kegiatan akan selesai. Dalam model CIPP

  evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan di dalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana. Dan yang terakhir d) Evaluasi

  

Produk atau hasil, diarahkan pada hal-hal yang

  menunjukkan perubahan yang terjadi pada masukan mentah. Evaluasi hasil merupakan tahap akhir dari serangkaian evaluasi program. Jadi setelah evaluasi hasil selesai dapat direkomendasikan hasil program yang berjalan untuk merumuskan kebijakan berikutnya. Yang terakhir adalah Discrepancy Model, kata discrepancy adalah istilah bahasa Inggris yang diterjemahkan menjadi “kesenjangan”. Model yang model yang menekankan pada pandangan adanya kesenjangan di dalam pelaksanaan program. Evaluator mengukur besarnya kesenjangan yang ada di setiap komponen. Jadi model evaluasi ini untuk mengetahui perbedaan yang ada pada setiap komponen program yang dilaksanakan.

  Dari beberapa model evaluasi yang sudah dijelaskan di atas dapat ditentukan bahwa model evaluasi CIPP yang dirasa sesuai untuk melakukan evaluasi manajemen sarana prasarana di SMP Negeri 1 Limbangan Kabupaten Kendal.

2.3 Manajemen

  Manajemen berasal dari kata to manage yang berarti mengelola. Manajemen adalah pengelolaan sumber daya yang ada dalam organisasi untuk digerakkan dengan sistematis dalam suatu proses untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Hal ini sesuai dengan pendapat Rohiat (2010: 14) yang menyatakan bahwa:

  

manajemen adalah melakukan pengelolaan

sumberdaya yang dimiliki oleh sekolah/organisasi

yang diantaranya adalah manusia, uang, metode,

material, mesin, dan pemasaran yang dilakukan

dengan sistematis dalam suatu proses.

  Manajemen menurut Sulistyorini (2009: 11) adalah “kegiatan seseorang dalam mengatur organisasi, lembaga atau sekolah yang bersifat manusia maupun non manusia, sehingga tujuan organisasi, lembaga atau sekolah dapat tercapai secara efektif dan efisien

  ”. Kemudian menurut Bafadal (2004: 1)

  “manajemen merupakan proses pendayagunaan semua sumber daya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan ”. Sejalan dengan pendapat Sergiovanni (1987) dalam Bafadal (2004: 1)

  “pendayagunaan melalui tahapan proses yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan disebut manajemen ”.

  Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa manajemen adalah sebagai proses merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, mengawasi, dan mendayagunakan seluruh sumber daya organisasi dalam rangka untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.

2.4 Sarana Prasarana Pendidikan

2.4.1 Pengertian sarana prasarana pendidikan

  Sarana dan prasarana pendidikan adalah segala sesuatu yang digunakan baik secara langsung maupun tidak langsung sebagai penunjang kegiatan belajar dan mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan. Sesuai dengan pendapat Burhanuddin dkk. (2003: 86) yang menyatakan bahwa “sarana pendidikan adalah semua perangkat peralatan, bahan, dan perabotan yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah”.

  Menurut Kasan (2000),

  

sarana pendidikan adalah peralatan dan

perlengkapan yang secara langsung dipergunakan

dan menunjang proses pendidikan, khususnya

proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang

kelas, meja, kursi, serta alat

  • – alat dan media pengajaran.

  Menurut Mulyasa (2013: 87),

  

sarana pendidikan adalah peralatan dan

perlengkapan yang secara langsung dipergunakan

  

dan menunjang proses pendidikan, khususnya

proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang

kelas, meja kursi, serta alat

  • – alat dan media pembelajaran.

  Sedangkan “prasarana pendidikan adalah semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan proses pendidikan di sekolah

  ” (Burhanuddin dkk. 2003: 86). Menurut Kasan (2000),

  “prasarana pendidikan secara etimologi (arti kata) berarti alat tidak langsung untuk mencapai tujuan. Prasarana pendidikan misalnya lokasi/ tempat, bangunan sekolah, lapangan olahraga dan sebagainya”.

  Adapun menurut Mulyasa (2013, 87), yang dimaksud dengan prasarana pendidikan adalah:

  

fasilitas yang secara tidak langsung menunjang

jalannya proses pendidikan atau pembelajaran,

seperti halaman, kebun, taman sekolah, jalan

menuju sekolah, tetapi jika dimanfaatkan secara

langsung untuk proses belajar mengajar, seperti

taman sekolah untuk pembelajaran biologi, halaman

sekolah sebagai sekaligus lapangan olahraga,

komponen tersebut merupakan sarana pendidikan.

  Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sarana dan prasarana pendidikan adalah semua komponen yang secara langsung maupun tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan untuk mencapai tujuan dalam pendidikan itu sendiri. Secara umum sarana pendidikan terdiri atas 3 (tiga) kelompok besar, yaitu:  Bangunan dan perabot sekolah.  Alat pelajaran yang terdiri atas buku – buku dan alat – alat peraga dan laboratorium.

   Media pendidikan yang dapat dikelompokkan menjadi audiovisual yang menggunakan alat terampil.

2.4.2 Fungsi sarana dan prasarana pendidikan

  Menurut Gunawan (2005), ditinjau dari fungsinya terhadap proses belajar mengajar, prasarana pendidikan berfungsi tidak langsung. Yang termasuk di dalam prasarana pendidikan adalah tanah, halaman, pagar, tanaman, gedung/ bangunan sekolah, jaringan jalan, air, telepon, serta perabot/ mebeler. Sedangkan sarana pendidikan berfungsi langsung terhadap proses belajar mengajar, seperti alat pelajaran, alat peraga dan media pendidikan.

  Ketiga macam golongan tersebut akan diuraikan satu persatu berdasarkan klasifikasinya masing

  • – masing: a.

  Alat pelajaran adalah semua benda yang dapat digunakan secara langsung oleh guru maupun murid dalam proses belajar, atau alat/ benda yang dipergunakan secara langsung oleh guru maupun murid dalam proses belajar mengajar. Alat pelajaran dapat berupa buku tulis, gambar

  • – gambar, alat – alat tulis menulis lain seperti kapur, penghapus, dan papan tulis maupun alat
  • – alat praktik, semuanya termasuk ke dalam lingkup alat pelajaran.

  b.

  Alat peraga adalah semua alat pembantu pendidikan dan pengajaran, baik berupa benda ataupun perbuatan dari yang tingkatnya paling kongkrit sampai yang paling abstrakyang dapat mempermudah pemberian pengertian (penyampaian konsep) kepada murid atau segala sesuatu yang digunakan guru untuk memperagakan atau memperjelas pelajaran.

  c.

  Media pendidikan adalah sarana pendidikan yang digunakan sebagai perantara di dalam proses belajar mengajar untuk lebih mempertinggi efektivitas dan efisiensi, tetapi dapat pula sebagai pengganti peranan guru. Biasanya klasifikasi media pendidikan didasarkan atas indera yang digunakan untuk menangkap isi dari materi yang disampaikan dengan media tersebut. Dengan cara pengklasifikasian ini dibedakan atas:

   Media audio atau media dengar, yaitu media untuk pendengaran.  Media visual atau media tampak, yaitu media untuk penglihatan.  Media audio visual atau media tampak – dengar, yaitu media untuk pendengaran dan penglihatan.

  Jadi dapat disimpulkan bahwasannya sarana dan prasarana pendidikan berfungsi secara langsung dan tidak langsung terhadap proses belajar mengajar dan juga sebagai fasilitas untuk kebutuhan yang diperlukan dalam proses belajar dan mengajar.

2.4.3 Jenis – jenis sarana dan prasarana pendidikan

  Menurut Gunawan (2005), ditinjau dari jenisnya, sarana dan prasarana pendidikan dapat dibedakan menjadi fasilitas fisik dan fasilitas non fisik.

  Fasilitas fisik atau material yaitu segala sesuatu yang berwujud benda mati atau dibendakan yang mempunyai peran untuk memudahkan atau melancarkan sesuatu usaha, seperti kendaraan, mesin tulis, computer, perabot, alat peraga, media, dan sebaganya. Adapun fasilitas non fisik yakni sesuatu yang bukan benda mati yang mempunyai peranan untuk memudahkan atau memperlacar sesuatu usaha manusia, jasa, uang.

  Menurut Arikunto (2005), fasilitas atau sarana secara garis besar dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu: a.

  Fasilitas fisik, yakni segala sesuatu yang berupa benda atau yang dapat dibendakan, yang mempunyai peranan untuk memudahkan dan melancarkan sesuatu usaha. Fasilitas fisik juga disebut fasilitas materiil. Contoh: kendaraan, alat tulis menulis, alat komunikasi, alat penampil atau praktik dan sebagainya.

  b.

  Fasilitas uang, yakni segala sesuatu yang bersifat mempermudah sesuatu kegiatan sebagai akibat bekerjanya nilai uang. Contohnya: penyewaan kendaraan, dan berekreasi.

  Adapun jenis sarana dan prasarana yang diperlukan di sekolah demi kelancaran dan keberhasilan kegiatan proses pendidikan sekoah adalah:  Ruang kelas: tempat siswa dan guru melaksanakan proses kegiatan belajar mengajar.  Ruang perpustakaan: tempat koleksi berbagai jenis bacaan bagi siswa dan dari sinilah siswa dapat menambah pengetahuan.

   Ruang laboratorium (tempat praktik): tempat siswa mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan, serta tempat meneliti dengan menggunakan media yang ada untuk memecahkan suatu masalah atau konsep pengetahuan. keterampilan adalah tempat siswa

   Ruang melaksanakan latihan mengenai keterampilan tertentu.

   Ruang kesenian: tempat berlangsungnya kegiatan – kegiatan seni.  Fasilitas olahraga: tempat berlangsungnya latihan- latihan olahraga.

  Jadi dapat disimpulkan bahwasannya sarana dan prasarana pendidikan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu fasilitas fisik dan fasilitas nonfisik dimana keduanya mempunyai peranan untuk memudahkan dan melancarkan sesuatu uasaha dalam proses belajar mengajar, agar tujuan pendidikan yang diharapkan dapat tercapai.

2.5 Manajemen Sarana dan prasarana pendidikan

  Suatu kegiatan administrasi/manajemen/penge- lolaan yang baik tentu diawali dengan suatu perencanaan yang matang dan baik dilaksanakan demi menghindari terjadinya kesalahan dan kegagalan yang tidak diinginkan.

  Menurut pendapat Gunawan (2005:5) adalah sebagai berikut:

  

Administrasi Sarana dan Prasara Pendidikan adalah

  

direncanakan dan diusahakan secara sengaja dan

bersungguh-sungguh serta pembinaan secara

kontinyu terhadap benda-benda pendidikan, agar

senantiasa siap pakai (ready for uses) dalam proses

pembelajaran, sehingga proses pembelajaran

semakin efektif dan efesien guna membantu

tercapainya tujuan pendidikan yang telah

ditetapkan.

  Menurut Mulyono (2008: ),

  

manajemen sarana dan prasarana pendidikan

adalah seluruh proses kegiatan yang telah

direncanakan dan diusahakan secara sengaja dan

bersungguh-sungguh serta pembinaan secara

kontinu terhadap benda-benda pendidikan, agar

senantiasa siap pakai dalam proses belajar

mengajar. Manajemen ini dilaksanakan demi tujuan

pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai

secara efektif dan efisien.

  Dari pendapat Gunawan (2005: 5) dan Mulyono (2008: ) keduanya memiliki persamaan bahwa manajemen/administrasi sarana dan prasarana pendidikan merupakan seluruh proses kegiatan yang direncanakan dan diusahakan secara sengaja dan bersungguh-sungguh serta berkelanjutan terhadap benda-benda pendidikan agar senantiasa siap pakai untuk menunjang proses belajar mengajar sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien.

  Pengertian lain dari manajemen sarana dan prasarana adalah sesuatu usaha yang diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar mengajar yang efektif dan menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik sesuai dengan kemampuan dan kelengkapan sarana yang ada. Dengan demikian administrasi sarana prasarana itu merupakan usaha untuk mengupayakan sarana dan alat peraga yang dibutuhkan pada proses pembelajaran demi lancarnya dan tercapainya tujuan pendidikan.

  Dari berbagai pendapat tadi penulis medefinisikan bahwa manajemen sarana prasarana pendidikan adalah suatu usaha yang diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar mengajar yang efektif dan menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik sesuai dengan kemampuan dan kelengkapan sarana yang ada. Sedangkan yang menjadi tujuan dari administrasi sarana prasarana ini adalah agar tercapainya tujuan pendidikan.

  Manajemen sarana prasarana dengan ruang lingkup pembahasannya yaitu melakukan perencanaan terhadap kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, inventarisasi, pemeliharaan, penghapusan, dan pengawasan. Untuk dapat memahami manajemen sarana prasarana dengan baik, diperlukan adanya persamaan persepsi tentang pengertian manajemen sarana prasarana, fungsi manajemen sarana prasarana, dan proses manajemen sarana prasarana. Rohiat (2010: 26) menyatakan bahwa:

  

Manajemen sarana dan prasarana adalah kegiatan

yang mengatur untuk mempersiapkan segala

peralatan/ material bagi terselenggaranya proses

pendidikan di sekolah. Manajemen sarana dan

prasarana dibutuhkan untuk membantu kelancaran

proses belajar mengajar. Sarana dan prasarana

pendidikan adalah semua benda bergerak dan tidak

bergerak yang dibutuhkan untuk menunjang

kegiatan belajar mengajar, baik secara langsung

maupun tidak langsung. Manajemen sarana dan

prasarana merupakan keseluruhan proses

perencanaan pengadaan, pendayagunaan, dan

pengawasan sarana dan prasarana yang digunakan

agar tujuan pendidikan di sekolah dapat dicapai

dengan efektif dan efesien. Kegiatan manajemen

  

sarana dan prasarana meliputi (1) perencanaan

kebutuhan, (2) pengadaan, (3) penyimpanan, (4)

penginventarisasian, (5) pemeliharaan, dan (6)

penghapusan sarana dan prasarana pendidikan.

  Dari berbagai uraian teori tentang sarana dan prasarana pendidikan maka yang dimaksud dengan manajemen sarana prasarana adalah seluruh proses kegiatan yang telah direncanakan dan diusahakan secara sengaja dan bersungguh-sungguh serta pembinaan secara kontinyu terhadap benda-benda pendidikan, agar senantiasa siap pakai dalam proses belajar mengajar. Manajemen ini dilaksanakan demi tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien.

  Manajemen sarana prasarana pendidikan terbagi dalam tiga aspek. Pertama, ditinjau dari fungsinya, ada barang berfungsi tidak langsung (seperti pagar, tanaman, Jalan masuk), dan barang berfungsi langsung (seperti media pembelajaran dan alat pembelajaran). Kedua, ditinjau dari jenisnya, ada fasilitas fisik (misalnya kendaraan, computer dan gedung), dan fasilitas non fisik (seperti manusia, jasa ).

  

Ketiga, ditinjau dari sifat barangnya, ada barang

  bergerak dan barang tidak bergerak (seperti gedung, sumur dan kendaraan).

  Kualitas manajemen sarana prasarana di sebuah sekolah dapat diukur berdasarkan aspek (1) Perencanaan kebutuhan sarana prasarana pendidikan, (2) Pengadaan sarana prasarana pendidikan, (3) Pemeliharaan sarana prasarana pendidikan, (4) Penyimpanan sarana prasarana pendidikan, (5) Pengawasan sarana prasarana pendidikan, dan (6) penghapusan sarana prasarana pendidikan.

  

2.6 manajemen sarana dan

Evaluasi prasarana pendidikan

  Evaluasi manajemen sarana prasarana pendidikan adalah kegiatan mengumpulkan informasi tentang bekerjanya seluruh proses kegiatan yang telah direncanakan dan diusahakan secara sengaja dan bersungguh-sungguh serta pembinaan secara kontinyu terhadap benda-benda pendidikan, agar senantiasa siap pakai dalam proses belajar mengajar, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil suatu keputusan. Pada penelitian ini seluruh informasi yang dikumpulkan dievaluasi menggunakan model evaluasi CIPP (Conteks, Input, Process, Product).

2.7 Kajian Hasil Penelitian

  Penelitian Tanggela (2013), tentang analisis implementasi sarana prasarana sekolah di SMP Negeri

  2 Batu menemukan bahwa, 1) Pengadaan sarana dan prasarana di SMP Negeri 2 Batu didasari oleh perencanaan dalam RKAS-1 (Master Plan) dan RKAS- 2 (Rencana Operasional). SMP Negeri 2 Batu memprioritaskan pengadaan empat RKB dan perangkat pembelajaran berbasis TIK. Pengadaan sarana dan prasarana sangat bergantung pada kebijakan Pemerintah. 2) Aspek pendistribusian mencakup distribusi anggaran dan distribusi sarana dan prasarana. Distribusi anggaran dapat bersifat swakelola atau melalui tender. Distribusi sarana dan prasarana di SMP Negeri 2 Batu dilakukan dengan sistem langsung. 3) Pemakaian sarana dan prasarana di SMP Negeri 2 Batu belum memiliki SOP dan administrasinya belum terintegrasi secara digital. Pemakaian dikelola secara konvensional dan belum memiliki pengelola khusus sehingga mengurangi tingkat efektivitas, efisiensi dan produktivitas sarana dan prasarana. 4) Pemeliharaan sarana dan prasarana di SMP Negeri 2 Batu dilakukan secara rutin, berkala, dan insidental. Efektivitas dan efisiensi pemeliharaan sarana dan prasarana sangat bergantung pada ketersediaan dana dan terkendala oleh tidak adanya pengelola khusus; dan 5) Inventarisasi di SMP Negeri 2 Batu dilakukan setiap ada sarana dan prasarana baru dan secara berkala disetiap tahun. Hasil inventarisasi menjadi dasar bagi penentuan jenis kebutuhan. 6) Penghapusan sarana dan prasarana mengikuti kriteria penyusutan 10% dari nilai awal ditiap tahun. Sejauh ini SMP Negeri 2 Batu belum pernah mengusulkan dan melakukan penghapusan terhadap sarana dan prasarana.

  Penelitian Solichin (2011), berjudul “Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikian di STAIN Pamekasan” menemukan bahwa, Perencanaan sarana dan prasarana pendidikan di STAIN selama ini merupakan pengambilan keputusan yang meskipun dalam skala terbatas merupakan suara dari warga STAIN Pamekasan, dalam banyak kasus masih dalam hal ini pejabat pengadaan dan perencanaan. Secara faktual perencanaan sarana dan prasana pendidikan di STAIN Pamekasan belum memiliki suatu dokumen yang menjadi pegangan, landasan dan acuan bersama warga STAIN Pamekasan dalam upaya mengembangkan secara Institusionalnya. Perencanaan sarana dan prasarana pendidikan di STAIN Pamekasan belum merupakan suatu upaya sungguh-sungguh menyerap aspirasi secara umum civitas STAIN Pamekasan, atau setidaknya para unit pengelola. Pengawasan sarana dan prasarana di STAIN Pamekasan sudah dilakukan, namun belum dilakukan secara utuh dan menyentuh secara detail aspek-aspek sarana dan prasarana sehingga terkesan banyak sarana pembelajaran yang tidak berfungsi dan baik dan mendukung proses pembelajaran. STAIN Pamekasan belum secara prosedural melakukan evaluasi terhadap sarana dan prasarananya, sehingga dapat memberikan proses yang baik dalam pengadaan, pengorgansian, dan perawatannya.

  Penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2013), dengan judul “Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan di SMA Institut Indonesia Semarang” membahas mengenai perencanaan, pengadaan, dan evaluasi sarana dan prasarana pendidikan di SMA Institut Indonesia Semarang. Hasil penelitian menunjukkan (a) Perencanaan sarana dan prasarana pendidikan SMA Institut Indonesia Semarang dilakukan di awal tahun ajaran baru yang melibatkan tim khusus yang dibentuk oleh kepala sekolah. Tim dengan melakukan identifikasi kebutuhan, pendataan sarana dan prasarana dengan menggunakan prinsip prioritas, mendata sumber dana, serta membangun MoU dengan pihak luar. Kerja sama dengan MoU dilakukan dengan memperhatikan dua aspek, yaitu harga dan kualitas. (b) Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di SMA Institut Indonesia Semarang dilakukan dengan penyusunan proposal yang memperhatikan aspek kebutuhan dan sumber dana yang tersedia. Sistem pengadaanya dilakukan dengan pembelian, perbaikan, dan hadiah. Ada kalanya pihak sekolah melakukan penyewaan, seperti menyewa tenda untuk kegiatan pelepasan siswa kelas XII. Kepala sekolah meninjau sarana dan prasarana yang sudah diadakan dan meminta tim khusus untuk melakukan inventarisasi. Pemberian kode dilakukan berdasarkan mata pelajaran, jenis barang, dan tanggal pengadaan. (c) Evaluasi sarana dan prasarana pendidikan di SMA Institut Indonesia Semarang dilakukan oleh tim evaluator setiap tiga bulan sekali, akhir semester, dan akhir tahun. Secara umum aspek yang dinilai dalam kegiatan evaluasi tersebut adalah kondisi riil sarana dan prasarana, frekuensi penggunaan, serta tingkat kepuasan pengguna. Hasil evaluasi dibuat laporan dan akan dibahas dalam rapat untuk segera dilakukan tindak lanjut. Secara umum sarana dan prasarana SMA Institut Indonesia Semarang cukup baik, hanya frekuensi penggunaan saja yang perlu ditingkatkan.

  Penelitian Mc Donald (2010) dengan judul Penelitian ini membahas mengenai analisis kebutuhan sekolah. Dalam penelitian ini disebutkan bahwa komunitas sekolah membantu dalam menyediakan fasilitas sekolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat dan warga sekolah membantu dalam pengadaan sarana dan prasarana sekolah. Adapun fasilitas yang tersedia dari bantuan masyarakat adalah perlengkapan olahraga.

  Penelitian yang dilakukan oleh Ifeoma (2012), dengan judul penelitian “Assessing School Facilities in

  Public Secondary Schools in Delta State, Nigeria

  ”, membahas mengenai kondisi sarana dan prasarana sekolah menengah umum di negara Nigeria. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi sarana dan prasarana sekolah rusak dan diharapkan adanya perbaikan atau tahap pemeliharaan pengelolaan sarana dan prasarana.

  Mencermati penelitian yang sudah ada dapat dikatakan bahwa penelitian ini sangat berbeda dengan penelitian terdahulu, dalam penelitian ini menggunakan evaluasi model CIPP yang mengevaluasi unsur konteks, masukan, proses dan hasil, sehingga penelitian ini mempunyai keistimewaan pada tehnik evaluasinya. Hasil dari penelitian ini lebih rinci dan memudahkan pihak manajemen sekolah dalam menentukan kebijakan yang akan datang sehingga manajemen sarana prasarana di SMP Negeri 1 Limbangan Kabupaten Kendal akan lebih efektif dan efisien.

2.8 Kerangka Berpikir

  Manajemen sarana prasarana pendidikan adalah bagian dari manajemen pendidikan. Tujuan dari manajemen sarana prasarana pendidikan adalah agar sarana prasarana pendidikan yang ada disekolah dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien dalam menunjang keberhasilan proses belajar mengajar sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai.

  Manajemen sarana prasarana pendidikan ini mencakup: 1) Perencanaan, yaitu perencanaan pemenuhan kebutuhan sarana prasarana pendidikan agar dapat menunjang keberhasilan proses pembelajaran. 2) Pengadaan, yaitu proses pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan anggaran/dana yang tersedia. 3) Pemeliharaan, yaitu perawatan terhadap sarana dan prasarana agar senantiasa siap untuk dimanfaatkan dalam menunjang proses pendidikan. 4) Penyimpanan, yaitu penempatan sarana dan prasarana pendidikan setelah selesai/sebelum dimanfaatkan supaya pada saat dimanfaatkan mudah ditemukan. 5) Pengawasan, yaitu monitoring sarana dan prasarana pendidikan apakah pemanfaatan, jumlah dan macamnya sudah memenuhi standar sarana dan prasarana pendidikan, dan 6) Penghapusan, yaitu kegiatan penghapusan terhadap sarana prasarana pendidikan yang sudah tidak layak pakai dan sudah tidak dapat diperbaiki atau biaya untuk perbaikan lebih besar dari biaya pengadaan sehingga sarana prasarana tersebut perlu dihapuskan agar tidak membebani anggaran sekolah dalam pemeliharaannya.

  Untuk mengetahui bagaimanakah unsur konteks, input, proses dan produk manajemen sarana prasarana perlu diadakan evaluasi agar sekolah/organisasi tidak mengulang kesalahan yang sama yang pernah terjadi, karena tanpa evaluasi tidak dapat diketahui konteks, input, proses, produk dan kendala yang dihadapi. Untuk itu dilaksanakanlah evaluasi dengan model evaluasi CIPP (context, input, process, product).

Gambar 2.1 Evaluasi Manajemen Sarana Prasarana dengan Model CIPP

  Produk: Konteks: Input: Proses: Inventarisasi, Latar Belakang, Sosialisasi, jadwal,

  Kesiapan SDM, pendistribusian perencanaan, pengadaan, komitmen

  , perawatan, kebutuhan, evaluasi, skala prioritas, pemanfaatan, kebijakan hambatan dan pendanaan, penghapusan manajemen solusi strategi, sekolah, mencapai visi misi sekolah feedback/Rekomendasi feedback/Rekomendasi

  Manajemen Sarana Prasarana

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Peningkatan Mutu Layanan Perpustakaan Sekolah Di SMA Negeri 1 Boja

0 0 36

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Peningkatan Mutu Layanan Perpustakaan Sekolah Di SMA Negeri 1 Boja

0 0 9

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Peningkatan Mutu Layanan Perpustakaan Sekolah Di SMA Negeri 1 Boja

0 0 41

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Peningkatan Mutu Layanan Perpustakaan Sekolah Di SMA Negeri 1 Boja

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Self Efficacy (Efikasi Diri) Siswa yang Rendah di Kelas XI IPS SMAN I Kendal Melalui Layanan Konseling Kelompok Behavioral

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Self Efficacy (Efikasi Diri) Siswa yang Rendah di Kelas XI IPS SMAN I Kendal Melalui Layanan Konseling Kelompok Behavioral

0 2 24

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Self Efficacy (Efikasi Diri) Siswa yang Rendah di Kelas XI IPS SMAN I Kendal Melalui Layanan Konseling Kelompok Behavioral

0 1 10

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Self Efficacy (Efikasi Diri) Siswa yang Rendah di Kelas XI IPS SMAN I Kendal Melalui Layanan Konseling Kelompok Behavioral

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Self Efficacy (Efikasi Diri) Siswa yang Rendah di Kelas XI IPS SMAN I Kendal Melalui Layanan Konseling Kelompok Behavioral

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Self Efficacy (Efikasi Diri) Siswa yang Rendah di Kelas XI IPS SMAN I Kendal Melalui Layanan Konseling Kelompok Behavioral

0 2 104