HUKUM INTERNASIONAL DALAM GENOSIDA OLEH

HUKUM INTERNASIONAL DALAM GENOSIDA OLEH KELOMPOK NAZI
JERMAN
Makalah
disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Internasional
yang dibimbing oleh Al Araf

oleh Nastasha S. Wardhani
0801511024

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS AL AZHAR INDONESIA

JAKARTA
2012

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.


Latar Belakang
Kasus pembantai ras besar-besaran atau yang kita kenal dengan genosida terhadap Yahudi

oleh Nasional Sosialisme (Jerman: Nationalsozialismus) atau yang biasa kita kenal dengan Nazi,
yang pada saat itu dipimpin oleh Adolf Hitler, bukanlah suatu yang asing kita dengar. Hitler
sering dikatakan sebagai penjahat kemanusian terbesar sepanjang sejarah, yang menyebabkan
jutaan jiwa melayang. Hitler dikabarkan mati bunuh diri, dan bersamaan dengan kematian Hitler,
Nazi juga ikut “mati”.
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam resolusi 96 (I) tertanggal 11 Desember
1946 menyatakan genosida adalah merupakan kejahatan menurut hukum internasional,
bertentangan dengan jiwa dan tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan dikutuk oleh dunia yang
beradab.1 Pada awalnya kejahatan genosida yang dilakukan Nazi dalam kepemimpinan Hitler
berawal setelah Perang Dunia I. Keputusan untuk membunuh mereka yang cacat mental dan
cacat fisik diambil oleh Hitler, dan diakomodasi oleh para ahli kesehatan dan psikiater. Hal ini
adalah awal mula yang mengantarkan kepada ‘Final Solution of Jewish Question’, yang pada
dasarnya merupakan kebencian pribadi Hitler terhadap bangsa Yahudi.2
Pada tahun 2011 yang lalu, Jerman kembali membuka penyelidikan terhadap penjaga kamp
Nazi pada masa Perang Dunia II, atas pembunuhan jutaan Yahudi yang ditahan di kamp tersebut.
Salah satu penjaga kamp tersebut adalah John Demjanjuk yang di deportasi dari Amerika Serikat

untuk diadili di Jerman. Tersangka dalam kasus Nazi dulu berjumlah ribuan orang, namun kini
hanya berjumlah ratusan, yang bahkan sudah tua dan sakit-sakitan. Demjanjuk sendiri tidak
dipenjara, namun ditempatkan di panti jompo selama pengadilan berlangsung. Abraham Cooper,
ketua Pusat Simon Wiesenthal, sebuah organisasi HAM Yahudi berpendapat, bahwa walaupun
terlambat, dan pelaku sudah sangat tua, namun ini sangat penting”.3
1 N,n, “Instrumen Internasional Pokok Hak-hak Asasi Manusia”, Yayasan Obor Indonesia,
2001, hlm 781
2 Michael Burleigh, Ethics and Extermination (Reflections on Nazi Genocide), Cambridge
University Press, 1997, hlm 113-129
3 Umi, “Jerman Kembali Selidiki Kejahatan Nazi”, 6 Oktober 2011, VIVANews,
http://dunia.news.viva.co.id/news/read/253223-jerman-kembali-selidiki-kejahatan-nazi,

2

Belakangan ini diketahui munculnya Neo-Nazi. Bangkitnya kembali Partai Nazi ini disinyalir
melalui internet. Salah satunya Lunikoff yang dikenal sebagai band ekstrimis sayap kanan yang
menyebarkan pesan politik melalui Youtube. Ada juga game online yang dibuat agar pengunanya
mengalami gangguan jiwa.4
Hal itu menarik perhatian saya untuk membahas lebih lanjut mengenai kasus Nazi, yang telah
lewat puluhan tahun dan melihatnya dari perspektif Hukum Internasional.


terakhir diakses 1/13/13 7:54PM
4 N.n, “NAZI Bangkit Di Jerman Melalui Internet?”, 15 Oktober, 2012, Cutpen,
http://cutpen.com/2012/10/nazi-bangkit-di-jerman.html, terakhir diakses 1/13/13 8.49PM

3

1.2.

Rumusan Masalah
Pertanyaan yang akan saya ajukan dalam makalah ini, ialah : “Bagaimanakah ketentuan

hukum yang berlaku untuk kejahatan genosida yang dilakukan Nazi dalam hukum
internasional?”

4

1.3.

Kerangka Pemikiran

Dalam hukum internasional diatur juga mengenai hak-hak asasi manusia dan hak asasi

manusia yang paling mendasar adalah hak untuk hidup. Tujuannya ialah memberikan
perlindungan internasional untuk hak-hak asasi dan kebebasan pribadi dan kelompok pribadi atas
penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah – dan dalam hal tertentu juga atas kelakuan pribadi,
kelompok pribadi dan organisasi swasta lain – dan mengusahakan serta menjamin bagi mereka
iklim hidup yang sesuai dengan martabat manusia.5
Ketentuan mengenai hak-hak serta perlindungan hukum tersebut telah diatur dalam sumber
hukum yang pada kasus ini kita mengacu pada perjanjian internasional. Untuk dapat melakukan
mengenakan perjanjian internasional tentunya negara-negara yang bersangkutan harus
mengadakan kesepakatan terlebih dahulu, atau bisa juga dengan organisasi internasional.6

5 N,n, “Instrumen Internasional Pokok Hak-hak Asasi Manusia”, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta, 2001, hlm 7-8
6 Mochtar Kusumaatmadja, “Pengantar Hukum Internasional”, Alumni, Bandung, 2003, hlm
117-125

5

BAB 2

PEMBAHASAN
2.1.1. Larangan Genosida (Pemusnahan suatu Golongan Bangsa dengan Sengaja)
Pemusnahan bangsa dengan sengaja (genosida) dinyatakan sebagai kejahatan berdasarkan
hukum internasional oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1946. Pada
tahun 1948 hal ini dikuatkan dengan disetujuinya Konvensi tentang Pencegahan dan
Penghukuman Kejahatan Genosida.7
Instrument-Instrument Universal
-

Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida, pasal I, II,
III
Pasal 1
Para Negara Peserta menguatkan bahwa genosida, apakah dilakukan pada waktu damai
atau pada waktu perang, merupakan kejahatan menurut hukum internasional, di mana
mereka berusaha untuk mencegah dan menghukumnya.
Pasal 2
Dalam Konvensi ini, genosida berarti setiap dari perbuatan-perbuatan berikut, yang
dilakukan dengan tujuan merusak begitu saja, dalam keseluruhan ataupun sebagian, suatu
kelompok bangsa, etnis, rasial atau agama ini.
(a) Membunuh para anggota kelompok;

(b) Menyebabkan luka-luka pada tubuh atau mental para anggota kelompok;
(c) Dengan sengaja menimbulkan pada kelompok itu kondisi hidup yang menyebabkan
kerusakan fisiknya dalam keseluruhan ataupun sebagian;
(d) Mengenakan upaya-upaya yang dimaksudkan untuk mencegah kelahiran di dalam
kelompok itu;
(e) Dengan paksa mengalihkan anak-anak dari kelompok itu ke kelompok yang lain.
Pasal 3

7 N,n, “Instrumen Internasional Pokok Hak-hak Asasi Manusia”, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta, 2001, hlm 190

6

Perbuatan-perbuatan berikut ini dapat dihukum:
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
-


Genosida;
Persekongkolan untuk melakukan genosida;
Hasutan langsung dan di depan umum, untuk melakukan genosida;
Mencoba melakukan genosida
Keterlibatan dalam genosida

Konvensi tentang Tidak Dapat Diterapkannya Pembatasan Undang-undang pada
Kejahatan Perang dan Kejahatan melawan Kemanusian
Pasal I
Tidak ada pembatasan statuta dapat berlaku pada kejahatan-kejahatan berikut, dengan
mengabaikan saat pelaksaan mereka:
(b) Kejahatan-kejahatan kemanusiaan apakah dilakukan dalam waktu perang atau dalam
waktu damai seperti yang didefinisikan dalam Piagam tribunal Militer Internasinal,
Musemberg, 8 Agustus 1945 dan dikuatkan dengan resolusi-resolusi Majelis Umum
Perserikatan bangsa-Bangsa, 3 (I) 13 Februari 1946 dan 95 (I) 11 Desember 1946
pengusiran dengan serangan bersenjata, atau pendudukan dan perbuatan-perbuatan tidak
manusiawi, yang diakibatkan dari kebijakan apartheid, dan kejahatan genosida, seperti
yang diddefinisikan dalam Konvensi 1948 tentang Pencegahan dan Penghukuman
terhadap Kejahatan Genosida, sekalipun perbuatan-perbuatan tersebut tidak merupakan

pelanggaran terhadap hukum domestik dari Negara tempatt kejahatan-kejahatan itu
dilakukan.8

2.1.2. Hak atas Kemerdekaan dan Keselamatan Seseorang
Ketentuan-ketentuan mengenai hak atas kemerdekaan keselamatan seseorang sedemikian
jauh membahas prosedur untuk penangkapan dan penahanan. Hak atas kemerdekaan dan
keselamatan seseorang memerlukan tidak hanya penangkapan dan penahanan secara sewenangwenang. Penangkapan dan penahanan hanya diperbolehkan atas alasan dan prosedur yang
ditetapkan dalam undang-undang. Rincian alasan-alasan dan prosedur ini dimuat dalam Kovenan
Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik serta Konvensi Amerika dan konvensi Eropa.9
8 N,n, “Instrumen Internasional Pokok Hak-hak Asasi Manusia”, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta, 2001, hlm 781-787
9 N,n, “Instrumen Internasional Pokok Hak-hak Asasi Manusia”, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta, 2001, hlm 190-191

7

Yang Tidak Bisa Dilanggar
Pasal 4 (2) Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik
Instrumen-instrumen Universal
Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, pasal 6 dan 910

Pasal 6
Hak atas hidup – right to life menyangkut masalah aborsi dan euthanasia (hak non-derogable).
Pasal 9
Hak atas kebebasan dan keamanan dirinya – right to liberty and security of person11
2.1.3. Kebijakan Euthunasia
Keputusan untuk membunuh yang sakit mental dan cacat fisik diambil oleh Hitler dalam
rangka

membersihkan

geldak

perang..

Banyak

profesional

kesehatan


dan

psikiater

mengakomodasikan dirinya untuk kebijakan yang beberapa tahun kemudian menjadi komponen
dari 'Solusi Akhir dari Pertanyaan Yahudi. Sistem ini dinamakan ‘euthunasia’. Mereka dibunuh
karena dianggap tidak lagi produktif.
Ada dua poin tentang ‘euthanasia’ yang dianggap krusial. Pertama, itu adalah gejala
bagaimana penerimaan Yahudi-Kristen atau nilai-nilai kemanusiaan yang tidak berjalan, dengan
kepedulian kolektivitas sempit atau lebih luas, seperti kelas, rekonomi, ras atau bangsa, merebut
penghormatan terhadap hak dan nilai individu. Kedua, pendapat bahwa dalam keadaan perang
darurat, di mana yang sehat membuat pengorbanan besar.
Namun dilain sisi, beberapa dapat melihat keuntungan dan kebaikan mengenai kebijakan
euthanasia ini. Karena dianggap biaya perawatan mereka yang sakit dan tidak lagi produktif
menelan biaya yang cukup banyak. Kemudian bentuk akhir dari kebijakan ‘euthunasia’ ini adalah

10 N,n, “Instrumen Internasional Pokok Hak-hak Asasi Manusia”, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta, 2001, hlm 191
11 Miriam Budiarjo, “Dasar-dasar Ilmu Politik”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008, hlm
224


8

protes dari masyarakat. Salah satu contohnya adalah yang dilayangkan Bishop August Clemens
Graf von Galen di Lambertikirche in Munster pada 3 Agustus 1941.
“If you esthablished and apply the principle that you can kill ‘unproductive’ human
beings then woe betide us all when we become old and frail! If one is allowed to kill
unproductive people, then woe betide the invalids who have used up, sacrificed and lost their
health and strenght in the productive process. If one is allowed to remove one’s unproductive
human beings then woe betide loyal soldiers who return to the homeland seriously disabled, as
cripples, as invalids... Woe to mandkind, wo to our German nation if God’’s holy commandment
‘Thou shalth not kill!’, which God proclaimed on Mount Sinai admist thunder and lightning,
which God our creator inscribed in the consience of mankind from the ver beginning, is not only
broken, but if this trangression is actually tolerated, and permitted to unpunished.”

9

BAB 3
KESIMPULAN
Setelah melakukan pembahasan dalam bab sebelumnya. Saya dapat menyimpulkan
bahwa genosida yang dilakukan Nazi termasuk kejahatan dan masuk dalam ranah pembahasan
hukum internasional menurut Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1946. Dan
segala bentuk kejahatan genosida telah dibahas dalam instrument hak-hak asasi manusia.
Dalam pembahasan makalah ini, Nazi tidak saja melakukan genosida terhadap Yahudi
seperti yang telah sering kita dengar, naum semua ini berawal dari kebijakan ‘euthunasia’
terhadap mereka yang tidak lagi produktif, cacat fisik ataupun mental. Kebijakan ini banyak
dikecam oleh masyarakat namun tidak sedikit yang setuju dengan kebijakan yang dikeluarkan
Hitler yang pada akhirnya mengantarkan kepada pemberantasan Yahudi dalam kamp-kamp
Holocaust.
Dalam pembahasan terhadap hak-hak asasi manusia (HAM) yang telah tertuang pada
hukum internasional, manusia memiliki hak untuk hidup, hak mendapatkan kebebasan dan
terbebas dari perasaan terancam. Nazi telah melanggar hampir seluruh pasal dalam instrumen
internasional HAM.
Meskipun secara politik dan ekonomi Jerman mengalami kemajuan pesat dan manusia
berhak dicabut hak hidupnya dalam keadaan tertentu. Namun yang dilakukan Nazi tentang
menghilangkan sebagian kelompok manusia termasuk dalam kejahatan genosida yang patut
dihukum. Pemerintah juga telah diatur untuk tidak sewenang-wenang menyalahgunakan
kekuasaannya untuk menghilangkan nyawa orang banyak. Nilai kemanusiaan dalam kasus Nazi
sudah tidak ada lagi demi menjalankan kepentingan ekonomi Jerman.
Meskipun kasus Nazi ini telah berlalu puluhan tahun namun hukum internasional tetap
mengusutnya demi keadilan. Terbukti seorang penjaga kamp Nazi bernama Demjanjuk yang di
deportasi dari Amerika Serikat untuk diadili di Jerman mengenai kasus tersebut. Meski tersangka
kasus ini sudah tinggal sebagian dan telah tua bahkan sakit-sakitan namun mereka tetap penting
untuk diadili.
10

DAFTAR PUSTAKA
Buku :
-

“Instrumen Internasional Pokok Hak-hak Asasi Manusia”, Yayasan Obor Indonesia, 2001
Michael Burleigh, “Ethics and Extermination (Reflections on Nazi Genocide)”,

-

Cambridge University Press, 1997
Kusumaatmadja, “Pengantar Hukum Internasional”, Alumni, Bandung, 2003

Database Online :
-

Umi, “Jerman Kembali Selidiki Kejahatan Nazi”, 6 Oktober 2011, VIVANews,
http://dunia.news.viva.co.id/news/read/253223-jerman-kembali-selidiki-kejahatan-nazi

-

N.n, “NAZI Bangkit Di Jerman Melalui Internet?”, 15 Oktober, 2012, Cutpen,
http://cutpen.com/2012/10/nazi-bangkit-di-jerman.html

11