INSTRUMEN PEMERINTAH DALAM KEBIJAKAN PEM (1)

INSTRUMEN PEMERINTAH DALAM
KEBIJAKAN PEMERINTAH
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas makalah
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
Yang dibimbing oleh Bapak Abdul Jabbar

Disusun :
Cindy Silvy F.

: 083 111 045

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JEMBER
Juni, 2013

KATA PENGANTAR
Alhamdullilah puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah
Subhanahu Wata’ala, atas limpahan hidayahNya, sehingga dapat
menyelesaikan tugas makalah Hukum Administrasi Negara yang berjudul
“Instrumen Pemerintah”

Dalam kesempatan ini secara pribadi kami menyampaikan banyak
terima kasih kepada dosen mata kuliah Hukum Administrasi Negara Bpk.
Abdul Jabar yang telah membimbing kami dalam memberi ilmu
pengetahuan dan informasi sehingga dapat terselesaikannya Makalah ini.
Atas segala informasi yang diberikan, kami hanya dapat mendoakan
semoga amal baik beliau menjadi amal ibadahnya dan semoga mendapat
limpahan rohmat yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa. Makalah ini
merupakan salah satu wujud peran aktif kita sebagai mahasiswa dalam
rangka pengembangan mata kuliah Hukum Administrasi Negara
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini tidak terlepas dari
berbagai kekurangan, maka dengan segala kerendahan hati kami
mengharap kritik dan saran dari semua pihak. Akhirnya Kami berharap
semoga apa yang telah kami sajikan dalam makalah ini dapat diambil
manfaatnya.
Sekian dan Terima kasih

Jember, 28 Juni 2013

Penyusun


BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Jika berbicara tentang Instrumen Pemerintahan tidak lepas dari
alat dan sarana yang digunakan oleh pemerintah atau administrasi
negara dalam melaksanakan tugasnya, intrumen yuridis yang
dipergunakan

untuk

mengatur

dan

menjalankan

urusan


pemerintahan dan kemasyarakatan seperti perundang-undangan,
keputusan-keputusan, peraturan kebijakan, perizinan, instrument
hukum keperdataan dsb. Instrument Hukum ini akan menjadi dasar
yang digunakan pemerintah dalam menjakalankan tugas dan
kewenangannya.
Indonesia tidak menganut sistem kekuasaan yang distribution
of power atau pembagian kekuasaan, dengan sentral berada pada
pemerintah Indonesia, dimana sebagian kekuasaan yudikatif dan
kekuasaan legislatif oleh eksekutif. Kekuasaan yang dimiliki
eksekutif dalam bidang yudikatif oleh presiden, namun harus
dengan persetujuan DPR. Sedangkan kekuasaan eksekutif dalam
bidang legislatif meliputi menetapkan Perpu dan Peraturan
Pemerintah.
1.2 Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan Instrumen Pemerintah dan segala
aspek yang ada di dalamnya.
1.3 Tujuan
Agar mengetahui tentang Instrumen Pemerintahan.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Pengertian Instrumen Pemerintahan
Instrumen pemerintahan adalah alat-alat atau sarana-sarana yang
digunakan oleh pemerintahan dan administrasi negara dalam melaksanakan
tugas-tugasnya. Berkenaan dengan struktur norma hukum administrasi
negara ini, H. D van Wijk/Willem Konijnenbelt mengatakan bahwa hukum
material mengatur perbuatan manusia. Peraturan, norma didalam hukum
administrasi negara memiliki struktur yang berbeda dibandingkan dengan
struktur norma hukum perdata dan pidana.
Menurut Indroharto, dalam suasana hukum tata negara itu kita
menghadapi bertingkat - tingkatnya norma - norma hukum yang harus kita
perhatikan. Lebih lanjut Indroharto menyebutkan bahwa keseluruhan hukum
tata usaha negara dalam masyarakat itu memiliki struktur bertingkat dari
yang sangat umum dan yang sampai pada norma yang paling individual dan
konkret. Kemudian pembentukan norma - norma hukum tata usaha negara
dalam masyarakat itu tidak hanya dilakukan oleh pembuat undang - undang

dan badan - badan peradilan saja melainkan juga oleh aparat pemerintah
yang menjabat sebagai tata usaha negara.
Pelaksanaan tugas penyelenggaraan negara di Negara Indonesia paling
tidak dilakukan oleh 3 lembaga yaitu eksekutif (pemerintah), legislatif
(DPR),

dan

yudikatif

(MA-MK).

Dalam

melaksanakan

tugas

penyelenggaraan negara, masing-masing organ negara tsb diberikan
kewenangan tuk mengeluarkan instrumen hukumnya.

Menurut indroharto suasana hukum tata usaha Negara menghadapi
tingkatan-tingkatan tetapi dalam kombinasi yang satu dengan yang lain
saling berkaitan.

1. Keseluruhan hukum tata usaha Negara dalam masyrakat itu memiliki
struktur tingkat dari yang sangat umum samapi pada norma yang paling
individual dan konkret yang terkandung dalm penetapan (beschikking).
Kualifikasi

sifat

keumuman

(aglemeenheid)

dan

kekkonkretan

(concreetheid) norma hokum adminstrasi diperhatikan mengenai objek

yand dikenai norma hokum (adressa) dan bentuk normanya.
2. Pembentukan norma hokum tata Negara dalam masyarakat itu iydak
hanya dilakukan oleh pembuat undang-undang dan badan peradilan tetapi
juga aparat pemerintah
Macam macam sifat norma Hukum menurut H.D van Wijk/Willem
konijinenbelt :
· Norma umum-abstrak (algemeen-abstrack) mis: perundang-undang
· Norma individual-konkret (Individueel-concreet)mis: keputusan tata usaha
Negara
· Norma umum-konkret (algemeen-concreet)mis: Peraturan lalu lintas dan
rambu
· Norma individual-abstrak (Individueel-abstrack) mis: izin gangguan

2.2

Peraturan Perundang-undangan
Peraturan merupakan hukum yang in abstracto atau general norm yang
sifatnya mengikat umum (berlaku umum) dan tugasnya adalah mengatur
hal-hal yang bersifat umum (general). Istilah perundang - undangan secara
teoritis ada 2 :

1. Perundang-undangan

merupakan

proses

pembentukan/membentuk

peraturan-peraturan negara, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah.
2. Perundang-undangan adalah segala peraturan negara, yang merupakan
hasil pembentukan peraturan-peraturan, baik di tingkat pusat maupun
tingkat daerah.

Peraturan..perundang-undangan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a).Bersifat..umum..dan..komprehensif
b).Bersifat//universal
c).Memiliki kekuatan untuk mengoreksi dirinya sendiri.
Dalam UU No. 10 Tahun 2004 dipaparkan secara tegas antara istilah
peraturan dan keputusan. Berdasarkan UU tersebut yang bersifat
pengaturan, maka sebutannya adalah peraturan, sedangkan yang bersifat

penetapan adalah keputusan. Dengan demikian, yang termasuk dalam
pengertian peraturan perundang-undangan sebutannya adalah peraturan.
3
Setiap instansi apabila akan membuat hal yang bersifat mengatur
seharusnya menggunakan istilah peraturan, tidak lagi menggunakan
keputusan. Keputusan hanya digunakan untuk hal yang sifatnya menetapkan
saja, misalnya pengangkatan seseorang dalam jabatan, kenaikan pangkat,
penugasan dalam tugas tertentu, dan sebagainya.
Menurut UU No. 10 Tahun 2004 tentang, peraturan perundangundangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau
pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. Berdasarkan
pengertian tersebut.
Peraturan perundang-undangan bersifat umum-abstrak, yang dicirikan
unsur-unsur antara lain:
a. waktu, artinya tidak hanya berlaku pada saat tertentu saja,
b. tempat, artinya tidak hanya berlaku pada tempat tertentu saja,
c. orang, artinya tidak hanya berlaku bagi orang tertentu saja, dan
d. fakta hukum, artinya tidak hanya ditujukan pada fakta hukum
tertentu saja, tetapi untuk berbagai fakta hukum (perbuatan) yang
dapat berulang-ulang.


UU No.10 Tahun 2004 menentukan bahwa sumber hukum dari segala
sumber hukum negara adalah Pancasila. Penempatan Pancasila sebagai
sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan Pancasila
sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan
negara sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak
boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Sedangkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan
hukum dasar dalam peraturan perundang-undangan. UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang memuat hukum dasar negara merupakan sumber
hukum bagi pembentukan peraturan perundang-undangan di bawah UUD.
Dengan demikian, semua peraturan perundang-undangan harus bersumber
pada UUD 1945 dan tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945.
Kedudukan hukum peraturan perundang-undangan lain yang telah ada
dan diundangkan sebelum UU No.10 Tahun 2004, jenis dan hierarki
peraturan perundang-undangan tetap diakui keberadaannya dan mempunyai
kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.
Seperti peraturan yang dikeluarkan oleh MPR, DPR, DPD, Mahkamah
Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank

Indonesia, Menteri, kepala badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang
dibentuk oleh UU atau pemerintah atas perintah UU, DPRD Provinsi,
Gubernur, DPRD Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang
setingkat.
Semua keputusan yang sifatnya mengatur yang sudah ada sebelum UU
No.10 Tahun 2004 berlaku, misalnya Keputusan Presiden, Keputusan
Menteri, Keputusan Gubernur, Keputusan Bupati/Walikota atau keputusan

pejabat lainnya, harus dibaca peraturan sepanjang tidak bertentangan dengan
UU No.10 Tahun 2004.
Bersamaan dengan kewenangan untuk campur tangan tersebut,
pemerintah juga diberikan kewenangan untuk membuat dan menggunakan
peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, pemerintah juga memiliki
kewenangan dalam bidang legislasi. Tugas pemerintah tidak hanya terbatas
untuk melaksanakan undang-undang yang telah dibuat oleh lembaga
legislative. Pemerintah dibebani kewajiban untuk menyelenggarakan
kepentingan umum atau mengupayakan kesejahteraan sosial dengan
diberikan kewenangan untuk campur tangan dalam kehidupan masyarakat
dalam batas-batas yang diperkenankan oleh hukum.
Konsep pemisahan kekuasaan, khusus yang berkaitan dengan fungsi
eksekutif hanya sebagai pelaksana UU tanpa kewenangan membuat
peraturan perundang-undangan, seiring dengan perkembangan tugas negara
dan pemerintahan, bukan saja kehilangan relevansinya, tetapi dalam praktik
juga menemui banyak kendala.
Hal ini dikarenakan badan legislatif sesuai dengan UU No. 10 Tahun
2004 tidak membentuk segala jenis peraturan perundang-undangan,
melainkan terbatas pada UU dan Perda. Jenis peraturan perundangundangan lain dibuat oleh administrasi negara. Selain itu, yang berjalan
selama ini kewenangan legislasi bagi pemerintah pada dasarnya berasal dari
undang-undang, yang berarti melalui persetujuan parlemen.
2.3. Peraturan Kebijaksanaan
2.3.1. Pengertian, Ciri-ciri, Fungsi dan Penormaan Peraturan
Kebijaksanaan
Peraturan kebijaksanaan adalah peraturan umum yang
dikeluarkan

oleh

instansi

pemerintahan

berkenaan

dengan

pelaksanaan wewenang pemerintahan terhadap warga negara atau
terhadap instansi pemerintahan lainnya dan pembuatan peraturan
tersebut tidak memiliki dasar yang tegas dalam UUD dan undangundang formal.
Ciri-ciri peraturan kebijaksanaan adalah sebagai berikut:
1.

Asas-asas pembatasan dan pengujian terhadap peraturan
perundang-undangan tidak dapat diberlakukan pada peraturan
kebijaksanaan.

2.

Peraturan kebijaksanaan tidak dapat diuji secara wetmatigheid,
karena memang tidak ada dasar peraturan perundang-undangan
untuk membuat keputusan peraturan kebijaksanaan tersebut.

3.

Peraturan kebijaksanaan dibuat berdasarkan freies Ermessen
dan ketiadaan wewenang administrasi bersangkutan membuat
peraturan perundang-undangan.

4.

Pengujian terhadap peraturan kebijaksanaan lebih diserahkan
pada doelmatigheid sehingga batu ujinya adalah asas-asas
umum pemerintahan yang layak

5.

Dalam praktik diberi format dalam berbagai bentuk dan jenis
aturan.

6.

Peraturan

kebijaksanaan

bukan

merupakan

peraturan

perundang-undangan

6
Peraturan kebijaksanaan dapat difungsikan secara tepat guna
dan berdaya guna, yang berarti:

1.

Sebagai

sarana

pengaturan

yang

melengkapi,

menyempurnakan, dan mengisi kekurangan-kekurangan yang
ada pada peraturan perundang-undangan.
2.

Sebagai sarana pengaturan bagi keadaan vakum peraturan
perundang-undangan.

3.

Sebagai sarana pengaturan bagi kepentingan-kepentingan yang
belum terakomodasi secara patut, layak, benar, dan adil dalam
peraturan perundang-undangan.

4.

Sebagai sarana pengaturan untuk mengatasi kondisi peraturan
perundang-undangan yang sudah ketinggalan zaman.

5.

Tepat guna dan berdaya guna bagi kelancaran pelaksanaan
tugas dan fungsi administrasi di bidang pemerintahan dan
pembangunan yang bersifat cepat berubah atau memerlukan
pembaruan sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.
Sementara itu, penerapan atau penggunaan peraturan

kebijaksanaan harus memperhatikan..hal-hal..di..antaranya..:
1.

Harus sesuai dan serasi dengan tujuan undang-undang yang
memberikan ruang kebebasan..bertindak

2.

Serasi dengan asas-asas hukum umum yang berlaku.

3.

Sesuai dan tepat guna dengan tujuan yang hendak dicapai.
Meskipun pemerintah diberikan ruang gerak kebebasan, namun

dlm kerangka negara hukum, kebebasan tsb tdk digunakan tanpa
batas. Batas yg hrs dipertimbangkan dlm mlakukan tindakan bebas
tersebut adalah :
a) Ditujukan untuk melaksanakn tugas layanan publik

b) Merupakan tindakan yg aktif dari administrasi negara
c) Tindakan tersebut dimungkinkan oleh hukum
d) Diambil atas inisiatif sendiri
e) Dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan penting yang
secara tiba-tiba
f) Dapat dipertanggungjawabkan
2.3.2.

Freies Ermessen
Pouvoir Discretionare atau Freies Ermessen merupakan
kemerdekaan bertindak atas inisiatif dan kebijakan sendiri dari
administrasi negara pada welfare state. Fungsi publik service dalam
penyelenggaraan

pemerintahan

welfare

state

mengakibatkan

terjadinya pergeseran sebagian kekuasaan antarlembaga negara
yaitu dari lembaga legislative ke lembaga eksekutif (administrasi
negara). Pengertian discretie dalam pourvoir discretionare adalah
pejabat penguasa tidak boleh menolak mengambil keputusan
dengan alasan “tidak ada peraturannya” dan oleh karena itu diberi
kebebasan untuk mengambil keputusan menurut pendapat sendiri
asalkan tidak melanggar asas yuriditas dan asas legalitas.
Dalam negara hukum modern perlu adanya campur tangan
administrasi

negara dalam rangka

memenuhi

kesejahteraan

masyarakat. Salah satu cara untuk mencapai kesejahteraan itu
adalah digunakan asas freies ermessen , yaitu kebebasan bertindak
asministrasi untuk memecahkan masalah yang aturannya belum
ada, sedangkan masalah itu harus diatasi dengan segera. Agar
penggunaan asas freies ermessen tidak disalahgunakan diperlukan
tolok ukur, yaitu pelaksanaannya tidak melanggar hak dan
kewajiban asasi warga masyarakat, dapat dipertanggungjawabkan

secara moral dan hukum, dan bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Dalam ilmu Hukum Administrasi, Freies Ermessen ini
diberikan hanya kepada pemerintah, dan ketika Freies Ermessen ini
diwujudkan menjadi instrument yuridis yang tertulis, maka jadilah
ia sebagai peraturan kebijaksanaan.
Beberapa manfaat atau aspek kelebihan dalam penggunaan
prinsip Freies Ermessen diantaranya;
a. Kebijakan pemerintah yang bersifat emergency terkait hajat
hidup orang banyak dapat segera diputuskan atau diberlakukan
oleh pemerintah meskipun masih debatable secara yuridis atau
bahkan terjadi kekosongan hukum sama sekali;
b. Badan atau pejabat pemerintah tidak terjebak pada formalisme
hukum dengan asumsi bahwa tidak ada kekosongan hukum
bagi setiap kebijakan publik sepanjang berkaitan dengan
kepentingan umum atau masyarakat luas;
c. Sifat dan roda pemerintahan menjadi makin fleksibel, sehingga
sektor pelayanan publik makin hidup dan pembangunan bagi
peningkatan kesejahtraan rakyat tetap dinamis seiring dengan
dinamika masyarakat dan perkembangan zaman.
Dalam rancangan Undang Undang Administrasi Pemerintahan
(RUU AP) pun memperjelas

penyelesaian

sengketa yang

ditimbulkan oleh diskresi yang sebelumnya belum terakomodir
dalam UU PTUN. Mekanisme pertanggungjawaban menurut RUU
AP ini adalah mekanisme pertanggungjawaban administrasi terkait
dengan keputusan ataupun tindakan yang telah diambil oleh pejabat
administrasi pemerintahan.

Menurut RUU AP Pasal 25 ayat (3) dinyatakan; pejabat
administrasi pemerintahan yang menggunakan diskresi wajib
mempertanggungjawabkan keputusannya kepada pejabat atasannya
dan masyarakat yang dirugikan akibat keputusan diskresi yang
telah diambil. Pertanggungjawaban kepada atasan dilaksanakan
dalam

bentuk

tertulis

dengan

memberikan

alasan-alasan

pengambilan keputusan diskresi. Sedangkan pertanggung jawaban
kepada masyarakat diselesaikan melalui proses peradilan.

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Instrumen pemerintahan adalah alat-alat atau sarana-sarana yang
digunakan oleh pemerintahan dan administrasi negara dalam
melaksanakan tugas-tugasnya. Berkenaan dengan struktur norma
hukum administrasi negara ini, H. D van Wijk/Willem Konijnenbelt
mengatakan bahwa hukum material mengatur perbuatan manusia.
Peraturan, norma didalam hukum administrasi negara memiliki
struktur yang berbeda dibandingkan dengan struktur norma hukum
perdata dan pidana.
Menurut Indroharto, dalam suasana hukum tata negara itu kita
menghadapi bertingkat – tingkatnya norma – norma hukum yang
harus kita perhatikan. Lebih lanjut Indroharto menyebutkan bahwa
keseluruhan hukum tata usaha negara dalam masyarakat itu memiliki
struktur bertingkat dari yang sangat umum dan yang sampai pada
norma yang paling individual dan konkret. Kemudian pembentukan
norma – norma hukum tata usaha negara dalam masyarakat itu tidak
hanya dilakukan oleh pembuat undang – undang dan badan – badan
peradilan saja melainkan juga oleh aparat pemerintah yang menjabat
sebagai tata usaha negara.

3.2

Saran
Kami menyarankan pada pemerintah sebagai instrument
pemerintahan melaksanakan tugas-tugasnya dengan se maksimal
mungkin

agar

government)

terciptanya

pemerintahan

yang

baik

(good

DAFTAR PUSTAKA
Hadjon, M Philipus. 1999. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia.
Surabaya: Gadja Mada University Press
Jeddawi, Murtir. 2012. Hukum Adimistrasi Negara. Yogyakarta: Total
Media
http://sukatulis.wordpress.com/2012/04/07/peraturan-kebijaksanaanbeleidsregels/
http://kuliahsuraban3.blogspot.com/2011/11/instrumenpemerintah.html

11