PENELITIAN LAPANGAN FIELD RESEARCH PADA

PENELITIAN LAPANGAN (FIELD RESEARCH)

FADLUN MAROS - JULIAN ELITEAR
ARDI TAMBUNAN - ERNAWATI KOTO

KELAS KOMINFO ANGKATAN III

MAGISTER ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016

PENDAHULUAN

Hakikat dari tujuan Ilmu pengetahuan adalah menemukan kebenaran, jalan untuk
sampai pada tujuan ini berberbeda-beda tergantung waktu, sifat dan metodenya. Yang
membuat manusia terus ingin mencapai tujuan ilmu pengetahuan karena manusia
dianugerahi sifat dasar ingin tahu. Misalnya dalam hal mencapai kebenaran atau temuan
tentang matahari dengan metode, Galileo menggambarkan metodenya : Arahkan Teleskop
ke matahari bila hendak mengamati bentuknya, sambil memfokuskannya terus-menerus,
letakkan selembar kerta putih datar sekitar 30 sentimeter dari lensa cekungnya. Dengan

demikian, akan terlihat bayangan matahari yang berbentuk lingkaran, dengan seluruh titik
cahaya yang teratur dan tersusun simetris, sama persis dengan bentuk matahari. Semakin
jauh kertas tersebut dari tabung teleskop, semakin besar bayangan yang timbul dan semakin
baik susunan titik cahaya yang digambarkan. (Strauss & Corbin, 2003 : 3).
Kami (penulis) juga mempunyai pengalaman yang unik tentang

bagaimana

menemukan suatu kebenaran batu cincin dan batu biasa, Pada saat musim atau lagi
hebohnya batu cincin banyak orang berusaha mencari batu cincin, tidak terkecuali anakanak, dan menariknya anak-anak dalam menemukan batu cincin hanya berbekal korek api
yang ada senter kecilnya, dan mereka mengatakan bahwa untuk membedakan batu cincin
dan batu biasa sangat sederhana tinggal senterkan batu itu kalau tembus itulah batu cicin
kalau tidak tembus itu batu biasa.
Dari contoh diatas menunjukkan pada kita bagaimana sangat gampangnya
menemukan suatu kebenaran, apalagi telah memiliki metodologi hanya tinggal mengikuti
langkah-langkah dari metodologi yang telah ditentukan. Walaupun tidak tertutup
kemungkinan dalam melaksanakannya terdapat kendala dan halangan.
Dalam melakukan penelitian seharusnya peneliti telah memiliki paradigma
penelitian, gunanya agar peneliti tahu tentang apa yang dikerjakan, prosedur kerja yang
akan dilalui dan kualitas hasil yang akan diperoleh.

Dari Sisi pembahasan Paradigma menurut Kamus Berbahasa Inggris MerriamWebster menyebut secara sederhana bahwa paradigma adalah contoh dan pola, disamping
itu makna paradigma yang lain adalah kerangka kerja teoritis dan filosofis tentang disiplin
ilmiah

yang

didalamnya

terdapat teori,

dalil,

generalisasi,

dan

pengujiannya

diformulasikan.
De Mey menjelaskan bahwa dalam istilah paradigma terdapat empat unsur konsep

yang berbeda, yakni generalisasi simbolik, keyakinan metafisik, nilai dan percontohan.

Generalisasi simbolik memberikan arti bahwa secara teknis terdapat sejumlah perilaku
kegiatan yang berbeda-beda tetapi secara keseluruhan mempunyai kesamaan atribut.
Keyakinan metafisik terkait dengan pemahaman seseorang terhadap kenyataan alam, yang
didalamnya terdapat pemikiran yang berbentuk asumsi, metode dan praktek baku. Batasan
paradigma tersebut sejalan dengan pendapat Egon G. Guba dan Yvonna S Lincoln yang
mengatakan bahwa paradigm adalah sebuah pandangan luas atau sistem keyakinan. (Amir,
2015 :63-64).
Ada bermacam-macam Paradigma, tetapi yang mendominasi ilmu pengetahuan
adalah Scientific Paradigma (paradigma keilmuan) dan Naturalistic Paradigma atau
paradigma alamiah. Paradigma ilmiah bersumber dari pandangan positivisme sedangkan
paradigma alamiah bersumber dari pandangan fenomenologis. (moleong, 2006 :51).
Menurut Lincoln dan Guba, Perbedaan Aksioma Paradigma Ilmiah (positivisme)
dan Naturalistik (alamiah) :
Aksioma tentang
Hakikat Kenyataan

Paradigma Ilmiah
Kenyataan adalah tunggal,


Paradigma Alamiah
Kenyataan adalah jamak,

nyata dan fragmentaris.

dibentuk, dan merupakan
keutuhan.

Hubungan

pencari

tahu Pencari tahu dan yang tahu

dengan yang tahu

Kemungkinan generalisasi

Kemungkinan

sebab-akibat

Pencari tahu dan yang tahu

adalah bebas, jadi ada

aktif bersama, jadi tidak

dualism.

dapat dipisahkan

Generalisasi atas dasar bebas

Hanya waktu dan konteks

waktu dan bebas konteks

yang mengikat hipotesis


dimungkinkan (pernyataan

kerja (pernyataan idiografis

nomotetik).

yang dimungkinkan)

hubungan Terdapat penyebab

Setiap keutuhan berada

sebenarnya yang secara

dalam keadaan

temporer terhadap atau

mempengaruhi secara


secara simultan terhadap

bersama-sama sehingga

akibatnya.

sukar membedakan mana
sebab dan mana akibat

Peranan Nilai

Inkuirinya bebas nilai

Inkuirinya (aksiologi) terikat
nilai.

Sementara itu Burhan Bungin dalam bukunya

Penelitian Kualitatif menyatakan


berdasarkan sejarah sosial, pendekatan kualitatif dibangun berdasarkan tradisi pemikiran
Jerman yang lebih banyak mengadopsi pemikiran filsafat Plato yang Humanistis.
Sebagaimana diketahui bahwa pandangan Plato terhadap manusia lebih banyak
menempatkan manusia sebagai makhluk yang humanistis daripada manusia sebagai
homosapiens. Karena itu plato memandang manusia sebagai manusia, bahkan Plato terlebih
melihat manusia dipengaruhi oleh rasionya, karena itu manusia memiliki idealismenya.
Gagasan Plato mempengaruhi Edmund Husserl, Martin Heidegger dan Merleu Ponty.
Mereka adalah pelopor aliran fenomenologi, sebuah aliran fisafat yang mengkaji
penampakan atau fenomena yang mana antara fenomena dan kesadaran tidak terisolasi
satu sama lain melainkan selalu berhubungan secara dialektis. Jadi dalam pandangan
fenomenologi sesuatu yang tampak itu pasti bermakna menurut subjek yang menampakkan
fenomena itu, karena setiap fenomena berasal dari kesadaran manusia sehingga sebuah
fenomena pasti ada maknanya.
Tradisi pemikiran Jerman yang Platonik, Humanistis, idealistis ini mengilhami
pemikiran Kant dan Hegel tentang dunia ide yang kemudian melahirkan Paradigma
Fenomenologi dalam penelitian sosial yang dikenal dengan paradigma penelitian kualitatif,
dimana paradigma ini berseberangan dengan tradisi pemikiran Inggris dan Perancis yang
Positivistik.
Persaingan fenomenologis dan positivisme sebenarnya terjadi pada tataran
penafsiran terhadap ajaran-ajaran filsafat yang melatarbelakangi masing-masing paradigma.

Sehubungan dengan itu berbagai ajaran filsafat yang mendasari

pandangannya juga

digunakan untuk menjelaskan keberadaannya.
Pendekatan Kualitatif selain didasari oleh filsafat fenomenologis dan humanistis,
juga mendasari pendekatannya pada filsafat lainnya seperti empiris, idealism, kritisme,
vitalisme, dan rasionalisme maupun humanism. Dengan kata lain bahwa pandangan yang
mengatakan pendekatan kuantitatif (positivisme) yang mendasari pemikirannya terhadap
empirisme, idealism, kritisme, dan rasionalisme adalah pandangan yang keliru. Karena
pada kenyataannya pendekatan kualitatif juga menggunakan semua pandangan filsafat

yang juga digunakan oleh pendekatan kuantitatif, tentu dengan bentuk penafsiran yang
sesuai dengan kepentingan fenomenologi, hal mana juga dilakukan oleh positivisme
terhadap paradigma kuantitatif ketika menafsirkan filsaf-filsafat yang mendasarinya.
(bungin, 2008 : 4).

Pengertian Penelitian Lapangan (Field Research)

Menurut Kenneth D. Bailey (1994:254) istilah studi lapangan merupakan istilah yang

sering digunakan bersamaan dengan istilah studi etnografi (ethnographic study atau
ethnography). Lawrence Neuman (2003:363) juga menjelaskan bahwa penelitian lapangan
juga sering disebut etnografi atau panelitian participant observation. Akan tetapi, menurut
Neuman etnografi hanyalah merupakan perluasan dari penelitian lapangan. Etnografi
mendefinisikan kembali bagaimana penelitian lapangan harus dilakukan. Menurut Roice
Singleton (1988:308), penelitian lapangan berasal dari dua tradisi yang terkait yakni
antropologi dan sosiologi, dimana etnografi merupakan studi antropologi dan etnometodologi
merupakan studi sosiologi. Etnografi memberikan jawaban atas pertanyaan apakah budaya
suatu kelompok individu, sedangkan etnomethodologi

memberikan jawaban atas

bagaimanakah orang memahami kegiatan mereka sehari-hari sehingga mereka dapat
berprilaku dengan cara yang diterima secara sosial.
Penelitian lapangan merupakan penelitian kualitatif di mana peneliti mengamati dan
berpartisipasi secara langsung dalam penelitian skala sosial kecil dan mengamati budaya
setempat. Banyak mahasiswa senang dengan penelitian lapangan karena terlibat langsung
dalam pergaulan beberapa kelompok orang yang memiliki daya tarik khas. Tidak ada
matematika yang menakutkan atau statistik yang rumit, tidak ada hipotesis deduktif yang
abstrak. Sebaliknya, adanya interaksi sosial atau tatap muka langsung dengan orang-orang

yang nyata dalam suatu lingkungan tertentu.
Dalam penelitian lapangan, peneliti secara individu berbicara dan mengamati secara
langsung orang-orang yang sedang ditelitinya. Melalui interaksi selama beberapa bulan atau
tahun mempelajari tetang mereka, sejarah hidup mereka, kebiasaan mereka, harapan,
ketakutan, dan mimpi mereka. Peneliti bertemu dengan orang atau komunitas baru,
mengembangkan persahabatan, dan menemukan dunia sosial baru, hal ini sering dianggap
menyenangkan. Akan tetapi, penelitian lapangan juga memakan waktu, menguras emosi, dan
kadang-kadang secara fisik berbahaya.
Kapan sebaiknya kita menggunakan penelitian lapangan? Penelitian lapangan
dilakukan ketika pertanyaan penelitian mencakup belajar tentang, memahami, atau
menggambarkan interaksi sekelompok orang. Hal ini biasanya dilakukan jika pertanyaannya
adalah: Bagaimana orang Y di dunia sosial? atau Seperti apakah dunia sosial dari X? Hal ini
dapat digunakan ketika metode lain (misalnya, survei, eksperimen) dianggap tidak praktis.

Douglas menyatakan bahwa sebagian dari apa yang peneliti sosial benar-benar ingin belajar,
dapat dipelajari hanya melalui keterlibatan langsung seorang peneliti di lapangan.
Secara sederhana Metode pengamatan penelitian lapangan (field research) dapat
didefinisikan yaitu secara langsung mengadakan pengamatan untuk memperoleh informasi
yang diperlukan, misalnya ketika peneliti ingin meneliti bagaimana peran opinion leader
dalam suku tertentu menggiring audience-nya untuk mempercayai hal-hal tertentu. Hal ini
menggunakan metode field research guna mendapatkan hasil yang akurat dan pasti, dimana
peneliti ikut tinggal, bergaul dan melakukan kegiatan sosial lainnya demi mendapatkan
kesimpulan yang sesuai dari apa yang ada dilapangan.

Studi Kasus
Dapat dikatakan bahwa studi kasus bukan merupakan metode ilmiah yang spesifik
melainkan lebih merupakan suatu metode yang lazim diterapkan untuk memberikan
penekanan pada spesifikasi dari unit–unit atau kasus–kasus yang diteliti. Dengan kata lain,
metode ini berorientasi pada sifat – sifat unik (casual) dari unit–unit yang sedang diteliti
berkenaan dengan permasalahan – permasalahan yang menjadi fokus penelitian. Patton
(2004: 447) melihat bahwa studi kasus merupakan upaya mengumpulkan dan kemudian
mengorganisasikan serta menganalisis data tentang kasus–kasus tertentu berkenaan dengan
permasalahan–permasalahan yang menjadi perhatian peneliti untuk kemudian data
tersebut dibandingkan atau dihubung–hubungkan satu dengan yang lainnya (dalam hal
lebih dari satu kasus) dengan tetap berpegang dalam perinsip holistik dan kontekstual.
Disini yang dapat diangkat menjadi kasus mungkin adalah individu, keluarga, kelompok
organisasi, institusi nilai atau corak budaya atau bahkan wilayah. Penerapan studi kasus
sebagaimana yang lazim adalah menggunakan metode standar seperti observasi, interview,
Focus Group Discussion (FGD) atau penggabungan dari metode–metode itu.
Dalam konteks penelitian komunikasi, studi kasus memiliki karakter dinamis di
dalam penggunaannya untuk memperoleh gambaran mengenai berbagai persoalan menarik
dalam kehidupan sosial. Dalam kaitan ini, studi kasus memiliki semacam keistimewaan
yakni bukan hanya studi kasus dalam penelitian komunikasi dikembangkan sesuai dengan
yang sudah sejak lama digunakan dalam studi sosiologis dan antropologis melainkan studi
kasus dalam penelitian komunikasi juga digunakan untuk meneliti gejala–gejala humaniora.
Dalam hubungan ini studi kasus misalnya digunakan untuk melacak nilai – nilai yang
terkandung dalam berbagai bentuk naskah cerita seperti novel dan drama. Lacakan

terhadap teknik – teknik retorika yang dikembangkan oleh para elit kekuasaan dan tokoh –
tokoh masyarakat juga dapat dilakukan dengan menggunakan studi kasus ini, misalnya
mencermati penggunaan bahasa seperti metafor, ironi, parado, anekdot, dan eufeminisme.
Contoh penelitian menggunakan metode studi kasus ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Jankowsiki di Amsterdam pertengahan dekade 1970-an yaitu analisis
kontekstual mengenai perkembangan stasiun televisi lokal. Adapun topik lain yang dapat
menggunakan metode ini yaitu prilaku memilih dikalangan perempuan perkotaan dalam hal ini
kita dapat mengerucutkan dan memfokuskan pada satu kota tertentu, dalam hal ini peneliti
bisa mengidentifikasikan berbagai kasus yang telah ada.
Creswell memulai pemaparan studi kasus dengan gambar tentang kedudukan studi
kasus dalam lima tradisi penelitian kualitatif yang dikemukakan Foci berikut ini bahwa
diungkapkan bahwa fokus sebuah biografi adalah kehidupan seorang individu, fokus
fenomenologi adalah memahami sebuah konsep atau fenomena, fokus suatu teori dasar
adalah seseorang yang mengembangkan sebuah teori, fokus etnografi adalah sebuah potret
budaya dari suatu kelompok budaya atau suatu individu, dan fokus studi kasus adalah
spesifikasi kasus dalam suatu kejadian baik itu yang mencakup individu, kelompok budaya
ataupun suatu potret kehidupan. Lebih lanjut Creswell mengemukakan beberapa
karakteristik dari suatu studi kasus yaitu :
1. mengidentifikasi kasus untuk suatu studi;
2. Kasus tersebut merupakan sebuah sistem yang terikat oleh waktu dan tempat;
3. Studi kasus menggunakan berbagai sumber informasi dalam pengumpulan datanya
untuk memberikan gambaran secara terinci dan mendalam tentang respons dari suatu
peristiwa dan;
4. Menggunakan pendekatan studi kasus, peneliti akan menghabiskan waktu dalam
menggambarkan konteks atau setting untuk suatu kasus.
Berdasarkan paparan di atas, dapat diungkapkan bahwa studi kasus adalah sebuah
eksplorasi dari “suatu sistem yang terikat” atau “suatu kasus/beragam kasus” yang dari
waktu ke waktu melalui pengumpulan data yang mendalam serta melibatkan berbagai
sumber informasi yang “kaya” dalam suatu konteks. Sistem terikat ini diikat oleh waktu
dan tempat sedangkan kasus dapat dikaji dari suatu program, peristiwa, aktivitas atau
suatu individu. Dengan perkataan lain, studi kasus merupakan penelitian dimana peneliti
menggali suatu fenomena tertentu (kasus) dalam suatu waktu dan kegiatan (program, event,
proses, institusi atau kelompok sosial) serta mengumpulkan informasi secara terinci dan

mendalam dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data selama periode
tertentu.
Pengumpulan data dalam studi kasus dapat diambil dari berbagai sumber informasi,
karena studi kasus melibatkan pengumpulan data yang “kaya” untuk membangun
gambaran yang mendalam dari suatu kasus. Yin (1989) mengungkapkan bahwa terdapat
enam bentuk pengumpulan data dalam studi kasus yaitu:
1. Dokumentasi yang terdiri dari surat, memorandum, agenda, laporan-laporan suatu
peristiwa, proposal, hasil penelitian, hasil evaluasi, klipping, artikel;
2. Rekaman arsip yang terdiri dari rekaman layanan, peta, data survei, daftar nama,
rekaman-rekaman pribadi seperti buku harian, kalender dan sebagainya;
3. Wawancara yang biasanya bertipe open-ended;
4. Observasi langsung;
5. Observasi partisipan dan;
6. Perangkat fisik atau kultural yaitu peralatan teknologi, alat atau instrumen, pekerjaan
seni dan lain-lain.
Sedangkan Creswell menampilkan pengumpulan data melalui matriks sumber
informasi untuk pembacanya. Matriks ini mengandung empat tipe data yaitu: wawancara,
observasi, dokumen dan materi audio-visual
Jadi, Studi kasus menjadi berguna apabila seseorang/peneliti ingin memahami suatu
permasalahan atau situasi tertentu dengan amat mendalam dan dimana orang dapat
mengidentifikasi kasus yang kaya dengan informasi , kaya dalam pengertian bahwa suatu
persoalan besar dapat dipelajari dari beberapa contoh fenomena dan biasanya dalam bentuk
pertanyaan. Studi kasus pada umumnya berupaya untuk menggambarkan perbedaan
individual atau variasi “unik” dari suatu permasalahan. Suatu kasus dapat berupa orang,
peristiwa, program, insiden kritis/unik atau suatu komunitas dengan berupaya
menggambarkan unit dengan mendalam, detail, dalam konteks dan secara holistik. Untuk
itu dapat dikatakan bahwa secara umum, studi kasus lebih tepat digunakan untuk
penelitian yang berkenaan dengan how atau why.

Fenomenologi
Kalangan fenomenologi memandang bahwa tindakan bahwa tingkah laku manusia,
yaitu apa yang dikatakan dan dilakukan seseorang, sebagai produk dari cara orang tersebut
menafsirkan dunianya. Tugas ahli fenomenologi dan ahli metodologi kualitatif adalah

menangkap proses interprestasi ini. Untuk melakukan hal itu diperlukan apa yang disebut
Weber Verstehen, yaitu pengertian empatik atau kemampuan untuk mengeluarkan dalam
pikirannya sendiri, perasaan, motif dan pikiran-pikiran yang ada dibalik tindakan orang
lain. Untuk dapat memahami arti tingkah laku seseorang, ahli fenomenologi berusaha
memandang sesuatu dari sudut pandang orang lain (Bogdan & Taylor, 1975).
Fenomenologi tidak menganggap dirinya tahu apa makna sesuatu bagi orang-orang
yang dipelajarinya. “Penyelidikan fenomologis bermula dari “diam”. Keadaan “ diam” ini
merupakan upaya untuk menangkap apa gerangan yang sedang dipelajari. Dengan
demikian, apa yang ditekankan kaum fenomologi adalah segi subjektif tingkah laku orang.
Fenomenolog berusaha untuk bisa masuk kedalam dunia konseptual subjek penyelidikan
(Geerz, 1973) agar dapat memahami bagaimana dan apa makna yang disusun subjek
tersebut disekitar kejadian-kejadian dalam kehidupan kesehariannya. Fenomenologi
berkepercayaan bahwa bagi manusia ada banyak cara penafsiran pengamalan yang tersedia
bagi kita masing-masing melalui interaksi dengan orang lain, dan bahwa makna dari
pengalaman itulah yang membentuk kenyataan atau realitas. Sebagai akibatnya, kenyataan
itu “bentukan sosial”. Jadi, tujuan dari semua paham fenomenologi yang beragam sifatnya
pada dasarnya sama,yakni memahami subjek dari sudut pandang subjek sendiri (Bogdan &
Bikken, 1982:24).
Fenomenologi beranjak dari filsafat sebagaimana dicetuskan oleh filsuf Jerman
Edmund H. Husserl (1859 – 1938). Walaupun acap kali tampak ada kesimpangsiuran dalam
definisinya (sebagian paradigma, aliran filsafat, bahkan sebagai metode atau penelitian
kualitatif itu sendiri), pada hakikatnya fenomenologi adalah upaya menjawab pertanyaan
bagaimanakah struktur dan hakikat pengalaman terhadap suatu gejala bagi sekelompok manusia?.
Fenomenologi pada dasarnya adalah sebuah tradisi yaitu tradisi pengkajian yang
digunakan untuk mengeksplorasi pengalaman manusia. Fenomenologi adalah suatu
tradisi untuk mengeksplorasi pengalaman manusia. Dalam konteks ini diasumsikan bahwa
manusia aktif memahami dunia disekelilingnya sebagai sebuah pengalaman hidupnya dan
aktif menginterpretasikan pengalamannya tersebut yang dapat disederhanakan bahwa
fenomenologi berasumsi bahwa

setiap manusia

secara aktif menginterpretasikan

pengalaman dengan memberikan makna atas suatu yang dialaminya, dengan kata lain
pemahaman adalah suatu tindakan kreaif dan bersifat subjektif.
Satu hal lagi yang ditekankan dalam fenomenologi adalah bahwa objek dan
peristiwa tersebut dilihat dalam perspektif manusia itu sendiri. Dan analisis atas kehidupan

sehari – hari dilakukan dari sudut pandang orang yang hidup dalam kehidupannya sendiri.
Setiap makhluk hidup pasti punya interpretasi berbeda atas kehidupannya masing – masing
meski sekalipun mereka hidup dalam satu keluarga akan tetapi cara mereka
menginterpretasikan dunia disekeliling mereka berbeda. Misalnya dua orang saudara
kandung menyaksikan acara televisi yang membahas mengenai berita tentang kenaikan
harga bahan bakar minyak maka mereka akan menginterpretasikan secara berbeda.
Misalnya sang kakak menginterpretasikan bahwa pemberitaan itu hanya pengalihan isu
karena sang kakak memiliki beberapa pengalaman dari berita sebelumnya. Sedangkan sang
adik menginterpretasikan berita itu dengan kegagalan pihak pemerintah yang tidak
membela rakyat padahal sebelumnya terus dikampanyekan bahwa mereka adalah
pemerhati rakyat, lain dengan sang kakak bahwa pengalaman sang adik bahwa sebelumnya
ia sudah dikecewakan dengan pemberitaan sejenis. Kedua kakak beradik ini memiliki
pengalaman yang berbeda dan pastinya memberikan interpretasi yang berbeda pula
terhadap dunia sekelilingnya.
Metode fenomenologi ini terrmasuk kedalam metode penelitian kualitatif yang
cenderung bersifat deskriptif dimana fenomenologi dapat memberikan peluang bagi
peneliti untuk menggali informasi pengalaman manusia. Dibanding metode lain, salah satu
metode yang menggunakan paradigma konstruktifistik ini lebih memberikan fleksibilitas
dan kemudahan membangun konstruksi sosial realitas. Metode ini dapat memberikan
informasi yang kaya atas realitas yang diteliti, mungkin secara teoritik sulit dipahami akan
tetapi sebenarnya lebih mudah untuk dilakukan. Untuk cara pengumpulan datanya dalam
metode fenomenologi dapat dengan melakukan wawancara selain itu diikuti dengan data
sekunder yakni observasi.

Etnometodologi

Pendekatan ini dikembangkan oleh Harold Garfinkel pada tahun 1967 dengan
mengajukan pertanyaan: bagaimanakah orang memahami kegiatan sehari – hari sehingga
perilakunya dapat diterima oleh masyarakat? Berbeda dengan penyelidikan hueristis yang
memperhatikan pengalaman intens, entnometodologi lebih memerhatikan hal yang begitu
lumrahnya dalam kehidupan sehari–hari sehingga tidak pernah terpikirkan secara mendalam
oleh para pelakunya. Berakar dalam fenomenologi, etnometodelogi berusaha memahami akal
sehat yang digunakan oleh sekelompok manusia untuk dapat berfungsi dalam suatu kelompok
yang hendak mencapai suatu tujuan tertentu.

Perspektif ini pada dasarnya menunjuk pada persoalan yang akan diteliti,
sebagaimana yang diceritakan oleh Harold Garfinkel, istilah etnometodologi dijumpainya
ketika ia mempelajari arsip silang budaya di Yale yang memuat kata-kata seperti etnobotani,
etnofisika, etnomusik, dan etnoastronomi. Beberapa istilah tersebut mempunyai arti
sebagaimana para warga suatu kelompok tertentu (biasanya kelompok suku yang terdapat
di arsip Yale) memahami, menggunakan, dan menata segi-segi lingkungan mereka; dalam
hal etnobotani, subjek atau pokok kajiannya adalah tanaman. Dengan demikian,
etnometodologi berarti studi tentang bagaimana orang-orang menciptakan dan memahami
kehidupan sehari-hari. Subjek bagi etnometodologi bukan hanya warga suku primitif.
Mereka adalah orang-orang dari berbagai situasi didalam masyarakat kita sendiri (Bogdan
& Biklen, 1982:30).

Untuk membuktikan kompleks dan tidak lumrahnya suatu gejala, etnometodologi
menggunakan teknik sengaja melanggar pola keseharian yang berlaku dan dari reaksi
terhadap pelanggaran itu mencoba memahami kompleksitasnya. Dengan begitu metode
pengumpulan datanya dapat dengan studi kasus setelah itu dibantu dengan data sekunder
berupa wawancara dan observasi.
Budaya menolak/mencegah hujan dengan menusuk cabai atau menaburkan garam
yang secara logika tidak ada kaitannya dengan akan turun atau tidaknya hujan, hal ini terbukti
dari seringnya ritual ini dilakukan terutama ketika melakukan resepsi pernikahan namun
hujan tetap turun. Namun karena manusia memiliki refleksi, masih turunnya hujan tersebut
direfleksikan berbeda, seperti mereka mengatakan pada dirinya sendiri bahwa, “Mungkin
ritual yang dilakukan kurang tepat atau ada pantangan yang dilanggar atau ada sesuatu yang
menyebabkan hujan harus turun”. Dari sini terlihat adanya proses berpikir dan evaluasi diri
dari sang Peritual tersebut. contoh lainnya, Gail Jefferson mempertanyakan bagaimana orang
tahu kapan saatnya tertawa dalam percakapan. Menurut pandangan awam, tertawa sama
sekali bebas waktunya dalam percakapan atau interaksi, artinya, kapan saja dikehendaki.
Tetapi Jefferson menemukan bahwa beberapa ciri struktural mendasar suatu ucapan
dimaksudkan untuk membuat pihak lain agar tertawa yakni pertama, penempatan tawa oleh
pembicara di ujung ucapannya. Kedua, tertawa diletakkan di tengah pembicaraan, misalnya
di tengah kalimat. Jadi, kemungkinan yang dapat menimbulkan tertawa tak diorganisir
sebebas yang diperkirakan orang. Masalahnya bukanlah sesuatu yang akan terjadi, tertawa
atau apa pun lainnya, tapi tertawa harus terjadi atas dasar suka rela atau oleh ajakan.
Etnometodologi tidak menunjukkan kepada metode penelitian, tetapi pada
persoalan-persoalan penyelidikan, yaitu cara (metodologi yang digunakan) orang untuk

memahami situasi tempat mereka berada.bagi ahli etnometodologi, arti suatu tindakan
selalu tidak jelas dan merupakan persoalan bagi oarang-orang dalam situasi tertentu. Tugas
ahli etnometodologi adalah menyelidiki bagaimana cara orang menetapkan kaidah-kaidah
abstrak dan pengertian akal sehat dalam berbagai situasi sehingga tindakan tersebut
kelihatan rutin, dapat diterangkan, dan tidak meragukan. Dengan demikian, arti itu adalah
penyelesaian praktis yang dilakukan oleh warga suatu masyarakat (Bogdan & Taylor, 1975).
Untuk memperjelas pengertian akal sehat tersebut kita dapat mengambil contoh apa
yang telah dilakukan oleh Jack Douglas. Ia telah menyelidiki proses yang digunakan oleh
koroner (pegawai yang memeriksa sebab-sebab kematian seseorang) untuk menentukan
suatu kematian sebagai akibat bunuh diri. Ia mencatatbahwa untuk menentukan hal itu,
koroner harus menggunakan pengertian akal sehat (yaitu “apa yang diketahui oleh setiap
orang”) tentang alasan orang bunuh diri sebagai dasar menetapkan adanya unsur
kesengajaan. Koroner tersebut mengumpulkan beberapa pertanda (misalnya, bukti bahwa
seseorang bersedih karena kehilangan pekerjaannya) sehingga sampai kepada sebuah
kesimpulan dengan kata-kata “bunuh diri karena berbagai sebab praktis”. Penyelidikan lain
yang dilakukan oleh D. Lawrence Wieder menyelidiki bagaimana “pecandu narkoba”
disuatu rumah diluar kota menggunakan “kode etik narapidana”. Yaitu Aksioma seperti
“jangan mencuri” dan “bantulah penghuni yang lain”, guna menerangkan, membenarkan,
dan mempertanggungjawabkan tingkah laku mereka. Ia memberikan contoh bagaimana
para penghuni memberitahukan dan menerapkan kode etik itu pada situasi khusus jika
mereka diminta untuk menerangkan alasan tindakan mereka. Dengan demikian, lewat
penyelidikan terhadap hal-hal yang didasarkan pada pikiran sehat, ahli etnometodologi
berharap dapat mengerti cara orang melihat, melukiskan, dan menerangkan tata dunia yang
mereka tinggali ini (Bogdan & Taylor, 1975).

Interaksi Simbolik
Asumsi dalam pandangan perspektif interaksi simbolik adalah pengalaman manusia
diperoleh dengan perantara interpretasi (Blumer dalam Rulam Ahmadi (2014:48)). Benda
(objek), orang, situasi, dan kejadian itu tidak memiliki maknanya sendiri. Bogdan & Taylor
(1975) juga menyatakan bahwa orang selalu berada dalam proses interpretasi dan definisi
sewaktu mereka beralih dari satu situasi ke situasi lain. Beberapa situasi ada yang sudah
dikenal baik dan mungkin merupakan hal yang baru ditemui satu kali saja. Semua situasi
itu terdiri atas pelaku, orang lain dan tindakannya, dan objek fisik. Bagaimanapun juga,

suatu situasi hanya dapat mempunyai makna lewat interpretasi dan definisi orang
mengenai situasi tersebut. Sementara itu, tindakan orang tersebut berasal dari makna ini.
Jadi, proses interpretasi berfungsi sebagai perantara bagi setiap kecendrungan untuk
bertindak disamping juga sebagai tindakan itu sendiri.
Untuk bisa memahami tingkah laku orang, kita harus memahami definisi dan proses
terbentuknya. Manusia itu selalu aktif menciptakan dunianya maka memahami
persimpangan biografi dan masyarakat menjadi esensial (Geertz dan Millis, 1953). Karena
berbagai sebab, setiap peserta memandang (memberikan definisi mengenai) situasi atau
aspek dari situasi itu (yakni pelaku itu sendiri, pelaku yang lain) dengan cara yang
berlainan. Salah satu sebab tersebut adalah setiap pelaku membawa masa lalunya yang
unik dan mempunyai cara tersendiri pula untuk menafsirkan apa yang dilihatnya. Tentu
semua peserta dalam satu situasi mungkin mempunyai pandangan yang sama terhadap
situasi tersebut, atau beberapa peserta yang menempati posisi sama mungkin memandang
hai itu dengan cara yang berbeda. Disamping itu, faktor-faktor lain (misalnya, latar
belakang budaya, jenis kelamin, pendidikan/ latihan yang diperoleh) mungkin juga dapat
mempengaruhi perspektif peserta tersebut.
Bagian lain yang terpenting teori interaksi sosial adalah konstruk tentang “diri
sendiri” (self). Diri sendiri tidak dipandang terletak didalam individu seperti ego atau
kebutuhan, motif, dan norma-norma atau nilai-nilai yang terinternalisasi. Diri adalah
definisi yang diciptakan orang (melalui interaksinya dengan orang lain) mengenai siapa
dirinya. Dalam membentuk atau mendefiniskan diri, orang berusaha melihat dirinya
sebagaimana orang-orang lain melihat dia dengan menafsirkan gerak isyarat dan perbuatan
yang ditunjukkan kepadanya dan dengan jalan menempatkan dirinya pada peranan orang
lain. Pendeknya, kita memandang diri kita sendiri sebagian sebagaimana orang-orang lain
memandang kita. Dengan demikian, konstruksi sosial merupakan hasil dari mempersepsi
diri sendiri dan kemudian menyusun definisi melalui proses interaksi (Bogdan & Bikken,
1998:27).
Interaksionisme simbolik bermula dari psikologi sosial yang dikaitkan dengan
George Herbert Mead dan Herbert Blumer serta per definisi bertautan erat dengan
penyelidikan kualitatif dan orientasi verstehen yang mendasarinya. Sang interaksionis
simbolik mengajukan pertanyaan kumpulan simbol dan pemahaman umum apa yang muncul dan
memberikan makna pada interaksi antarmanusia?.

Perspektif ini amat menekankan pentingnya makna dan penafsiran sebagai proses
yang hakiki dan manusiawi sebagai reaksi terhadap behavioralisme dan psikologi stimulus
– respon yang mekanistis. Orang menciptakan makna bersama melalui interaksinya, dan
bagi mereka makna itulah yang menjadi realitasnya
Pentingnya interaksionisme simbolik dalam penyelidikan kualitatif adalah tekanan
jelas pada pentingnya simbol dan proses yang terjadi dalam interaksi sebagai sesuatu yang
mendasar untuk memahami perilaku manusia. Interaksionisme simbolik merupakan salah
satu model metodologi penelitian kualitatif berdasarkan pendekatan fenomenologis atau
persepektif interpretif. Bogdan dan Taylor mengemukakan bahwa dua pendekatan utama
dalam tradisi fenomenologis adalah interaksionisme simbolik dan etnometodologi.
Dalam pandangan interaksi simbolik, sebagaimana ditegaskan Blumer, proses sosial
dalam kehidupan kelompoklah yang menciptakan dan menegakkan kehidupan kelompok.
Menurut teoritisi interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi
manusia dengan menggunakan simbol-simbol. Mereka tertarik pada cara manusia
menggunakan simbol-simbol yang mempresentasikan apa yang mereka maksudkan untuk
berkomunikasi dengan sesamanya, dan juga pengaruh yang ditimbulkan penafsiran atas
simbol-simbol ini terhadap perilaku pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi sosial.
Penganut interaksi simbolik berpandangan, perilaku manusia pada dasarnya adalah produk
dari interpretasi mereka atas dunia disekeliling mereka, jadi tidak mengakui bahwa perilaku
itu dipelajari atau ditentukan, sebagaimana dianut oleh teori behavioristik atau teori
struktural. Alih-alih, perilaku dipilih sebagai hal yang layak dilakukan berdasarkan cara
individu mendefinisikan situasi yang ada.
Interaksi simbolik termasuk ke dalam salah satu dari sejumlah tradisi penelitian
kualitatif yang berasumsi bahwa penelitian sistematik harus dilakukan dalam suatu
lingkungan yang alamiah dan bukan lingkungan artifisial seperti eksperimen. Secara lebih
jelas Denzin dalam Mulyana (2002:149) mengemukakan tujuh prinsip metodologis
berdasarkan teori interaksi simbolik, yaitu :
1. Simbol dan interaksi harus dipadukan sebelum penelitian tuntas.
2. Peneliti harus mengambil perspektif atau peran orang lain yang bertindak (the acting
other) dan memandang dunia dari sudut pandang subjek, namun dalam berbuat
demikian peneliti harus membedakan antara konsepsi realitas kehidupan sehari-hari
dengan konsepsi ilmiah mengenai realitas tersebut.
3. Peneliti harus mengaitkan simbol dan definisi subjek hubungan sosial dan kelompokkelompok yang memberikan konsepsi demikian.

4. Setting perilaku dalam interaksi tersebut dan pengamatan ilmiah harus dicatat.
5. Metode penelitian harus mampu mencerminkan proses atau perubahan, juga bentuk
perilaku yang yang statis.
6. Pelaksanaan penelitian paling baik dipandang sebagai suatu tindakan interaksi
simbolik.
7. Penggunaan

konsep-konsep

yang

layak

adalah

pertama-tama

mengarahkan

(sensitizing) dan kemudian operasional, teori yang layak menjadi teori formal, bukan
teori utama (grand theory) atau teori menengah (middle theory), dan proposisi yang
dibangun menjadi interaksional dan universal.
Dari penjelasan diatas bahwa dapat disimpulkan interaksionisme simbolik dapat
menggunakan observasi sebagai data premiernya dan wawancara dapat ditambahkan
sebagai data sekundernya.

Etnografi
Etnografi adalah uraian dan penafsiran suatu budaya atau sistem kelompok sosial.
peneliti menguji kelompok tersebut dan mempelajari pola perilaku, kebiasaan, dan cara
hidup. Etnografi adalah sebuah proses dan hasil dari sebuah penelitian. Sebagai proses,
etnografi melibatkan pengamatan yang cukup panjang terhadap suatu kelompok, dimana
dalam pengamatan tersebut peneliti terlibat dalam keseharian hidup responden atau
melalui wawancara satu per satu dengan anggota kelompok tersebut. Peneliti mempelajari
arti atau makna dari setiap perilaku, bahasa, dan interaksi dalam kelompok.
Metode ini cenderung meneliti suatu kebudaayan di sebuah wilayah tertentu, apa
yang dilakukan masyarakat dan apa tujuannya mereka melakukan hal tersebut. hal ini
ditegaskan

dalam

pernyataan

bahwa

secara

historis,

penelitian

etnografi

telah

mengembangkan suatu perhatian untuk memahami pandangan dunia dan cara hidup
manusia dalam konteks pengalaman hidup sehari – hari merka (Crang dan Cook, 2007:37).
Secara harafiah, etnografi berarti tulisan atau laporan tentang suatu suku bangsa yang
ditulis oleh seorang antropolog atas hasil penelitian lapangan (field work) selama sekian
bulan atau sekian tahun. Etnografi, baik sebagai laporan penelitian maupun sebagai metode
penelitian dianggap sebagai asal-usul ilmu antropologi. Margareth Mead (1999)
menegaskan, “Anthropology as a science is entirely dependent upon field work records made by
individuals within living societies". Dalam buku Metode Etnografi, James Spardley
mengungkap perjalanan etnografi dari mula-mula sampai pada bentuk etnografi baru.

Kemudian dia sendiri juga memberikan langkah-langkah praktis untuk mengadakan
penelitian etnografi yang disebutnya sebagai etnografi baru ini.
Etnografi lekat dengan kebudayaan, bahkan merupakan hal yang pokok dalam studi
etnografis. Karena hal ini maka kalangan antropolog yang telah merintis kemudian
menggunakan istilah ini. hal demikian didasarkan pada keyakinan bahwa manusia hidup
berkelompok dan saling berinteraksi antara satu individu dan individu lainnya, dan melalui
ini kemudian terbentuk kebudayaan. Kebudayaan dalam konteks ini dapat dimaknai
sebagai kumpulan dari pola–pola perilaku dan keyakinan–keyakinan yang kemudian
menentukan patokan (standar) mengenai sesuatu itu apa (what is), kemungkinannya apa
(what can be), memutuskan bagaimana menaruh perasaan terhadapnya, keputusan
bagaimana untuk merespon dan bagaimana cara yang diambil atau dipilih.
Istilah etnografi kerap digunakan untuk menunjukkan dua hal yang sebenarnya
berbeda yakni (a) Metode Penelitian dan (b) hasil laporan penelitian atau kajian. Dalam arti
metode istilah etnografi biasanya diartikan sebagai fildwork conducted by a single investigator
who lives with and lives like whose who are studies, usually for a year or more. Penelitian
lapangan, kata lain dari metode observasi – terlibat, yang dilakukan oleh seorang peneliti
yang untuk itu ia tinggal bersama dan hidup sebagaimana layaknya orang – orang yang
diteliti, untuk waktu satu tahun atau lebih.
Dalam arti hasil penelitian, etnografi berarti the written respresentation of a culture
(suatu bentuk laporan tertulis mengenai suatu kebudayaan). Kendati demikian, secara
umum istilah etnografi biasa dipakai untuk menunjuk a study of the culture that a given group
of people more or less share (studi tentang kebudayaan yang ada pada kelompok masyarakat
tertentu). Terdapat tiga moment (tahap kegiatan yang berbeda) pada etnografi: (a)Kegiatan
Pengumpulan Informasi atau data mengenai suatu kebudayaan yang diteliti, (b)
penyusunan laporan etnografi dan (c) bacaan dan penerimaan (reading and reception) karya
etnografi oleh khalayak yang relevan dan beraneka ragam. Para ilmuan sosial biasanya lebih
tertarik pada yang pertama.
Contoh menggunakan metode etnografi adalah berkenaan dengan dampak televisi
terhadap nilai – nilai kehidupan orang lokal didaerah Nanggroe Aceh Darussalam. Dalam hal ini
lebih

mengkaji

dengan

sisi

bagaimana

kebudayaan

mereka

menerima

dan

menginterpretasikannya kedalam kebudayaan mereka.
Etnografi pada dasarnya ancangan yang berawal dari disiplin antropologi budaya
dan pada pokoknya bertujuan mengkaji bagaimanakah budaya sekelompok manusia.
Metode pengumpulan premier yang digunakan ialah observasi partisipatif, yang menuntut

kerja lapangan yang intensif dengan peneliti terlibat penuh di dalam budaya yang dikajinya.
Etnografi mementingkan asas relativisme (kenisbian) budaya : setiap kelompok manusia
akan mengembangkan budayanya dan budaya itu di hargai sebagaimana adanya tanpa
membawa nilai – nilai dari budaya si peneliti. Ini juga berarti penghargaan penuh (termasuk
upaya empati) terhadap kelompok manusia yang hendak di teliti.

Biografi
Adalah penelitian kualitatif terhadap individu serta pengalamannya yang dituliskan
dengan cara mengumpulkan dokumen dan arsip-arsip. Tujuan penelitian ini adalah
mengungkap pengalaman menarik yang dapat mempengaruhi atau mengubah hidup
seseorang. Peneliti menginterpretasi subjek seperti subjek tersebut memposisikan dirinya
sendiri.
Penelitian biografi merupakan penelitian mengenai kehidupan seseorang dan
pengalamannya yang dianggap penting dan bermanfaat bagi masyarakat umum maupun
komunitas tertentu yang dituliskan kembali dengan mengumpulkan dokumen, arsip-arsip,
keterangan dari orang yang ditulis biografinya maupun keterangan dari orang lain yang
mengetahui tentang orang yang ditulis. Tujuan penelitian ini adalah mengungkap epipani
yaitu pengalaman menarik yang sangat mempengaruhi atau mengubah hidup seseorang.
Data yang diperoleh diinterpretasi oleh si peneliti seolah-olah peneliti sedang menuliskan
pengalaman dirinya sendiri.
Penelitian biografi adalah studi tentang individu dan pengalamannya yang
dituliskan kembali dengan mengumpulkan dokumen dan arsip-arsip. Tujuan penelitian ini
adalah mengungkap turning point moment atau epipani yaitu pengalaman menarik yang
sangat mempengaruhi atau mengubah hidup seseorang. Peneliti menginterpretasi subjek
seperti subjek tersebut memposisikan dirinya sendiri.
Pada tulisan Safari Daud, Biografi merupakan riwayat hidup tokoh yang ditulis oleh
orang lain baik tokoh tersebut masih hidup atau sudah meninggal. Sedangkan riwayat
hidup yang ditulis sendiri disebut otobiografi. (Daud, Safari, 2013).
Dalam menganalisis data pada penelitian biografi dilakukan langkah-langkah
berikut:
1. Mengorganisir file pengalaman objektif tentang hidup responden seperti tahap
perjalanan hidup dan pengalaman. Tahap tersebut berupa tahap kanak-kanak, remaja,

dewasa dan lansia yang ditulis secara kronologis atau seperti pengalaman pendidikan,
pernikahan, dan pekerjaan;
2. Membaca keseluruhan kisah kemudian direduksi dan diberi kode;
3. Kisah yang didapatkan kemudian diatur secara kronologis;
4. Selanjutnya peneliti mengidentifikasi dan mengkaji makna kisah yang dipaparkan, serta
mencari epipani dari kisah tersebut;
5. Peneliti juga melihat struktur untuk menjelaskan makna, seperti interaksi sosial didalam
sebuah kelompok, budaya, ideologi, dan konteks sejarah, kemudian memberi
interpretasi pada pengalaman hidup individu;
6. Kemudian, riwayat hidup responden di tulis dengan berbentuk narasi yang berfokus
pada proses dalam hidup individu, teori yang berhubungan dengan pengalaman
hidupnya dan keunikan hidup individu tersebut.
Pada daur hidup seseorang, kelahiran sampai kematian, ada banyak kejadian yang
dialami oleh individu. Pengalaman ini merupakan unsur yang sangat menarik untuk
diketahui, dengan metode Biografi pengalaman yang terakumulasi direkam dan
dipaparkan. Inilah yang membuat Biografi merupakan sejarah individual menyangkut
tahapan kehidupan dan pengalaman seseorang yang dialami dari waktu ke waktu.
Ada beberapa varian dalam metode Biografi yang dijelaskan Daud, selain Biografi,
ada otobiografi, Prosofografi dan Memoar. Jika Biografi ditulis oleh orang lain, Otobiografi
dituliskan oleh individu itu sendiri. Sangat mirip dengan Memoar, bedanya pada fokus
individu terhadap suatu kejadian atau fenomena saja. Pengelompokan tokoh tokoh atau
individu mengenai cerita kehidupannya (Daud menyebutnya biografi kolektif) disebut
dengan Prosofografi.
Kuntowijoyo dalam tulisan Daud memberikan dua macam biografi yaitu portrayal
(portrait) dan scientific (ilmiah). Biografi dalam potret portrayal menurut Kunto adalah
kategori biografi dalam potret hanya mencoba memahami, kecenderungan metode biografi
ini pada makna memahami sang tokoh sekaligus memberi makna. Biografi scientific
menurut Kunto merupakan usaha menerapkan tokoh berdasarkan analisis ilmiah dengan
penggunaan konsep-konsep tertentu sehingga menjadi sejarah yang menerangkan.
Dalam ranah komunikasi, Biografi dapat dilakukan dalam penelusuran tokoh dan
pemikirannya sekaligus, yang mempengaruhi komunikasi baik secara keilmuan maupun
praktek komunikasi. Bahan yang digunakan dalam metode biografi ini adalah dokumen
(termasuk surat-surat pribadi), wawancara, tidak hanya dengan orang yang bersangkutan,
tetapi juga dengan orang yang disekelilingnya dan lainnya.

Grounded Research
Pengertian grounded research merupakan suatu metode penelitian yang mendasarkan
diri kepada fakta dan menggunakan analisis perbandingan yang bertujuan mengadakan
generalisasi empiris, menetapkan konsep-konsep, membuktikan teori dan mengembangkan
teori ketika pengumpulan data dan analisis data berjalan pada waktu bersamaan (Nazir
dalam Andi Prastowo (2011:65)). Dari definisi ini, dapat kita lihat bahwa metode yang
digunakan dalam grounded research merupakan reaksi metode penelitian yang pada
dasarnya digunakan untuk memverifikasi teori. Grounded research adalah metode penelitian
yang digunakan untuk mengembangkan teori. Sumber teorinya adalah data tersebut.
Dengan demikian, teori disebut grounded karena berdasarkan data.
Metode grounded research menghasilkan teori yang disebut grounded theory. Dalam
metode ini, digunakan pendekatan grounded theory, yaitu suatu pendekatan kualitatif yang
memiliki maksud pokok untuk mengembangkan teori berdasarkan data empiris, bukan
membangun teori secara deduktif logis (Muhadjir, 2000:121). Jadi, pendekatan grounded
theory bukan hanya merupakan teoritis abstrak.
Menurut Moleong (2006:30) dalam Andi Prastowo (2011:66) ada empat kriteria
pokok untuk suatu penelitian grounded research, yaitu sebagai berikut :
1. Hal itu harus sesuai dengan fenomena
2. Diperoleh dari berbagai macam data
3. Dipercaya dari segi kenyataan sehari-hari dibidangnya
4. Hal itu harus menyediakan pemahaman dan harus komprehensif terhadap orang-orang
yang diteliti maupun yang lainnya yang terlibat
5. Hal itu harus menyediakan kesimpulan umum (dengan catatan, data itu komprehensif)
6. Interpretasinya konseptual dan luas
7. Teori memasukkan variasi ekstensif di bidangnya
8. Hal itu menyediakan pengawasan (dalam hal ini menyediakan kondisi dimana teori
diaplikasikan dan menyediakan landasan untuk tindakan di bidangnya)
Menurut Nazir (1988:88),terdapat tujuh tujuan metode Grounded Research, yaitu :
1.

Untuk mengadakan generalisasi empiris

2.

Untuk menetapkan konsep-konsep

3.

Untuk membuktikan teori

4.

Untuk mengembangkan teori

5.

Untuk menentukan sampai seberapa jauh suatu kasus berlaku umum

Ciri khas Grounded research adalah sebagai berikut :
1.

Menggunakan data sebagai sumber teori

2.

Peranan data dalam penelitian ini lebih ditonjolkan

3.

Pemilihan sampel mengarah ke pemilihan kelompok atau sub kelompok yang akan
memperkaya penemuan ciri-ciri utama

4.

Pengumpulan data dan analisis data berjalan pada waktu yang bersamaan

5.

Hubungan teori dan tesis terletak pada terisinya data secara penuh pada tesis substantif
Menurut Nazir dalam Andi Prastowo (2011:72) prosedur kerja utama dalam metode

grounded research terdiri atas empat langah sebagai berikut :
1.

Menentukan masalah yang ingin diselidiki

2.

Mengumpulkan data

3.

Menganalisis dan menjelaskannya

4.

Pembuatan laporan penelitian
Metode Grounded Research memiliki kelebihan sebagai berikut :

1.

Metode ini mampu menyelidiki secara mendalam terhadap suatu permasalahan

2.

Metode grounded research mengkritik tugas pengembangan ilmu pengetahuan (dengan
pendekatan kuantitatif-positivistik) yang hanya mengadakan verifikasi sehingga terjadi
pengikisan karena temuan teori-teori baru. Dengan kata lain, model verifikasi
positivistik meminimkan munculnya teori baru. Hal itu berbeda halnya dengan metode
grounded research yang justru memberi peluang bagi munculnya teori-teori baru yang
berdasarkan data.

3.

Hipotesis dalam grounded research merupakan suatu pernyataan ilmiah yang akan terus
dikembangkan.
Sementara kelemahan metode grounded research (Nazir dalam Andi Prastowo

(2011:77)) adalah sebagai berikut:
1.

Grounded

research menggunakan analisis perbandingan dan mensifatkan analisis

perbandingan sebagai penemuan yang baru. Karena

grounded research tidak

menggunakan probabilty sampling, generalisasi yang digunakan mengandung banyak
bias.
2.

Akhir satu penelitian bergantung pada subjektivitas peneliti. Apakah hasilnya suatu
teori atau hanya suatu generalisasi saja, tidak ada yang tahu kecuali peneliti.

3.

Teori yang diperoleh dalam grounded research tidak didasarkan atas langkah-langkah
sistematis melalui siklus metode ilmiah

4.

Grounded research dapat disamakan dengan pilot studi atau exploratory research belaka

5.

Sukar dinilai dengan metode-metode umum lainnya yang sering dilakukan dalam
penelitian kemasyarakatan.
Dipengaruhi oleh pandangan bahwa peneliti kualitatif tidak membutuhkan

pengetahuan dan teori tentang objek penelitian untuk mensterilkan subjektivitas peneliti,
maka format desain grounded research dikontruksikan agar peneliti dapat mengembangkan
semua pengetahuan dan teorinya setelah mengetahui permasalahan dan data dilapangan.
Oleh karena itu, format desainnya adalah sebagai berikut :
Tahap I Observasi Pendahuluan
 Menemukan Tema-tema Pokok Penelitian
 Menemukan Gatekeepers
 Menemukan gambaran umum tentang alur penelitian
Tahap II Pengumpulan Data
 Menemukan Informan
 Mewawancarai dan Mengobservasi serta Membuat Catatan Harian
 Menemukan Inforamasi Baru
 Mengembangkan Strategi Wawancara dan Observasi
 Menggunakan Trianggulasi untuk menemukan Kebenaran Data
 Terus menerus membuat Catatan Harian
Tahap III Pengumpulan Data Lanjutan


Merevisi Draf Laporan Penelitian



Menemukan Kekurangan Data dan Informasi



Membuang informasi yang Tidak Penting



Menemukan Informan Baru



Terus-menerus menggunakan Triangulasi



Terus-menerus membuat catatan harian baru



Memutuskan untuk menghentikan penelitian



Mengembangkan draf laporan menjadi rancangan laporan akhir



Peneliti meninggalkan lokasi penelitian
Dalam tradisi penelitian kualitatif, ketiga format penelitian diatas bukanlah sesuatu

ukuran baku yang tidak dapat diubah dan dikonstruksi ulang karena berdasarkan
pengalaman bahwa format desain yang telah disiapkan hampir seluruhnya mengalami

perubahan bahkan terkadang tidak dapat digunakan sama sekali. Namun, contoh diatas
bisa jadi bermanfaat bagi pembaca karena ditulis berdasarkan berbagai pengalaman
dilapangan bertahun-tahun, karena itu tak perlu ragu menggunakannya. (Bungin, 2001 : 6465).

Daftar Pustaka

Ahmadi, Rulam. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta.
Amir Mohammad Faisal. 2015. Menulis Tesis dan Disertasi( Mengoptimalkan Keefektifan
Berpikir), Mitra Wacana Media, Jakarta.
Bailey, Kenneth D. 1994. Methods of Social Research : Fourth Edition. The Free Press

Bogdan, Robert dan Biklen, S.K. 1982. Qualitative Research for Education : An Introduction to
Theory and Methods . Allyn and Bacon, Inc.
Bogdan, Robert, and Steven J, Taylor. 1975. Introduction to Qualitative Research Methods: A
Phenomenological Approach to the Social Sciences. New York: Willey.
Bungin Burhan. 2008. Penelitian kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu
Sosial lainya. Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
----------------. 2001. Metode Penelitian Kualitatif Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian
Kontemporer. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Crang, M and Cook, I. 2007. Doing Etnographies. Sage Publications. London.
Daud, Safari. 2013. Antara Biografi dan Historiografi (Studi 36 Buku Biografi di Indonesia).
Analisis. Volume XIII. Nomor 1.
John W. Creswell. 1998. Qualitative Inquiry and Research Design : Choosing among Five
Tradition. Sage Publication. London.
Mead, Margaret. 1999. Culture and Commitment : A Study of the Generation. The Natural
History Press. New York.
Moleong L

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP SIKAP TENTANG KORUPSI PADA MAHASISWA

11 131 124