HUBUNGAN ANTARA ASUPAN NATRIUM ASUPAN KA

KARYA TULIS ILMIAH

diajukan untuk melengkapi persyaratan pendidikan Program Diploma III Kesehatan Bidang Gizi

oleh

Rainy Mulki NIM. P17331111042

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG JURUSAN GIZI PROGRAM STUDI DIPLOMA III 2014

ABSTRAK

MULKI, RAINY. 2014. Hubungan antara Asupan Natrium, Asupan Kalium, Rasio Asupan Natrium : Kalium dengan Tekanan Darah Pada Pasien Puskesmas Pasirkaliki Kecamatan Cicendo Kota Bandung. Karya Tulis Ilmiah. Program Studi Diploma III. Jurusan Gizi. Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung. Pembimbing: Siti Utami SKM, M. Kes

Hipertensi atau tekanan darah tinggi sering disebut sebagai pembunuh gelap atau silent killer. Salah satu faktor penyebab hipertensi di antaranya adalah tingginya asupan natrium, rendahnya asupan kalium, dan rasio asupan natrium : kalium > 1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keeratan hubungan antara asupan natrium, asupan kalium, dan rasio asupan natrium : kalium dengan tekanan darah sistolik dan diastolik. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan sampel

37 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan Purposive Sampling. Data asupan natrium, asupan kalium, dan rasio asupan natrium : kalium responden diperoleh dari wawancara dengan SFFQ. Data tekanan darah diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan Sphygmomanometer. Analisa bivariat menggunakan korelasi Pearson dan Spearman. Hasil penelitian diperoleh rata-rata tekanan darah sampel yaitu 136/85 mmHg, rata-rata asupan natrium 2432.1 mg/hari, rata-rata asupan kalium 1472.1 mg/hari, dan rata-rata rasio asupan natrium : kalium 2.2 / hari. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan bahwa keeratan hubungan yang kecil antara asupan natrium dengan tekanan darah sistolik (p = 0.114, r = -0.203 ) dan tekanan darah diastolik (p = 0.055, r = -0.267), antara asupan kalium dengan tekanan darah sistolik (p = 0.451, r = 0.021) dan tekanan darah diastolik (p = 0.447, r = -0.023), serta antara rasio asupan natrium : kalium dengan tekanan darah sistolik (p = 0.435, r = -0.028) dan tekanan darah diastolik (p = 0.308, r = -0.085). Perlu penelitian lebih lanjut mengenai hubungan asupan natrium, asupan kalium, dan rasio asupan natrium : kalium dengan tekanan darah dengan memperhatikan faktor- faktor lain seperti konsumsi alkohol, stress, dan aktifitas fisik.

Kata Kunci : Asupan Natrium, Asupan Kalium, Rasio Asupan Natrium : Kalium, Tekanan Darah

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia, dan nikmat-Nya. Tanpa pertolongan serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini yang berjudul “Hubungan antara Asupan Natrium, Asupan Kalium, dan Rasio Asupan Natrium : Kalium dengan Tekanan Darah pada Pasien Puskesmas Pasirkaliki Kecamatan Cicendo Kota Bandung” dengan sebaik mungkin. Tanpa ridha dan kasih sayang-Nya mustahil karya tulis ilmiah ini dapat penulis selesaikan.

Penyusunan karya tulis ini dibuat untuk memenuhi salah satu nilai tugas pembelajaran mata kuliah Karya Tulis Ilmiah. Tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, penyusunan karya tulis ilmiah ini tidak mungkin terwujud. Oleh karena itu, dengan penuh rasa hormat penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada :

1. Bapak Holil M. Par’i, SKM, M.Kes selaku Ketua Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung;

2. Ibu Siti Utami SKM, M. Kes, selaku pembimbing materi karya tulis ilmiah yang telah banyak memberikan bantuan berupa bimbingan dan nasihat;

3. Bapak Fred Agung S., SKM, M. Kes selaku pembimbing akademik yang telah banyak membimbing selama mengikuti perkuliahan di Poltekkes Bandung Jurusan Gizi;

4. Staf Puskesmas Pasirkaliki Kecamatan Cicendo Kota Bandung yang telah membantu saya selama penelitian.

5. Kedua orang tua tercinta, mamah Iis Rahmawati dan papah Jajang Muklis serta untuk almarhum nenek Emih Rodiah Heryati dan almarhum kakek Apa Wikanda juga seluruh keluarga besar atas pengertian, perhatian, dukungan, serta pengorbanan lebih mereka baik secara materil maupun non materil yang tak ternilai;

6. Teman-teman tercinta terutama angkatan 23, Ika, Ica, Dada, dan yang lainnya yang telah memberikan bantuan berupa dukungan, inspirasi, serta motivasi yang sangat berarti bagi penulis;

7. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu- persatu yang juga telah banyak membantu penulis.

Semoga Allah SWT membalas segala amal baik mereka yang mana telah banyak membantu penulis dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.

Tiada gading yang tak retak dan tiada pula karya yang sempurna. Tak terkecuali karya tulis ilmiah ini, tentu ada cacat dan celanya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritikannya demi perbaikan karya tulis ilmiah ini. Akhir kata, penulis ucapkan banyak terima kasih, semoga karya tulis ilmiah ini dapat berguna bagi siapapun yang membacanya.

Cimahi, Juli 2014

Penyusun

57

DAFTAR PUSTAKA......................................................

62

LAMPIRAN....................................................................

DAFTAR GAMBAR

nomor halaman

22

3.1 SKEMA KERANGKA KONSEP …………………………………

DAFTAR TABEL

nomor halaman

2.1 KLASIFIKASI HIPERTENSI ……………………………………

5.1 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN UMUR DI PUSKESMAS PASIRKALIKI KECAMATAN CICENDO KOTA BANDUNG..............................................................................

5.2 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN JENIS KELAMIN DI PUSKESMAS PASIRKALIKI KECAMATAN CICENDO KOTA BANDUNG..............................................................................

5.3 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN DI PUSKESMAS PASIRKALIKI KECAMATAN CICENDO KOTA BANDUNG..............................................................................

5.4 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN PEKERJAAN DI PUSKESMAS PASIRKALIKI KECAMATAN CICENDO KOTA BANDUNG.................................................

5.5 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN RIWAYAT HIPERTENSI DARI KELUARGA DI PUSKESMAS PASIRKALIKI KECAMATAN CICENDO KOTA BANDUNG..................................................................

5.6 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN OBESITAS DI PUSKESMAS PASIRKALIKI KECAMATAN CICENDO KOTA BANDUNG.............................................................................

5.7 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN LATIHAN FISIK DI PUSKESMAS PASIRKALIKI KECAMATAN CICENDO KOTA BANDUNG.............................................................................

5.8 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN KEBIASAAN MEROKOK DI PUSKESMAS PASIRKALIKI KECAMATAN CICENDO KOTA BANDUNG............................................................................

5.9 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN TEKANAN DARAH DI PUSKESMAS PASIRKALIKI KECAMATAN CICENDO KOTA BANDUNG.............................................................................

5.10 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN ASUPAN NATRIUM DI PUSKESMAS PASIRKALIKI KECAMATAN CICENDO KOTA BANDUNG..............................................................................

5.11 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN ASUPAN KALIUM DI PUSKESMAS PASIRKALIKI KECAMATAN CICENDO KOTA BANDUNG.............................................................................

5.12 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN RASIO ASUPAN NATRIUM : KALIUM DI PUSKESMAS PASIRKALIKI KECAMATAN CICENDO KOTA BANDUNG.............................................................................

5.13 HUBUNGAN ANTARA ASUPAN NATRIUM DENGAN TEKANAN DARAH SISTOLIK DAN DIASTOLIK DI PUSKESMAS PASIRKALIKI KECAMATAN CICENDO KOTA BANDUNG………………………………………………..

5.15 HUBUNGAN ANTARA ASUPAN KALIUM DENGAN TEKANAN DARAH SISTOLIK DAN DIASTOLIK DI PUSKESMAS PASIRKALIKI KECAMATAN CICENDO KOTA BANDUNG………………………………………………..

5.17 HUBUNGAN ANTARA RASIO ASUPAN NATRIUM : KALIUM DENGAN TEKANAN DARAH SISTOLIK DAN DIASTOLIK DI PUSKESMAS PASIRKALIKI KECAMATAN CICENDO KOTA BANDUNG………………………………………………………..

DAFTAR LAMPIRAN

nomor halaman

62

1 NASKAH PENJELASAN PENELITIAN …………………………

64

2 KUISIONER PENELITIAN………………………………………...

3 FORMULIR SEMIQUANTITATIVE FOOD FREQUENCY (SFFQ)………………………………………………………………

66

71

4 HASIL OLAH DATA………………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan zaman yang semakin canggih di era globalisasi ini tidak hanya memberi dampak positif bagi kelangsungan hidup manusia, tetapi juga memberikan dampak negatif khususnya masalah kesehatan. Gaya hidup modern yang diikuti pola hidup yang tidak sehat, serta pola makan yang buruk, mengakibatkan penurunan tingkat kesehatan manusia. Menurut Casey dan Benson (2012) perilaku tidak sehat seperti merokok, minum minuman beralkohol dan pola diet kurang sehat dan tidak seimbang seperti konsumsi makanan tinggi lemak, rendah serat, serta kurang buah, dan sayur diketahui memiliki hubungan yang erat dengan peningkatan resiko terjadinya berbagai penyakit degeneratif.

Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 yang diterbitkan oleh Depkes RI persentase nasional perilaku merokok setiap hari pada penduduk umur > 10 tahun adalah 23,7% dan perilaku minum minuman beralkohol selama 12 bulan terakhir adalah 4,6%. Sedangkan untuk prevalensi nasional kurang makan buah dan sayur umur > 10 tahun adalah 93,6% (Depkes, 2007). Melihat dari data tersebut dapat diperkirakan obesitas, penyakit jantung, hipertensi, stroke banyak ditemukan di Indonesia.

Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif. Menurut data Depkes tahun 2007 penderita hipertensi usia ≥ 18 tahun di Indonesia sebanyak 31,7% sedangkan di Jawa Barat adalah sebanyak 29,4%. Hal ini berarti angka prevalensi penderita hipertensi di Jawa Barat sudah hampir mendekati angka di nasional. Ini mengindikasikan bahwa penyakit Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif. Menurut data Depkes tahun 2007 penderita hipertensi usia ≥ 18 tahun di Indonesia sebanyak 31,7% sedangkan di Jawa Barat adalah sebanyak 29,4%. Hal ini berarti angka prevalensi penderita hipertensi di Jawa Barat sudah hampir mendekati angka di nasional. Ini mengindikasikan bahwa penyakit

Hipertensi sering disebut sebagai pembunuh gelap atau silent killer karena termasuk penyakit yang gejalanya tersembunyi namun perlahan-lahan mematikan. Hipertensi adalah penyakit yang dapat menyerang siapa saja, baik muda maupun tua. Hipertensi yang tidak tertangani dapat menyebabkan stroke, gagal jantung, gagal ginjal, infark miokard, percepatan kehilangan massa tulang dan resiko fraktur, serta masalah ingatan jangka panjang (Escott-Stump, 2008).

Banyak faktor risiko yang mempengaruhi kejadian hipertensi. Faktor risiko tersebut diklasifikasikan menjadi faktor risiko yang tidak dapat diubah dan ada juga faktor risiko yang dapat diubah (KEPMENKES, 2009). Faktor risiko yang dapat diubah di antaranya adalah diturunkan secara genetis, usia, jenis kelamin, dan ras. Adapun faktor risiko yang dapat diubah meliputi merokok, obesitas, kurang latihan fisik, kelebihan asupan natrium, kurangnya asupan kalium, penggunaan alkohol, dan stress.

Salah satu faktor risiko dari hipertensi adalah kelebihan asupan natrium. Natrium adalah ion utama yang terdapat pada cairan ekstraseluler (Almatsier, 2009). Asupan natrium yang meningkat menyebabkan volume cairan ekstraseluler meningkat. Hal ini menyebabkan tubuh meretensi cairan yang akan berujung pada peningkatan volume darah (Muliyati dkk, 2011). Peningkatan volume darah menyebabkan jantung perlu memompa darah lebih keras sehingga menyebabkan tekanan darah tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Muliyati dkk (2011) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pola diet natrium dengan kejadian hipertensi (p < α). Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan oleh Ariwidyaningsih (2013) juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara asupan natrium dengan tekanan darah sistolik (p < α) dan tekanan darah diastolik (p < α).

Kurangnya asupan kalium juga merupakan faktor risiko hipertensi. Kalium merupakan ion utama yang terdapat pada cairan intraseluler (Almatsier, 2009). Kalium penting dalam mempertahankan keseimbangan antara cairan intraseluler dengan cairan ekstraseluler (Sloane, 2004). Efek dari kalium di tekanan darah adalah meningkatkan eksresi air dan natrium dari tubuh sehingga mengurangi terjadinya retensi cairan (Krummel, 2004). Hal ini berbanding terbalik dengan sifat natrium yang meretensi cairan. Diet Kalium dan tekanan darah memiliki hubungan yang berkebalikan, yaitu asupan tinggi Kalium berhubungan dengan penurunan tekanan darah (Krummel, 2004). Studi cross sectional yang dilakukan Muliyati dkk (2011) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola diet rendah kalium dengan kejadian hipertensi (p < α ). Penelitian yang dilakukan oleh Farid (2010) menunjukkan adanya hubungan antara asupan kalium dengan tekanan darah sistolik (p < α) dan tekanan darah diastolik (p < α).

Selain asupan natrium dan kalium berpengaruh dengan tekanan darah, ternyata rasio asupan natrium : kalium pun memiliki pengaruh (Krummel, 2004). Rasio asupan natrium : kalium yang dianjurkan adalah ≥

1 : 1 (KEPMENKES, 2009). Peningkatan rasio asupan natrium : kalium merupakan indikator terkuat meningkatkan risiko hipertensi daripada natrium dan kalium sendiri (NIH, 2009). Percobaan klinis telah menunjukkan bahwa peningkatan asupan kalium menurunkan tekanan darah, dan efek kalium dalam menurunkan tekanan darah menunjukkan lebih besar saat asupan natrium secara bersamaan tinggi (Otten et al, 2006). Studi cross sectional yang dilakukan oleh Hendrayani (2009) menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara rasio asupan natrium : kalium dengan hipertensi (p < α). Sebenarnya secara alami, banyak bahan pangan yang memiliki kandungan kaliumnya lebih tinggi dibandingkan dengan natrium. Namun, hal ini kemudian menjadi terbalik akibat perilaku penambahan garam dan bumbu penyedap yang banyak ke dalam makanan cepat saji.

Menurut beberapa penelitian yang sudah disebutkan di atas, hubungan antara asupan natrium, asupan kalium, dan rasio asupan natrium : kalium dengan tekanan darah telah menunjukkan adanya hubungan yang bermakna. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti keeratan hubungan antara asupan natrium, asupan kalium, dan rasio asupan natrium : kalium dengan tekanan darah pada usia ≥ 25 tahun. Penelitian dilakukan di Puskesmas Pasirkaliki Kecamatan Cicendo Kota Bandung. Alasan pemilihan lokasi penelitian tersebut dikarenakan pada bulan November 2013 penyakit hipertensi di Puskesmas tersebut menduduki peringkat ke 1 dengan jumlah penderita hipertensi di Puskesmas tersebut sebanyak 550 orang.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun berdasarkan uraian tersebut, rumusan masalahnya adalah sebagai berikut.

a. Bagaimana keeratan hubungan antara asupan natrium dengan tekanan darah?

b. Bagaimana keeratan hubungan antara asupan Kalium dengan tekanan darah?

c. Bagaimana keeratan hubungan antara rasio asupan natrium : kalium dengan tekanan darah?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Memperoleh informasi tentang keeratan hubungan antara asupan natrium, asupan kalium, dan rasio asupan natrium / kalium dengan tekanan darah sistolik dan diastolik.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik sampel meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan pekerjaan.

b. Mengetahui faktor risiko hipertensi pada sampel.

c. Mengetahui asupan natrium pada sampel.

d. Mengetahui asupan kalium pada sampel.

e. Mengetahui rasio asupan natrium : kalium pada sampel.

f. Mengetahui tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik sampel.

g. Menganalisis keeratan hubungan antara asupan natrium dengan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik pada sampel.

h. Menganalisis keeratan hubungan antara asupan kalium dengan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik.

i. Menganalisis keeratan hubungan antara rasio asupan natrium : kalium dengan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini meliputi asupan natrium, asupan kalium, rasio asupan natrium : kalium, dan tekanan darah di Puskesmas Pasirkaliki Kecamatan Cicendo Kota Bandung.

1.5 Manfaat Penelitian

a. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan ilmu kepada penulis mengenai keeratan hubungan antara asupan natrium, asupan kalium, rasio asupan natrium : kalium dengan tekanan darah serta peneliti pun mampu a. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan ilmu kepada penulis mengenai keeratan hubungan antara asupan natrium, asupan kalium, rasio asupan natrium : kalium dengan tekanan darah serta peneliti pun mampu

b. Bagi Sampel Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan menambah wawasan pengetahuan sampel akan keeratan hubungan asupan natrium, asupan kalium, rasio asupan natrium : kalium dengan tekanan darah sehingga dapat ditegakkan dalam diet sehari-hari.

c. Bagi Lokasi Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi baru mengenai keeratan hubungan antara asupan natrium, asupan kalium, rasio asupan natrium : kalium dengan tekanan darah dalam rangka dalam rangka penyuluhan dan konseling diet atau asuhan gizi pada penderita hipertensi.

d. Bagi Jurusan Gizi Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan referensi bacaan dan sumber informasi di perpustakaan Gizi.

1.6 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini adalah tidak ditelitinya faktor-faktor lain yang mungkin mempengaruhi tekanan darah seperti konsumsi alkohol, aktifitas fisik, stress, tidak memperhatikan apakah responden sedang mengkonsumsi obat penurun tekanan darah atau tidak, sulitnya mengestimasi natrium pada bahan-bahan makanan yang tidak mencantumkan kadar natriumnya serta pengukuran tekanan darah pada penelitian ini hanya dilakukan 1 kali pengukuran.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tekanan Darah

Tekanan darah didefinisikan sebagai tekanan yang dihasilkan oleh darah di pembuluh darah (Ronny dkk, 2009). Menurut Corwin (2009) tekanan darah bergantung pada kecepatan denyut jantung, volume sekuncup, dan Total Resistance Peripheral (TPR ).

Darah dipompa oleh jantung. Darah yang dipompa oleh jantung akan mengalir ke dalam pembuluh darah arteri. Pada saat darah mengalir ke dalam arteri, arteri meregang namun karena sifatnya yang elastis arteri akan kembali ukuran semula dan dengan demikian darah akan mengalir ke daerah yang lebih distal (Ronny dkk, 2009). Perhitungan tekanan darah ditentukan oleh curah jantung atau cardiac output (CO) dikali TPR. Tekanan darah di tubuh dibedakan menjadi 2 yaitu tekanan darah sistole dan tekanan darah diastole.

Menurut Ronny dkk (2009) tekanan darah sistole merupakan tekanan darah yang terukur pada saat ventrikel kiri jantung berkontraksi (sistole). Darah mengalir dari jantung ke pembuluh darah sehingga pembuluh dasar sehingga pembuluh darah teregang maksimal. Pada pemeriksaan fisik, bunyi “lup” pertama yang terdengar adalah tekanan darah sistolik. Tekanan darah sistolik pada orang normal rata-rata 120 mmHg.

Menurut Ronny dkk (2009) tekanan diastole merupakan tekanan darah yang terukur yang terjadi pada saat jantung berelaksasi (diastole). Pada saat diastole, tidak ada darah mengalir dari jantung ke pembuluh sehingga pembuluh darah dapat kembali ke ukuran normalnya sementara darah didorong ke bagian arteri yang lebih distal. Pada pemeriksaan fisik, Menurut Ronny dkk (2009) tekanan diastole merupakan tekanan darah yang terukur yang terjadi pada saat jantung berelaksasi (diastole). Pada saat diastole, tidak ada darah mengalir dari jantung ke pembuluh sehingga pembuluh darah dapat kembali ke ukuran normalnya sementara darah didorong ke bagian arteri yang lebih distal. Pada pemeriksaan fisik,

Mekanisme pengaturan tekanan darah normal berdasarkan lamanya diklasifikasikan menjadi 2 yaitu pengaturan tekanan darah jangka pendek dan pengaturan tekanan darah jangka panjang (Corwin, 2009). Pengaturan tekanan darah jangka pendek melibatkan refleks neuronal susunan saraf pusat dan regulasi curah jantung. Pengaturan tekanan darah jangka panjang mengatur homeostatis sirkulasi melalui sistem hormonal endokrin sebagai organ pengatur utama distribusi cairan ekstraseluler. Mekanisme pengaturan tekanan darah jangka panjang melibatkan sistem renin-angiotensin-aldosteron.

Pengendalian tekanan darah bergantung pada sensor yang secara terus-menerus mengukur tekanan darah dan mengirim informasinya ke otak (Corwin, 2009). Tekanan darah secara terus- menerus dipantau oleh sensor yang disebut baroreseptor (reseptor tekanan). Terdapat baroreseptor di lengkung arteri karotis (di leher) dan di lengkung aorta tempat aorta keluar dari jantung; sensor-sensor ini disebut baroreseptor karotis dan aorta, secara berurutan. Baroreseptor juga dijumpai di arteriol yang memperdarahi nefron di ginjal. Semua baroreseptor bekerja sebagai reseptor regang yang berespons terhadap perubahan tekanan darah.

Baroreseptor bekerja untuk selalu memantau tekanan darah agar selalu normal. Secara normal apabila tekanan darah turun, maka baroreseptor dalam tubuh akan mengirim informasi ke pusat kardiovaskular di otak. Hal ini menyebabkan perangsangan simpatis ke jantung dan Total Peripheral Resistance (TPR). Stimulasi parasimpatis berkurang demikian juga kecepaan denyut jantung. Pelepasan renin meningkat, menyebabkan peningkatan pengeluaran angiotensin II yang pada gilirannya secara langsung meningkatkan TPR dan sistesis aldosteron. Peningkatan aldosteron meningkatkan reabsorpsi natrium dan dengan adanya Anti Diuretic Hormon (ADH), reabsorpsi air juga Baroreseptor bekerja untuk selalu memantau tekanan darah agar selalu normal. Secara normal apabila tekanan darah turun, maka baroreseptor dalam tubuh akan mengirim informasi ke pusat kardiovaskular di otak. Hal ini menyebabkan perangsangan simpatis ke jantung dan Total Peripheral Resistance (TPR). Stimulasi parasimpatis berkurang demikian juga kecepaan denyut jantung. Pelepasan renin meningkat, menyebabkan peningkatan pengeluaran angiotensin II yang pada gilirannya secara langsung meningkatkan TPR dan sistesis aldosteron. Peningkatan aldosteron meningkatkan reabsorpsi natrium dan dengan adanya Anti Diuretic Hormon (ADH), reabsorpsi air juga

2.2 Hipertensi

2.2.1 Definisi Hipertensi dan Klasifikasi Hipertensi Menurut Corwin (2009) hipertensi adalah tekanan darah tinggi

yang abnormal dan diukur paling tidak pada 3 kesempatan yang berbeda. Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang melebihi 140 mmHg untuk tekanan sistolik atau 90 mmHg untuk tekanan diastolik (Hartono, 2006). Tekanan darah normal bervariasi sesuai usia, sehingga setiap diagnosis hipertensi harus bersifat spesifik usia (Corwin, 2009).

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik sebesar ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik sebesar ≥ 90 mmHg, atau keduanya (Krummel, 2004). Hipertensi dengan peningkatan tekanan sistole tanpa disertai peningkatan diastole lebih sering pada pada lansia, sedangkan hipertensi peningkatan tekanan diastole tanpa disertai peningkatan sistole lebih sering terdapat pada dewasa muda (Tambayong, 2000). Adapun klasifikasi hipertensi berdasarkan

tekanan sistolik dan tekanan diastolik menurut JNC VII tahun 2004 dapat dilihat pada tabel 2.1.

TABEL 2. 1 KLASIFIKASI HIPERTENSI Tekanan Darah (mmHg)

< 80 Pre Hipertensi

Dan

80 -89 Hipertensi stage 1

Atau

90 -99 Hipertensi stage 2

Sumber: Joint National Commitee on Prevention, Detection, and Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: Seventh Report (JNC VII)

2.2.2 Patofisiologi Hipertensi Patofisiologi hipertensi dapat disebabkan karena masalah

dalam regulasi tekanan darah. Regulasi tekanan darah dalam tubuh bergantung pada kecepatan denyut jantung, volume sekuncup, dan TPR. Peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang tidak dikompensasi tersebut dapat menyebabkan hipertensi (Corwin, 2009).

Peningkatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan saraf simpatis atau hormonal yang abnormal. Peningkatan denyut jantung yang kronis seringkali menyertai kondisi hipertiroidisme (Corwin, 2009). Kondisi ini menyebabkan tubuh menahan kelebihan sodium dan kehilangan potasium yang memicu hipertensi, penambahan berat badan, lemah otot, dan retensi cairan. Peningkatan sekresi aldosteron dapat terjadi akibat tumor adrenal (Tambayong, 2000).

Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi akibat gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam berlebihan (Corwin, 2009). Ginjal mengatur tekanan

darah dengan mengontrol volume cairan ekstraseluler dan mensekresikan renin, yang mana selanjutnya akan mengaktifkan sistem renin-angiotensin. Saat mekanisme regulator tersebut terganggu, terjadilah hipertensi (Krummel, 2004). Hal ini disebabkan hipertensi distimulasi oleh sistem renin-angiotensin, rendahnya diet kalium, dan penggunaan obat cyclosporine. Semua ini menyebabkan vasokonstriksi, yang mana dapat mengakibatkan iskemia atau perubahan arterial (Krummel, 2004). Selain peningkatan asupan diet garam, peningkatan abnormal kadar renin dan aldosteron atau penurunan aliran darah ke ginjal juga dapat mengganggu pengendalian garam dan air (Corwin, 2009).

Peningkatan TPR yang kronis dapat terjadi pada peningkatan rangsangan saraf simpatis atau hormon pada arteriol, atau responsivitas yang berlebihan dari arteriol terhadap rangsangan normal. Pada peningkatan TPR, jantung harus memompa lebih kuat, dan dengan demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk mendorong darah

darah, sehingga menyebabkan tekanan darah tinggi (Corwin, 2009). Diameter pembuluh darah juga sangat mempengaruhi aliran darah (Krummel, 2004). Saat diameter pembuluh darah mengecil (pada atherosclerosis), tahanan dan tekanan darah meningkat. Sebaliknya, saat diameter membesar (pada obat terapi vasodilator), tahanan menurun dan tekanan darah pun menurun.

melintasi pembuluh

Hipertensi pada individual mungkin juga memiliki variasi dalam gen yang memproduksi angiotensin I (Nelms et al, 2007). Peningkatan angiotensin I dapat menyebabkan peningkatan produksi angiotensin II yang berlanjut akan terjadinya penurunan ekskresi natrium dan air sehingga meningkatkan tekanan darah.

2.2.3 Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Etiologi Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2 yaitu

sebagai berikut.

a. Hipertensi primer / hipertensi esensial Pada sekitar 90% kasus hipertensi, tidak diketahui penyeybabnya (Hipertensi primer atau esensial) (Mitchell dkk, 2008). Ada banyak faktor yang mempengaruhi hipertensi primer salah satunya adalah faktor genetik atau keturunan. Hipertensi esensial melibatkan interaksi yang sangat rumit antara faktor genetik dan lingkungan yang dihubungkan oleh pejamu mediator neuro-hormonal. Gen yang berpengaruh pada hipertensi primer (faktor herediter diperkirakan meliputi 30% sampai 40% hipertensi primer) meliputi reseptor angiotensin II, gen angiotensin dan renin, gen kalsium transpor dan natrium hidrogen antiporter (memengaruhi sensitivitas garam); dan gen yang berhubungan dengan hipertensi sebagai kelompok bawaan (Brashers, 2008).

b. Hipertensi sekunder Sekitar 10% dari kasus hipertensi adalah hipertensi sekunder karena penyakit renal atau (yang lebih jarang) karena stenosis arteri renalis (hipertensi renovaskuler), kelainan endokrin, malformasi vaskuler, hipertensi karena kehamilan, atau karena kelainan neurogenik (Mitchell dkk, 2008).

1) Renal artery stenosis yaitu penyempitan arteri yang menyuplai darah ke ginjal (Casey dan Benson, 2012). Kondisi ini terjadi karena adanya plak pada dinding arteri. Kasus ini juga dapat terjadi pada wanita muda, umumnya karena pertumbuhan berlebihan dari jaringan otot di dinding arteri (fibromuscular dysplasia).

2) Hyperaldosteronism adalah produksi berlebihan dari aldosteron (Tambayong, 2000). Kondisi ini disebut hyperaldosteronism

yang menyebabkan tubuh menahan kelebihan sodium dan kehilangan potasium yang memicu hipertensi, penambahan berat badan, lemah otot, dan retensi cairan. Peningkatan sekresi aldosteron dapat terjadi akibat tumor adrenal.

3) Hyperthyroidism adalah kondisi di mana kelenjar tiroid hiperaktif yakni memproduksi hormon berlebih yang memicu perubahan denyut jantung dan tekanan darah, serta perubahan berat badan, pencernaan, dan fungsi otot (Casey dan Benson, 2012).

4) Pheochromocytoma yaitu tumor medula adrenal yang berakibat peningkatan sekresi katekolamin adrenal (Tambayong, 2000).

5) Hipertensi gestasional yaitu hipertensi yang terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu pada wanita nonhipertensi sebelumnya, dan membaik dalam 12 minggu pascapartum. Hipertensi gestasional tampaknya terjadi akibat kombinasi dari peningkatan curah jantung dan peningkatan TPR (Corwin, 2009).

6) Kelainan neurogenik meliputi psikogenik, peningkatan tekanan intrakranial, sleep apnea, dan stres akut termasuk pembedahan (Mitchell dkk, 2008).

2.2.4 Manifestasi Klinis Hipertensi Menurut Corwin (2009), hipertensi menimbulkan gejala

apabila penyakit ini sudah tahap lanjut. Manifestasi klinis hipertensi adalah sebagai berikut.

a. Sakit kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranium.

b. Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina.

c. Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat.

d. Nokturia (buang air kecil yang luar biasa sering di malam hari) yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus.

e. Edema (pembengkakan) dependen n akibat peningkatan tekanan kapiler.

2.2.5 Faktor Risiko Hipertensi Faktor risiko hipertensi dapat dibagi menjadi dua kategori

utama yaitu faktor yang tidak dapat diubah dan faktor yang dapat diubah.

a. Faktor Risiko yang Tidak Dapat Diubah

1) Umur Tekanan sistolik dan diastolik meningkat secara bertahap sesuai usia hingga dewasa. Pada lansia, arterinya lebih keras dan kurang fleksibel terhadap tekanan darah. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan sistolik. Tekanan diastolik juga meningkat karena dinding pembuluh darah tidak lagi retraksi secara fleksibel (Berman dkk, 2009).

Tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Kelompok usia 25-34 tahun memiliki risiko hipertensi 1,56 kali lebih besar dibandingkan usia 18-24 tahun (Depkes, 2009). Tekanan darah meningkat sesuai umur, dimulai dari sejak umur

40 tahun (Bustan, 2007). Seiring bertambahnya usia pembuluh darah akan lebih kaku sehingga kehilangan kelenturannya (Tamher dan Noorkasiani, 2009).

2) Genetis Beberapa faktor risiko hipertensi di antaranya adalah genetik (Nadar dan Lip, 2009). Studi epidemiologi menyebutkan 20-60% hipertensi esensial adalah diturunkan. Hal ini berkaitan dengan kelainan gen produksi angiotensinogen.

Kemungkinan yang jauh lebih besar adalah bahwa hipertensi esensial merupakan kelainan yang bersifat heterogen dan multifaktor (Corwin, 2009). Hal ini dapat terjadi dikarenakan kombinasi efek mutasi atau polimorfisme pada beberapa lokus gen.

3) Jenis Kelamin Pada umumnya insidens pada pria lebih tinggi daripada wanita, namun pada pertengahan dan lebih tua, insidens pada wanita mulai meningkat, sehingga pada usia di 65 tahun, insidens pada wanita lebih tinggi (Tambayong, 2000). Wanita umumnya memiliki tekanan darah lebih rendah daripada pria yang berusia sama, hal ini lebih cenderung akibat variasi hormon. Setelah menopouse, wanita umumnya memiliki tekanan darah yang lebih tinggi (Berman dkk, 2009).

4) Ras Hipertensi pada yang berkulit hitam paling sedikit dua kalinya pada yang berkulit putih (Corwin, 2009). Akibat penyakit ini umumnya lebih berat pada ras kulit hitam. Misalnya mortalitas pasien pria hitam dengan diastole 115 atau lebih 3,3 kali lebih tinggi daripada pria berkulit putih, dan 5,6 kali wanita putih.

b. Faktor Risiko yang Dapat Diubah

1) Merokok Rokok akan menyebabkan penurunan kadar oksigen ke jantung, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi, peningkatan penggumpalan darah, dan kerusakan endotel pembuluh darah (KEPMENKES, 2009). Asap rokok menginduksi kekakuan arterial, dan memiliki kemungkinan besar untuk memicu hipertensi. Efek merugikan dari merokok disebabkan karena kehadiran beberapa senyawa dalam tembakau termasuk nikotin. Tekanan sistolik meningkat pada orang-orang yang merokok setelah merokok 1 batang, yang rata-rata peningkatan

tekanan sistoliknya hingga mencapai 6 mmHg (Lerma dan Rosner, 2012).

2) Obesitas Obesitas adalah faktor risiko untuk peningkatan tekanan darah dan profil lipid yang tidak menguntungkan (penurunan kadar HDL-kolesterol dan peningkatan kadar LDL-kolesterol serta trigliserida) yang selanjutnya merupakan faktor risiko untuk penyakit kardiovaskular (Gibney dkk, 2008).

3) Alkohol Dasar mekanisme patofisiolgi hubungan antara konsumsi alkohol dengan hipertensi adalah alkohol mampu menstimulasi sistem saraf simpatetik dan sistem renin-angiotensin-aldosteron (Lerma dan Rosner, 2012).

4) Asupan natrium Asupan natrium yang meningkat menyebabkan tubuh meretensi cairan, yang mengakibatkan peningkatan volume darah (Muliyati dkk, 2011). Hal ini disebabkan peningkatan asupan natrium mempengaruhi keaktifan mekanisme hormon renin-angiotensin sehingga produksinya menjadi berlebih yang selanjutnya menaikkan volume darah (Krummel, 2004). Peningkatan volume darah akan menyebabkan tekanan darah naik. Menurut WHO (2013) anjuran asupan natrium dalam makanan sehari-hari adalah ≤ 2000 mg.

5) Asupan kalium Kalium menjaga keseimbangan antara konsentrasi cairan intraseluler dengan ekstraseluler. Asupan tinggi kalium membantu untuk menjaga keseimbangan cairan dan menurunkan tekanan darah (Escott-Stump, 2008). Efek asupan kalium pada tekanan darah termasuk menurunkan tahanan periferal, peningkatan ekskresi air dan natrium dari tubuh, serta menekan sekresi renin dan angiotensin (Krummel, 2004).

Menurut WHO (2013) anjuran asupan kalium dalam makanan sehari-hari adalah ≥ 3510 mg.

6) Latihan Fisik Latihan fisik menguntungkan untuk regulasi tekanan darah. Latihan fisik akan memperbaiki sistem kerja jantung, mengurangi keluhan nyeri dada/angina pektoris, melebarkan pembuluh darah, dan mencegah timbulnya penggumpalan darah (KEPMENKES, 2009). Latihan fisik, terutama bila disertai penurunan berat badan, menurunkan tekanan darah dengan menurunkan kecepatan denyut jantung istirahat dan mungkin Total Perpheral Resistance/TPR (Corwin, 2009). Latihan fisik yang dianjurkan adalah 30 menit selama 3-4 hari dalam seminggu (KEPMENKES, 2009).

7) Stress Stimulasi sistem saraf simpatis meningkatkan curah jantung dan vasokonstriksi arteriol, sehingga meningkatkan tekanan darah (Berman dkk, 2009).

2.3 Hubungan antara Asupan Natrium dengan Tekanan Darah

Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler (Almatsier, 2009). Sebagai kation utama dalam cairan ekstraseluler, natrium menjaga keseimbangan cairan dalam kompartemen tersebut.

Penyerapan natrium yang meningkat (dikarenakan asupan berlebihan) menyebabkan volume cairan ekstraseluler meningkat yang kemudian akan meningkatkan reabsorpsi air (Corwin, 2009). Hal ini akan menyebabkan tubuh meretensi cairan dan meningkatkan volume darah (Muliyati, 2011). Natrium diretensi oleh ginjal, hal ini dapat disebabkan oleh pengaruh renin-angiotensin-aldosteron yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah (Mustamin, 2010).

Mikronutrient yang paling berperan dominan dalam patogenesa hipertensi esensial adalah natrium (Andarini dkk, 2012). Kelebihan asupan natrium dapat menimbulkan hipertensi (Almatsier, 2009). Studi cross sectional yang dilakukan oleh Muliyati dkk (2011) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola diet Natrium (p < α) dengan insiden hipertensi. Hasil penelitian Anggara dan Nanang (2013) menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara asupan Natrium dengan tekanan darah dengan nilai p < α. Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan oleh Ariwidyaningsih (2013) juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara asupan natrium dengan tekanan darah sistolik (p < α) dan tekanan darah diastolik (p < α). Penelitian yang dilakukan oleh Farid (2010) menunjukkan adanya hubungan antara asupan natrium dengan tekanan darah sistolik (p < α) dan tekanan darah diastolik (p < α).

2.4 Hubungan antara Asupan Kalium dengan Tekanan Darah

Kalium adalah kation intraseluller utama (95%). Kalium penting dalam metabolisme seluler. Kadar kalium darah dikendalikan oleh aldosteron. Hormon lain yang menstimulasi asupan selular terhadap kalium adalah insulin dan epinefrin (Sloane, 2004).

Menurut Almatsier (2009), secara normal tubuh dapat menjaga keseimbangan antara natrium di luar sel dan Kalium di dalam sel. Kalium terdapat di dalam semua makanan berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Sumber utama adalah makanan mentah/segar, terutama buah, sayuran, dan kacang-kacangan.

Asupan kalium yang inadekuat dapat meningkatkan tekanan darah. Diet tinggi Kalium dapat melindungi dari hipertensi, dan defisiensi kalium dapat meningkatkan tekanan darah, dan menginduksi ektopi ventrikular (Gulledge dan Beard, 1999).

Diet tinggi kalium memiliki efektifitas dalam penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi. Asupan tinggi Kalium membantu untuk menjaga keseimbangan cairan, menurunkan tekanan darah (Escott- Stump, 2008). Dalam studi populasi, diet Kalium dan tekanan darah memiliki hubungan yang berkebalikan, yaitu asupan tinggi Kalium berhubungan dengan penurunan tekanan darah (Krummel, 2004). Peningkatan asupan kalium adalah beberapa strategi yang paling efektif untuk menurunkan tekanan darah (Appel et al, 2006). Efek asupan kalium pada tekanan darah termasuk menurunkan tahanan periferal, peningkatan ekskresi air dan natrium dari tubuh, serta menekan sekresi renin dan angiotensin (Krummel, 2004).

Studi cross sectional yang dilakukan Muliyati dkk (2011) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola diet rendah kalium (p < α) dengan kejadian hipertensi. Studi cross sectional yang dilakukan oleh Kiptiyah (2007) menunjukkan ada hubungan antara asupan Kalium dengan tekanan darah sistolik (p < α). Penelitian yang dilakukan oleh Farid (2010) menunjukkan adanya hubungan antara asupan kalium dengan tekanan darah sistolik (p < α) dan tekanan darah diastolik (p < α). Penelitian yang dilakukan oleh Anggara dan Nanang (2013) juga menunjukkan adanya hubungan antara asupan kalium dengan tekanan darah dengan (p < α).

2.5 Hubungan antara Rasio Asupan Natrium : Kalium dengan

Tekanan Darah

Tekanan darah normal memerlukan perbandingan antara Natrium dan Kalium yang sesuai dalam tubuh (Almatsier, 2009). Rasio Natrium : kalium dari diet berhubungan dengan tekanan darah (Krummel, 2004). Rasio konsumsi natrium dan kalium yang dianjurkan adalah ≤ 1 : 1 (KEPMENKES, 2009). Sebenarnya secara alami, banyak bahan pangan yang memiliki kandungan kaliumnya lebih tinggi dibandingkan dengan

natrium. Namun, hal ini kemudian menjadi terbalik akibat perilaku penambahan garam dan bumbu penyedap ke dalam makanan sehingga menyebabkan tingginya kadar natrium di dalam makanan tersebut.

Peningkatan rasio asupan natrium : kalium merupakan indikator terkuat meningkatkan risiko hipertensi daripada natrium dan kalium sendiri (NIH, 2009). Hal ini berarti bahwa seseorang yang memiliki asupan natrium yang tinggi (lebih daripada yang dianjurkan) tidak memilki masalah tekanan darah tinggi selama asupan kaliumnya lebih tinggi. Ketidak seimbangan asupan natrium dan kalium karena pola makan yang berubah menyebabkan meingkatnya prevalensi hipertensi di negara maju maupun berkembang (Andarini dkk, 2012). Percobaan klinis telah menunjukkan bahwa peningkatan asupan kalium menurunkan tekanan darah, dan efek kalium dalam menurunkan tekanan darah menunjukkan lebih besar saat asupan natrium secara bersamaan tinggi (Otten et al, 2006). Studi cross sectional yang dilakukan oleh Hendrayani (2009) menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna (p < α) antara rasio asupan natrium : kalium dengan hipertensi.

2.6 Metode Semiquantitative Food Frequency Questionnaire (SFFQ)

Desain Semiquantitative Food Frequency Questionnaire (SFFQ) memberikan tinjauan secara umum tentenag berbagai persoalan yang berhubungan dengan penggunaan kuisioner frekuensi makan dengan data kuantitatif standar konsumsi makanan jangka panjang yang biasa dilakukan dan telah digunakan untuk mengukur konsumsi makanan di masa lalu. Bagian utama SFFQ terdiri atas daftar produk pangan (atau kelompok pangan). Menurut Gibney dkk (2008) produk pangan dipilih untuk menangkap data tentang :

a. sumber utama energi dan nutrien bagi sebagian besar penduduk;

b. variabilitas antarpenduduk dalam hal asupan pangan mereka;

c. tujuan yang spesifik atau hipotesis pada penyelidikan tersebut. Tujuan

Food Frequency Questionnaire adalah melengkapai data yang tidak dapat diperoleh melalui ingatan 24 jam (Arisman, 2009). Data yang didapat dengan SFFQ merupakan data frekuensi, yakni berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan responden mengkonsumsi makanan tertentu disertai dengan URT yang selanjutnya akan dikonversi ke gram bahan makanan.

mengisi

Semiquantitative

2.6.1 Kelemahan Metode SFFQ Menurut Soekatri (2011) kelemahan dari metode ini adalah

sebagai berikut.

a. Pengisian kuisioner hanya mengandalkan ingatan.

b. Dibutuhkan kejujuran dan motivasi yang tinggi dari responden.

c. Memerlukan percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan makanan yang akan dimasukkan ke dalam kuisioner

2.6.2 Keunggulan Metode SFFQ Menurut Arisman (2009) keunggulan dari metode ini adalah

sebagai berikut.

a. Relatif murah dan sederhana.

b. Cocok jika diterapkan pada penelitian kelompok besar yang asupan pangan setiap hari sangat variatif.

c. Lebih menggambarkan pola konsumsi responden daripada recall 24 jam.

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangkap Konsep

Natrium merupakan kation utama di cairan ekstraseluler dalam tubuh. Natrium menjaga keseimbangan cairan dalam kompartemen tersebut. Asupan tinggi natrium menyebabkan tubuh meretensi cairan dan meningkatkan volume darah yang mana akan berhubungan dengan peningkatan tekanan darah. Kalium merupakan kation yang terutama terdapat di dalam cairan intrasel. Kalium menurunkan tekanan darah dengan cara menjaga keseimbangan antara konsentrasi cairan intraseluler dengan ekstraseluler. Tekanan darah normal memerlukan perbandingan antara natrium dan kalium yang sesuai dalam tubuh. Rasio asupan natrium : kalium dari diet berhubungan dengan tekanan darah. Rasio asupan natrium : kalium yang dianjurkan adalah ≤ 1 : 1. Apabila rasio asupan natrium : kalium lebih tinggi dari yang dianjurkan, tekanan darah di tubuh akan mengalami peningkatan.

Untuk melihat hubungan antara asupan natrium, asupan kalium, dan rasio asupan natrium : kalium dengan tekanan darah lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan kerangka konsep sebagai berikut.

Asupan Natrium

Asupan Kalium

Tekanan Darah

Rasio Asupan Natrium : Kalium

Gambar 3.1 HUBUNGAN ANTARA ASUPAN NATRIUM, KALIUM, DAN RASIO ASUPAN NATRIUM : KALIUM DENGAN TEKANAN DARAH

Keterangan: Variabel Independen : Asupan Natrium

Asupan Kalium Rasio Asupan Natrium : kalium

Variabel Dependen : Tekanan Darah

3.2 Hipotesis

a. Semakin tinggi asupan natrium maka tekanan darah sitolik dan tekanan darah diastolik semakin tinggi.

b. Semakin tinggi asupan kalium maka tekanan darah sitolik dan tekanan darah diastolik semakin turun.

c. Semakin tinggi rasio asupan natrium : kalium (rasio > 1 : 1) tekanan darah sistolik dan tekanan diastolik semakin tinggi.

3.3 Definisi Operasional

3.3.1 Tekanan Darah Definisi

: Tekanan di dalam pembuluh darah ketika jantung memompakan darah ke seluruh tubuh yang diukur oleh perawat.

Alat Ukur : Sphygmomanometer / Tensimeter Cara Ukur : Pengukuran tekanan darah Hasil Ukur : Data tekanan darah sistolik dan diastolik

dalam mmHg

Skala

: Rasio

3.3.2 Asupan Natrium Definisi

: Rata-rata jumlah asupan Natrium per hari dalam mg yang dikonsumsi dari bahan makanan selama satu bulan terakhir.

Cara Ukur : Wawancara Alat Ukur

: SFFQ

Hasil Ukur : Asupan natrium rata-rata per hari dalam mg Skala

: Rasio

3.3.3 Asupan Kalium Definisi

: Rata-rata jumlah asupan Kalium per hari dalam mg yang dikonsumsi dari bahan makanan selama satu bulan terakhir.

Cara Ukur : Wawancara Alat Ukur

: SFFQ

Hasil Ukur : Asupan kalium rata-rata per hari dalam mg Skala

: Rasio

3.3.4 Rasio Asupan Natrium : Kalium Definisi

: Rata-rata perbandingan asupan Natrium dengan asupan Kalium per hari. Cara Ukur : Membandingkan antara asupan Natrium dengan asupan Kalium sampel Alat Ukur

: Rata-rata hasil asupan natrium dan kalium

per hari

Hasil Ukur : Perbandingan asupan natrium : kalium Skala

: Rasio

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain Cross Sectional yang merupakan bentuk dari studi penelitian observasional yang mana variabel independen (asupan natrium, asupan kalium, dan rasio asupan natrium : kalium) dan variabel dependennya (tekanan darah) diukur secara bersamaan.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan bulan Maret 2014 dari mulai penngumpulan data sampai analisis data akhir. Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Pasirkaliki Kecamatan Cicendo Kota Bandung.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah pasien Puskesmas Pasirkaliki Kecamatan Cicendo Kota Bandung baik pria maupun wanita.

4.3.2 Sampel Sampel adalah sebagian dari pasien Puskesmas Pasirkaliki Kec. Cicendo Kota Bandung yang diambil dari keseluruhan pasien yang diteliti dan dianggap mewakili

seluruh populasi. Pemilihan sampel pada penelitian ini dilakukan secara Purposive Sampling yaitu hanya sampel yang memiliki kriteria-kriteria yang diinginkan saja yang dipilih. Sampel yang diambil adalah dengan kriteria :

a. Sampel berusia ≥ 25 tahun.

b. Bersedia mengikuti penelitian.

c. Untuk sampel wanita tidak sedang hamil.

d. Tidak menderita penyakit ginjal. Jumlah sampel penelitian ini diperoleh dari rumus sebagai berikut.

Sumber : Sastroasmoro dan Ismael, 1995 Keterangan: n

= jumlah sampel yang dibutuhkan

= derajat kemaknaan yaitu 95% Z β = kekuatan uji yaitu 90%

(Ariwidyaningsih, 2013) Berdasarkan hasil perhitungan jumlah sampel dari rumus tersebut diperoleh jumlah sampel yang dibutuhkan sebanyak 37 orang.

4.4 Jenis dan Cara Pengumpulan Data

4.4.1 Jenis Data Jenis data yang diambil pada penelitian ini adalah data

primer dan data sekunder. Adapun data primer yang diambil meliputi:

1) data karakteristik sampel yaitu jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan pekerjaan;

2) data faktor risiko yaitu riwayat hipertensi keluarga, IMT, latihan fisik, dan kebiasaan merokok;

3) data asupan makanan sampel;.