MAKALAH BIOGAS PENGARUH pH PADA PEMBUATA
MAKALAH BIOGAS
PENGARUH pH PADA PEMBUATAN BIOGAS
Disusun oleh:
Wahyu Permana Aji
12.14.014
Rina Eka M.
12.14.016
Dio Alif Tricahyo
12.14.021
Syariuddin Ubaidillah
12.14.023
Wayan Pratama
12.14.058
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG
2015
1
2
KATA PENGANTAR
Segala Puji syukur kepada Allah SWT atas Rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
kami masih diberi kesehatan dan kesempatan untuk menyusun makalah tentang
pengaryh pH terhadap pembuatan biogas ini. Makalah ini dibuat untuk memahami pH
sebagai parameter bagi aktivitas mikroorganisme, pengaruh pH pada pembuatan biogas,
pH kondisi pembuatan biogas dan cara mempertahankan pH agar diperoleh biogas yang
maksimal. Makalah ini disusun dari berbagai sumber. Makalah ini berisi tentang uraian–
uraian yang berhubungan dengan pH sebagai parameter bagi aktivitas mikroorganisme,
pengaruh pH pada pembuatan biogas, pH kondisi pembuatan biogas dan cara
mempertahankan pH agar diperoleh biogas yang maksimal. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi yang membacanya.
Sesuai pepatah yang mengatakan “tak ada gading yang tak retak”, kami pun
menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih banyak kesalahan dan kekurangan,
karena kami maih dalam tahap pembelajaran, maka dari itu kami mengharapkan kritik
dan saran bagi pembaca demi kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini.
Penulis
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................................................................1
Daftar isi............................................................................................................................2
BAB I Pendahuluan
1.1. Latar BelakangMasalah..............................................................................................3
1.2. Tujuan Penulisan........................................................................................................3
1.3. Manfaat Penulisan......................................................................................................3
BAB II Pembahasan
2.1. pH Sebagai Parameter terhadap aktivitas Bakteri......................................................4
2.2. Pengaruh pH terhadap pembuatan Biogas.................................................................6
2.3. Kondisi pH pada tahap-tahap pembuatan Biogas......................................................10
2.4.Cara Mempertahankan kondisi pH............................................................................12
BAB III Kesimpulan dan Saran
3.1. Kesimpulan...............................................................................................................15
Daftar pustaka..................................................................................................................16
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penulisan
Aktivitas mikroorganisme dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Perubahan
pada lingkungan dapat menyebabkan perubahan pada karakter morfologi dan fisiologi
mikroorganisme. Salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas mikroorganisme yaitu
pH. Nilai pH merupakan faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim, dimana aktivitas
enzim ini akan maksimum pada kondisi pH optimum. Bakteri metanogen yang
merupakan bakteri penghasil metana merupakan bakteri yang sensitive terhadap pH,
diatas pH optimumnya, penguraian tetap berjalan tetapi dengan efisiensi yang
berkurang. Untuk itu kita harus memahami pengaruh pH dalam pembuatan biogas.
1.2. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini diantaranya:
1. Menjelaskan pH sebagai parameter pada aktivitas mikroorganisme.
2. Menjelaskan pengaruh pH dalam proses pembuatan biogas.
3. Menjelaskan kondisi pH pada tahap-tahap pembuatan biogas.
4. Menjelaskan cara menkondisikan pH.
1.3. Manfaat Penulisan
Penulis berharap penulisan makalah ini akan memberikan manfaat berupa:
1.
Pengetahuan
pembaca
tentang
pH
sebagai
parameter
pada
aktivitas
mikroorganisme
2.
Pengetahuan pembaca tentang pengaruh pH dalam proses pembuatan biogas.
3.
Pengetahuan pembaca terhadap kondisi operasi pada proses pencernaan anaerob.
4.
Pemahaman tentang pengkonsisian pH dalam pembuatan biogas.
3
BAB II
TIN JAUAN PUSTAKA
2.1. pH Sebagai Parameter Terhadap Aktivitas Bakteri
Aktivitas mikroorganisme dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Perubahan
pada lingkungan dapat menyebabkan perubahan pada karakter morfologi dan fisiologi
mikroorganisme. Faktor lingkungan yang sering mempengaruhi faktor pertumbuhan dan
dianggap efektif dalam menyeleksi populasi mikroorganisme. Salah satu faktor yang
mempengaruhi aktivitas mikroorganisme yaitu pH. Derajat keasaman merupakan suatu
ekspresi dari konsentrasi ion hidrogen, [H +] yang besarannya dinyatakan dalam
minus logaritma dari konsentrasi ion hidrogen, yaitu:
pH = - log [H+]
pH merupakan indikator tingkat derajat keasaman suatu larutan.
pH juga
dapat menentukan kehidupan suatu mahkluk dimana tingkat kehidupanya berbeda –
beda sesuai dengan lingkungan. Aktivitas mikroorganisme secara signifikan dipengaruhi
oleh pH. pH adalah parameter untuk mengetahui intensitas tingkat kesamaan/kebiasaan
dari suatu larutan yang dinyatakan dengan konsentrasi ion hidrogen terlarut. Pada
instalasi pengolahan air secara biologis, pH harus dikontrol supaya berada dalam rentang
yang cocok untuk organisme tertentu yang digunakan. Derajat keasaman yang optimum
bagi kehidupan mikroorganisme adalah 6,8-7,8 (Simamora dkk, 2006). Kebanyakan
bakteri pada sistem pengolahan limbah membutuhkan pH antara 4-9.
Nilai pH merupakan faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim, dimana aktivitas
enzim ini akan maksimum pada kondisi pH optimum. Nilai pH sel mikroorganisme
dipengaruhi oleh pH lingkungan dimana mikroorganisme tersebut hidup. Beberapa
mikroorganisme memiliki mekanisme untuk mempertahankan pH intraselularnya pada
pH yang relatif konstan dalam kondisi pH lingkungan yang berfluktuasi dan tambah
pada kondisi asam maupun basa. Pada umumnya bakteri hidup pada pH 6,5-7,5
(Benefield dan Randall, 1980). Menurut Starr (1981), mikroorganisme dapat
dikelompokkan berdasarkan rentang pH tempat hidupnya, yaitu:
4
Asidofilik (pH 1,0-5,5)
Neutrofilik (pH 5,5-8,5)
Alkalifilik (pH 8,5-11,5)
Parameter kestabilan bioreaktor anaerob sangat dipengaruhi oleh besaran pH.
pH yang kurang dari 5 dan lebih dari 7,4 dalam
bioreaktor
akan mengalami
pengurasan (washout), dengan kata lain mikroorganisme akan mengalami kematian.
Untuk pH 5 sampai 6,7 mikroorganisme berada pada kondisi kurang stabil pada
kondisi ini mikroorganisme dapat berkembang apabila diberi penambahan substrat,
bisa juga tidak tetapi hasil biogas akan kurang maksimal. Sedangkan kondisi
mikroorganisme stabil berada pada pH 6,7 sampai
7,4
dimana
kondisi
ini
mikroorganisme berada pada kondisi optimal, sehingga akan menghasilkan biogas
yang optimal pula.
Benefield dan Randall (1980) juga menggambarkan pengaruh pH pada aktivitas
mikroba. Untuk tahap pembentukan asam pada proses anaerobik, pH optimum berkisar
sebesar 5,0 - 6,5 (Malina dan Pohland, 1992). Untuk tahap metanogenesa, kisaran pH
adalah antara 6,6 – 7,6 (Mc Carty, 1964). Benefield dan Randall (1980) memberi kisaran
6,0 – 8,5 dan Droste (1997) memberi kisaran 6,0 – 8,0. Bakteri metanogen merupakan
bakteri yang sensitif terhadap pH. Diatas batas pH tersebut, penguraian tetap berjalan
dengan efisiensi yang berkurang. Sedangkan dibawah batas tersebut, efisiensi akan
menurun sangat cepat. Kondisi asam akan menghambat pertumbuhan bakteri
metanogen. jika suatu digester ada dalam keadaan setimbang, bakteri asetogen dan
metanogen menggunakan asam-asam produk antar secepat laju pembentukan asam-asam
tersebut. Peningkatan konsentrasi asam menunjukkan bahwa bakteri pembentuk asam
dengan bakteri pembentuk metan tidak dalam keadaan seimbang (Syafila, l997).
Nilai parameter kinetika laju pertumbuhan mikroorganisme (μ) yang merupakan
salah satu indikator akan dipengaruhi oleh nilai laju alir biogas, temperatur, pH
dan kosentrasi senyawa organik. Pertumbuhan mikroorganisme dapat diketahui
apabila terdapat nilai koefisien dari kecepatan pertumbuhan atau yang disebut miu
(µ). Untuk menentukan nilai dari koefisien pertumbuhan mikroorganisme (µ) ini
5
menggunakan
pendekatan
yaitu
berupa
estimasi.
Penentuan estimasi
ini
menggunakan parameter yang terukur salah satunya yaitu pH dan juga volume
biogas
yang
dihasilkan. Pertumbuhan
mikroba
dapat
diketahui
dengan
menggunakan grafik pH dan volume biogas yang diproduksi, sebagai fungsi dari
retention time.
2.2. Pegaruh pH pada Pembuatan Biogas
Nilai pH merupakan salah satu faktor lingkungan yang berperan penting
dalam aktivitas mikroorganisme dalam proses anaerobik. Untuk pembentukan metan
terjadi saat nilai pH berada pada rentang pH netral, yakni 6,8 sampai 7,2 (Eckenfelder,
2000). Menurut Gallert
dan
Winter
(1999),
terbentuknya tahap fermentasi/asidogenesis
yang
penurunan
pH
menggambarkan
menyebabkan
pH lingkungan
menjadi rendah. Perubahan kondisi lingkungan akan mempengaruhi pertumbuhan
dan kehidupan bakteri awal, sehingga bakteri yang tidak mampu beradaptasi terhadap
kondisi tersebut akan mengalami kematian karena kondisi lingkungan yang tidak
mendukung proses metabolisme bakteri tersebut.
Pertumbuhan bakteri penghasil gas metana akan baik bila pH bahan berada
pada keadaan (basa) yaitu 6,5 sampai 7. Nilai pH terbaik untuk suatu digester
yaitu sekitar 7,0. Apabila nilai pH di bawah 6,5, maka aktivitas bakteri metanogen akan
menurun dan apabila nilai pH di bawah 5,0, maka fermentasi akan terhenti (Yani
dan Darwis, 1990). Bila proses fermentasi berlangsung dalam keadaan normal dan
anaerobik, maka pH akan secara otomatis berkisar antara 7 – 8,5. Jika pH lebih tinggi
dari 8,5
akan
mengakibatkan
pengaruh
yang
negatif
pada populasi
bakteri
metanogen, sehingga akan mempengaruhi laju pembentukan biogas dalam reaktor.
Ervid Miftah dan Hastih Dwi(2012) melakukan penelitian terhadap pengaruh rasio
nutrisi dan pH dalam peningkatan kualitas biogas dimana hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa kondisi operasi awal (pH) sangat mempengaruhi bakteri dalam
berkembang biak, tetapi seiring berjalannya waktu kondisi operasi pH akan menurun.
Hal tersebut dapat dilihat dimana terjadi penurunan pH setelah hari ke-30. Pada pH awal
7 terjadi menurun menjadi 5, pH awal 8 turun menjadi 6, dan pH awal 9 turun menjadi
6
7. Terjadinya penurunan pH dikarenakan pada tahap pembentukan biogas terdapat tahap
asidogenesis, yaitu pembentukan asam lemak volatile ( asam asetat, asam butirat, dan
propionate) dan asam lemak rantai panjang. Selain itu rasio C/N juga berpengaruh
terhadap kualitas biogas yang dihasilkan, jika rasio C/N tinggi maka produksi biogas
yang dihasilkan akan rendah dikarenakan nitrogen cepat dikonsumsi oleh bakteri
metanogen untuk kebutuhan protein dan tidak akan bereaksi lagi dengan karbon yang
terdapat dalam material tersebut untuk membentuk gas metan. Semakin besar rasio
C/N:P maka produksi gas metana yang dihasilkan lebih sedikit, artinya N berpengaruh
pada produksi gas metana, semakin sedikit jumlah N maka semakin rendah produksi
gas. Hasil optimal yang didapatkan adalah dengan kondisi pH 7 dimana dihasilkan
metana sebesar 96,64% dan kadar CO2 sebesar 2,94%.
7
pH
8
pH
9
pH
7
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Arnold Yonathan, dkk (2013) yang
melakukan penelitian mengenai produksi biogas dari eceng gondok dengan pengaruh
konsistensi dan pH terhadap biogas yang dihasilkan. Dalam penelitiannya terlihat bahwa
biogas muncul pada pH 5 dan terus mengalami kenaikan hingga pH 7 dan selanjutnya
mengalami penurunan pada pH 8.
Pada pH 4 biogas sama sekali tidak terproduksi karena lingkangan sekitar
bakteri terlalu asam sehingga bakteri mati sebelum mengalami pertumbuhan. Biogas
8
mulai terproduksi pada pH 5 dan produksinya terus mengalami kenaikan pada pH 6, dan
mengalami kenaikan yang sangat signifikan pada pH 7 dan produksi biogas mengalami
penurunan pada pH 8. Hal ini disebabkan karena produksi biogas berlangsung baik pada
kisaran pH 6,8-8. pH netral memacu perkembangan bakteri metana (metanogen)
sehingga pada pH tersebut bakteri perombak asam asetat tumbuh dan berkembang secara
optimal, hal itu berdampak pada biogas yang dihasilkan. Pada pH 8 volume biogas mulai
menurun, karena pada pH 8 proses pertumbuhan bakteri mulai munurun, sehingga
bakteri metana yang berkembang kurang optimal, berkurangnya jumlah bakteri metana
ini menyebabkan volume biogas yang dihasilkan tidak sebanyak pada biogas dengan pH
7. Hasil optimal yang didapatkan pada penelitiannya adalah pada kondisi pH 7 yaitu
sebesar 0,03 mol metana/100 gr eceng gondok.
Berdasarkan penelitian
Nur Laili dan Susi A. Wilujeng tentang pengaruh
pengaturan pH dan pengaturan operasional dalam produksi biogas dari sampah, variabel
pertama, produksi biogas per hari pada hari ke-1 sampai hari ke-12 cukup tinggi.
Produksi biogas per hari paling tinggi adalah pada R2 dengan variasi perlakuan
pengaturan pH 7, pada R2 ini produksi gas paling tinggi mencapai 29,93 L/hari dan
dicapai pada hari ke-4, Sedangkan produksi gas per hari tertinggi untuk R1 adalah 18,26
L/hari, yang dicapai pada hari ke-12. Pada awal proses degradasi ini terjadi proses
hidrolisis, dimana polimer organik kompleks akan diubah menjadi senyawa organik
rantai pendek oleh enzim ekstraseluler yang dihasilkan mikroorganisme hydrolitic.
9
Pada proses pembentukan biogas juga sering terjadi penurunan pH yang
cukup drastis di awal proses yang disebabkan oleh pembentukan asam yang terlalu
cepat. Selain
pembentukan
asam
juga
karena
pembentukan
gas hidrogen,
karbondioksida, dan beberapa VFA seperti asam propionate dan butirat. pH yang
rendah mampu menyebabkan mikroorganisme
pembentuk biogas yaitu bakteri
metanogenesis (bakteri rumen) berada dalam kondisi inaktif (Vicenta et al., 1984).
2.3. Kondisi pH pada Tahap-tahap Pembuatan Biogas
A. Tahap Hidrolisis
Polprasert (1989) menyebutkan bahwa tingkat hidrolisis dipengaruhi oleh
kondisi substrat, konsentrasi bakteri, serta kondisi lingkungan seperti pH dan suhu.
Veeken et al. (2000) juga menyatakan bahwa tingkat hidrolisis merupakan fungsi dari
pH, suhu, komposisi dan ukuran partikel substrat serta konsentrasi dari produk-produk
intermedit. Kondisi suhu dan pH dalam digester sangat memungkinkan terjadinya proses
hidrolisis, terutama parameter pH, dimana pH optimum untuk proses hidrolisis adalah
5,5 – 6,5 (Arshad et al., 2011 dalam Jha et al., 2011).
B. Tahap Asidogenesis
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu tahap dalam dekomposisi
bahan
organik anaerobik adalah tahap asidogenesis dan asetogenesis. Pada tahap ini
10
terbentuk asam
lemak
volatil
yang
akan
menurunkan
pH
dalam reaktor.
Keseluruhan proses anaerobik terjadi pada pH antara 6 – 8. Pengaturan pH dapat
dilakukan dengan menjaga umpan tidak terlalu asam serta mengendalikan jumlah
pencampuran agar kesetimbangan reaksi antara tahap asidogenik dan metanogenik
terjaga dengan baik.
C. Tahap Metanogenik
Kebanyakan bakteri metanogenesis mempunyai pH optimum mendekati netral
(Jones et al., 1987). pH optimum mikroorganisme pembentuk mentana yang baik
terdapat pada rentan pH 7-8,5. dengan batasan rentang operasi tanpa hambatan yang
signifikan sekitar 6,5-7,6 (Anglo 1t al., 1987; Bunchueydee, 1984; Haga et al.,
1979). Bakteri metanogenesis terkadang dapat tumbuh pada rentang pH antara 6,58,2 (Buyukkamaci dan filibeli, 2004). Nilai pH terbaik untuk suatu digester yaitu
sekitar 7,0. Bakteri metanogen merupakan bakteri yang sensitive terhadap pH, diatas
batas tersebut, penguraian tetap berjalan dengan efisien yang berkurang.
Pada pH rendah dekomposisi bahan organik dilakukan oleh bakteri yang
dapat hidup pada pH rendah dan dekomposisi yang dihasilkan tidak optimal karena
bakteri bekerja baik pada kondisi pH netral. Apabila nilai pH di bawah 6,5, maka
aktivitas bakteri metanogen akan menurun dan apabila nilai pH di bawah 5,0, maka
fermentasi akan terhenti (Yani dan Darwis, 1990). Bila proses fermentasi berlangsung
dalam keadaan normal dan anaerobik, maka pH akan secara otomatis berkisar antara
7 – 8,5. Jika pH lebih tinggi dari 8,5 akan mengakibatkan pengaruh yang negatif
pada populasi bakteri metanogen, sehingga akan mempengaruhi laju pembentukan
biogas dalam reaktor.
Walaupun bakteri pembentuk metana sangat peka terhadap pH, tetapi pH
dalam reaktor tidak harus dikendalikan secara ketat. Pada kondisi tanpa bantuan
penyeimbang pH, maka pada nilai pH dibawah 6 aktivitas bakteri metan akan mulai
terganggu dan bila mencapai 5,5 aktivitas bakterial akan terhenti
sama
sekali.
Konsetrasi pH di dalam reaktor ini sangat dipengaruhi oleh jumlah asam lemak
volatil (VFA), ammonia, CO2 dan kandungan alkalinitas bikarbonat yang dihasilkan.
11
Faktor pH sangat berperan pada dekomposisi anaerob karena pada rentang pH yang
tidak sesuai, mikroba tidak dapat tumbuh dengan maksimum dan bahkan apat
menyebabkan kematian. Pada akhirnya kondisi ini dapat menghambat perolehan
gas metana.
2.4. Cara Mempertahankan Kondisi pH pada Pembuatan Biogas
Pada tahap pembentukan asam bakteri acidogenik menghasilkan asam organik
yang cenderung menurunkan pH bioreaktor. Salah satu metode untuk memperbaiki
keseimbangan pH adalah meningkatkan alkalinity dengan menambah bahan kimia
seperti lime (kapur), anhydrous ammonia, sodium hidroksida atau sodium bikarbonat.
Nilai alkalinitas menyatakan jumlah total asam yang dapat dinetralkan oleh basa yang
ditambahkan ke dalam sistem (Syafila,1997). Karena pH dapat mempengaruhi
keberhasilan proses anaerobik, maka perlu ada cukup alkalinitas untuk mengontrol pH
pada suatu lingkungan proses anaerobik.
Dalam suatu proses anaerobik, alkalinitas alamiah dapat diproduksi dari
pemecahan materi organik. Dimana pada pH tipikal sekitar 7, alkalinitas hadir dalam
bentuk bikarbonat. Alkalinitas alami di dalam air buangan juga terjadi karena adanya
hidroksida, karbonat dan bikarbonat sebagai unsur-unsur seperti: kalsium, magnesium,
natrium atau amonium. Dari kesemua ini, kalsium dan magnesium bikarbonat
merupakan bentuk yang paling banyak ditemui (Chow et al., 1972, disadur dari Syafila,
1997). Guna mengantisipasi peningkatan konsentrasi asam volatil terlalu tinggi,
dikehendaki agar nilai alkalinitas bikarbonat berkisar antara 2500 clan 5000 mg/l
sebagai buffer. Jika peningkatan konsentrasi asam volatil terjadi, sehingga terjadi
penurunan pH yang serius, alkalinitas bikarbonat tambahan perlu ditambahkon ke dalam
reaktor.
Jika jumlah alkalinitas alami yang cukup tidak ada di dalam air buangan, maka
alkalinitas dapat dikontrol dengan mengurangi laju pengumpanan. Hal ini akan
menyebabkan asam volatil yang sudah ada di dalam air buangan akan diutilisasi dan ini
berarti pengurangan konsentrasi asam tersebut. Selain itu suatu alternatif penyelesaian
yang dapat dipakai untuk mengontrol alkalinitas dan pH adalah dengan menambahkan
12
bahan-bahan alkali seperti kapur atau NaOH ke dalam reaktor (Syafila, l997). Di
samping itu, agar bakteri metanogenik mampu tumbuh dan berkembang dengan
baik
diperlukan penambahan
buffer
ke
dalam
digester
untuk meningkatkan
alkalinitasnya. Oleh karena itu digunakan NH4HCO3 yang juga berfungsi sebagai
buffer untuk meningkatkan alkalinitas selama proses fermentasi berlangsung.
13
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Aktivitas mikroorganisme dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Perubahan
pada lingkungan dapat menyebabkan perubahan pada karakter morfologi dan fisiologi
mikroorganisme. Faktor lingkungan yang sering mempengaruhi faktor pertumbuhan dan
dianggap efektif dalam menyeleksi populasi mikroorganisme. Salah satu faktor yang
mempengaruhi aktivitas mikroorganisme yaitu pH. Nilai pH merupakan faktor yang
mempengaruhi aktivitas enzim, dimana aktivitas enzim ini akan maksimum pada kondisi
pH optimum. Pada umumnya bakteri hidup pada pH 6,5-7,5 (Benefield dan Randall,
1980).
Untuk pembentukan metan terjadi saat nilai pH berada pada rentang pH netral,
yakni 6,8 sampai 7,2 (Eckenfelder, 2000). Nilai pH terbaik untuk suatu digester yaitu
sekitar 7,0. Apabila nilai pH di bawah 6,5, maka aktivitas bakteri metanogen akan
menurun dan apabila nilai pH di bawah 5,0, maka fermentasi akan terhenti (Yani
dan Darwis, 1990). Bila proses fermentasi berlangsung dalam keadaan normal dan
anaerobik, maka pH akan secara otomatis berkisar antara 7 – 8,5. Jika pH lebih tinggi
dari 8,5
akan
mengakibatkan
pengaruh
yang
negatif
pada populasi
bakteri
metanogen, sehingga akan mempengaruhi laju pembentukan biogas dalam reaktor.
Pada tahap pembentukan asam, bakteri acidogenik menghasilkan asam organik
yang cenderung menurunkan pH bioreaktor. Salah satu metode untuk memperbaiki
keseimbangan pH adalah meningkatkan alkalinity dengan menambah bahan kimia
seperti lime (kapur), anhydrous ammonia, sodium hidroksida atau sodium bikarbonat.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Ervid Mifthah P, dkk. (2012). “Peningkatan Kualitas Biogas Dengan Pengaturan
Rasio Nitrisi dan pH”. Semarang. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri Vol 2, No.3
Tahun 2012 halaman 142-147.
2. Arnold Yonathan, dkk. (2013). “ Produkasi Biogas Dari Enceng Gondok (Eicchornia
Crassipes): Kajian Konsentrasi dan pH terhadap Biogas yang dihasilkan”. Semarang.
Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol 2, No 2, Tahun 2013 Hal 211-215.
3. Nur Laili dan Susi A. Wilujeng. “Pengaruh Pengaturan Ph Dan Pengaturan
Operasional Dalam Produksi Biogas Dari Sampah Effect Of Ph Adjustment And
Operational Control In Biogas Production Of Solid Waste”. Jurusan Teknik
Lingkungan FTSP-ITS Surabaya.
4. Budiyono, dkk. “Pengaruh ph dan Rasio COD:N Terhadap Produksi Biogas dengan
Bahan Baku Limbah Industri Alkohol (Ninasse)”. Semarang. Universitas
Diponrgoro. Volume 11, Nomor 1, Juni 2013.
5. Dewinta Ria Wardhani, Ronny Dwi Noriyati, dan Totok Soehartanto. (2013).
“Implementasi Estimator Kecepatan Pertumbuhan Mikroorganisme pada Bioreaktor
Anaerob”. Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi
Sepuluh Nopember (ITS). Surabaya. Jurnal Teknik POMITS vol 2, No. 1, 2013.
ISSN: 2337-3539.
15
PENGARUH pH PADA PEMBUATAN BIOGAS
Disusun oleh:
Wahyu Permana Aji
12.14.014
Rina Eka M.
12.14.016
Dio Alif Tricahyo
12.14.021
Syariuddin Ubaidillah
12.14.023
Wayan Pratama
12.14.058
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG
2015
1
2
KATA PENGANTAR
Segala Puji syukur kepada Allah SWT atas Rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
kami masih diberi kesehatan dan kesempatan untuk menyusun makalah tentang
pengaryh pH terhadap pembuatan biogas ini. Makalah ini dibuat untuk memahami pH
sebagai parameter bagi aktivitas mikroorganisme, pengaruh pH pada pembuatan biogas,
pH kondisi pembuatan biogas dan cara mempertahankan pH agar diperoleh biogas yang
maksimal. Makalah ini disusun dari berbagai sumber. Makalah ini berisi tentang uraian–
uraian yang berhubungan dengan pH sebagai parameter bagi aktivitas mikroorganisme,
pengaruh pH pada pembuatan biogas, pH kondisi pembuatan biogas dan cara
mempertahankan pH agar diperoleh biogas yang maksimal. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi yang membacanya.
Sesuai pepatah yang mengatakan “tak ada gading yang tak retak”, kami pun
menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih banyak kesalahan dan kekurangan,
karena kami maih dalam tahap pembelajaran, maka dari itu kami mengharapkan kritik
dan saran bagi pembaca demi kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini.
Penulis
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................................................................1
Daftar isi............................................................................................................................2
BAB I Pendahuluan
1.1. Latar BelakangMasalah..............................................................................................3
1.2. Tujuan Penulisan........................................................................................................3
1.3. Manfaat Penulisan......................................................................................................3
BAB II Pembahasan
2.1. pH Sebagai Parameter terhadap aktivitas Bakteri......................................................4
2.2. Pengaruh pH terhadap pembuatan Biogas.................................................................6
2.3. Kondisi pH pada tahap-tahap pembuatan Biogas......................................................10
2.4.Cara Mempertahankan kondisi pH............................................................................12
BAB III Kesimpulan dan Saran
3.1. Kesimpulan...............................................................................................................15
Daftar pustaka..................................................................................................................16
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penulisan
Aktivitas mikroorganisme dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Perubahan
pada lingkungan dapat menyebabkan perubahan pada karakter morfologi dan fisiologi
mikroorganisme. Salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas mikroorganisme yaitu
pH. Nilai pH merupakan faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim, dimana aktivitas
enzim ini akan maksimum pada kondisi pH optimum. Bakteri metanogen yang
merupakan bakteri penghasil metana merupakan bakteri yang sensitive terhadap pH,
diatas pH optimumnya, penguraian tetap berjalan tetapi dengan efisiensi yang
berkurang. Untuk itu kita harus memahami pengaruh pH dalam pembuatan biogas.
1.2. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini diantaranya:
1. Menjelaskan pH sebagai parameter pada aktivitas mikroorganisme.
2. Menjelaskan pengaruh pH dalam proses pembuatan biogas.
3. Menjelaskan kondisi pH pada tahap-tahap pembuatan biogas.
4. Menjelaskan cara menkondisikan pH.
1.3. Manfaat Penulisan
Penulis berharap penulisan makalah ini akan memberikan manfaat berupa:
1.
Pengetahuan
pembaca
tentang
pH
sebagai
parameter
pada
aktivitas
mikroorganisme
2.
Pengetahuan pembaca tentang pengaruh pH dalam proses pembuatan biogas.
3.
Pengetahuan pembaca terhadap kondisi operasi pada proses pencernaan anaerob.
4.
Pemahaman tentang pengkonsisian pH dalam pembuatan biogas.
3
BAB II
TIN JAUAN PUSTAKA
2.1. pH Sebagai Parameter Terhadap Aktivitas Bakteri
Aktivitas mikroorganisme dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Perubahan
pada lingkungan dapat menyebabkan perubahan pada karakter morfologi dan fisiologi
mikroorganisme. Faktor lingkungan yang sering mempengaruhi faktor pertumbuhan dan
dianggap efektif dalam menyeleksi populasi mikroorganisme. Salah satu faktor yang
mempengaruhi aktivitas mikroorganisme yaitu pH. Derajat keasaman merupakan suatu
ekspresi dari konsentrasi ion hidrogen, [H +] yang besarannya dinyatakan dalam
minus logaritma dari konsentrasi ion hidrogen, yaitu:
pH = - log [H+]
pH merupakan indikator tingkat derajat keasaman suatu larutan.
pH juga
dapat menentukan kehidupan suatu mahkluk dimana tingkat kehidupanya berbeda –
beda sesuai dengan lingkungan. Aktivitas mikroorganisme secara signifikan dipengaruhi
oleh pH. pH adalah parameter untuk mengetahui intensitas tingkat kesamaan/kebiasaan
dari suatu larutan yang dinyatakan dengan konsentrasi ion hidrogen terlarut. Pada
instalasi pengolahan air secara biologis, pH harus dikontrol supaya berada dalam rentang
yang cocok untuk organisme tertentu yang digunakan. Derajat keasaman yang optimum
bagi kehidupan mikroorganisme adalah 6,8-7,8 (Simamora dkk, 2006). Kebanyakan
bakteri pada sistem pengolahan limbah membutuhkan pH antara 4-9.
Nilai pH merupakan faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim, dimana aktivitas
enzim ini akan maksimum pada kondisi pH optimum. Nilai pH sel mikroorganisme
dipengaruhi oleh pH lingkungan dimana mikroorganisme tersebut hidup. Beberapa
mikroorganisme memiliki mekanisme untuk mempertahankan pH intraselularnya pada
pH yang relatif konstan dalam kondisi pH lingkungan yang berfluktuasi dan tambah
pada kondisi asam maupun basa. Pada umumnya bakteri hidup pada pH 6,5-7,5
(Benefield dan Randall, 1980). Menurut Starr (1981), mikroorganisme dapat
dikelompokkan berdasarkan rentang pH tempat hidupnya, yaitu:
4
Asidofilik (pH 1,0-5,5)
Neutrofilik (pH 5,5-8,5)
Alkalifilik (pH 8,5-11,5)
Parameter kestabilan bioreaktor anaerob sangat dipengaruhi oleh besaran pH.
pH yang kurang dari 5 dan lebih dari 7,4 dalam
bioreaktor
akan mengalami
pengurasan (washout), dengan kata lain mikroorganisme akan mengalami kematian.
Untuk pH 5 sampai 6,7 mikroorganisme berada pada kondisi kurang stabil pada
kondisi ini mikroorganisme dapat berkembang apabila diberi penambahan substrat,
bisa juga tidak tetapi hasil biogas akan kurang maksimal. Sedangkan kondisi
mikroorganisme stabil berada pada pH 6,7 sampai
7,4
dimana
kondisi
ini
mikroorganisme berada pada kondisi optimal, sehingga akan menghasilkan biogas
yang optimal pula.
Benefield dan Randall (1980) juga menggambarkan pengaruh pH pada aktivitas
mikroba. Untuk tahap pembentukan asam pada proses anaerobik, pH optimum berkisar
sebesar 5,0 - 6,5 (Malina dan Pohland, 1992). Untuk tahap metanogenesa, kisaran pH
adalah antara 6,6 – 7,6 (Mc Carty, 1964). Benefield dan Randall (1980) memberi kisaran
6,0 – 8,5 dan Droste (1997) memberi kisaran 6,0 – 8,0. Bakteri metanogen merupakan
bakteri yang sensitif terhadap pH. Diatas batas pH tersebut, penguraian tetap berjalan
dengan efisiensi yang berkurang. Sedangkan dibawah batas tersebut, efisiensi akan
menurun sangat cepat. Kondisi asam akan menghambat pertumbuhan bakteri
metanogen. jika suatu digester ada dalam keadaan setimbang, bakteri asetogen dan
metanogen menggunakan asam-asam produk antar secepat laju pembentukan asam-asam
tersebut. Peningkatan konsentrasi asam menunjukkan bahwa bakteri pembentuk asam
dengan bakteri pembentuk metan tidak dalam keadaan seimbang (Syafila, l997).
Nilai parameter kinetika laju pertumbuhan mikroorganisme (μ) yang merupakan
salah satu indikator akan dipengaruhi oleh nilai laju alir biogas, temperatur, pH
dan kosentrasi senyawa organik. Pertumbuhan mikroorganisme dapat diketahui
apabila terdapat nilai koefisien dari kecepatan pertumbuhan atau yang disebut miu
(µ). Untuk menentukan nilai dari koefisien pertumbuhan mikroorganisme (µ) ini
5
menggunakan
pendekatan
yaitu
berupa
estimasi.
Penentuan estimasi
ini
menggunakan parameter yang terukur salah satunya yaitu pH dan juga volume
biogas
yang
dihasilkan. Pertumbuhan
mikroba
dapat
diketahui
dengan
menggunakan grafik pH dan volume biogas yang diproduksi, sebagai fungsi dari
retention time.
2.2. Pegaruh pH pada Pembuatan Biogas
Nilai pH merupakan salah satu faktor lingkungan yang berperan penting
dalam aktivitas mikroorganisme dalam proses anaerobik. Untuk pembentukan metan
terjadi saat nilai pH berada pada rentang pH netral, yakni 6,8 sampai 7,2 (Eckenfelder,
2000). Menurut Gallert
dan
Winter
(1999),
terbentuknya tahap fermentasi/asidogenesis
yang
penurunan
pH
menggambarkan
menyebabkan
pH lingkungan
menjadi rendah. Perubahan kondisi lingkungan akan mempengaruhi pertumbuhan
dan kehidupan bakteri awal, sehingga bakteri yang tidak mampu beradaptasi terhadap
kondisi tersebut akan mengalami kematian karena kondisi lingkungan yang tidak
mendukung proses metabolisme bakteri tersebut.
Pertumbuhan bakteri penghasil gas metana akan baik bila pH bahan berada
pada keadaan (basa) yaitu 6,5 sampai 7. Nilai pH terbaik untuk suatu digester
yaitu sekitar 7,0. Apabila nilai pH di bawah 6,5, maka aktivitas bakteri metanogen akan
menurun dan apabila nilai pH di bawah 5,0, maka fermentasi akan terhenti (Yani
dan Darwis, 1990). Bila proses fermentasi berlangsung dalam keadaan normal dan
anaerobik, maka pH akan secara otomatis berkisar antara 7 – 8,5. Jika pH lebih tinggi
dari 8,5
akan
mengakibatkan
pengaruh
yang
negatif
pada populasi
bakteri
metanogen, sehingga akan mempengaruhi laju pembentukan biogas dalam reaktor.
Ervid Miftah dan Hastih Dwi(2012) melakukan penelitian terhadap pengaruh rasio
nutrisi dan pH dalam peningkatan kualitas biogas dimana hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa kondisi operasi awal (pH) sangat mempengaruhi bakteri dalam
berkembang biak, tetapi seiring berjalannya waktu kondisi operasi pH akan menurun.
Hal tersebut dapat dilihat dimana terjadi penurunan pH setelah hari ke-30. Pada pH awal
7 terjadi menurun menjadi 5, pH awal 8 turun menjadi 6, dan pH awal 9 turun menjadi
6
7. Terjadinya penurunan pH dikarenakan pada tahap pembentukan biogas terdapat tahap
asidogenesis, yaitu pembentukan asam lemak volatile ( asam asetat, asam butirat, dan
propionate) dan asam lemak rantai panjang. Selain itu rasio C/N juga berpengaruh
terhadap kualitas biogas yang dihasilkan, jika rasio C/N tinggi maka produksi biogas
yang dihasilkan akan rendah dikarenakan nitrogen cepat dikonsumsi oleh bakteri
metanogen untuk kebutuhan protein dan tidak akan bereaksi lagi dengan karbon yang
terdapat dalam material tersebut untuk membentuk gas metan. Semakin besar rasio
C/N:P maka produksi gas metana yang dihasilkan lebih sedikit, artinya N berpengaruh
pada produksi gas metana, semakin sedikit jumlah N maka semakin rendah produksi
gas. Hasil optimal yang didapatkan adalah dengan kondisi pH 7 dimana dihasilkan
metana sebesar 96,64% dan kadar CO2 sebesar 2,94%.
7
pH
8
pH
9
pH
7
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Arnold Yonathan, dkk (2013) yang
melakukan penelitian mengenai produksi biogas dari eceng gondok dengan pengaruh
konsistensi dan pH terhadap biogas yang dihasilkan. Dalam penelitiannya terlihat bahwa
biogas muncul pada pH 5 dan terus mengalami kenaikan hingga pH 7 dan selanjutnya
mengalami penurunan pada pH 8.
Pada pH 4 biogas sama sekali tidak terproduksi karena lingkangan sekitar
bakteri terlalu asam sehingga bakteri mati sebelum mengalami pertumbuhan. Biogas
8
mulai terproduksi pada pH 5 dan produksinya terus mengalami kenaikan pada pH 6, dan
mengalami kenaikan yang sangat signifikan pada pH 7 dan produksi biogas mengalami
penurunan pada pH 8. Hal ini disebabkan karena produksi biogas berlangsung baik pada
kisaran pH 6,8-8. pH netral memacu perkembangan bakteri metana (metanogen)
sehingga pada pH tersebut bakteri perombak asam asetat tumbuh dan berkembang secara
optimal, hal itu berdampak pada biogas yang dihasilkan. Pada pH 8 volume biogas mulai
menurun, karena pada pH 8 proses pertumbuhan bakteri mulai munurun, sehingga
bakteri metana yang berkembang kurang optimal, berkurangnya jumlah bakteri metana
ini menyebabkan volume biogas yang dihasilkan tidak sebanyak pada biogas dengan pH
7. Hasil optimal yang didapatkan pada penelitiannya adalah pada kondisi pH 7 yaitu
sebesar 0,03 mol metana/100 gr eceng gondok.
Berdasarkan penelitian
Nur Laili dan Susi A. Wilujeng tentang pengaruh
pengaturan pH dan pengaturan operasional dalam produksi biogas dari sampah, variabel
pertama, produksi biogas per hari pada hari ke-1 sampai hari ke-12 cukup tinggi.
Produksi biogas per hari paling tinggi adalah pada R2 dengan variasi perlakuan
pengaturan pH 7, pada R2 ini produksi gas paling tinggi mencapai 29,93 L/hari dan
dicapai pada hari ke-4, Sedangkan produksi gas per hari tertinggi untuk R1 adalah 18,26
L/hari, yang dicapai pada hari ke-12. Pada awal proses degradasi ini terjadi proses
hidrolisis, dimana polimer organik kompleks akan diubah menjadi senyawa organik
rantai pendek oleh enzim ekstraseluler yang dihasilkan mikroorganisme hydrolitic.
9
Pada proses pembentukan biogas juga sering terjadi penurunan pH yang
cukup drastis di awal proses yang disebabkan oleh pembentukan asam yang terlalu
cepat. Selain
pembentukan
asam
juga
karena
pembentukan
gas hidrogen,
karbondioksida, dan beberapa VFA seperti asam propionate dan butirat. pH yang
rendah mampu menyebabkan mikroorganisme
pembentuk biogas yaitu bakteri
metanogenesis (bakteri rumen) berada dalam kondisi inaktif (Vicenta et al., 1984).
2.3. Kondisi pH pada Tahap-tahap Pembuatan Biogas
A. Tahap Hidrolisis
Polprasert (1989) menyebutkan bahwa tingkat hidrolisis dipengaruhi oleh
kondisi substrat, konsentrasi bakteri, serta kondisi lingkungan seperti pH dan suhu.
Veeken et al. (2000) juga menyatakan bahwa tingkat hidrolisis merupakan fungsi dari
pH, suhu, komposisi dan ukuran partikel substrat serta konsentrasi dari produk-produk
intermedit. Kondisi suhu dan pH dalam digester sangat memungkinkan terjadinya proses
hidrolisis, terutama parameter pH, dimana pH optimum untuk proses hidrolisis adalah
5,5 – 6,5 (Arshad et al., 2011 dalam Jha et al., 2011).
B. Tahap Asidogenesis
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu tahap dalam dekomposisi
bahan
organik anaerobik adalah tahap asidogenesis dan asetogenesis. Pada tahap ini
10
terbentuk asam
lemak
volatil
yang
akan
menurunkan
pH
dalam reaktor.
Keseluruhan proses anaerobik terjadi pada pH antara 6 – 8. Pengaturan pH dapat
dilakukan dengan menjaga umpan tidak terlalu asam serta mengendalikan jumlah
pencampuran agar kesetimbangan reaksi antara tahap asidogenik dan metanogenik
terjaga dengan baik.
C. Tahap Metanogenik
Kebanyakan bakteri metanogenesis mempunyai pH optimum mendekati netral
(Jones et al., 1987). pH optimum mikroorganisme pembentuk mentana yang baik
terdapat pada rentan pH 7-8,5. dengan batasan rentang operasi tanpa hambatan yang
signifikan sekitar 6,5-7,6 (Anglo 1t al., 1987; Bunchueydee, 1984; Haga et al.,
1979). Bakteri metanogenesis terkadang dapat tumbuh pada rentang pH antara 6,58,2 (Buyukkamaci dan filibeli, 2004). Nilai pH terbaik untuk suatu digester yaitu
sekitar 7,0. Bakteri metanogen merupakan bakteri yang sensitive terhadap pH, diatas
batas tersebut, penguraian tetap berjalan dengan efisien yang berkurang.
Pada pH rendah dekomposisi bahan organik dilakukan oleh bakteri yang
dapat hidup pada pH rendah dan dekomposisi yang dihasilkan tidak optimal karena
bakteri bekerja baik pada kondisi pH netral. Apabila nilai pH di bawah 6,5, maka
aktivitas bakteri metanogen akan menurun dan apabila nilai pH di bawah 5,0, maka
fermentasi akan terhenti (Yani dan Darwis, 1990). Bila proses fermentasi berlangsung
dalam keadaan normal dan anaerobik, maka pH akan secara otomatis berkisar antara
7 – 8,5. Jika pH lebih tinggi dari 8,5 akan mengakibatkan pengaruh yang negatif
pada populasi bakteri metanogen, sehingga akan mempengaruhi laju pembentukan
biogas dalam reaktor.
Walaupun bakteri pembentuk metana sangat peka terhadap pH, tetapi pH
dalam reaktor tidak harus dikendalikan secara ketat. Pada kondisi tanpa bantuan
penyeimbang pH, maka pada nilai pH dibawah 6 aktivitas bakteri metan akan mulai
terganggu dan bila mencapai 5,5 aktivitas bakterial akan terhenti
sama
sekali.
Konsetrasi pH di dalam reaktor ini sangat dipengaruhi oleh jumlah asam lemak
volatil (VFA), ammonia, CO2 dan kandungan alkalinitas bikarbonat yang dihasilkan.
11
Faktor pH sangat berperan pada dekomposisi anaerob karena pada rentang pH yang
tidak sesuai, mikroba tidak dapat tumbuh dengan maksimum dan bahkan apat
menyebabkan kematian. Pada akhirnya kondisi ini dapat menghambat perolehan
gas metana.
2.4. Cara Mempertahankan Kondisi pH pada Pembuatan Biogas
Pada tahap pembentukan asam bakteri acidogenik menghasilkan asam organik
yang cenderung menurunkan pH bioreaktor. Salah satu metode untuk memperbaiki
keseimbangan pH adalah meningkatkan alkalinity dengan menambah bahan kimia
seperti lime (kapur), anhydrous ammonia, sodium hidroksida atau sodium bikarbonat.
Nilai alkalinitas menyatakan jumlah total asam yang dapat dinetralkan oleh basa yang
ditambahkan ke dalam sistem (Syafila,1997). Karena pH dapat mempengaruhi
keberhasilan proses anaerobik, maka perlu ada cukup alkalinitas untuk mengontrol pH
pada suatu lingkungan proses anaerobik.
Dalam suatu proses anaerobik, alkalinitas alamiah dapat diproduksi dari
pemecahan materi organik. Dimana pada pH tipikal sekitar 7, alkalinitas hadir dalam
bentuk bikarbonat. Alkalinitas alami di dalam air buangan juga terjadi karena adanya
hidroksida, karbonat dan bikarbonat sebagai unsur-unsur seperti: kalsium, magnesium,
natrium atau amonium. Dari kesemua ini, kalsium dan magnesium bikarbonat
merupakan bentuk yang paling banyak ditemui (Chow et al., 1972, disadur dari Syafila,
1997). Guna mengantisipasi peningkatan konsentrasi asam volatil terlalu tinggi,
dikehendaki agar nilai alkalinitas bikarbonat berkisar antara 2500 clan 5000 mg/l
sebagai buffer. Jika peningkatan konsentrasi asam volatil terjadi, sehingga terjadi
penurunan pH yang serius, alkalinitas bikarbonat tambahan perlu ditambahkon ke dalam
reaktor.
Jika jumlah alkalinitas alami yang cukup tidak ada di dalam air buangan, maka
alkalinitas dapat dikontrol dengan mengurangi laju pengumpanan. Hal ini akan
menyebabkan asam volatil yang sudah ada di dalam air buangan akan diutilisasi dan ini
berarti pengurangan konsentrasi asam tersebut. Selain itu suatu alternatif penyelesaian
yang dapat dipakai untuk mengontrol alkalinitas dan pH adalah dengan menambahkan
12
bahan-bahan alkali seperti kapur atau NaOH ke dalam reaktor (Syafila, l997). Di
samping itu, agar bakteri metanogenik mampu tumbuh dan berkembang dengan
baik
diperlukan penambahan
buffer
ke
dalam
digester
untuk meningkatkan
alkalinitasnya. Oleh karena itu digunakan NH4HCO3 yang juga berfungsi sebagai
buffer untuk meningkatkan alkalinitas selama proses fermentasi berlangsung.
13
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Aktivitas mikroorganisme dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Perubahan
pada lingkungan dapat menyebabkan perubahan pada karakter morfologi dan fisiologi
mikroorganisme. Faktor lingkungan yang sering mempengaruhi faktor pertumbuhan dan
dianggap efektif dalam menyeleksi populasi mikroorganisme. Salah satu faktor yang
mempengaruhi aktivitas mikroorganisme yaitu pH. Nilai pH merupakan faktor yang
mempengaruhi aktivitas enzim, dimana aktivitas enzim ini akan maksimum pada kondisi
pH optimum. Pada umumnya bakteri hidup pada pH 6,5-7,5 (Benefield dan Randall,
1980).
Untuk pembentukan metan terjadi saat nilai pH berada pada rentang pH netral,
yakni 6,8 sampai 7,2 (Eckenfelder, 2000). Nilai pH terbaik untuk suatu digester yaitu
sekitar 7,0. Apabila nilai pH di bawah 6,5, maka aktivitas bakteri metanogen akan
menurun dan apabila nilai pH di bawah 5,0, maka fermentasi akan terhenti (Yani
dan Darwis, 1990). Bila proses fermentasi berlangsung dalam keadaan normal dan
anaerobik, maka pH akan secara otomatis berkisar antara 7 – 8,5. Jika pH lebih tinggi
dari 8,5
akan
mengakibatkan
pengaruh
yang
negatif
pada populasi
bakteri
metanogen, sehingga akan mempengaruhi laju pembentukan biogas dalam reaktor.
Pada tahap pembentukan asam, bakteri acidogenik menghasilkan asam organik
yang cenderung menurunkan pH bioreaktor. Salah satu metode untuk memperbaiki
keseimbangan pH adalah meningkatkan alkalinity dengan menambah bahan kimia
seperti lime (kapur), anhydrous ammonia, sodium hidroksida atau sodium bikarbonat.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Ervid Mifthah P, dkk. (2012). “Peningkatan Kualitas Biogas Dengan Pengaturan
Rasio Nitrisi dan pH”. Semarang. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri Vol 2, No.3
Tahun 2012 halaman 142-147.
2. Arnold Yonathan, dkk. (2013). “ Produkasi Biogas Dari Enceng Gondok (Eicchornia
Crassipes): Kajian Konsentrasi dan pH terhadap Biogas yang dihasilkan”. Semarang.
Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol 2, No 2, Tahun 2013 Hal 211-215.
3. Nur Laili dan Susi A. Wilujeng. “Pengaruh Pengaturan Ph Dan Pengaturan
Operasional Dalam Produksi Biogas Dari Sampah Effect Of Ph Adjustment And
Operational Control In Biogas Production Of Solid Waste”. Jurusan Teknik
Lingkungan FTSP-ITS Surabaya.
4. Budiyono, dkk. “Pengaruh ph dan Rasio COD:N Terhadap Produksi Biogas dengan
Bahan Baku Limbah Industri Alkohol (Ninasse)”. Semarang. Universitas
Diponrgoro. Volume 11, Nomor 1, Juni 2013.
5. Dewinta Ria Wardhani, Ronny Dwi Noriyati, dan Totok Soehartanto. (2013).
“Implementasi Estimator Kecepatan Pertumbuhan Mikroorganisme pada Bioreaktor
Anaerob”. Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi
Sepuluh Nopember (ITS). Surabaya. Jurnal Teknik POMITS vol 2, No. 1, 2013.
ISSN: 2337-3539.
15