PERAN FILANTROPI ISLAM DALAM PEMBERDAYAA

Seminar Nasional
Hasil-Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto,
Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8

PERAN FILANTROPI ISLAM DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI
KABUPATEN BANYUMAS
ROLE OF ISLAMIC PHILANTHROPY IN COMMUNITY EMPOWERMENT
DISTRICT BANYUMAS
Makhrus1 dan Restu Frida Utami2
1,2

Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah
Purwokerto. Jl. Raya Dukuhwaluh, PO BOX 202 Purwokerto 53182
Telp. (0281) 636751
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pola lembaga filantropi Islam dalam
mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Banyumas dan untuk mengetahui
realisasi program pemberdayaan masyarakat yang sudah dilaksanakan lembaga filantropi
Islam di Kabupaten Banyumas. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Sedangkan
teknik pengumpulan datanya menggunakan dokumentasi, observasi dan wawancara. Analisis

data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dan disajikan secara
diskriptif dimulai dengan memaparkan telah diungkapkan oleh responden baik secara
langsung, lewat tulisan maupun pengamatan secara langsung. Proses analisis data ini
dilakukan dengan cara memulai menelaah semua data yang terkumpul dari berbagai sumber
yang telah ditentukan sebelumnya. Hasil penelitian ini menunjukkan peran lembaga filantropi
Islam dalam mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Banyumas dilakukan
secara variatif. Pemberdayaan yang dilakukan meliputi dua bentuk yakni pemberdayaan
terhadap pihak donatur (muzakki) dengan memberikan pelayanan optimal. Hal tersebut terlihat
pada pengelolaan filantropi Islam pada BAZNAS dan LAZISMU Kabupaten dalam bentuk
layanan jemput zakat, website, media jejaring sosial dan lainnya. Sedangkan penyaluran dana
filantropi Islam salurkan dalam beragam bentuk program pemberdayaan masyarakat yang
memungkinkan para mustahik untuk bisa mengakses dengan cara proses dan prosedur yang
harus dipenuhi. Realisasi program lembaga filantropi Islam dalam melakukan pemberdayaan
masyarakat di Kabupaten Banyumas sebagaimana telah dipraktikkan oleh BAZNAS dan
LAZISMU Kabupaten Banyumas direaliasasikan dalam bentuk pelatihan dan bantuan modal
baik berupa hibah maupun dana bergulir. Selain itu, adapula kegiatan penyaluran dalam
bentuk charity seperti, bantuan pendidikan, bantuan pelayanan kesehatan, bantuan sarana dan
prasana ibadah dan lainnya. Bentuk program dalam pemberdayaan masyarakat secara porsi
total penghimpunan dana filantropi Islam cenderung lebih kecil ketimbang dana yang salurkan
dalam bentuk charity. Namun, meski demikian pelaksanaan program dapat berjalan dengan

lancar meskipun ada kendala sumber daya manusia dalam beberapa proses pelaksanaan
program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh lembaga filantropi Islam dalam hal
ini BAZNAS dan LAZISMU Kabupaten Banyumas.
Kata kunci : Filantropi Islam, Pemberdayaan masyarakat
ABSTRACT
This research aims to study the pattern of Islamic philanthropic institutions in
optimizing community empowerment in Banyumas and to determine the realization of
community empowerment programs that have been implemented Islamic philanthropic
institutions in Banyumas. This study used a qualitative approach. While the techniques used in
data collection documentation, observation and interviews. Analysis of the data used in this
study are the data obtained and presented descriptively begins by describing has been
expressed by the respondents either in person, in writing or direct observation. The process of
175

Seminar Nasional
Hasil-Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto,
Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8
data analysis is done by starting to examine all the data collected from various sources that
have been predetermined. Results of this study was demonstrated the role of Islamic
philanthropic institutions in optimizing community empowerment in Banyumas done varied.

Empowerment was conducted on the two forms of the empowerment of the donor (muzakki) to
provide optimal service. This is evident in the management of Islamic philanthropy in BAZNAS
and LAZISMU District alms in the form of shuttle services, websites, social networks and other
media. While channeling Islamic philanthropy funds channeled into various forms of community
empowerment program that allows mustahik to be able to access by means of processes and
procedures to be followed. Realization of the program of Islamic philanthropic institutions in
empowering the community in Banyumas as already practiced by BAZNAS and LAZISMU
Banyumas realization in the form of training and assistance in the form of capital grants or
revolving funds. In addition, those activities such as the distribution in the form of charity,
educational assistance, health services, support facilities and infrastructures of worship and
others. Forms of community empowerment programs in the portion of the total funding of
Islamic philanthropy tends to be smaller than the funds disbursed in the form of charity.
However, even then the implementation of the program to run smoothly even though there are
constraints of human resources within the implementation process of community empowerment
programs carried out by the Islamic philanthropic institutions in this regard BAZNAS and
LAZISMU Banyumas.
Keywords : Islamic philanthropy, Community empowerment
PENDAHULUAN
Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin memberikan banyak pandangan kepada seluruh
manusia. Dalam bidang ekonomi Islam tidak memposisikan aspek materi sebagai bentuk tujuan dari

proses aktivitas ekonomi. Oleh karena itu, pencapaian dan tujuan ekonomi dalam Islam yakni tercapainya
falah. Falah berasal dari Afalaha-Yuflihu artinya kesuksesan, kemuliaan dan kemenangan. Kemuliaan
multidimensi dengan menjalankan aktvitas ekonomi tidak mengorientasikan diri pada pencapaian materi
belaka, melainkan juga pencapaian spiritual. (P3EI UII, 2008: 3). Jika tidak terjadi keseimbangan tujuan
tersebut, maka mengakibatkan beberapa dampak seperti kesenjangan sosial, manipulasi, kemiskinan dan
lainnya. Ketidakseimbangan dalam kaitannya dengan dengan kemiskinan dapat diselesaikan dengan
adanya kedermawanan ataupun filantropi. Kini aktivitas filantropi Islam saat ini menjadi perhatian
banyak pemikir, akademisi dan praktisi (Latief, 2010: 38). Hal tersebut dikaitkan dengan penyalurannya
filantropi Islam dalam hal ini ZIS, yang masih banyak bergerak dalam wilayah kegiatan bakti sosial,
bantuan karitas, santunan anak yatim, pembangunan Madrasah dan lainnya. Bahkan cenderung
mengabaikan kepentingan umat Islam lainnya seperti, bantuan hukum, perlindungan anak, advokasi
kebijakan publik, pemberdayaan perempuan dan beberapa agenda penting lainnya, masih kurang
mendapatkan support dari pendayahgunaan dana filantropi Islam (Abidin, 2004: v), disamping upaya
ingin mengetahui potensi filantropi Islam dan dampaknya bagi pemberdayaan masyarakat terutama
masyarakat miskin atau kaum dhuafa.
Istilah filantropi berasal dari bahasa philanthropia atau dalam bahasa Yunani philo dan
anthropos yang berarti cinta manusia. Filantropi adalah bentuk kepedulian seseorang atau sekelompok
orang terhadap orang lain berdasarkan kecintaan pada sesama manusia. Istilah “filantropi” dimaknai
“kedermawanan” sebuah watak atau sikap altruistik (mengutamakan kepentingan orang lain atau
kepentingan bersama) yang sudah menyatu dalam diri manusia , baik individu maupun kolektif (Latief,

2010: 33-34). Filantropi dapat pula berarti cinta kasih (kedermawanan) kepada sesama (Depdikbud,
1989:276). Secara lebih luas filantropi akar katanya berasal dari “loving people” sehingga banyak
dipraktekkan oleh entitas budaya dan komunitas keberaagamaan di belahan dunia sehingga aktivitas
filantropi sudah lama berjalan, bahkan sebelum sebelum islam, dikarenakan wacana tentang keadilan
sosial sudah berkembang. Dalam perjalanannya, pemahaman tentang keadilan sosial dari berbagai
komunitas keagamaan mengalami perbedaan pandangan. Salah satunya menurut Sayyid Qutb untuk
memahami sifat keadilan sosial dalam Islam harus mempelajari tentang ketuhanan, alam semesta,
kehidupan dan kemanusiaan sebagai relasi antara sang pencipta dan ciptaan-Nya. Akibatkan karena
perbedaan aliran pemahaman (mazhab) dan agama yang dianut oleh masing-masing komunitas
keagamaan tersebut. Tetapi, menyatukan dari beragam perbedaan pandangan keadilan sosial tersebut

176

Seminar Nasional
Hasil-Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto,
Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8
adalah timbulnya kesadaran diri untuk saling peduli terhadap sesama manusia dan membangun solidaritas
sosial, guna menjamin terlaksananya kehidupan bermasyarakat (Basyir, 1978:83), bentuk solidaritas
sosial yang lebih berlatar belakang spirit agama yang diyakini.
Aspek-aspek filantropi Islam adalah zakat, infak, shadaqah dan wakaf. Zakat secara bahasa

berarti suci, tumbuh, berkah dan terpuji. Sedangkan secara istilah suatu ibadah wajib yang dilaksanakan
dengan memberikan sejumlah kadar tertentu dari harta sendiri kepada orang yang berhak menerima sesuai
dengan ketentuan syariat Islam (LAZISMU, 2004: 1-2), sehingga zakat hanya bisa direalisasikan dengan
menyerahkan harta yang berwujud, bukan didasarkan pada nilai manfaat, seperti memberikan hak
menempati rumah bagi orang miskin sebagai zakat (Qardhawi, 1991: 125). Banyak yang sepakat bahwa
zakat bukanlah bentuk “kedermawanan” melainkan sebuah “kewajiban” yang harus ditunaikan apabila
sudah sampai kadar (nishab) tertentu, meski para akademisi di Indonesia memasukkan kewajiban tersebut
pada filantropi Islam dikarenakan masih ditunaikan dengan bentuk kerelaan dan kesadaran individu tanpa
sangsi sosial bagi tidak menunaikannya. Karena itu membayar zakat adalah wajib etis dan dapat disebut
filantropi yang dasarkan juga pada moralitas (Widyawati, 2011:32). Aspek lain filantropi Islam adalah
Infak yang berarti perbuatan atau sesuatu yang diberikan kepada orang lain untuk menutupi kebutuhan
orang lain tersebut, baik makanan, minuman dan lainnya yang didasarkan ikhlas pada Allah. Selain itu,
infak juga berkaitan dengan sesuatu yang dilakukan secara wajib dan sunnah. Sedangkan shadaqah
berarti pemberian seseorang secara ikhlas kepada yang berhak menerimanya yang akan diiringi pahala
dari Allah, sehingga shadaqah mempunyai arti yang lebih luas, baik materiil maupun non-materiel.
Pemberdayaan satu makna dengan pendayagunaan yang berarti mengusahakan agar mampu
mendatangkan hasil dan manfaat (Depdikbud, 1989: 214). Pemberdayaan (empowerment) juga berasal
dari power yang berarti kekuatan dan kekuasaan. Pemberdayaan dapat diartikan sebagai pemberian kuasa
untuk menguasai atau mengontrol manusia baik individu ataupun kelompok untuk berpartisipasi dalam
keputusan yang menyangkut diri dan komunitasnya (Dahl, 1983: 50). Maksudnya, masyarakat memiliki

hak untuk menentukan pilihan apa saja yang hendak ia lakukan untuk mengembangkan diri dan
memutuskan pilihannya. Jika hal tersebut erat kaitannya dengan permasalahan umat Islam dalam
kehidupan modern sehingga diperlukan kecerdasan untuk bisa meramu tiga konsep dasar kehidupan
manusia yakni: Iman, Islam dan Ikhsan. Dimensi yang harus diisi dan dimaknai dalam menjaga
keseimbangan hidup, serta memberikan ketegasan dalam pilihan dalam melakukan kuasa dan mengontrol
individu ataupu komunitas tertentu.
Filantropi Islam yang notebene digagas dan diwakili oleh lembaga non pemerintah baik LSM,
oganisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan dan lainnya. Sehingga aktivisme filantropi dalam masa
sekarang ini, menurut Helmut K. Anheier dan Diana Leat dalam menganalisanya dapat melalui empat
pendekatan (Latief, 2010: 21). Pertama, pendekatan karitas (charity approach), metode ini lebih bersifat
pelayanan social sebagaimana dilakukan pada abad 19 dan masih dianggap efektif diabad 20. Selain itu,
metode ini banyak menyorot gejala-gejala ketimbang sebab sumber masalah, sehingga metode ini dampak
sosialnya tidak begitu terasa. Kedua, filantropi ilmiah (scientific philanthropy), metode ini bertujuan
untuk mengurangi atau menghilangkan penyebab kemiskinan dengan cara mengetahui akar penyebab
kemiskinan tersebut. Karenanya, pendidikan dan penelitian menjadi wilayah pendekatan ini daripada
memberikan pelayanan. Ketiga, neo-filantropi ilmiah (new scientific philanthropy) pendekatan ini lebih
memfokuskan pada proses dari pada peran, sehingga pendekatan ini kurang memberikan perhatian
terhadap nilai-nilai yang unik dalam konteks demokrasi. Keempat, pendekatan kreatif (creative
philanthropy), pendekatan ini dapat mengembangkan berbagai perangkat ketiga pendekatan yang
sebelumnya sehingga lebih memiliki dampak yang lebih besar baik secara institusional ataupun pada

masyarakat. Proses pelayanan yang dilakukan oleh lembaga/organisasi filantropi dalam konteks
pemanfaatkan dana sosialnya diharapkan bisa dimaksimalkan dalam bentuk pemberdayaan, sekalipun
masih ada yang dilakukan dengan cara tradisional (charity).
Adapun tujuan penelitian ini untuk mempelajari pola lembaga filantropi Islam dalam
mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Banyumas. Serta untuk mengetahui realisasi
program pemberdayaan masyarakat yang sudah dilaksanakan lembaga filantropi Islam di Kabupaten
Banyumas.
METODE PENELITIAN
Lokasi penelitian ini dilakukan pada lembaga amil zakat yakni BAZNAS Kabupaten
Banyumas dan LAZISMU Kabupaten Banyumas selama 6 (enam) bulan, dengan pertimbangan kedua

177

Seminar Nasional
Hasil-Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto,
Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8
lembaga tersebut mewakili lembaga semi pemerintah dan ormas Islam Muhammadiyah. Sumber data
utama penelitian kualitatif ini menurut Lofland yang dikutip dalam Moleong adalah kata-kata dan
tindakan selebihnya adalah data tambahan (Moleong, 2001: 112). Sehingga dalam hal ini, jenis data yang
digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapatkan dari lapangan

baik melalui observasi lapangan, wawacara dengan pihak yang berwenang (Sunggono, 2007: 37). Untuk
memberikan keterangan dan permasalahan yang diajukan pada saat penelitian, maka diadakan wawancara
pengelola BAZNAS dan LAZISMU Kabupaten Banyumas, serta masyarakat yang menerima
pemberdayaan masyarakat melalui lembaga filantropi Islam tersebut di Kabupaten Banyumas. Jenis
wawancara ini adalah semi struktural, dimana pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sudah disusun
sebelumnya dan didasarkan atas permasalahan yang ada di desain penelitian. Sedangkan data sekunder
adalah data pendukung yang penulis manfaatkan adalah data dokumentasi dan arsip-arsip lainnya yang
terkait dengan permasalahan yang penulis teliti.
Pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dan disajikan
secara diskriptif dimulai dengan memaparkan apa yang telah diungkapkan oleh responden baik secara
langsung, lewat tulisan maupun pengamatan secara langsung. Selain itu, kecukupan data-data
perpustakaan yang dipelajari telah dikumpulkan sebelumnya serta data yang sudah terkumpul dianalisis
secara kualitatif dengan metode deduktif dan induktif. Proses analisis data ini dilakukan dengan cara
memulai menelaah semua data yang terkumpul dari berbagai sumber yang telah ditentukan sebelumnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdirinya BAZNAS Kabupaten Banyumas mengacu pada Surat Keputusan Bupati Banyumas
No.451/1617/03 tanggal 22 November 2003 tentang kewenangan mengelola dana zakat, infaq, shadaqah,
waris, wasiat, hibah dan kafarat dari masyarakat, perorangan pada Dinas Instansi/lembaga,
BUMN/BUMD, Perusahaan swasta tingkat Kabupaten Banyumas. Namun, dengan berlakunya Undang
Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat yang mendorong penguatan BAZNAS secara

nasional. Adanya surat keputusan tersebut diatas menyebabkan segenap pengurus BAZNAS Kabupaten
Kabupaten Banyumas memiliki tugas dan wewenang untuk mengumpulkan dan mendistribusikan dana
Zakat, Infak dan Shodaqah (ZIS) dan dana filantropi Islam lainnya di Kabupaten Banyumas. Sedangkan
berdirinya LAZISMU Banyumas tidak bisa dilepaskan dari semangat organisasi induknya yakni
Muhammadiyah dalam mengelola dana filantropi Islam yang dalam hal ini ZIS dan dana kedermawanan
lainnya. LAZISMU Kabupaten Banyumas merupakan jejaring dari LAZISMU PP Muhammadiyah yang
sudah berdiri sejak tahun 2002. LAZISMU Kabupaten Banyumas berdiri pada tahun 2010 yang ditandai
dengan pengukuhan pengurus oleh Ketua pimpinan daerah Muhammadiyah Banyumas.
Gerakan filantropi Islam di Kabupaten Banyumas terbilang cukup unik. Hal tersebut dapat dari
semangat dan kesadaran masyarakat untuk bisa berfilantropi melalui lembaga dan pemahaman
keagamaan yang cenderung ingin mengedepankan aspek kolektif. Adanya lembaga filantropi Islam yang
tersebar menjadi dua bagian yakni: pertama, apresiasi dan komitmen pemerintah dengan mendirikan
semacam lembaga semi otonom sebagaimana tergambar dengan berdirinya BAZNAS, dianggap sebagai
lembaga semi otonom hal ini didasarkan pada amanah undang-undangan dan postur kepengurusan yang
mampu mengakomodir dari unsur pemerintah (SKPD) dan masyarakat (tokoh masyarakat dan
akademisi). Kedua, lembaga filantropi yang berdiri dan besar berkat peran dan semangat masyarakat
sebagaimana tercermin dengan berdirinya LAZISMU. Tentu saja, keberadaan BAZNAS cukup berbeda
pengelolaan dengan LAZISMU yang unsur kepengurusannya berasal dari induk organisasi yakni
Muhammadiyah. Disamping pentingnya pengawasan, maka mengetahui secara lebih jauh mengenai
pengumpulan dan pendistribuan dana filantropi Islam kedua lembaga tersebut juga akan membantu citra

kepercayaan lembaga dihadapan masyarakat.
Peran BAZNAS Kabupaten Banyumas dalam pengumpulan dana berasal para Pegawai Negeri
Sipil (PNS) di lingkungan Kabupaten Banyumas. Pengumpulan tersebut dilakukan secara otomatis oleh
bagian keuangan Uni Pengumpul Zakat (UPZ) di masing-masing unit kerja bagi PNS yang beragama
Islam sebesar 2.5%. Bentuk pemotongan tersebut didasarkan pada surat kesediaan membayar zakat yang
sudah diisi oleh para muzakki dan diserahkan kepada UPZ. Sebab itulah, fokus pengumpulan dana yang
dilakukan oleh lembaga masih berada di lingkungan PNS di Kabupaten Banyumas yang potensinya
diperkirakan kurang lebih 6 miliar tiap tahunnya. Sehingga untuk memaksimalkan pengumpulan dana
filantropi Islam tersebut, mulai tahun ini salah satu peran BAZNAS Kabupaten Banyumas dan Dinas

178

Seminar Nasional
Hasil-Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto,
Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8
pendidikan hanya mampu mengumpulkan dari PNS tingkat kantor Dinas, maka akan merambambah ke
tingkat sekolah sampai dengan kacamatan dengan mendorong pembentukan UPZ (Firdaus, 30/03/2015).
Kebaradaan BAZNAS yang selama ini dianggap lebih banyak memfokuskan donasi
pengumpulan dari unsur pemerintah, secara perlahan mulai tepis dengan terus melakukan inovasi dan
evaluasi programnya. Hal itu dilakukan agar geliat pentingnya kesadaran berfilantropi secara
kelembagaan terus mendapatkan respon positif dari masyarakat. Pada titik ini posisi BAZNAS Kabupaten
Banyumas mampu mengambil peran aktif dengan menjaring donatur dari luar unsur pemerintahan,
salahnya dengan berdonasinya Rumah Makan Sambal Layah yang mencapai 74.500.000 pada tahun
2014. Tentu saja, hal ini merupakan prestasi tersendiri bagi lembaga filantropi yang selama ini
mengandalkan donasi dari unsur struktural pemerintahan. Oleh karena itu, pada tahun 2014 sudah ada
terbentuk 42 UPZ dan 7 non UPZ yang menjadi donatur BAZNAS Kabupaten Banyuma, serta
kedepannya akan tetap didorong adanya pembentukan UPZ dan jejaring pengumpul filantropi Islam
lainnya. BAZNAS Kabupaten Banyumas saat ini telah bekerjasama dengan masing-masing Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) agar sinergi zakat dikalangan PNS dapat dioptimalkan, yang didasarkan pada
aturan yang sudah berlaku di lingkungan Kabupaten Banyumas dengan mendirikan UPZ dimasingmasing instansi (Hermawan, 17/2/2015).
Penyaluran dana filantropi Islam yang terkumpul di BAZNAS Kabupaten Banyumas terbagi
atas dua postur program dengan tetap mengedepankan keberadaan delapan asnaf dalam postur penerima
zakat. Bentuk program tersebut terdari dari pendistribusian dan pentasyarufan. Pendistribusian
diproyeksikan untuk penyaluran dana yang bersifat konsumtif, dimana dalam penyalurannya diharuskan
melampirkan berbagai persyaratan seperti Kartu Tanda Penduduk, surat keterangan tidak mampu atau pun
kehilangan dan sebagainya. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa bentuk penyaluran yang bersifat
charity ini dapat berjalan secara maksimal. Sedangkan pentasyarufan untuk kegiatan yang berorientasi
pada pemberdayaan masyarakat atau sektor produktif. Dimana penerima program dapat mengajukan diri
dengan proposal planning bisnis atau bantuan pengembangan usaha yang ditujukan langsung kepada
BAZNAS Kabupaten Banyumas yang kemudian diadakan rapat khusus, apakah proposal tersebut
diterima ataupun ditolak. Selain itu, dalam skema program ini juga diadakan pola jemput bola yakni
pengelola BAZNAS Kabupaten Banyumas melakukan assessment lapangan mengenai daerah atau
lembaga yang berhak menerima program pemberdayaan ini. Ada pun realisasi program penyaluran dana
filantropi Islam yang bersifat konsumtif dan produktif terbagi atas program berikut:
Tabel 1. Syarat Pendistribusian ZIS BAZNAS Kabupaten Banyumas
Kosumtif
Fakir miskin, fisabilillah, ibnu sabil,
ghorimin, muallaf, sarana dan prasarana
kemaslahatan ummat, kegiatan ilmiah,
benah rumah, pendidikan, pengobatan,
bencana

Produktif
Modal usaha (hibah), modal usaha
(pinjaman/dana bergulir), modal
kelompok usaha kecil (hibah/bergulir),
sarana prasarana usaha (hibah)

Penyaluran dana yang bersifat produktif inilah yang dijadikan program pemberdayaan
masyarakat yang dilakukan oleh BAZNAS Kabupaten Banyumas. Dimana dalam realiasasi program
pemberdayaan yang dilaksanakan BAZNAS Kabupaten Banyumas menurut Faidus Sa’ad terbagi atas dua
pola. Yakni dengan memberikan dana tunai dalam bentuk pemberian modal usaha setelah dilaksanakan
pelatihan sebagaimana terjadi pada masyarakat penerima program pebuatan kerajinan tas yang bersifat
home industry. Bentuk lainnya diwujudkan dalam pemberian barang seperti pengadaan kambing terhadap
kelompok ternak yang tersebar dibeberapa kecamatan di Kabupaten Banyumas sejak tahun 2012. Bentuk
program pemberdayaan masyarakat dilakukan monitoring secara berkala untuk mengukur efektifitas
terhadap program, sekalipun masih terkendala dengan kontinuitas pendampingan lembaga. Sebab itu,
kedepan BAZNAS Kabupaten Banyumas akan melibatkan pihak penyuluh baik dari masyarakat maupun
pemerintah.
LAZISMU Kabupaten Banyumas sebagai salah satu lembaga amil zakat yang lahir dari
aktivisme masyarakat sipil, tentu saja memiliki kekhasan tersendiri yang salah satunya dikarenakan lahir
dari rahim ormas Muhammadiyah yang kini sudah berusia lebih dari satu abad. Selain itu, lembaga
filantropi Islam yang lahir dari masyarakat sipil cenderung lebih kuat dan mengakar di masyarakat akibat
tuntutan kemandirian dari sebuah lembaga. Peran LAZISMU Kabupaten Banyumas sebagaimana

179

Seminar Nasional
Hasil-Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto,
Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8
dijelaskan Tungguh Kasiyanto selaku Direktur LAZISMU Kabupaten Banyumas memiliki keinginan
besar agar dapat berkontribusi dalam upaya pengentasan kemiskinan melalui berbagai program
pemberdayaan masyarakat secara kelembagaan, sekalipun dalam payung besarnya Muhammadiyah sudah
melakukannya seabad yang lalu (Kasiyanto, 17/2/2014). Pengumpulan dana filantropi Islam yang
dilakukan oleh LAZISMU Kabupaten tersebar terhadap berbagai profesi Muzakki, sehingga tidak
terkonsilidasi terhadap donatur dari warga Muhammadiyah semata. Hal tersebut dilakukan untuk
menumbuhkan kepercayaan masyarakat bahwa keberadaan LAZISMU Kabupaten Banyumas merupakan
lembaga yang bergerak secara profesional dan transparan dalam pengelolaannya. Oleh sebab itu,
kepercayaan donatur terhadap lembaga merupakan hal yang senantiasa harus dijaga, tidak saja secara
transparansi pengumpulan dananya melainkan pula bentuk realisasi dari program yang telah
dilaksanakan. Cara yang dilakukan LAZISMU Kabupaten Banyumas dalam menjaring para donatur
dengan melakukan sosialisasi tentang pentingnya berfilantropi, khsususnya mengenai kesadaran
membayar zakat. Bentuk sosialisasi tersebut berupa spanduk, liflet, direct mail, website dan media sosial.
Beragam bentuk kampanye yang dilakukan LAZISMU Kabupaten Banyumas tersebut, baik yang bersifat
pengumpulan dan penyaluran dana filantropi Islam, tentu saja tetap menginduk terhadap postur kebijakan
program yang telah dirancang oleh LAZISMU pusat, sekalipun dalam realisasinya tetap mengedepan
rencana program yang telah disiapkan oleh LAZISMU Kabupaten Banyumas. Hal tersebut dilakukan
untuk mensinergikan gerakan lembaga secara lebih luas terhadap masyarakat, sehingga target dan
realisasi program dapat berjalan secara maksimal.
Berkaitan dengan proses penyumpulan dana, LAZISMU Kabupaten Banyumas hanya
memberikan laporan terkait jumlah pengumpulan dana dan realisasi program dana yang terkumpul
kepada LAZISMU pusat. Artinya, LAZISMU pusat memberikan otonomi kepada lembaga yang berada
ditingkat di wilayah, daerah dan cabang dimana LAZISMU berdiri dan berada, tidak terkecuali dengan
LAZISMU Kabupaten Banyumas. Pengumpulan dana yang dapat dihimpun LAZISMU Kabupaten
Banyumas, barangkali tidak bisa disamakan dengan BAZNAS yang sudah memiliki lahan donatur tetap,
sehingga dari skala jumlah pengumpulannya tidak bisa disama ratakan setiap lembaga filantropi Islam.
Realisasi program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh LAZISMU Kabupaten Banyumas
termanifestasi keadalam beberapa program, salah satunya dengan mendorong program petani bangkit.
Program ini dilakukan dengan bekerja sama dengan petani dan Majelis Pemberdayaan Masyarakat
(MPM) Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Banyumas. Selain itu, ada pula Youth Entrepreneur
terahadap wirausahawan muda yang sudah dan atau ingin memiliki usaha tertentu. Namun, dalam
realisasinya beberapa hal yang harus dihadapi oleh LAZISMU Kabupaten Banyumas adalah minimnya
sumber daya manusia untuk melakukan pendampingan dan evaluasi program secara lebih detail.
Pengelolaan filantropi Islam yang dilakukan oleh BAZNAS dan LAZISMU Kabupaten
Banyumas adalah satu contoh dimana dana umat bisa dikelola secara terlembaga dan transparan. Artinya,
proses pengelolaan kini tidak saja mengedepankan pelayanan semata, melainkan sudah diorientasikan
untuk kemandirian dan pemberdayaan masyarakat melalui program yang sudah dirancang secara matang.
Selain itu, gerakan kelembagaan filantropi Islam ini pada akhirnya akan menciptakan budaya kerja dan
perubahan secara kolektif di masyarakat. Realisasi program yang dilakukan oleh BAZNAS dan
LAZISMU Kabupaten Banyumas lebih banyak diorientasikan pada bentuk program yang bersifat charity.
Hal tersebut dapat terlihat dari tabulasi dana sebagaimana tergambar dalam laporan tahunan kedua
lembaga tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar dana disalurkan dalam bentuk charity (bantuan),
bukan pada program pemberdayaan masyarakat yang lebih bersifat jangka panjang. Misalnya, pada kasus
BAZNAS Kabupaten Banyumas program yang bersifat charity terbagi atas beberapa program bantuan
sarana dan prasana ibadah, pemberian sembako, bantuan biaya pendidikan, bantuan biaya pengobatan,
bantuan peduli bencana, bantuan peduli ramadhan dan lainnya. Dalam program pemberdayaan
masyarakat masih berada pada tahap bentuk pelatihan atau peningkatan skill tertentu yang bisa
dioptimalkan dari para mustahik, disamping pemberian modal usaha dalam bentuk hibah dan modal
bergulir sebagaimana tergambar dalam program pelatihan budidaya ternak dan kerajinan home industry.
Sedangkan penyaluran dana filantropi Islam yang disalurkan oleh LAZISMU Kabupaten Banyumas juga
masih sebagian besar untuk kegiatan charity seperti untuk kegiatan bantuan pendidikan, bantuan
pelayanan kesehatan, bantuan bedah rumah, bantuan bencana alam sedangkan untuk kegiatan masyarakat
pemberian modal usaha dan sinergi program dengan MPM PD. Muhammadiyah Kabupaten Banyumas.
Penggunaan program charity dalam struktur penyaluran dana filantropi Islam sebenarnya
bukan terletak pada salah dan benar ataupun efektif dan tidak efektif, melainkan lebih pada skala prioritas
program yang dibutuhkan oleh masyarakat. Oleh sebab itu, dominannya realisasi program yang berbentuk

180

Seminar Nasional
Hasil-Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto,
Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8
charity yang dilakukan oleh BAZNAS dan LAZISMU Kabupaten Banyumas tentu saja sudah melalui
assessment oleh para pengurus dan pengelola. Artinya, mengedepankan prioritas yang dibutuhkan
masyarakat menjadi kunci penting suksesnya sebuah program. Sebab tidak semua mustahik atau kaum
dhuafa kemandiriannya selalu dengan menggunakan program pemberdayaan masyarakat dikarenakan
tingkat kebutuhan dan budaya masyarakatnya yang berbeda. Jika dilihat dari perspektif interkoneksi
antara pola program dalam bentuk charity dan pemberdayaan, maka tingkat keberhasilan sebuah program
dapat terlihat oleh dua aspek. Pertama, terjadinya perubahan paradigma, sikap dan perilaku yang tindai
perbaikan diri dan atau usaha (bisnis) yang telah dijalankan. Misalnya, peningkatan prestasi belajar di
sekolah, massifnya berbagai kegiatan keagamaan di tempat, menerapkan budaya bersih dalam kehidupan
sehari dan sebagainya. Kedua, timbulnya perubahan kolektif masyarakat melalui perubahan individu, hal
ini dapat didorong menumbuhkan sikap pada point pertama yang kemudian menyebabkan mustahik atau
kaum duafa tersebut memiliki integritas dan komitmen untuk berkontribusi terhadap masyarakat yang
juga tidak mampu disekitarnya. Artinya, tingkat kebehasilan yang kedua ini sangat dipengaruhi oleh
tingkat keberhasilan yang pertama. Dimana bentuk program charity dan pemberdayaan masyarakat
(empowering) juga sangat berkaitan satu sama lain.
Program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh BAZNAS dan LAZISMU Kabupaten
Banyumas memang memiliki basis bentuk program dan pilot project yang berbeda. Dalam orientasi
programnya, BAZNAS cenderung melakukan pemberdayaan masyarakat yang sudah diassesment sendiri
ataupun melalui pengajuan program dengan persyaratan yang telah dentukan dalam persyaratan
permohonan bantuan untuk program produktif. Misalnya, harus ada rekomendasi dari lurah/kades dan
takmir masjid. Sehingga pola realisasi programnya lebih bersifat prosedural-administratif seperti halnya
berlaku pada dinas sosial. Tujuan rekomendasi tersebut sebagai bagian dari proses asssessment BAZNAS
bahwa pihak yang mengajukan tersebut memang merupakan warga, lembaga atau usaha yang berdomisili
di daerah tersebut. Sedangkan pada LAZISMU program pemberdayaan masyarakat yang berasal inisiatif
harus dilengkapi dengan surat keterangan dari Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM), yang
menerangkan bahwa warga, lembaga atau usaha merupakan milik warga Muhammadiyah yang berada
didaerah tersebut. Hal ini menujukkan bahwa pola program yang dilakukan oleh BAZNAS dan
LAZISMU Kabupaten Banyumas cenderung berbeda dalam bentuk realisasinya. Dimana BAZNAS
mengedepankan sisi alur birokrasi dari struktur pemerintahan yang paling lini, sedangkan LAZISMU
berkeinginan untuk memaksimal pemberdayaan masyarakat di kalangan warga Muhammadiyah itu
sendiri.
Persoalan yang ditimbulkan oleh pola program tersebut adalah kemampuan para mustahik dan
kaum dhuafa untuk mengakses program tersebut. Sebab tidak semua mustahik dan kaum dhuafa mengerti
dan memahami alur prosedur pemerintahan dan berasal dari warga Muhammadiyah. Oleh sebab itu,
kemampuan mensurvei dan menganalisa terhadap program yang diajukan tersebut mutlak dibutuhkan
oleh BAZNAS dan LAZISMU Kabupaten Banyumas agar program yang dijalankan tepat sasaran.
Namun, apabila program tersebut berasal dari BAZNAS dan LAZISMU Kabupaten Banyumas dengan
sistem top down, maka hal tersebut akan jauh lebih mudah. Sebab kedua lembaga sudah memiliki peta
mustahik dan dhuafa yang membutuhkan program pemberdayaan masyarakat. Hanya saja, kendala yang
sering dihadapi adalah kemampuan sumber daya manusia (SDM) lembaga dalam melakukan assessment,
pelaksanaan dan evaluasi menjadi kendala tersendiri, terutama dengan jumlah SDM yang sangat terbatas.
Maka, yang dibutuhkan oleh lembaga yakni adanya sindakasi program yang mengedepankan orientasi
target program dalam tiap pelaksananaannya. Bentuk sindikasi program ini akan diarahkan peran kedua
lembaga dalam proses pemberdayaan masyarakat sesuai dengan kemampuan dan SDM yang dimiliki.
Artinya, dalam pelaksanaan program tidak semua lembaga harus menyuumbang porsi peran yang sama,
melainkan cukup dengan kemampuan dan kebutuhan program yang sudah dirancang dalam bentuk pilot
project bersama.
BAZNAS dan LAZ dapat melakukan sindikasi program tertentu yang bisa disepakati dalam
bentuk pilot project pada daerah atau kawasan tertentu. Namun, sebelum melaksanakan sindikasi program
harus ada persamaan visi, tujuan, sumber donatur dan manajemen agar program dari kedua lembaga. Oleh
sebab itu, adanya proses asssessment, survei, koornadinasi, realisasi program, pendampingan dan
keterlibatan berbagai stakeholders harus menjadi perhatian utama program program pemberdayaan
masyarakat sistem sindikasi program antar lembaga berjalan secara maksimal. Adanya sindikasi program
ini akan menjadikan lembaga filantropi Islam jauh lebih koordinatif dan bersinergi, sehingga akan
menyampingkan kesan bahwa keberadaan lembaga filantropi Islam hanya mengejar pelaksanaan

181

Seminar Nasional
Hasil-Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto,
Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8
program, ketimbang target program yang berimbas pada tereliminasinya gerakan kolektif pemberdayaan
masyarakat.
Pengelolaan filantropi Islam selalu mengalami hambatan, baik dalam pengelolaan ataupun
bentuk programnya. Hambatan yang dihadapi lembaga filantropi Islam di Banyumas, dalam penelitian ini
adalah BAZNAS dan LAZISMU Kabuapaten Banyumas terindentifikasi dalam dua hambatan. Pertama,
adanya double kepengurusan pada lembaga filantropi Islam yakni Ketua Badan Pengurus LAZISMU
Kabupaten Banyumas yang merangkap menjadi Ketua Divisi Pengumpulan pada BAZNAS Kabupaten
Banyumas. Tentu saja, hal ini memiliki dampak pada ketidakefektifan dan ketidakefesienan kepengurusan
dalam mengelolaan lembaga dan budaya manajemen filantropi Islam modern yang mengedepan
profesionalisme para pengelola dan yang dikelolanya. Sekalipun, secara praksis hal tersebut dibantu oleh
manajer dan staff kedua lembaga tersebut. Kedua, masih kurangnya SDM pada kedua lembaga terutama
para pendampingan program pemberdayaan. Oleh sebab itu, kedua lembaga berencana melakukan
kerjasama dengan pihak lain yang memiliki konsentrasi program yang sama. Misalnya, kedepan
BAZNAS akan melibatkan pihak penyuluh pada instansi pemerintahan dan LAZISMU berencana
bekerjasama dengan Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten
Banyumas. Hambatan tersebut diatas harus bisa diurai secara perlahan agar kedepan gerakan filantropi
Islam di Kabupaten Banyumas menemukan dampak yang lebih sistemik dalam jangka panjang, tanpa
terkendala dalam persoalan internal lembaga sehingga penggalian potensi dana filantropi Islam dan
kesadaran masyarakat Kabupaten Banyumas berfilantropi melalui lembaga senanatiasa terus dioptimalkan
dan dimaksimalkan.
KESIMPULAN
Aktivisme pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh lembaga filantropi Islam di
Kabupaten Banyumas telah berjalan dengan rencana program yang telah dirancang secara tertata. Artinya,
bentuk dan realiasi program dirancang sedemikian rupa dalam rentang waktu tertentu agar
pelaksanaannya bisa berjalan secara optimal. Hasil penelitian yang mengambil objek di BAZNAS dan
LAZISMU Kabupaten Banyumas ini mendapatkan potret simpulan penelitian sebaga berikut: pertama,
peran lembaga filantropi Islam dalam mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat di Kabupaten
Banyumas dilakukan secara variatif. Pemberdayaan yang dilakukan meliputi dua bentuk yakni
pemberdayaan terhadap pihak donatur (muzakki) dengan memberikan pelayanan optimal. Hal tersebut
terlihat pada pengelolaan filantropi Islam pada BAZNAS dan LAZISMU Kabupaten dalam bentuk
layanan jemput zakat, website, media jejaring sosial dan lainnya, yang tujuannya untuk memberikan
informasi cepat terhadap para donatur. Sedangkan penyaluran dana filantropi Islam salurkan dalam
beragam bentuk program pemberdayaan masyarakat yang memungkinkan para mustahik untuk bisa
mengakses dengan cara proses dan prosedur yang harus dipenuhi.
Kedua, realisasi program lembaga filantropi Islam dalam melakukan pemberdayaan
masyarakat di Kabupaten Banyumas sebagaimana telah dipraktikkan oleh BAZNAS dan LAZISMU
Kabupaten Banyumas direaliasasikan dalam bentuk pelatihan dan bantuan modal baik berupa hibah
maupun dana bergulir. Selain itu, adapula kegiatan penyaluran dalam bentuk charity seperti, bantuan
pendidikan, bantuan pelayanan kesehatan, bantuan sarana dan prasana ibadah dan lainnya. Bentuk
program dalam pemberdayaan masyarakat secara porsi total penghimpunan dana filantropi Islam
cenderung lebih kecil ketimbang dana yang salurkan dalam bentuk charity. Namun, meski demikian
pelaksanaan program dapat berjalan dengan lancar meskipun ada kendala sumber daya manusia dalam
beberapa proses pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh lembaga filantropi
Islam dalam hal ini BAZNAS dan LAZIMU Kabupaten Banyumas. Pemberdayaaan masyarakat yang
dilakukan oleh lembaga filantropi Islam di Kabupaten Banyumas dapat ditindaklanjuti oleh para peneliti
lain.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Hamid. (ed.), 2004. Reinterpretasi Pendayahgunaan ZIS Menuju Efektifitas Pemanfaatan Zakat
Infak Sedekah, Jakarta: Piramedia.
Asep Saepudin Jahar, “Masa Depan Filantropi Islam Indonesia Kajian Lembaga-lembaga Zakat dan
Wakaf”, Makalah disampaikan pada Annual Conference on Islamic Studies (ACIS) ke 10 di
Banjarmasin, 1–4 November 2010.

182

Seminar Nasional
Hasil-Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto,
Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8
Bakar, Irfan Abu., Bamualim, Chaider S.. 2006. Filantropi Islam dan Keadilan Sosial Studi tentang
Potensi, Tradisi dan Pemanfaatan Filantropi Islam di Indonesia. Jakarta: Ford Foundation dan
CSRC.
Basyir, Ahmad Azhar. 1978. Garis-Garis Sistem Ekonomi Islam. Yogyakarta: BPFE.
Carrol, Archie B. 1996. Bussines and Society: Ethics and Stakerholder Management. Ohio South
Western: College Publishing.
Dahl, Robert. 1983. Democracy and It Critics. New Heaven Conn. Yale University Press.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Edisi kedua. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Daud, Mohammad Ali. 1988. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: UI Pres.
Hafidhuddin, Didin. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani.
Indonesia Zakat&Development Report. 2009. Zakat dan Pembangunan: Era Baru Zakat Menuju
Kesejahteraan Ummat. Jakarta: CID dan PEBS FE UI.
Karsidi, Ravik. “Pemberdayaan Masyarakat Untuk Usaha Kecil dan Mikro”. Jurnal Penyuluhan. Vol. 3
No. 2. (September 2009).
Kurniawati (peny.). 2004. Kedermawanan Kaum Muslimin Potensi dan Realita Zakat Masyarakat di
Indonesia Hasil Survei di Sepuluh Kota. Jakarta: Piramedia.
Latief, Hilman. 2010. Melayani Umat: Filantropi Islam dan ideologi Kesejahteraan Kaum modernis.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
___________. 2013. Politik Filantropi Islam di Indonesia Negara, Pasar dan Masyarakat Sipil.
Yogyakarta: Penerbit Ombak.
___________. “Filantropi Islam dan Aktivisme Sosial Berbasis Pesantren di Pedesaan”, Jurnal Afkaruna,
Vol. 8, No. 1, (Januari-Juni 2012)
Lazis Muhammadiyah. 2004. Pedoman Zakat Praktis. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.
Makhrus, Filantropi Islam dalam Pemberdayaan Masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta,
Yogyakarta: Tesis MSI UII, 2014, tidak dipublikasikan
_______. Aktivisme Pemberdayaan Masyarakat dan Institusionalisasi Filantropi Islam di Indonesia.
Jurnal Islamadina. Volume XIII, Nomor 2, Juli 2014. Hal. 23-44.
Moleong, Lexy J. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
P3EI UII. 2008. Ekonomi Islam. Yogyakarta: Rajawali Press.
Qardhawi, Yusuf. 1991. Fiqhus Zakat. Beirut: Muassasah Risalah.
Qutb, Sayyid. “al-ijtimaiyah fil Islam”, edisi ketujuh, Ahmad Baidowi (penerj) “Pendekatan Islam
terhadap Keadilan Sosial”, Jurnal Unisia, No. 39/XXII/III/1999.
Sunggono, Bambang. 2007. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: RajaGrafinfo Persada.
Widyawati. 2011. Filantropi Islam dan Kebijakan Negara Pasca Orde Baru: Studi tentang UndangUndang Zakat dan Undang-Undang Wakaf. Bandung: Penerbit Arsad Press.
Laporan tahunan BAZNAS Kabupaten Banyumas 2014.

Laporan tahunan LAZISMU Kabupaten Banyumas 2014.
Wawancara dengan Tungguh Kasiyanto Direkstur Pelaksana LAZISMU pada tanggal 17
Februari 2014 di Kantor LAZISMU Kabupaten Banyumas
Wawancara dengan Faidus Sa’ad Divisi Pengembangan BAZNAS Kabupaten Banyumas pada
tanggal 30 Maret 2015 di Kantor BAZNAS Kabupaten Banyumas

183

Seminar Nasional
Hasil-Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto,
Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8
Wawancara dengan Apri Hermawan staf Divisi Pendayagunaan pada tanggal 17 Februari 2014
di Kantor BAZNAS Kabupaten Banyumas

184