KONSEP MANUSIA DALAM ISLAM Manusia dicip (2)

KONSEP MANUSIA DALAM ISLAM
Manusia diciptakan Allah Swt. Berasal dari saripati tanah, lalu menjadi nutfah, alaqah, dan mudgah
sehingga akhirnya menjadi makhluk yang paling sempurna yang memiliki berbagai kemampuan. Oleh
karena itu, manusia wajib bersyukur atas karunia yang telah diberikan Allah Swt.
Manusia menurut pandangan al-Quran, al-Quran tidak menjelaskan asal-usul kejadian manusia secara
rinci. Dalam hal ini al-Quran hanya menjelaskan mengenai prinsip-prinsipnya saja. Ayat-ayat
mengenai hal tersebut terdapat dalam surat Nuh 17, Ash-Shaffat 11, Al-Mukminuun 12-13, Ar-Rum
20, Ali Imran 59, As-Sajdah 7-9, Al-Hijr 28, dan Al-Hajj 5.
Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal tanah dengan mempergunakan bermacam-macam
istilah, seperti : Turab, Thien, Shal-shal, dan Sualalah. Hal ini dapat diartikan bahwa jasad manusia
diciptakan Allah dari bermacam-macam unsur kimiawi yang terdapat dari tanah. Adapun tahapantahapan dalam proses selanjutnya, al-Quran tidak menjelaskan secara rinci. Manusia yang sekarang
ini, prosesnya dapat diamati meskipun secara bersusah payah. Berdasarkan pengamatan yang
mendalam dapat diketahui bahwa manusia dilahirkan ibu dari rahimnya yang proses penciptaannya
dimulai sejak pertemuan antara permatozoa dengan ovum.
Ayat-ayat yang menyebutkan bahwa manusia diciptakan dari tanah, umumnya dipahami secara
lahiriah. Hal ini itu menimbulkan pendapat bahwa manusia benar-benar dari tanah, dengan asumsi
karena

Tuhan

berkuasa


,

maka

segala

sesuatu

dapat

terjadi.

Akan tetapi ada sebagian umat islam yang berpendapat bahwa Adam bukan manusia pertama.
Pendapat tersebut didasarkan atas asumsi bahwa:
Ayat-ayat yang menerangkan bahwa manusia diciptakan dari tanah tidak berarti bahwa semua unsur
kimia yang ada dalam tanah ikut mengalami reaksi kimia. Hal itu seperti pernyataan bahwa tumbuhtumbuhan bahan makanannya dari tanah, karena tidak semua unsur kimia yang ada dalam tanah ikut
diserap oleh tumbuh-tumbuhan, tetapi sebagian saja. Oleh karena itu bahan-bahan pembentuk
manusia yang disebut dalam al-Quran hanya merupakan petunjuk manusia yang disebut dalam alQuran , hanya merupakan petunjuk dimana sebenarnya bahan-bahan pembentuk manusia yaitu
ammonia, menthe, dan air terdapat, yaitu pada tanah, untuk kemudian bereaksi kimiawi. Jika

dinyatakan istilah “Lumpur hitam yang diberi bentuk” (mungkin yang dimaksud adalah bahan-bahan
yang terdapat pada Lumpur hitam yang kemudian diolah dalam bentuk reaksi kimia). Sedangkan
kalau dikatakan sebagai tembikar yang dibakar , maka maksudnya adalah bahwa proses kejadiannya
melalui oksidasi pembakaran. Pada zaman dahulu tenaga yang memungkinkan terjadinya sintesa
cukup banyak dan terdapat di mana-mana seperti panas dan sinar ultraviolet.

Ayat yang menyatakan ( zahir ayat ) bahwa jika Allah menghendaki sesuatu jadi maka jadilah ( kun
fayakun ), bukan ayat yang menjamin bahwa setiap yang dikehendaki Allah pasti akan terwujud
seketika. Dalam hal ini harus dibedakan antara kalimat kun fayakun dengan kun fa kana. Apa yang
dikehendaki Allah pasti terwujud dan terwujudnya mungkin saja melalui suatu proses. Hal ini
dimungkinkan karena segala sesuatu yang ada didunia juga mengalami prosi yang seperti dinyatakan
antara lain dalam surat al-A’la 1-2 dan Nuh 14.
Jika diperhatikan surat Ali Imran 59 dimana Allah menyatakan bahwa penciptaan Isa seperti proses
penciptaan Isa seperti proses penciptaan Adam, maka dapat menimbulkan pemikiran bahwa apabila
isa lahir dari sesuatu yang hidup, yaitu maryam, maka Adam lahir pula dari sesuatu yang hidup
sebelumnya. Hal itu karena kata “tsumma” yang berarti kemudian, dapat juga berarti suatu proses.
Perbedaan pendapat tentang apakah adam manusia pertama atau tidak, diciptakan langsung atau
melalui suatu proses tampaknya tidak akan ada ujungnya karena masing-masing akan teguh pada
pendiriannya. Jika polemik ini senantiasa diperpanjang, jangan-jangan hanya akan menghabiskan
waktu dan tidak sempat lagi memikirkan tentang status dan tugas yang telah ditetapkan Allah pada

manusia al-Quran cukup lengkap dalam memberikan informasi tentang itu.
Untuk memahami informasi tersebut secara mendalam, ahli-ahli kimia, biologi, dan lain-lainnya perlu
dilibatkan, agar dalam memahami ayat-ayat tersebut tidak secara harfiah. Yang perlu diingatkan
sekarang adalah bahwa manusia oleh Allah, diharapkan menjadi khalifah ( pemilih atau penerus
ajaran Allah ). Status manusia sebagai khalifah , dinyatakan dalam al-baqarah 30. kata khalifah
berasal dari kata khalafa yakhlifu khilafatan atau khalifatan yang berarti meneruskan, sehingga kata
khalifah dapat diartikan sebagai pemilih atau penerus ajaran Allah. Kebanyakan umat Islam
menerjemahkan dengan pemimpin atau pengganti, yang biasanya dihubungkan dengan jabatan
pimpinan umat islam sesudah Nabi Muhammad saw wafat , baik pimpinan yang termasuk
khulafaurrasyidin maupun di masa Muawiyah-‘Abbasiah.
Perlu diingat bahwa istilah khalifah pernah dimunculkan Abu bakar pada waktu dipercaya untuk
memimpin umat islam. Pada waktu itu beliau mengucapkan inni khalifaur rasulillah, yang berarti aku
adalah pelanjut sunah rasulillah. Dalam pidatonya setelah diangkat oleh umat islam, abu bakar antara
lain menyatakan “selama saya menaati Allah, maka ikutilah saya, tetapi apabila saya menyimpang ,
maka luruskanlah saya”. Jika demikian pengertian khalifah, maka tidak setiap manusia mampu
menerima atau melaksanakan kekhalifahannya. Hal itu karena kenyataan menunjukkan bahwa tidak
semua orang mau memilih ajaran Allah.
Dalam penciptaannya manusia dibekali dengan beberapa unsur sebagai kelengkapan dalam
menunjang tugasnya. Unsur-unsur tersebut ialah : jasad ( al-Anbiya’ : 8, Shad : 34 ). Ruh (al-Hijr 29,


As-Sajadah 9, Al-anbiya’ :91 dan lain-lain); Nafs (al-Baqarah 48, Ali Imran 185 dan lain-lain ) ; Aqal
( al-Baqarah 76, al-Anfal 22, al-Mulk 10 dan lain-lain); dan Qolb ( Ali Imran 159, Al-Ara’f 179,
Shaffat 84 dan lain-lain ). Jasad adalah bentuk lahiriah manusia, Ruh adalah daya hidup, Nafs adalah
jiwa , Aqal adalah daya fakir, dan Qolb adalah daya rasa. Di samping itu manusia juga disertai dengan
sifat-sifat yang negatif seperti lemah ( an-Nisa 28 ), suka berkeluh kesah ( al-Ma’arif 19 ), suka
bernuat zalim dan ingkar ( ibrahim 34), suka membantah ( al-kahfi 54 ), suka melampaui batas
( al-‘Alaq 6 ) suka terburu nafsu ( al-Isra 11 ) dan lain sebagainya. Hal itu semua merupakan produk
dari nafs , sedang yang dapat mengendalikan kecenderungan negatif adalah aqal dan qolb. Tetapi jika
hanya dengan aqal dan qolb, kecenderungan tersebut belum sepenuhnya dapat terkendali, karena
subyektif. Yang dapat mengendalikan adalah wahyu, yaitu ilmu yang obyektif dari Allah. Kemampuan
seseorang untuk dapat menetralisasi kecenderungan negatif tersebut ( karena tidak mungkin
dihilangkan sama sekali ) ditentukan oleh kemauan dan kemampuan dalam menyerap dan
membudayakan wahyu.
Berdasarkan ungkapan pada surat al-Baqarah 30 terlihat suatu gambaran bahwa Adam bukanlah
manusia pertama, tetapi ia khalifah pertama. Dalam ayat tersebut, kata yang dipakai adalah jaa’ilun
dan bukan khaaliqun. Kata khalaqa mengarah pada penciptaan sesuatu yang baru, sedang kata ja’ala
mengarah pada sesuatu yang bukan baru,dengan arti kata “ memberi bentuk baru”. Pemahaman
seperti ini konsisten dengan ungkapan malaikat yang menyatakan “ apakah engkau akan menjadikan
di bumi mereka yang merusak alam dan bertumpah darah?” ungkapan malaikat tersebut memberi
pengertian bahwa sebelum adam diciptakan, malaikat melihat ada makhluk dan jenis makhluk yang

dilihat adalah jenis yang selalu merusak alam dan bertumpah darah. Adanya pengertian seperti itu
dimungkinkan, karena malaikat tidak tahu apa yang akan terjadi pada masa depan, sebab yang tahu
apa yang akan terjadi dimasa depan hanya Allah.
Dengan demikian al-Quran tidak berbicara tentang proses penciptaan manusia pertama. Yang
dibicarakan secara terinci namun dalam ungkapan yang tersebar adalah proses terciptanya manusia
dari tanah, saripati makanan, air yang kotor yang keluar dari tulang sulbi, alaqah, berkembang
menjadi mudgah, ditiupkannya ruh, kemudian lahir ke dunia setelah berproses dalam rahim ibu. Ayat
berserak, tetapi dengan bantuan ilmu pengetahuan dapat dipahami urutannya. Dengan demikian,
pemahaman ayat akan lebih sempurna jika ditunjang dengan ilmu pengetahuan.
Oleh karena al-Quran tidak bicara tentang manusia pertama. Biarkanlah para saintis berbicara tentang
asal-usul manusia dengan usaha pembuktian yang berdasarkan penemuan fosil. Semua itu bersifat
sekedar pengayaan saint untuk menambah wawasan pendekatan diri pada Allah. Hasil pembuktian
para saintis hanya bersifat relatif dan pada suatu saat dapat disanggah kembali, jika ada penemuan
baru. Misalnya, mungkinkah penemuan baru itu dilakukan oleh ulama islam? Persamaan dan

perbedaan manusia dengan makhluk lain Dibanding makhluk lainnya manusai mempunyai kelebihankelebihan. Kelebihan-kelebihan itu membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Kelebihan
manusia adalah kemampuan untuk bergerak dalam ruang yang bagaimanapun, baik didarat, dilaut,
maupun diudara. Sedangkan binatang bergerak diruang yang terbatas. Walaupun ada binatang yang
bergerak didarat dan dilaut, namun tetap saja mempunyai keterbatasan dan tidak bisa melampaui
manusia. Mengenai kelebihan manusia atas makhluk lain dijelaskan surat al-Isra’ ayat 70.

Disamping itu, manusia diberi akal dan hati, sehingga dapat memahami ilmu yang diturunkan Allah,
berupa al-Quran menurut sunah rasul. Dengan ilmu manusia mampu berbudaya. Allah menciptakan
manusia dalam keadaan sebaik-baiknya (at-Tiin : 95:4). Namun demikian, manusia akan tetap
bermartabat mulia kalau mereka sebagai khalifah ( makhluk alternatif ) tetap hidup dengan ajaran
Allah ( QS. Al-An’am : 165 ). Karena ilmunya itulah manusia dilebihkan ( bisa dibedakan ) dengan
makhluk

lainnya.

Jika manusia hidup dengn ilmu selain ilmu Allah, manusia tidak bermartabat lagi. Dalam keadaan
demikian manusia disamakan dengan binatang, “mereka itu seperti binatang ( ulaaika kal an’aam ),
bahkan lebih buruk dari binatang ( bal hum adhal ). Dalam keadaan demikian manusia bermartabat
rendah ( at-Tiin : 4 ).
Pembahasan.
Islam merupakan salah satu agama samawi yang meletakan nilai-nilai kemanusia atau
hubungan
ada

personal,


interpersonal

perbedaan

satu

aspek

manusia.

semua
diartikan

sebagai

sama

dan

lain,


Karena

sebuah

masyarakat

keadilan,
Islam

kedamaian

relevansi,

yang
yang

secara

berakar

hadir

agung

dan

luhur,

kedamaian

yang

pada

“salima”

dalam

kata
diri


tidak

mengikat

manusia

dapat

dan

itu

sifatnya fitrah. Kedamaian akan hadir, jika manuia itu sendiri menggunakan dorongan
diri

(drive)

dirinya


kearah

sebagai

sempurna,

bagaimana

makhluk

namun

jika

memanusiakan

ciptaaan
sebaliknya

Tuhan

manusia

yang

manusia

dan

bukan

mengikuti

saja

nafsu

atau

memposisikan

unik,
dan

tapi

tidak

juga

berjalan

seiring fitrah, maka janji Tuhan adzab dan kehinaan akan datang.
Fitrah kemanusiaan yang merupakan pemberian Tuhan (Given) memang tidak dapat ditawar,
dia hadir sering tiupan ruh dalam janin manusia dan begitu manusia lahir dalam
bentuk

“manusia”

sangat

tergantung

dilahirkan.

Anak

punya

mata,

pada
yang

telinga,

wilayah,

dilahirkan

tangan,

tempat,
dalam

kaki

dan

lingkungan

keluarga

dan

anggota
dimana

lingkungan

tubuh

lainnya

manusia

itu

muslim

sudah

barang tentu secara akidah akan mempunyai persepsi ketuhanan (iman) yang sama,
begitu

pun

nasrani

dan

lain

sebagainya.

Inilah

yang

sering

dikatakan

sebagai

sudut

lahirnya

keberagamanaan

yang

lainnya.

Dalam

keberagamaan

manusia

seorang

wacana
tidak

manusia

studi
hanya

agama
dapat

yang
sering

dilihat

akan

berbeda

dikatakan
dari

satu

bahwa

berbagai

sudut

dengan

fenomena
pandang

normativitas melainkan juga dilihat dari historisitas. .
Konsep manusia
Ada 3 teori dalam konsepsi manusia yaitu :


Pertama yaitu Teori Evolusi.
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh seorang sarjana Perancis J.B de Lamarck yang
menyatakan

bahwa

kehidupan

berkembang

dari

tumbuh – tumbuhan menuju binatang dan dari binatang menuju manusia. Teori ini
merupakan perubahan atau perkembangan secara berlahan – lahan dari tidak
sempurna menjadi perubahan yang sempurna.


Kedua yaitu Teori Revolusi
Teori revolusi ini merupakan perubahan yang amat cepat bahkan mungkin dari tidak ada
menjadi

ada. Teori

ini

sebenarnya

merupakan

kata

lain untuk menanamkan

pandangan pencipta dengan kuasa Tuhan atas makhluk-Nya. Pandangan ini gabungan
pemikiran dari umat manusia yang berbeda keyakinan yaitu umat Kristen dan umat Islam
tentang proses kejadian manusia yang dihubungkan dengan keMaha Kuasaan Tuhan.
Dalam Ajaran Kristen dijumpai kisah kejadian manusia dalam surat Kejadian 1-11 dan 12-50 tentang
kisah oleh Martinus dalam “ Bagaimana Agama Kristen Memandang teori Darwin “. Dalam ajaran
Islam

terbentuk

opini

dan

tidak

berlebihan

jika

dikatakan

sebagai

keyakinan, bahwa manusia dan juga alam semesta tercipta secara cepat oleh Kuasa
Allah.Keyakinan

tersebut

merupakan

hasil

interpretasi

dari

ayat



ayat

Al-Quran

dalam surat Al-Baqarah ayat 30 yang menjelaskan tetntang kejadian Adam yaitu “ Adam adalah suatu
makhluk yang diciptakan dari tanah yang diambil dari berbagai jenis yang kemudian dicampur dengan
air, dibentuk dan ditiupkan ruh kedalamnya, dan kemudian menjadi makhluk hidup”,serta Yasin ayat
82 yang berbunyi kun fayakun dengan arti “ jadilah maka terjadilah dia ”.


Ketiga yaitu Teori Evolusi Terbatas.
Teori ini adalah gabungan pemikiran dari pihak-pihak agama yang berlandaskan dengan
alasan-alasan

serta

pembuktian

dari

pihak

sarjana

penganut

teori

evolusi.

Seperti yang dikemukakan oleh FransDahler, yang mengakui bahwa tumbuh-tumbahan,
binatang, dan manusia selama ribuan atau jutaan tahun yang benar-benar mengalami mutasi
(perubahan) yang tidak sedikit.
Menurut RHA. Syahirul Alim cendekiawan Muslim ahli kimia menyatakan bahwa kita sebagai
manusia harus merasa terhormat kalau diciptakan dari keturunan kera karena secara kimia
molekul-molekul kera jauh lebih kompleks dibandingkan dengan tanah, karena tanah
molekulnya lebih rendah keteraturannya. Menurut Al-Syaibani manusia dikelompokkan
menjadi delapan definisi,antara lain :
1. Manusia sebagai makhluk Allah yang paling mulia dimuka bumi
2. Manusia sebagai khalifah dimuka bumi.
3. Insan manusia sebagai makhluk sosial yang berbahasa.
4. Insan yang mempunyai tiga dimensi yaitu badan, akal, dan ruh
5. Insan dengan seluruh perwatakannya dan ciri pertumbuhannya adalah hasil pencapaian dua
factor, yaitu faktor warisan dan lingkungan.
6. Manusia mempunyai motivasi, kecenderungan, dan kebutuhan permulaan baik yang diwarisi
maupun yang diperoleh dalam proses sosialisasi.
7. Manusia mempunyai perbedaan sifat antara yang satu dengan yang lainnya.
Manusia Dalam pandangan islam
Dalam pandangan Islam, manusia didefinisikan sebagai makhluk, mukalaf, mukaram,
mukhaiyar, dan mujizat. Manusia adalah makhluk yang memiliki nilai-nilai fitri dan sifat-sifat
insaniah,
72),

seperti

faqir

mengingkari

dha’if

‘lemah’

‘ketergantungan
nikmat’

atau

(al-Israa’:

(an-Nisaa’:

28),

memerlukan’
67),

syukur

jahula

(Faathir:

‘bodoh’

15),

(al-Insaan:3),

kafuuro
serta

(al-Ahzab:
‘sangat
fujur

dan taqwa (asy-Syams: 8).
Selain itu, manusia juga diciptakan untuk mengaplikasikan beban-beban ilahiah yang
mengandung maslahat dalam kehidupannya. Ia membawa amanah ilahiah yang harus
diimplementasikan
memiliki

arti

dalam

yang

kehidupan

hakiki,

yaitu

nyata.

Keberadaannya

menegakkan

khilafah.

di

alam

Keberadaannya

mayapada
tidaklah

untuk

huru-hara

dan

tanpa

hadaf

‘tujuan’

yang

berarti.

Perhatikanlah

ayat-ayat Qur`aniah di bawah ini.
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan
hendak

seorang

menjadikan

khalifah

di

(khalifah)

muka

di

bumi.”

bumi

itu

Mereka

orang

berkata:

yang

akan

“Mengapa
membuat

Engkau
kerusakan

padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau

dan

mensucikan

Engkau?”

Tuhan

berfirman:

“Sesungguhnya

Aku

mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (al-Baqarah: 30)
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.” (adz-Dzariyat: 56)
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung,
maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan
dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (alAhzab: 72)
Manusia adalah makhluk pilihan dan makkhluk yang dimuliakan oleh Allah SWT dari
makhluk-makhluk
seperti

akal

kemudian

yang

yang

lainnya,

mampu

memilihnya.

yaitu

menangkap

Allah

SWT

dengan

keistimewaan

sinyal-sinyal

kebenaran,

telah

menciptakan

yang

dimilikinya,

merenungkannya,

manusia

dengan

dan

ahsanu

taqwim, dan telah menundukkan seluruh alam baginya agar ia mampu memelihara dan
memakmurkan serta melestarikan kelangsungan hidup yang ada di alam ini. Dengan
akal

yang

nilai-nilai
para
dengan

dimilikinya,
kebenaran,

rasul.

melahirkan

kebaikan,

Dengan

iradah

manusia

hatinya,

Robbnya

karya-karya

dan
besar

diharapkan
dan

ia

memilah

dan

yang

tertuang

dalam

risalah

yang

sesuai

keindahan
mampu

dengan
dan

mampu
memutuskan

raganya,

ia

tindakan-tindakan

sesuatu

diharapkan
yang

pro-aktif

benar,

memilih

untuk

sehingga

ia

tetap mempertahankan gelar kemuliaan yang telah diberikan oleh Allah SWT kepadanya
seperti ahsanu taqwim, ulul albab, rabbaniun dan yang lainnya.
Maka,
dengan
kepada

dengan

sederet

keterbatasan
manusia

sifat-sifat

dan
untuk

kemuliaan

kekurangan,
menguji

beriman dan dusta dalam beragama.

dan

Allah
dan

sifat-sifat

SWT

insaniah

membebankan

mengetahui

siapa

yang
misi-misi

yang

jujur

berkaitan
khusus
dalam

“Apakah
telah

manusia

beriman”,

itu

mengira

sedang

bahwa

mereka

mereka

tidak

diuji

dibiarkan
lagi?

(saja)

Dan

mengatakan:

sesungguhnya

“Kami

kami

telah

menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang
benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (al-Ankabuut: 2-3).
Oleh karena itu, ia harus benar-benar mampu menjabarkan kehendak-kehendak ilahiah
dalam setiap misi dan risalah yang diembannya.
1.Misi Manusia
Manusia di dalam hidup ini memiliki tiga misi khusus: misi utama; misi fungsional; dan
misi operasional.
A. Misi Utama
Keberadaan manusia di muka bumi ini mempunyai misi utama, yaitu beribadah kepada Allah SWT.
Maka,

setiap

ditentukan.
ilahiah,

langkah
Setiap

serta

Islam

gerak-geriknya

desah

setiap

alunan-alunan

dan

nafasnya

detak

jantung

kehendak-Nya.

dan

semakin

harus
dan

Semakin

teguh

harus

selaras

keinginan

mantap

hatinya

searah

dalam

dengan
dengan

hatinya

langkahnya

garis

yang

telah

kebijakan-kebijakan

harus
dalam

mengimplementasikan

seirama

dengan

merespon

seruan

apa

yang

telah

menjadi tugas dan kewajibannya, maka ia akan mampu menangkap sinyal-sinyal yang
ada di balik ibadahnya. Karena, dalam setiap ibadah yang telah diwajibkan oleh
Islam

memuat

shalat,

yaitu

kehidupan

nilai
sebagai

filosofis,
‘aun

seperti

nilai

(pertolongan)

(al-Baqarah:153),

dan

filosofis

bagi

sebagai

yang

manusia

benteng

ada

dalam

kokoh

dalam

ibadah

mengarungi
untuk

lautan

menghindari,

menghadang, dan mengantisipasi gelombang kekejian dan kemungkaran (al-Ankabuut: 45).
Adapun

nilai

menuju

gerbang

melahirkan

lisan

ibadah

ketaqwaan,

manusia-manusia

aat-Taubah:103).
filosofis

filosofis

dan

maupun

Maka,
kemudian
perbuatan,

puasa

adalah

dan

ibadah-ibadah

muslim

apabila

yang

manusia

mengaplikasikan
ia

akan

untuk

menghantarkan
lain

berakhlak
mampu
serta

sampai

yang

mulia

manusia
bertujuan

(al-Baqarah:

menangkap

gerbang

untuk
183

sinyal-sinyal

mengekspresikannya
ketaqwaan.

muslim

dalam
Gerbang

dan
nilai

bahasa
yang

dijadikan satu-satunya tujuan penciptaannya.
Namun, tidak semua manusia di dunia ini mengikuti perintah dan merespon risalah yang
di bawa oleh para Rasul. Bahkan, banyak di antara mereka yang berpaling dari

ajaran-ajaran suci yang didakwahkan kepada mereka. Ada juga yang secara terang-terangan
mengingkari dan memusuhinya (an-Nahl: 36, al-An’aam: 26, dan al-Baqarah: 91).
Hal ini bisa terjadi pada manusia karena dalam dirinya ada dua kekuatan yang sangat
dominan

mempengaruhi

kekuatan

fujur.

tenang)

setiap

Kekuatan

untuk

selalu

pikiran

taqwa

dan

didorong

menterjemahkan

perbuatannya,
oleh

kehendak

nafsu
ilahiah

kekuatan

mutmainnah
dalam

realitas

taqwa

dan

(jiwa

yang

kehidupan,

dan kekuatan fujur yang di dominasi oleh nasfu ammarah (nafsu angkara murka)
yang

senantiasa

memerintahkan

Maka,

dalam

bingkai

yaitu

sabiqun

bil

misi

manusia

utama

khairat,

ini,

untuk

masuk

manusia

muqtashidun,

bisa

dan

dalam

dunia

diklasifikasikan

dzalimun

linafsihi.

kegelapan.

menjadi
Hal

tiga,
ini

dijelaskan dalam firman Allah SWT sebagai berikut.
“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara
hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri
dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang
lebih

dahulu

berbuat

kebaikan

dengan

izin

Allah.

Yang

demikian

itu

adalah

karunia yang amat besar.” (Faathiir: 32)
• Sabiqun bil khairat
Hamba Allah SWT yang termasuk dalam kategori ini adalah hamba yang tidak hanya puas
melakukan kewajiban dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan oleh-Nya, namun ia
terus

berlomba

digariskan,

dan

dan

jauh

ke

Hati

sucinya

berpacu

menjauhi

depan

untuk

untuk

hal-hal

yang

menggagas

menerima

nilai-nilai

Islam.

Inilah

bashirah.

Hamba

yang

mengaplikasikan

karya-karya

pilihan-pilihan
hamba
hatinya

dimakruhkan.

yang

akal
selalu

senantiasa

besar
selama
melihat

dihiasi

sunnah-sunnah
Akal
dan

sehatnya

yang

menerawang

langkah-langkah

tidak

bertentangan

kehidupan

ketundukan,

dengan

cinta,

telah
positif.
dengan
cahaya

pengagungan,

dan kepasrahan kepada Allah SWT.
• Muqtashidun
Hamba Allah yang masuk dalam kategori ini adalah manusia muslim yang puas ketika
mampu mengamalkan perintah dan meninggalkan larangan Allah SWT. Dalam benaknya,
tidak pernah terlintas

ruh kompetitif

ibadah yang lebih jauh lagi,

dalam memperluas wilayah iman ke

yaitu wilayah sunnah.

Imannya

hanya

wilayah

bisa menjadi

benteng dari hal-hal yang diharamkan dan belum mampu membentengi hal-hal yang
dimakruhkan.
• Dzalimun linafsihi
Hamba yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang masih mencampuradukkan antara hak dan
batil.

Selain

ia

mengamalkan

perintah-perintah

Allah

SWT,

ia

juga

masih

sering berkubang dalam kubangan lumpur dosa. Jadi, dalam diri seorang hamba ada
dua

kekuatan

dominan,

yang

dan

dalam

mendominasi
“Mengikuti

mempengaruhinya,
kelompok

ini,

kehidupannya,
syahwat

adalah

tergantung
nampaknya

sehingga

penyakit,

kekuatan

mana

kekuatan

hatinya

sedangkan

yang

syahwat

sakit

durhaka

lebih
yang

parah.

kepadanya

adalah

obat

mujarab dab terapi yang manjur” (Adab ad-Diin wa ad-Dunya, Abu al-Hasan Ali
al-Mawardy)
Apabila manusia mengikuti libido, mengekor nafsu angkara murka, dan menjadi budak
syahwatnya,

maka

ia

akan

keluar

dari

poros

yang

telah

digariskan

oleh

Allah

SWT. Ia akan mencampakkan dan mensia-siakan amanah yang agung. Bahkan, ia akan
melakukan

konspirasi

bersama

thogut-thogut

kebenaran.

Di

manusia

akan

‘sebaik-baik

makhluk’

sini,

‘seburuk-buruk
al-an’aam

‘binatang

Qur`aniah

tidak

ahsanu

makhluk’,

manusia-manusia
berfikir,

dan
ternak’,

memiliki

pernah

melihat

dan

komunitas

dari

nilai-nilai

Islam

Kauniah

babi,

hati,
tiga

manusia-manusia

yang

(al-Bayyinah:

6-7,

memberangus

dari

gelar

gelar

baru,

‘tempat

batu,

mata

kebenaran,

dengan

ke

saafilin

kera,

yang

bergeser

taqwim

asfalus

untuk

dan

dan
dan

telinga,
tidak

faktor

al-A’raaf:

yaitu
yang

numun

buta,

ia

179,

barriah
rendah’,

berdiri.

Inilah

tidak

pernah

mendengar

Mereka
tuli,

barriah

syarrul

paling

pernah

tersebut.

dungu,

khairul

yang
kayu

nilai-nilai

ayat-ayat

adalah
dan

bisu

al-Maidaah:

sebuah
dari
60,

al-Munaafiquun: 4, dan al-Baqarah:74)
Ali bin Abu Thalib ra. berkata, “Ada dua masalah yang saya takutkn menimpa kamu. Pertama,
mengikuti
menjadi

hawa
tembok

nafsu.

Kedua,

penghalang

banyak

antara

menghayal.

dirinya

dan

Karena,
kebenaran,

yang
dan

pertama
yang

akan
kedua

mengakibatkan lupa akan akhirat.” Sebagian ahli hikmah berkata, “Akal merupakan teman setia, dan
hawa nafsu adalah musuh yang ditaati.”Sebagian ahli hikmah yang lain berkata,“Hawa nafsu adalah
raja yang bengis dan penguasa yang lalim.” (Adab ad-Diin wa ad-Dunya)
B. Misi Fungsional

Selain misi utama yang harus diemban manusia, ia juga mempunyai misi fungsional
sebagai khalifah. Manusia tidak mampu memikul misi ini, kecuali ia istiqamah di
atas

rel-rel

robbaniah.

kehidupannya.

Manusia

Khianat

‘kekuasan’,

lahir

syahwat

harus

membuang

dari

rahim

syaithaniah,

jauh

bahasa

syahwat,

baik

maupun

syahwat

khianat

dari

syahwat

bahaimiah

kamus

mulkiah
‘binatang

ternak’.(al-Jawab al-Kaafi, Ibnu Qaiyim al-Jauziah)
Ketika jiwa manusia di kuasai oleh syahwat mulkiah, maka ia akan mempertahankan
kekuasaan

dan

Islam.

senantiasa

Ia

menjegal
Adapun

kedudukannya,

maka

ia

menjadi

melakukan

lawannya
ketika
akan

rakus

sentuhan

jiwa

dengan

makar,

adu

(al-Anfal:

manusia

selalu

serta

kasih

meskipun

dalam

terbelenggu
akan

dirinya.

dan

Ia

tidak

syahwat

permusuhan,
Tidak

syaithaniah

sorot

bersenang-senang

di

oleh

politik

Shaad:

keonaran,

ada

dibenarkan

konspirasi

dan

oleh

harta.

yang

domba,

26-27

menciptakan

tamak

jalan

untuk

26).

dan

bahaimiah,

tipuan-tipuan,

mata
atas

dan

persahabatan
penderitaan

dan

rakyat

dan tak pernah berhenti mengeruk kekayaan rakyat.
C.Misi Operasional
Manusia diciptakan di bumi ini—selain untuk beribadah dan sebagai khalifah, juga
harus

bisa

bermain

cantik

untuk

memakmurkam

bumi

(Huud:

61).

Kerusakan

di

dunia, di darat, maupun di lautan bukan karena binatang ternak yang tidak tahu
apa-apa,

tetapi

ia

lahir

dari

tangan-tangan

jahil

manusia

yang

tidak

pernah

mengenal rambu-rambu Tuhannya. Benar, semua yang ada di bumi ini diciptakan untuk
manusia,

namun

(ar-Ruum:

41).

ia

tidak

Oleh

manusia-manusia

bebas

karena

yang

ideal.

bertindak

itu,

diluar

bumi

Manusia

yang

ketentuan

ini

dan

membutuhkan

memiliki

sifat-sifat

rambu

ilahi

pengelola

dari

luhur

sebagaimana

disebutkan di bawah ini. Syukur (Luqman: 31) Sabar (Ibrahim: 5) Mempunyai belas kasih (at-Taubah:
128)Santun

(at-Taubah:

114)Taubat

(Huud:

75)

Jujur

(Maryam:

54)

Terpercaya (al-A’raaf: 18)
Maka, manusia yang sadar akan misi sucinya harus mampu mengendalikan nafsu dan
menjadikannya
diperbudak
Hanya

sebagai

hawa

dengan

panji-panji

nafsu

nafsu

sehingga

akal
tidak

muthmainnahlah,

kekhilafahan

mengaplikasikan

tawanan

di

simbol-simbol

mampu

manusia

antara
ilahi

sehatnya

menegakkan
akan

awan
dalam

dan
sanggup

jahiliah
realitas

tidak
tonggak

sebaliknya,
misi-misinya.

bertahan

mengibarkan

modern,

sanggup

kehidupan,

membumikan

seruan-seruan

langit,

dan

merekonstruksi

peradaban

manusia

kembali.

Inilah

sebenarnya hakikat risalah insan di muka bumi ini
Ada 3 teori dalam konsepsi manusia yaitu :


Pertama yaitu Teori Evolusi.



Kedua yaitu Teori Revolusi



Ketiga yaitu Teori Evolusi Terbatas.

Dalam

pandangan

makhluk,

Islam,

mukalaf,

mukaram,

Manusia

adalah

makhluk

insaniah,

seperti

dha’if

72),

faqir

yang

nikmat’

didefinisikan

mukhaiyar,
memiliki

‘lemah’

‘ketergantungan

mengingkari

manusia

atau

28),

memerlukan’

(al-Israa’:

67),

dan

nilai-nilai

(an-Nisaa’:

mujizat.

fitri

jahula

(Faathir:

syukur

sebagai
dan

sifat-sifat

‘bodoh’

(al-Ahzab:

15),

kafuuro

(al-Insaan:3),

‘sangat

serta

fujur

dan taqwa (asy-Syams: 8).
Keberadaan manusia di muka bumi ini mempunyai misi utama, yaitu beribadah kepada Allah
SWT.

Maka,

telah

setiap

langkah

ditentukan.

kebijakan-kebijakan
harus

seirama

dan

Setiap
ilahiah,

dengan

gerak-geriknya

desah
serta

nafasnya

setiap

alunan-alunan

harus

detak

searah

harus
jantung

kehendak-Nya.

dengan

garis

selaras
dan

Semakin

yang

dengan

keinginan
mantap

hatinya

langkahnya

dalam merespon seruan Islam dan semakin teguh hatinya dalam mengimplementasikan
apa yang telah menjadi tugas dan kewajibannya, maka ia akan mampu menangkap
sinyal-sinyal
telah
ada

yang

diwajibkan
dalam

mengarungi

ada
oleh

ibadah
lautan

di

balik

Islam

shalat,

ibadahnya.

memuat

yaitu

kehidupan

nilai

sebagai

Karena,

dalam

setiap

ibadah

yang

filosofis,

seperti

nilai

filosofis

yang

‘aun

(al-Baqarah:153),

(pertolongan)
dan

sebagai

bagi
benteng

manusia

dalam

kokoh

untuk

menghindari, menghadang, dan mengantisipasi gelombang kekejian dan kemungkaran (al-Ankabuut:
45). Adapun nilai filosofis ibadah puasa adalah untuk menghantarkan manusia muslim menuju
gerbang
melahirkan

ketaqwaan,

manusia-manusia

aat-Taubah:103).
filosofis
lisan

dan

dan

maupun

Maka,
kemudian
perbuatan,

ibadah-ibadah
muslim

apabila

yang

manusia

mengaplikasikan
ia

akan

dijadikan satu-satunya tujuan penciptaannya.

lain

berakhlak
mampu
serta

sampai

yang

bertujuan

mulia

(al-Baqarah:

menangkap

183

sinyal-sinyal

mengekspresikannya
gerbang

untuk

ketaqwaan.

dalam
Gerbang

dan
nilai

bahasa
yang

Artinya adalah manusia sempurna, berasal dari kata al-insan yang berarti manusia dan al-kamil yang
berarti sempurna. Konsepsi filosofid ini pertama kali muncul dari gagasan tokoh sufi Ibnu Arabi. Oleh
Abdul Karim bin Ibrahim al-Jili (1365-1428), pengikutnya, gagasan ini dikembangkan menjadi bagian
dari renungan mistis yang bercorak tasawuf filosofis.
Al-Jili merumuskan insan kamil ini dengan merujuk pada diri Nabi Muhammad SAW sebagai sebuah
contoh manusia ideal. Jati diri Muhammad (al-haqiqah al-Muhammad) yang demikian tidak sematamata dipahami dalam pengertian Muhammad SAW asebagai utusan Tuhan, tetapi juga sebagai nur
(cahaya/roh) Ilahi yang menjadi pangkal dan poros kehidupan di jagad raya ini.
Nur Ilahi kemudian dikenal sebagai Nur Muhammad oleh kalangan sufi, disamping terdapat dalam
diri Muhammad juga dipancarkan Allah SWT ke dalam diri Nabi Adam AS. Al-Jili dengan karya
monumentalnya yang berjudul al-Insan al-Kamil fi Ma’rifah al-Awakir wa al-Awa’il (Manusia
Sempurna dalam Konsep Pengetahuan tentang Misteri yang Pertama dan yang Terakhir) mengawali
pembicaraannya dengan mengidentifikasikan insan kamil dengan dua pengertian. Pertama, insan
kamil dalam pengertian konsep pengetahuan mengeneai manusia yang sempurna. Dalam pengertian
demikian, insan kamil terkail dengan pandangan mengenai sesuatu yang dianggap mutlak, yaitu
Tuhan. Yang Mutlak tersebut dianggap mempunyai sifat-sifat tertentu, yakni yang baik dan sempurna.
Sifat sempurna inilah yang patut ditiru oleh manusia. Seseorang yang makin memiripkan diri pada
sifat sempurna dari Yang Mutlak tersebut, maka makin sempurnalah dirinya. Kedua, insan kamil
terkait dengan jati diri yang mengidealkan kesatuan nama serta sifat-sifat Tuhan ke dalam hakikat atau
esensi dirinya. Dalam pengertian ini, nama esensial dan sifat-sifat Ilahi tersebut pada dasarnya juga
menjadi milik manusia sempurna oleh adanya hak fundamental, yaitu sebagai suatu keniscayaan yang
inheren dalam esensi dirinya. Hal itu dinyatakan dalam ungkapan yang sering terdengar, yaitu Tuhan
berfungsi sebagai cermin bagi manusia dan manusia menjadi cermin bagi Tuhan untuk melihat diriNya.
Bagi al-Jili, manusia dapat mencapai jati diri yang sempurna melalui latihan rohani dan mendakian
mistik, bersamaan dengan turunnya Yang Mutlak ke dalam manusia melalui berbagai tingkat. Latihan
rohani ini diawali dengan manusia bermeditasi tentang nama dan sifat-sifat Tuhan, dan mulai
mengambil bagian dalam sifat-sifat Illahi serta mendapat kekuasaan yang luar biasa.
Pada tingkat ketiga, ia melintasi daerah nama serta sifat Tuhan, masuk ke dalam suasana hakikat
mutlak, dan kemudian menjadi “manusia Tuhan” atau insan kamil. Matanya menjadi mata Tuhan,
kata-katanya menjadi kata-kata Tuhan, dan hidupnya menjadi hidup Tuhan (nur Muhammad).
Muhammad Iqbal tidak setuju dengan teori para sufi seperti pemikiran al-Jili ini. Menurut dia, hal ini

membunuh individualitas dan melemahkan jiwa. Iqbal memang memandang dan mengakui Nabi
Muhammad SAW sebagai insan kamil, tetapi tanpa penafsiran secara mistik.
Insan kamil versi Iqbal tidak lain adalah sang mukmin, yang dalam dirinya terdapat kekuatan,
wawasan, perbuatan, dan kebijaksanaan. Sifat-sifat luhur ini dalam wujudnya yang tertinggi
tergambar dalam akhlak Nabi SAW. Insan kamil bagi Iqbal adalah sang mukmin yang merupakan
makhluk moralis, yang dianugerahi kemampuan rohani dan agamawi. Untuk menumbuhkan kekuatan
dalam dirinya, sang mukmin senantiasa meresapi dan menghayati akhlak Ilahi. Sang mukmin menjadi
tuan terhjadap nasibnya sendiri dan secara tahap demi tahap mencapai kesempurnaan. Iqbal melihat,
insan kamil dicapai melalui beberapa proses. Pertama, ketaatan pada hukum; kedua penguasaan diri
sebagai bentuk tertinggi kesadaran diri tentang pribadi; dan ketiga kekhalifahan Ilahi. dari ensklopedi
Islam terbitan ikhtiar baru van hoeve
A.

Manusia

Sebagai

Mahluk

Sempurna

Pada hakekatnya manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai mahluk yang sempurna di antara
mahluk-mahluk Allah lainnya. Manusia diberi begitu banyak keistimewaan di antaranya bentuk fisik
yang indah, kedudukan yang jauh lebih baik, dan yang paling berbeda yaitu akal pikiran. Akal dapat
digunakan untuk berpikir dan membedakan mana yang baik dan yang buruk. Manusia sebagai insan
kamil haruslah mempunyai kepribadian dan ahlak yang baik. Pemuliaan Allah SWT kepada manusia
berkaitan dengan penciptaannya seperti diterangkan Allah dalam firmanNya:
Artinya:

Sesungguhnya

kami

telah

menciptakan

manusia

dengan

sebaik-baiknya

Fitrah manusia meliputi: hanif, potensi akal, qaib, nafsu. Fitrah adalh kondisi awal suatu ciptaan atau
kondisi manusia yang memiliki potensi untuk mengetahui dan cenderung kepada kebenaran. Fitrah
tidak hanya diartikan sebagai penciptaan fisik, melainkan juga dalam arti rihaniah yaitu sifat-sifat
dasar manusiayang baik. Hanif (kecenderungan kepada kebaikan) yang terjadinya proses persaksian
sebelum digelar ke muka bumi. Manusia memiliki potensi baik sejak kelahirannya. Potensi itu
meliputi: potensi jasmani (fisik), ruhani (spiritual), dan akal (mind). Ketiga potensi ini akan
memberikan kemampuan kepada manusia untuk menentukan dan memilih jalan hidupnya sendiri.
Manusia diberi kebebasan untuk menentukan takdirnya. Semua itu tergantungdari bagaimana mereka
memanfaatkan potensi yang melekat dalam dirinya. Potensi rohaniah berupa akal, qald dan nafsu.
Akal adalah pikiran atau rasio dan rasa bias diartikan dengan bijaksana. Qald adalah hakikat
manusiayang dapat menangkap segala pengertian berpengetahuan dan arif. Nafsu adalah sesuatu
kekuatan

yang

mendorong

manusia

untuk

mencapai

keinginannya.

Tujuan hidup manusia yaitu beribadah kepada Allah SWT dengan cara melakukan perbuatan apapun
asal yang tidak dilarang agama dan diniati ibadah sehingga apapun yang kita kerjakan tidak hanya
bermanfaat untuk kehidupan di dunia tetapi juga kepentingan di akherat jadi tujuan hidup manusia

sudah jelas adalah untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akherat, sebagaimana sering kita
ucapkan dalam doa : "Rabbana aatina fiddun-yaa hasanah wafil akhirati hasanah, waqinaa
adzabannar". Untuk mendapatkan kebahagiaan dunia telah diuraikan di depan, adalah berusaha untuk
menjadi Ahsani Taqwim dan Khalifah fil Ardhi, namun untuk kebahagiaan akherat perlu kita teliti
lebih jauh. Seperti dalam surat Adz Dzariyat ayat 56:
Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.
(QS. 51:56)
Dalam islam tujuan pendidikan identik dengan tujuan hidup (penciptaan) manusia. Menempatkan
ibadah sebagai tujuan hidup mengandung arti bahwa kita menyerahkan penilaian semua gerak dan
kiprah ibadah kita hanya kepada Allah.