SIKAP DALAM PSIKOLOGI sikap organisasi

SIKAP DALAM PSIKOLOGI
A.

Pendahuluan
Anda pasti sering mendengar kata sikap, atau bahkan telah kerap menggunakannya dalam

percakapan keseharian. Apa sebenarnya sikap? Sikap bisa kita artikan sebagai kecenderungan
reaksi penilaian terhadap segala sesuatu di dunia ini. Bisa saja sesuatu itu orang lain, peristiwa
atau masalah, ide-ide maupun suatu keadaan fisik. Di dalam sikap terkandung aspek afeksi
(emosi atau perasaan), aspek kognisi (keyakinan), dan aspek perilaku (perilaku dalam bentuk
nyata ataupun kecenderungan berperilaku).
Sebagai ilustrasi, ambil contoh sikap tentang minuman keras. Mula-mula Anda harus
memiliki keyakinan tertentu tentang minuman keras, misalnya minuman keras itu enak, merusak
tubuh, mahal, teman saat stres, kadar alkohol tinggi bisa memabukkan, diharamkan agama, atau
lainnya (aspek kognisi). Lalu Anda bisa memiliki perasaan positif atau negatif terhadap
minuman keras. Anda bisa menyukai minuman keras atau tidak suka (aspek afektif). Kemudian,
Anda juga memiliki kecenderungan perilaku tertentu terhadap minuman keras. Jika Anda
menyukainya maka Anda meminumnya, mengatakan bahwa minum minuman keras itu baik,
bersedia mengeluarkan uang untuk membelinya, atau yang lain. Jika Anda tidak menyukainya
maka Anda tidak meminumnya, ikut operasi minuman keras, melarang teman Anda
meminumnya, mengeluarkan artikel tentang bahaya minuman keras, tidak mau mengeluarkan

uang untuk membelinya dan sebagainya (aspek perilaku).
Pemahaman mengenai mekanisme perubahan dan pengubahan sikap sangat diperlukan
karena sebagai manusia kadang-kadang kita berperan sebagai agen perubahan dan kadangkadang kita berperan sebagai subjek perubahan. Suatu waktu mungkin kita menginginkan orang
lain agar mengubah sikap dan lain waktu mungkin kita perlu mempertahankan sikap dari usahausaha yang hendak mengubahnya.
B.

Pengertian Sikap
Sikap merupakan kajian yang sangat krusial karena sikap berperan sangat penting dalam

setiap aspek dalam kehidupan sosial.


Pertama, sikap pada dasarnya mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam hubungan kita
dengan orang lain. Sebagai contoh sikap yang positif terhadap seseorang membuat kita
senang bertemu dengan orang itu, bahkan melakukan sesuatu untuk dia, mengimitasi
perilakunya, dan sebagainya. Sementara sikap yang negatif sebaliknya.

1




Kedua, sikap mempengaruhi banyak keputusan-keputusan penting kita. Pilihan kita pada
masa pemilihan presiden, gaya hidup, jurusan kuliah, semua dipengaruhi sikap terhadap
orang dan objek-objek tersebut.



Ketiga, sikap menentukan posisi kita ketika kita dihadapkan dengan isu-isu sosial yang
krusial.
Ellis mengemukakan tentang sikap sebagai berikut : “Attitude involve some knowledge of
situation. However, the essential aspect of the attitude is found in the fact that some
characteristic feeling or emotion is experienced. And as we would accordingly expect, some
definite tendency to action is associated.” Jadi menurtu Ellis, yang sangat memegang peranan
penting di dalam sikap ialah faktor perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi atau
respon, atau kecenderungan untuk bereaksi. Dalam beberapa hal, sikap merupakan penentu
yang penting dalam tingkah laku manusia. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan
dengan dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang (dislike), menurut dan
melaksanakannya atau menjauhi atau menghindari sesuatu.
Definisi tentang sikap disampaikan dalam berbagai versi oleh para ahli Psikologi. Definisi


atau pengertian itu dapat dimasukkan ke dalam salah satu di antara kerangka pemikiran. Pertama
adalah kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli Psikologi, seperti Louis Thurstone
(1928), Rensis Likert (1932). Menurut ke dua tokoh dalam bidang pengukuran sikap itu, sikap
diartikan sebagai suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu
objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung
atau tidak memihak (unfavorable) pada suatu objek. Secara khusus, Thurstone memformulasikan
sikap sebagai derajat efek positif atau efek negatif terhadap suatu objek psikologi.
Kerangka pemikiran kedua diwakili oleh para tokoh dalam bidang Psikologi Sosial dan
Psikologi Kepribadian, seperti Gordon Allport (1935) menjelaskan bahwa sikap merupakan
keadaan mental dan taraf kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara tertentu
apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon.
Kelompok pemikiran ketiga adalah kelompok yang berorientasi kepada skema triadik
(triadic scheme). Menurut pemikiran ini, suatu sikap merupakan konstelasi komponen-komponen
kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan
berperilaku terhadap suatu reaksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu
objek. Zimbardo dan Ebessen misalnya menjelaskan bahwa Sikap adalah suatu predisposisi
(keadaan mudah terpengaruh) terhadap seseorang, ide/objek yang berisi komponen-komponen
kognitif, afektif, dan behavior sedangkan Secord & Backman (1964), mendefinisikan sikap

2


sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afektif), pemikiran (kognisi), dan predisposisi
tindakan (konatif) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitar.
Selain pemikiran tersebut di atas, ada beberapa pendekatan tentang sikap yang
dikemukakan oleh para ahli Psikologi Sosial yaitu oleh D . Krech dan RS. Crutchfield yang
mendefinisikan bahwa sikap adalah organisasi yang tetap dari proses persepsi, emosi, dan
motivasi atau pengamatan atas suatu aspek dari kehidupan individu.
Maka dari penjelasan-penjelasan tentang arti sikap dapat disimpulkan bahwa sikap
merupakan penilaian positif adan negatif terhadap isu, ide, orang, kelompok social, benda atau
objek dan pada akhirnya menentukan perilaku.
C. Hubungan antara Sikap, nilai dan Perilaku
Menurut Fraenkel (1977, 1980), nilai dapat didefinisikan sebagai standar dari perbuatan,
keindahan, atau harga, yang diakui oleh seseorang. Seseorang berusaha untuk berbuat sesuai
dengan standar tersebut atau berusaha untuk mempertahankannya. Definisi lain dari Coleman et
al. (1987), nilai adalah pertimbangan internal dan eksternal, yang dimiliki oleh seseorang tentang
sesuatu barang, tujuan, dan perbuatan, yang dipertimbangkan diinginkan atau tidak
diinginkannya. Dalam rumusan yang lebih singkat dan jelas Superka et al. (1976) mendefinisikan
bahwa nilai adalah kriteria untuk menentukan tingkat kebaikan, harga atau keindahan.
Tentang hubungan antara sikap dengan nilai, menurut McKinney dan Moore (1982) sikap
dan nilai merupakan konstruk hipotetik, dan menjadi dorongan, bimbingan internal bagi

terwujudnya perilaku seseorang. Perbedaan antara keduanya: nilai lebih bersifat global dari pada
sikap, menjadi sasaran yang lebih abstrak yang ingin dicapai, dan mendasari pandangan hidup
seseorang. Oleh karena itu, nilai menjadi kriteria atau ukuran yang bersifat abstrak dalam
membuat pertimbangan dan mengambil keputusan. Dalam kaitannya dengan peranan itu,
Chaiken dan Stangor (1987) menyebut nilai sebagai kepercayaan normatif tentang apa yang
disukai dan tidak disukai. Dengan demikian, nilai mempengaruhi pembentukan dan arah sikap
seseorang. Beliau juga melihat sikap sebagai pernyataan nilai yang dimiliki oleh seseorang.
Selanjutnya menurut beliau, nilai dapat mempengaruhi pula perilaku atau perbuatan seseorang
dengan mempengaruhi sikap dan penilaian terhadap konsekuensi daripada perilaku atau
perbuatan tersebut. Melalui proses seperti itu, Fraenkel (1977) melihat nilai sebagai kunci bagi
lahirnya perilaku dan perbuatan seseorang.
Lingkungan sangat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku anak. anak diibaratkan seperti
air, dan lingkungan lah yang memberikan warna terhadap air tersebut. Lingkungan terdekat dari
anak adalah orang tua. Warna inilah nantinya yang akan memiliki sumbangsih terbesar terhadap
3

sikap dan perilaku si anak. Sehingga tidak heran, jika nantinya ada nilai – nilai yang dianggap
normal oleh anak, akan berbeda atau justru dianggap tidak normal oleh teman – temannya.
Pembentukan sikap dan perilaku ini akan sangat mempengaruhi tumbuh kembang si anak,
bahkan hingga ia dewasa. Tidak jarang, ketidak hati hatian dalam pemberian warna akan

menjadikan anak mengalami trauma dan menghambat kesuksesannya di masa depan. Untuk itu,
orang tua hendaknya sangat berhati – hati, agar anak tidak justru menyalahkan orang tuanya saat
dewasa.
Pembentukan sikap dan perilaku anak dapat dimulai sejak masih dalam kandungan.
Tetapkan tujuan, visi, serta mission statement keluarga anda. Hal inilah yang nantinya akan
menjadi perilaku ataupun behavior yang akan tertanam dalam pikiran si anak, dan akan menjadi
nilai – nilai yang akan di yakini si anak sebagai sesuatu yang normal dan benar.
Anda pun dapat melatih anak untuk menjadi lebih fleksibel dan terbuka terhadap perubahan yang
baik. Arahkan agar anak mempunyai pilihan sendiri, dan bisa menyuarakan pilihannya tersebut
dengan baik, agar anak besar menjadi sesuatu yang benar – benar ia inginkan, dan bukan sekedar
memenuhi keinginan orang tua.
Namun ada pernyataan bahwa jika sikap kita negatif apakah perilaku kita akan negatif
juga? Misalnya jika kita menilai rokok membahayakan kesehatan, apakah kita akan berhenti
merokok? Banyak orang memiliki sikap negatif terhadap rokok tapi tetap saja merokok. Artinya,
sikap tidak selalu konsisten dengan perilaku.
Mengapa sikap tidak selalu konsisten dengan perilaku? Antara sikap dan perilaku ada faktor
penghubung yakni niat. Jadi, meskipun memiliki sikap negatif terhadap rokok, tapi jika tidak
berniat berhenti merokok, maka tetap saja seseorang akan terus merokok. Niat sendiri
dipengaruhi banyak hal, baik dari dalam diri sendiri ataupun karena faktor luar, misalnya tekanan
sosial.

Pada akhir tahun 1960-an, berdasarkan evaluasi sejumlah penelitian yang menyelidiki
hubungan sikap dan perilaku, peninjau menyimpulkan bahwa sikap tidak berhubungan dengn
perilaku atau paling banyak hanya berhubungan sedikit. Namun, penelitian terbaru menunjukkan
bahwa sikap dapat memprediksi perilaku masa depan secara signifikan.
D.

Perbedaan Sikap dengan Opini, Nilai dan Trait.
 Apa bedanya sikap dengan opini?
Opini berhubungan dengan pengumpulan pendapat publik yang merupakan sikap dan keyakinan
sekelompok orang. Opini merupakan sikap yang lebih spesifik (Mc. Guire, 1985)

4

 Apa bedanya sikap dengan nilai?
Nilai lebih luas dan abstrak. Melalui nilai seseorang akan mengembangkan sikap
(Rokeach, 1973)
 Apa bedanya sikap dengan “trait”?
Trait tidak selalu merupakan penilaian, cenderung konsisten ada pada berbagai situasi, tidak
tergantung penilaian sesaat dan cenderung sulit diubah (Ajzen, 1988)
E.


Dimensi atau Komponen Sikap

a. Dimensi Kognitif (Keyakinan).
Ekspresi keyakinan terhadap suatu obyek sikap tertentu. Berisi kepercayaan seseorang
mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Sekali kepercayaan itu telah
terbentuk maka ia akan menjadi dasar seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek
tertentu.

b. Dimensi Afektif (perasaan).
Ekspresi perasaan secara langsung terhadap obyek sikap tertentu. Menyangkut masalah
emosional subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap. Secara umum komponen ini
disamakan dengan perasaan yang dimiliki obyek tertentu.
c. Dimensi Konatif (kecenderungan prilaku).
Pernyataan maksud atau preferensi prilaku berkaitan dengan obyek tertentu, baik prilaku
personal maupun preferensi prilaku untuk kegiatan sosial. Komponen konatif atau
komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau
kecenderungan berperilaku dengan yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek
sikap yang dihadapi.
Contoh Item pernyataan :

Keyakinan

: Biaya pendidikan di SD A tidak memberatkan

Perasaan

: Saya menyukai Lingkungan di SD A

Konatif

: Individu – Saya akan menyekolahkan anak saya ke SD A jika sudah waktunya
Sosial -

Pemerintah harus memberikan beasiswa bagi Siswa yang kurang

mampu

Sikap memiliki beberapa karakteristik, antara lain: arah, intensitas, keluasan, konsistensi
dan spontanitas (Assael, 1984 dan Hawkins dkk, 1986). Karakteristik dan arah menunjukkan
bahwa sikap dapat mengarah pada persetujuan atau tidaknya individu, mendukung atau menolak

terhadap objek sikap. Karakteristik intensitas menunjukkan bahwa sikap memiliki derajat
5

kekuatan yang pada setiap individu bisa berbeda tingkatannya. Karakteristik keluasan sikap
menunjuk pada cakupan luas mana kesiapan individu dalam merespon atau menyatakan sikapnya
secara spontan. Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa sikap
adalah suatu bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial untuk bereaksi yang
merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling bereaksi
didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.
F.

Ciri Sikap

Sikap memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Sikap tidak dibawa sejak lahir
Berarti manusia dilahirkan tidak membawa sikap tertentu pada suatu objek. Oleh
karenanya maka sikap terbentuk selama perkembangan individu yang bersangkutan.
Karena terbentuk selama perkembangan maka sikap dapat berubah, dapat dibentuk dan
dipelajari. Namun kecenderungannya sikap bersifat tetap.
b. Sikap selalu berhubungan dengan objek

Sikap terbentuk karena hubungan dengan objek-objek tertentu, melalui persepsi
terhadap objek tersebut.
c. Sikap dapat tertuju pada satu objek dan sekumpulan objek
Bila seseorang memiliki sikap negatif pada satu orang maaka ia akan menunjukkan
sikap yang negatif pada kelompok orang tersebut.
d. Sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar
Jika sikap sudah menjadi nilai dalam kehidupan seseorang maka akan berlangsung lama
bertahan, tetapi jika sikap belum mendalam dalam diri seseorang maka sikap relaatif
dapat berubah.
e. Sikap mengandung perasaan atau motivasi
Sikap terhaadap sesuaatu akan diikuti oleh perasaan tertentu baik positif maupun
negatif. Sikap juga mengandung motivasi atau daya dorong untuk berperilaku.
G.

Fungsi Sikap
Sikap mempunyai fungsi yaitu :
• Membantu pemilik sikap untuk memahami dunia sekelilingnya dengan mengorganisir dan
menginterpretasikan informasi yang ada  fungsi pengetahuan.
• Untuk mengekspresikan nilai-nilai sentral/Beliefs  fungsi identitas atau ekspresi diri/nilai.

6



Untuk memelihara/menjaga harga diri dengan cara menghindari kenyataan-kenyataan yang
kurang menyenangkan sehubungan dengan diri yang bersangkutan  fungsi harga diri atau
mempertahankan ego.

H.

Pengukuran Sikap

Di dalam penelitian Sosial dan Pendidikan dengan pendekatan Kuantitatif, disamping
pengukuran dengan menggunakan bentuk Test, seorang peneliti akan banyak menghadapi
penggunaan pengukuran berbentuk Skala, baik dengan metode Thurstone, Bogardus ataupun
Likert yang umumnya dikenal dengan Skala Sikap, hal ini tidak lain karena dalam bidang
pendidikan banyak sekali Personological variable yang sulit, bahkan tidak dapat diobservasi
secara langsung melainkan melalui penyimpulan dari indikasi tidak langsung (seperti Konsep
diri, bakat, motivasi belajar).
Pengukuran Sikap ada dua cara yaitu secara :
a. Langsung
Pengukuran sikap secara langsung antara lain dengan :
• Skala Thurstone
Percaya bahwa sikap dapat diukur dengan skala pendapat. Mula-mula usaha
mengukur sikap ini terdiri atas sejumlah daftar pertanyaan yang diduga berhubungan
dengan sikap.
• Skala Likert
Menggunakan sejumlah pertanyaan untukmengukur sikap yang mendasarkan pada
rata-rata jawaban. Dalam pertanyaannya, Likert menggambarkan pandangan yang
ekstrem pada masalahnya. Kemudian dibagikan kepada responden
• Skala Borgadus
Secara kuantitatif mengukur tingkatan jarak seseorang yang diharapkan untuk
memelihara hubungan orang dengan kelompok-kelompok lain. Responden diminta
untuk mengisi atau menjawab pertanyaan satu atau semua dari 7 pertanyaan untuk
melihat jarak sosial terhadap kelompok etnik group lainnya
• skala perbedaan semantik
Meminta responden untuk menentukan sikapnya terhadap objek sikap, pada ukuran
yang sangat berbeda dengan ukuran terdahulu.
7

b. Tidak langsung
Bertumpu pada kesadaran subjek akan sikap dan kesiapannya untuk dikomunikasikan
secara lisan (verbal).

I.

Faktor dan Proses Pembentukan Sikap
Proses belajar sosial terbentuk dari interaksi sosial. Dalam interaksi sosial, individu

membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara
berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah:
1. Pengalaman pribadi. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman
pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah
terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut melibatkan faktor emosional. Dalam
situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan
lebih lama berbekas.
2. Kebudayaan. B.F. Skinner (dalam, Azwar 2005) menekankan pengaruh lingkungan
(termasuk kebudayaan) dalam membentuk kepribadian seseorang. Kepribadian tidak
lain daripada pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement
(penguatan, ganjaran) yang dimiliki. Pola reinforcement dari masyarakat untuk sikap
dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan perilaku yang lain.
3. Orang lain yang dianggap penting. Pada umumnya, individu bersikap konformis atau
searah dengan sikap orang orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara
lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari
konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.
4. Media massa. Sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi, radio,
mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Adanya
informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi
terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa informasi
tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam mempersepsikan dan
menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.
5. Institusi Pendidikan dan Agama. Sebagai suatu sistem, institusi pendidikan dan
agama mempunyai pengaruh kuat dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya
meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan
baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan,
diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.
8

6. Faktor emosi dalam diri. Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan
dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan
pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran
frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian bersifat
sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula
merupakan sikap yang lebih persisten dan lebih tahan lama. contohnya bentuk sikap
yang didasari oleh faktor emosional adalah prasangka.
Manusia mempunyai sifat bawaan, misalnya: kecerdasan, tempramen, dan sebagainya.
Faktor-faktor ini memberi pengaruh terhadap pembentukan sikap (Olson & Zanna 1993). Selain
itu, manusia juga mempunyai sikap warisan, yang terbentuk dengan kuat dalam keluarga.
Misalnya sentimen golongan, keagamaan, dan sebagainya. Namun secara umum, para pakar
psikologi sosial berpendapat bahwa sikap manusia terbentuk melalui proses pembelajaran dan
pengalaman.
Menurut Klausmeier (1985), ada tiga model belajar dalam rangka pembentukan sikap. Tiga
model itu adalah: mengamati dan meniru; menerima penguatan; dan menerima informasi verbal.
Model-model ini, sesuai dengan kepentingan penerapan dalam dunia pendidikan. Tiga model
tersebut sebagai berikut.
a. Mengamati dan meniru
Pembelajaran model ini berlangsung melalui pengamatan dan peniruan. Bandura (1977)
menyebut proses pembelajaran ini dengan pembelajaran melalui model (learning through
modeling). Menurut Bandura, banyak tingkah laku manusia dipelajari melalui model, yakni
dengan mengamati dan meniru tingkah laku atau perbuatan orang lain, terutama orang-orang
yang berpengaruh. Melalui proses pengamatan dan peniruan akan terbentuk pula pola sikap dan
tingkah laku yang sesuai dengan orang yang ditiru. Orang-orang yang akan ditiru adalah orangorang yang berpengaruh, misalnya: orang tua atau guru bagi anak-anak. Bagi masyarakat pada
umumnya, yang dimaksud dengan orang-orang berpengaruh dan dijadikan model, misalnya:
bintang film, politikus, dan tokoh-tokoh masyarakat yang dapat diamati dalam kehidupan seharihari.
b. Menerima penguatan
Pembelajaran model ini berlangsung melalui pembiasaan operan, yakni dengan menerima
atau tidak menerima atas suatu respon yang ditunjukkan. Penguatan dapat berupa ganjaran
(penguatan positif) dan dapat berupa hukuman (penguatan negatif). Dalam proses pendidikan,
guru atau orang tua dapat memberikan ganjaran berupa pujian atau hadiah kepada anak yang
9

berbuat sesuai dengan nilai-nilai ideal tertentu. Dari waktu ke waktu respon yang diberi ganjaran
tersebut akan bertambah kuat. Dengan demikian, sikap anak akan terbentuk. Mereka akan
menerima nilai yang menjadi pegangan guru atau orang tuanya. Menurut Baron dan Byrne
(1981),

banyak

hasil

penelitian

menunjukkan

bahwa

individu

dengan

cepat

akan

mengekspresikan pandangan tertentu, apabila diberi ganjaran untuk perbuatan yang mendukung
pandangan tersebut.
c. Menerima informasi verbal
Informasi tentang berbagai hal dapat diperoleh melalui lisan atau tulisan. Informasi tentang
objek tertentu yang diperoleh oleh seseorang akan mempengaruhi pembentukan sikapnya
terhadap objek yang bersangkutan. Misalnya informasi tentang bahaya penyakit AIDS Informasi
ini akan membentuk sikap tertentu di kalangan warga masyarakat terhadap penyakit AIDS,
pembawa virus HIV, dan orang yang terjangkit penyakit AIDS.
Sedangkan pembentukan sikap dapat dipengaruhi oleh beberapa proses antara lain :
 Pembentukan sikap melalui proses belajar sosial
Menurut Baron (1979), ada tiga proses yang sangat sederhana tetapi mempunyai efek
yang sangat kuat terhadap pembentukan sikap. Yaitu:
a. Classical Conditioning
Yaitu proses dimana beberapa stimulus yang bersifat netral, yaitu tidak mempunyai
efek untuk memicu respon positif ataupun negatif, secara bertahap mempunyai efek
itu (memicu respon positif ataupun negatif), setelah dilakukan pemasangan/asosiai
dengan stimulus lain yang memang pada dasarnya mempunyai efek memicu respon.
b. Instrumental Conditioning
Merupakan pembentukan sikap yang cukup efektif karena menetapkan sistem reward
dan punishment. Individu akan menerima reward apabila menerapkan sikap yang
diinginkan dan mendapatkan punishment bila menerapkan sikap yang tidak
diinginkan. Sikap bisa bertahan lama dan melekat pada individu apabila pemberian
reward menggunakan variable-ratio schedule, yaitu jumlah respon yang diinginkan
akan berbeda untuk mendapatkan reward.
c. Obsevational Learning / Modelling
Observatronal learning melibatkan proses pembelajaran meniru atau memperagakan
tindakan individu melalui penelitian atau pengamatan yang dilakukan individu
terhadap individu lainnya.
 Pembentukan Sikap melalui Social Comparison
10

Dalam pembentukan sikap kita dipengaruhi oleh informasi sosial yang ada, yang sesuai
dengan keinginan kita.
Contoh penelitian Maio, Esses & Bell, 1994
Orang Inggris mengatakan bahwa orang Camaria.: ramah, berjiwa wiraswasta, jujur,
pandai,mementingkan pendidikan, persamaan hak, kebebasan, hukum dan aturan.
 Pembentukan sikap melalui faktor bawaan atau genetik.
Ternyata orang kembar banyak memiliki persamaan sikap (walaupun dibesarkan secara
terpisah).
J.

Dampak Sikap Terhadap Tingkah Laku
Dampak

sikap terhadap tingkah laku tergantung aspek-aspek dari situasi, sikap &

individunya:
a. Aspek Situasi


Jika Situasi memungkinkan (tidak ada hambatan norma) maka individu lebih
bebas menampilkan tingkah lakunya.



Jika ada tekanan/keterbatasan waktu individu tidak lama berpikir, sikap = tingkah
laku.



Jika situasinya sesuai dengan sikap yang kita miliki, maka individu cenderung
menampilkan tingkah lakunya.

b. Aspek Sikap
Sikap terbentuk melalui pengalaman langsung umumnya lebih kuat. Makin kuat sikap
(ekstrim, intensif, penting), makin besar dampaknya terhadap Tingkah laku, makin
sulit diubah. Penting atau tidaknya sebuah sikap tergantung dari: kepentingan pribadi
individu tersebut, identifikasi sosial, relevansi nilai. Makin kuat sikap, makin mudah
diingat (attitude accessibility).
c. Aspek Individu
Bagi orang-orang yang individu monitoringnya rendah, sikap lebih dapat digunakan
untuk meramalkan tingkah lakunya daripada orang yang individu monitoringnya
tinggi.

K.

Teori Terbentuknya Sikap
11

1. Teori Keseimbangan
Fokus teori ini pada upaya individu untuk tetap konsisten dalam beersikap dalam
hidup. Teori keseimbangan dalam bentuk sederhana melibatkan hubungan-hubungan
antara seseorang dengan dua objek sikap. Ketiga elemen tersebut dihubungkan
dengan:
- Sikap favorable (baik, suka, positif)
- Sikap unfavorable (buruk, tidak suka, negatif)
Pembentukan sikap tersebut dapat dapat seimbang atau tidak seimbang.
Contoh: Suatu sistem seimbang terjadi apabila seseorang sependapat dengan orang
lain yang disukainya atau tidak sependapat dengan orang yang tidak disukainya.
Ketidakseimbangan terjadi bila seseorang tidak sependapat dengan orang yang
disukainya atau sependapat dengan orang yang tidak disukainya. Hubungan afeksi
dapat menghasilkan sistem yang tidak seimbang menjadi seimbang.
2. Teori Konsistensi Kognitif-Afektif
Fokus teori pada bagaimana seseorang berusaha membuat kognisi mereka konsisten
dengan afeksinya. Penilaian seseorang terhadap suatu kejadian akan mempengaruhi
keyakinannya. Contoh: tidak jadi makan di restoran X karena temannya bilang bahwa
restoran tersebut tidak halal padahal dia belum pernah makan disana
3. Teori Ketidaksesuaian (Dissonance Theory)
Fokus teori ini pada individu yang menyelaraskan elemen-elemen kognisi, pemikiran
atau struktur (Konsonansi : selaras). Disonansi : ketidakseimbangan, yaitu pikiran
yang amat menekan dan memotivasi seseorang untuk memperbaikinya.
Terdapat dua elemen kognitif; dimana disonansi terjadi jika kedua elemen tidak cocok
sehingga menggangu logika dan pengharapan. Misalnya: ”Merokok membahayakan
kesehatan” konsonansi dengan ”saya tidak merokok”;tetapi disonansi dengan
”perokok”.
Cara mengurangi Disonansi:
a. Merubah salah satu elemen kognitif, yaitu dengan mengubah sikap agar sesuai
dengan perilakunya. Misalnya : stop merokok
b. Menambahkan satu elemen kognitif baru. Misalnya: tidak percaya rokok merusak
kesehatan.
12

4. Teori Atribusi
Fokus teori ini pada individu mengetahui akan sikapnya dengan mengambil
kesimpulan dari perilakunya sendiri dan persepsinya tentang situasi. Implikasinya
adalah perubahan perilaku yang dilakukan seseorang menimbulkan kesimpulan pada
orang tersebut bahwa sikapnya telah berubah.
Contoh: memasak setiap ada kesempatan baru sadar kalau dirinya suka menyukai /
hobi memasak

L.

Perubahan Sikap
Para pakar psikologi sosial telah mengemukakan berbagai teori tentang perubahan sikap. Di

antara teori-teori itu adalah: teori pembelajaran (learning theory), teori fungsional (functional
theory), teori pertimbangan sosial (social judgement theory), dan teori konsistensi (consistency
theory). Dasar-dasar dari teori-teori tersebut sebagai berikut.
a. Teori Pembelajaran (learning theory),
Teori ini melihat perubahan sikap sebagai suatu proses pembelajaran. Teori ini tertarik pada
ciri-ciri dan hubungan antara stimulus dan respon dalam suatu proses komunikasi. Hovlan, Janis
dan Kelley dengan program komunikasi dan perubahan sikap Yale (The Yale communication and
attitude change program) memberikan sumbangan yang amat bermakna terhadap perkembangan
teori ini (Baron & Byrne 1981). Program Yale mengidentifikasi unsur-unsur dalam proses
pembujukan, yang dapat memberi pengaruh terhadap perubahan sikap seseorang. Menurut Olson
dan Zanna (1993), dalam perkembangan sekarang ini, masalah pembujukan telah menjadi topik
pembahasan yang paling banyak dibahas dalam berbagai literatur tentang perubahan sikap.
Ada empat unsur dalam proses pembujukan yang dapat mempengaruhi perubahan sikap
menurut program Yale. Empat unsur itu adalah: 1) penyampai, sebagai sumber informasi baru; 2)
komunikasi, atau informasi yang disampaikan; 3) penerima; dan 4) situasi.
b. Teori Fungsional (functional theory)
Teori fungsional beranggapan bahwa manusia mempertahankan sikap yang sesuai dengan
kepentingannya. Perubahan sikap terjadi dalam rangka mendukung suatu maksud atau tujuan
yang ingin dicapai. Menurut teori ini, sikap merupakan alat untuk mencapai tujuan. Oleh karena
itu, untuk mengubah sikap seseorang, terlebih dahulu harus dipelajari dan diketahui kepentingan
atau tujuan yang ingin dicapai oleh seseorang.
Katz dan Stotland merupakan pakar psikologi yang pertama-tama memberikan penjelasan
13

berdasarkan kepada teori ini. Mereka menjelaskan bahwa perubahan sikap pada diri seseorang
terjadi untuk menyesuaikan dengan kebutuhannya. Ada beberapa fungsi sikap dalam rangka
memenuhi berbagai kebutuhan individu. Fungsi-fungsi itu adalah: alat (instrumental), pertahanan
diri (ego-defensive), ekspresi nilai (value-expressive), dan pengetahuan (knowledge).
Sebagai alat, dengan perubahan sikap diharapkan akan memperoleh ganjaran yang sebesarbesarnya (untuk mendukung sikap positif) dan hukuman yang sekecil-kecilnya (mendukung
sikap negatif). Adapun yang dimaksud dengan pertahanan diri, perubahan sikap didasarkan pada
keinginan seseorang untuk melindungi atau mempertahankan dirinya. Sebagai pernyataan nilai,
perubahan sikap didasarkan pada keinginan seseorang untuk menyatakan sikap yang sejalan
dengan nilai-nilai utama yang menjadi pegangan bagi dirinya. Selanjutnya, sebagai pengetahuan,
perubahan sikap didasarkan pada keperluan seseorang untuk mendapatkan informasi

yang

diperlukannya.
c. Teori pertimbangan sosial (social judgment theory)
Teori ini menganut pendekatan yang lebih bersifat kognitif tentang perubahan sikap. Teori
ini memberikan penekanan pada persepsi dan pertimbangan individu tentang objek, orang, atau
ide yang dievaluasinya.
Asch, Sherif dan Sherif merupakan pelopor teori ini. Menurut teori ini, perubahan sikap
merupakan suatu penafsiran kembali atau pendefinisian kembali terhadap objek. Sikap dijelaskan
sebagai suatu daerah posisi dalam suatu skala, yang mencakup ruang gerak penerimaan (latitude
of acceptance), ruang gerak tidak pasti (latitude of noncommitment), dan ruang gerak penolakan
(latitude of rejection).
Perubahan sikap menurut teori ini terjadi jika informasi pembujukan jatuh di dalam atau
berdekatan dengan ruang gerak penerimaan seseorang. Sikap akan berubah sesuai dengan arah isi
informasi yang disampaikan. Posisi yang ditawarkan dalam informasi pembujukan terserap
(assimilated) ke dalam posisi penerima sendiri. Sebaliknya, jika informasi pembujukan jatuh
dalam ruang gerak penolakan, sikap penerima tidak akan berubah, atau berubah berlawanan arah
dari isi informasi yang disampaikan. Posisi yang ditawarkan bertentangan (contrasted) dengan
sikap dan posisi penerima (Goldstein 1980; Penrod 1983).
Menurut teori ini, proses perubahan sikap bergantung kepada keteguhan individu dalam
berpegang pada suatu nilai atau pandangan. Apabila individu berpegang pada pandangan yang
ekstrim dalam suatu hal, maka ruang gerak penerimaannya adalah sempit. Oleh karena itu,
kemungkinan terjadinya perubahan sikap bagi individu bersangkutan adalah kecil. Sebaliknya,
individu yang tidak ekstrim berpegang pada suatu pandangan, memiliki ruang gerak penerimaan
yang luas pula.

Semakin luas ruang gerak penerimaan seseorang, semakin besar pula
14

kemungkinan terjadi perubahan sikap pada individu yang bersangkutan (Penrod 1983).
Secara lebih rinci Sherif dan Hovland mengemukakan pula beberapa dalil sebagai
konsekuensi dari pengaruh pertimbangan dalam proses perubahan sikap (Kiesler et al. 1969).
Dalil-dalil tersebut sebagai berikut:
1) Jika pandangan yang ditawarkan jatuh dalam ruang gerak penerimaan maka pandangan
dan sikap individu akan berubah.
2) Jika pandangan yang ditawarkan tersebut jatuh dalam ruang gerak penolakan, individu
tidak akan merubah pandangan dan sikapnya.
3) Jika ketidakcocokan antara pandangan penerima sendiri dengan posisi yang ditawarkan
meningkat, maka akan lebih besar kemungkinan pandangan dan sikap penerima berubah,
sejauh pandangan yang ditawarkan tidak jatuh dalam ruang gerak penolakan.
4) Jika komunikasi menawarkan posisi yang jatuh dalam ruang gerak

penolakan,

peningkatan ketidakcocokan akan menghasilkan sedikit perubahan sikap, mendekati
batas ruang gerak penolakan.
Menurut Goldstein (1980), teori pertimbangan sosial bermanfaat dalam mengkaji kesan
ketidakcocokan antara posisi yang ditawarkan dan posisi awal dari penerima. Menurut beliau,
teori ini sebenarnya lebih banyak menjelaskan tentang penyimpangan-penyimpangan dari posisi
yang ditawarkan daripada tentang perubahan sikap.
d. Teori konsistensi (consistency theory).
Teori konsistensi dikembangkan berdasarkan suatu asumsi umum, bahwa manusia akan
berusaha untuk mewujudkan keadaan yang serasi dalam dirinya. Jika terjadi suatu keadaan yang
tidak serasi, misalnya terjadi pertentangan antara sikap dan tingkah laku, maka manusia akan
berusaha untuk menghilangkan realita tersebut dengan merubah salah satu: sikap atau tingkah
laku.
Menurut Wagner (1969), Heider dengan teori keseimbangannya (balance theory) adalah
orang yang pertama-tama memberi penjelasan tentang perubahan sikap berdasarkan teori
konsistensi. Heider menjelaskan tentang hubungan antara tiga unsur dalam suatu proses
komunikasi, yang terdiri dari: pribadi A, pribadi yang lain O, dan objek X, yang dapat
digambarkan sebagai berikut:

15

P

O

x
M.

Faktor-faktor Perubah Sikap
Perubahan Sikap dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:
1. Sumber dari pesan
Sumber pesan dapat berasal dari: seseorang, kelompok, institusi. Dua ciri penting dari
sumber pesan:
a. Kredibilitas
Semakin percaya dengan orang yang mengirimkan pesan, maka kita akan semakin
menyukai untuk dipengaruhi oleh pemberi pesan. Dua aspek penting dalam
kredibilitas, yaitu:
o Keahlian keahlian dan kepercayaan saling berkaitan
o Kepercayaan
Tingkat kredibilitas berpengaruh terhadap daya persuasif
o Kredibilitas tinggi  daya persuasif tinggi
o Kredibilitas rendah  daya persuatif rendah
b. Daya Tarik
Kredibilitas masih perlu ditambah daya tarik agar lebih persuatif. Efektivitas daya
tarik dipengaruhi oleh:
- daya tarik fisik
- menyenangkan
- kemiripan
2. Pesan (Isi pesan)
Umumnya berupa kata-kata dan simbol-simbol lain yang menyampaikan informasi. Tiga
hal yang berkaitan dengan isi pesan:
16

a. Usulan
Suatu pernyataan yang kita terima secara tidak kritis serta pesan yang dirancang
dengan harapan orang akan percaya, membentuk sikap, dan terhasut dengan apa yang
dikatakan tanpa melihat faktanya . Contoh: iklan di TV
b. Menakuti
o Cara lain untuk membujuk adalah dengan menakut-nakuti
o Jika terlalu berlebihan maka orang menjadi takut, sehingga informasi justru dijauhi
c. Pesan Satu sisi dan dua sisi
o Pesan satu sisi paling efektif jika orang dalam keadaan netral atau sudah menyukai
suatu pesan
o Pesan dua sisi lebih disukai untuk mengubah pandangan yang bertentangan
3. Penerima Pesan
Beberapa ciri penerima pesan:
a. Influenceability
Sifat kepribadian seseorang tidak berhubungan dengan mudahnya seseorang untuk
dibujuk, meski demikian:
o anak-anak lebih mudah dipengaruhi daripada orang dewasa
o orang berpendidikan rendah lebih mudah dipengaruhi daripada yang berpendidikan
tinggi
b. Arah Perhatian dan Penafsiran
o pesan akan berpengaruh pada penerima, tergantung dari persepsi dan penafsirannya
dan yang terpenting : pesan yang dikirim ke tangan orang pertama, mungkin dapat
berbeda jika info sampai ke penerima kedua.
c. Kekebalan (saat menerima info yang berlawanan)
Konsekuensi menerima pesan 1 sisi dan 2 sisi:
o Orang yang menerima, beberapa minggu kemudian kelihatan berbeda pendapat
sesuai posisinya
o Pesan yang berlawanan akan lebih efektif pada penerima pesan satu sisi
17

o Penerima pesan 2 sisi lebih memiliki daya tahan terhadap pesan yang berlawanan

N.

Penilaian Sikap dalam Pembelajaran di Kelas
Penilaian sikap dalam berbagai mata pelajaran secara umum dapat dilakukan dalam

kaitannya dengan berbagai objek sikap sebagai berikut.
a) Sikap terhadap mata pelajaran. Siswa perlu memiliki sikap positif terhadap mata
pelajaran. Dengan sikap positif dalam diri siswa akan tumbuh dan berkembang minat
belajar, akan lebih mudah diberi motivasi, dan akan lebih mudah menyerap materi
pelajaran yang diajarkan. Oleh karena itu, guru perlu menilai tentang sikap siswa terhadap
mata pelajaran yang diajarkannya.
b) Sikap terhadap guru mata pelajaran. Siswa perlu memiliki sikap positif terhadap guru,
yang mengajar suatu mata pelajaran. Siswa yang tidak memiliki sikap positif terhadap
guru, akan cenderung mengabaikan hal-hal yang diajarkan. Dengan demikian, siswa yang
memiliki sikap negatif terhadap guru pengajar akan sukar menyerap materi pelajaran yang
diajarkan oleh guru tersebut.
c) Sikap terhadap proses pembelajaran. Siswa juga perlu memiliki sikap positif terhadap
proses pembelajaran yang berlangsung. Proses pembelajaran disini mencakup: suasana
pembelajaran, strategi, metodologi, dan teknik pembelajaran yang digunakan. Tidak
sedikit siswa yang merasa kecewa atau tidak puas dengan proses pembelajaran yang
berlangsung, namun mereka tidak mempunyai keberanian untuk menyatakan. Akibatnya
mereka terpaksa mengikuti proses pembelajaran yang berlangsung dengan perasaan yang
kurang nyaman. Hal ini dapat mempengaruhi terhadap penyerapan materi pelajarannya.
d) Sikap terhadap materi dari pokok-pokok bahasan yang ada. Siswa juga perlu memiliki
sikap positif terhadap materi pelajaran yang diajarkan, sebagai kunci keberhasilan proses
pembelajaran.
e) Sikap berhubungan dengan nilai-nilai tertentu yang ingin ditanamkan dalam diri siswa
melalui materi suatu pokok bahasan. Misalnya, pengajaran pokok bahasan KOPERASI
dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Berhubungan dengan pokok bahasan ini,
ada nilai-nilai luhur tertentu yang relevan diajarkan dan diinternalisasikan dalam diri
siswa. Misanya: kerja sama, kekeluargaan, hemat, dan sebagainya. Dengan demikian,
untuk mengetahui hasil dari proses pembelajaran dan internalisasi nilai-nilai tersebut
dalam diri siswa perlu dilakukan penilaian.
18

f) Sikap berhubungan dengan kompetensi afektif lintas kurikulum, seperti yang diuraikan di
atas. Kompetensi-kompetensi tersebut relevan juga untuk diimplementasikan dalam
proses pembelajaran berdasarkan kurikulum yang berlaku.
O.

Kesimpulan
Perilaku manusia juga dilatar belakangi oleh sikap. Sikap sendiri memeiliki pengertian

sebagai “organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi relatif yang relatif
ajeg yang disertai adanya perasaan tertentu dan memberikan dasar kepada organisme untuk
membuat respon atau perilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya”. Atau dalam bahasa
sederhana sikap adalah kesediaan beraksi terhadap suatu hal.
Pada dasarnya sikap dapat dipahami lebih dari sekedar seberapa besar

perasaan

seseorang, atau lebih dari pada seberapa positif atau negatifnya. Sikap dapat diungkap dan
dipahami dari dimensi yang lain. Sikap menunjukkan beberapa karakteristik (dimensi) sikap yaitu
arah, intensitas, keluasan, konsistensi, dan spontanitas.
Sikap mempunyai arah, artinya sikap terpilah pada dua arah kesetujuan, yaitu apakah
setuju atau tidak setuju, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak atau tidak
memihak terhadap sesuatu atau seseorang sebagai objek, Orang yang setuju, mendukung atau
memihak terhadap suatu objek sikap, berarti memiliki sikap yang arahnya positif, sebaliknya
mereka yang tidak setuju atau tidak mendukung dikatakan sebagai memiliki sikap yang arahnya
negatif.
Sikap memiliki intensitas, artinya kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu belum
tentu sama walaupun arahnya mungkin tidak berbeda. Dua orang yang sama tidak suka terhadap
sesuatu, yakni sama-sama memiliki sikap yang berarah negatif belum tentu memiliki sikap
negatif sama intensitasnya. Orang pertama mungkin saja tidak setuju, tetapi orang kedua dapat
saja sangat tidak setuju. Begitu juga sikap yang positif dapat berbeda kedalamannya bagi setiap
orang, mulai dari agak setuju sampai pada kesetujuan yang ekstrim.
Sikap juga memiliki keluasan, maksudnya kesetujuan atau ketidak setujuan terhadap
objek sikap dapat mengenai hanya aspek yang sedikit dan sangat spesifik akan tetapi dapat pula
mencakup banyak sekali aspek yang ada pada objek sikap. Seseorang dapat memiliki sikap
favorabel terhadap model penilaian portofolio secara menyeluruh , yaitu pada semua aspek dan
kegiatan penilaian yang berbasis portofolio, sedangkan yang lain mungkin memiliki sikap positif
yang lebih terbatas (sempit) misalnya hanya setuju pada model penugasannya saja.
Sikap juga memiliki konsistensi, maksudnya adalah kesesuaian antara pernyataan sikap
yang dikemukakan dengan respon terhadap objek sikap yang dimaksud. Konsistensi sikap
diperlihatkan oleh kesesuaian antara waktu. Untuk dapat konsisten, sikap harus bertahan dalam
19

diri individu untuk waktu yang relatif panjang. Sikap yang sangat cepat berubah yang labil, tidak
dapat bertahan lama dikatakan sebagai sikap yang inkonsisten. Konsistensi juga dapat
diperlihatkan oleh tidak adanya kebimbangan dalam bersikap. Konsistensi dalam bersikap tidak
sama tingkatannya pada setiap diri individu dan setiap objek sikap. Sikap yang tidak konsisten,
tidak menunjukkan kesesuaian antara pernyataan sikap dan perilakunya atau yang mudah
berubah-ubah dari waktu ke waktu akan sulit diinterpretasikan dan tidak banyak berarti dalam
memahami serta memprediksi perilaku individu yang bersangkutan
Karakteristik sikap yang terakhir adalah spontanitasnya, yaitu menyangkut sejauhmana
kesiapan individu untuk menyatakan sikapnya secara spontan. Sikap yang dikatakan memiliki
spontanitas yang tinggi apabila dapat dinyatakan secara terbuka tanpa harus melakukan
pengungkapan atau desakan lebih dahulu agar individu mengemukakan-nya. Hal ini tampak dari
pengamatan terhadap indikator sikap atau perilaku sewaktu individu memiliki kesempatan untuk
mengungkapkan sikapnya.
Pengukuran dan pemahaman terhadap sikap, idealnya harus mencakup semua dimensi
tersebut di atas. Hal ini sangat sulit untuk dilakukan, bahkan mungkin sekali merupakan hal yang
mustahil. Belum ada atau mungkin tak akan pernah ada instrumen pengukuran sikap hanya
mengungkapkan dimensi arah dan dimensi intensitas saja, yaitu dengan hanya menunjukkan
kecenderungan sikap positif atau negatif dan memberikan tafsiran mengenai derajat kesetujuan
atau ketidaksetujuan terhadap respon individu.

20

21