ANGGARAN NEGARA DAN ANGGARAN DAERAH

ANGGARAN NEGARA DAN ANGGARAN DAERAH
DOSEN PENGAMPUH : Muslikhati, S.E,M.E

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
REZA ELIFIASARI

(201310180311235)

BIBI NUR AZIZAH

(201310180311246)

MARISA DIANA

(201310180311254)

HEKLA SEPTADILA

(201310180311259)


NOVITA SULISTIOWATI

(201310180311269)

UMI LUTFI AMANILA

(201310180311279)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang


Undang-undang Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara memuat berbagai perubahan mendasar
dalam pendekatan penganggaran. Perubahan-perubahan ini didorong oleh beberapa factor termasuk di
antaranya perubahan yang berlangsung begitu cepat dibidang politik, desentralisasi, dan berbagai
perkembangan tantangan pembangunan yang dihadapi pemerintah.
Berbagai perubahan ini membutuhkan dukungan system penganggaran yang lebih responsif, yang
dapat memfasilitasi upaya memenuhi tuntutan peningkatan kinerja dalam artian dampak pembangunan,
kualitas layanan dan efisiensi pemanfaatan sumber daya.
Kebijakan fiscal yang baik dan penerapan system perencanaan dan penganggaran dengan perspektif
jangka menengah merupakan kunci bagi kepastian pendanaan kegiatan pemerintah, dalam keadaan
dimana dana yang tersedia sangat terbataas sedangkan kebutuhan begitu besar.
Alokasi sumber daya secara strategis perlu dibatasi dengan pagu yang realistis agar tekanan
pengeluaran/pembelanjaan tidak merongrong pencapaian tujuan-tujuan fiskal. Dengan penetapan pagu
indikatif dan pagu sementara pada tahap awal sebelum dimulai penganggaran secara rinci, para pelaku
anggaran (kementerian negara/lembaga, pemerintah/pemerintah daerah) harus menentukan kebijakan dan
prioritas anggaran, termasuk keputusan mengenai"trade-off" antara keputusan yang telah diambil
masalalu dan yang akan di ambil pada masa yang akan datang. Dengan kata lain akan tercipta proses
penganggaran yang lebih strategis dan kredibel.
Sedangkan pola sistem penganggarasan di daerah sesuai UU no. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah diberikan kewenangan untuk menyelenggarakan seluruh fungsi pemerintahan, kecuali
kewenangan pemerintahan dalam bidang pertahanan keamanan, politik luar negeri, yustisi, moneter dan

fiskal nasional dan agama. Pemerintahan didaerah dilaksanakan berdasarkan asas desentralisasi, asas
dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
Pada UU no. 32 Tahun 2004 dijelaskan Desentralisasi adalah penyerahan wewenangan pemerintahan
oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Keastuan Republik Indonesia.
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada gubernur sebagai wakil
pemerintah dana atau perangkat pusat didaerah.
Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan desa dan dari daerah kedesa
untuk melaksanakan tugas tertentu disertai pembiayaan, sarana, dan prasarana serta sumber daya
manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggung jawabkan kepada yang
menugaskan.

B.

Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah:
1.
2.
3.
C.


Bagaimana proses penyusunan, pengelolaan, pelaksanaan, dan pengawasan APBN sesuai UndangUdang?
Bagaimana proses penyusunan, pengelolaan, pelaksanaan, dan peran APBD sesuai PERDA?
Bagaimana proses tranfer anggaran ke daerah?
Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah maka didapatkan tujuan sebagai berikut:
1.
2.
3.
D.

Mengetahui proses penyusunan, pengelolaan, pelaksanaan, pengawasan APBN sesuai UndangUndang.
Mengetahui proses penyusunan, pengelolaan, pelaksanaan, dan peran APBD sesuai PERDA.
Mengetahui peoses transfer anggaran ke daerah.
Landasan Teori

Kuznets yang telah berjasa besar dalam memelopori analisis pola-pola pertumbuhan historis di
negara-negara maju mengemukakan bahwa, pada tahap-tahap pertumbuhan awal, distribusi pendapatan
cenderung memburuk, namun pada tahap-tahap berikutnya hal itu akan membaik (Kuznets, 1995).

Observasi inilah yang kemudian dikenal secara luas sebagai konsep kurva U terbalik dari Kuznets
(Todaro, 2000).
Teori kutub pertumbuhan yang dipopulerkan oleh ekonom Perroux menyatakan bahwa
pertumbuhan tidak muncul di berbagai daerah pada waktu yang sama (Perroux, 1988). Pertumbuhannya
terjadi di beberapa tempat yang merupakan pusat (kutub) pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda.
JOHN PALSROK dalam “ A Program Budget Procedure For Government “ (1968), Anggaran
adalah suatu daftar/rekening (statement) tentang posisi keuangan suatu badan berdaulat untuk jangka
waktu tertentu berdasarkan atas perkiraan-perkiraan pengeluaran selama jangka waktu tersebut dan usulusul untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran tersebut. Ia merupakan suatu rencana untuk
mengkoordinasikan sumber-sumber (pendapatan) dan pengeluaran-pengeluaran. Ia memuat sejumlah
uang yang tersedia/diperlukan untuk atau ditentukan bagi suatu maksud khusus.
Menurut JONH F. DUE dalam “Government Finance : Economic of Public Sektor”. Anggaran
belanja dapat dirumuskan sebagai rencana keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk pengambilan
keputusan mengenai pengeluaran-pengeluaran serta pengawasan lebih lanjut.
PadaUndang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang “Keuangan Negara”, Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

Menurut Harjono Sumosudirdjo, Budget cyclus tidak lain ialah masa atau jangka waktu mulai saat
anggaran disusun sampai dengan saat perhitungan anggaran disahkan dengan undang-undang.
BAB II

PEMBAHASAN
A.
Proses penyusunan, pengelolaan, pelaksanaan, dan pengawasan APBN sesuai UndangUndang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar
sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun
anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban APBN setiap
tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.
a) Landasan Hukum


Undang-Undang Dasar 1945 (Pasal 23)

Bunyi pasal 23:
 ayat (1): Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan
negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan
bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
 ayat (2): Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh
Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.

 ayat (3): “Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu”.


Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Pasal 11 s.d 15)



Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional



Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja
Pemerintah



Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana
Kerja Dan Anggaran Kementrian Negara/Lembaga


Siklus anggaran (budget cyclus) adalah suatu masa peredaran atau perputaran dari suatu
anggaran, yaitu mulai dari proses persiapan sampai pelaksanaan dan perhitungannya.
Menurut Harjono Sumosudirdjo :

Budget cyclus tidak lain ialah masa atau jangka waktu mulai saat anggaran disusun sampai
dengan saat perhitungan anggaran disahkan dengan undang-undang. Adapun tahapan-tahapannya adalah
sebagai berikut :
1.
2.

Penyusunan anggaran oleh Pemerintah
Pengolahan anggaran di DPR yang berakhir dengan pengesahan anggaran dengan
undang-undang

3.

Pelaksanaan anggaran oleh Pemerintah

4.


Pengawasan atas pelaksanaan anggaran

5.

Pengesahan perhitungan anggaran dengan undang-undang

Ketentuan penyusunan dan penetapan APBN sesuai Pasal 11 UU 17 Th. 2003


APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan
undang-undang



APBN terdiri atas : anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan



Pendapatan negara terdiri atas : penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, dan hibah




Belanja negara dipergunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan pusat dan
pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah



Belanja dirinci menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja.

Landasan proses penyusunan dan penetapan APBN


APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan
dalam menghimpun pendapatan negara



Penyusunan Rancangan APBN sebagaimana dimaksud di atas berpedoman kepada Rencana Kerja
Pemerintah dalam rangka tercapainya tujuan negara




Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup
defisit tersebut dalam UU APBN



Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, Pemerintah Pusat dapat rencana penggunaan surplus
anggaran kepada DPR

Pokok-pokok penyusunan APBN


Dalam rangka penyusunan RAPBN menteri/pimpinan lembaga selaku PA/PB menyusun RKAKL dan disampaikan kepada DPR untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBN



Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan
dicapai.



Rencana kerja dana anggaran tersebut disertai dengan perakiraan belanja untuk tahun berikutnya
setelah tahun anggaran yang sedang disusun.



Rencana kerja dana anggaran dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN.



Hasil pembahasan disampaikan kepada Menkeu sebagai bahan penyusunan RUU APBN

Pembahasan RUU APBN & Nota Keuangan


Pemerintah Pusat mengajukan RUU APBN dan Nota Keuangan dan dokumen-dokumen
pendukungnya pada bulan Agustus tahun sebelumnya.



Pembahasan RUU APBN sesuai UU Susduk DPR.



DPR dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran
dalam RUU APBN.



Pengambilan keputusan oleh DPR mengenai RUU APBN dilakukan paling lambat 2 bulan
sebelum tahun anggaran ybs.



APBN yang disetujuioleh DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program,
kegiatan, dan jenis belanja.



Apabila DPR Tidak menyetujui RUU tsb., Pemerintah Pusat dapat melakukan pengeluaran
setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya.

Penelaahan oleh Kementrian Keuangan PP 21 Th. 2004


Kementrian Keuangan menelaah kesesuaian antara RKA-KL hasil pembahasan bersama DPR
dengan SE Menkeu tentang pagu sementara, prakiraan maju yang telah disetujui sebelumnya,
dan standar biaya yang telah ditetapkan.



Menkeu menghimpun RKA-KL yang telah ditelaah kemudian bersama dengan NK dan RAPBN
dibahas dalam Sidang Kabinet



RKA-KL yang telah disepakati DPR ditetapkan dalam Keppres tentang Rincian APBN dan
menjadi dasar penyusunan konsep dokumen pelaksanaan anggaran (DIPA)

Siklus APBN

b) Struktur APBN
Secara garis besar struktur APBN adalah :
Pendapatan Negara dan Hibah,
Belanja Negara,
Keseimbangan Primer,
Surplus/Defisit Anggaran,
Pembiayaan.
Struktur APBN dituangkan dalam suatu format yang disebut I-account. Dalam beberapa hal, isi
dari I-account sering disebut postur APBN. Beberapa faktor penentu postur APBN antara lain dapat
dijelaskan sebagai berikut :





 PENDAPATAN NEGARA
Besaran pendapatan negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
 indikator ekonomi makro yang tercermin pada asumsi dasar makro ekonomi;
 kebijakan pendapatan negara;
 kebijakan pembangunan ekonomi;
 perkembangan pemungutan pendapatan negara secara umum;
 kondisi dan kebijakan lainnya.
Contohnya, target penerimaan negara dari SDA migas turut dipengaruhi oleh besaran asumsi lifting
minyak bumi, lifting gas, ICP, dan asumsi nilai tukar. Target penerimaan perpajakan ditentukan oleh
target inflasi serta kebijakan pemerintah terkait perpajakan seperti perubahan besaran pendapatan tidak
kena pajak (PTKP), upaya ekstensifikasi peningkatan jumlah wajib pajak dan lainnya.

 PENERIMAAN PAJAK
1. Pendapatan Pajak Dalam Negeri






pendapatan pajak penghasilan (PPh)
pendapatan pajak pertambahan nilai dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah
pendapatan pajak bumi dan bangunan
pendapatan cukai
pendapatan pajak lainnya

2.Pendapatan Pajak Internasional



pendapatan bea masuk
pendapatan bea keluar

 PENERIMAAN ANGGARAN BUKAN PAJAK
1. Penerimaan sumber daya alam



penerimaan sumber daya alam minyak bumi dan gas bumi (SDA migas)
penerimaan sumber daya alam non-minyak bumi dan gas bumi (SDA nonmigas)

2. Pendapatan bagian laba BUMN



pendapatan laba BUMN perbankan
pendapatan laba BUMN non perbankan

3. PNBP lainnya








pendapatan dari pengelolaan BMN
pendapatan jasa
pendapatan bunga
pendapatan kejaksaan dan peradilan dan hasil tindak pidana korupsi
pendapatan pendidikan
pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi
pendapatan iuran dan denda

4. pendapatan BLU





pendapatan jasa layanan umum
pendapatan hibah badan layanan umum
pendapatan hasil kerja sama BLU
pendapatan BLU lainnya

c) Belanja Negara
Besaran belanja negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
 asumsi dasar makro ekonomi;
 kebutuhan penyelenggaraan negara;
 kebijakan pembangunan;
 resiko (bencana alam, dampak kirisi global)
 kondisi dan kebijakan lainnya.
Contohnya, besaran belanja subsidi energi dipengaruhi oleh asumsi ICP, nilai tukar, serta target volume
BBM bersubsidi.

d)

Belanja
Penerimaan Pusat

Belanja pemerintah pusat menurut fungsi adalah :












fungsi pelayanan umum
fungsi pertahanan
fungsi ketertiban dan keamanan
fungsi ekonomi
fungsi lingkungan hidup
fungsi perumahan dan fasilitas umum
fungsi kesehatan
fungsi pariwisata
fungsi agama
fungsi pendidikan
fungsi perlindungan sosial

Belanja Pemerintah Pusat menurut jenis adalah




belanja pegawai
belanja barang
belanja modal

pembayaran bunga utang






subsidi
belanja hibah
bantuan sosial
belanja lain-lain

 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran 2014
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran 2014 adalah rencana keuangan
pemerin tahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat untuk tahun 2014. APBN tahun 2014
disusun dengan berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah tahun 2014, serta Kerangka Ekonomi
Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal tahun 2014. APBN 2014 disahkan oleh Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono pada tanggal 14 November 2013 melalui Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2013
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014. Pada tanggal 18 Juni 2014
Dewan Perwakilan Rakyat telah menetapkan Undang-Undang Perubahan APBN tahun anggaran 2014.
Selanjutnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Tahun 2014 pada tanggal 30 Juni 2014.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005—2025 menggariskan bahwa visi
Indonesia tahun 2025 adalah Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur, yang pelaksanaannya
dibagi ke dalam 4 (empat) tahapan pembangunan jangka menengah. Tahapan kedua dari empat tahap
tersebut adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010—2014 dengan visi
Indonesia yang sejahtera, demokratis, dan berkeadilan. Tahun anggaran 2014 merupakan babak akhir
dari pelaksanaan pembangunan jangka menengah tahap kedua. Sebagai penjabaran tahun terakhir dari
RPJMN 2010—2014, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2014 memiliki arti yang penting dalam
menuntaskan pencapaian sasaran-sasaran pembangunan jangka menengah nasional kedua. Arah
kebijakan dan program pembangunan yang tertuang dalam RKP 2014 dirumuskan dalam satu tema, yaitu
“Memantapkan Perekonomian Nasional bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan”.
Sejalan dengan itu, RKP tahun 2014 menekankan pada penanganan isu strategis antara lain
(1) pemantapan perekonomian nasional;
(2) peningkatan kesejahteraan rakyat; dan
(3) pemeliharaan stabilitas sosial dan politik.
Pemantapan perekonomian nasional dilakukan melalui konektivitas yang mendorong
pertumbuhan ekonomi, perkuatan kelembagaan hubungan industrial, peningkatan kemampuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, pencapaian surplus beras 10 juta ton, dan peningkatan produksi jagung,
kedelai, gula, dan daging, diversifikasi pemanfaatan energi, dan percepatan pembangunan Provinsi
Papua dan Papua Barat.
Secara umum, APBN 2014 mempunyai peran strategis untuk melaksanakan tiga fungsi ekonomi
Pemerintah, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi. Untuk itu, APBN 2014 didesain
sesuai dengan penetapan tiga fungsi tersebut. Fungsi alokasi berkaitan dengan alokasi anggaran
Pemerintah untuk tujuan pembangunan nasional, terutama dalam melayani kebutuhan masyarakat dan

mendukung penciptaan akselerasi pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas. Fungsi distribusi
berkaitan dengan distribusi pendapatan dan subsidi dalam upaya peningkatan kesejahteraan rakyat,
sedangkan fungsi stabilisasi berkaitan dengan upaya untuk menjaga stabilitas dan akselerasi kinerja
ekonomi sehingga perekonomian tetap pada kondisi yang produktif, efisien, dan stabil.
 ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO

 RISNGKASAN APBN

 PENDAPATAN NEGARA
Pendapatan Negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
Pendapatan Negara terdiri atas Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan
Penerimaan Hibah
 REALISASI PENDAPATN NEGARA DALAM RUPIAH

 BELANJA PEMERINTAH PUSAT MENURUT FUNGSI

 BELANJA PEMERINTAH PUSAT MENURUT JENIS

 DAFTAR RINGKASAN APBN

B. Proses penyusunan, pengelolaan, pelaksanaan, dan peran APBD sesuai PERDA

1. Pendapatan. Bagian ini melihat perubahan dalam berbagai komponen pendapatan. Untuk
pemerintah daerah yang ada di Indonesia, pendapatan utamanya berasal dari tiga sumber :
Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pajak dan retribusi, transfer dari pusat dan pendapatan
lainnya. Mengingat rata-rata sumber pendapatan pemerintah daerah didominasi oleh dana
perimbangan yaitu sekitar 80-90%, maka sumber pendapatan pemda dalam kondisi dependable
(ketergantungan). Pada tahun 2011, persentase dana perimbangan hanya sebesar 19% untuk
Kabupaten Badung, sementara itu mencapai 97% untuk Kota Tual. Beberapa daerah yang
dianugerahi kekayaan alam yang melimpah seperti di Kalimantan Timur, Riau dan Papua
memiliki persentase dana bagi hasil yang signifikan, tertinggi mencapai 87% untuk Kab. Kutai
Kertanegara.
2. Belanja. Bagian ini menujukkan perkembangan total belanja dalam periode 5 (lima) tahun. Selain
itu, akan ditunjukkan pula perubahan dalam jenis belanja sehingga dapat diketahui jika ada satu
komponen yang berubah relatif terhadap komponen lain. Untuk pemda di Indonesia, klasifikasi
belanja secara ekonomi dibagi kedalam 10 (sepuluh) jenis, yaitu belanja pegawai, barang dan
jasa, modal, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi
hasil kpd Prop/Kab/Kota dan Pemdes, belanja bantuan keuangan kpd Prop/Kab/Kota dan Pemdes,
dan belanja tidak terduga. Belanja pegawai, barang jasa dan modal merupakan tiga jenis belanja
dengan persentase terbesar dibanding jenis belanja lainnya. Oleh karena itu, dalam bagian ini
belanja berdasar klasifikasi ekonomi dibagi kedalam 4 kelompok yaitu belanja pegawai, barang
jasa, modal dan lain-lain.
3. Surplus/Defisit. Pada bagian ini ditunjukkan aktual pendapatan, belanja dan surplus/defisit dalam
periode 5 (lima) tahun. Pada dasarnya, dari bagian ini dapat terlihat “surplus dan defisit” secara
nasional. Namun, tidak seperti private sector, surplus yang besar tidak diharapkan terjadi karena
hal ini dapat mengindikasikan bahwa pemerintah daerah tidak memberikan pelayanan publik
secara optimal dalam beberapa hal.
4. Pembiayaan. Pos ini menggambarkan transaksi keuangan pemda yang dimaksudkan untuk
menutup selisih antara Pendapatan dan Belanja Daerah. Jika Pendapatan lebih kecil dari belanja
maka terjadi defisit dan akan ditutupi dengan penerimaan pembiayaan, begitu juga sebaliknya.
Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah
di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan
Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan
tanggal 31 Desember.
APBD terdiri atas:
Anggaran pendapatan, terdiri atas:





Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain
Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan
Dana Alokasi Khusus
Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.
Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di
daerah.

Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan
diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

 FUNGSI ANGGARAN DAN BELANJA DAERAH
Fungsi otorisasi bermakna bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk merealisasi pendapatan,
dan belanja pada tahun bersangkutan. Tanpa dianggarkan dalam APBD sebuah kegiatan tidak memiliki
kekuatan untuk dilaksanakan.
Fungsi perencanaan bermakna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam
merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
 Fungsi pengawasan mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai
keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan pemerintah daerah.
 Fungsi alokasi mengandung makna bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan
lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan pemborosan sumberdaya, serta meningkatkan
efisiensi, dan efektifitas perekonomian daerah.
 Fungsi distribusi memiliki makna bahwa kebijakan-kebijakan dalam penganggaran daerah harus
memperhatikan rasa keadilan, dan kepatutan.
 Fungsi stabilitasi memliki makna bahwa anggaran daerah menjadi alat untuk memelihara, dan
mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.
 SUMBER ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH


Berikut ini adalah sumber-sumber penerimaan pemerintah daerah (subnasional):
1. User Charges (Retribusi)
Dianggap sebagai sumber penerimaan tambahan, tujuan utamanya adalahuntuk meningkatkan
efisiensi dengan menyediakan informasi atas permintaan bagi penyedia layanan publik, dan memastikan
apa yang disediakan oleh penyedialayanan publik minimal sebesar tambahan biaya (Marginal Cost) bagi
masyarakat.Ada tiga jenis retribusi, antara lain:
2. Retribusi perizinan tertentu (service fees)
Seperti penerbitan surat izin(pernikahan, bisnis, kendaraan bermotor) dan berbagai macam biaya
yangditerapkan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan.Pemberlakuan biaya/tarif kepada
masyarakat atas sesuatu yang diperlukanoleh hukum tidak selalu rasional.
3. Retribusi jasa umum (Public Prices)
adalah penerimaan pemerintahdaerah atas hasil penjualan barang-barang privat, dan jasa. Semua
penjualan jasa yang disediakan di daerah untuk dapat diidentifikasi secara pribadi dari biaya manfaat
publik untuk memberikan tarif atas fasilitashiburan/rekreasi. Biaya tersebut seharusnya diatur pada
tingkat kompetisiswasta, tanpa pajak, dan subsidi, dimana itu merupakan cara yang palingefisien dari
pencapaian tujuan kebijakan publik, dan akan lebih baik lagi jika pajak subsidi dihitung secara terpisah.

4. Retribusi jasa usaha (specific benefit charges)
secara teori, merupakancara untuk memperoleh keuntungan dari pembayar pajak yang
kontrasseperti pajak bahan bakar minyak atau pajak Bumi, dan Bangunan.
5. Property Taxes (pajak Bumi, dan Bangunan)
Pajak Property (PBB) memiliki peranan yang penting dalam hal keuangan pemerintah daerah,
pemerintah daerah di kebanyakan negara berkembang akanmampu mengelola keuangannya tapi hak milik
berhubungan dengan pajak property. Jika pemerintah daerah diharapkan untuk memerankan bagian
pentingdalam keuangan sektor jasa (contoh: pendidikan, kesehatan), sebagaimanaseharusnya mereka akan
membutuhkan akses untuk sumber penerimaan yanglebih elastis.
6. Excise Taxes (pajak cukai)
Pajak cukai berpotensi signifikan terhadap sumber penerimaan daerah,terutama pada alasan
administrasi, dan efisiensi. Terutama cukai terhadap pajak kendaraan. Pajak tersebut jelas dapat
dieksploitasi lebih lengkap daripada yang biasanya terjadi di sebagian besar negara yaitu dari perspektif
administrative berupa pajak bahan bakar, dan pajak otomotif.Pajak bahan bakar juga terkait penggunaan
jalan, dan efek eksternal sepertikecelakaan kendaraan, polusi, dan kemacetan. Swastanisasi jalan tol pada
prinsipnya dapat melayani fungsi pajak manfaat, didasarkan pada fitur umur danukuran mesin kendaraan
(mobil lebih tua, dan lebih besar biasanya memberikankontribusi lebih kepada polusi), lokasi kendaraan
(mobil di kota-kota menambah polusi, dan kemacetan), sopir catatan (20 persen dari driver bertanggung
jawabatas 80 persen kecelakaan), dan terutama bobot roda kendaraan (berat kendaraanyang pesat lebih
banyak kerusakan jalan, dan memerlukan jalan yang lebih mahaluntuk membangun).
7. Personal income Taxes (Pajak Penghasilan)
Di antara beberapa negara di mana pemerintah subnasional memiliki peran pengeluaran besar,
dan sebagian besar otonom fiskal adalah negara-negara Nordik.Pajak pendapatan daerah ini pada
dasarnya dikenakan pada sebuah flat, tingkatdaerah didirikan pada basis pajak yang sama sebagai pajak
pendapatan nasionaldan dikumpulkan oleh pemerintah pusat.

A. PENDAPATAN
PENDAPATAN DAERAH Untuk tahun 2007-2011, rata-rata jumlah PAD hanya sekitar 17% dan
Lain-lain pendapatan hanya 10% (Tabel 1) dari total pendapatan, sementara Dana Perimbangan (Daper)
mencapai 73%. Persentase dan tren dari ketiga sumber pendapatan ini ditunjukkan dalam Tabel 2 dan
Chart 1.

Chart 1 memperlihatkan bahwa meskipun DAPER mempunyai proporsi paling besar, akan tetapi
kecenderungannya semakin menurun dari tahun ke tahun. Jika di TA 2007 nilainya mencapai 78%, maka
pada tahun-tahun sesudahnya semakin menurun hingga menjadi 68% di TA 2011. Kondisi sebaliknya
terjadi untuk PAD, di mana nilai proporsinya cenderung mengalami kenaikan, dari 13% di TA 2007
menjadi 20% di TA 2011. Adapun untuk lain-lain pendapatan nilai proporsinya cenderung lebih
berfluktuasi sepanjang TA 2007 hingga TA 2011, dengan nilai terendah sebesar 7% di TA 2008 dan nilai
tertinggi sebesar 12% di TA 2011.

Total Dana Perimbangan konsisten bertambah selama periode 2007 – 2011. Dalam lima tahun, Total
Dana Perimbangan telah meningkat sebesar 45%. Hal ini sejalan dengan peningkatan Dana Alokasi
Umum sebesar 42% selama 2007-2011 dan Dana Alokasi Khusus sebesar 36%.

Meskipun total dana perimbangan meningkat, persentase pendapatan dari ketiga sumber ini realtif
konstan dalam periode 2007-2011.

B. BELANJA DAERAH
BELANJA DAERAH Total belanja meningkat sebesar 83% dari tahun 2007 sampai tahun 2011 yang
kemungkinan besar disebabkan karena makin banyaknya jumlah daerah, disamping alasan logis
bertambahnya kebutuhan pemerintah daerah.

Tabel 6 dibawah ini menunjukkan kategori belanja sebagai persentase dari total belanja dalam periode
2007-2011.

Dari keempat-besar jenis belanja tersebut, Belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja lainnya
meningkat dalam nilai yang relatif konstan, sementara belanja modal menurun sekitar 8%.

Sebagian besar belanja daerah digunakan untuk belanja pegawai sebesar 58%, meningkat tajam
dibandingkan belanja pegawai tahun lalu sebesar 45%. Provinsi Papua Barat memiliki persentase belanja
pegawai paling kecil yaitu sebesar 9%, sementara Kab. Demak mencapai 89% yaitu sekitar 2 kali ratarata belanja pegawai nasional.

Berbeda halnya dengan belanja pegawai, belanja modal mengalami penurunan 8% yaitu menjadi Rp
106Triliun di Tahun 2011.

Persentase belanja untuk fungsi-fungsi pelayanan umum, pendidikan, kesehatan relatif meningkat.
Sementara alokasi untuk fungsi ekonomi seperti perkebunan dan penanaman modal relatif menurun.
Alokasi untuk fungsi pelayanan umum merupakan alokasi terbesar untuk tiap tahunnya yaitu mencapai
36% dari total belanja.

C. SURPLUS/(DEFISIT)
Sebagaimana terlihat pada chart 4 dibawah ini, anggaran daerah dalam tahun 2007-2011
menunjukkan pola yang fluktuatif dan dalam bersentase terhadap anggaran, angka tersebut masih dapat
dikategorikan dalam level yang bisa diterima dengan range kurang dari 10%. Selama pada Tahun 2011,
defisit sekitar Rp32 Triliun, yaitu 7% dari anggaran. Dari chart ini terlihat bahwa realisasi APBD
cenderung menunjukkan angka surplus yaitu untuk Tahun 2007-2009, sementara untuk data anggaran
2010-2011 cenderung menggambarkan APBD defisit.

D. PEMBIAYAAN
Lebih dari 90% penerimaan pembiayaan berasal dari sisa lebih anggaran tahun sebelumnya, yaitu
mencapai Rp37 Triliun pada Tahun 2011, kemudian diikuti oleh Penerimaan Pinjaman dan Obligasi
Daerah sebesar 6% (Rp 2 Triliun). Pengeluaran pembiayaan utamanya dialokasikan untuk penyertaan
modal (investasi) daerah sebesar 44% (Rp 3,4 Triliun) dan Pembayaran pokok utang 41% (Rp 3,1
Triliun).

LAMPIRAN APBD

C. Tranfer anggaran ke daerah
 TRANSFER KE DAERAH
Rincian anggaran transfer ke daerah adalah :








Dana
Dana
Dana
Dana
Dana
Dana
Dana

Perimbangan
Bagi Hasil
Alokasi Umum
Alokasi Khusus
Otonomi Khusus
Otonomi Khusus
Penyesuaian

 Pembiayaan
Besaran pembiayaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:




asumsi dasar makro ekonomi;
kebijakan pembiayaan;
kondisi dan kebijakan lainnya.

 Pembiyayaan Dalam Negeri
Pembiayaan Dalam Negeri meliputi :



Pembiayaan perbankan dalam negeri
Pembiayaan nonperbankan dalam negeri

Hasil pengelolaan aset






Surat berharga negara neto
Pinjaman dalam negeri neto
Dana investasi pemerintah
Kewajiban penjaminan

 Pembiayaan Lunar Negeri
Pembiayaan Luar Negeri meliputi :




Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek
Penerusan pinjaman
Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh Tempo dan Moratorium.

BAB III

KESIMPULAN
Rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan
pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, perubahan APBN, dan
pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.
Secara umum, APBN 2014 mempunyai peran strategis untuk melaksanakan tiga fungsi ekonomi
Pemerintah, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi. Untuk itu, APBN 2014 didesain
sesuai dengan penetapan tiga fungsi tersebut. Fungsi alokasi berkaitan dengan alokasi anggaran
Pemerintah untuk tujuan pembangunan nasional, terutama dalam melayani kebutuhan masyarakat dan
mendukung penciptaan akselerasi pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas. Fungsi distribusi
berkaitan dengan distribusi pendapatan dan subsidi dalam upaya peningkatan kesejahteraan rakyat,
sedangkan fungsi stabilisasi berkaitan dengan upaya untuk menjaga stabilitas dan akselerasi kinerja
ekonomi sehingga perekonomian tetap pada kondisi yang produktif, efisien, dan stabil. Tetapi dalam
ringkasan APBN di atas, diketauhui pada tahun 2008-2015 jumlah belanja Negara lebih besar dari
pendapatan Negara, mengakibatkan Negara mengalami devisit anggaran.
Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi
masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
Dari data yang bersumber dari buku APBD dan Realisasi APBD Tahun 2007 sampai dengan
Tahun 2011 yang secara langsung disampaikan oleh Pemerintah Daerah ke Departemen Keuangan c.q
Ditjen Perimbangan Keuangan.
 PENDAPATAN DAERAH Untuk tahun 2007-2011, rata-rata jumlah PAD hanya sekitar 17% dan
Lain-lain pendapatan hanya 10% dari total pendapatan, sementara Dana Perimbangan (Daper)
mencapai 73%.
 BELANJA DAERAH Total belanja meningkat sebesar 83% dari tahun 2007 sampai tahun 2011 yang
kemungkinan besar disebabkan karena makin banyaknya jumlah daerah, disamping alasan logis
bertambahnya kebutuhan pemerintah daerah.
 Anggaran daerah dalam tahun 2007-2011 menunjukkan pola yang fluktuatif dan dalam bersentase
terhadap anggaran, angka tersebut masih dapat dikategorikan dalam level yang bisa diterima dengan
range kurang dari 10%. Selama pada Tahun 2011, defisit sekitar Rp32 Triliun, yaitu 7% dari anggaran.
Dari chart ini terlihat bahwa realisasi APBD cenderung menunjukkan angka surplus yaitu untuk Tahun
2007-2009, sementara untuk data anggaran 2010-2011 cenderung menggambarkan APBD defisit.