BAB 5 SISTEM HUKUM DAN PERADILAN INTERNA (1)

BAB
5
SISTEM HUKUM DAN
PERADILAN
INTERNASIONAL

A. SISTEM HUKUM DAN
PERADILAN
INTERNASIONAL
1. Pengertian Hukum Internasional
Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan
asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang
melintasi batas-batas negara: antara negara dan
negara, negara dan subjek hukum lain bukan negara,
atau subjek hukum bukan negara yang satu dengan
yang lain. (Mochtar Kusumaatmadja)

2. Asas Hukum Internasional
a. Asas Teritorial, didasarkan apda kekuasaan
negara atas wilayahnya.
b. Asas Kebangsaan, didasarkan pada kekuasaan

negara untuk warga negaranya.
c. Asas Kepentingan Umum, didasarkan pada
wewenang negara untuk melindungi dan
mengatur kepentingan dalam kehidupan
bermasyarakat.

3. Konsep Dasar Hukum Internasional
a. Hukum Publik Internasional: Ketentuan-ketentuan
yang mengatur hubungan antarnegara merdeka
dan berdaulat.
b. Hukum Privat (Perdata) Internasional: Ketentuanketentuan yang mengatur hubungan hukum
antara seseorang dan orang lain yang berlainan
warga negaranya dalam sebuah warga negara
yang berkenaan dengan keperdataan.

4. Sumber-Sumber Hukum Intenasional
a.
b.
c.
d.


Perjanjian Internasional (Traktat)
Kebiasaan Internasional
Prinsip-prinsip Hukum Umum
Yurisprudensi dan Anggapan-Anggapan Para Ahli
Hukum Internasional

5. Subjek-Subjek Hukum Internasional
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Negara
Tahta Suci (Vatikan)
Palang Merah Indonesia
Organisasi Internasional
Orang Perseorangan (Individu)

Pemberontak dan Pihak dalam Sengketa

6.

Lembaga Peradilan Internasional

a. Mahkamah Internasional
Berkedudukan di Den Haag (Belanda), bertugas
menyelesaikan perselisihan internasional negaranegara anggota PBB karena semua anggota PBB
adalah ipsofacto Piagam Mahkamah Internasional
menurut pasal 93 ayat 1 Piagam PBB.
b. Pengadilan Internasional
Dalam penyelenggaraan Pengadilan Internasional,
setiap negara anggota PBB tidak diwajibkan
membawa masalah perselisihan yang mereka
hadapi ke pengadilan, kecuali bagi negara-negara
yang telah menandatangani optional clause.

B. SENGKETA INTERNASIONAL
1. Sebab-sebab Sengketa Internasional

Sejarah perang sama tuanya dengan sejarah
manusia. Perang disebabkan oleh perbedaan
kepentingan yang bermuara dari kepentingan
politik. Perang hanya menguntungkan pihak
penguasa dan menjadikan rakyat sipil menjadi
tumbal. Itu sebabnya diperlukan adanya hukum
perang.

Pembagian hukum perang menurut Mochtar
Kusumaatmadja
 Jus ad bellum (Hukum tentang perang),
 Jus in bello (Hukum yang berlaku dalam perang)
 Hague laws/Hukum Denhaag
 Geneva Laws/Hukum Jenewa

2. Batas Negara, Daerah
Perbatasan, dan Sengketa
a. Batas Negara dan Daerah Perbatasan
 Sejak awal peradaban, manusia merasa perlu
membagi dunia atas teritorial-teritorial yang

menyatukan anggota kelompok mereka dan
memisahkannya dari kelompok lain.
 Pembagian awal ini didasarkan pada luas
tanah pertanian atau pengaruh pusat kota
atas daerah sekitarnya.









Pentingnya batas negara tidak sepenuhnya disadari
orang hingga zaman eksplorasi pada abad ke-15 dan
16 serta abad-abad berikutnya.
Abad ke-17, 18, dan 19 berlanjut penjajahan yang
memunculkan ketidaksepakatan negara tentang klaim
wilayah para penjajah.

Akhir abad ke-19, sebagian besar dunia telah dibagi
menurut batas-batas negara, wilayah penjajah, atau
klaim.
Banyak konflik militer yang terjadi karena garis batas
yang tidak disepakati atau perebutan wilayah dengan
berbagai alasan oleh dua atau lebih negara.

b. Sengketa
 Bentrokan kepentingan karena masalah perbatasan
masih terjadi hingga saat ini, tetapi negara-negara lebih
memilih jalan damai melalui PBB dan Mahkamah
Internasional.
 Diadopsinya Piagam PBB memunculkan anggapan
bahwa penggunaan kekerasan atau perang telah
diharamkan dalam praktik hubungan internasional
dimana dasar hukumnya terdapat dalam pasal 33.
 Sengketa batas negara muncul ketika suatu negara
mengklaim daerah yang berdekatan dengan negara
lain karena hal-hal tertentu yang dimiliki oleh daerah
tersebut.


Empat jenis sengketa batas negara:
 Sengketa posisi: lokasi batas disengketakan oleh satu
kelompok atau lebih,
 Sengketa Teritorial: Suatu negara mengklaim sebuah
wilayah yang berada di wilayah negara lain atau ketika
batasnya dipersengketakan,
 Sengketa Sumber Daya: sangat lazim terjadi akhirakhir ini seperti sengketa Blok Ambalat antara
Indonesia dan Malaysia,
 Sengketa Budaya: Terjadi ketika kelompok yang
berbeda secara budaya memilih untuk memisahkan diri
dari kelompok lain di wilayah mereka, bila perlu dengan
menggunakan kekuatan bersenjata.

3. Cara Menyelesaikan Sengketa Internasional
a. Metode Diplomatik
1) Negosiasi
2) Mediasi
3) Inquiry
4) Konsiliasi

b. Metode-metode Legal
1) Arbitrase
2) Mahkamah Internasional
3) Pengadilan-Pengadilan Lainnya

4. Penyelesaian Sengketa melalui
Organisasi Internasional
a. Organisasi Regional: NATO, Uni Eropa, ASEAN,
dan Liga Arab
b. PBB: memiliki tujuan untuk mempertahankan
perdamaian dan keamanan nasional. Institusi
yang berperan penting dalam penyelesaian
pertikaian secara damai adalah Dewan
Keamanan, Majelis Umum, dan Sekretaris
Jenderal.

C. PERAN MAHKAMAH INTERNASIONAL
DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA
1. Mahkamah Internasional
Mahkamah Internasional merupakan organ hukum

utama PBB yang didirikan tahun 1945 berdasarkan
Piagam PBB sebagai kelanjutan Mahkamah Permanen
Keadilan Internasional Liga Bangsa-Bangsa.
Lembaga ini bertugas memutuskan kasus hukum
kepada PBB dan lembaga-lembaganya tentang hukum
Internasional.

Dua cara Membawa Sengketa ke Mahkamah
Internasional (MI):
 Melalui kesepakatan khusus antarpihak, yaitu
semua pihak yang setuju mengajukan persoalan
kepada MI.
 Melalui permohonan sendiri oleh suatu pihak yang
bertikai.

Sengketa dapat dibawa ke MI, jika pemohon
percaya bahwa lawannya diwajibkan oleh syarat
traktat tertentu untuk menerima yurisdiksi MI
dalam hal sengketa.
Atau negara yang merupakan para pihak dalam

status dapat menyatakan lebih dahulu penerimaan
otomatis mereka atas yurisdiksi MI untuk suatu
atau seluruh jenis sengketa umum. Pernyataan ini
disebut yurisdiksi wajib (compulsory jurisdiction).

2. Hakim dalam Mahkamah Internasional (MI)
 MI terdiri atas 15 hakim.
 Masing-masing hakim dipilih melalui mayoritas
absolut oleh Dewan Keamanan dan Majelis
Umum.
 Seorang hakim dapat dikeluarkan dengan suara
mutlak hakim lain.
 MI memilih pejabatnya sendiri dan menunjuk
registar dan pejabat lain.

3. Prosedur Penyelesaian Sengketa
Internasional Melalui MI
 Telah terjadi pelanggaran HAM di suatu negara terhadap
negara lain atau rakyat negara lain.
 Ada pengaduan dari korban (rakyat) dan pemerintahan

negara yang menjadi korban terhadap pemerintahan dari
negara yang bersangkutan karena didakwa telah
melakukan pelanggaran HAM atau kejahatan humaniter
lainnya.
 Pengaduan disampaikan ke Komisi Tinggi HAM PBB atau
melalui lembaga-lembaga HAM internasional lainnya.
 Pengaduan ditindaklanjuti dengan penyelidikan,
pemeriksaan, dan penyidikan.
 Dimulailah proses peradilan sampai dijatuhkan sanksi.

4. Dukungan Keputusan Mahkamah
Internasional dalam Menyelesaikan Sengketa
Internasional
 Dalam menjalankan tugasnya, PBB mengarahkan
Majelis Umum untuk mendorong perkembangan
yang berkelanjutan dan kodifikasi hukum
internasional.
 Komisi Hukum Internasional mempersiapkan draft
traktat untuk memodifikasi dan memodernisasi
sejumlah topik dalam hukum internasional.
 Komisi Hukum Perdagangan Internasional
merumuskan hukum tentang internasional dan
perkembangan ekonomi.

 Sebuah landmark perkembangan hukum Internasional
terjadi tahun 1998 dalam sebuah konferensi diplomatik.
 Berdasarkan hukum diplomatik, hukum internasional
harus dapat diterapkan dalam bidang-bidang kejahatan
perang antarnegara, penjaminan terlaksananya hukum
publik internasional dan lainnya.
 Dalam hubungan internasional, terdapat beberapa asas
perjanjian internasional. Asas-asas tersebut adalah
setiap perjanjian yang dibuat harus ditaati oleh pihakpihak yang mengadakan perjanjian, pihak yang saling
mengadakan hubungan memiliki kedudukan yang
sama, tindakan suatu negara sesuai dengan tindakan
negara yang lain, asas saling menghormati, dan asas
yang dapat digunakan terhadap perubahan yang
mendasar/fundamental dalam keadaan yang bertalian
dengan perjanjian.