ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI ATRESIA ESO

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Atresia esophagus merupakan suatu kelainan congenital dimana esophagus tidak
terbentuk secara sempurna. Pada kebanyakan kasus, kelainan ini disertai dengan
terbentuknya hubungan antara esophagus dengan trakea yang disebut fistula
trakeaoesophageal (Tracheoesophageal Fistula/ TEP). Fistula trakeoesofageal (TEF) dan
esophagus atresia (EA) adalah darurat bedah, menyajikan selama pertama saat setelah
lahir. Thomas Gibson adalah yang pertama, yang di 1696 dijelaskan deskrips klinis dan
patologis yang akurat dari anomali yang paling umum, di mana EA dikaitkan dengan
TEF. Pada saat itu penyakit ini dianggap sebagai yang fatalkondisi, yang merupakan
tidak fatal lagi sekarang hari. Utama terobosan terjadi pada tahun 1941, ketika ahli bedah
Amerika Cameron Haight dicapai bertahan hidup dengan sukses anastomosing dua ujung
kerongkongan dan dengan demikian mengatasi obstruksi pada saluran gastro-intestinal.
Prematuritas merupakan hal umum dan lebih dari 50% penderita disertai dengan
beragai kelainan lain seperti penyakit jantung congenital, kelainan traktus urinarius dan
kelainan traktus gastrointestinal atresi esophagus ataupun fistula trakeoesofageal
ditangani dengan tindakan bedah. Diagnosis ini harus diperhatikan pada setiap neonatus
yang mengeluakan banyak mucus dan saliva, dengan atau tanpa tanda-tanda gangguan
pernapasan.

Atresia esophagus (AE) merupakan kelainan congenital yang ditandai dengan tindak
menyambungnya esophagus bagian proksimal dengan esophagus bagian distal. AE dapat
terjadi bersama fistula trakeoesofagus (FTE), yaitu kelainan congenital dimana terjadi
persambungan abnormal antara esophagus dengan trakea.
Atresia Esophagus (AE) merupakan kelaianan kongenital yang cukup sering dengan
insidensi rata-rata sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup.1 Insidensi AE di
Amerika Serikat 1 kasus setiap 3000 kelahiran hidup. Di dunia, insidensi bervariasi dari
0,4 – 3,6 per 10.000 kelahiran hidup.2 Insidensi tertinggi terdapat di Finlandia yaitu 1
kasus dalam 2500 kelahiran hidup.

1.2 Rumusan Masalah
a. Apa definisi dari Esophageal atresia ?
b. Apa epidemologi Esophageal atresia?
c. Apakah etiologi dari Esophageal atresia?
d. Apa saja klasifikasi Esophageal atresia?
e. Apakah Manifestasi klinis Esophageal atresia?
f. Apa diagnosis dari Esophageal atresia?
g. Apa komplikasi dari Esophageal atresia?
h. Apa patofisiologi Esophageal atresia?
i. Apa saja penatalaksanaan Esophageal atresia?

j. Apakah pengobatan untuk Esophageal atresia?
k. Bagaimana Web of Caution Esophageal atresia?
l. Bagaimana Asuhan keperawatan Esophageal atresia?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi dari Esophageal atresia
b. Untuk mengetahui epidemologi Esophageal atresia
c. Untuk mengetahui etiologi dari Esophageal atresia
d. Untuk mengetahui klasifikasi Esophageal atresia
e. Untuk mengetahui Manifestasi klinis Esophageal atresia
f. Untuk mengetahui diagnosis dari Esophageal atresia
g. Untuk mengetahui komplikasi dari Esophageal atresia
h. Untuk mengetahui patofisiologi Esophageal atresia
i. Untuk mengetahui penatalaksanaan Esophageal atresia
j. Untuk mengetahui pengobatan untuk Esophageal atresia
k. Untuk mengetahui Web of Caution Esophageal atresia
l. Untuk mengetahui Asuhan keperawatan Esophageal atresia

BAB II
TINJAUAN TEORITIS


2.1 Definsi Esophageal Atrhisia/ Atrisia Esofagus
Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang
atau muara (buntu), pada esofagus. Pada sebagian besar kasus atresia esofagus ujung
esofagus buntu, sedangkan pada ¼ -1/3 kasus lainnya esophagus bagian bawah
berhubungan dengan trakea setinggi karina (disebut sebagai atresia esophagus dengan
fistula). Atresia esophagus adalah malformasi yang disebabkan oleh kegagalan esophagus
untuk mengadakan pasase yang kontinyu. Esophagus mungkin saja membentuk
sambungan dengan trachea (fistula trakheaesofagus).(Wong, Donna L. 2003: 512)

Kelainan lumen esophagus ini biasanya disertai dengan fistula trakeoesofagus.
Atresia esofagaus sering disertai kelainan bawaan lain, seperti kelainan jantung, kelainan
gastroin testinal (atresia duodeni atresiasani), kelainan tulang (hemivertebrata).
Atresia esofagus adalah malpormasi yang disebabkan oleh kegagalan esofagus
untuk mengadakan pasase yang kontinu : esophagus mungkin saja atau mungkin juga
tidak membentuk sambungan dengan trakea ( fistula trakeoesopagus) atau atresia
esophagus adalah kegagalan esophagus untuk membentuk saluran kotinu dari faring ke
lambung selama perkembangan embrionik adapun pengertian lain yaitu bila sebuah

segmen esofagus mengalami gangguan dalam pertumbuhan nya (congenital) dan tetap
sebagai bagian tipis tanpa lubang saluran.

Fistula trakeo esophagus adalah hubungan abnormal antara trakeo dan esofagus.
Dua kondisi ini biasanya terjadi bersamaan, dan mungkin disertai oleh anomaly lain
seperti penyakit jantung congenital. Untuk alasan yang tidak diketahui esophagus dan
trakea gagal untuk berdeferensiasi dengan tepat selama gestasi pada minggu keempat dan
kelima. Atresia Esofagus termasuk kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan
kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan persisten dengan trachea.
2.2 Epidemiologi Atresia Esophagus
insiden dari Atresia Esofagus berkisar 1:3000-4500 dari kelahiran hidup, angka
ini makin lama makin menurun dengan sebab yang belum diketahui. Atresia Esofagus 23 kali lebih sering pada janin yang kembar. Kecenderungan peningkatan jumlah kasus
atresia esophagus tidak berhubungan dengan ras tertentu. Namun dari suatu penelitian
didapatkan bahwa insiden atresia esophagus paling tinggi ditemukan pada populasi kulit
putih (1 kasus per10.000 kelahiran) dibanding dengan populasi non-kulit putih (0,55
kasus per 10.000 kelahiran).
Jenis kelamin laki-laki memiliki resiko yang lebih tinggi dibandingkan pada
perempuan untuk mendapatkan kelainan atresia esophagus. Rasio kemungkinan untuk
mendapatkan kelainan esophagus antara laki-laki dan perempuan adalah sebesar 1,26:1.
Atresia esophagus dan fistula trakeoesofagus adalah kelainan kongenital pada neonatus
yang dapat didiagnosis pada waktu-waktu awal kehidupan. Beberapa penelitian
menemukan insiden atresia esophagus lebih tinggi pada ibu yang usianya lebih muda dari
19 tahun dan usianya lebih tua dari 30 tahun, dimana beberapa penelitian lainnya juga

mengemukakan peningkatan resiko atresia esophagus terhadap peningkatan umur ibu.

2.3 Etiologi Atresia Esophagus
Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan
terjadinya kelainan atresia esophagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika
salah satu dari saudara kandung yang terkena. Atresia esophagus lebih berhubungan
dengan sindroma trisomi 21,13 dan 18 dengan dugaan penyebab genetik. Namun saat ini,
teori tentang terjadinya atresia esophagus menurut sebagian besar ahli tidak lagi
berhubungan dengan kelainan genetik. Perdebatan tentang proses embriopatologi masih
terus berlanjut.
Selama embryogenesis proses elongasi dan pemisahan trakea dan esophagus
dapat terganggu. Jika pemisahan trekeoesofageal tidak lengkap maka fistula
trakeoesofagus akan terbentuk. Jika elongasi melebihi proliferasi sel sebelumnya, yaitu
sel bagian depan dan belakang maka trakea akan membentuk atresia esophagus.
Atresia esophagus dan fistula trakeoesofagus sering ditemukan ketika bayi
memiliki kelainan kelahiran seperti :
 Trisomi
 Gangguan saluran pencernaan lain (seperti hernia diafragmatika, atresia
duodenal, dan anus imperforata).
 Gangguan jantung (seperti ventricular septal defect, tetralogifallot, dan patent

ductus arteriosus).
 Gangguan ginjal dan saluran kencing (seperti ginjal polisistik atau horseshoe
kidney, tidak adanya ginjal,dan hipospadia).
 Gangguan Muskuloskeletal
 Sindrom

VACTERL

(yang

termasuk

vertebr,

anus,

candiac,

tracheosofagealfistula, ginjal, dan abnormalitas saluran getah bening).
 Lebih dari setengah bayi dengan fistula atau atresia esophagus memiliki

kelainan lahir
Atresia Esophagus dapat disebababkan oleh beberapa hal, diantaranya sebagai berikut :

 Faktor obat => Salah satu obat yang dapat menimbulkan kelainan kongenital
yaitu thali domine .
 Faktor radiasi => Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin dapat
menimbulkan kelainan kongenital pada janin yang dapat menimbulkan mutasi
pada gen
 Faktor gizi
 Deferensasi usus depan yang tidak sempurna dan memisahkan dari masing –
masing menjadi esopagus dan trachea.
 Perkembangan sel endoteal yang lengkap sehingga menyebabkan terjadinya
atresia.
 Perlengkapan dinding lateral usus depan yang tidak sempurna sehingga terjadi
fistula trachea esophagus
 Tumor esophagus.
 Kehamilan dengan hidramnion
 Bayi lahir prematur,
Tapi tidak semua bayi yang lahir premature mengalami penyakit ini. Dan ada
alasan yang tidak diketahui mengapa esefagus dan trakea gagal untuk berdiferensiasi

dengan tepat selama gestasi pada minggu ke empat dan ke lima.
2.4 Klasifikasi Atresia Esophagus
Terdapat variasi dalam atresia esofagus berdasar klasifikasi anatomi. Menurut Gross
of Boston, variasi atresia esofagus beserta frekuensinya adalah sebagai berikut:1
 Tipe A – atresia esofagus tanpa fistula atau atresia esofagus murni (10%)
 Tipe B – atresia esofagus dengan TEF proksimal ( Pembedahan ulang adalah terapi untuk
keadaan seperti ini.
d) Disfagia atau kesulitan menelan => Disfagia adalah tertahannya makanan pada
tempat esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini dapat diatasi dengan menelan air
untuk tertelannya makanan dan mencegah terjadinya ulkus.
e) Kesulitan bernafas dan tersedak => Komplikasi ini berhubungan dengan proses
menelan makanan, tertaannya makanan dan saspirasi makanan ke dalam trakea.
f) Batuk kronis => Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan
atresia esophagus, hal ini disebabkan kelemahan dari trakea.
g) Meningkatnya infeksi saluran pernafasan => Pencegahan keadaan ini adalah dengan
mencegah kontakk dengan orang yang menderita flu, dan meningkatkan daya tahan
tubuh dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen.
2.8 Patofisiologi Atresia Esophagus
Biasanya Trakea dan Kerongkongan sepenuhnya lumen terpisah dengan ada
hubungan antara mereka. Oleh karena itu, anak dapat makan dengan baik tanpa

pernapasan apapun distress dan masalah dalam makan
Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan efektif.
Pada janin dengan atresa esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan mengalir menuju
trakea, ke fistula kemudian menuju usus. Akibat dari hal ini dapat terjadi polihidramnion.
Polihidramnion sendiri dapat menyebabkan kelahiran prematur. Janin seharusnya dapat
memanfaatkan cairan amnion, sehingga janin dengan atresia esofagus lebih kecil
daripada usia gestasinya.
Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan banyak
air liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur. Apabila
terdapat TEF distal, paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari trakea juga dapat
mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis, atau menerima ventilasi. Hal ini dapat
menyebabkan perforasi gaster akut yang seringkali mematikan. Penelitian mengenai

manipulasi manometrik esofagus menunjukkan esofagus distal seringkali dismotil,
dengan peristaltik yang jelek atau anpa peristaltik. Hal ini akan menimbulkan berbagai
derajat disfagia setelah manipulasi yang berkelanjutan menuju refluks esofagus.
Trakea juga terpengaruh oleh gangguan embriogenesis pada atresia esofagus.
Membran trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti biasa. Perubahan
ini menyebabkan kelemahan sekunder ada struktur anteroposterior trakea atau
trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan gejala batuk kering dan dapat terjadi

kolaps parsial pada eksirasi penuh. Sekret sulit untuk dibersihkan dan dapat menjurus ke
pnemona berulang. Trakea juga dapat kolaps secara parsial ketika makan, setelah
manipulasi, atau ketika terjadi refluks gastroesofagus; yang daat menjurus ke kegagalan
nafas; hipoksia, bakan apnea.
Menurut Price, Sylvia A. 2005. Atresia esophagus merupakan penyakit pada bayi
baru lahir dan merupakan kelainan bawaan. Resiko tinggi terhadap atresia esophagus
yaitu bayi baru lahir secara premature dan menangis terus disertai batuk-batuk sampai
adanya sianosis. Malformasi struktur trakhea menyebabkan bayi mengalami kesulitan
dalam menelan serta bayi dapat mengalami aspirasi berat apabila dalam pemberian
makan tidak diperhatikan.
Pada perkembangan jaringan,terjadi gangguan pemisahan antara trakhea dan
esopagus pada minggu ke 4 sampai minggu ke 6 kehidupan embryonal. Resiko tinggi
dapat terjadi pada ibu hamil dengan hidramnion yaitu amniosentesis harus dicurigai. Bayi
dengan hipersalivasi ; berbuih, sulit bernafas, batuk dan sianosis. Tindakan
pembedahannya segera dilakukan pembedahan torakotomi kanan retro pleural.
2.9 Penatalaksanaan pada Atresia Esophagus
A. Tindakan Sebelum Operasi
Atresia esophagus ditangani dengan tindakan bedah. Persiapan operasi untuk bayi
baru lahir mulai umur 1 hari antara lain :
a.Cairan intravena mengandung glukosa untuk kebutuhan nutrisi bayi.

b.

Pemberian antibiotic broad-spectrum secara intra vena.

c.Suhu bayi dijaga agar selalu hangat dengan menggunakan incubator, spine dengan
posisi fowler, kepala diangkat sekitar 45o.
d.

NGT dimasukkan secara oral dan dilakukan suction rutin.

e.Monitor vital signs.
Pada bayi premature dengan kesulitan benapas, diperlukan perhatian khusus. Jelas
diperlukan pemasangan endotracheal tube dan ventilator mekanik. Sebagai tambahan, ada
resiko terjadinya distensi berlebihan ataupun rupture lambung apabila udara respirasi
masuk kedalam lambung melalui fistula karena adanya resistensi pulmonal. Keadaan ini
dapat diminimalisasi dengan memasukkan ujung endotracheal tube sampai kepintu
masuk fistula dan dengan memberikan ventilasi dengan tekanan rendah.
Echochardiography atau pemerikksaan EKG pada bayi dengan atresia esophagus
penting untuk dilakukan agar segera dapat mengetahui apabila terdapat adanya kelainan
kardiovaskular yang memerlukan penanganan segera.
B.

Tindakan Selama Operasi

Pada umumnya operasi perbaikan atresia esophagus tidak dianggap sebagai hal
yang darurat. Tetapi satu pengecualian ialah bila bayi premature dengan gangguan
respiratorik yang memerlukan dukungan ventilatorik. Udara pernapasan yang keluar
melalui distal fistula akan menimbulkan distensi lambung yang akan mengganggu fungsi
pernapasan. Distensi lambung yang terus-menerus kemudian bisa menyebabkan rupture
dari lambung sehingga mengakibatkan tension pneumoperitoneum yang akan lebih lagi
memperberat fungsi pernapasan.
Pada keadaan diatas, maka tindakan pilihan yang dianjurkan ialah dengan
melakukan ligasi terhadap fistula trakeaesofageal dan menunda tindakan thoratocomi
sampai masalah gangguan respiratorik pada bayi benar-benar teratasi. Targetnya ialah
operasi dilakukan 8-10 hari kemuudian untuk memisahkan fistula dari memperbaiki
esophagus. Pada prinsipnya tindakan operasi dilakukan untuk memperbaiki abnormalitas
anatomi.
Operasi dilaksanakan dalam general endotracheal anesthesia dengan akses
vaskuler yang baik dan menggunakan ventilator dengan tekanan yang cukup sehingga

tidak menybabkan distensi lambung. Bronkoskopi pra-operatif berguuna untuk
mengidentifikasi dan mengetahui lokasi fistula.
Posisi bayi ditidurkan pada sisi kiri dengan tangan kanan diangkat di depan dada
untuk dilaksanakan right posterolateral thoracotomy. Pada H-fistula, operasi dilakukan
melalui leher karena hanya memisahkan fistula tanpa memperbaiiki esophagus.
esophagus.
Operasi dilaksanakan thoracotomy, dimana fistula ditutup dengan cara diikat dan
dijahit kemudian dibuat anastomisis esophageal antara kedua ujung proximal dan distal
dan esophagus.
Pada atresia esofagus dengan fistula trakeoesofageal, hamppir selalu jarak antara
esofagus proksimal dan distal dapat disambung langsung ini disebut dengan primary
repairyaitu apabila jarak kedua ujung esofagus dibawah 2 ruas vertebra. Bila jaraknya 3,6
ruas vertebra, dilakukan delaved primary repair. Operasi ditunda paling lama 12 minggu,
sambil dilakukan cuction rutin dan pemberian makanan melalui gstrostomy, maka jarak
kedua ujung esofagus akan menyempit kemudian dilakukan primary repair. Apabiila
jarak kedua ujung esofagus lebih dari 6 ruas vertebra, maka dijoba dilakukan tindakan
diatas, apabila tidak bisa juga makaesofagus disambung dengan menggunakan sebagai
kolon.
C.

Tindakan Setelah Operasi

Pasca Operasi pasien diventilasi selama 5 hari. Suction harus dilakukan secara
rutin. Selang kateter untuk suction harus ditandai agar tidak masuk terlalu dalam dan
mengenai bekas operasi tempat anastomisis agar tidak menimbulkan kerusakan. Setelah
hari ke-3 bisa dimasukkan NGT untuk pemberian makanan.
Pemberian minum baik oral/enteral merupakan kontra indikasi mutlak untuk bayi
ini. Bayi sebaiknya ditidurkan dengan posisi “prone”/ telungkup, dengan posisi kepala
30o lebih tinggi. Dilakukan pengisapan lendir secara berkala, sebaiknya dipasang sonde
nasogastrik untuk mengosongkan the blind-end pouch. Bila perlu bayi diberikan dot agar
tidak gelisah atau menangis berkepanjangan.

2.10 Pengobatan pada Atresia Esophagus
Penderita atresia esophagus seharusnya ditengkurapkan untuk mengurangi
kemungkinan isi lambung masuk ke dalam paru-paru. Kantong esophagus harus secara
teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret. Perhatian yang
cermat harus diberikan terhadap pengendalian suhu, fungsi respirasi dan pengelolaan
anomaly penyerta kadang-kadang, kondisi penderita mengharuskan operasi tersebut
dilakukan secara bertahap:
Tahap pertama biasanya adalah pengikatan fistula dan pemasukan pipa gastrotomi
untuk memasukkan makanan,
Tahap kedua adalah anastomosis primer, makanan lewat mulut biasanya dapat
diterima. Esofagografi pada hari ke 10 akan menolong menilai keberhasilan anastomosis.
Malformasi struktur trakhea sering ditemukan pada penderita atresia dan fistula
esophagus. Trakeomalasia, pneumonia aspirasi berulang, dan penyakit saluran nafas
reaktif sering ditemukan. Perkembangan trakheanya normal jika ada fistula, stenosis
esophagus dan refluks gastroesofagus berat lebih sering pada penderita ini.

2.11 WOC Atresia Esophagus

Kelainan Bawaan
Atresia Esofagus

Faktor lain : -

Kerongkongan Buntu

-

Udara mengalir
ke fistula

MK :
Ansieta
s

Kesulitan menelan
MK :
Ganggu
an
Menela

Gaster perforasi akut

Reflux gastrofageal
nafas

Perut kembung
membuncit

Factor gen
Defisiensi vitamin

Obat-obatan
Alcohol
Paparan virus
Bahan kimia

Mengeluarkan air liur

Pneumonia aspirasi

Pneumonia berulang

Batuk, sesak

Anoreksia
Kegagalan nafas

Sianosis

MK :
Ketidakefektifan
pola nafas

MK :

MK :
Ketidakseimba
ngan nutrisi
kurang dari
kebutuhan

- Ketidakefektifan pola
nafas
- Ketidakefetifan
bersihan jalan nafas

ASUHAN KEPERAWATAN ATRESIA ESOFAGUS
I.

Pengkajian
Asuhan keperawatan yang diberikan pada bayi baru lahir adalah berdasarkan tahapantahapan pada proses keperawatan. tahap pengkajian merupakan tahap awal, disini perawat
mengumpulkan semua imformasi

baik dari klien dengan cara observasi dan dari

keluarganya. Lakukan penkajian bayi baru lahir.observasi manipestasi atresia esophagus dan
fistula. Traekeoesofagus, saliva berlebihan, tersedat, sianosis, apneu.
1. Lakukan pengkajian pada bayi baru lahir
 Saliva berlebihan dan mengiler
 Tersedak
 Sianosis
 Apnea
 Peningkatan distres pernapasan setelah makan
 Distensi abdomen
2. Observasi, Manifestasi atresia esofagus
3. Bantu dengan prosedur diagnostik misalnya : Radiografi dada dan abdomen, kateter
dengan perlahan dimasukkan kedalam esofagus yang membentuk tahanan bila lumen
tersebut tersumbat.
4. Pantau dengan sering tanda-tanda distres pernapasan
5. Laringospasme yang disebabkan oleh aspirasi saliva yang terakumulasi dalam kantung
buntu
II.

Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan lubang abnormal antara
esophagus dan trakea atau obstruksi untuk menelan sekresi.
b. Ansietas berhubungan dengan kesulitan menelan, dan ketidaknyamanan
c. Gangguan menelan berhubungan dengan obstruksi mekanis

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang darikebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia

III.
N

INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI

Diagnosa Keperawtan

Tujuan dan

O
1

Intervensi

Kriteria Hasil
Bersihan jalan napas tidak NOC
efektif berhubungan dengan
lubang

abnormal

antara

esophagus dan trakea atau
obstruksi
sekresi.

untuk

menelan

NIC

 Respiratory

status:

ventilation
 Respiratory

status:

airway patency

 Pastikan

kebutuhan

 Mendemonstrasika
n bentuk efektif dan
suara nafas yang
tidak

ada

sianosis

dan

dyspnea

(mampu

mengeluarkan
sputum,

mampu

bernafas

dengan

mudah , tidak ada

suctioning
sesudah suctioning
 Informasikan

 Menunjukkan jalan

dan

 Minta klien nafas dalam sebelum
suction dilakukan
 Berikan O2 dengan menggubakan
nasal untuk memfasilitasi suction
nasotrakeal
 Monitor status oksigen pasien
 Ajarkan keluarga bagaimana cara
 Hentikan

suksion

yang

oksigen

paten(klien

tidak

menunjukkan

tercekik,

dan

apabila

berikan
pasien

bradikardi,

peningkatan saturasi O2,dll.
Airway Management

frekuensi
rentang

klien

keluarga rentang suction

nafas

pernafasan

pada

melakukan suksion

pursed lips)

merasa

oral/tracheal

 Auskultasi suara nafas sebelum dan

Kriteria hasil:

bersih,

Airway suction

dalam
normal,

 Buka jalan nafas,gunakan teknik
chin lift atau jaw thrust bila perlu

tidak

ada

suara

nafas abnormal)

 Posisikan

pasien

memaksimalkan ventilasi

 Mampu

 Identifikasi

mengidentifikasi
dan

untuk

mencegah

pasien

perlunya

pemasangan alat jalan nafas buatan
 Pasang mayo bila perlu

factor yang dapat

 Lakukan fisioterapi dada jika perlu

menghambat jalan

 Keluarkan secret dengan batuk atau

nafas

suction
 Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
 Lakukan suction pada mayo
 Berikan bronkodilator bila perlu
 Berikan

pelembab

udara

kassa

basah NaCl lembab
 Atur

intake

untuk

cairan

mengoptimalkan keseimbangan
2

e. Ansietas

NOC

berhubungan
dengan kesulitan
menelan,

dan

ketidaknyamana
n

 Monitor respirasi dan status O2
NIC

 Anxiety self control

 Gunakan

 Anxiety level

 Nyatakan
mampu

mengidentifikasi pasien
dan

mengungkapkan

jelas

harapan

terhadap pelaku pasien
 Jelaskan semua prosedur dan apa yang
dirasakan selama prosedur
situasi stree

 Mengidentifikasi,
mengungkapkan
menunjukkan
cemas

dengan

 Pahami prespektif pasien terhadap

gejala cemas

untuk

yang

menenangkan pasien

Kriteria Hasil
 Klien

pendekatan

dan
teknik

mengontrol

 Temani pasien untuk memberikan
kenyamanan dan megurangi takut

 Vital sign dalam batas
normal
 Postur tubuh, ekspresi
wajah,
dan

bahasa

tingkat

tubuh

aktivitas

menunjukkan
berkurangnya
3

Gangguan
berhubungan
obstruksi mekanis

kecemasan
menelan NOC
dengan

 Pencegahan aspirasi
 Ketidakefektifan

NIC
Aspiration Precautions

polamenyusui
 Statusmenelan:

 Memantau tingkat kesadaran, reflex

tindakan pribadi untuk

batuk,

mencegah pengeluaran

kemampuan menelan

cairan

dan

partikel

padat kedalam paru
 Status menelan: fase
esophagus: penyaluran
cairan

atau

partikel

padat dari faring ke
lambung
oral:

persiapan,

penahanan,dan
pergerakan cairan atau
partikel padat kearah
posterior dimulut
 Status menelan: fase
cairan

muntah,

dan

 Memonitor status paru
 Menjaga/mempertahanakan

jalan

nafas
 Posisi tegak 90 derajat atau sejauh
mungkin
 Jauhkan manset trake meningkat
 Jauhkan pengaturan hisap yang

 Status menelan: fase

faring:

reflex

penyaluran
dan

partikel

tersedia
 Menyuapkan

makanan

dalam

jumlah kecil
 Periksa penempatan tabung NG
atau gastrotomy sebelum menyusui
 Periksa tabung NG atau gastrotomy
sisa sebelum makan
 Hindari makan, jika residu tinggi
tempat “pewarna” dalam tabung

padat dari mulut ke
esophagus

pengisi NG
 Hindari cairan atau menggunakan

Kriteria Hasil:

zat pengental

 Dapat

 Penawaran makanan atau cairan

mempertahankan

dapat

makanan

sebelum menelan

didalam

mulut

menjadi

bolus

 Potong makanan menjadi potongan

 Kemampuan

kecil

menelan adekuat
 Pengiriman bolus ke
hipofaring

selaras

dengan

reflex

menelan
untuk

mengosongkan

mujarab
 Istirahat atau menghancurkan pil
sebelum pemberian

mualdan muntah
 Imobilitas

menit

stelah

patologi berkonsultasi
 Sarankan barium menelan kue atau
video fluoroskopi

konsekuensi:
fisiologis
 Pengetahuan tentang
prosedur pengobatan
 Tidak ada kerusakan
tenggorokan
wajah,

menelan,
menggerakkan lidah,
atau reflex muntah
 Pemulihan

30-45

 Sarankan pidato/berbicara sesuai

 Mampu mengontrol

otot

ditinggikan
makan

rongga mulut

otot

 Permintaaan obat dalam bentuk

 Jauhkan kepala tempat tidur atau

 Kemampuan

atau

dibentuk

pasca

prosedur pengobatan

 Kondisi pernafasan,
ventilasi adekuat
 Mampu

melkaukan

perawatan
non

terhadap

pengobatan

parenteral
 Mengidentifikasi
factor

emosi

atau

psikologis

yang

menghambat
menelan
 Dapat mentolerasnsi
ingesti

makanan

tanpa tersedak atau
aspirasi
 Menyusui adekuat
 Kondisi

menelan

bayi
 Memelihara kondisi
gizi: makanan dan
asupan

cairan

ibu

dan bayi
 Hidrasi

tidak

ditemukan
 Pengetahui mengenai
cara menyusui
 Kondisi

pernafasan

adekuat
 Tidak

terjadi

gangguan neurologis
4

Ketidakseimbangan

nutrisi NOC

NIC

kurang darikebutuhan tubuh
berhubungan
anoreksia

dengan

 Nutritional status: food Nutrition Management
and fluid

 Kaji adanya alergi mnakanan

 Intake

 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

 Nutritional

status:

nutrient intake

yang dibutuhkan pasien

 Weight control

 Anjurkan pasien untukmeningkatkan

Kriteria hasil:
 Adanya
berat

menentukan jumlah kaloriu dan nutrisi

intake Fe
peningkatan

badan

sesuai

dengantujuan

 Anjurkan pasien untuk meningkatkan
intake protein dan vitamin
 Berikan substansi gula

 Berat badan ideal sesuai
dengan tinggin badan
 Mampu

 Yakinkan
mengandung

diet

yang

serat

dimakan

untukmecegah

konstipasi

mengidentifikasi

 Brikan makanan yang terpilih(sudah

kebutuhan nutrisi
 Tidak ada tanda-tanda
malnutrisi

konsultasi dengan ahli gizi)
 Ajarkan pasien bagaiaman membuat
catatan makanan harian

 Menunjukkan
peningkatan

fungsi

pengecapan

dan

menelan
 Tidak terjadi penurunan
berat badan yang berarti

 Monitor jumlah nutrisi dankandungan
kalori
 Berikan informasi tentang kebutuyhan
nutrisi
 Kaji

kemampuanpasien

untuk

mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
 BB pasien dalam batas normal
 Monitor adanya penurunan BB
 Monitor tipe dan jumlah aktivitas
yangbiasa dilakukan
 Monitor interaksi anak atau orang
tua selama makan

 Monitor lingkungan selama makan
 Jadwalkan

pengobatan

dan

tindakan tidak selama jam makan
 Monitor kulit kering danperubahan
pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekringan,rambut kusam
dan mudah patah
 Monitor mual dan muntah
 Monitor

kadar

albumin,total

protein,HB, Dan kadar Ht
 Monitor

pertumbuhan

danperkembangan
 Monitor

pucat,kemerahan,dan

kekeringan jaringan konjungtiva
 Monitor kalori danintake nmutrisi
 Catat

adanya

edema,hiperemik,hipertonik,papill
a lidah, dan cavitas oral
 Catat

bila

berwarnamagenta,scarlet

IV.

EVALUASI

Pada tahap ini perawat mengkaji kembali hal-hal pernah dilakukan, berdasarkan pada kriteria
hasil yang telah ditetapkan. Apabila terdapat masalah–masalah klien yang belum teratasi,
perawat hendaknya mengkaji kembali hal–hal yang berkenaan dengan masalah tersebut dan
kembali melakukan intrvensi keperawatan.

lidah

Sebaliknya bila masalah klien telah teratasi maka perlu dilakukan pengawasan dan pengontrolan
yang teratur untuk mencegah timbulnya serangan atau gejala – gejala yang memicu terjadinya
serangan

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP SIKAP TENTANG KORUPSI PADA MAHASISWA

11 131 124