KERAJAAN ACEH POLITIK PERDAGANGAN PADA M

KERAJAAN ACEH: POLITIK PERDAGANGAN PADA MASA SULTAN
ISKANDAR MUDA (1607-1636)
Erlika Nila Anggraini
Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang
Email: erlikakakaa@gmail.com

Abstrak
Kerajaan Aceh terletak di daerah yang sekarang dikenal dengan nama Nanggroe
Aceh Darrussalam. Disini pula letak ibukotanya. Aceh mengalami kemajuan yang sangat
pesat tidak bisa terlepas dari peraan salah satu rajanya yakni Sultan Iskandar Muda, Sultan
Iskandar Muda ini memerintah dari tahun 1607-1636. Banyak sekali kemajuan yang terjadi
terutama dalam bidang perdagangan, karena Sultan sendiri dapat memainkan sebuah politik
perdagangan yang dapat membuat Kerajaan Aceh menjadi salah satu kerajaan besar pada
masanya terutama dalam bidang perdagangan.
Kata Kunci: Kerajaan Aceh, Sultan Iskandar Muda, Politik Perdagangan.

Pendahuluan:
Jauh sebelum berdrinya Kerajaan Aceh, daratan Aceh yang hari ini disebut
dengan Nanggroe Aceh Darrussalam terdiri atas beberapa Kerajaan seperti Perlak di
Aceh Timur, Pasai di Aceh Utara, Pedir di Pidie, Daya di Aceh Barat, Lingga di Aceh
Tengah dan Lamuri di Aceh Besar. Kerajaan-kerajaan tersebut merupakan cikal bakal

berdirinya kerajaan besar di Sumatera yang bernama Kerajaan Aceh Darussalam.
(Pemrov NAD, 2008:65).
Data historis diatas dapat dilihat bahwa Kerajaan Aceh dahulu merupakan
bagian dari beberapa Kerajaan seperti Perlak, Pasai, Pedir, Daya, Lingga dan Lamuri.
Yang dimana adalah cikal bakal dari Kerajaan Aceh itu sendiri. Aceh dalam
perkenalan dengan bangsa luar dirasa sukses karena mampu memancing para
pedagang asing untuk berbondong-bondong mengunjungi Aceh guna berdagang dan

1

tentunya mencari komoditas yang menjadi misi pedagang luar yaitu mencari sumber
rempah-rempah ke daerah penghasilnya. Hal ini nanti dalam perkembangan
menjadikan Aceh sebagai tujuan utama dari bangsa luar kemudian menjadikan Aceh
sebagai Bandar transito.
Pada abad ke-17 merupakan masa keemasan Kerajaan Aceh. Puncaknya
adalah ketika pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda 1607-1636. Sultan
inilah yang dianggap berjasa membawa kerajaan kepuncak kejayaan dalam segala
bidang. Pemerintahan Iskandar Muda merupakan sebuah klimaks dari proses sejarah
Kerajaan Islam Aceh dari awal berdirinya Kerajaan ini sampai pada masa ini.
Merupakan sebuah fakta sejarah bahwa Sultan Iskandar Muda adalah penguasa besar

pada masa Kerajaan Aceh. (Hadi, 2010:149)
Kebijakan politik perdagangan pada masa Sultan Iskandar Muda
Pada masa ini rempah-rempah didatangkan kebagian pesisir, berasal dari
daerah pedalaman kekuasaan Aceh. Seiring berjalanya waktu kian banyak kian
ditanami ditempat lain di Sumatera. Hal ini dikarenakan meledaknya permintaan
rempah-rempah dipasar dunia. Namun bukan berarti di Aceh terdapat perkebunan
lada unggulan. Aceh mengandalkan permintaan lada komoditas unggulan dari
Minangkabau yang terkenal menjadi wilayah penting rempah-rempah yang mana
dialirkan ke Pelabuhan Tiku dan Pariaman yang masa itu menjadi wilayah satelit
sAceh. (Majid, 2013:91)
Aceh

tidak

banyak

terdapat

perkebunan


lada,

namun

lada

yang

diperjualbelikan ini berasal dari pedalaman Ach seperti dari daerah Minangkabau
yang disalurkan lewat Tiku dan Pariaman. Dari catatan yang ditulis oleh Aguste de
Bealieu dan Denys Lombard dapat disimpulkan bahwa politik perdagangan ekonomi
yang dilakukan oleh Sultan Iskandar Muda sungguh cerdas, dimana walaupun ada
lada di Aceh kecil-kecil, Sultan mampu memainkan kebijakan perdagangan dengan
mengambil komoditas lada unggulan dari daerah pedalaman.
Hasil dari ekspor lada dan emas disuplai dari Indrapura, Silebar,Tiku dan
Pariaman. Pengawasan jalan perdagangan agar tertata, maka dikirimlah panglima-

2

panglima ke daerah penghasil komoditas ekspor dan pelabuhan-pelabuhan. Tugas

panglima cukup berat, penghasilan yang diperoleh pun lumayan besar. Hanya 15%
yang mereka kirim ke Aceh dari hasil penjualan emas dan lada, sisanya dijual dengan
harga yang sudah ditetapkan oleh Sultan Iskandar Muda. Masa bakti panglima ini
hanya tiga tahun. Mereka berhasil mendapat upeti dari daerah setempat oleh karena
itu mereka, para panglima sangat loyal kepada Sultan. Karena keprestisiusan
panglima itu, membuat seleksi bagi para calon panglima amatlah ketat. (Majid,
2013:91)
Sultan Iskandar Muda sangatlah paham betul tentang wilayah dari daerah
kekuasaanya (geografis), yang mana wilayah berpotensi besar untuk menghasilkan
keuntungan perdagangan sektor ekonomi dari permintaan komoditas lada dan emas
dunia. Iskandar Muda juga pandai dalam mengelola jalur perdagangan ekonomi
seperti lada, emas dengan mengirimkan panglima dalam tugas mengawasi perjalanan
komoditas agar sampai pada tempat yang diinginkan oleh Sultan. Disamping itu
Sultan meminta 15% hasil penjualan lada dan emas dikirim ke Aceh dan sisanya
dijual dengan harga yang ditetapkan Sultan sendiri.
Sumber-sumber penghasilan Sultan Iskandar Muda
Guna mendukung eksistensi politik Kerajaan Aceh yang sedang dipimpinya,
Sultan melakukan beberapa kebijakan dalam menopang ekonomi kerajaan
diantaranya adalah dengan memungut bea atau pajak dari orang-orang kaya. Orangorang kaya ini adalah para syahbandar yang mengatur lalu lintas perdagangan di laut.
Namun kebijakan penarikan lewat bea ini bukan satu-satunya kebijakan Sultan dalam

menjalankan politik perdaganganya, Sultan juga memiliki sumber penghasilan lain
yang juga dapat dikatakan sebagai penghasilan teratur.
Pendapatan dari tanah. Beras, daging, ikan, ungas, sampai pinang. Adalah
komoditas yang wajib dihasilkan hamba sahaya dan setiap hari harus mereka kirim ke
ibukota. Bendahara bertugas menyisihkan jumlah yang diperlukan untuk pangan
istana dan beras yang dibagikan kepada semua hamba Sultan. Setiap tahun Sultan
mengumpulkan sejumlah beras dari tanah-tanah yang tunduk kepadanya kemudian
tanah-tanah itu disewakanya kepada hambanya yang mana harus tunduk kepada

3

Sultan dan menjamin untuknya sejumlah beras, apakah panen berhasil atau tidak. Hal
ini yang membuat hamba sahaya tidak sempat untuk berleha-leha dalam bekerja.
Kemudian panen digudangkan sampai musim panen dan dijual dengan harga yang
tinggi walaupun masih lumayan dibanding dengan harga yang mereka pasang.
(Lomnbard, 2006:97).
Kebijakan perdagangan yang dirasakan cukup keras ini dapat memberi hasil
yang memuaskan. Dikala Aceh yang memiliki masalah besar terhadap pertanian atau
produksi beras. Bahkan dalam pendapat lain dari Beaulieu, terdapat tahun-tahun
dimana beras itu diekspor jika panen beras yang dihasilkan melimpah. Dari

penghasilan Sultan tadi, Sultan mampu menjalankan politik kerajaanya dengan baik.
Sekalipun beberapa kebijakan politik dari perdagangan Sultan dirasa cukup keras
bagi rakyatnya.
Selain pendapatan yang diperoleh dari darat Sultan juga mempunyai
pendapatan lain yakni dari laut. Penghasilan yang didapatkan Sultan dari bidang
kelautan cukuplah besar dibandingkan dari daratan. Hal ini dapat dilihat dari letak
geografis Aceh yang sangat strategis didekat samudra Hindia dan selat Malaka,
sehingga banyak pedagang asing yang hilir mudik dan singgah di Pelabuhan Aceh.
Pendapatan Sultan dari laut ini sangat luar biasa, mulai dari pajak yang dikenakan
kepada kapal yang singgah dipelabuhan, sultan juga menarik hadiah bagi pedagang
asing yang ingin berdagang di Aceh.
Dampak positif dan negatif kebijakan Sultan Iskandar Muda
Dampak positif terkait kebijakan perdagangan Sultan Iskandar Muda
diantaranya adalah, pertumbuhan ekonomi yang kuat juga menjadi ciri yang
menonjol Kerajaan Aceh abad ke-17. Perdagangan yang dilakukan dengan banyak
pedagang baik lokal maupun internasional, menjadikan Banda Aceh sebuah kota
cosmopolitan yang sangat menguntungkan dari segi ekonomi. Aceh juga muncul dan
berkembang sebagai kerajaan islam pantai yang berbasis dagang. Hal ini didukung
oleh kemampuanya menghasilkan beberapa hasil bumi, seperti lada dan emas.
Hubungan dagang dengan kawasan luar Nusantara terutama ke wilayah India dan


4

Arab, yang telah berjalan semenjak abad ke-16 terus meningkat. Tentu ini semua
merupakan sumber pemasukan yang utama bagi kerajaan pada masa Iskandar Muda,
ketika sentralisasi mencapai puncaknya. (Hadi, 2010:153)
Tentu saja yang menjadi kebijakan politik Iskandar Muda tidak bisa terlepas
dari dampak negatif, diantaranya adalah. Aceh dilihat sebagai hal yang menekankan
pada sifat kekuasaanya yang rapuh. Bahwa seluruh kegiatan niaganya dan justru
semua kemungkinan utuk mempertahankan hidupnya bergantung pada faktor-faktor
luar, pada lada dan beras yang harus disedot ke pelabuhanya, pada budak yang harus
dikawal sampai kepedalaman, pada sainganya yang harus dikalahkan, karena kalau
tidak kapal asing akan mencari muatan di pelabuhan lain.( Lombard, 2006:111)
Sebenarnya masa Iskandar Muda ini juga rentan (rapuh) dikarenakan
kekhawatiran akan daerah-daerah penghasil lada memberontak dan tentu saja
membuat kerugian bagi Aceh sendiri. Dan dari sinilah dapat dilihat nantinya Iskandar
Muda melakukan sebuah kecenderungan dalam orientasi pemerintahan kepada politik
kekuasaan dengan penaklukkan yang melakukan usaha menjalin komunikasi dengan
bangsa Turki ketika itu dalam pemerintahan Turki Utsmani yang terkenal dengan
bidang militernya dan sesame Aceh dalam bidang keislamanyah. Selama

pemerintahan ini juga tak lepas dari peperangan kepada daerah Melayu sendiri yang
banyak merugikan Kerajaan Aceh sendiri.
Kesimpulan
Pada abad ke-17 merupakan masa keemasan Kerajaan Aceh. Puncaknya
adalah ketika pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda 1607-1636. Sultan
inilah yang dianggap berjasa membawa kerajaan kepuncak kejayaan dalam segala
bidang. Pemerintahan Iskandar Muda merupakan sebuah klimaks dari proses sejarah
Kerajaan Islam Aceh dari awal berdirinya Kerajaan ini sampai pada masa ini.
Merupakan sebuah fakta sejarah bahwa Sultan Iskandar Muda adalah penguasa besar
pada masa Kerajaan Aceh.
Kemajuan yang pesat dari kerajaan Aceh sendiri tidak bisa lepas dari politik
perdagangan yang dijalankan oleh Sultan Iskandar Muda diantaranya adalah Sultan
mengimpor lada dari pedalaman Aceh. Iskandar Muda pandai dalam mengelola jalur

5

perdagangan ekonomi seperti lada, emas dengan mengirimkan panglima dalam tugas
mengawasi perjalanan komoditas agar sampai pada tempat yang diinginkan oleh
Sultan. Disamping itu Sultan meninta 15% hasil penjualan lada dan emas yang
dikirim ke


Aceh dan sisanya dijual dengan harga yang ditetapkan oleh Sultan

Iskandar Muda sendiri.
Sultan mendapatkan penghasilan dari dua sektor yakni darat dan laut.
Meskipun dalam kenyataanya dari hasil lautlah yang banyak memberikan keuntungan
bagi Aceh. Hal ini dapat dilihat dari letak geografis Aceh yang strategis sehingga
banyak pedagang asing maupun lokal yang hilir mudik di pelabuhan Aceh.
Pendapatan Sultan dari laut ini sangat luar biasa, mulai dari pajak yang dikenakan
kepada kapal yang singgah dipelabuhan, sultan juga menarik hadiah bagi pedagang
asing yang ingin berdagang di Aceh.
Dari sebuah kebijakan politik yang dijalankan pastilah juga mempunyai suatu
dampak yang terjadi, entah itu dampak positif maupun dampak negatif. Hal ini juga
yang terjadi pada kebijakan politik Sultan Iskandar Muda. Dampak positifnya adalah
Aceh menjadi kerajaaan yang ekonominya menonjol. Perdagangan yang dilakukan
menjadikan Aceh sebagai kota kosmopolitan yang sangat menguntungkan dari segi
ekonomi. Disamping itu juga terdapat dampak negatif yakni pada masa Sultan
Iskandar Muda ini juga rapuh dikarenakan kekawatiran akan daerah-daerah penghasil
lada yang memberontak dan membuat kerugian pada kerajaan Aceh.
Rujukan

Hadi, A. 2010. Aceh: Sejarah, Budaya dan Tradisi. Jakarta: Pustaka Obor
Indonesia.
Lombard, D. 2006. Kerajaan Aceh: Sultan Iskandar Muda 1607-1636.
Jakarta: Balai Pustaka.
Majid, D. 2014. Catatan Pinggiran Sejarah Aceh: Perdagangan, Diplomasi,
dan Perjuangan Rakyat. Jakarta: Pustaka Obor Indonesia.

6

Pemerintahan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 2008. Aceh Bumi
Srikandi. Banda Aceh: Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Poesponegoro. Djoened, M. Notosusanto, N. 1993. Sejarah Nasional Jilid III.
Jakarta: Balai Pustaka.

7

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP SIKAP TENTANG KORUPSI PADA MAHASISWA

11 131 124