Desain Pembelajaran PMRI Ketiga

(1)

Desain Pembelajaran PMRI Ketiga:” Pembentukan Konsep Pengukuran Sudut dengan Menggunakan Model Pizza “

Achmad Dhany Fachrudin1

Sitti Busyrah Muchsin2, dan Ummy Salmah3

International Master Program on Mathematics Education (IMPoME 2012) email: dh4nyy@gmail.com, sittibusyrah@yahoo.co.id, ummysalmah@ymail.com A. Pendahuluan

Matematika sebagai cabang ilmu yang terstruktur dan terorganisir secara sistematis, disadari mempunyai peran dalam mengoptimalkan kemampuan berpikir manusia. Sebagaimana yang dinyatakan Plato (Gredler, 1986) dalam ajarannya yang menyatakan bahwa untuk mengembangkan pikiran, pelajari matematika. Kesadaran tersebut juga tampak dalam rumusan kebijakan pendidikan matematika di Indonesia. Menurut Depdiknas (2003), salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan. Oleh karena itu, pembelajaran matematika diharapkan dapat menjadi wahana yang benar dalam pembentukan kemampuan berpikir manusia.

Pembentukan kemampuan berpikir melalui matematika adalah hal yang mutlak dan wajib bagi setiap manusia terlebih khusus bagi para siswa. Namun proses pembelajaran di sekolah saat ini lebih berpusat ke guru. Siswa cenderung pasif dan tidak diberi ruang gerak untuk menemukan konsep matematika itu sendiri.

Oleh karena itu perlu adanya desain pembelajaran terpadu yang dekat dengan siswa dan terutama menyenangkan bagi siswa. Pendekatan pembelajaran yang paling tepat untuk itu adalah pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). PMRI adalah suatu pendekatan pembelajaran matematika yang menggunakan masalah-masalah kontekstual (contextual problem) sebagai langkah awal. Berdasarkan hasil penelitian di beberapa negara, Freudenthal (Tim MKPBM 2001) mengungkapkan bahwa PMRI sangat menguntungkan karena (1) dapat membuat matematika lebih menarik, relevan dan bermakna, tidak terlalu formal dan


(2)

tidak terlalu abstrak; (2) dapat mempertimbangkan tingkat kemampuan siswa; (3) menekankan belajar matematika pada „learning by doing‟; (4) dapat memfasilitasi penyelesaian matematika tanpa menggunakan penyelesaian (algoritma) yang baku; dan (5) menggunkan konteks sebagai titik awal pembelajaran matematika.

Pada tulisan ini dipaparkan hasil desain riset tentang pembelajaran „Pengukuran Sudut‟ di SD Negeri 179 Palembang dengan menggunakan pendekatan PMRI dalam hal ini menggunakan konteks potongan pizza, dimana konteks tersebut sangatlah umum dan dekat dengan siswa di era saat ini.

Tujuan dari proses pembelajaran dengan pendekatan PMRI dengan menggunakan konteks pizza dan model pizza yang terbuat dari karton yaitu: (1) untuk mengetahui apakah pizza dan model pizza dapat membantu siswa untuk mengukur sudut dengan satuan tidak baku (2) untuk mengetahui apakah model pizza tersebut dapat mengantarkan mereka pada pemahaman mengukur sudut menggunakan busur derajat dengan satuan baku yakni derajat.

B. Design Research

Dalam mendesain pembelajaran pengukuran sudut ini tim observer/peneliti memperhatian karakterkstik dalam design research. Akker dan rekan (2006) merumuskan design research sebagai suatu metodologi yang mempunyai lima karakteristik sebagai berikut:

1. Interventionist nature: Design research bersifat fleksibel karena desain aktivitas pembelajaran dapat diubah selama penelitian untuk mengatur situasi pembelajaran.

2. Process oriented: Desain berdasarkan rencana pembelajaran dan alat atau perangkat yang digunakan untuk membantu pembelajaran tersebut.

3. Reflective component: setelah implementasi desain aktivitas pembelajaran, konjektur dari tiap analisa proses pembelajaran dibandingkan dengan proses pembelajaran yang sebenarnya.


(3)

4. Cyclic character: Adanya proses evaluasi dan revisi. Proses pembelajaran yang sebenarnya digunakan sebagi dasar untuk merevisi aktivitas berikutnya.

5. Theory oriented: Desain berdasarkan teori harus berhubungan dengan uji coba pengajaran (teaching experiment) yang sebenarnya.

Oleh karena desain pembelajaran ini telah diimplementasikan maka dapat dijelaskan bahwa dalam penelitian/ pengamatan yang kami selaku tim peneliti lakukan ini, karakteristik design research yang pertama, Interventionist nature, belum dapat kami terapkan oleh karena proses pembelajaran hanya berlangsung dalam satu pertemuan, namun proses pembelajaran ini tetap fleksibel dan telah disesuaikan dengan kondisi/ situasi proses pembelajaran yang berlangsung saat itu. Process oriented yang kami terapkan dibantu dengan alat peraga berupa model potongan pizza. Untuk karakteristik keempat, cyclic character proses evaluasi kami sampaikan dalam saran untuk peneliti selanjutnya sedangkan revisi kami batasi dengan satu pertemuan sehingga hanya kami sampaikan lewat kelemahan dari desain yang kami buat. Desain ini juga sesuai dengan theory oriented, dimana desain ini kami dasarkan dengan teori dan dihubungkan dengan uji coba pengajaran (teaching experiment) yang sebenarnya.

Tahap I: Preliminary Design

Dalam tahap preliminary design, dilakukan suatu kajian literatur mengenai topik yang hal ini disesuaikan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan silabus sekolah. Adapun standar kompetensinya yaitu menggunakan pengukuran sudut, panjang dan berat dalam pemecahan masalah dan kompetensi standar yaitu menentukan besar sudut dengan satuan baku dan satuan derajat. Selanjutnya dilakukan diskusi antara tim observer/peneliti dengan guru terhadap kondisi kelas berupa pengaturan siswa dalam kelompok, dan keperluan pengajaran berupa alat dan bahan yang digunakan pada pembelajaran dan penyesuaian jadwal. Untuk pengaturan siswa dalam kelompok, pada awalnya guru menginginkan model pembelajaran koperatif tipe berpasangan (think pair share), namun ketika diskusi dilanjutkan pada penggunaan alat peraga potongan pizza dari karton yang mana jika tipe think pair


(4)

share yang digunakan maka akan membutuhkan lebih banyak alat peraga sehingga disepakati pembelajaran matematika yang dilaksanakan adalah model koperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division).

Beberapa aktivitas pembelajaran kami rancang untuk menjembatani pikiran siswa menuju pengukuran sudut dengan satuan baku. Secara rinci aktivitas pembelajaran pengukuran sudut dengan menggunakan pizza karton dijelaskan sebagai berikut:

a. Aktivitas I: siswa diperkenalkan ke dalam konteks permasalahan yang berkaitan dengan pengukuran sudut.

Pada aktivitas ini guru memperlihatkan kotak pembungkus pizza untuk beberapa potongan pizza dan memberikan beberapa pertanyaan terkait makanan khas Italia tersebut. Bagaimana bentuk bungkus potongan pizza tersebut jika disatukan? Bagaimana bentuk pizza yang masih utuh? Aktivitas ini bertujuan mengarahkan siswa kepada konsep pengukuran sudut.

b. Aktivitas II: siswa mengukur sudut dengan menggunakan konteks potongan pizza.

Pada aktivitas ini siswa mengukur sudut dengan mengimpitkan sudut potongan pizza karton pada titik sudut yang diberikan di Lembar Kegiatan Siswa. Tujuan dari aktivitas ini adalah untuk menjembatani cara berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah yang melibatkan pengukuran sudut. Hal ini merupakan jembatan untuk memahami cara mengukur sudut dengan busur derajat. Kemudian dengan asumsi siswa mengetahui besar sudut satu lingkaran sama dengan 360o, maka pada aktivitas ini siswa akan menemukan besar sudut satu potongan pizza karton.

c. Aktivitas III: siswa mengukur sudut yang diukur pada aktivitas II dengan menggunakan busur derajat.

Pada aktivitas ini siswa membuktikan besar sudut yang diperoleh dengan menggunakan satuan potongan pizza pada aktivitas sebelumnya dengan menggunakan busur derajat. Tujuan yang diharapkan yaitu siswa mampu


(5)

mengukur sudut dengan tepat yaitu mampu menemukan cara mengukur sudut dengan memperhatikan titik tengah busur, nilai awal yakni nol derajat, tepi skala busur yang berimpit dengan kaki sudut yang lain.

d. Aktivitas IV: siswa mengukur sudut secara individu

Pada aktivitas ini siswa mengukur sudut yang lebih kompleks seperti 87o, 103o dan sebagainya dengan tujuan melatih siswa agar lebih teliti dalam melihat dan menghitung skala yang ditunjukkan pada busur derajat.

Proses yang diharapkan dalam desain ini dapat dilihat pada iceberg di bawah ini.


(6)

Tahap II: Teaching Experiment

Pelaksanaan pembelajaran yang mengacu pada desain yang telah dibuat oleh guru dan tim peneliti dilaksanakan pada tanggal 14 November 2011, di kelas 4D SDN 179 Palembang selama 2 jam pelajaran. Adapun yang terlibat dalam kegiatan ini adalah guru kelas, tim peneliti dan siswa kelas 4D.

Proses pembelajaran diawali dengan guru membagi siswa dalam lima kelompok. Selanjutnya, guru menyampaikan tujuan pembelajaran secara singkat dan konteks permasalahan sehari-hari yang terkait dengan meteri yang akan dipelajari oleh siswa. Sementara peneliti membantu guru dengan membagikan alat peraga dan LKS yang akan digunakan oleh siswa, guru menjelaskan gambaran singkat tentang kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa. Alat peraga yang dibagikan berupa pizza mainan berbentuk lingkaran yang terbuat dari kardus bekas yang telah dibagi menjadi 12 bagian sama besar.

Gambar 2. Contoh kontekstual dari pengukuran sudut dan alat peraga

Pada kegiatan pertama, yaitu mengukur sudut dengan menggunakan pizza mainan, siswa masih terlihat kebingungan tentang bagaimana meletakkan pizza secara benar untuk mengukur sudut yang terdapat pada LKS. Dengan bimbingan guru dan peneliti, semua kelompok pada akhirnya dapat mengukur sudut dengan menggunkan pizza mainan dengan benar. Guru kemudian menambahkan instruksi kepada siswa agar memberi garis putus-putus untuk menandakan satu ukuran pizza mainan pada sudut yang diukur. Sebenarnya, berdasarkan desain yang telah dibuat,


(7)

siswa tidak perlu untuk membuat garis putus-putus sebagai penanda setiap satuan pizza, tetapi guru berinisiatif untuk meminta siswa memberi garis putus-putus agar siswa lebih memahami satu satuan sudut yang dimaksud.

Gambar 3. Siswa mengukur sudut dengan menggunakan pizza dengan metode yang berbeda-beda.

Pada kegiatan tersebut, metode yang digunakan oleh siswa dalam mengukur sudut terlihat bermacam-macam. Salah satunya dengan menyusun semua pizza yang dapat memenuhi sudut yang akan diukur, sedangkan kelompok yang lain dengan meletakkan satu pizza kemudian memberi garis, selanjutnya meletakkan pizza kedua sampai mereka memperoleh jumlah pizza yang memenuhi sudut yang diukur (gambar 3).

Setelah melakukan pengukuran sudut dengan menggunakan pizza mainan, siswa melanjutkan kegiatan melengkapi kesimpulan yang terdapat pada LKS. Pada awalnya banyak kelompok yang tidak dapat menyimpulkan bahwa besar sudut satu pizza mainan adalah 30°, tetapi dengan bimbingan guru dan tim peneliti, semua


(8)

kelompok pada akhirnya dapat menyimpulkan bahwa satu pizza mainan mempunyai besar sudut 30°.

Setelah itu guru meminta setiap perwakilan kelompok ke depan untuk mempresentasikan hasil pekerjaan dan diskusi mereka. Salah seorang perwakilan kelompok membacakan hasil pekerjaannya sementara siswa lain mencocokkan hasilnya. Ternyata semua kelompok mempunyai hasil yang sama. Kemudian guru memberikan penjelasan dan bersama-sama siswa menyimpulkan tentang kegiatan yang telah merekan lakukan yaitu bahwa satu satuan sudut pada pizza mainan adalah 30°.

Gambar 5. Presentasi pertama Gambar 4. Kesimpulan pada LKS 1


(9)

Kemudian guru meminta siswa untuk melakukan kegiatan pada LKS kedua yaitu tentang pengukuran sudut dengan menggunakan alat ukur baku, sementara tim peneliti membantu untuk membagikan LKS tersebut. Pada awalnya siswa masih terihat kesulitan untuk memahami perintah yang terdapat pada LKS. Tetapi, dengan bimbingan guru dibantu dengan tim peneliti akhirnya dapat memahami perintah yang ada pada LKS. Pada kegiatan kedua ini tiap kelompok diminta untuk mengukur kembali sudut yang terdapat pada LKS pertama, tetapi kali ini dengan menggunakan busur derajat. Meskipun sebagian kelompok melakukan pengukuran kembali dengan menggunakan busur seperti perintah yang terdapat pada LKS, peneliti menemukan kelompok yang tidak melakukan pengukuran ulang alias hanya menuliskan kembali besar sudut yang telah mereka dapatkan pada LKS di kegiatan pertama.

Gambar 6. Siswa melakukan kegiatan pada LKS kedua

Setelah semua kelompok menyelesaikan semua kegiatan dan soal pada LKS kedua, seperti sebelumnya guru meminta semua perwakilan kelompok untuk kedepan mempresentasikan dan mencocokkan jawaban masing-masing. Pada presentasi kedua ini terjadi diskusi kelas, karena terdapat perbedaan jawaban dari masing-masing kelompok. Guru mengarahkan diskusi dan membantu siswa untuk menyimpulkan diskusi dan kegiatan yang telah mereka lakukan. Kemudian pada kegiatan terrakhir guru meminta siswa untuk mengerjakan soal latihan yang terdapat pada buku paket siswa secara individu.


(10)

Gambar 7. Presentasi jawaban dan hasil diskusi pada LKS kedua

Gambar 8. Siswa mengerjakan latihan pada buku paket secara individu

Pada kegiatan pengukuran sudut dengan menggunakan busur derajat yang terdapat pada LKS kedua dan buku paket siswa, banyak siswa yang masih kesulitan dalam mengukur sudut yang bukan kelipatan 10, seperti 86° dan sebagainya. Oleh karena itu disini peneliti dan guru memberi pengarahan dan bimbingan sehingga sedikit demi sedikit siswa mampu mengukur dengan benar.

Tahap III: Retrospective Analysis

Secara umum proses pelaksanaan pembelajaran berlangsung dengan baik dan lancar. Siswa terlihat antusias mengikuti setiap kegiatan baik kelompok maupun individu yang diberikan oleh guru. Setiap kelompok menunjukkan kerjasama yang baik dan kompak dalam mengerjakan setiap aktivitas yang diberikan. Di awal pembelajaran, saat guru membawakan materi sudut dengan mengaitkannya dengan konteks pizza, siswa terlihat sangat antusias terutama saat kegiatan menyusun kotak-kotak pizza menjadi satu bulatan penuh (Gambar 9a). Begitu pula saat


(11)

potongan-potongan pizza yang berjumlah 12 potong dibagikan kepada masing-masing kelompok dan mereka diminta menyusun potongan pizza tadi sehingga membentuk satu bulatan penuh (Gambar 9b). Semua anggota kelompok tampak berebutan untuk menyusun potongan-potongan pizza tersebut. Guru dan peneliti tetap membimbing mereka agar bersama-sama dan tidak berebutan untuk menyusunnya.

Gambar 9a Gambar 9b Siswa menyusun potongan pizza di kelompok masing-masing

Di kegiatan pertama pada LKS pertama, setiap kelompok bekerja secara kompak. Mereka tidak mengalami kesulitan saat menentukan besar sudut-sudut yang diberikan dengan menggunakan potongan pizza. Saat menyusun potongan pizzanya pada sudut yang akan diukur, ternyata siswa memahami bahwa potongan pizza tersebut harus mereka letakkan tepat di tengah pertemuan dua garis yang membentuk sudut tersebut. Diskusi yang semakin seru terjadi saat mereka diminta untuk menentukan besar sudut untuk satu potong pizza (kegiatan dua).


(12)

Diskusi yang semakin seru terjadi saat mereka diminta untuk menentukan besar sudut untuk satu potong pizza (kegiatan dua). Sebagian besar siswa sudah mengetahui bahwa besar sudut satu bulatan pizza sama dengan satu lingkaran penuh yaitu 3600. Mereka sedikit kebingungan saat menentukan besar setiap potongnya. Ada beberapa cara yang mereka gunakan. Ada kelompok yang langsung menghubungkannya dengan konsep pembagian. Mereka membagi 3600 dengan 12 potong pizza dan menyimpulkan bahwa setiap potong pizza besar sudutnya adalah 300. Ada pula kelompok yang berusaha mencari perkalian 12 yang hasilnya adalah 360. Namun pada akhirnya mereka menyadari pula bahwa hasil 30 itu bisa mereka dapatkan cukup dengan membagi 360 dengan 12 saja. Seorang siswa di kelompok 5 tiba-tiba menjawab dengan spontan bahwa besar sudut satu potong pizza itu adalah 300. Saat ditanya apa alasannya, siswa tersebut menjawab, bahwa potongan pizza itu sama banyaknya angka pada jam dan besar sudut yang dibentuk antara 2 angka pada jam yaitu 300.Tetapi terjadi pula hal yang tidak diinginkan di mana salah seorang anggota kelompok 1 tiba-tiba menggunakan busur derajat untuk mengukur besar sudut satu potong pizza.

Gambar 11. Aktivitas siswa menentukan besar sudut satu potong pizza Guru kemudian meminta siswa tersebut untuk menyimpan kembali busur derajatnya. Saat menentukan besar sudut yang sebenarnya, siswa tidak begitu mengalami kesulitan, sebab mereka tinggal mengalikan saja banyaknya potongan pizza dengan 300. Beberapa cara siswa menjawab ini menujukkan bahwa mereka memiliki cara berpikir yang berbeda-beda untuk menemukan jawaban yang sama.


(13)

Pada LKS kedua, kesulitan banyak dialami siswa saat menentukan berapa besar potong pizza yang mereka butuhkan untuk mengukur sudut 1350 dan 350 pada soal no 4 dan 5. Untuk soal no 4 yaitu menentukan besar sudut 1350 semua kelompok menjawab dengan benar yaitu mereka membutuhkan 4 ½ potong pizza. Sementara untuk menentukan banyak potongan pizza pada sudut 350, tidak ada satupun kelompok yang menjawab benar (4 1/6 potong). Siswa tampak kebingungan saat menentukan bagian 1/6 tersebut. Jawaban tersebut akhirnya muncul dari siswa di saat diskusi kelas diambil alih oleh guru.

Gambar 12. Aktivitas siswa mengukur sudut 350 dengan busur derajat dan potongan pizza

Di kegiatan akhir, saat siswa diminta mengukur besar sudut dengan menggunakan busur derajat, masih ada beberapa siswa yang terlihat bingung untuk meletakkan titik tengah busur derajat tersebut. demikian pula saat membaca skala yang tertera pada busur derajat, beberapa siswa tampak kebingungan untuk menentukan skala mana yang seharusnya mereka gunakan. Dengan bimbingan dari guru dan peneliti, siswa kemudian diarahkan untuk melakukan cara mengukur yang tepat. Tetapi setelah pembelajaran selesai, memang masih ada sebagian kecil siswa yang masih bingung dan seharusnya mendapat latihan tambahan agar mereka semakin mahir mengukur besar sudut dengan menggunakan busur derajat.


(14)

Gambar 13. Kesalahan siswa saat mengukur sudut dengan busur derajat

C. Kesimpulan:

Mengajarkan konsep sudut terutama dalam pengukuran besar sudut dapat dimulai dengan konteks yang dikenal oleh siswa. salah satunya adalah konteks pizza. Pizza yang berbentuk bulat dapat digunakan untuk mengenalkan konsep sudut. Dengan potongan pizza yang memiliki besar sudut 300, siswa dapat menggunakannya sebagai alat ukur tidak baku untuk menentukan besar suatu sudut tertentu.

Secara umum pembelajaran tentang mengukur sudut dengan menggunakan konteks pizza berjalan dengan lancar. Indikator pembelajaran dapat terlaksana dengan baik meskipun masih terdapat kendala dan permasalahan yang muncul saat proses pembelajaran berlangsung. Siswa tampak antusias dan bekerja dengan sangat kompak di kelompok masing-masing saat mengukur besar berbagai macam sudut yang diberikan dengan menggunakan potongan pizza. Begitu pula saat mereka mengukur sudut dengan menggunakan busur derajat. Meskipun siswa masih ada yang tampak kebingungan dan keliru saat mengukur sudut dengan menggunakan busur derajat, siswa tetap terlihat antusias saat mengukur berbagai macam sudut tersebut.


(15)

Berikut disajikan iceberg pembelajaran tentang cara mengukur sudut yang telah dilakukan di SD Negeri 179 Palembang.

Gambar 14. Iceberg Pembelajaran Konsep Pengukuran Sudut

Daftar Pustaka

Depdiknas. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika. Depdiknas: Jakarta.

Gredler, M. E.B. 1991. Belajar dan Membelajarkan (Learning and Instruction Theory Into Practice). Terjemahan oleh Munandir. Jakarta: Rajawali.

TIM MKPBM. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.


(1)

Gambar 7. Presentasi jawaban dan hasil diskusi pada LKS kedua

Gambar 8. Siswa mengerjakan latihan pada buku paket secara individu Pada kegiatan pengukuran sudut dengan menggunakan busur derajat yang terdapat pada LKS kedua dan buku paket siswa, banyak siswa yang masih kesulitan dalam mengukur sudut yang bukan kelipatan 10, seperti 86° dan sebagainya. Oleh karena itu disini peneliti dan guru memberi pengarahan dan bimbingan sehingga sedikit demi sedikit siswa mampu mengukur dengan benar.

Tahap III: Retrospective Analysis

Secara umum proses pelaksanaan pembelajaran berlangsung dengan baik dan lancar. Siswa terlihat antusias mengikuti setiap kegiatan baik kelompok maupun individu yang diberikan oleh guru. Setiap kelompok menunjukkan kerjasama yang baik dan kompak dalam mengerjakan setiap aktivitas yang diberikan. Di awal pembelajaran, saat guru membawakan materi sudut dengan mengaitkannya dengan konteks pizza, siswa terlihat sangat antusias terutama saat kegiatan menyusun kotak-kotak pizza menjadi satu bulatan penuh (Gambar 9a). Begitu pula saat


(2)

potongan-potongan pizza yang berjumlah 12 potong dibagikan kepada masing-masing kelompok dan mereka diminta menyusun potongan pizza tadi sehingga membentuk satu bulatan penuh (Gambar 9b). Semua anggota kelompok tampak berebutan untuk menyusun potongan-potongan pizza tersebut. Guru dan peneliti tetap membimbing mereka agar bersama-sama dan tidak berebutan untuk menyusunnya.

Gambar 9a Gambar 9b Siswa menyusun potongan pizza di kelompok masing-masing

Di kegiatan pertama pada LKS pertama, setiap kelompok bekerja secara kompak. Mereka tidak mengalami kesulitan saat menentukan besar sudut-sudut yang diberikan dengan menggunakan potongan pizza. Saat menyusun potongan pizzanya pada sudut yang akan diukur, ternyata siswa memahami bahwa potongan pizza tersebut harus mereka letakkan tepat di tengah pertemuan dua garis yang membentuk sudut tersebut. Diskusi yang semakin seru terjadi saat mereka diminta untuk menentukan besar sudut untuk satu potong pizza (kegiatan dua).


(3)

Diskusi yang semakin seru terjadi saat mereka diminta untuk menentukan besar sudut untuk satu potong pizza (kegiatan dua). Sebagian besar siswa sudah mengetahui bahwa besar sudut satu bulatan pizza sama dengan satu lingkaran penuh yaitu 3600. Mereka sedikit kebingungan saat menentukan besar setiap potongnya. Ada beberapa cara yang mereka gunakan. Ada kelompok yang langsung menghubungkannya dengan konsep pembagian. Mereka membagi 3600 dengan 12 potong pizza dan menyimpulkan bahwa setiap potong pizza besar sudutnya adalah 300. Ada pula kelompok yang berusaha mencari perkalian 12 yang hasilnya adalah 360. Namun pada akhirnya mereka menyadari pula bahwa hasil 30 itu bisa mereka dapatkan cukup dengan membagi 360 dengan 12 saja. Seorang siswa di kelompok 5 tiba-tiba menjawab dengan spontan bahwa besar sudut satu potong pizza itu adalah 300. Saat ditanya apa alasannya, siswa tersebut menjawab, bahwa potongan pizza itu sama banyaknya angka pada jam dan besar sudut yang dibentuk antara 2 angka pada jam yaitu 300.Tetapi terjadi pula hal yang tidak diinginkan di mana salah seorang anggota kelompok 1 tiba-tiba menggunakan busur derajat untuk mengukur besar sudut satu potong pizza.

Gambar 11. Aktivitas siswa menentukan besar sudut satu potong pizza Guru kemudian meminta siswa tersebut untuk menyimpan kembali busur derajatnya. Saat menentukan besar sudut yang sebenarnya, siswa tidak begitu mengalami kesulitan, sebab mereka tinggal mengalikan saja banyaknya potongan pizza dengan 300. Beberapa cara siswa menjawab ini menujukkan bahwa mereka memiliki cara berpikir yang berbeda-beda untuk menemukan jawaban yang sama.


(4)

Pada LKS kedua, kesulitan banyak dialami siswa saat menentukan berapa besar potong pizza yang mereka butuhkan untuk mengukur sudut 1350 dan 350 pada soal no 4 dan 5. Untuk soal no 4 yaitu menentukan besar sudut 1350 semua kelompok menjawab dengan benar yaitu mereka membutuhkan 4 ½ potong pizza. Sementara untuk menentukan banyak potongan pizza pada sudut 350, tidak ada satupun kelompok yang menjawab benar (4 1/6 potong). Siswa tampak kebingungan saat menentukan bagian 1/6 tersebut. Jawaban tersebut akhirnya muncul dari siswa di saat diskusi kelas diambil alih oleh guru.

Gambar 12. Aktivitas siswa mengukur sudut 350 dengan busur derajat dan potongan pizza

Di kegiatan akhir, saat siswa diminta mengukur besar sudut dengan menggunakan busur derajat, masih ada beberapa siswa yang terlihat bingung untuk meletakkan titik tengah busur derajat tersebut. demikian pula saat membaca skala yang tertera pada busur derajat, beberapa siswa tampak kebingungan untuk menentukan skala mana yang seharusnya mereka gunakan. Dengan bimbingan dari guru dan peneliti, siswa kemudian diarahkan untuk melakukan cara mengukur yang tepat. Tetapi setelah pembelajaran selesai, memang masih ada sebagian kecil siswa yang masih bingung dan seharusnya mendapat latihan tambahan agar mereka semakin mahir mengukur besar sudut dengan menggunakan busur derajat.


(5)

Gambar 13. Kesalahan siswa saat mengukur sudut dengan busur derajat

C. Kesimpulan:

Mengajarkan konsep sudut terutama dalam pengukuran besar sudut dapat dimulai dengan konteks yang dikenal oleh siswa. salah satunya adalah konteks pizza. Pizza yang berbentuk bulat dapat digunakan untuk mengenalkan konsep sudut. Dengan potongan pizza yang memiliki besar sudut 300, siswa dapat menggunakannya sebagai alat ukur tidak baku untuk menentukan besar suatu sudut tertentu.

Secara umum pembelajaran tentang mengukur sudut dengan menggunakan konteks pizza berjalan dengan lancar. Indikator pembelajaran dapat terlaksana dengan baik meskipun masih terdapat kendala dan permasalahan yang muncul saat proses pembelajaran berlangsung. Siswa tampak antusias dan bekerja dengan sangat kompak di kelompok masing-masing saat mengukur besar berbagai macam sudut yang diberikan dengan menggunakan potongan pizza. Begitu pula saat mereka mengukur sudut dengan menggunakan busur derajat. Meskipun siswa masih ada yang tampak kebingungan dan keliru saat mengukur sudut dengan menggunakan busur derajat, siswa tetap terlihat antusias saat mengukur berbagai macam sudut tersebut.


(6)

Berikut disajikan iceberg pembelajaran tentang cara mengukur sudut yang telah dilakukan di SD Negeri 179 Palembang.

Gambar 14. Iceberg Pembelajaran Konsep Pengukuran Sudut

Daftar Pustaka

Depdiknas. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika. Depdiknas: Jakarta.

Gredler, M. E.B. 1991. Belajar dan Membelajarkan (Learning and Instruction Theory Into Practice). Terjemahan oleh Munandir. Jakarta: Rajawali.

TIM MKPBM. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.