Kajian
LAPORAN AKHIR
KAJIAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN DAN
PENGEMBANGAN KAWASAN KHUSUS DAN
DAERAH TERTINGGAL
DIREKTORAT KAWASAN KHUSUS DAN DAERAH TERTINGGAL, KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)
(2)
LAPORAN AKHIR
KAJIAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN KAWASAN KHUSUS DAN DAERAH TERTINGGAL RPJMN 2010-2014
PENANGGUNG JAWAB:
Ir. R. Aryawan Soetiarso Poetro, M.Si, Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal TIM PENGARAH:
Ir. Rohmad Supriyadi, MSi; Drs. Samsul Widodo, MA; Ir. Kuswiyanto, MSi; Diah Lenggogeni, ST, MSc TIM PENULIS:
Dra. Widyawati, MSP, Arifin Bakti Nur, Osmar Shalih TIM PENDUKUNG:
Sumarwan, Rudi Pakpahan, Hadid Japandu, Raditya Nugraha, Aida Nur Pratiwie, Suherman, Virgie Kharisma, Artha Purdiansyah, Andika Rizal Pramudia
(3)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
i
KATA PENGANTAR
Laporan Akhir Kajian Evaluasi Program Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas pelaksanaan Program/Kegiatan Pembangunan dan Pengembangan Kawasan, sesuai dengan Peraturan Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas No. 04/M.PPN/2009 tentang Pedoman Pengelolaan Kegiatan dan Anggaran di Lingkungan Kantor Kementerian PPN/Bappenas.
Pelaksanaan Kajian Evaluasi Program Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Khusus ini tujuannya adalah untuk menilai kualitas hasil-hasil yang telah dicapai dalam penerapan proses perencanaan, koordinasi dan pelaksanaan program di lapangan untuk kemudian diidentifikasi permasalahan apa saja yang dihadapi, serta berupaya memberikan saran dan alternatif rekomendasi untuk perbaikan proses perencanaan dan pelaksanaan program/kegiatan pada tahun berikutnya.
Laporan Kajian Evaluasi Program Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Khusus tahun 2014 ini masih ada beberapa kekurangan, oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritiknya sebagai upaya penyempurnaan dalam pelaksanaan Kajian Evaluasi Program Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Khusus pada tahun yang akan datang.
Jakarta, Desember 2014 Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, Bappenas
(4)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... ii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Maksud dan Tujuan ... 3
1.3 Sistematika Penulisan... 3
BAB 2 METODOLOGI 2.1. Metode Pelaksanaan ... 4
2.2. Tahap Analisis dan Evaluasi ... 5
2.3. Jenis dan Sumber Data ... 6
2.4. Metode dan Lokasi FGD ... 7
BAB 3 EVALUASI CAPAIAN DAN KINERJA KELEMBAGAAN BIDANG KKDT 3.1. Bidang Pembangunan Daerah Tertinggal ... 8
3.2. Bidang Pembangunan Kawasan Perbatasan ... 17
3.3. Bidang Pembangunan Kawasan Strategis ... 30
3.4. Bidang Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat... 44
3.5. Bidang Penanggulangan Bencana ... 48
BAB 4 EVALUASI KEBIJAKAN, KINERJA PELAKSANAAN,DAN STUDI KASUS 4.1. Evaluasi Kebijakan Percepatan Pembangunan Kawasan Khusus...56
4.2. Evaluasi dan Implementasi Kebijakan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan ... 63
4.3. Evaluasi dan Implementasi Kebijakan Pembangunan Kawasan Strategis ... 77
4.4. Evaluasi dan Implementasi Kebijakan Penanggulangan Bencana ... 83
BAB 5 PENUTUP 5.1. Kesimpulan...92
5.2. Rekomendasi...96
(5)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tahapan perencanaan pembangunan di dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional terdiri dari 4 (empat) tahapan, yakni: (1) penyusunan rencana; (2) penetapan rencana; (3) pengendalian pelaksanaan rencana; dan (4) evaluasi pelaksanaan rencana. Kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana merupakan bagian-bagian dari fungsi manajemen, yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Keempatnya saling melengkapi dan masing-masing memberi umpan balik serta masukan kepada yang lainnya.
Evaluasi adalah langkah strategis agar implementasi pelaksanaan program dan kegiatan sesuai dengan target yang telah ditetapkan dalam perencanaan. Sejalan dengan itu, evaluasi juga berfungsi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas alokasi sumberdaya, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan program pembangunan.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2006 tentang tata cara pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan maka Kementerian PPN/Bappenas melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana kerja Kementerian/Lembaga dan Rencana Kerja Pemerintah berdasarkan indikator dan sasaran kinerja yang tercantum dalam RPJMN 2010 – 2014. Hal ini diperjelas dengan Permen PPN/Kepala Bappenas Nomor: PER 005/M.PPN/10/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PPN/Bappenas, bahwa Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal memiliki tugas melaksanakan penyusunan dan evaluasi perencanaan pembangunan nasional terkait rencana dan strategi pengembangan kawasan khusus dan perbatasan, daerah tertinggal, dan kawasan rawan bencana serta pemantauan dan penilaian atas pelaksanaannya.
Permasalahan utama di dalam implementasi pelaksanaan kegiatan Kementerian/Lembaga adalah perbedaan pemahaman/persepsi stakeholder dalam implementasi perencanaan program/kegiatan prioritas nasional terutama bidang pembangunan kawasan khusus,
(6)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
2
kawasan perbatasan, daerah tertinggal, dan kawasan rawan bencana. Selain itu, koordinasi yang masih lemah antar stakeholders baik pusat dan daerah. Bappenas (2013) menyebutkan, permasalahan utama yang dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan daerah tertinggal, terluar dan pascakonflik, antara lain: (1) belum optimalnya tindakan afirmatif kepada daerah tertinggal dan terluar/terdepan; (2) masih lemahnya koordinasi antar pelaku pembangunan, (3) terbatasnya sarana dan prasarana dasar wilayah; (4) belum optimalnya perumusan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan dan program khusus dan alokasi pendanaan yang belum sesuai dengan kebutuhan spesifik daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pascakonflik di lokasi-lokasi yang sudah ditetapkan. 1 Sementara dalam konteks penanggulangan bencana, Bappenas (2013) mengemukakan, permasalahan yang masih dihadapi kurangnya media komunikasi serta sarana dan prasarana yang efektif dalam penyebarluasan informasi pengurangan risiko bencana, serta keterbatasan, kapasitas lembaga serta alokasi pendanaan di daerah.2
Berdasarkan tugas dan fungsi Bappenas, serta permasalahan yang ada dalam pembangunan kawasan selama periode RPJMN tahun 2010 – 2014, khususnya di kawasan perbatasan, daerah tertinggal, kawasan khusus (KAPET, KEK & KPBPB). Evaluasi RPJMN 2010 – 2014 diperlukan untuk melihat keberhasilan dan efektivitas penyusunan perencanaan dan perumusan serta implementasi program atau kegiatan yang telah disusun. Bahan evaluasi RPJMN 2010-2014 ini menjadi bahan masukan ke dalam Rancangan RPJMN 2015-2019, bersamaan dengan proses rancangan teknokratik menjadi bagian yang tidak terpisahkan.
1
Permasalahan dan kendala pelaksanaan pembangunan daerah tertinggal, terluar dan pascakonflik yang masuk ke dalam Prioritas Nasional 10. Permasasalah tersebut, khususnya meliputi bidang pembangunan daerah tertinggal dan kawasan perbatasan negara. Evaluasi tersebut dilakukan pada Evaluasi Paruh Waktu RPJMN 2010-2014 Kementerian PPN/Bappenas tahun 2013.
2
Permasalahan dan kendala pelaksanaan penanggulangan bencana masuk ke dalam Prioritas Nasional 9, yaitu Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana.
(7)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
3
1.2Maksud dan Tujuan
Hasil dari evaluasi RPJMN 2010-2014 program pembangunan dan pengembangan kawasan khusus ini akan menjadi umpan balik dalam penyusunan rencana pembangunan 5 (lima) tahun berikutnya. Selain itu, bahan ini menjadi alternatif rekomendasi untuk meminimalisir permasalahan dan perbaikan program pembangunan kawasan pada masa yang akan datang.
Tujuan dari kegiatan evaluasi kebijakan RPJMN 2010-2014 ini adalah:
1. Identifikasi permasalahan yang dihadapi, pengumpulan data dan informasi dalam penyusunan perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan kawasan.
2. Identifikasi konsistensi perencanaan pembangunan yang terdapat dalam Renja K/L, RKP, dan RPJMN 2010 – 2014. 3. Menilai kualitas hasil perencanaan dengan pelaksanaan
program/kegiatan pembangunan kementerian/lembaga dalam mendukung pembangunan kawasan di lapangan; 4. Melaksanakan rapat koordinasi, diskusi, dan melakukan
analisis terhadap penyusunan perencanaan dan pelaksanaan program pengembangan kawasan.
5. Merumuskan alternatif rekomendasi dan saran perbaikan untuk penyusunan rencana program pembangunan dan pengembangan kawasan sebagai bahan masukan dalam penyusunan perencanaan tahun berikutnya.
1.3Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan kajian evaluasi RPJMN 2010-2014 terdiri dari 5 (lima) bab, yang meliputi:
Bab I Pendahuluan Bab II Metodologi
Bab III Evaluasi Capaian dan Kinerja Kelembagaan RPJMN 2010-2014 Bidang Pembangunan Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
Bab IV Evaluasi Kebijakan, Kinerja Pelaksanaan, dan Studi Kasus Pengembangan Bidang Pembangunan Kawasan Khusus Dan Daerah Tertinggal
(8)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
4
BAB 2
METODOLOGI
2.1Metode
Pelaksanaan Berdasarkan latar belakang, maksud, dan tujuan kajian evaluasi RPJMN 2010-2014 yang diuraikan pada bab sebelumnya, maka metode pelaksanaan penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif dilakukan dengan tiga metode pengumpulan data, yaitu: Desk study, Focus Group Discussions (FGD), dan kuesioner atau panduan wawancara.
Desk study dilakukan pada tahap awal untuk mempelajari data, informasi, dan dokumen terkait dengan evaluasi pelaksanaan pembangunan bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal (KKDT). Desk study terdiri dari:
Review pelaksanaan RPJMN 2010-2014 melalui berbagai laporan Midterm Review RPJMN 2010-2014, Lampiran Pidato (Lampid) Presiden, Evaluasi Kinerja Pembangunan.
Berbagai kajian terkait pembangunan bidang kawasan khusus dan daerah tertinggal, yang dilakukan Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal (KKDT), kajian internal direktorat sektor di Bappenas maupun Mitra K/L seperti KPDT, BNPP, BNPB, BP-Batam, BP-Sabang.
Sementara Focus Group Discussion (FGD) dilakukan pada tahap awal maupun akhir dengan berbagai pihak (Instansi Pusat, Daerah, serta ahli dalam bidang pembangunan Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal). Tujuan FGD adalah untuk mengetahui hasil pelaksanaan pembangunan kawasan khusus dan daerah tertinggal pada periode RPJMN 2010-2014. Instrumen kuesioner ataupun panduan wawancara digunakan di Pusat dan di Daerah untuk mengidentifikasi kendala pelaksanaan pembangunan sektoral dan daerah di dalam pembangunan kawasan khusus dan daerah tertinggal, serta mendapatkan masukan rekomendasi bentuk affirmative dalam pembangunan kawasan khusus dan daerah tertinggal pada periode RPJMN 2015-2019 (dimasa yang akan datang).
(9)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
5
3
Metode ROCCIPI acapkali digunakan sebagai metode dalam kerangka penyusunan peraturan-perundangan. Namun, dalam konteks ini ROCCIPI digunakan sebagai alat bantu (guidance) untuk mengidentifikasi permasalahan dalam bidang kawasan khusus dan daerah tertinggal. Metode ROCCIPI dikombinasikan dengan SWOT untuk merumuskan pemecahan masalah.
2.2 Tahap Analisis dan Evaluasi
Data dan informasi, baik bersumber dari desk study, Focus Group Discussions (FGD), dan kuesioner atau panduan wawancara dianalisa secara deskriptif untuk mendapatkan hasil evaluasi pelaksanaan RPJMN bidang kawasan khusus dan daerah tertinggal (KKDT) yaitu meliputi: (1) Bidang Pembangunan Daerah Tertinggal; (2) Bidang Pembangunan Kawasan Perbatasan; (3) Bidang Pembangunan Kawasan Strategis; (4) Bidang Pengelolaan Kawasan Rawan Bencana.
Dalam menganalisis evaluasi hasil pembangunan bidang pembangunan kawasan khusus dan daerah tertinggal, kerangka berpikir analisis yang digunakan adalah kerangka teoritikal ROCCIPI (Rules, Opportunity, Capacity, Communication, Interest, Procces dan Ideology) dengan perpaduan analisa SWOT (strengths, weaknesses, opportunities and threats). Kerangka berpikir ROCCIPI digunakan untuk sebuah pemecahan masalah, meliputi hal: (1) mengenali suatu permasalahan; (2) mencari penyebab perilaku bermasalah; (3) menyusun solusi; (4) pemantauan dalam pelaksanaan. Sementara SWOT dititikberatkan pada peluang (opportunities) and tantangan (threats), untuk melihat peluang dan tantangan atas solusi dan permasalahan yang ada.3
Dengan kerangka berpikir analisa tersebut, beberapa hal yang hendak dituju antara lain yaitu: (1) Teridentifikasinya sinkronisasi substansi kebijakan perencanaan bidang kawasan khusus dan daerah tertinggal; (2) Hasil evaluasi kinerja pelaksanaan program bidang pembangunan kawasan khusus dan daerah tertinggal; serta (3) rekomendasi bentuk-bentuk affirmative action terhadap pembagunan kawasan khusus dan daerah tertinggal.
Secara ringkas, diagram dibawah ini menggambarkan tahapan dan analisa kajian evaluasi RPJMN bidang kawasan khusus dan daerah tertinggal:
(10)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
6
Sumber: Analisa Tim Evaluasi Kebijakan (2014)
2.3 Jenis dan
Sumber Data Data yang digunakan dalam pelaksanaan kajian evaluasi RPJMN 2010-2014 ini mencakup data primer dan data sekunder. Adapun jenis data yang akan dikumpulkan adalah sebagai berikut:
Data primer: yaitu data atau informasi yang diperoleh dari bahan Focus Group Discussions (FGD) di Pusat dan Daerah maupun in-depth interview dengan beberapa stakeholders terpilih. Data dan informasi didapatkan berupa informasi yang mendalam, hasil wawancara, maupun jawaban responden terhadap kuesioner (panduan wawancara). Data atau informasi diperoleh melalui kunjungan lapangan dan digali dalam diskusi intensif dengan pengambil keputusan dan stakeholders terkait dengan penerapan pelaksanaan bidang pembangunan kawasan khusus dan daerah tertinggal (KKDT).
Data sekunder: berasal dari berbagai dokumen atau literatur terkait pelaksanaan pembangunan kawasan khusus dan daerah tertinggal (KKDT) dari kajian terkait, serta laporan capaian pembangunan periode 2010-2014, maupun data Badan Pusat Statistik (BPS) berbagai tahun. Keragaman sumber data ini dibutuhkan untuk
(11)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
7
2.4Metode dan Lokasi FGD
Proses pengumpulan data primer dimulai dengan melakukan proses pemilihan lokasi sampel yang akan dikunjungi untuk melakukan Focus Group Discussion (FGD), dan wawancara mendalam (in-depth interview). Lokasi sampel yang akan ditetapkan berdasarkan kriteria, sebagai berikut:
Merupakan daerah yang termasuk 183 Daerah tertinggal periode RPJMN 2010-2014.
Merupakan kawasan perbatasan, yaitu daerah yang berbatasan dengan negara lain.
Merupakan daerah rawan bencana, yaitu memiliki indeks risiko bencana tinggi berdasarkan data IRBI tahun 2013.
Merupakan bagian dari kawasan strategis ekonomi (KAPET atau KEK) maupun wilayah hinterlandnya.
Berdasarkan kategori tersebut, maka lokasi sampel yang akan dipilih sebagai lokasi penelitian terdiri dari 2 (dua) kabupaten dan 2 (tiga) provinsi. Adapun lokasi Focus Group Discussion (FGD), terpilih adalah:
1) Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. 2) Kabupaten Rote Ndao, Provinsi Nusa Tenggara.
menganalisis kemajuan pembangunan, khususnya kawasan khusus dan daerah tertinggal.
(12)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
8
BAB 3
EVALUASI CAPAIAN DAN KINERJA KELEMBAGAAN MITRA DALAM
RPJMN 2010-2014 BIDANG PEMBANGUNAN KAWASAN KHUSUS DAN
DAERAH TERTINGGAL
3.1Bidang Pembangunan Daerah Tertinggal
Arah kebijakan pembangunan daerah tertinggal adalah untuk melakukan percepatan pembangunan daerah tertinggal dengan meningkatkan pengembangan perekonomian daerah dan kualitas sumberdaya manusia yang didukung oleh kelembagaan dan ketersediaan infrastruktur perekonomian dan pelayanan dasar. Kebijakan tersebut diharapkan agar daerah tertinggal dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat dan dapat mengatasi ketertinggalan pembangunannya dari daerah lain yang sudah relatif lebih maju. Arah kebijakan ini selanjutnya ditempuh melalui strategi pembangunan yang disesuaikan dengan karakteristik ketertinggalan suatu daerah. Percepatan pembangunan daerah tertinggal dilakukan melalui strategi sebagai berikut:
a. Pengembangan ekonomi lokal di daerah tertinggal;
b. Penguatan kelembagaan masyarakat dan pemerintah daerah dalam pengelolaan sumberdaya lokal di daerah tertinggal;
c. Peningkatan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau di daerah tertinggal;
d. Peningkatan pelayanan pendidikan yang berkualitas di daerah tertinggal;
e. Peningkatan sarana dan prasarana infrastruktur daerah tertinggal serta peningkatan aksesibilitas daerah tertinggal dengan pusat-pusat pertumbuhan.
Pembangunan daerah tertinggal ini sesuai dengan substansi inti dari Prioritas Nasional 10: Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan pasca Konflik, yaitu:
Substansi Inti 1
Kebijakan: Pelaksanaan kebijakan khusus dalam bidang infrastruktur dan pendukung kesejahteraan lainnya yang dapat mendorong pertumbuhan di daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pascakonflik
selambat‐lambatnya dimulai pada 2011;
Substansi Inti 4
(13)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
9 kabupaten paling lambat 2014
Diharapkan dengan fokus pada tujuan dari pembangunan Prioritas Nasional 10: Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan pasca konflik ini, dapat mengurangi kesenjangan pembangunan antara daerah maju dengan daerah tertinggal.
Capaian pembangunan daerah tertinggal selama periode RPJMN 2010-2014 dapat dilihat dari outcome pembangunan di bawah ini:
Tabel 3.1
Indikator Capaian RPJMN 2010-2014 Bidang Pembangunan Daerah Tertinggal
Indikator Satuan
Status Awal (2009)
Target 2014
Capaian 2010 2011 2012 2013
(*)
2014 (*)
Rata-rata pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal
Persen (%)
5.84 7.1 5.76 5.68 6,16 6,64 7,1
Persentase penduduk miskin di daerah tertinggal
Persen (%)
20.19 14.2 21.17 19.46 18.43 17.4 16,64
Indeks pembangunan manusia (IPM) di daerah tertinggal
65.77 72.2 66.26 66.57 67,48 68,39 68,46
Daerah Tertinggal yang terentaskan*
kab - 50 - - 41 - 70
*) Berdasarkan Keputusan Menteri PDT bahwa daerah tertinggal yang telah terentaskan periode RPJMN 2010-2014 sejumlah 70 kabupaten, angka bersifat baseline (Rancangan Awal RPJMN 2015-2019). Secara agregat, pengentasan Daerah Tertinggal dari target 50 Kabupaten terentaskan terlah tercapai (70 Terentaskan berdasarkan Permen KPDT). Namun, berdasarkan indikator capaian, hanya rata-rata pertumbuhan ekonomi (7,1 %) yang tercapai. Namun, angka kemiskinan (16,64 %) tidak tercapai dari target (14,2 %) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) (68,46) juga tidak tercapai dari target (72,2).
Evaluasi capaian – capaian program/kegiatan yang dilakukan dalam rangka Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dapat dilihat dari tabel berikut ini:
(14)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
10 Tabel 3.2
Capaian Program/Kegiatan Pembangunan Daerah Tertinggal RPJMN 2010-2014
Program/ Kegiatan
Indikator Output
Capaian Target
Akhir 2014 (RPJMN)
Ket
2010 2011 2012 2013 2014
Substansi Inti I: Kebijakan
Pelaksanaan Kebijakan Khusus dalam Bidang Infrastruktur dan Pendukung Kesejahteraan lainnya yang dapat Mendorong Pertumbuhan Ekonomi di daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca Konflik
Pengembangan Kebijakan, koordinasi dan fasilitasi daerah tertinggal di kawasan perbatasan Jumlah rencana aksi pengembangan daerah
27 27 27 27 27 27
Pelayanan Pemberdayaan dan Pemerataan Pembangunan Sarana dan Prasarana Informatika Jumlah desa berdering
27.670 30.413 30.441 30.441 30.441 33.184
Jumlah desa Pusat Layanan
Internet Kecamatan/
PLIK
4.269 5.706 6.694 6.694 6.694 5.748
Pembinaan Upaya Kesehatan Dasar Jumlah puskesmas yang menjadi puskesmas perawatan di perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar
berpenduduk
76 83 86 91 96 96
Pelayanan Kesehatan Dasar bagi Masyarakat Miskin (Jamkesmas) Jumlah Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kesehatan di perbatasan dan pulau terluar
101 101 101 101 101 101
Pembinaan Pelayanan Medik Spesialistik
Jumlah Kab/Kota yang dilayani oleh RS bergerak di daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan (DTPK)
- 24 24 24 24 58
*Target tahunan (tercapai) *Target kumulatif (tercapai) *Target kumulatif (tercapai) *Target tahunan (tercapai) *Target kumulatif (tercapai) *Target kumulatif (tercapai)
(15)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
11
Program/ Kegiatan
Indikator Output
Capaian Target
Akhir 2014 (RPJMN)
Ket
2010 2011 2012 2013 2014
Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan Jumlah tenaga kesehatan yang didayagunakan dan diberi insentif di DTPK dan di DBK
- 1.391 4.248 5.320 5.320 7.020
Penyediaan dan Peningkatan Kesejahteraan Pendidik dan Tendik Jumlah guru penerima tunjangan khusus
41,531 46.896 53.954 50.100 50.100 30,000
Peningkatan Akses, Mutu, Kesejahteraan, dan Subsidi RA/BA dan Madrasah Tunjangan Khusus Guru non PNS (Orang)
3.500 3.241 3.790 3.500 3.500 3.500
Pendayagunaan pulau-pulau kecil Jumlah pulau kecil yang terfasilitasinya penyediaan infrastruktur memadai secara terintegrasi, termasuk pulau-pulau kecil terluar 19 pulau 30 pulau 102 pulau 60 pulau 60 pulau 205 pulau
Substansi Inti IV: Daerah Tertinggal
Pengentasan Daerah Tertinggal sedikitnya 50 Kabupaten paling lambat Tahun 2014
Pengembangan kebijakan pengelolaan komoditas unggulan Jumlah daerah tertinggal yang mendapat bantuan stimulan dalam pengembangan produk unggulan
- - 64 73 73 105
Pengembangan kebijakan, koordinasi, pengembangan kawasan perdesaan di daerah tertinggal Jumlah Kabupaten Tertinggal yang mendapatkan bantuan stimulan dalam rangka percepatan pembangunan kawasan perdesaan terpadu
- 12 40 43 46 50
*Target kumulatif (tercapai) *Target kumulatif (tercapai) *Target kumulatif (tercapai) *Target kumulatif (tercapai) *Target kumulatif (tercapai) *Target kumulatif (tercapai)
(16)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
12
Program/ Kegiatan
Indikator Output
Capaian Target
Akhir 2014 (RPJMN)
Ket
2010 2011 2012 2013 2014
Pengembangan kebijakan, koordinasi dan fasilitasi pembangunan infrastruktur transportasi Jumlah kabupaten yang mendapatkan bantuan stimulant pembangunan infrastruktur transportasi di daerah tertinggal
28 53 64 64 64 35
Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT) Tersedianya permukiman dan infrastruktur (Unit)
2.303 2.431 2.671 2.671 2.671 4.250
Pemberian jaminan hidup (KK)
4.272 2.353 5.367 5.367 5.367 5.671
Pengelolaan dan Penyelenggaraa n Kegiatan di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Laut Pembangunan kapal perintis dan penumpang (unit)
- 4 4 22 22 34
Jumlah trayek subsidi angkutan laut perintis
60 61 67 79 76 76
Pembangunan dan pengelolaan prasarana dan fasilitas lalulintas angkutan jalan Bus perintis (unit)
37 50 83 83 83 170
Lintas bus perintis (lintas)
143 147 180 190 190 190
Pembangunan Sarana dan Prasaarana transportasi SDP dan pengelolaan prasarana lalulintas SDP Jumlah lintas keperintisan angkutan sungai danau dan penyebrangan yang terlayani yang mendapatkan subsidi operasional keperintisan
99 99 135 110 120 120
*Target tahunan (tercapai) *Target tahunan (tercapai) *Target tahunan (tercapai) *Target kumulatif (tercapai) *Target tahunan (tercapai) *Target tahunan (tercapai) *Target tahunan (tercapai) *Target tahunan (tercapai)
(17)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
13
Program/ Kegiatan
Indikator Output
Capaian Target
Akhir 2014 (RPJMN)
Ket
2010 2011 2012 2013 2014
(lintas) Pelayanan
Angkutan Udara Perintis
Jumlah rute perintis yang terlayani
112 rute 130 rute 130 rute 168 rute
168 rute
115 rute
*) Sumber: Midterm Review Bappenas (2013) dan Masukan Direktorat Sektor Bappenas (2014)
Permasalahan dan Kendala
Dalam pelaksanaan Substansi Inti (1): Pelaksanaan Kebijakan Khusus dalam Bidang Infrastruktur dan Pendukung Kesejahteraan lainnya yang dapat Mendorong Pertumbuhan Ekonomi di daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca Konflik (4) Pengentasan Daerah Tertinggal sedikitnya 50 Kabupaten paling lambat Tahun 2014, terdapat beberapa hal mendasar yang menjadi permasalahan dan kendala pelaksanaannya dalam periode 2010-2014.
Secara umum capaian sasaran Daerah Tertinggal masih belum sesuai dengan target yang ditetapkan. Hal ini dapat dilihat dari indikator utama prioritas ini, yaitu rata-rata pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal, tingkat kemiskinan di daerah tertinggal dan indeks pembangunan manusia (IPM), yang belum mencapai target 2014. Namun demikian, target pengentasan daerah tertinggal yang sedikitnya mencapai 50 Kabupaten pada 2014 telah terpenuhi. Belum dapat dicapainya indikator utama prioritas (Angka Kemisikinan dan Indeks Pembangunan Manusia), (sementara Pertumbuhan Ekonomi Tercapai) dikarenakan beberapa kendala pembangunan daerah tertinggal, diantaranya:
1. Masih minimnya ketersediaan sarana prasarana dasar kewilayahan dan akses terhadap pelayanan dasar khususnya pendidikan dan kesehatan (target IPM secara agregat belum tercapai);
2. Belum optimalnya pengelolaan potensi sumberdaya lokal, sehingga belum dapat mengangkat kemiskinan penduduk secara signifikan (target menurunnya angka kemiskinan
*Target tahunan (tercapai)
(18)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
14 secara agregat belum tercapai);
3. Belum optimalnya tindakan afirmatif kepada daerah tertinggal dan terluar/terdepan (target-target sektor, angka kemiskinan dan IPM belum tercapai);
4. Masih lemahnya koordinasi antar pelaku pembangunan (masih banyak program/kegiatan tidak bermanfaat, tidak sesuai spesifikasinya, maupun misalnya tidak memiliki sumber energi/listrik karena tidak ada (minim) integrasi antar K/L, ataupun masalah lintas sektor lain) ; dan
5. Belum optimalnya perumusan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan dan program khusus dan alokasi pendanaan yang belum sesuai dengan kebutuhan spesifik daerah tertinggal. Berdasarkan hasil Focus Group Discussion yang dilakukan Bappenas (2014), yang dihadiri para pakar dan stakeholders
terkait seperti Kementerian PDT, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Kemen Perekonomian, Kemen ESDM, Kemen PU, Kemenhub, terdapat permasalahan dalam konteks mewujudkan keutuhan wilayah, seperti dikemukakan oleh salah peserta satu FGD yaitu:
Sejauh ini proses pembangunan Daerah Tertinggal, khususnya di Papua masih lebih banyak yang bersifat fisik padahal yang menjadi penting adalah bagaimana membangun manusianya, yaitu di bidang kesehatan dan pendidikan agar lebih intens mengadakan program pembangunan disana .
Dalam konteks evaluasi kelembagaan Pembangunan Daerah Tertinggal, berikut ringkasan penilaian evaluasi kinerja Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT), sebagaimana tabel 3.3 sebagai berikut.
(19)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
15 Tabel 3.3
Ringkasan Penilaian Kinerja Kelembagaan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal
No Evaluasi
Kelemb agaan
Indikator Kesimpulan
Hasil Evaluasi Penilaian Kinerja 2012 Penilaian Kinerja 2013 1 KPDT Capaian
Target
Belum sesuai dengan target yang ditetapkan. Rata-rata pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal, tingkat kemiskinan di daerah tertinggal dan indeks pembangunan manusia (IPM), yang belum mencapai target 2014. Target pengentasan daerah tertinggal yang sedikitnya mencapai 50 Kabupaten pada 2014 telah terpenuhi
Dari sisi pengentas an daerah tertinggal :
Tercapai Dari sisi
pencapaia n target indikator utama prioritas : Tidak Efektif Tercapai
Kualitas Kualitas
Perencanaan dan Pelaksanaan Kegiatanoleh mitra. Belum Baik Belum Baik
Sinkronisasi Sinkronisasi RKP-Renja, &Sinkronisasi RKP-RKAKL Kurang Sinkron Kurang Sinkron
Kesesuaian Banyak yang tidak sesuai karena satu sama lain kurang terkoordinasi dengan baik Kurang Sesuai Tidak Sesuai
(20)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
16 substansi dari
RKP 2014, Renja 2014 dan RKA KL dari Kementerian Pembangunan Daerah tertinggal (KPDT) yang masih belum bisa menjawab sasaran dari RKP
Efektif Efektif
Sinergitas Perlu adanya peningkatan sinergi antara kegiatan Bedah Desa sebagai
lokus dengan Prukab dan kegiatan stimulan lainnya sebagai
fokus .
Kurang Sinergi
Kurang Sinergi
Konsistensi Melakukan fungsi koordinasi/bukan implementing
Tidak Konsisten
Tidak Konsisten
Kesimpulan Kinerja KPDT Belum/Kurang Berhasil
Sumber: Hasil olah data dan analisis Tim Evaluasi, 2014
(Data Laporan Evaluasi Kualitas Perencanaan Bappenas, 2012, 2013)
Berdasarkan data dalam tabel ringkasan penilaian kinerja KPDT diatas, dapat diketahui bahwa kinerja KPDT menunjukkan kinerja yang belum/kurang berhasil, dimana diindikasikan dari penilaian kualitas perencanaan pada tahun 2012 dan tahun 2013 yang kurang baik, dari sisi efektivitas menunjukkan kinerja
Kurang Efektif, dari sisi sinergitas menunjukkan kinerja yang
Kurang Sinergi, dan dari sisi konsistensi menunjukkan kinerja yang kurang konsisten. Jadi meskipun dari sisi pencapaian target, KPDT mampu melewati target untuk mengangkat ketertinggalan daerah tertinggal menjadi daerah yang tidak tertinggal, tetapi beberapa indikator makro seperti IPM, Pertumbuhan ekonomi dan Tingkat Kemiskinan target tidak tercapai.
Kinerja KPDT belum/kurang berhasil menjalankan peran dan fungsinya untuk mengkoordinasikan dan mensinergikan program dan kegiatan K/L di daerah tertinggal, diindikasikan dengan:
(21)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
17 (STRANAS PDT) dan Strategi daerah PDT (STRADA PDT) yang memungkinkan K/L untuk mengarahkan program dan kegiatan di daerah tertinggal.
2) KPDT sebagai Kementerian Negara yang seharusnya lebih menekankan kepada fungsi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, dalam prakteknya lebih cenderung mengarah menjalankan fungsi implementor kebijakan, atau menjadi kompetitor K/L sektoral yang semestinya menjalankan fungsi tersebut.
Dengan tidak adanya Sinkronisasi RKP-Renja, Sinkronisasi RKP-RKAKL, KPDT belum mampu menjalankan fungsi perencanaan yang semestinya menjadi bagian dari tugas dan fungsinya. Efek lanjut dari kondisi tersebut, KPDT dalam menjalankan fungsi perencanaan dan sebagai subsistem/bagian dari sistem pemerintahaan yang memiliki tanggung jawab dalam mengimplementasikan sistim perencanaan pembangunan nasional, membawa implikasi tidak berfungsinya sistim perencanaan pembangunan nasional seperti yang semestinya.
3.2Bidang Pembangunan Kawasan Perbatasan
Arah kebijakan pengembangan kawasan perbatasan adalah mempercepat pengembangan kawasan perbatasan sebagai beranda depan negara sekaligus pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga secara terintegrasi dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat dan menjamin pertahanan keamanan nasional dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup.
Pada periode RPJMN 2010-2014, pembangunan kawasan perbatasan masuk kedalam prioritas nasional, Prioritas 10: Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-Konflik. Pembangunan kawasan perbatasan tidak terlepas/saling terkait dengan pembangunan bidang daerah tertinggal (Sub Bab 3.1 Bidang Pembangunan Daerah Tertinggal).
Program aksi untuk daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pascakonflik ditujukan untuk pengutamaan dan penjaminan pertumbuhan di daerah tertinggal, terdepan, terluar serta keberlangsungan kehidupan damai di wilayah pascakonflik dengan substansi inti sebagai berikut: (1) Kebijakan: Pelaksanaan kebijakan khusus dalam bidang infrastruktur dan pendukung kesejahteraan lainnya yang dapat
(22)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
18 mendorong pertumbuhan di daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pascakonflik selambat-lambatnya dimulai pada 2011; (2) Kerjasama internasional: Pembentukan kerja sama dengan negara-negara tetangga dalam rangka pengamanan wilayah dan sumber daya kelautan; (3) Keutuhan wilayah: Penyelesaian pemetaan wilayah perbatasan RI dengan Malaysia, Papua Nugini, Timor Leste, dan Filipina pada 2010; (4) Daerah tertinggal: Pengentasan daerah tertinggal di sedikitnya 50 kabupaten paling lambat 2014.
Pembangunan kawasan perbatasan ini sesuai dengan substansi inti dari Prioritas Nasional 10: Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan pasca Konflik, yaitu:
Substansi Inti 2 Kerjasama Internasional
Pembentukan kerjasama dengan negara-negara tetangga dalam rangka pengamanan wilayah dan sumber daya kelautan
Dalam konteks kerjasama internasional terdapat 4 (empat) sasaran: (1) Meningkatnya wilayah pengelolaan perikanan bebas IUU Fishing; (2) Terpenuhinya sarana dan prasarana pengawasan dengan rancang bangun dan sistem pemantauan yang terintegrasi dan tepat sasaran; (3) Meningkatnya sarana dan prasarana pertahanan di wilayah perbatasan; (4) Terselenggaranya operasi wilayah pertahanan.
Substansi Inti 3 Keutuhan Wilayah
Penyelesaian pemetaan wilayah perbatasan RI dengan Malaysia, Papua Nugini, Timor Leste, dan Filipina pada 2010-2014
Dalam konteks keutuhan wilayah terdapat 3 (tiga) sasaran: (1) Terselenggaranya perundingan perbatasan RI-Malaysia, Singapura, Timor Leste, Filipina, Vietnam, dan Palau; (2) Tersusunnya kebijakan pemetaan batas wilayah dan meningkatnya cakupan peta batas wilayah; (3) Inventarisasi Wilayah Pesisir, Pulau-Pulau Kecil, Perbatasan dan Wilayah Tertentu (WP3WT).
Capaian pembangunan dalam konteks mewujudkan keutuhan wilayah NKRI, dalam periode RPJMN 2010-2014
(23)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
19 pemerintah telah memperkuat diplomasi perbatasan melalui perundingan terkait dengan pembuatan perjanjian bilateral dan trilateral antara RI-Malaysia, Filipina, Singapura, Timor Leste, Vietnam, dan Palau selama telah mengalami kemajuan yang sangat signifikan. Pemerintah secara berkesinambungan melaksanakan kebijakan Border Diplomacy.
Permasalahan dan Kendala
Dalam pelaksanaan Substansi Inti (2) Kerjasama Internasional dan pelaksanaan substansi Inti (3) Keutuhan Wilayah, terdapat beberapa hal mendasar yang menjadi permasalahan dan Kendala pelaksanaannya dalam periode 2010-2014.
Berdasarkan hasil Focus Group Discussion yang dilakukan
Bappenas (2014), yang dihadiri para pakar dan stakeholder terkait
seperti Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertahanan, Polri, Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), terdapat permasalahan dalam konteks mewujudkan keutuhan wilayah, seperti dikemukakan oleh beberapa peserta FGD yaitu:
selain minimnya sarana prasarana, minimnya sumber daya manusia yang mau bertugas ke perbatasan juga merupakan isu
tersendiri yang perlu diangkat .
Lebih jauh, diperkuat pula pernyataan bahwa Insentif yang besar untuk petugas perbatasan, tidak signifikan mendorong aparat mau
ditempatkan di daerah perbatasan .
Hal lain yang diangkat dalam FGD tersebut yaitu, masih ada
tumpang tindih antar sektor (ego sektor) dalam pengelolaan lintas
batas negara maupun ketidakjelasan SOP keamanan perbatasan
Berdasarkan data Tempo.co dalam Bappenas (2014), praktik
pencurian ikan (illegal fishing) dari tahun ke tahun bertambah
banyak. Pada 2013 lebih dari 3.000 kapal asing mencuri ikan. Pencurian ikan rata-rata oleh 100 kapal asing setiap tahunnya, karena faktor tidak sebandingnya kapal pengawas dengan luas lautan Indonesia yang perlu diawasi (2/3 luas daratan).
(24)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
20 Gambar 3.1 Ilegal Fishing di Indonesia tahun 2001-2013
Sumber: TEMPO.CO (8 Jan 2014), dalam Bappenas (2014) 100 Kapal Asing Curi Ikan di Indonesia Tiap Tahun.
Perubahan kebijakan oleh Menteri KKP yang menyebabkan melonjaknya pencurian ikan
Ditinjau dari jumlah lembaga yang menangani pengelolaan wilayah perbatasan laut, setidaknya ada 13 Kementerian/Lembaga (KL) penegak hukum di laut dengan kewenangannya yang berbeda-beda. Dari 13 K/L tersebut yang memiliki satuan tugas patroli di laut hanya TNI AL, Polri (Dit. Polo Air), Kementerian Perhubungan (Ditjen Hubla), Kementerian KKP (Ditjen PSDKP), Kementerian Keuangan (Ditjen Bea Cukai) dan Bakorkamla. Jumlah kapal yang beroperasi mencapai 923 Kapal. Namun, pelaksanaan pengamanan laut kita masih belum terkoordinasi dengan baik. Adanya Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) dinilai belum optimal, karena setiap sektor bekerja sendiri tanpa melakukan koordinasi dengan sektor lain (ego sektoral). Dalam beberapa kasus dan informasi, banyaknya armada kapal yang tersedia, namun tidak dapat beroperasional karena kendala bahan bakar, maupun mengalami kerusakan.
Dari Focus Group Discussion yang dilakukan Bappenas (2014) serta
hasil analisis (2014), beberapa hal yang dapat dirumuskan sebagai evaluasi pelaksanaan RPJMN 2010-2014 khususnya untuk substansi inti kerjasama internasional dan substansi keutuhan wilayah, yaitu: (1) minimnya personil/aparatur, serta sarana dan prasarana pertahanan dan keamanan di wilayah perbatasan; (2) masih lemahnya koordinasi antar pelaku pembangunan dalam membangun kawasan perbatasan, termasuk dalam menjaga keutuhan wilayah; (3) Belum efektifnya tim perunding dalam berdiplomasi dari berbagai tingkat teknis, strategi, dan kebijakan.
(25)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
21 Tabel 3.4
Capaian Program/Kegiatan Pembangunan Kawasan Perbatasan RPJMN 2010-2014
Program/
Kegiatan Indikator Output
Capaian Target
Akhir 2014 (RPJMN)
Ket 2010 2011 2012 2013 2014
Substansi Inti II: Kebijakan
Pembentukan kerjasama dengan negara-negara tetangga dalam rangka pengamanan wilayah dan sumber daya kelautan Pengembangan Peningkatan operasional dan pemeliharaan kapal pengawas Jumlah wilayah pengelolaan perikanan bagian barat (WPP)
3 3 5 5 5 5
Jumlah wilayah pengelolaan perikanan bagian timur (WPP)
6 6 6 6 6 6
Pengembangan sarana dan prasarana pengawasan dan pemantauan kapal perikanan Jumlah pemenuhan sarana pengawasan yang memadai secara terintegrasi, akuntabel
- 21
Substansi Inti III: Keutuhan Wilayah
Penyelesaian pemetaan wilayah perbatasan RI dengan Malaysia, Papua Nugini, Timor Leste, dan Filipina pada 2010-2014 Pelaksanaan perundingan perbatasan RIMalaysia, Singapura, Timor Leste, Filipina, Vietnam, dan Palau Jumlah pelaksanaan perundingan perbatasan maritim dan darat
12 58 51 10 32 12
Pemetaan Batas Wilayah Negara
Jumlah NLP peta batas wilayah negara (Joint Mapping) koridor perbatasan darat RI-PNG, RIMalaysia skala 1:50.000
- 37 12 45 72 50
Jumlah NLP pemetaan kecamatan kawasan perbatasan darat RI-PNG, RIMalaysia
- 89 - - 15
*Target tahunan (tercapai) *Target tahunan (tercapai) *Target tahunan (tercapai) *Target kumulatif (tercapai) *Target kumulatif (tercapai) *Target tahunan (tercapai)
(26)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
22
dan RIRDTL skala
1:50.000 serta skala 1:25.000 Jumlah pemetaan pulau-pulau terluar
- - 74 10 114
Pengelolaan pertanahan provinsi dan Pengelolaan Wilayah Pesisir, Pulau-Pulau Kecil, Perbatasan dan Wilayah Tertentu (WP3WT)
Inventarisasi Wilayah Pesisir, Pulau-Pulau Kecil, Perbatasan dan Wilayah Tertentu (WP3WT) (SP)
200 394 578 154 885
*) Sumber: Midterm Review Bappenas (2013) dan Masukan Direktorat Sektor Bappenas (2014)
Dalam konteks penyelesaian batas maritim Indonesia dengan negara tetangga, belum ada satupun batas Indonesia yang jelas dan
disepakati bersama (clear) sepenuhnya dengan negara lain. Hanya
dengan Australia yang sudah selesai namun belum diratifikasi (lihat tabel 3.5).
Berdasarkan capaian pada periode RPJMN 2010-2014, telah banyak jumlah perundingan yang dilaksanakan (rata-rata minimal 10-60 perundingan dalam setahun) dan telah sesuai target RPJMN 2010-2014 (lihat tabel 3.4). Namun, hasil perundingan tersebut belum
dapat menyelesaikan overlapping claim areas dengan negara
tetangga. Akan tetapi, walau belum tentu memberikan dampak positif, kemajuan dari perundingan batas wilayah negara pada RPJMN 2010-2014, sudah mengalami banyak kemajuan yang signifikan sebagaimana tabel dibawah ini.
*Target kumulatif (tercapai)
*Target kumulatif (tercapai)
(27)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
23 Tabel 3.5
Capaian Kemajuan Perundingan Batas Wilayah Negara Dalam RPJMN 2010-2014
No Negara
Status Penyelesaian Batas Wilayah Maritim Indonesia
Batas Wilayah Kedaulatan
Batas Wilayah Yurisdiksi Batas Laut
Teritorial
Batas Zona Ekonomi
Ekslusif (ZEE)
Batas Landas Kontinen 1 Indonesia-India di
Laut Andaman
- Belum Selesai
2 Indonesia-Thailand di Selat Malaka
- Belum Selesai
3 Indonesia- Malaysia a. Selat Malaka:
- Selat Malaka - Belum Selesai
- Selat Malaka Sebelah Selatan
Belum Belum Selesai b. Selat Singapura
bagian timur
Belum Belum Belum
c. Laut Cina Selatan:
- Bagian timur semenanjung Malaysia
- Belum Selesai
- Bagian Utara Pantai Serawak
Belum Belum Selesai d. Laut Sulawesi Belum Belum Belum 4
Indonesia-Singapura di Selat Singapura
a.Bagian Tengah Selesai - -
b.Bagian Barat Selesai - -
c.Bagian Timur (1) Belum (Baru kesepakatan level teknis)
- -
(28)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
24 No Negara
Status Penyelesaian Batas Wilayah Maritim Indonesia
Batas Wilayah Kedaulatan
Batas Wilayah Yurisdiksi Batas Laut Teritorial Batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Batas Landas Kontinen 5
Indonesia-Vietnam di Laut Cina Selatan
- Belum Selesai
6 Indonesia-Filipina di Laut Sulawesi
- Selesai
(Dalam Proses Ratifikasi)
Belum
7 Indonesia-Palau di Samudera Pasifik
- Belum Belum
8 Indonesia-PNG di
a.Samudera Pasifik
Selesai Belum Selesai b. Laut Arafura Selesai Belum Selesai 9 Indonesia – Timor
Leste di:
a.Selat ombai dan Selat Leti
Belum Belum Belum
b.Laut Timor Belum Belum Belum
10 Indonesia-Australia: Sebagian
Samudera Pasifik, Laut Timor, dan Laut Arafura
- Selesai, namun belum diratifikasi Selesai, namun belum diratifikasi
Sumber: BNPP 2014, Asdep Batas Wilayah Laut dan Udara
Berdasarkan tabel di atas pula menunjukan bahwa jumlah perundingan yang dilaksanakan tidak selalu sejalan dengan jumlah segmen batas yang terselesaikan (penyelesaian/penegasan overlapping claim areas). Hal ini dikarenakan beberapa faktor, antara lain keengganan negara tetangga yang memiliki overlapping claim areas untuk melakukan perundingan (karena dianggap tidak menguntungkan) maupun karena faktor tidak ada target yang
(29)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
25 kuat untuk memaksa tim perunding untuk menyelesaikan segmen batas wilayah negara (saat ini target perundingan adalah jumlah pelaksanaan diplomasi). Kedepan, perlu target-target yang bersifat outcomes seperti terselesaikan segmen batas wilayah (jumlah segmen yang terselesaikan). Tentunya target ini perlu dorongan politik yang kuat untuk penetapan targetnya dan impelentasinya di lapangan.
Dalam konteks evaluasi kelembagaan Pembangunan Kawasan Perbatasan, berikut ringkasan penilaian evaluasi kinerja Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).
Tabel 3.6
Ringkasan Penilaian Kinerja Pembangunan Kawasan Perbatasan No Evaluasi
Kelemba gaan
Indikator Kesimpulan
Hasil Evaluasi Penilaian Kinerja 2012 Penilaian Kinerja 2013
1 BNPP Pencapaian
Target Mempercepat pengembangan kawasan perbatasan sebagai beranda depan negara sekaligus pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga secara terintegrasi Tidak Tercapai Tidak Tercapai
Kualitas Sinkronisasi RKP-Renja, Sinkronisasi RKP-RKAKL dan Efektivitas perencanaan dan pelaksanaan kegiatan Belum Baik Belum Baik
Kesesuaian Kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan dari BNPP belum baik
Kurang Sesuai
Cukup Sesuai
Kesesuaian Banyak yang tidak sesuai karena satu sama lain kurang terkoordinasi dengan baik Kurang Sesuai Tidak Sesuai
(30)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
26 No Evaluasi
Kelemba gaan
Indikator Kesimpulan
Hasil Evaluasi Penilaian Kinerja 2012 Penilaian Kinerja 2013 Konsistensi Kegiatan tidak
terdapat didalam Renja BNPP dan RKP 2013. Dalam penyusunan Renja BNPP dengan RKP 2014 sudah sesuai namun penjabaran Renja ke dalam RKAKL masih ditemukan ketidakkonsisten an. Tidak Konsisten Tidak Konsisten
Koordinasi Koordinasi BNPP dengan mitra K/L dalam upaya sinkronisasi kegiatan pembangunan yang bersifat
filling the gap belum optimal.
Belum Optimal
Belum Optimal
Efektivitas Pelaksanaan pengamanan laut masih belum terkoordinasi dengan baik. Belum efektifnya tim perunding dalam berdiplomasi dari berbagai tingkat teknis, strategi, dan kebijakan. Tidak sebandingnya kapal pengawas dengan luas lautan Indonesia yang perlu diawasi (2/3 luas daratan). Tidak Efektif Tidak Efektif
(31)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
27 No Evaluasi
Kelemba gaan
Indikator Kesimpulan
Hasil Evaluasi
Penilaian Kinerja
2012
Penilaian Kinerja
2013
Masih ada tumpang tindih antar sektor
(ego sektor)
dalam pengelolaan lintas batas negara maupun ketidakjelasan SOP keamanan perbatasan
Kesimpulan Kinerja BNPP Belum/Kurang Berhasil
Sumber: Hasil olah data dan analisis Tim Evaluasi, 2014
(Data Laporan Evaluasi Kualitas Perencanaan Bappenas, 2012, 2013)
Secara umum, kinerja pembangunan perbatasan yang dikoordinasikan oleh Badan Nasional Pembangunan Perbatasan (BNPP) menunjukkan kinerja yang Tidak Berhasil. Ketidakberhasilan pembangunan perbatasan di indikasikan dengan gagalnya BNPP untuk menjadikan kawasan perbatasan sebagai beranda depan negara Republik Indonesia, kualitas perencanaan yang belum baik, dan efektivitas perencanaan yang tidak efektif
dalam menjawab sasaran RPJMN, kegagalan BNPP dalam melakukan fungsi koordinasi perencanaan K/L dan SKPD, serta terjebak menjalankan fungsi implementing yang semestinya tidak dijalankan.
Ketidakberhasilan BNPP dalam melaksanakan fungsi koordinasi pembangunan perbatasan yang dilakukan oleh K/L cenderung banyak disebabkan oleh:
1. Ketiadaan instrumen koordinasi perencanaan pembangunan perbatasan yang dilakukan oleh K/L. Rakortas yang dilakukan oleh BNPP tidak efektif karena baru bisa ditangani setelah 2 (dua) dilaksanakannya Rakortas (H-2) dan hasilnya tidak dapat dipenuhi seluruhnya. Pada umumnya mekanisme perencanaan, mampu dilakukan/direspon K/L setelah 1 (satu) tahun dilaksanakan rapat koordinasi pembangunan khusus. Fungsi BNPP dan
(32)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
28 BPPD saat ini, cenderung sebagai lembaga pengumpul/collecting program dan kegiatan pembangunan perbatasan yang dilakukan oleh K/L dan SKPD.
2. Efek lanjutan dari ketidakfokusan dalam pelaksanaan pembangunan perbatasan yang dilakukan oleh K/L dan SKPD dalam mengatasi masalah utama yang dialami kawasan perbatasan, terjadi baik pada aspek fokus pembangunan maupun lokasi pembangunan. Lokasi pembangunan perbatasan lebih banyak yang dilakukan pada level kabupaten perbatasan dibandingkan dengan kecamatan terdepan/terluar (Lokpri) yang seharusnya menjadi lokus sasaran utama pembangunan perbatasan. Fokus pembangunan perbatasan juga mengalami kekurangtepatan, seperti misalnya pembangunan Base Transceiver Station (BTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) komunal yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
3. BNPP cenderung terjebak menjadi implementor dan BPPD terjebak menjadi layaknya SKPD pelaksana DAK Perbatasan, menyebabkan kurang berjalannya fungsi koordinasi perencanaan pembangunan perbatasan yang seharusnya dilakukan oleh BNPP/BPPD dalam mengarahkan perencanaan pembangunan yang dilakukan oleh K/L dan SKPD.
4. Kondisi ini mengakibatkan desain kelembagaan BNPP dan BPPD yang diharapkan sebagai koordinator pembangunan perbatasan tidak berjalan optimal.
Ketidakberhasilan BNPP dan BPPD dalam melakukan fungsi koordinasi mengakibatkan terjadinya ketidakefektifan program K/L dalam membantu memecahkan masalah pembangunan perbatasan dan kegagalan BNPP dalam menjadikan Kawasan Perbatasan sebagai beranda depan Negara Republik Indonesia.
(33)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
29 Buruknya kualitas perencanaan BNPP diantaranya diindikasikan dari adanya kegiatan yang tidak terdapat didalam Renja BNPP dan RKP 2013. Meskipun Renja BNPP dengan RKP 2014 sudah sesuai, namun penjabaran Renja ke dalam RKAKL masih ditemukan ketidakkonsistenan, membuktikan kapasitas perencanaan di BNPP sangat mendesak untuk ditingkatkan.
Kualitas perencanaan BNPP kurang baik, sebagai subsistem pemerintahan nasional dan sebagai bagian/subsistem pemerintahan yang memiliki tanggungjawab untuk memecahkan masalah nasional yaitu masalah pembangunan perbatasan, membawa implikasi terhadap kinerja pembangunan perbatasan nasional yang tidak memuaskan.
Dalam konteks perencanaan pembangunan nasional, kurang baiknya kualitas perencanaan BNPP yang merupakan salah satu subsistem/bagian yang tidak terlepas dari sistem perencanaan pembangunan nasional memberikan kontribusi bagi kurang efektifnya perencanaan pembangunan nasional yang dilakukan oleh pemerintah selama periode terakhir ini.
(34)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
30
3.3Bidang Pembangunan Kawasan Strategis
Dalam rangka implementasi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Pemerintah melalui RPJMN Tahun 2010-2014 dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP), menargetkan penetapan 5 (lima) lokasi KEK dan penyelesaian 95% Peraturan Pelaksana Undang-Undang KEK ditargetkan selesai 95% pada tahun 2014.
Sebagai catatan awal capaian penetapan sejumlah 6 (enam) KEK baru dilaksanakan pada tahun 2014 dan kelembagaan KEK baru tersebut belum ditetapkan sampai sekarang. Dengan demikian 6 (enam) KEK baru tersebut belum berfungsi dan tidak dievaluasi pada kajian ini.
Pada kajian ini, terdapat 2 (dua) KEK yang akan dievaluasi, yaitu KEK Sei Mangkei dan KEK Tanjung Lesung yang telah ditetapkan tahun 2012 dan telah ditetapkan lembaga pengelolanya. Saat ini, KEK yang ada sampai pada tahapan persiapan, maka analisis yang dilakukan sebatas pada tahap persiapan (On-going Evaluation).
Berdasarkan penilaian kinerja pembangunan KEK yang dilakukan, dapat diketahui kinerja pembangunan KEK seperti pada (tabel 3.7) dibawah ini.
(35)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
31 Tabel 3.7
Ringkasan Penilaian Kinerja Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) N o Evaluasi Kelemb agaan
Indikator Kesimpulan Hasil Evaluasi
Tahun 2012
Tahun 2013
1 KEK Tanjung Lesung Pencapaian Target Target jangka pendek (Operasionalisa si)
Tercapai Tercapai
Kualitas Sinkronisasi RKP-Renja, Sinkronisasi RKP-RKAKL dan Efektivitas perencanaan dan pelaksanaan kegiatan Kurang Baik Kurang Baik
Sinkronisasi Sinkronisasi RKP– Renja & Sinkronisasi RKP -RKAKL
Kurang Sinkron
Kurang Sinkron
Kesesuaian Kesesuaian antara Renja-RKA KL, dan pelaksanaan sudah bisa menjawab sasaran output dari RKP Kurang Sesuai Kurang Sesuai
Efektivitas Efektivitas pelaksanaan Program KEK Belum Efektif Belum Efektif Kesimpulan KEK Tanjung
Lesung Berpotensi Gagal
2 KEK Sei Mangkei Pencapaian Target Target jangka pendek (Operasionalisa si)
Tercapai Tercapai
Kualitas Sinkronisasi RKP-Renja, dan RKP-RKAKLserta Efektivitas perencanaan dan pelaksanaan kegiatan Kurang Baik Kurang Baik
Sinkronisasi Sinkronisasi RKP– Renja & RKP - RKAKL
Sinkron
Kesesuaian Kesesuaian antara Renja-RKA KL, dan pelaksanaan
(36)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
32 sudah bisa
menjawab sasaran output dari RKP
Kesimpulan KEK Sei
Mangkei Indikasi Berhasil Sumber: Hasil olah data dan analisis Tim Evaluasi, 2014 (Data Laporan Evaluasi Kualitas Perencanaan Bappenas, 2012, 2013)
Dalam kaitan dengan evaluasi perencanaan pembangunani kawasan khusus dan daerah tertinggal, secara umum target RPJMN dan RKP sampai dengan 2014 telah tercapai/terlampaui, diantaranya:
Penetapan KEK, telah ditetapkan 8 (delapan) KEK dari target 5 KEK, meliputi KEK Sei Mangkei, Tanjung Lesung, Palu, Bitung, Morotai, Mandalika, Tanjung Api-Api, dan Maloy Batuta Trans Kalimantan (MBTK).
Penyelesaian Peraturan Pelaksana Undang-Undang KEK, telah diselesaikan serangkaian peraturan meliputi pembentukan, kelembagaan, pelimpahan kewenangan dan peraturan terkait lainnya.
Sebagai sebuah program yang lebih menekankan aktivitas kegiatan pada peran swasta, sementara pemerintah hanya sebatas regulasi dan penyediaan infrastruktur wilayah, maka beberapa catatan perlu disampaikan terhadap implementasi program KEK ini, diantaranya:
KEK Sei Mangkei dan KEK Tanjung Langsung sampai saat ini baru tahap persiapan dan belum
(37)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
33 sepenuhnya efektif beroperasional. Hal ini, masih dalam pentargetan RPJMN dan RKP 2010 -2014.
Oleh karena sampai pada tahap persiapan, evaluasi ini bersifat on going evaluation, maka penilaian kinerja yang dilakukan diarahkan untuk mengetahui indikasi kinerja /potensi keberhasilan/kegagalan dari kedua KEK tersebut.
KEK Sei Mangkei memiliki kinerja yang mengindikasikan potensi keberhasilan, karena telah masuk investor global PT. Unilever Oleochemical Indonesia (PT. UOI) dengan nilai investasi sebesar Rp1,45 Triliun. Namun, hal ini akan sangat rentan untuk mengalami kegagalan jikalau hanya mengandalkan 1 (satu) investor global.
Kebutuhan dukungan infrastruktur wilayah membutuhkan investasi pembangunan pemerintah yang sangat besar, seperti penanganan jalan, jalur kereta api, penyediaan listrik dan gas, serta pelabuhan.
KEK Tanjung Lesung memiliki kinerja yang memiliki kinerja indikasi potensi kegagalan, walaupun di kawasan tersebut telah beroperasi beberapa pelaku usaha antara lain: Kalicaa Villa, The Bay Villas, Beach Club, Sailing Club, Legon Dadap, Blue Fish Hotel dan telah melakukan MoU dengan Pelindo II dalam pengembangan marina dan pelabuhan wisata. Namun, dalam periode
(38)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
34 kedepan kebijakan MP3EI (akan tidakdilanjutkan), serta kebijakan RPJMN 2015-2019 mendorong pusat-pusat pertumbuhan di luar Jawa (sementara Tanjung Lesung merupakan wilayah Jawa).
Tantangan besar untuk mewujudkan menjadi sebuah potensi keberhasilan, pengembangan kawasan ini membutuhkan dukungan infrastruktur wilayah, diantaranya:
Jalan Tol Serang Panimbang sepanjang 83 km.
Peningkatan dan pelebaran ruas Jalan Nasional Serang-Pandeglang-Saketi-Simpang Labuan-Cibaliung sepanjang 116,41 km.
Pembangunan Bandar Udara Panimbang, Banten Selatan, Banten.
Beberapa regulasi yang masih perlu dilakukan pemerintah agar KEK yang sudah ditetapkan bisa segera operasional, diantaranya.
Percepatan penyelesaian Rancangan Peraturan Pemerintah tentang fasilitas Perpajakan, Kepabeanan dan Cukai di KEK.
Percepatan penyelesaian regulasi tentang Fasilitas Keimigrasian, Pertanahan, dan ketenagakerjaan di KEK, diantaranya:
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Lembaga Kerjasama Tripartit melalui perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2005 tentang Tata Kerja dan Susunan
(39)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
35 Organisasi Lembaga Kerja Sama Tripartit
Rancangan Keputusan Presiden tentang Dewan Pengupahan di KEK melalui perubahan Keputusan Presiden No. 107 Tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan Nasional.
Rancangan Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Forum Serikat Pekerja/Serikat Buruh di Perusahaan pada Kawasan Ekonomi Khusus.
Penyediaan infrastruktur wilayah yang terintegrasi, seperti pembangunan jalan nasional, jalur kereta api, pelabuhan, bandara, listrik, gas, dan air bersih.
Percepatan pelimpahan kewenangan kepada Administrator KEK dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten.
Pemerintah cq. Dewan Nasional KEK dalam menetapkan sebuah kawasan menjadi KEK semestinya lebih mempertimbangkan potensi dan ketersediaan infrastruktur wilayah sehingga memiliki potensi keberhasilan yang lebih tinggi dengan investasi pemerintah yang tidak terlalu tinggi, mengingat keterbatasan yang dimiliki pemerintah, seperti KEK Mandalika dan KEK Bitung.
(40)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
36 skenario skema kemitraan dengan swasta dalam pendanaan pembangunan infrastruktur wilayah pendukung KEK, seperti untuk pendanaan jalan toll, pengadaan pembangkit listrik, pembangunan jaringan kereta api dan pembangunan bandara internasional baru.
Dalam konteks perencanaan pembangunan, kebijakan penetapan kawasan Sei Mangkei dan Tanjung Lesung sebagai KEK menunjukkan secara kasat mata bahwa penetapan tersebut tanpa didasari oleh sebuah perencanaan yang matang dan kurang mempertimbangkan potensi keberhasilan dan tingkat kesulitan serta implikasi yang harus ditanggung pemerintah.
Dalam konteks kebijakan publik, formulasi kebijakan penetapan KEK merupakan hal yang krusial dan harus dilakukan dengan rasional dan professional. Dalam kasus penetapan KEK Sei Mangkei dan KEK Tanjung Lesung menunjukkan adanya lingkungan kebijakan kepentingan tertentu
faktor politis yang kuat mempengaruhi penetapan
kebijakan dan kurangnya kapasitas yang dimiliki oleh perencana kebijakan tersebut.
Pada periode berikutnya kebijakan penetapan kawasan menjadi KEK sudah menunjukkan indikasi perbaikan, dengan adanya formulir usulan, prasyarat dan skema alur penetapan sebuah kawasan menjadi KEK.
(41)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
37 Sementara untuk penilaian kinerja pembangunan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) yang dilakukan, dapat diketahui kinerja pembangunan KPBPB seperti dibawah ini:
Tabel 3.8
Ringkasan Penilaian Kinerja Pembangunan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB)
N o
Evaluasi Kelemba gaan
Indikator Kesimpulan Hasil Evaluasi
Tahun 2012
Tahun 2013 1 KPBPB
Sabang Pencapaian Target memaksimalk an pelaksanaan pengembanga n serta menjamin kegiatan usaha di bidang perekonomia n yang meliputi perdagangan, maritim, industri, perhubungan, perbankan, pariwisata, dan bidang-bidang lainnya dalam kawasan yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk ekspor di pasar global. Tidak Tercapai Tidak Tercapai
Kualitas Sinkronisasi RKP-Renja, Sinkronisasi RKP-RKAKL dan Efektivitas perencanaan dan pelaksanaan kegiatan
(42)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
38 Sinkronisasi Sinkronisasi
RKP– Renja & Sinkronisasi RKP -RKAKL
Sinkron Sinkron
Kesesuaian Kesesuaian antara Renja-RKA KL, dan pelaksanaan sudah bisa menjawab sasaran output dari RKP
Sesuai Sesuai
Efektivitas Pembebasan lahan yang dilakuakan terus menerus kurang dirasakan karena tidak didukung dengan pembangunan sarana dan prasarana. Belum Efektif Belum Efektif
Kesimpulan KPBPB
Sabang Belum
Berhasil
2 KPBPB
Batam Pencapaian Target Memaksimalk an pelaksanaan pengem bangan serta men jamin kegiatan usaha di bidang perekono mian yang meliputi perdagangan, mari tim, industri, perhu bungan, perbankan, pariwisata, dan bi dang-bidang lainnya dalam kawasan yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk ekspor di
(43)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
39
pasar global.
Kualitas Sinkronisasi RKP-Renja, dan RKP-RKAKLserta Efektivitas perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan
Baik Baik
Sinkronisasi Sinkronisasi RKP– Renja & RKP - RKAKL
Cukup Sinkron
Cukup Sinkron
Kesesuaian Kesesuaian antara Renja-RKA KL, dan pelaksanaan sudah bisa menjawab sasaran output dari RKP
Sesuai Sesuai
Efektivitas Kegiatan perizinan terpadu masih kurang efektif karena pelayanan yang diberikan bukan merupakan one stop service namun pelayanan perizinan masih harus mengurus kepada dinas terkait satu persatu.
Belum Efektif
Belum Efektif
Kesimpulan BP Batam
Relatif Berhasil Sumber: Hasil olah data dan analisis Tim Evaluasi, 2014 (Data Laporan Evaluasi Kualitas Perencanaan Bappenas, 2012, 2013)
Dari 4 (empat) KPBPB yang sudah ditetapkan dan 2 (dua) KPBPB yang dianalis menunjukkan kinerja dari KPBPB Batam lebih berhasil dibandingkan dengan KPBPB Sabang. Beberapa catatan yang perlu diberikan catatan terkait dengan
(44)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
40 KPBPB diantaranya:
Kepala Kawasan Pelabuhan Bebas (FTZ) umumnya dikelola oleh pemerintahan lokal kecuali IRDA (Malaysia) dimana Perdana Menteri dan Kementerian Khusus memimpin bersama (Co-Chair), dengan anggota pejabat pemerintah pusat dan negara bagian Johor. Sementara Badan Pengelola diisi dengan kalangan pebisnis dan profesional.
Di Vietnam dan China, pemerintahan lokal mendapatkan otoritas lebih dalam mengelola kawasan pelabuhan bebas, pemerintah pusat hanya menetapkan arahan umum. Pemerintah lokal sangat efektif dalam menyelesaikan persoalan teknis disebabkan sistem satu komondo kepartaian (sosialis).
Permasalahan perizinan usaha dan insentif bagi industri berteknologi tinggi diselesaikan di badan pengelola kawasan.
Pemerintah pusat berperan aktif dalam memberikan promosi kawasan kepada pengusaha lokal maupun luar negeri khususnya yang dilakukan di Malaysia.
Terdapat permasalahan dalam pengembangan kawasan bebas pelabuhan Batam-Bintan-Karimun seperti status hutan lindung, impor list dan lain-lain. Permasalahan tersebut tidak dapat diselesaikan di level lokal dan level nasional belum memberikan perhatian yang diharapkan. Umumnya permasalahan tersebut melibatkan multi sektor dan lintas kementerian.
Persoalan-persoalan Kelembagaan : Ketidakpastian Hukum terkait pengembangan Batam-Bintan-Karimun, misalnya terkait dengan Konsistensi Aturan Beacukai dan BP Batam.
Dalam perspektif perencanaan pembangunan keberhasilan KPBPB Batam, banyak dipengaruhi faktor kesejarahan dan potensi letak geografisnya
(45)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
41 serta kebutuhan Negara tetangga Singapura yang memiliki wilayah yang sempit akan tetapi memiliki potensi investasi warga Negara Singapura yang sangat besar.
Sebelum ditetapkan sebagai KPBPB, kawasan Batam dikembangkan oleh Badan Otorita Batam yang memiliki dukungan politik dan anggaran yang luar biasa sejak periode tahun 1980an. Dengan kondisi kepulauan Batam yang masih relative kosong pada waktu itu memudahkan pengelolanya dalam proses pengembangannya. Badan Pengusahaan Batam yang merupakan transformasi dari Badan Otorita Batam yang sebelumnya memiliki otoritas mengelola kawasan Batam sudah memiliki modal’ dengan capaian kawasan batam ketika dikelola oleh Badan Otorita Batam.
Sementara KPBPB Sabang yang relative lebih baru dikembangkan lebih mengandalkan sebagai jalur perlintasan kapal Internasional kurang terdukung oleh potensi investor luar yang relative sedikit karena potensi strategis wilayah dan kurang terdukung potensi sumber daya alamnya. Sementara badan pengusahaan KPBPB Batam tidak mewarisi’ kondisi wilayah seperti yang dialami Badan Pengusahaan Batam, yang terjadi bahkan BP KPBPB Sabang mewarisi sisa sisa bencana Tsunami yang melanda aceh, karena sabang merupakan wilayah yang terkena bencana tsunami. Kondisi ini sebenarnya kurang bisa dibandingkan dan tidak bisa diambil kesimpulan atas kinerja KPBPB
Dengan kinerja perencanaan KPBPB Batam dan KPBPB Sabang yang merupakan subsistem/bagian dari sistem perencanaan pembangunan nasional tentunya memberikan pengaruh terhadap skenario pembangunan nasional, dimana KPBPB Batam memberikan dukungan positip dan KPBPB Sabang memberikan dukungan negative dalam pencapaian tujuan pembangunan
(46)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
42 nasional periode 2010-2014.
Sementara untuk penilaian kinerja pembangunan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) yang dilakukan, dapat diketahui kinerja pembangunan KPBPB seperti dibawah ini:
Tabel 3.9
Ringkasan Penilaian Kinerja Pembangunan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) N
o
Kawasan Indikator Kesimpulan Hasil Evaluasi
Tahun 2012
Tahun 2013 1 KAPET Pencapaian
Target Pengembanga n pusat-pusat pertumbuhan sebagai penggerak pemba ngunan di wilayah sekitar nya yang pada akhirnya diharapkan dapat peme rataan pembangunan dan hasil-hasilnya dengan memacu pertumbuhan ekonomi di Kawasan Timur Indonesia. Belum Tercapai Belum Tercapai
Kualitas Sinkronisasi RKP-Renja, Sinkronisasi RKP-RKAKL dan Efektivitas perencanaan dan pelaksanaan kegiatan - -
Sinkronisasi Sinkronisasi – RKAKL & Sinkronisasi RKP -RKAKL
- -
Kesesuaian Kesesuaian antara Renja, RKA KL, dan
(1)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus
dan Daerah Tertinggal
95
Boks 5.1 b (lanjutan)
Kesimpulan Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
7. Kinerja UP4B apabila menggunakan tolok ukurnya Perpres nomor 65 tahun 2011 menunjukkan banyak indikator yang belum tercapai belum berhasil. Akan tetapi kalau perspektif kita sesuaikan dengan konteks pada saat P4B & UP4B ditetapkan, yang diwarnai dengan suasana ketidakpercayaan masyarakat Papua, yang ditandai dengan pengembalian Otsus oleh MRP maka kinerja dari P4B/UP4B adalah berhasil, dengan pertimbangan:
a. Langkah – langkah yang dilakukan UP4B telah mampu menciptakan kondisi yang kondusif sebagai prasyarat untuk pelaksanaan pembangunan, meskipun memiliki kelemahan karena tidak mampu melakukan koordinasi dengan pemerintah provinsi Papua dan provinsi Papua Barat.
b. P4B & UP4B meskipun tidak terakomodir dalam dokumen perencanaan RPJMN dan Renstra K/L akan tetapi terakomodir dalam dokumen perencanaan RKP 2013 dan RKP 2014, karena ditetapkan dengan Perpres sebagai kebijakan khusus yang tidak terpisahkan dengan Perpres RPJMN. Efek kehadiran UP4B telah mampu meningkatkan alokasi anggaran dari K/L untuk dialokasikan ke provinsi Papua dan provinsi Papua Barat secara signifikan.
c. Rentang waktu penugasan yang 2,5 tahun efektif sebenarnya tidak cukup dan tidak sesuai untuk menilai kinerja kebijakan pembangunan ini.
8. Dalam periode 2010-2014, pada perencanaan pembangunan kawasan khusus dan daerah tertinggal, diketemukan adanya ketidakkonsistenan antar dokumen perencanaan RKP dengan Renja KL, dan Renja K/L dengan RKAKL, yang merupakan akar penyebab ketidakefektifan perencanaan yang dilakukan pemerintah selama ini. 9. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang merupakan amanah
UU nomor 25 tahun 2004, khususnya untuk bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal tidak berjalan dan menghasilkan kinerja yang berhasil. Dari 7 (Tujuh) Program Utama Hanya KPBPB yang mengindikasikan kinerja yang berhasil, dan itupun lebih banyak dipengaruhi hasil program pendahulunya/Badan Otorita Batam.
(2)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus
dan Daerah Tertinggal
96
5.2
Rekomendasi
Berdasarkan hasil evaluasi kebijakan tersebut, beberapa
hal yang dapat menjadi landasan dalam menyusun RPJMN
kedepan, yaitu RPJMN 2015-2019, antara lain:
Boks 5.2 a
Rekomendasi Hasil Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
1.
Menyusun kebijakan yang menggabungkan pendekatan
top-down dan bottom-up dengan lebih cermat;
2.
Mendukung kebijakan daerah dengan cara mensinergikan
program pusat sesuai dengan kebutuhan daerah
3.
Selain insentif dalam bentuk natura, dapat pula diberikan
insentif alam bentuk lain, seperti kesempatan mengembangkan
dan meningkatkan diri dalam berbagai bentuk fasilitas
(pendidikan jarak jauh, pendidikan di luar negeri, pendidikan
keterampilan dan lainnya);
Boks 5.1 b (lanjutan)
Kesimpulan Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
10.Banyak faktor yang membuat kinerja perencanaan pembangunan nasional mencapai kinerja seperti saat ini, diantaranya:
a. Isi Kebijakan:
Sistem perencanaan pembangunan nasional (UU nomor 25 tahun 2004)
Keuangan Negara (UU nomor 17 tahun 2003) b. Kapasitas implementing agency (Lembaga & SDM)
Sistem dan mekanisme kontroling RPJMN – RKP
Sistem dan mekanisme kontroling RKP-Renja K/L yang tidak efektif
Sistem dan mekanisme kontroling Renja K/L – RKAKL yang tidak efektif
Kapasitas SDM di lembaga mitra KKDT
c. Lingkungan yang kurang kondusif (Politik Anggaran DPR, Politik Birokrasi, Dukungan/keberpihakan terhadap kawasan perbatasan, daerah tertinggal, dan Papua).
(3)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus
dan Daerah Tertinggal
97
Sementara berdasarkan hasil evaluasi kinerja mitra kerja
bidang pembangunan Kawasan Khusus dan Daerah
Tertinggal (KKDT) dalam pelaksanaan RPJMN 2010-2014
tersebut, beberapa hal yang dapat menjadi landasan dalam
menyusun RPJMN 2015-2019, antara lain:
Boks 5.2 a (Lanjutan)
Rekomendasi Hasil Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
4.
Memperkecil jarak sosial daerah tertinggal dan wilayah
perbatasan dengan meningkatkan sarana dan prasarana
komunikasi dan informasi. Hal ini dapat dikembangkan dengan
kebijakan kerjasama dengan swasta (Public Private
Partnership);
5.
Memberikan insentif bagi swasta/wira usaha yang
menanamkan modal di daerah tertinggal dan wilayah
perbatasan, melalui berbagai kebijakan pembangunan ekonomi,
dengan cara yang lebih menarik
6.
Pentingnya keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana, mulai dari tahap pra-bencana,
tanggap darurat, rehab-rekon. Pemanfaatan teknologi GIS untuk
kebencanaan perlu didorong.
7.
Penguatan kelembagaan KEK, mulai dari National Board, Badan
Otorita (bisnis profesional), hingga peran swasta dan
masyarakat (ekonomi inklusif).
Boks 5.2 b
Rekomendasi Hasil Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
1. Perlu sinkronisasi antara perencanaan dan penganggaran pembangunan, serta pembagian peran yang jelas dan saling melengkapi antara kementerian PPN/Bappenas dan Kementerian keuangan.
2. Lingkungan politik yang menghambat pencapaian kinerja perencanaan pembangunan yang baik perlu diminimalisir, seperti: hanya konsentrasi pada dapil partai politik pemenang pemilu legislative sementara wilayah yang kalah tidak diberikan dukungan.
(4)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus
dan Daerah Tertinggal
98
Boks 5.2 b (lanjutan)
Rekomendasi Hasil Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
3. Lingkungan politik yang mendukung pencapaian kinerja perencanaan pembangunan yang baik perlu ditingkatkan seperti dukungan dan keberfihakan stakeholder di tingkat nasional terhadap percepatan pembangunan kawasan perbatasan, daerah tertinggal dan papua.
4. Bappenas perlu melakukan evaluasi kinerja perencanaan masing-masing unit kerja secara independen dan profesional agar bisa diketahui kinerja kebijakan perencanaan secara keseluruhan, sehingga bisa diambil langkah – langkah kebijakan untuk memperbaiki kinerja perencanaan pembangunan yang kurang optimal selama ini.
5. Untuk meningkatkan kualitas perencanaan lembaga mitra Bappenas umumnya dan KKDT pada khususnya dirasakan sangat perlu untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas perencanaannya, diantaranya dengan :
Menyediakan system dan mekanisme kontroling penurunan kebijakan RPJMN ke dalam kebijakan RKP dan meningkatkan kapasitas SDM yang menangani hal tersebut.
Menyediakan sistem dan mekanisme kontroling penurunan kebijakan RKP ke dalam kebijakan Renja K/L dan meningkatkan kapasitas SDM yang menangani hal tersebut. Menyediakan System dan mekanisme kontroling Renja K/L –
RKAKL dan meningkatkan kapasitas SDM yang menangani hal tersebut.
Sistem dan mekanisme kontroling antar dokumen perencanaan semestinya terdesentralisasi, agar bisa dilakukan control yang lebih cermat dan akuran serta dan tidak ada penumpukan
6. Dalam perencanaan pembangunan daerah tertinggal, perbatasan dan Papua perlu lebih mengedepankan aspek focusing intervensi dengan cara:
Untuk kawasan perbatasan diarahkan sasaran program K/L ke Lokpri
Untuk Daerah Tertinggal diarahkan untuk memecahkan akar masalah utama ketertinggalan kabupaten tertinggal, khususnya kecamatan tertinggal di kabupaten tertinggal Untuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), dalam penetapan
sebuah kawasan menjadi KEK perlu mempertimbangkan
(5)
Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus
dan Daerah Tertinggal
99
DAFTAR PUSTAKA
Literatur
Ahmad, S. 2002. Flood Management: A Spatial System Dynamics Approach. Dissertation:
Civil and Environmental Engineering, The University of Western Ontario. London.
Billa, L. et al. 2006. Comprhehensive Planning and the Role of SDSS in Flood Disaster
Management in Malaysia. Disaster Prevention and Management. 15 (2).
Blair, N. Et al. 2007. Delivering Cross-border Spatial Planning. Proposal for The Island of
Ireland. TPR 78 (4).
Goodal, K. & J. Robert. 2003. Repairing Managerial Knowledge Ability Over Distance.
Organization Studies vol 24 (1153-1175).
Evams, P. 1995. Embedded Autonomy: States and Industrial Transformation. Princeton
University Press. Princeton.
Hadi, S. Program Pembangunan Kawasan Perbatasan, Direktur Kawasan Khusus dan
Daerah Tertinggal, BAPPENAS.
http://www.penataanruang.net/bulletin/upload/data_artikel/program%20pemba
ngunan%20kawasan%20edisi%203.pdf
. Diunduh pada tanggal 20 Agustus 2014.
(erod, A. 99 . From a Geography of Labor to a Labor Geography: Labor’s Spatial Fix
and the Geography of Capitalism. Antipode 29 (1): 1-31
Jacobs, J. 1993. The City Unbound: Qualitative Approach to the City. UrbanStudies 30
(4/5).
Johanson, & Vahne. 1977. The Internationalization Process of The Firm. A Model of
Knowledge Development and in Creating Foreign Market Commitment. Jpurnal of
International Bussines Studies vol 8 (22-32).
Li, S. & H. Scullion. 2006. Cross-border Knowledge. Bridging the Distance : Managing
Cross-Border Knowledge Holders. Asia Pacific Journal Management 23: 71-92.
O’Connel. C.
. White paper on Marine Zoning, an examination of some current
marine zoning effects and their potential application in LIS. LIS STAC Fellowship
Report. LIS Study. Milford. CT
O’Connel. C.
. Coastal and marine Spatial Plan CMSP an Ecosystem
-Based
Approach to Conservation and Management in Long Island Sound. Disertation:
Marine and Atmospheric Sciences. Stony Brook University.
Pongsawat, P. 2007. BorderPartial Citizenship, Border Towns, and Thai-Myanmar Cross
Border Development: Case Studies at the Thai Border Towns. Dissertation: City and
Regional Planning. University of California, Berkeley.
(6)