Laporan Kaji Ulang Peran Koperasi Dalam Menunjang Ketahanan Pangan

(1)

i

Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi Dalam Menunjang Ketahanan Pangan” bertujuan untuk mengetahui sejauhmana koperasi berperan dalam distribusi pupuk dan pengadaan gabah dan beras setelah pemerintah merubah kebijakan-kebijakan pada pupuk dan beras.

Laporan akhir ini memuat hasil-hasil analisis tentang perilaku para distributor, para pengecer dan petani pengguna pupuk dalam merespon perubahan kebijakan yang ada. Masalah kelangkaan pupuk dan lonjakan harga serta tingkat income petani turut diungkapkan dalam laporan ini. Juga pembelian gabah, produksi beras dan kapasitas produksi beras koperasi serta kinerja usaha koperasi mendapat penekanan utama. Simulasi beberapa skenario kebijakan dilakukan untuk mengevaluasi efektifitas kebijakan pupuk dan beras yang telah berjalan berserta rekomendasi kebijakan terbaik yang dapat diaplikasi.

Terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada pihak-pihak yang turut mendukung terselanggaranya kajian dan pelaporan ini.

Semoga bermanfaat bagi bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Jakarta, Pebruari 2006


(2)

ii DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Dimensi Permasalahan ... 2

1.3. Tujuan Kajian ... 4

1.4. Ruang Lingkup ... 5

II. KERANGKA PEMIKIRAN ... 6

III. METODE KAJIAN ... 12

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 12

3.2. Metode Penarikan Contoh ... 12

3.3. Model dan Metode Analisis Data ... 14

3.3.1. Spesifikasi dan Perumusan Model ... 14

3.3.2. Identifikasi dan Pendugaan Model ... 18

3.3.3. Validasi Model ... 19

3.3.4. Simulasi Kebijakan dan Faktor Eksternal ... 19

3.4. Defenisi Variabel Operasional ... 20

IV. GAMBARAN UMUM DISTRIBUSI PUPUK DAN PENGADAAN BERAS ... 23

4.1. Arti Penting Pupuk dan Beras Bagi Petani, Pemerintah dan Ketahanan Pangan ... 23

4.2. Subsidi Pupuk ... 24

4.3. Pengaturan Distribusi Pupuk ... 25

4.4. Pengaturan Pengadaan Pangan/Beras ... 27

4.5. Fakta-fakta Distribusi Pupuk ... 27

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

5.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengadaan Pupuk, Produksi Gabah dan Beras, dan Usaha Koperasi ... 34

5.1.1. Faktor yang Mempengaruhi Pengadaan Pupuk Level Propinsi hingga Pengecer, Harga Pupuk dan Penggunaan Pupuk Tingkat Petani ... 34

5.1.1.1. Pengadaan Pupuk Level Propinsi hingga Pengecer ... 34

5.1.1.2. Harga Pupuk Tingkat Petani ... 40


(3)

ii

5.1.2. Faktor yang Mempengaruhi Produksi Gabah, Jumlah Penjualan dan Pendapatan Petani; Harga Gabah Koperasi dan Tengkulak; dan Pembelian Gabah,

Produksi dan Kapasitas Produsi Beras Koperasi ... 48

5.1.2.1. Produksi Gabah, Jumlah Penjualan dan Pendapatan Petani ... 48

5.1.2.2. Harga Gabah Koperasi dan Tengkulak ... 56

5.1.2.3. Pembelian Gabah, Produksi dan Kapasitas Produksi Beras Koperasi ... 64

5.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Usaha Koperasi ... 71

5.1.3.1. Modal Sendiri, Modal Luar dan Jumlah Aset Koperasi ... 71

5.1.3.2. Volume Usaha Koperasi, SHU dan Bagian SHU Anggota Koperasi ... 76

5.1.3.3. Produktivitas Anggota, Produktivitas Aset, dan Produktivitas Usaha ... 81

5.2. Efektifitas Kebijakan Penyaluran Pupuk dan Pengadaan Beras ... 86

5.2.1. Validasi Model ... 86

5.2.2. Skenario Simulasi ... 87

5.2.3. Evaluasi Efektifitas Kebijakan Pupuk ... 88

5.2.4. Evaluasi Efektifitas Kebijakan Beras ... 91

5.3. Analisis Dampak Perubahan Kebijakan Alternatif untuk Mendukung Koperasi dalam Menunjang Ketahanan Pangan ... 92

5.3.1. Evaluasi Skenario Alternatif Kelompok Pertama ... 94

5.3.2. Evaluasi Skenario Alternatif Kelompok Kedua ... 97

5.4. Model Alternatif Penyaluran Pupuk dan Pengadaan Gabah/Beras Koperasi ... 99

VI. KESIMPULAN DAN MODEL ALTERNATIF ... 103

6.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peran Koperasi dalam Menunjang Ketahanan Pangan ... 103

6.2. Evaluasi Efektifitas Kebijakan Distribusi Pupuk dan Pengadaan Gabah/Beras ... 106

6.3. Kebijakan-kebijakan Alternatif Pendukung Distribusi Pupuk dan Pengadaan Gabah/Beras ... 107

6.4. Model Alternatif Penyaluran Pupuk dan Pengadaan Gabah/Beras ... 107

DAFTAR PUSTAKA ... 108


(4)

KAJI ULANG PERAN KOPERASI DALAM MENUNJANG KETAHANAN PANGAN

ABSTRAK

Koperasi sejak lama telah menjadi badan usaha yang strategis dalam meningkatkan ekonomi anggotanya maupun masyarakat pada umumnya. Di sektor pertanian, koperasi / KUD di masa lalu telah cukup efektif mendorong peningkatan produksi di subsektor pangan, yakni berperan menyalurkan prasarana dan sarana produksi (pupuk, bibit, obat-obatan dan RMU) kepada petani, juga terlibat dalam pemasaran gabah atau beras.

Kini, seiring perubahan pemerintahan dan kondisi ekonomi yang diikuti dengan perubahan kebijakan-kebijakan tentang pangan, koperasi / KUD praktis tidak beperan lagi secara maksimal. Perubahan kebijakan seperti Kepmen Perindag Nomor : 356/MPP/KEP/5/2004, tidak lagi memberikan kewenangan penuh kepada koperasi/KUD menyalurkan pupuk kepada petani, melainkan kepada swasta (lebih dominan) dan juga kepada koperasi/KUD. Juga Inpres Nomor 9 tahun 2002 tidak lagi memberi kewenangan kepada koperasi/KUD sebagai pelaksana tunggal pembelian gabah.

Perubahan kebijakan-kebijakan diatas menyebabkan terjadi kelangkaan pupuk pada petani, harga pupuk lebih tinggi di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), terjadi monopoli penyaluran pupuk oleh swasta yang menyebabkan koperasi/KUD nyaris tidak berperan lagi dalam penyaluran pupuk. Dalam pengadaan pangan, peran koperasi menurun drastis akibat fasilitas-fasilitas penunjang seperti gudang, lantai jemur, RMU, dan lain-lain tidak lagi beroperasi maksimal atau menganggur. Semua dampak ini melemahkan kemampuan ketahanan pangan di dalam negeri.

Dampak-dampak tersebut mendorong dilakukan riset tentang ”Kaji Ulang Peran Koperasi dalam Menunjang Ketahanan Pangan” dengan tujuan : (1) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi peran koperasi dalam menunjang ketahanan pangan berdasarkan perubahan kebijakan pemerintah terhadap distribusi pupuk dan beras, (2) menganalisis efektifitas penyaluran pupuk dan pengadaan gabah/beras sesuai perubahan kebijakan pemerintah dimaksud, (3) menganalisis dampak perubahan kebijakan tersebut terhadap penyediaan gabah/beras di dalam negeri dan daya dukung koperasi dalam menunjang ketahanan pangan, dan (4) merumuskan model alternatif yang dapat diimplementasikan oleh koperasi guna mendukung ketahanan pangan nasional.

Riset berlangsung bulan Juli hingga Agustus 2005 dan mengambil sampel 7 (tujuh) propinsi masing-masing Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa


(5)

Tengah, Bali dan Nusa Tenggara Barat. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menurunkan kemampuan penyediaan pupuk koperasi adalah (1) kuota penyaluran pupuk koperasi yang hanya sekitar 30 %, (2) monopoli penyaluran pupuk oleh swasta, (3) kelangkaan pupuk yang disebabkan oleh ekspor pupuk ilegal ke luar negeri, pengalihan penjulan pupuk ke perusahaan perkebunan besar atau dihilangkan untuk tujuan tertentu sehingga menyulitkan koperasi menyediakan pupuk dalam jumlah yang memadai bagi petani, (4) jumlah permintaan pupuk petani khususnya di Pulau Jawa yang terus meningkat, (5) harga pupuk yang melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) menciptakan kendala pembiayaan bagi koperasi untuk mensuplai pupuk kepada petani.

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan koperasi dalam pengadaan pangan/beras adalah : (1) jumlah produksi dan penjualan gabah petani yang menurun akibat penggunaan pupuk di bawah kebutuhan normal, (2) harga jual gabah yang berfluktuasi, (3) jumlah pembelian gabah koperasi yang menurun akibat permodalan yang terbatas, (4) produksi dan kapasitas produksi beras koperasi yang menurun akibat peralatan pendukung yang beroperasi di bawah kapasitas normal (menganggur), dan (5) kapasitas prasarana dan sarana produksi beras koperasi seperti RMU, gudang dan lantai jemur, peralatan penunjang lainnya yang telah mengalami penurunan fisik karena tidak beroperasi secara normal atau tidak terpakai.

Melalui analisis simulasi ditemukan bahwa ”kebijakan distribusi pupuk dan pengadaan beras” yang sedang dijalankan sekarang tidak efektif menciptakan kemampuan produksi pangan (beras) dalam negeri. Temuan beberapa alternatif kebijakan yang cukup layak untuk diterapkan adalah :

1. Kebijakan memerankan koperasi secara penuh baik pada penyaluran pupuk maupun pada pengadaan pangan/beras. Alternatif kebijakan ini dapat meningkatkan produksi gabah dan pendapatan petani (hingga 17.05 %) dan produksi beras koperasi (hingga 30.24 %), serta menghilangkan kelangkaan pupuk dan kelebihan harga pupuk di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Kebijakan ini juga akan lebih menjamin pencapaian ketahanan pangan (beras) di dalam negeri.

2. Kebijakan peningkatan penggunaan pupuk secara langsung pada petani (25 %), peningkatan harga gabah 10 %, peningkatan kredit atau modal kepada koperasi untuk pembelian gabah 10 %, peningkatan kapasitas prasarana dan sarana produksi beras koperasi 25 % serta peningkatan kenaikan aset dan volume usaha koperasi 10 %. Kebijakan ini akan menunjang pengadaan pangan/beras koperasi dan pengembangan sistem bank padi yang telah dijalankan koperasi.


(6)

3 Model alternatif penyaluran pupuk yang dapat diterapkan koperasi sesuai hasil kajian ini adalah seperti pada Gambar 1. Sedangkan model alternatif pengadaan pangan/beras adalah seperti pada Gambar 2 dan 3.

K

O

P

E

R

A

S

I

D

IS

T

R

IB

U

T

O

R

GUDANG PUPUK KAB. A KOPERASI SAPROTAN KEC. C KOPERASI SAPROTAN KEC. A

KOPERASI SAPROTAN KEC. B

TPK. A TPK. B TPK. C TPK. A TPK. B TPK. C TPK. A TPK. B TPK. C

KELOMPOK TANI/ PETANI KELOMPOK TANI/ PETANI KELOMPOK TANI/ PETANI GUDANG PUPUK KAB. B KOPERASI SAPROTAN KEC. C KOPERASI SAPROTAN KEC. A

KOPERASI SAPROTAN KEC. B

TPK. A TPK. B TPK. C TPK. A TPK. B TPK. C TPK. A TPK. B TPK. C

KELOMPOK TANI/ PETANI KELOMPOK TANI/ PETANI KELOMPOK TANI/ PETANI GUDANG PUPUK KAB. C KOPERASI SAPROTAN KEC. C KOPERASI SAPROTAN KEC. A

KOPERASI SAPROTAN KEC. B

TPK. A TPK. B TPK. C TPK. A TPK. B TPK. C TPK. A TPK. B TPK. C

KELOMPOK TANI/ PETANI KELOMPOK TANI/ PETANI KELOMPOK TANI/ PETANI


(7)

Unit

TPK Petani HET

Produksi Gabah

Satuan Pem-belian Gabah

Koperasi

Unit Pengo-lahan Gabah

• RMU • Gudang &

lantai jemur • Peralatan

penunjang. Harga

Gabah

Produksi Beras Kualitas : A, B, C, D, dst Harga

Beras

Pasar Umum

Gambar 2. Model Alternatif Pengadaan Pangan/Beras

raskin Produksi

Beras

Produksi Beras

Produksi Beras

Produksi Beras

Produksi Beras

Produksi Beras

Petani

Pasar Umum

PEMDA

Masyarakat Miskin


(8)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Koperasi merupakan lembaga dimana orang-orang yang memiliki kepentingan relatif homogen berhimpun untuk meningkatkan kesejahteraannya. Konsepsi demikian mendudukkan koperasi sebagai badan usaha yang cukup strategis bagi anggotanya dalam mencapai tujuan-tujuan ekonomis yang pada gilirannya berdampak kepada masyarakat secara luas. Di sektor pertanian misalnya, peranserta koperasi di masa lalu cukup efektif untuk mendorong peningkatan produksi khususnya di subsektor pangan. Selama era tahun 1980-an, koperasi terutama KUD mampu memposisikan diri sebagai lembaga yang diperhitungkan dalam program pengadaan pangan nasional. Ditinjau dari sisi produksi pangan khususnya beras, peran signifikannya dapat diamati dalam hal penyaluran prasarana dan sarana produksi mulai dari pupuk, bibit, obat-obatan, RMU sampai dengan pemasaran gabah atau beras. Meskipun demikian dari sisi konsumsi, ketersediaan bahan pangan bagi konsumen seringkali menjadi bahan perbincangan sebab jaminan kualitas dan kuantitas tidak selalu terpenuhi.

Sementara itu, di dalam negeri telah terjadi berbagai perubahan seiring dengan berlangsungnya era globalisasi dan liberalisasi ekonomi dan kondisi tersebut membawa konsekuensi serius dalam hal pengadaan bahan pangan. Secara konseptual liberalisasi ekonomi dengan menyerahkan kendali roda perekonomian kepada mekanisme pasar ternyata dalam prakteknya belum tentu secara otomatis berpihak kepada komunitas ekonomi lemah atau kecil. Kondisi yang relatif identik berlangsung di sektor pangan dan diperkirakan karena belum tertatanya sistem produksi dan distribusi dalam mengantisipasi perubahan yang sudah terjadi. Semula peran Bulog sangat dominan dalam pengadaan pangan dan penyangga harga dasar, tetapi sekarang setelah tiadanya paket skim kredit pengadaan pangan melalui koperasi dan dihapuskannya skim kredit pupuk bersubsidi maka pengadaan pangan hampir sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar. Sebagai dampaknya, peran koperasi dalam pembangunan pertanian dan ketahanan pangan semakin tidak berarti lagi. Bahkan sulit dibantah apabila terdapat pengamat yang menyatakan bahwa pemerintah tidak lagi


(9)

memiliki konsep dan program pembangunan koperasi yang secara jelas memposisikan koperasi dalam mendukung ketahanan pangan nasional.

Sebelum masa krisis (tahun 1997) terdapat sebanyak 8.427 koperasi yang menangani ketersediaan pangan, sedangkan pada masa krisis (tahun 2000) terjadi penurunan menjadi 7.150 koperasi (Kementerian Koperasi dan UKM, 2003). Fakta ini mengungkap berkurangnya jumlah dan peran koperasi dalam bidang pangan, meskipun begitu beberapa koperasi telah melakukan inovasi model-model pelayanan dalam bidang pangan seperti bank padi, lumbung pangan, dan sentra-sentra pengolahan padi. Fakta lain menunjukkan bahwa selama tiga tahun terakhir (tahun 2001–2003), terdapat kesenjangan antara produksi padi dan jagung dengan kebutuhan konsumsi yang harus ditanggulangi dengan impor. Akibatnya, ketahanan pangan di dalam negeri dewasa ini menghadapi ancaman keterpurukan yang cukup serius. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya dan tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya dan terjangkau oleh rumahtangga. Konsep ketahanan pangan lebih ditekankan pada konteks penawaran (supply side) yang tidak terpisahkan dari proses distribusi dan pemasaran hingga ke pintu konsumen.

Bertitik tolak dari kondisi empirik tersebut, terdapat pemikiran untuk meninjau kembali peran koperasi dalam mendukung ketahanan pangan nasional, khususnya di sektor perberasan. Oleh karena itu, Kementerian Negara Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (Kementerian KUKM) menganggap penting dilakukannya suatu kajian strategis mengenai peran koperasi dalam menunjang ketahanan pangan nasional.

1.2. Dimensi Permasalahan

Perubahan kebijakan pemerintah dalam distribusi pupuk dan pengadaan beras memberikan dampak serius bagi ketahanan pangan nasional. Kepmen Perindag Nomor : 378/MPP/KEP/8/1998 memberikan kewenangan penuh kepada koperasi/ KUD menyalurkan pupuk kepada petani. Dampak kebijakan ini adalah petani mudah memperoleh pupuk, tepat waktu, dan harga terjangkau (memenuhi Prinsip 6 Tepat). Kini kebijakan tersebut telah berubah menjadi Kepmen Perindag Nomor : 356/MPP/KEP/5/2004 yang membebaskan penyaluran pupuk dilakukan baik oleh swasta maupun koperasi/KUD. Dampak perubahan kebijakan ini adalah


(10)

3

terjadinya kelangkaan persediaan pupuk bagi petani, harga pupuk lebih tinggi di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), kecenderungan monopoli penyaluran pupuk oleh swasta, yang dengan sendirinya peran koperasi/KUD dalam penyaluran pupuk menurun. Penurunan peran koperasi terlihat dari hanya 40 % atau 930 unit dari 2.335 KUD (saat koperasi/KUD memiliki kewenangan penuh) terlibat dalam tataniaga pupuk. Dalam kenyataannya jumlah inipun sulit teridentifikasi.

Dalam hal penanganan ketersediaan pangan, penurunan jumlah koperasi dari 8.427 koperasi sebelum krisis (tahun 1997) menjadi 7.150 koperasi setelah krisis (tahun 2000) juga merupakan indikasi penurunan peran koperasi dalam menunjang ketahanan pangan (Kementrian Koperasi dan UKM, 2003). Padahal koperasi selama ini telah memiliki sejumlah fasilitas penunjang (gudang, lantai jemur, RMU, dan lain-lain) yang mendukung pengadaan produksi gabah/beras, dan koperasi mewadahi sejumlah besar petani padi. Akumulasi kelangkaan dan kenaikan harga pupuk dengan penurunan peran koperasi berdampak serius bagi peningkatan produksi gabah/beras petani, dan mengindikasikan bahwa kemampuan ketahanan pangan dari sisi penawaran (supply side) melemah. Kekurangan produksi gabah/beras di dalam negeri selanjutnya akan dijadikan alasan untuk membuka impor beras meskipun kita tahu bahwa hal ini mengancam dan merugikan para petani.

Dalam hal pengadaan gabah/beras dan penyalurannya kepada konsumen, kini tidak ada lagi skim kredit bagi koperasi untuk pembiayaan usaha pembelian dan pemasaran pangan. Juga sesuai Inpres Nomor 9 tahun 2001 dan Inpres Nomor 9 tahun 2002 tentang kebijakan perberasan, maka koperasi tidak berfungsi lagi sebagai pelaksana tunggal pembelian gabah, tidak ada lagi kebijakan harga dasar di tingkat petani, dan harga dasar pembelian gabah/beras petani hanya ditetapkan oleh Bulog. Disini terdapat dua konsekuensi penting yaitu petani harus memasuki mekanisme pasar, dan mereka harus menjamin kualitas gabah/beras yang ditetapkan Perum Bulog. Petani diduga memiliki bargaining position yang lemah dan karena itu akan sangat merugikan mereka dalam hal stabilitas produksinya, tingkat pendapatannya, dan harga yang wajar diterima terutama pada waktu panen raya.

Dalam kondisi mekanisme pasar yang belum menjamin posisi petani, dan bahkan belum tentu juga menjamin ketersediaan pangan nasional, koperasi hadir


(11)

mengangkat posisi petani dan dapat menjamin ketersediaan pangan nasional. Koperasi yang selama ini sudah eksis sebenarnya memiliki peran mendasar dalam penguatan ekonomi petani yakni melalui penjaminan ketersediaan pupuk dan harga terjangkau bagi petani, penanganan dan pengolahan gabah petani di saat surplus maupun defisit produksi, penjaminan nilai tukar dan income petani, membuka berbagai akses teknologi, informasi, pasar, dan bisnis kepada petani. Dalam tujuan ketahanan pangan, koperasi telah mengembangkan beberapa model pengamanan persediaan pangan diantaranya model bank padi, lumbung pangan, dan sentra-sentra pengolahan padi. Model-model ini berperan menjamin persediaan gabah/beras baik di daerah sentra produksi maupun daerah defisit pangan dan sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap impor beras yang sebenarnya secara substansial mengancam ketahanan nasional. Karena itu bagaimana memerankan koperasi sebagai lembaga ekonomi petani dan penguatan agribisnis di dalam perekonomian pasar sangatlah diperlukan.

Berdasarkan masalah di atas perlu dianalisis sejauh mana efektifitas perubahan kebijakan pemerintah dimaksud (distribusi pupuk dan pengadaan beras) yakni menyalurkan pupuk kepada petani guna meningkatkan produksi gabah dan pengadaan gabah/beras untuk pencapaian ketahanan pangan bagi masyarakat. Juga perlu dikaji pengembangan model bank padi, lumbung pangan, dan sentra-sentra pengolahan padi guna memperkuat ketahanan pangan nasional.

1.3. Tujuan Kajian

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi peran koperasi dalam menunjang ketahanan pangan berdasarkan perubahan kebijakan pemerintah terhadap distribusi pupuk dan beras.

2. Menganalisis efektifitas penyaluran pupuk dan pengadaan gabah/beras sesuai perubahan kebijakan pemerintah dimaksud.

3. Menganalisis dampak perubahan kebijakan tersebut terhadap penyediaan gabah/beras di dalam negeri dan daya dukung koperasi dalam menunjang ketahanan pangan.

4. Merumuskan model alternatif yang dapat diimplementasikan oleh koperasi guna mendukung ketahanan pangan nasional.


(12)

5

1.4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kajian ini meliputi beberapa aspek antara lain :

1. Keragaan distribusi pupuk dari produsen hingga ke konsumen sesuai perubahan kebijakan yang ada.

2. Pelayanan koperasi terhadap kegiatan produksi (gabah) petani dan pengadaan gabah/beras oleh koperasi.

3. Pengembangan model bank padi, lumbung pangan, dan sentra-sentra pengolahan padi untuk mendukung ketahanan pangan.

4. Kinerja kelembagaan koperasi dalam ketahanan pangan nasional.

5. Pola koperasi/KUD dalam distribusi pangan yang dirintis di beberapa daerah.


(13)

Ketahanan pangan dipandang sebagai hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan nasional untuk membentuk manusia Indonesia berkualitas, mandiri, dan sejahtera. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diwujudkan ketersediaan pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi dan beragam serta tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia dan terjangkau oleh daya beli masyarakat (Dewan Ketahanan Pangan, 2002).

Ketahanan pangan menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996, diartikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

Beras hingga kini masih merupakan salah satu komoditi pangan pokok bagi masyarakat Indonesia dan merupakan komoditi strategis bagi pembangunan nasional. Pengalaman pada periode-periode awal pembangunan di tanah air menunjukkan bahwa kekurangan beras sangat mempengaruhi kestabilan pembangunan nasional. Bahkan hingga kini, bukan saja pada tingkat nasional, daerah, dan rumahtangga tetapi juga tingkat internasional dimana terlihat besarnya dampak yang ditimbulkan akibat kekurangan persediaan pangan beras.

Dalam rangka menghindari dan sekaligus mengatasi akibat kekurangan pangan pokok ini, tidaklah mengherankan jika pemerintah telah mengambil langkah-langkah kebijakan dengan melibatkan sejumlah besar departemen dan instansi pemerintah untuk mengatur dan mendorong ketahanan pangan di Dalam Negeri. Departemen Koperasi adalah salah satu departemen yang sejak lama telah ditugaskan untuk menangani dan menyeleggarakan persediaan pangan khususnya beras bagi masyarakat. Dengan tanggung jawab ini dan disertai dukungan pemeritah, Departemen Koperasi telah menumbuh-kembangkan kegiatan usaha dan bisnis koperasi di tengah masyarakat. Usaha koperasi yang


(14)

7

sudah berjalan, telah menjangkau berbagai kegiatan usaha golongan ekonomi lemah dan telah berkembang luas ke berbagai pelosok Tanah Air.

Sejumlah fakta menunjukkan bahwa keberadaan organisasi koperasi di sektor pertanian diakui atau tidak sangat membantu petani dalam proses produksi pangan baik padi maupun palawija. Keberhasilan program Bimas dan Inmas di masa lalu tidak terlepas dari peranserta koperasi/KUD sejak dari penyediaan prasarana dan sarana produksi sampai dengan pengolahan hingga pemasaran produk.

Meskipun demikian kini jaman telah berubah, dan telah terjadi perubahan seiring berlangsungnya era globalisasi dan liberalisasi ekonomi. Untuk lebih mendorong dan mempercepat pencapaian ketahanan pangan, pemerintah kini telah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk penyaluran pupuk dan pengadaan beras. Pengambilan kebijakan ini dianggap perlu untuk mempermudah ketersediaan pupuk di lokasi petani dan penggunaannya dengan harga terjangkau, serta pengadaan gabah/beras yang menjamin persediaan Dalam Negeri. Diharapkan dengan kebijakan ini petani dapat meningkatkan produksi gabah mereka yang berarti pada satu sisi menjamin persediaan gabah/beras di dalam Negeri dan pada sisi lain meningkatkan pendapatan mereka. Sementara di sisi pengadaan, dengan kewenangan luas yang diberikan kepada berbagai lembaga untuk terlibat dalam pengadaan pangan akan menjamin stabilitas persediaan Dalam Negeri.

Secara umum, tujuan kebijakan yang diambil adalah baik, tetapi beberapa konsekuensi kini mulai muncul. Sebagai contoh, kebijakan penyaluran pupuk (Kepmen Perindag Nomor : 356/MPP/KEP/5/2004) memberikan kewenangan pada pihak-pihak swasta dan koperasi/KUD sebagai penyalur/pengecer pupuk ke konsumen. Berbeda dengan kebijakan sebelumnya (Kepmen Perindag Nomor : 378/MPP/KEP/8/1998), kebijakan baru ini tidak lagi memberikan kewenangan penuh kepada koperasi/KUD untuk menyalurkan pupuk, yang berarti peran koperasi/KUD dalam penyaluran pupuk kini menurun.

Perubahan kebijakan ini memiliki konsekuensi dalam jangka pendek mengganggu sistem distribusi pupuk yang selanjutnya mengganggu ketersediaan pupuk bagi para petani. Kekurangan ketersediaan pupuk akan mengganggu produksi gabah petani. Kekurangan ketersediaan pupuk dan penurunan produksi


(15)

gabah merupakan dua aspek yang saling mengikat. Karena itu kekurangan pupuk sudah tentu mengancam produksi petani, dan selanjutnya kekurangan beras mengancam ketahanan pangan yang akan berlanjut pada akibat kerawanan sosial. Penurunan kuantitas produksi petani berarti juga penurunan pendapatan mereka dan menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan petani menurun. Secara nasional, penurunan produksi beras di satu sisi dan peningkatan permintaan beras di sisi lain akan membuka kran impor. Dalam jangka pendek impor beras berguna mengatasi kekurangan persediaan dalam negeri, tetapi dalam jangka panjang menguras sumberdaya domestik (menguras devisa) dan melemahkan stabilitas nasional.

Konsekuensi perubahan kebijakan yang mengganggu sistem distribusi pupuk akan terlihat pada ketidaklancaran distribusi pupuk itu sendiri. Pemberian kebebasan kepada berbagai pihak untuk menyalurkan pupuk di satu sisi sementara di sisi lain pupuk sendiri merupakan “input/barang publik”, akan merugikan individu masyarakat (petani) yang menggunakannya secara enam tepat. Hal ini muncul disebabkan karena terjadi monopoli dan tindakan-tindakan lainnya untuk mengambil keuntungan sendiri dan merugikan para pelaku lain. Hal ini nyata dan telah dirasakan oleh petani yang kesulitan mendapat pupuk dengan harga di atas HET. Di sisi lain koperasi/KUD yang terkena dampak kebijakan tersebut telah menghadapi kondisi beroperasi di bawah kapasitas terpasang (idle capacity). Indikasi idle capacity koperasi juga terlihat pada penurunan jumlah koperasi yang berfungsi melayani kegiatan pengadaan pangan.

Keseluruhan konsekuensi ini menunjukkan bahwa perubahan suatu kebijakan dapat menguntungkan sebagian pelaku tetapi juga merugikan pelaku lain. Just et al (1982) mengatakan intervensi pemerintah ke pasar melalui suatu kebijakan yang bertujuan membantu salah satu pelaku (produsen atau konsumen) tidak selamanya membuat pasar menjadi seimbang (menguntungkan kedua pihak). Ketidakseimbangan pasar ini muncul sebagai akibat perubahan perilaku setiap pelaku dalam merespon perubahan yang terjadi di pasar. Perubahan perilaku para pelaku pasar terlihat dari berubahnya keputusan-keputusan mereka dan teridentifikasi dalam aspek-aspek seperti terjadi excess demand dan shortage supply atau sebaliknya, harga pasar yang meningkat atau menurun, serta


(16)

9

peningkatan atau penurunan fungsi kedua pelaku beserta lembaga yang membawahinya.

Selalu terdapat konsekuensi dari intervensi pemerintah ke pasar melalui kebijakan yang diambil, tetapi yang terpenting adalah tujuan yang hendak dicapai. Jika tujuannya adalah peningkatan produksi untuk menjaga stabilitas ketersediaan pangan dalam negeri, maka pemerintah harus menyediakan anggaran/biaya untuk mengkompensasi konsekuensi yang timbul akibat perubahan kebijakan yang diambil itu. Anggaran/biaya dimaksud disebut sebagai biaya pengadaan produksi pangan. Kompensasi ini memiliki arti ada resiko yang harus dibayar sebagai akibat kesalahan pengambilan kebijakan. Dengan demikian, jika kebijakan distribusi pupuk yang diambil teridentifikasi sangat kuat mengancam produksi petani (karena petani sebagai pelaku utama supply side) maka secara substansial kebijakan tersebut tidak layak.

Mempelajari perilaku para pelaku pasar yakni koperasi/KUD dan non-koperasi (swasta) dalam distribusi pupuk, akan diketahui keputusan-keputusan yang mereka ambil. Dapat juga diketahui seberapa besar penawaran dan permintaan pupuk pada masing-masing pihak, apakah terjadi excess demand dan excess supply pupuk, dan seberapa besar harga pupuk di pasar berada di atas HET. Apakah penyaluran pupuk oleh masing-masing pelaku sampai ke tangan petani sesuai prinsip enam tepat? Juga dapat dibandingkan pelaku mana yang menyalurkan pupuk sesuai tujuan kebijakan distribusi pupuk.

Ketimpangan peran koperasi akibat idle capacity yang dialami berpeluang mengganggu pencapaian ketahanan pangan. Hal ini disebabkan karena : (1) koperasi berperan dalam pembinaan produksi gabah petani (secara tidak langsung melalui penyaluran pupuk), (2) koperasi melakukan pengadaan dan pengolahan gabah/beras petani, dan (3) koperasi menyalurkan beras kepada konsumen. Mengenai pembinaan produksi, koperasi membawahi sekian banyak petani sehingga penyaluran pupuk yang tepat akan memberikan jaminan bagi produksi petani. Dalam pengadaan dan pengolahan gabah/beras, sering terjadi surplus produksi disaat panen raya yang menyebabkan harga gabah jatuh, dan kualitas gabah rendah seiring musim penghujan di saat panen.

Untuk menjamin nilai tukar petani, mengatasi penurunan kualitas gabah/beras, dan menjamin bahwa surplus gabah tersebut aman untuk tersedia


(17)

dengan kualitas dan kuantitas yang dikehendaki bagi ketahanan pangan, koperasi hadir dengan perannya. Koperasi telah mengembangkan model bank padi, lumbung pangan, dan sentra-sentra pengolahan padi yang berfungsi mengatasi kesulitan-kesulitan petani memasuki mekanisme pasar dan menjamin pengadaan gabah/beras bagi ketahanan pangan.

Jika model ini disandingkan dengan distribusi beras kepada konsumen, kemungkinan akan dicapai jalur distribusi yang mantap dan menjamin beras tersedia dengan kualitas, kuantitas, dan harga terjangkau bagi masyarakat. Ini adalah model yang kontradiktif dengan model mekanisme pasar. Mekanisme pasar dalam beberapa hal mungkin unggul tetapi ia sangat dekat dengan prinsip “profit maximization” dan mengabaikan “fungsi-fungsi sosial”. Beras merupakan komoditi strategis bagi ketahanan nasional dan juga sebagai komoditi publik dimana jika dilepaskan ke dalam mekanisme pasar maka akibat yang merugikan masyarakat luas akan segera muncul. Akibat tersebut antara lain harga tinggi, suplai menjadi langka, dan akses masyarakat luas untuk menikmatinya akan terbatas.

Mengkaji dan menganalisis model mana yang terbaik bagi tujuan ketahanan pangan nasional sangatlah diperlukan. Mengutamakan sumberdaya dalam negeri adalah prioritas utama, dan bukanlah mencari alternatif untuk bergantung seluruhnya pada kekuatan impor. Betapapun kuatnya kita mengimpor untuk ketahanan pangan akan sangat beresiko jika pasar pangan dunia mengalami goncangan. Pasar pangan dunia layaknya juga seperti pasar pangan dalam negeri yang sewaktu-waktu mengalami goncangan. Karena itu adalah bijaksana jika ketahanan itu dibangun berdasarkan kekuatan dalam negeri. Dengan membangun sebuah model yang menjelaskan fenomena di atas dan menganalisisnya secara kuantitatif akan terlihat sebesar apa koperasi berperan dalam pengadaan pangan khususnya gabah/beras.

Gambar 1 di bawah ini disajikan skema kerangka berpikir sebagaimana penjelasan di atas.


(18)

11

!"#$%"&'$(%!"#$%$!!$$$!&!$'(!

)*+,%$!)*%--.%,!).)./! )*+'%,-(-./(01%*#"!

2345678,9494:;, ,

)*+,%$!)*%--.%,!).)./!

)*+'%,/(01%*#"!

2345678,9494:;,

/(-#'<1-,, )*+'%,-(-./(01%*#"!

/(-#'<1-,, )*+'%,/(01%*#", 0%(!'#1-,0'0'/!"#$%$!!$!&!$$$(!

)*%-*0*1!-(-./(01%*#"! )*%-*0*1!/(01%*#",

)123./4$!-,5,6!)*+,%$!!

)*+'%,-(-./(01%*#"! 2345678,=7>78;,

,

)123./4$!-,5,6!)*+,%$!!

)*+'%,/(01%*#"!

2345678,=7>78;,

-,5,6!3,%! 5*1,4!!

-(-./(01%*#"! 2345678,=7>78,

,?7 ,>!"7#;, ,

-,5,6!3,%!5*1,4!!

/,(,0,1,%,*,#,"!

2345678,=7>78,?7 ,>!"7#;, 478797!:!;78<9=79!/>?> !7=779!"!! • 579#! $7%<&! ?' !'9=! $79=79&!

(>9)87!$>9=*?7+79!$7%<&!%??,! • .9<)! 4< $79! )<9-7 &! 47$8*)79&!

/*$>87(<!)>8#7<),!

• 3<97(! /*$>87(<&! )> %7&! $9()79(<! )>8#7<),!

/*+,6,%,%!),%-,%!! "4+2/!5*1,4!%,4$2%,#(!"!

0%(!'/#",!(<1#$"/,,,,$,,,,"<0(%,

!

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Keterkaitan Distribusi Pupuk, Produksi Gabah dan Distribusi Beras untuk Ketahanan Pangan.

/1&")*/*-,0'0'/!

/1&")*/*-,&1%*#!

-,5,6!3,%!5*1,4!!

&,',+,(,%! 2345678,=7>78,

?7 ,>!"7#;, ,


(19)

Berdasarkan bentuk permasalahan, ruang lingkup dan tujuan penelitian, kajian ini akan menggunakan metode survei. Metode survei adalah suatu metode yang dirancang untuk memperoleh informasi tentang status gejala pada saat penelitian dilakukan sehingga dapat diketahui kondisi variabel dalam suatu situasi tertentu (Babie, 1973). Pengetahuan atas kondisi peubah yang telah ditentukan tersebut akan bermanfaat untuk menjelaskan hubungan timbal-balik antar peubah, membandingkannya dengan kondisi lain atau sebelumnya, dan untuk menilai efektifitas suatu kebijakan atau program, di samping untuk menguji suatu hipotesis (Ary, 1979).

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada 7 propinsi yang merupakan daerah produsen dan konsumen pangan, masing-masing adalah : Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali dan Nusa Tenggara Barat. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus 2005.

3.2. Metode Penarikan Contoh

Penarikan contoh (sample) kajian dilakukan dengan Purposive Sampling

Method. Berdasarkan propinsi yang telah ditetapkan, selanjutnya dipilih beberapa kabupaten contoh yang dominan menyelenggarakan pengadaan pangan. Dari kabupaten terpilih, dipilih beberapa KUD dan Non-Koperasi yang dominan melakukan kegiatan distribusi pupuk dan pengadaan gabah/beras beserta para petani yang terkait dengannya. Secara umum, pengambilan contoh direncanakan sesuai data Tabel 1.

Responden penelitian ini adalah pengurus KUD, perusahaan swasta, anggota KUD, dan petani non-anggota KUD. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer akan diperoleh dari para responden melalui wawancara langsung dengan menggunakan Daftar Pertanyaan yang telah disusun secara terstruktur. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari BPS (pusat dan daerah), Dinas Koperasi tingkat propinsi dan kabupaten, lembaga/


(20)

13

instansi penyalur pupuk, dan lembaga-lembaga di daerah yang telah melaksanakan model-model pengadaan pangan.

Untuk memperoleh hasil analisis yang baik, penelitian ini akan menggunakan gabungan data (pool data) yakni data cross-section dan data time-series. Data cross-section mengukur sebuah variabel pada suatu waktu tertentu untuk fakta-fakta atau identitas yang memang berbeda. Sedangkan data time-series atau data deret waktu mengukur sebuah variabel tertentu selama beberapa periode waktu berturut-turut (Intriligator et al, 1996). Penggunaan pool data ini mutlak diperlukan mengingat aspek-aspek yang dikaji dalam penelitian ini mengandung perbedaan antar pelaku (sesuai lokasi) dan perbedaan antar waktu terkait ketahanan pangan dan peran koperasi di waktu lalu, kini, dan waktu yang akan datang.

Tabel 1. Sebaran Sampel dan Responden Penelitian

Sampel Sumut Sumbar Jabar Jatim Jateng Bali NTB

Kop/KUD 6 6 6 6 6 6 6

Anggota* 30 30 30 30 30 30 30

Non Anggota** 30 30 30 30 30 30 30

Swasta*** 6 6 6 6 6 6 6

Dinas

Propvinsi 1 1 1 1 1 1 1

Dinas

Kabupaten 2 2 2 2 2 2 2

Keterangan :

* Anggota adalah para petani anggota koperasi/KUD.

** Non anggota adalah para petani bukan anggota koperasi tetapi masih berada di wilayah tersebut.


(21)

3.3. Model dan Metode Analisis Data 3.3.1. Spesifikasi dan Perumusan Model

Spesifikasi atau perumusan model dalam penelitian ini didasarkan pada peranan koperasi di dalam ketahanan pangan. Untuk menunjang menciptakan ketahanan pangan khususnya dalam penyediaan beras yang adalah bahan pangan pokok, koperasi memiliki sejumlah peran yakni mendorong dan meningkatkan produksi gabah petani, mengolah dan menyediakan gabah/beras yang menjamin persediaan Dalam Negeri, dan menyediakan sarana produksi terutama pupuk guna penyelenggaraan produksi gabah petani.

Fenomena yang terjadi dan kini dihadapi adalah adanya perubahan kebijakan penyaluran pupuk dan pengadaan beras. Perubahan ini akan merubah fungsi dan peran para pelaku yang terlibat di dalamnya. Para pelaku disini adalah pihak swasta dan koperas/KUD yang mendistribusikan pupuk kepada petani dan pengadaan gabah/beras untuk menjamin persediaan dalam negeri. Masing-masing pelaku memiliki fungsi dan peran melayani unit-unit individu tertentu dimana semua fungsi dan peran mereka bertujuan menciptakan ketahanan pangan nasional.

Dengan memformulasi struktur kegiatan masing-masing pelaku akan memberikan penjelasan konprehensif sejauh mana masing-masing pelaku berperan dengan baik menjalankan fungsi mereka. Setelah melakukan analisis data akan diketahui sejauh mana koperasi berperan di dalam pengadaan pangan khususnya gabah/beras yakni : (1) perannya di dalam distribusi pupuk ke tangan petani yang kemudian meningkatkan produksi gabah, (2) peran di dalam pengadaan stok beras nasional, (3) peran meningkatkan income dan pengembangan bisnis petani serta peran sosial lainnya. Hasil analisis secara menyeluruh digunakan sebagai dasar evaluasi apakah penetapan kebijakan penyaluran pupuk dan pengadaan beras memberikan hasil maksimal sesuai tujuan penetapannya. Struktur kegiatan masing-masing pelaku sesuai kebijakan distribusi pupuk dan beras dimodel dalam sebuah model ekonometrika sistem persamaan simultan. Pada Gambar 2 ditunjukkan kerangka analisis dari model yang dibangun dan keluaran yang dihasilkan.


(22)

15

Masalah

1. Reposisi peran koperasi dalam ketahanan pangan. 2. Efektifitas penyaluran pupuk dan pengadaan beras

akibat perubahan kebijakan pemerintah terhadap kedua komoditi tersebut.

!" Pengembangan model-model pengadaan dan pengolahan gabah/beras oleh koperasi untuk tujuan ketahanan pangan.#

Model Pendekatan

Model ekonometrika sistem persamaan simultan!

!

Spesifikasi/Perumusan Model

1. Penawaran/permintaan pupuk oleh produsen, non-koperasi, non-koperasi, dan petani.

2. Produksi gabah petani.

3. Pengadaan gabah/beras oleh koperasi. 4. Model koperasi dan jaringan kelembagaan.

Identifikasi : Overidenfied: Metode Pendugaan : 2 SLS

Evaluasi dan Validasi Model

S I M U L A S I

H a s i l

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi peran koperasi dalam distribusi pupuk dan pengadaan gabah/beras.

2. Efektifitas penyaluran pupuk dan pengadaan gabah/beras sesuai perubahan kebijakan pemerintah dimaksud.

3. Besaran dampak kebijakan yang diambil terhadap pengadaan gabah/ beras di dalam negeri dan daya dukung koperasi dalam menunjang ketahanan pangan.

4. Model koperasi ketahanan pangan. #


(23)

Model untuk mempelajari distribusi pupuk dan pengadaan gabah/beras oleh koperasi dan non koperasi dibagi dalam beberapa kelompok persamaan antara lain : (1) persamaan-persamaan penawaran pupuk Lini II sampai Lini IV, (2) persamaan harga dan permintaan pupuk di tingkat petani, (3) persamaan produksi gabah, jumlah penjualan dan pendapatan petani, (4) persamaan harga dan pembelian gabah, dan penawaran beras oleh Non-Koperasi dan Koperasi, dan (5) persamaan koperasi dan jaringan kelembagaan. Penjelasan tentang kelompok-kelompok persamaan tersebut dapat dilihat sebagai berikut.

1. Persamaan Penawaran Pupuk dari Lini II sampai Lini IV

Persamaan penawaran pupuk Lini II sampai Lini IV seperti terlihat pada lampiran menjelaskan tentang perilaku penawaran pupuk pada masing-masing lini tersebut. Persamaan-persamaan ini menjelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku penawaran pupuk para pelaku pada masing-masing lini, dan faktor-faktor mana yang sesuai hasil analisis nanti potensial mendorong peningkatan penawaran pupuk oleh setiap pelaku. Apakah penawaran pupuk dilakukan sesuai tujuan kebijakan yang diberikan pemerintah ataukah lebih berat kepada tujuan meraih keuntungan sesuai mekanisme pasar yang ada. Dengan persamaan-persamaan ini kita juga akan mengetahui perilaku membuat kecurangan dari para pelaku dalam penyaluran pupuk hingga ke petani, dan karena itu pada kelompok persamaan kedua akan terlihat dampaknya terhadap jumlah penggunaan pupuk oleh para petani.

2. Persamaan Harga dan Permintaan Pupuk di Tingkat Petani

Kelompok persamaan ini menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku harga pupuk di tingkat petani dan jumlah penggunaan pupuk oleh petani. Petani disini dikelompokkan atas petani non-koperasi dan petani anggota koperasi. Fluktuasi harga pupuk di tingkat petani dapat disebabkan akibat adanya

excess demand dan excess supply pupuk. Harga pupuk yang meningkat dapat menyebabkan penggunaan pupuk oleh petani mungkin menurun yang selanjutnya berdampak pada produksi gabah petani (kelompok persamaan bagian ketiga).

Jumlah pupuk yang digunakan petani secara teori dan empiris dipengaruhi oleh luas sawah mereka, harga pupuk di tingkat petani, jumlah permintaan kredit,


(24)

17

jumlah penawaran pupuk oleh pengecer, dan kemudahan-kemudahan atau keterikatan yang disediakan oleh lembaga koperasi dan non-koperasi yang ada. Perilaku para petani dalam penggunaan pupuk disini akan menjelaskan realitas penyaluran pupuk hingga ke tingkat petani.

3. Persamaan Produksi Gabah, Jumlah Penjualan dan Pendapatan Petani

Jumlah gabah yang dihasilkan para petani, jumlah yang dijual, dan tingkat pendapatan mereka dapat dijelaskan dalam bagian kelompok persamaan ini. Para petani merupakan sasaran akhir dari penyaluran pupuk, dan jumlah pupuk yang digunakan mereka akan mempengaruhi jumlah gabah yang dihasilkan. Selanjutnya, dalam rangka menghasilkan income yang tinggi petani menjual gabah mereka kepada lembaga pembeli yang menawarkan harga gabah lebih tinggi. Selain itu, keputusan petani dalam menentukan tempat penjualan gabahnya juga dipengaruhi oleh kemudahan dan peluang-peluang yang disediakan lembaga-lembaga koperasi, non-koperasi, dan Bulog/Dolog di wilayah setempat. Secara implicit, hal ini menunjukkan peran lembaga-lembaga tersebut dalam menunjang dan meningkatkan income petani.

4. Persamaan Harga dan Pembelian Gabah, dan Produksi Beras oleh Koperasi

Kelompok persamaan ini menjelaskan harga gabah yang terbentuk di pasar dimana faktor yang mempengaruhinya secara teoritis dipengaruhi excess yang terjadi antara penawaran dan permintaan, dan berdasarkan patokan harga gabah yang ditetapkan pemerintah. Pembelian gabah ditelusuri pada lembaga Koperasi, dan dianalisis dari sisi produksi dan sisi persaingan pasar. Secara alami analisis sisi produksi menjelaskan faktor-faktor yang seharusnya berpengaruh terhadap keputusan pembelian gabah tersebut.

5. Persamaan Koperasi dan Jaringan Kelembagaan

Kelompok persamaan ini secara khusus menjelaskan kondisi internal koperasi yang menangani distribusi pupuk dan pengadaan gabah/beras. Persamaan disini menjelaskan kinerja koperasi dalam pengadaan gabah/beras, produktivitas yang diwujudkan, dan hubungan dengan lembaga lain dalam pengadaan gabah/beras. Secara umum kelompok persamaan ini tidak terlepas dari model secara keseluruhan.


(25)

3.3. 2. Identifikasi dan Pendugaan Model

Dalam formulasi model, identifikasi menjadi persoalan penting. Apabila model tidak teridentifikasi maka parameter-parameternya tidak bisa diestimasi. Suatu model dikatakan identified jika dinyatakan dalam bentuk statistik unik, yang menghasilkan estimasi parameter yang unik. Menurut Koutsoyianis (1977) terdapat dua dalil pengujian identifikasi yaitu order condition dan rank condition

yang diterapkan pada bentuk struktural model.

Dalil order condition menyatakan bahwa suatu persamaan dikatakan

identified bila jumlah seluruh variabel (predetermined dan endogen) yang tidak terdapat dalam persamaan tersebut tetapi terdapat dalam persamaan lain harus sama banyaknya dengan jumlah seluruh variabel endogen dalam model dikurangi satu. Sedangkan rank condition menyatakan bahwa suatu sistem yang terdiri dari G persamaan, suatu persamaan disebut identified jika dan hanya jika memiliki satu determinan yang tidak sama dengan nol yang berdimensi (G - 1) dari koefisien-koefisien variabel yang dimasukkan dalam persamaan tersebut tetapi terkandung dalam persamaan lain dalam model. Order condition diekspresikan sebagai berikut :

(K - M ) (G – 1) dimana :

G = Jumlah peubah endogen dalam model

K = Total peubah dalam model (peubah endogen dan eksogen) M = Jumlah peubah endogen dan eksogen yang dimasukan dalam suatu persamaan.

Jika (K – M) = (G – 1) maka suatu persamaan dikatakan exactly identified, (K – M) > (G – 1) dikatakan overidentified, dan (K – M) < (G – 1) dikatakan

underidentified. Order merupakan necessary condition tetapi not sufficient artinya walaupun satu persamaan identified menurut oder condition, tetapi bisa saja menjadi not-identified bila diuji dengan rank condition.

Setelah model diidentifikasi dengan menggunakan order condition,

diperoleh seluruh persamaan adalah “overidentified” sehingga metode pendugaan yang dapat diterapkan adalah metode 2 SLS. Untuk menguji apakah peubah-peubah penjelas secara bersama-sama berpengaruh nyata atau tidak terhadap


(26)

19

peubah endogen, maka pada masing-masing persamaan digunakan uji statistik F. Untuk menguji apakah masing-masing peubah penjelas secara individual berpengaruh nyata atau tidak terhadap peubah endogen pada masing-masing persamaan digunakan uji statistik t.

3.3.3. Validasi Model

Untuk keperluan simulasi terlebih dahulu model divalidasi untuk mengetahui apakah model sudah cukup baik atau belum. Untuk itu digunakan kriteria statistik Root Mean Squares Error (RMSE), Root Mean Squares Percent Error (RMSPE), U-Theil (Theil’s Inequality Coefficient) dan Koefisien Determinasi (R2). Penggunaan kriteria statistik bertujuan untuk membandingkan nilai aktual dengan nilai dugaan peubah endogen. Kriteria-kriteria statistik tersebut dirumuskan sebagai berikut :

(

)

! = − = ! " # $ % # & ' # & ! " ()*+ ; ! = −

= ""

# $ % % & ' ! " # $ % # & % # & ' # & ! " ()*,+

(

)

( )

!

( )

= + ! = ! = − = ! " # $ % # & ! " ! " # $ ' # & ! " ! " # $ % # & ' # & ! " -dimana : s t

Y = Nilai hasil simulasi dasar dari variabel observasi a

t

Y = Nilai aktual variabel observasi n = Jumlah periode observasi.

Semakin kecil nilai RMSE, RMSPE dan U semakin baik modelnya. Nilai U berkisar antara 0 dan 1, sedangkan nilai R2 yang baik adalah mendekati satu.

3.3.4. Simulasi Kebijakan dan Faktor Eksternal

Setelah melalui proses validasi dan model dinyatakan valid, maka dilakukan simulasi terhadap variabel-variabel kebijakan seperti perubahan kebijakan distribusi pupuk dan pengadaan beras yang semula dominan ditangani koperasi/KUD tetapi kini telah dilepas kepada mekanisme pasar. Juga simulasi


(27)

terhadap variabel-variabel kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk dan Harga Pembelian Gabah oleh pemerintah dimana keduanya merupakan variabel

signal pasar dan umum digunakan para pelaku pasar dalam operasionalisasi keputusan-keputusan mereka.

Simulasi ketiga variabel kebijakan ini akan dilihat dampaknya terhadap perubahan variabel-variabel keputusan di dalam model. Variabel-variabel utama yang dilihat adalah keputusan menyalurkan pupuk baik oleh koperasi dan non-koperasi, jumlah pupuk yang tersedia dan digunakan petani, produksi gabah dan tingkat income petani, pembelian dan pengadaan gabah/beras oleh masing-masing lembaga, dan variabel keputusan lainnya. Perubahan variabel-variabel dimaksud akan selalu dibandingkan antara koperasi dan non-koperasi untuk menguji efektifitas kebijakan dimaksud, dan semuanya akan menjelaskan peranan masing-masing lembaga di dalam ketahanan pangan khususnya pengadaan beras.

Selain terhadap variabel kebijakan di atas, simulasi juga dilakukan terhadap faktor-faktor eksternal (variabel-variabel non-kebijakan) untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan bagi variabel-variabel keputusan yang dianalisis. Hasil-hasil simulasi ini selain menjelaskan peranan lembaga koperasi dan non-koperasi, juga sekaligus digunakan sebagai dasar membentuk model ketahanan pangan.

3.4. Definisi Variabel Operasional

1. Penawaran pupuk masing-masing Lini II sampai Lini IV adalah jumlah pupuk yang ditawarkan oleh masing-masing pelakunya ke pasar. Khusus pada Lini IV, penawaran ini terbagi atas dua yaitu penawaran oleh koperasi dan non-koperasi. Penawaran pupuk diukur dalam satuan ton.

2. Permintaan pupuk masing-masing Lini II sampai Lini IV dan oleh petani adalah jumlah pupuk yang diminta oleh masing-masing pelaku. Khusus pada Lini IV, permintaan pupuk terbagi atas dua bagian yaitu permintaan oleh koperasi dan non-koperasi. Mengikuti permintaan pupuk di Lini IV, permintaan pupuk pada tingkat petani juga terbagi atas dua bagian yaitu permintaan pupuk oleh petani sebagai anggota koperasi dan permintaan pupuk oleh petani yang bukan anggota koperasi (petani non-koperasi). Permintaan pupuk diukur dalam satuan ton dan kilogram.


(28)

21

3. Produksi gabah terdiri atas gabah petani anggota koperasi dan gabah petani non-koperasi adalah jumlah gabah yang dihasilkan masing-masing petani selama satu periode panen, diukur dalam satuan ton atau kilogram.

4. Total produksi gabah petani adalah penjumlahan dari gabah petani anggota koperasi dan gabah petani non-koperasi, diukur dalam satuan ton atau kilogram.

5. Jumlah gabah yang dijual oleh petani anggota koperasi dan petani non-koperasi adalah bagian dari produksi gabah yang dapat mereka jual. Tidak semua gabah yang dihasilkan petani dijual untuk mendapatkan uang tetapi sebagian dikonsumsi sendiri oleh keluarganya. Jumlah penjualan gabah diukur dalam satuan ton atau kilogram.

6. Pendapatan petani anggota koperasi dan petani non-koperasi adalah pendapatan yang diperoleh dari usahatani padi yakni dari hasil penjualan gabah mereka, diukur dalam satuan rupiah.

7. Jumlah gabah yang dibeli koperasi, non-koperasi, Bulog/Dolog, dan Pemerintah Daerah setempat adalah jumlah gabah yang dibeli masing-masing lembaga dalam satu musim panen atau satu tahun, diukur dalam satuan ton.

8. Total pembelian gabah adalah penjumlahan dari pembelian gabah masing-masing lembaga, diukur dalam satuan ton.

9. Kontribusi pembelian gabah adalah kontribusi masing-masing lembaga dalam pembelian gabah per musim panen atau per tahun, diukur dalam satuan persen.

10. Jumlah gabah masing-masing lembaga adalah total jumlah gabah yang dimiliki masing-masing lembaga per musim panen atau per tahun, terdiri atas gabah yang baru dibeli dan stok gabah yang telah ada, diukur dalam satuan ton.

11. Total penawaran gabah (mewakili propinsi) adalah total jumah gabah yang ditawarkan per musim panen atau per tahun dan merupakan penjumlahan dari jumlah gabah masing-masing lembaga, diukur dalam satuan ton.

12. Penawaran beras masing-masing lembaga adalah jumlah beras yang diproduksi dan ditawarkan masing-masing lembaga per musim panen atau per tahun, diukur dalam satuan ton.


(29)

13. Total penawaran beras (mewakili propinsi) adalah total jumlah beras yang ditawarkan per musim panen atau per tahun dan merupakan penjumlahan dari jumlah beras masing-masing lembaga, diukur dalam satuan ton.

14. Total modal koperasi adalah total jumlah modal yang dimiliki koperasi dalam satu tahun, merupakan penjumlahan dari modal sendiri anggota koperasi dan modal luar. Modal sendiri anggota koperasi adalah bagian modal koperasi yang berasal dari modal anggota, sedangkan modal luar koperasi adalah bagian modal yang diperoleh dari luar koperasi. Ketiganya diukur dalam satuan rupiah.

15. Aset koperasi adalah total nilai aset koperasi per tahun, diukur dalam satuan rupiah.

16. Kapasitas produksi beras koperasi adalah kemampuan menghasilkan beras per musim panen atau per tahun berdasarkan kapasitas sarana dan prasarana yang dimiliki koperasi, diukur dalam satuan ton atau kwintal. 17. Produksi beras koperasi adalah jumlah beras yang diproduksi per musim

panen atau per tahun, diukur dalam satuan ton atau kwintal.

18. Volume usaha koperasi (volume) adalah total nilai hasil usaha koperasi per tahun, diukur dalam satuan rupiah.

19. SHU adalah nilai sisa hasil usaha koperasi per tahun, diukur dalam satuan rupiah.

20. Bagian sisa hasil usaha anggota koperasi adalah bagian SHU yang diterima masing-masing anggota dihitung secara rata-rata, diukur dalam satuan rupiah.

21. Produktivitas koperasi adalah angka atau indeks yang mengukur produktivitas anggota, asset, modal, dan SHU. Formulanya adalah volume usaha dibagi satuan variabel yang bersangkutan.


(30)

IV. GAMBARAN UMUM DISTRIBUSI PUPUK DAN PENGADAAN BERAS

4.1. Arti Penting Pupuk dan Beras Bagi Petani, Pemerintah dan Ketahanan Pangan

Pupuk dan beras adalah dua komoditi pokok dalam sistem ketahanan pangan nasional. Pupuk sebagai bahan kimia atau organisme berperan dalam penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung atau tidak langsung. Melalui pupuk tanaman pangan menghasilkan produksi pangan. Pupuk digunakan petani untuk meningkatkan produksi gabah mereka. Kekurangan penggunaan pupuk mengakibatkan produksi gabah petani menurun. Dengan demikian kebutuhan akan pupuk adalah hal yang utama bagi petani dalam peningkatan produksi gabah mereka.

Gabah petani menghasilkan beras yang dikonsumsi sebagai pangan pokok. Dalam sistem ketahanan pangan nasional, beras memiliki peran penting meskipun bukan lagi merupakan bahan pangan satu-satunya sumber karbohidrat. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia sejak turun temurun. Budidaya tanaman padi penghasil beras telah menyatu dengan kehidupan masyarakat tani Indonesia. Karena itu komoditi beras memiliki peran ganda terutama bagi petani sebagai sumber pangan dan lapangan usaha maupun bagi masyarakat Indonesia secara keseluruhan sebagai bahan pangan pokok dalam sistem ketahanan pangan nasional.

Pemerintah memandang ketahanan pangan sebagai hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan nasional untuk membentuk manusia Indonesia berkualitas, mandiri, dan sejahtera. Untuk mencapai ketahanan pangan tersebut perlu diwujudkan ketersediaan pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi dan beragam serta tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Beras merupakan salah satu bahan pangan pokok penting di dalam sistem ketahanan pangan sehingga dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan, pemerintah merasa penting untuk mengatur produksi dan pengadaan beras agar tersedia bagi masyarakat.


(31)

4.2. Subsidi Pupuk

Beras terkait dengan pupuk dan keduanya menyatu dengan petani. Ketiganya merupakan satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan. Pupuk sebagaimana fungsinya dapat memacu peningkatan produksi tanaman pangan. Karena itu pupuk merupakan komoditi yang memiliki peran strategis dalam mendukung sektor pertanian dan dalam upaya meningkatkan produksi gabah dan beras petani. Untuk mewujudkan ketahanan pangan pemerintah merasa perlu mendorong peningkatan produksi gabah dan beras di sektor pertanian.

Pupuk telah menjadi kebutuhan pokok bagi petani dalam produksi gabahnya. Tetapi penggunaan pupuk memerlukan biaya dan biaya tersebut merupakan beban bagi petani dalam proses produksi. Karena itu pada satu sisi pemerintah bermaksud membantu beban biaya pupuk petani dan mendorong peningkatan produksi gabah mereka. Sementara pada sisi lain pemerintah menganggap pupuk memiliki peran sangat penting didalam peningkatan produktivitas dan produksi komoditas pertanian untuk mewujudkan Program Ketahanan Pangan Nasional. Dengan demikian pemerintah merasa perlu mesubsidi pupuk.

Subsidi pupuk sekarang ini diberikan pemerintah melalui subsidi harga gas kepada industri pupuk. Subsidi harga gas kepada industri pupuk tersebut merupakan upaya pemerintah untuk menjamin ketersediaan pupuk bagi petani dengan harga yang telah ditetapkan pemerintah yaitu Harga Eceran Tertinggi (HET). Sesuai Keputusan Menteri Pertanian Nomor 106/Kpts/SR.130/2/2004 tentang kebutuhan pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian dan Nomor 64/Kpts/SR.130/3/2005 tentang kebutuhan dan harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian, pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya ditataniagakan dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) di tingkat pengecer resmi.

Jenis-jenis pupuk yang disubsidi sesuai Kepmen tersebut adalah pupuk Urea, SP-36, ZA dan NPK dengan komposisi 15 : 15 : 15 dan diberi label “Pupuk Bersubsidi Pemerintah.” Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah adalah : Pupuk Urea Rp. 1.050,- per kg; Pupuk ZA Rp. 950,- per kg; Pupuk SP-36 Rp. 1.400,- per kg; dan Pupuk NPK 1.600,- per kg. Jenis pupuk bersubsidi ini disediakan untuk pertanian Tanaman Pangan, Hortikultura,


(32)

25

Perkebunan dan atau Hijauan Makanan Ternak. Perkebunan yang dimaksudkan disini adalah usaha milik sendiri atau bukan, dengan luasan tidak melebihi 25 hektar dan tidak membutuhkan izin usaha perkebunan. Pupuk bersubsidi bukan diperuntukan bagi perusahaan perkebunan, perusahaan tanaman pangan, perusahaan hortikultura dan perusahaan peternakan.

Kebutuhan pupuk yang akan disubsidi dihitung berdasarkan usulan kebutuhan pupuk dari seluruh Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan di Propinsi dengan mempertimbangkan alokasi anggaran subsidi pupuk masing-masing tahun. Karena itu jumlah pupuk yang disubsidi menurut propinsi dan dirinci per kabupaten adalah tercantum dalam lampiran Keputusan Menteri Pertanian tentang kebutuhan dan harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi sektor pertanian pada masing-masing tahun.

4.3. Pengaturan Distribusi Pupuk

Dalam rangka meningkatkan produktivitas dan produksi komoditi pertanian untuk mewujudkan program ketahanan pangan nasional, pemerintah merasa perlu untuk menjamin ketersediaan pupuk bersubsidi saat dibutuhkan petani. Penjaminan pemerintah ini memenuhi prinsip 6 (enam) tepat yaitu tepat jenis, jumlah, harga, tempat, waktu, dan mutu. Beberapa kebijakan pemerintah dalam penyaluran pupuk antara lain Keputusan Menteri Perindustrian dan Pedagangan Nomor : 378/MPP/KEP/8/1998 memberikan kewenangan penuh kepada koperasi/KUD menyalurkan pupuk hingga ke petani. Bagan penyaluran pupuk

sesuai kebijakan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

Selanjutnya pada tahun 2004 pemerintah telah merubah kebijakan sebelumnya dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor : 356/MPP/KEP/5/2004. Kebijakan baru ini memberikan peluang lebih besar kepada

pengusaha non-koperasi yang berprinsip profit oriented untuk menjadi pelaku tata

niaga pupuk. Bagan penyaluran pupuk sesuai kebijakan baru ini dapat dilihat pada


(33)

PT. PUPUK KUJANG

PT. PUPUK KALTIM

PT.PUSRI PT. PETROKIMIA

PT. ISKANDAR MUDA

KUD PENYALUR

KUD PENGECER

PETANI KOORDINATOR PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI

PT. PUSRI

TANGGUNG JAWAB DARI LINI I S/D LINI III

TANGGUNG JAWAB DARI LINI III S/D LINI IV

TANGGUNG JAWAB DARI LINI IV S/D PETANI

Gambar 3. Struktur Penyaluran Pupuk Berdasarkan SK Menteri Perindag Nomor : 378/MPP/KEP/8/1988

5 produsen dengan wilayah tanggung jawab masing-masing

PRODUSEN PUPUK

DISTRIBUTOR

PENGECER

PETANI • UREA

• ZA • SP-36 • NPK

TANGGUNG JAWAB S/D LINI III

TANGGUNG JAWAB LINI III S/D LINI IV

TANGGUNG JAWAB LINI IV S/D PETANI

Gambar 4. Struktur Penyaluran Pupuk Berdasarkan SK Menteri Perindag Nomor : 356/MPP/KEP/5/2004


(34)

27

4.4. Pengaturan Pengadaan Pangan/Beras

Pemerintah dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan telah menetapkan beberapa kebijakan perberasan. Kebijakan pemerintah sesuai Inpres Nomor 2 Tahun 1997 tentang penetapan harga dasar gabah menugaskan koperasi dalam pembelian gabah petani. KUD ditugaskan membeli gabah petani sesuai Harga Dasar Gabah yang ditetapkan pemerintah. Juga KUD dapat menjual beras kepada BULOG sesuai Harga Pembelian Beras yang ditetapkan pemerintah. Sedangkan BULOG ditugaskan untuk membeli gabah dan beras dari KUD dan Non-KUD (swasta) sesuai harga penetapan pemerintah. Selanjutnya melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 345/KMK.017/2000, pemerintah menyediakan kredit bagi ketahanan pangan. Koperasi sesuai tugasnya telah menggunakan kredit tersebut untuk membeli gabah petani. Pada Gambar 5 berikut disajikan rantai tataniaga gabah dan beras yang terjadi di pasar sesuai kebijakan di atas maupun sesuai kebijakan beras tahun-tahun sebelumnya dimana koperasi/KUD ditugaskan secara utama dalam pengadaan pangan.

Selanjutnya di dalam Inpres Nomor 9 tahun 2001 dan Inpres Nomor 9 Tahun 2002 tentang penetapan kebijakan perberasan, tidak terdapat lagi harga dasar gabah di tingkat petani dan KUD tidak lagi diberikan tugas dalam pembelian gabah dan penjualan beras. Harga Dasar Pembelian Gabah dan Beras hanya diberikan di tingkat gudang BULOG dan dilaksanakan oleh BULOG. Secara umum sesuai kebijakan baru tersebut pengadaan pangan diserahkan kepada mekanisme pasar.

4.5. Fakta-fakta Distribusi Pupuk

Beberapa fakta keberhasilan telah dicapai koperasi saat berlakunya Keputusan Menteri Perindustrian dan Pedagangan Nomor: 378/MPP/KEP/8/1998 dimana koperasi/KUD diberikan kewenangan penuh untuk menyalurkan pupuk hingga ke petani. Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2005 melaporkan bahwa pada periode dimana kebijakan di atas berlaku, PT. PUSRI telah menunjuk 2.335 unit KUD sebagai penyalur dan pengecer pupuk kepada petani. Dalam pelaksanaan kebijakan tersebut, penyaluran pupuk berjalan dengan lancar sehingga kebutuhan pupuk petani terlayani dengan baik tanpa ada kelangkaan pupuk ataupun harga pupuk yang tinggi.


(35)

Setelah diberlakukannya Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor : 356/MPP/KEP/5/2004 dimana penyaluran pupuk diserahkan kepada mekanisme pasar, muncul beberapa permasalahan. Kelangkaan pupuk terjadi terutama di daerah sentra produksi beras pada bulan Mei, Juni, Nopember dan Desember 2004. Harga pupuk di tingkat petani berada di atas HET (di Jawa Tengah) yakni antara Rp. 1.450 – Rp. 1.600, per kilogram. Munculnya keluhan petani dari beberapa daerah bahwa ada beberapa distributor

Tingkat Propinsi Kabupaten Kota Besar Tingkat

Desa Kecamatan

Tingkat Propinsi IMPOR

Lumbung

Desa P E T A N I

Pedagang Kecil

Penebas & Pengijon

Buruh Pe- manen/ Penderep

KUD Penggilingan Penyimpanan

Penggilingan Kecil

Penggilingan Besar

Gudang DOLOG

Pedagang Besar Satuan

Tugas

KUD MODEL

K O N S U M E N

Pengecer

Gambar 5. Rantai Tataniaga Gabah dan Beras oleh Sektor Pemerintah, Koperasi dan Swasta Menurut Mears dan Ellis, 1992.

Keterangan :

Gabah Sektor Pemerintah Sektor Swasta

Beras Sektor Koperasi


(36)

29

yang berkedudukan di luar kabupaten yang menjadi wilayah tanggung jawabnya. Jumlah koperasi/KUD yang terlibat dalam penyaluran pupuk setelah kebijakan baru tersebut menurut data sementara PT. PUSRI, PT. PETRO KIMIA GRESIK dan PT. PUPUK KALTIM hanya tersisia 40 % atau 934 unit koperasi (Kementerian Koperasi dan UKM, 2005).

Media Industri dan Perdagangan pada Maret 2006 menyebutkan bahwa hampir setiap tahun khususnya menjelang musim tanam padi, Indonesia dilanda isu kelangkaan pupuk di berbagai daerah. Isu kelangkaan pupuk yang hampir terjadi secara berulang setiap menjelang musim tanam padi disebabkan oleh (1) turunnya produksi pupuk akibat gangguan pasokan gas bumi dan adanya gangguan teknis pabrik, (2) terjadinya peningkatan kebutuhan pupuk nasional terutama di Pulau Jawa, (3) beberapa produsen dan distributor pupuk tidak melaksanakan Keputusan Menperindag Nomor 70/MPP/Kep/2/2003 secara penuh, (4) adanya disparitas harga pupuk urea antara pupuk bersubsidi untuk petani dengan pupuk untuk perkebunan dan industri, dan (5) sejumlah pedagang pengumpul menjual pupuk urea bersubsidi kepada pihak perusahaan swasta besar (perkebunan atau industri) atau bahkan menyelundupkannya ke luar negeri. Pada Propinsi Sumatera Barat, pengurus KUD dan KTNA Kabupaten/Kota se-Sumatera Barat pada musim tanam 2005/2006 menyebutkan bahwa monopoli penyaluran pupuk oleh pihak swasta begitu berat dan tertutup. Penyaluran pupuk bersubsidi bahkan pupuk non-bersubsidi-pun dilakukan oleh para distributor yang sama dan tidak transparan. Karena itu kondisi tersebut sulit diawasi. Keterlibatan Pusat KUD Sumatera Barat sebagai salah satu distributor pupuk, hanya ditunjuk untuk melayani KUD-KUD di tiga Rayonering yang telah ditentukan oleh PT. PUSRI, yaitu Kabupaten 50 Kota/Payakumbuh, Kabupaten Tanah Datar/Padang Panjang dan Kabupaten Dharmasyara. Sementara kios-kios KUD yang berada di luar rayonering Pusat KUD Sumatera Barat tidak mendapatkan pelayanan. Kios-kios KUD yang selama ini dipersiapkan dan terbukti berhasil dalam menunjang program peningkatan pangan/swasembada, sekarang tidak difungsikan lagi. Dengan tidak difungsikannya kios-kios KUD ini, petani/kelompok tani sangat sulit untuk mendapatkan pupuk. Kelangkaan pupuk tersebut mendorong kenaikan harga cukup tinggi. Harga pupuk urea di tingkat petani sesuai fakta di lapangan


(1)

Lampiran 9. Hasil Simulasi dan Prioritas Skenario Kebijakan Alternatif

pada SUMUT

ALTERNATIF KEBIJAKAN

PEUBAH

!"#$"%&'(

&')%&*+"(

,-%.%/%0%

!"#$"%&'(

&')%&*+"(

,-%.%/%0%1%

2"#$"%$"(

3"2%.450%

6'&')%&*(

+",-.7/08%

2#$%$"3"2%

1%3*9-%$"(

3"2%.450%

6'&')%&*(

+",-%:",%

2"#$"%$"(

3"2%(450%

%

6#";"#"(

,"<;"#","%

&#=:');-%

3*#";%)=&%

%.%7/%0%

>;*+%.%?=(

9' *%';"(

2"%.%45%0%

%

!"3',$",

!

%

%

LINI II - IV

S2SMUT

-0.20 -0.20 -2.36 0.97 0.00 0.00 -2.36

S3KAB

-0.21 -0.21 -2.39 0.99 0.00 0.00 -2.39

S4ECNKO

-0.19 -0.19 -2.17 0.88 0.00 0.00 -2.17

HARGA PUPUK

PPETKOP

- - 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

PETANI KOP.

DPPETKOP

5.67 5.67 - - 0.00 0.00 -

GPETKOP

0.95 2.07 5.32 -2.79 0.00 0.00 5.32

JGPETKOP

0.95 2.42 5.66 -3.14 0.00 0.00 5.66

IPETKOP

1.09 7.63 5.85 -3.14 0.00 0.00 11.51

PETANI NON-KOP

DPPETNKO

2.16 2.16 - - 0.00 0.00 -

GPETNKO

0.73 0.73 8.36 -3.41 0.00 0.00 8.36

JGPETNKO

0.75 1.87 9.66 -4.61 0.00 0.00 9.66

IPETNKO

0.75 4.59 8.70 -3.57 0.00 0.00 12.86

BERAS KOP.

PGKOP

0.10 - - - 0.00 0.00 -

BGKOP

-0.04 -9.35 - - 22.78 0.00 -

PROBRKOP

-0.03 -7.38 7.91 7.42 10.72 0.00 8.66

CPPRODBR

-0.01 -2.20 2.36 2.21 19.87 0.00 16.88

LEMBAGA KOP.

MOSE

0.00 -0.60 0.64 0.60 5.39 0.00 4.58

MOLU

0.00 0.10 -0.11 -0.10 5.85 3.01 2.23

ASET

0.00 0.00 0.00 0.00 20.07 - -

VOLUME

0.04 0.04 0.50 -0.20 0.03 - -

SHU

0.02 0.02 0.26 -0.11 11.14 10.32 10.32

SHUA

0.04 0.04 0.44 -0.18 6.44 11.82 11.82

PRAN

0.08 0.08 0.97 -0.39 0.07 19.49 19.49

PRAS

0.03 0.03 0.20 -0.07 0.03 3.54 3.54

PRUS

0.05 0.05 0.62 -0.25 0.04 12.52 12.52

Prioritas :

* Skenario Gabungan :

Kenaikan penggunaan pupuk petani 25 %, harga gabah 10 %, pembelian gabah 10 %, kapasitas prasarana dan sarana produksi beras 25 %, aset dan volume usaha koperasi 10 %.


(2)

Lampiran 10. Hasil Simulasi dan Prioritas Skenario Kebijakan Alternatif

pada SUMBAR

ALTERNATIF KEBIJAKAN

PEUBAH

!"#$"%&'(

&')%&*+"(

,-%.%/%0%

!"#$"%&'(

&')%&*+"(

,-%.%/%0%1%

2"#$"%$"(

3"2%.450%

6'&')%&*(

+",-.7/08%

2#$%$"3"2%

1%3*9-%$"(

3"2%.450%

6'&')%&*(

+",-%:",%

2"#$"%$"(

3"2%(450%

%

6#";"#"(

,"<;"#","%

&#=:');-%

3*#";%)=&%

%.%7/%0%

>;*+%.%?=(

9' *%';"(

2"%.%45%0%

%

!"3',$",

!

%

%

LINI II - IV

S2SBAR

-0.05 5.82 0.48 7.38 -0.05 0.00 2.10

S3KAB

0.00 5.86 0.74 7.42 0.00 0.00 2.30

S4ECNKO

0.00 5.90 -0.10 7.74 0.00 0.00 0.00

HARGA PUPUK

PPETKOP

- - 0.24 0.24 -0.06 0.00 4.53

PETANI KOP.

DPPETKOP

-3.66 -4.50 - - 0.00 0.00 -

GPETKOP

-0.83 -0.18 6.05 -2.89 0.00 0.00 8.21

JGPETKOP

-0.87 3.29 8.97 -4.57 0.00 0.00 10.66

IPETKOP

-0.64 3.43 7.18 -3.76 0.00 0.00 8.39

PETANI NON-KOP

DPPETNKO

0.00 -0.42 - - 0.00 0.00 -

GPETNKO

0.00 -0.85 8.08 -4.66 0.00 8.64 10.54

JGPETNKO

-0.09 5.86 10.89 -9.55 0.00 7.80 15.37

IPETNKO

-0.36 6.40 9.36 -10.45 0.00 13.61 19.41

BERAS KOP.

PGKOP

-0.49 - - - 0.00 0.00 -

BGKOP

-0.27 5.83 - 4.03 7.61 1.92 -

PROBRKOP

-0.21 10.04 14.27 2.49 40.60 11.70 34.32

CPPRODBR

-0.12 2.46 8.80 2.28 33.43 11.29 33.44

LEMBAGA KOP.

MOSE

-0.21 2.07 2.44 1.84 33.71 14.72 17.56

MOLU

2.95 2.39 2.79 2.58 13.93 8.50 10.50

ASET

1.97 1.47 1.53 1.46 16.91 - -

VOLUME

-0.04 4.48 6.38 3.92 8.04 - -

SHU

2.39 5.47 6.50 5.17 2.70 4.74 14.74

SHUA

2.32 6.08 7.54 5.65 2.63 4.54 8.54

PRAN

-0.12 10.27 16.49 0.44 3.12 4.17 14.17

PRAS

0.00 5.97 5.97 5.92 1.00 1.55 6.55

PRUS

-0.03 5.00 6.17 4.66 3.03 3.85 8.85

Prioritas :

* Skenario Gabungan :

Kenaikan penggunaan pupuk petani 25 %, harga gabah 10 %, pembelian gabah 10 %, kapasitas prasarana dan sarana produksi beras 25 %, aset dan volume usaha koperasi 10 %.


(3)

Lampiran 11. Hasil Simulasi dan Prioritas Skenario Kebijakan Alternatif

pada JABAR

ALTERNATIF KEBIJAKAN

PEUBAH

!"#$"%&'(

&')%&*+"(

,-%.%/%0%

!"#$"%&'(

&')%&*+"(

,-%.%/%0%1%

2"#$"%$"(

3"2%.450%

6'&')%&*(

+",-.7/08%

2#$%$"3"2%

1%3*9-%$"(

3"2%.450%

6'&')%&*(

+",-%:",%

2"#$"%$"(

3"2%(450%

%

6#";"#"(

,"<;"#","%

&#=:');-%

3*#";%)=&%

%.%7/%0%

>;*+%.%?=(

9' *%';"(

2"%.%45%0%

%

!"3',$",

!

%

%

LINI II - IV

S2JBAR

20.86 20.86 -12.77 4.98 0.00 0.00 -4.65

S3KAB

21.31 21.31 -13.04 5.09 0.00 0.00 -3.14

S4ECNKO

23.72 23.72 -14.51 5.66 0.00 0.00 -3.24

HARGA PUPUK

PPETKOP

- - 0.22 -0.07 0.00 0.00 3.69

PETANI KOP.

DPPETKOP

-0.03 -0.03 - - 0.00 0.00 -

GPETKOP

0.00 0.00 6.64 -1.06 0.00 0.00 11.03

JGPETKOP

0.10 10.03 12.81 -11.57 0.00 0.00 18.56

IPETKOP

0.03 13.86 27.70 -25.02 0.00 0.00 16.14

PETANI NON-KOP

DPPETNKO

0.45 0.45 - - 0.00 0.00 -

GPETNKO

0.11 0.11 6.28 -2.45 0.00 0.00 9.51

JGPETNKO

0.86 9.20 11.98 -33.83 0.00 0.00 12.23

IPETNKO

0.04 11.96 24.77 -53.47 0.00 0.00 12.06

BERAS KOP.

PGKOP

2.17 - - - 0.00 0.00 -

BGKOP

-2.50 -10.95 - 12.20 16.79 0.00 -

PROBRKOP

-1.66 -7.27 13.64 8.10 13.44 0.00 6.81

CPPRODBR

-2.12 -9.28 17.30 3.30 14.09 0.00 9.97

LEMBAGA KOP.

MOSE

-0.05 -0.20 0.38 0.22 1.09 1.02 5.77

MOLU

0.00 0.02 0.02 0.02 3.34 3.93 3.95

ASET

0.00 0.00 0.01 0.00 3.70 - -

VOLUME

2.32 1.69 3.01 1.51 1.39 - -

SHU

1.11 0.81 1.00 0.72 1.27 4.28 4.28

SHUA

0.90 0.66 0.00 0.58 0.92 4.27 4.27

PRAN

-3.59 -2.87 0.11 -2.67 1.57 2.06 2.06

PRAS

0.09 0.09 0.00 0.00 0.09 1.22 1.22

PRUS

0.07 0.05 0.00 0.04 0.04 5.39 5.39

Prioritas :

* Skenario Gabungan :

Kenaikan penggunaan pupuk petani 25 %, harga gabah 10 %, pembelian gabah 10 %, kapasitas prasarana dan sarana produksi beras 25 %, aset dan volume usaha koperasi 10 %.


(4)

Lampiran 12. Hasil Simulasi dan Prioritas Skenario Kebijakan Alternatif

pada JATIM

ALTERNATIF KEBIJAKAN

PEUBAH

!"#$"%&'(

&')%&*+"(

,-%.%/%0%

!"#$"%&'(

&')%&*+"(

,-%.%/%0%1%

2"#$"%$"(

3"2%.450%

6'&')%&*(

+",-.7/08%

2#$%$"3"2%

1%3*9-%$"(

3"2%.450%

6'&')%&*(

+",-%:",%

2"#$"%$"(

3"2%(450%

%

6#";"#"(

,"<;"#","%

&#=:');-%

3*#";%)=&%

%.%7/%0%

>;*+%.%?=(

9' *%';"(

2"%.%45%0%

%

!"3',$",

!

%

%

LINI II - IV

S2JTIM

-1.49 -1.49 5.49 -2.15 0.00 0.00 3.14

S3KAB

-1.53 -1.53 5.62 -2.60 0.00 0.00 3.46

S4ECNKO

-1.55 -1.55 2.35 -0.89 0.00 0.00 1.06

HARGA PUPUK

PPETKOP

- - -1.07 0.46 0.00 0.00 2.73

PETANI KOP.

DPPETKOP

-2.36 -2.36 - - 0.00 0.00 -

GPETKOP

-1.05 -1.05 11.35 -4.32 0.00 0.00 17.41

JGPETKOP

-1.12 1.37 11.43 -4.25 0.00 0.00 17.64

IPETKOP

-0.76 0.89 12.23 -5.36 0.00 0.00 18.08

PETANI NON-KOP

DPPETNKO

-0.09 -0.09 - - 0.00 0.00 -

GPETNKO

-0.04 -0.04 13.33 -5.42 0.00 0.00 20.58

JGPETNKO

-1.58 3.01 14.88 -8.24 0.00 0.00 24.15

IPETNKO

-1.87 2.44 16.75 -5.62 0.00 0.00 22.93

BERAS KOP.

PGKOP

1.29 - - - 0.00 0.00 -

BGKOP

-0.80 -7.30 - -5.54 10.24 0.00 -

PROBRKOP

-0.87 -7.96 13.84 -6.03 6.46 0.00 12.01

CPPRODBR

-0.27 -2.01 3.39 -1.47 16.85 0.00 14.01

LEMBAGA KOP.

MOSE

0.02 0.17 0.29 -0.13 1.44 5.23 5.64

MOLU

0.00 0.00 0.00 0.00 1.86 3.68 3.66

ASET

0.00 0.00 0.00 0.00 1.90 - -

VOLUME

0.02 0.02 1.76 0.31 2.00 - -

SHU

0.03 0.03 1.04 0.41 0.40 3.16 3.16

SHUA

0.06 0.06 0.08 0.83 0.84 2.15 2.15

PRAN

0.02 0.02 0.73 0.29 0.87 2.74 2.74

PRAS

0.02 0.02 0.58 0.24 1.02 1.76 1.76

PRUS

0.03 0.03 0.61 0.27 1.01 3.14 3.14

Prioritas :

* Skenario Gabungan :

Kenaikan penggunaan pupuk petani 25 %, harga gabah 10 %, pembelian gabah 10 %, kapasitas prasarana dan sarana produksi beras 25 %, aset dan volume usaha koperasi 10 %.


(5)

Lampiran 13. Hasil Simulasi dan Prioritas Skenario Kebijakan Alternatif

pada BALI

ALTERNATIF KEBIJAKAN

PEUBAH

!"#$"%&'(

&')%&*+"(

,-%.%/%0%

!"#$"%&'(

&')%&*+"(

,-%.%/%0%1%

2"#$"%$"(

3"2%.450%

6'&')%&*(

+",-.7/08%

2#$%$"3"2%

1%3*9-%$"(

3"2%.450%

6'&')%&*(

+",-%:",%

2"#$"%$"(

3"2%(450%

%

6#";"#"(

,"<;"#","%

&#=:');-%

3*#";%)=&%

%.%7/%0%

>;*+%.%?=(

9' *%';"(

2"%.%45%0%

%

!"3',$",

!

%

%

LINI II - IV

S2BALI

0.08 0.08 8.11 -3.23 0.00 0.00 8.11

S3KAB

0.10 0.10 9.65 -3.86 0.00 0.00 9.65

S4ECNKO

0.11 0.11 9.42 -3.75 0.00 0.00 9.42

HARGA PUPUK

PPETKOP

- - -0.46 0.23 0.00 0.00 -0.46

PETANI KOP.

DPPETKOP

-0.40 -0.40 - - 0.00 0.00 -

GPETKOP

-0.02 -0.02 1.14 -0.46 0.00 0.00 1.14

JGPETKOP

0.93 18.90 19.35 -19.10 0.00 0.00 19.35

IPETKOP

0.43 8.83 9.04 -8.92 0.00 0.00 9.04

PETANI NON-KOP

DPPETNKO

1.01 1.01 - - 0.00 0.00 -

GPETNKO

0.36 0.36 8.98 -3.57 0.00 0.00 8.98

JGPETNKO

0.39 0.80 9.69 -4.10 0.00 0.00 9.69

IPETNKO

0.57 1.16 14.04 -5.95 0.00 0.00 14.04

BERAS KOP.

PGKOP

0.47 - - - 0.00 0.00 -

BGKOP

-0.18 -3.65 - 3.66 26.13 0.00 -

PROBRKOP

-0.22 -4.42 12.10 4.42 26.49 0.00 6.97

CPPRODBR

-0.33 -6.71 18.38 6.71 26.53 0.00 -3.12

LEMBAGA KOP.

MOSE

0.00 -0.07 0.20 0.07 0.28 0.00 -0.03

MOLU

0.00 0.04 -0.12 -0.04 -1.60 13.11 13.13

ASET

0.00 0.00 0.00 0.00 -1.33 - -

VOLUME

-0.05 -1.05 2.78 1.08 6.28 - -

SHU

-0.02 -0.33 0.87 0.34 1.96 3.12 3.12

SHUA

-0.01 -0.14 0.38 0.15 0.85 1.36 1.36

PRAN

-0.01 -0.19 0.49 0.19 1.11 1.76 1.76

PRAS

-0.06 -1.10 2.90 1.12 6.57 10.45 10.45

PRUS

-0.02 -0.37 0.97 0.38 2.20 3.50 3.50

Prioritas :

* Skenario Gabungan :

Kenaikan penggunaan pupuk petani 25 %, harga gabah 10 %, pembelian gabah 10 %, kapasitas prasarana dan sarana produksi beras 25 %, aset dan volume usaha koperasi 10 %.


(6)

Lampiran 14. Hasil Simulasi dan Prioritas Skenario Kebijakan Alternatif

pada NTB

ALTERNATIF KEBIJAKAN

PEUBAH

!"#$"%&'(

&')%&*+"(

,-%.%/%0%

!"#$"%&'(

&')%&*+"(

,-%.%/%0%1%

2"#$"%$"(

3"2%.450%

6'&')%&*(

+",-.7/08%

2#$%$"3"2%

1%3*9-%$"(

3"2%.450%

6'&')%&*(

+",-%:",%

2"#$"%$"(

3"2%(450%

%

6#";"#"(

,"<;"#","%

&#=:');-%

3*#";%)=&%

%.%7/%0%

>;*+%.%?=(

9' *%';"(

2"%.%45%0%

%

!"3',$",

!

%

%

LINI II - IV

S2NTB

-1.95 -1.95 -2.48 0.99 0.00 0.00 -2.48

S3KAB

-2.06 -2.06 -2.61 1.05 0.00 0.00 -2.61

S4ECNKO

-12.35 -12.35 -15.61 6.33 0.00 0.00 -15.61

HARGA PUPUK

PPETKOP

- - 0.62 -0.23 0.00 0.00 0.62

PETANI KOP.

DPPETKOP

-0.28 -0.28 - - 0.00 0.00 -

GPETKOP

-0.08 -0.08 6.63 -2.65 0.00 0.00 6.63

JGPETKOP

1.88 18.52 20.73 -17.85 0.00 0.00 20.73

IPETKOP

0.94 9.19 10.30 -8.86 0.00 0.00 10.30

PETANI NON-KOP

DPPETNKO

2.36 2.36 - - 0.00 0.00 -

GPETNKO

0.48 0.48 5.04 -2.03 0.00 0.00 5.04

JGPETNKO

0.61 1.62 6.34 -3.14 0.00 0.00 6.34

IPETNKO

0.89 2.36 9.25 -4.57 0.00 0.00 9.25

BERAS KOP.

PGKOP

1.04 - - - 0.00 0.00 -

BGKOP

-0.33 -3.22 - 2.95 26.64 0.00 -

PROBRKOP

-0.35 -3.46 10.61 3.17 27.33 0.00 9.24

CPPRODBR

-0.43 -4.14 12.69 3.79 28.11 0.00 6.48

LEMBAGA KOP.

MOSE

-0.03 -0.31 0.95 0.29 2.11 0.00 0.49

MOLU

0.01 0.11 -0.34 -0.10 -0.75 1.18 1.01

ASET

0.00 0.00 0.03 0.00 0.02 - -

VOLUME

-2.03 -2.03 -2.56 1.03 0.00 - -

SHU

-2.65 -2.65 -3.35 1.35 0.00 13.07 13.07

SHUA

-2.11 -2.11 -2.66 1.07 0.00 10.39 10.39

PRAN

-3.02 -3.02 -3.81 1.54 0.00 14.89 14.89

PRAS

-2.72 -2.72 -3.44 1.40 0.00 13.47 13.47

PRUS

-1.63 -1.63 -2.06 0.83 0.00 8.02 8.02

Prioritas :

* Skenario Gabungan :

Kenaikan penggunaan pupuk petani 25 %, harga gabah 10 %, pembelian gabah 10 %, kapasitas prasarana dan sarana produksi beras 25 %, aset dan volume usaha koperasi 10 %.