Analisis Komparatif Pemurnian Jatidiri Koperasi Simpan Pinjam KSP Dan Koperasi Kredit KOPDIT

(1)

!"#"$%&'("'#")$

$

$

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, kegiatan Analisis Komparatif Pemurnian Jatidiri Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Koperasi Kredit (Kopdit) dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Kegiatan penelitian ini merupakan kerjasama antara Dirjen Dikti Departemen Pendidikan Nasional dengan Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Kementerian Koperasi dan UKM yang dilaksanakan oleh Tim terdiri dari 7 (tujuh) personil.

Pada kesempatan ini, ijinkan kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Deputi Menteri Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK yang telah memberikan dukungan dan masukan yang berharga bagi penelitian ini. Ucapan terima kasih lainnya kami tujukan bagi semua pihak yang telah memberikan dukungan dan sumbangan pemikiran bagi pelaksanaan kegiatan dan penyusunan laporan ini.

Kami menyadari mungkin masih ada kekurangan dalam penyusunan laporan ini. Oleh itu, sumbang saran untuk perbaikan laporan penelitian ini sangat kami harapkan. Terima kasih.

Jakarta. Desember 2009

Tim Peneliti

$

$


(2)

!"#$%&'&#()%')%*+",(

(

!"!#$%$%&'()*!+!,$-&*.)/+"$!"&0!,$1$+$&'(*.+!%$& !"!#$%$%&'()*!+!,$-&*.)/+"$!"&0!,$1$+$&'(*.+!%$& !"!#$%$%&'()*!+!,$-&*.)/+"$!"&0!,$1$+$&'(*.+!%$& !"!#$%$%&'()*!+!,$-&*.)/+"$!"&0!,$1$+$&'(*.+!%$& %$)*!"&*$"0!)&2'%*3&1!"&'(*.+!%$&'+.1$,&2'(*1$,3& %$)*!"&*$"0!)&2'%*3&1!"&'(*.+!%$&'+.1$,&2'(*1$,3&%$)*!"&*$"0!)&2'%*3&1!"&'(*.+!%$&'+.1$,&2'(*1$,3& %$)*!"&*$"0!)&2'%*3&1!"&'(*.+!%$&'+.1$,&2'(*1$,3&&&&&

&&&& &&&& &&&&

Salah satu fungsi dan peran penting koperasi di dalam Undang -undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian adalah membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. Fungsi dan peran tersebut memperlihatkan bahwa ada keterkaitan antara potensi dan kemampuan ekonomi yang dimiliki para anggotanya yang perlu dikembangkan dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki koperasi yang mewadahi mereka. Keterkaitan tersebut diharapkan dapat terjalin di antara Koperasi-koperasi Sekunder dan Koperasi-koperasi Primer sebagai anggotanya

Untuk mengetahui bagaiamana implementasi UU No.25 Tahun 1992 tersebut, maka perlu dianalisis seberapa jauh pemurnian jatidiri koperasi, melalui implementasi prinsip-prinsip koperasi sebagai pencerminan koperasi yang memegang teguh fisolofi/ideologi genuine cooperatives. Hal ini diduga implementasi prinsip-prinsip koperasi memiliki intensitas yang beragam, baik pada jenis maupun skala usaha dan cakupan luas wilayah kerja koperasi.

Kajian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh implementasi prinsip-prinsip koperasi pada Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Koperasi Kredit (Kopdit).

Kajian ini akan dilaksanakan di 3 provinsi, yaitu Jawa tengah, D.I Yogyakarta, dan Kalimantan Barat, dengan penarikan sampel


(3)

menggunakan metode purposive sampling, sedangkan variabel-variabel yang dinalisis dengan metode deskriptif adalah prinsip-prinsip koperasi menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menggunakan metode deskriptif

Berdasarkan hasil lapangan didapat bahwa, 1) Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka sudah diterapkan di KSP, sedangkan keanggotaan pada Kopdit masih dibatasi untuk kalangan masyarakat tertentu, 2)Secara umum pengelolaan koperasi belum dilakukan secara demokratis baik pada KSP maupun Kopdit, meskipun tingkat partisipasi kehadiran anggota dalam rapat, memberikan usul dan pengambilan keputusan pada KSP lebih rendah daripada Kopdit, tetapi pada ke dua koperasi tersebut peranan pengurus lebih besar daripada anggota, karena pemahaman anggota dalam berkoperasi masih sangat rendah, 3) Pembagian SHU bagi anggota pada Kopdit (50%) lebih besar daripada KSP (34,67). Pemberian SHU yang besar bagi anggota ditujukan supaya masyarakat tertarik untuk masuk menjadi anggota koperasi, tetapi hal tersebut akan mengganggu keseimbangan keuangan operasional koperasi karena KSP dan Kopdit tidak mampu mengoptimalkan fungsi koperasi lainnya seperti pendidikan, cadangan koperasi, bantuan sosial, dan lainnya, 4) KSP dan Kopdit memberikan balas jasa yang terbatas terhadap modal dengan tingkat jasa yang sedikit jauh lebih dari lembaga keuangan lainnya baik untuk penyimpan maupun peminjam. Hal ini dilakukan untuk bisa menarik pemilik modal agar menyimpan di koperasi, karena terbatasnya simpanan yang berasal dari anggota, tetapi disisi lain dengan imbalan jasa yang besar tentunya akan memberatkan keuangan koperasi untuk membayar jasa yang besar pula, 5) Pengambilan keputusan dalam pengelolaan koperasi pada KSP belum bisa mandiri karena masih ada campur tangan pihak ketiga sebagai pemilik modal, sedangkan pada Kopdit karena sebagian modal berasal dari anggota dan penyertaan dari Kopdit lainnya, maka keputusan sepenuhnya merupakan


(4)

hak otonom Kopdit bersangkutan, 6) Frekuensi pendidikan perkoperasian pada Kopdit lebih tinggi daripada KSP, karena Kopdit menempatkan pendidikan perkoperasian sebagai prioritas utama dan dijalankan dengan konsisten sesuai dengan ART yang telah ditetapkan. Pada KSP pendidikan belum merupakan prioritas meskipun anggaran sudah dialokasikan dari SHU, 7) Kerjasama antarkoperasi yang dilakukan Kopdit selain dalam bentuk penyertaan modal juga dalam bentuk kerjasama usaha dalam rangka meningkatkan pendapatan Kopdit. Pada KSP kerjasama hanya merupakan penyertaan modal dalam jumlah yang terbatas, sehingga kurang berpengaruh terhadap pendapatan KSP.

Saran kajian adalah bahwa dalam meningkatkan implementasi prinsip-prinsip koperasi diperlukan sosialisasi/penyuluhan, bimbingan, dan pendampingan dari instansi pusat dan daerah yang menangani urusan koperasi. Karena itu, perlu kebijakan yang diarahkan untuk memberikan peluang kepada koperasi melaksanakan aktivitas usahanya dengan lingkup yang luas/besar dan tetap mempertahankan jadirinya sebagai koperasi sesuai dengan nilai-nilai dasar dan prinsip-prinsip koperasi yang berlaku, sekaligus memberikan peringatan/sanksi bagi koperasi yang melanggarnya.


(5)

!"#$"%&'('&

&

&

KATA PENGANTAR

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Identifikasi Masalah 1.3 Rumusan Masalah

1.4 Tujuan dan Manfaat Kajian 1.5 Output Kajian

BAB II KERANGKA PIKIR DAN RUANG LINGKUP 2.1 Situasi Perkoperasian Di Indonesia

2.2 Faktor-faktor Eksternal yang Mempengaruhi Pembangunan Koperasi

2.3 Jatidiri Koperasi Antara Pengertian Normatif dan Implementasinya dalam Praktik

2.4 Nilai-nilai Koperasi dan Prinsip Koperasi sebagai Mekanisme Pelaksanaaanya

2.5 Kerangka Konseptual Pembangunan Koperasi 2.6 Ruang Ruang Lingkup

BAB III METODE KAJIAN 3.1 Objek Penelitian 3.2 Prosedur Penelitian

i ii v vii viii 1 1 4 7 7 8

9 9 11

13

18

24 31

32 32


(6)

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.4 Metode Penarikan Sampel 3.5 Variabel dan Indikator Kajian 3.6 Metode Analisis

3.7 Organisasi Pelaksana 3.8 Pembiayaan

3.9 Jadwal Kajian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keanggotaan Bersifat Terbuka dan Sukarela

4.2 Pengelolaan Dilakukan Secara Demokratis oleh Anggota 4.3 Pembagian SHU Dilakukan Secara Adil Sebanding

dengan Besarnya Jasa Usaha Masing-masing Anggota 4.4 Pemberian Balas Jasa yang Terbatas terhadap Modal 4.5 Kemandirian


(7)

ERROR: syntaxerror

OFFENDING COMMAND: --nostringval--STACK:


(8)

!

!

!

"#$%#&!'#()#&!

!

!

Gambar 1. Fungsi dan Peran Jati Diri Koperasi

Gambar 2. Langkah-Langkah Menuju Jati Diri Koperasi

Gambar 3. Prinsip Koperasi Menjadi Jatidiri

!

15

16

20

!

!

!

!

!

!

!

!

!

!

!

!

!

!


(9)

!

"#$%#&!%#)*+!

!

!

Tabel 1. Jumlah Sampel terpilih dari KSP dan Kopdit Tabel 2. Operasionalisasi Variabel dan Indikator

Tabel 3. Jadwal Kegiatan Analisis Komparatif KSP dengan Kopdit Tabel 4. Persyaratan Anggota Sukarela

Tabel 5. Persentase Pertambahan Anggota KSP dan Kopdit Tabel 6. Persentase Kehadiran Anggota dalam Rapat

Tabel 7. Persentase Partisipasi Anggota dalam Pengambilan Keputusan

Tabel 8. Persentase Anggota Memberikan Usul/saran dalam Pelaksanaan Kegiatan Koperasi

Tabel 9. Persentase Bagian SHU Anggota dari Total Tabel 10. Persentase SHU Terhadap Pendapatan Koperasi Tabel 11. Persentase Pertumbuhan Pendapatan Koperasi Tabel 12. Persentase Kenaikan SHU Koperasi

Tabel 13. Persentase Distribusi Pembagian SHU

Tabel 14. Persentase Bagian SHU Anggota Penyimpan Tabel 15.

!

Persentase Bagian SHU Anggota Peminjam

Tabel 16. Persentase Manajer/Karyawan Berasal dari Anggota Tabel 17. Persentase Modal Sendiri dari Modal Total

Tabel 18. Persentase Keputusan Tanpa Campur Tangan Pihak Ketiga

Tabel 19. Frekuensi Penyelenggaraan Pendidikan Perkoperasian Tabel 20. Kerjasama AntarKoperasi

33 34 36 40 41 44 45 46 48 49 50 50 51 53 55 59 60 61 62 64

!


(10)

!"!

!"!

!"!

!"!####$$$$########

%&'(")*+*"'

%&'(")*+*"'

%&'(")*+*"'

%&'(")*+*"'####

1.1. Latar Belakang

Perkembangan jumlah koperasi tahun 2008 telah mencapai 155.301 unit dan yang aktif mencapai 108.966 unit (70 %). Jumlah anggota mencapai 26.814.780 orang. Jumlah modal sendiri mencapai Rp 21,97 trilyun, modal luar Rp 24,69 triiyun, volume usaha mencapai Rp 62,25 trilyun dan SHU yang mencapai Rp 4,28 trilyun. Selaku badan

usaha, lembaga koperasi tidak terlepas dari perubahan Iingkungan bisnisnya baik lingkungan internal maupun eksternal. Era globalisasi di liberalisasi perdagangan merupakan lingkungan eksternal dari seluruh unit badan usaha sehingga tidak bisa tidak, seyogyanya mengupayakan langkah-Iangkah antisipasinya. Untuk mengembangkan ekonomi koperasi yang sejalan dengan ekonomi kerakyatan, memerlukan masukan-masukan sebagai instrumen untuk menyusun grand strategi baik dalam memperbaiki kebijakan yang lebih aspiratif maupun strategi pengembangan kelembagaan dan usaha produk unggulan yang memiliki daya saing termasuk menumbuhkan semangat gotong-royong yang mampu mensinergikan nilai-nilai yang ada pada jatidiri koperasi dan menumbuhkan partisipasi kesadaran anggota secara proaktif dan demokratis.

Jatidiri koperasi dicerminkan oleh nilai, prinsip, dan organisasi koperasi, yang merupakan satu kesatuan yang saling terkait, sekaligus merupakan keunikan/kekhasan koperasi, yang membedakannya dengan badan usaha lain. Nilai-nilai koperasi adalah nilai-nilai luhur yang bersifat abadi dan dijunjung tinggi oleh insan koperasi, yaitu antara lain


(11)

kekeluargaan, watak sosial, self help. Prinsip koperasi adalah prinsip-prinsip yang disepakati secara tertulis sebagai pedoman dalam melakukan praktik berkoperasi, yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai dasar koperasi. Organisasi koperasi sebagai wahana praktik berkoperasi yang mencerminkan jatidiri koperasi harus sesuai dengan nilai dasar dan prinsip koperasi. Karena itu, untuk melihat jatidiri koperasi dapat direpresentasikan dengan implementasi prinsip koperasi.

Prinsip koperasi merupakan esensi dari dasar kerja koperasi sebagai badan usaha dan merupakan ciri khas dan jati diri koperasi yang membedakannya dari usaha lain. Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip koperasi adalah: Pertama, keanggotaan yang sukarela dan terbuka;

Kedua, pengawasan demokratis oleh anggota; Ketiga, partisipasi anggota dalam kegiatan ekonomi; Keempat, otonomi dan kemandirian;

Kelima, pendidikan, pelatihan, dan penerangan; Keenam, kerjasama antarkoperasi; dan Ketujuh, kepedulian terhadap masyarakat (Internasional Co-operative Alliance /ICA, 1995). Sedangkan prinsip-prinsip koperasi menurut Undang Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian adalah :

1. Keanggotaan bersifat terbuka dan sukarela; 2. Pengelolaan dilakukan secara demokratis;

3. Pembagian SHU dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota;

4. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal; 5. Kemandirian;

6. Pendidikan perkoperasian; dan 7. Kerjasama antarkoperasi.

Dari hasil penelitian yang dilakukan Riana Panggabean dkk (Panggabean, Riana, 2008) dengan menggunakan prinsip koperasai yang dikemukakan International Co-operative Alliance (ICA), ditemukan


(12)

bahwa skor implementasi prinsip koperasi pada KSP sebanyak 71,125, sedangkan pada Kopdit sebanyak 89,135 yang berarti bahwa Kopdit lebih baik dalam mengimplementasikan prinsip koperasi dibanding dengan KSP.

Berdasarkan data Kementerian Negara Koperasi dan UKM, perkembangan KSP secara kuantitas berdasarkan beberapa indikator telah menunjukkan performa cukup baik karena tahun 2005 perkembangannya adalah : (1) Jumlah KSP 1.598 unit, (2) Jumlah anggota sebanyak 480.326 orang (3) Jumlah nasabah 878.379 orang, (4) Modal pinjaman Rp 195,873,18 juta, (5) Modal sendiri Rp 776.216 ,03 juta, (6) Modal penyertaan Rp 6.640,94 juta, (7) Simpanan yang diterima Rp 325.270,95 juta, (8) SHU yg belum dibagi Rp 107.364,73 juta, (9) Total aset Rp 1.393.932,55 juta dan (10) Pinjaman yang diberikan Rp 1.154.815,88 juta.

Perkembangan USP pada tahun 2005, hal ini dapat dijelaskan oleh beberapa data perkembangan kinerja koperasi antara lain : (1) Jumlah USP Koperasi sebanyak 36.485 unit, (2) Jumlah anggota sebanyak 4.987.783 orang (3) jumlah nasabah 10.524.908 orang, (4) Modal pinjaman Rp 1.557.374,67 juta, (5) Modal sendiri Rp 4.054.858,83 juta, (6) modal penyertaan Rp 200.000 juta, (7) Simpanan yang diterima Rp 1.545.578,36 juta, (8) SHU yg belum dibagi Rp 1.864.693.91, (9) Total aset Rp 7.524.063.62 juta dan (10) Pinjaman yang di berikan Rp 13.495.662 juta.

Perkembangan Koperasi Kredit secara kuantitatif pada tahun 2006, dapat dijelaskan oleh beberapa data perkembangan kinerja koperasi antara lain : (1) Jumlah koperasi kredit di Indonesia sebanyak 1.011 unit; (2) Jumlah anggota keseluruhan 668.346 orang, terdiri dari (2.1) jumlah anggota laki-laki 399.502 orang dan (2.2) jumlah anggota perempuan 268.844 orang; (3) Jumlah saham sebanyak Rp 1.118.165.288.633; (4)


(13)

Simpanan non saham Rp 791.834.460.114 dan; (5) Jumlah pinjaman beredar sebanyak Rp 1.865.877.600.438 (Robert M.Z. Lawang 2007). Secara kualitatif menurut hasil penelitian dijelaskan bahwa Koperasi kredit cukup pesat perkembangannya dilihat dari pertumbuhan dan usahanya karena Kopdit dapat bertahan dan berkembang terus bahkan dianggap berprestasi walaupun pada masa krisis.

Isu strategis pembangunan koperasi dapat dilihat dari dua sisi. Pada satu sisi pembangunan koperasi tergantung pada partisipasi aktif berbagai pihak, yaitu kalangan koperasi sendiri, dunia usaha, pemerintah, dan masyarakat. Pada sisi lain, bagaimana membangun pemahaman yang sama tentang tujuan, sasaran, dan pengukuran serta kriteria penilaian keberhasilan pembangunan itu. Membangun pemahaman yang sama sampai saat ini masih belum merata dan meluas. Hal tersebut berpotensi mengakibatkan tidak optimalnya dukungan pihak terkait dan tidak terjadi sinergi positif dalam pemberdayaan koperasi. Karena itu, perlu dibangun suatu instrumen yang dapat mempengaruhi sejauhmana kemajuan yang diperlukan sesuai yang diharapkan. Kiat dimaksud diharapkan akan mempermudah bagi siapapun yang memiliki kepedulian dalam pembangunan koperasi, khususnya dari pemerintah, untuk mengetahui kondisi koperasi, mengukur kemajuan ataupun kekurangan untuk disempurnakan lebih lanjut. Pemurnian jatidiri koperasi melalui implementasi prinsip-prinsip koperasi dengan benar, merupakan upaya dalam rangka membangun koperasi yang lebih maju, besar, dan menjaga kemurnian jatidirinya.

1.2. Identifikasi Masalah

Fungsi dan peran koperasi sebagaimana Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian adalah membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada


(14)

khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. Tentu saja dalam konteks pembangunan fungsi dan peran koperasi itu tidak lain ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota koperasi dan masyarakat lokal. Sementara itu dengan adanya kebijakan Otonomi Daerah, terbuka peluang bagi pemberdayaan koperasi secara lebih baik sehingga sebutan koperasi sebagai penggerak ekonomi rakyat di daerah diharapkan benar-benar akan terwujud. Bilamana fungsi dan peran koperasi yang dicita-citakan pada satu sisi dan pemberdayaan koperasi melalui kebijakan Otonomi Daerah terlaksana dengan tepat pada sisi lainnya maka akan ada sinergis dimana koperasi memberikan kontribusi besar dalam pembangunan.

Sesuai landasan hukumnya, koperasi telah dianggap sebagai suatu gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha yang berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur. Koperasi perlu membangun dirinya dan dibangun menjadi kuat dan mandiri berdasarkan prinsip-prinsip dan jati diri koperasi sehingga mampu berperan sebagai soko guru perekonomian nasional. Landasan hukum ini telah menjadikan koperasi sebagai pilar ekonomi nasional. Karena itu, sebagai pilar ekonomi, pengembangan koperasi baik pada waktu sekarang maupun pada waktu yang akan datang adalah hal yang mutlak dan masih diperlukan.

Beberapa landasan penting yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 menyatakan bahwa (a) koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dalam tata perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi; dan (b) koperasi perlu


(15)

membangun dirinya untuk menjadi kuat dan mandiri berdasarkan prinsip Koperasi sehingga mampu berperan sebagai sokoguru perekonomian nasional. Landasan ini memberikan kedudukan yang kuat bagi Koperasi Indonesia sebagai pilar pembangunan ekonomi nasional.

Untuk mewujudkan kedudukan sentral koperasi tersebut adalah dengan melaksanakan fungsi secara nyata sebagai satu-satunya kunci bagi kesuksesan koperasi di dalam perekonomian nasional. Salah satu fungsi dan peran penting koperasi di dalam Undang-undang Nomor 25

Tahun 1992 tentang Perkoperasian adalah membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada

khususnya dan masyarakat pada umumnya, untuk meningkatkan

kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. Fungsi dan peran tersebut

memperlihatkan bahwa ada keterkaitan antara potensi dan kemampuan ekonomi yang dimiliki para anggotanya yang perlu dikembangkan dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki koperasi yang mewadahi mereka.

Keterkaitan tersebut diharapkan dapat terjalin diantara Koperasi-koperasi

Sekunder dan Koperasi-koperasi Primer sebagai anggotanya.

Menindaklanjuti hal di atas, telah ada program-program pemerintah untuk membangun swadaya masyarakat dalam perkoperasian, antara lain peningkatan kualitas sumbedaya manusia, penciptaan iklim kondusif, bantuan langsung, dan perkreditan. Dalam konteks pembangunan wilayah, program pemerintah dimaksud semestinya dilaksanakan secara transparan, penuh kompetisi, dan berorientasi masyarakat, sehingga menghasilkan koperasi yang tumbuh dan berperan secara mikro dan makro. Sebagai wujud nyata peran koperasi dalam pembangunan, indikator dan variabel harus terlihat jelas dan terukur sehingga dapat digunakan untuk menunjukkan performa koperasi dalam pembangunan koperasi.


(16)

Berbagai cara telah dilakukan oleh pemerintah dalam upaya mengetahui performa pembangunan koperasi. Pada awal pengenalan KUD awal tahun 1980-an pemerintah telah menetapkan kriteria KUD Model dan Klasifikasi Koperasi. Kemudian pada awal tahun 1990-an pergantian Menteri yang menangani pembangunan koperasi juga mengganti program pembangunan koperasi dengan mengeluarkan kebijakan Koperasi/KUD Mandiri. Upaya pada era Orde Baru tersebut ternyata tidak menunjukkan kualitas koperasi yang sebenarnya. Pada era reformasi pemerintah juga mengeluarkan kebijakan yang menghasilkan Program Koperasi Berkualitas, yang sampai saat ini masih berlaku dan sebagai dasar dalam menentukan koperasi yang berprestasi.

Berdasarkan masalah di atas, perlu dianalisis seberapa jauh pemurnian jatidiri koperasi, melalui implementasi prinsip-prinsip koperasi sebagai pencerminan koperasi yang memegang teguh fisolofi/ideologi genuine cooperatives. Hal ini diduga implementasi prinsip-prinsip koperasi memiliki intensitas yang beragam, baik pada jenis maupun skala usaha dan cakupan luas wilayah kerja koperasi.

1.3 Rumusan Masalah

Seberapa jauh implementasi prinsip-prinsip koperasi pada KSP dan Kopdit

1.4 Tujuan dan Manfaat Kajian

1.4.1 Tujuan Kajian

Mengetahui perbandingan implementasi prinsip-prinsip koperasi antara KSP dan Kopdit Kajian ini bertujuan untuk mengetahui komparatif seberapa jauh implementasi prinsip-prinsip koperasi pada Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Koperasi Kredit (Kopdit).


(17)

1.4.2 Manfaat Kajian

Sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan dalam pengembangan koperasi, khususnya KSP dan Kopdit lebih lanjut

1.5 Output Kajian

Laporan hasil kajian yang menganalisis perbandingan implementasi prinsip-prinsip koperasi dan kualitas pelayanan KSP dan Kopdit kepada anggotanya


(18)

!"!#

!"!#

!"!#

!"!#$

$

$

$####

%&'"()%"#

%&'"()%"#

%&'"()%"#

%&'"()%"#*+%+'

*+%+'

*+%+'####,"(#'-"()#.+()%-*

*+%+'

,"(#'-"()#.+()%-*

,"(#'-"()#.+()%-*

,"(#'-"()#.+()%-*

####

Kerangka pikir teori mengenai analisa komparatif jatidiri Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Koperasi Kredit sebagai titik tolak pada lima komponen utama antara lain : (1) situasi perkoperasian di Indonesia , (2) faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pembangunan koperasi, (3) jatidiri koperasi, (4) nilai-nilai koperasi sebagai unsur jatidiri yang penting, (5) kerangka konseptual pembangunan koperasi.

2.1. Situasi Perkoperasian Di Indonesia

Koperasi adalah organisasi ekonomi yang bekerja berdasarkan nilai-nilai, artinya tidak bebas nilai, dan nilai-nilai tersebut dijabarkan melalui prinsip-prinsip yang dianutnya. Dengan demikian dalam kehidupannya koperasi menggunakan dua standar, ialah standar hukum sebagai konsekuensi dari perundang-undangan yang berlaku dan standar moral berdasarkan nilai-nilai yang dianutnya. Mungkin ada tindakan-tindakan yang berdasarkan hukum (positif) dianggap benar, akan tetapi belum tentu hal itu diterima oleh standar moralnya. Dalam praktek hal itu banyak terjadi, di mana tidak ada keseimbangan antara tindakan menurut hukum dan tindakan menurut moralnya. Sering terjadi

bahwa tindakan-tindakan yang tidak baiki dibungkus dengan

mengkaitkannya dalam kegiatan koperasi agar secara moral masih dapat diterima.

Dalam situasi seperti ini dan dengan menggunakan jatidiri sebagai standar, maka banyak koperasi telah kehilangan atau sekurang-kurangnya sangat lemah jatidirinya. Proses ini sebenarnya sudah sejak lama dikonstatir yang dimulai dengan adanya krisis ideologi koperasi didorong oleh menguatnya pragmatisme di kalangan masyarakat akibat


(19)

dari paham materialisme dan konsumelisme yang melekat pada konsep pembangunan dengan tujuan pertumbuhan. Krisis ideologi ini mendorong terjadinya krisis kepemimpinan di kalangan koperasi, karena bergesernya nilai-nilai yang diberlakukan dan selanjutnya terjadi krisis kepercayaan terhadap koperasi di kalangan masyarakat dan ironisnya juga di kalangan anggota-anggota koperasi sendiri. Kesemuanya itu akhirnya bermuara pada krisis jatidiri. Kiranya berharga untuk memahami apa yang dikatakan oleh Dr. G. Fauquet, bahwa “koperasi dengan gerak tunggal meningkatkan taraf kehidupan material dan juga moral dari rakyat. Kalau koperasi gagal dalam tugas moralnya, ia akan gagal pula dalam tugas ekonominya”. Juga Mahatma Gandhi telah mengingatkan, bahwa keberhasilan gerakan koperasi bukan diukur dan jumlah perkumpulan koperasi yang dibentuk, tetapi dan kondisi moral dari para koperatornya.

Banyak orang menilai bahwa melemahnya norma moral perkoperasian tersebut tidak terlepas dari melemahnya moral bangsa sebagai akibat dari pembangunan ekonomi dengan mengabaikan pembangunan bangsa (nation building) dan pembangunan watak (character building). Dan segi pemerintahan gambarannya juga kurang menggembirakan. Aparatur pemerintah terkesan tidak memahami (tidak peduli) akan jatidiri koperasi yang merupakan kepribadian dari koperasi sebagai perkumpulan orang-orang (member based), otonom dan independen ini. Tampaknya kekuatan politik yang begitu besar (tunggal) di tangan pemerintah tanpa ada kekuatan tandingan (check and balance) mendorong pemerlintah berbuat sekehendak hati dan sertingkali dengan pelanggaran hukum. Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian sebagai dasar hukum peran dan wewenang pemerintah dalam keterlibatannya dengan kehidupan perkoperasian secara fomal telah menciptakan debirokratisasi, akan tetapi dalam kenyataannya (karena dukungan politik riil) pemerintah justru menggenggam kekuasaan (operasional) yang sangat besar.


(20)

Sampai sekarang sama sekali tidak ada upaya untuk memperbaiki citra koperasi yang jelek dimata masyarakat, supaya citra koperasi tampak bersih dan koperasi-koperasi yang baik dapat tumbuh dengan sehat guna memperbaiki citra buruk yang ada. Mengapa hal itu dapat terjadi ada dua hal yang sangat dominan yang terjadi :

1. Banyak koperasi yang tumbuh oleh fasilitas-fasilitas yang disediakan pemerintah sehingga ada ketergantungan koperasi dengan fasilitas-fasilitas tersebut.

2. Banyak koperasi yang seharusnya dibubarkan berdasarkan

ketentuan undang-undang karena tidak memenuhi persyaratan hukum dibiarkan saja, akan tetapi atas pertimbangan politis, atau tenggang rasa, pemerintah tidak melaksanakannya.

2.2. Faktor-faktor Eksternal yang Mempengaruhui Pembangunan Koperasi

Sebagai sistem ekonomi terbuka, kinerja koperasi ditentukan oleh interaksi faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal. Faktor-faktor eksternal yang banyak mempengaruhi koperasi adalah peraturan perundang-undangan, kebijakan pemerintah, politik, kekuatan pasar, permodalan, perpajakan dan sikap masyarakat.

(1) Perlu adanya peraturan perundang-undangan yang mendukung koperasi untuk mengembangkan jatidirinya dan melindungi otonomi koperasi. UU No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian telah lama berencana akan diganti tetapi hingga saat ini belum ada Undang-Undang penggantinya.

(2) Diperlukan adanya kebijakan perkoperasian pemerintah yang demokratis yang memahami bahwa koperasi adalah gerakan masyarakat yang otonom. Pemerintah memang memiliki dua fungsi utama dalam keterlibatannya dengan perkoperasian: (1) Fungsi pengaturan (regulatory) dan fungsi pembangunan (development).


(21)

Fungsi pengaturan tildak boleh diartikan sebagai memiliki kekuasaan untuk mengatur koperasi, akan tetapi melaksanakan ketentuan hukum yang mengatur kegiatan koperasi berdasarkan undang-undang yang demokratis, (2) Fungsi pembangunan tidak boleh digunakan untuk membuat koperasi sebagai alat pemerintah,tetapi harus untuk melayani koperasi supaya berkembang menjadi sehat, kuat, taat pada jatidirinya dan mampu mengatur dirinya sendiri.

(3) Semua pihak harus menyadari bahwa salah satu prinsip yang dianut koperasi secara universal ialah bahwa koperasi adalah netral dalam politik, suku, agama, gender dan karenanya harus dieegah kemungkinan koperasi menjadi alat (partai) politik. Anggota perorangan koperasi bebas untuk menganut faham politiknya, akan tetapi melibatkan koperasi dalam kegiatan politik hanya akan merusak koperasi dan tujuannya.

(4) Ekonomi pasar dengan persaingan yang kuat akan menjadi ciri kehidupan ekonomi mendatang, sejalan dengan meningkatnya globalisasi ekonomi. Koperasi harus menyusun kekuatannya untuk dapat berperan secara efektif dengan pendekatan-pendekatan memperkuat organisasi secara individual maupun jaringan, meningkatkan kemampuan managerial dengan mutu SDM yang

memadai dan berorientasi ada pasar (market driven),

memanfaatkan teknologi, serta memangun permodalan. Akan tetapi dalam tingkat perkembangan sekarang ini, dalam batas

kemungkinan yang ada, pemerintah seharusnya masih

memberikan perlindungan dan membantu meningkatkan daya saing koperasi dan anggota.

(5) Permodalan merupakan masalah yang sangat mendesak bagi koperasi yang anggota-anggotanya umumnya terdiri dari golongan yang pendapatannya rendah. Koperasi yang secara konsisten


(22)

bekerja atas dasar jatidirinya, adalah aset dan sarana pembangunan yang sangat penting yang memberikan manfaat besar bagi masyarakat maupun pemerintah. Bagi koperasi--koperasi yang berperan atas dasar jatidirinya perlu dibantu dalam pembentukan modalnya antara lain melalui perlakuan khusus dalam perpajakan dan perkreditannya.

(6) Sebagai produk masyarakatnya, koperasi tidak boleh terisolir dari masyarakatnya sendiri. Di satu pihak koperasi harus memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan hidupnya dan ikut mendukungnya secara berkesinambungan dan di lain pihak supaya perannya benar-benar dirasakan bermanfaat bagi komunitasnya (efek koperasi) dalam arti ekonomi, sosial dan budaya. Koperasi adalah pendidikan dan dilihat dan sejarahnya, koperasi telah dan akan terus ikut mencerdaskan masyarakat yang menjadi anggotanya dan juga yang ada dalam lingkungannya.

2.3 Jatidiri Koperasi Antara Pengertian Normatif dan Implementasinya dalam Praktik

Koperasi sebagai organisasi ekonomi dapat dikenali dari jatidirinya. Jatidiri koperasi tidak muncul dengan tiba-tiba, akan tetapi mengalami proses panjang secara berkesinambungan selama satu setengah abad. Bapak Koperasi Indonesia, Bung Hatta menyatakan bahwa koperasi kuat karena cita-citanya dan cita-cita koperasi menjadi makin kuat karena praktek-prakteknya. Demikian pula dengan jatidiri koperasi ini yang makin kaya dan utuh karena praktekpraktek perkoperasian selama ini dan koperasi makin kokoh karena jatidirinya. Karena jatidirinya koperasi menjadi berbeda dari badan usaha lain dan perbedaan itu harus diakui dan diterima.

Apa itu jatidiri koperasi? Ciri-ciri, watak dan tingkah laku koperasi terbentuk sejak kelahirannya dan kesemuanya itu menjelma menjadi


(23)

jatidiri. Secara berkala jatidiri (khususnya prinsip-prinsip yang dijadikan sebagai pedoman kegiatan) dikaji dan dirumus ulang oleh International Cooperative Alliance (ICA) sebagai organisasi intemasional puncak dari seluruh gerakan koperasi di dunia. Pada waktu ICA didirikan pada tahun 1895 di London, prinsip koperasi yang dianut adalah prinsip-prinsip koperasi Rochdale yang didirikan pada tahun 1844 sebagai koperasi (konsumen) yang pertama berhasil di dunia dan prinsip-prinsip tersebut disempumakan dalam kongres ICA di Paris tahun 1937, di Wina tahun 1966 dan Manchester tahun 1995. Perumusan jatidiri oleh ICA di Manchester (lCA Cooperative Identity Statement/CIS) secara formal diberlakukan bagi koperasi seluruh dunia. Jatidiri koperasi meliputi tiga bagian yang saling terkait, tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain dan merupakan satu kesatuan yang terdiri dari organisasi, nilai-nilai dan prinsip yang digunakan sebagai pedoman kerja. Menurut ICIS, maka pengertiannya adalah sebagai berikut:

1. Organisasi. Ciri–ciri koperasi adalah perkumpulan otonomi dari

orang-orang yang berhimpun secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi-aspirasi ekonomi, sosial dan budaya bersama melalui perusahaan yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara demokratis.

2. Nilai-nilai.Koperasi mendasarkan diri pada nilai-nilai menolong diri

sendiri, tanggung jawab sendiri, demokratis, persamaan, keadilan dan kesetiakawanan. Percaya pada nilai-nilai ethis dari kejujuran, keterbukaan, tanggungjawab sosial dan kepedulian terhadap orang-orang lain.

3. Prinsip-prinsip. Prinsip-prinsip koperasi adalah pedoman,

pemandu dan penumbuh bagi kegiatan koperasi yang menjadi dan mencerminkan nilai-nilai koperasi yang terdiri dari (ICA, 1995) : a. Prinsip Pertama, Keanggotaan sukarela dan terbuka. b. Prinsip Kedua, Pengawasan demokratis oleh anggota. c. Prinsip Ketiga, Partisipasi anggota dalam ekonomi.


(24)

d. Prinsip Keempat, Otonomi dan kemandirian.

e. Prinsip Kelima, Pendidikan, pelatihan, dan penerangan. f. Prinsip Keenam, Kerjasama antarkoperasi.

g. Prinsip Ketujuh, Kepedulian terhadap masyarakat.

Sedangkan prinsip-prinsip koperasi menurut Undang Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian adalah :

1. Keanggotaan bersifat terbuka dan sukarela; 2. Pengelolaan dilakukan secara demokratis;

3. Pembagian SHU dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota;

4. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal; 5. Kemandirian;

6. Pendidikan perkoperasian; dan 7. Kerjasama antarkoperasi.

Gambar 1. Fungsi dan Peran Jati Diri Koperasi

Yang disebut jatidiri koperasi adalah ketiga-tiganya: organisasi, nilai-nilai, dan prinsip-prinsip koperasi sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dari jatidiri koperasi tampak jelas ada perbedaan yang mendasar antara koperasi sebagai perusahaan dan sebuah perseroan terbatas atau pesero, meskipun secara teknis terdapat pula persamaan-persamaan. Lebih jauh persamaam dan perbedaan tersebut dibawah ini

JATI DIRI KOPERASI

Prinsip-prinsip Koperasi Nilai-nilai

koperasi

Organisasi Koperasi


(25)

UU RI No.25/1992 tentang Perkoperasian

7 Prinsip Koperasi (ICA , 1995) • Keanggotaan yang sukarela

dan terbuka;

• Pengawasan demokratis oleh anggota;

• Partisipasi anggota dalam kegiatan ekonomi;

• Otonomi dan kemandirian;

• Pendidikan, pelatihan, dan penerangan;

• Kerjasama antarkoperasi;

• Kepedulian terhadap masyarakat

PP No. 9 thn 1995 Tentang Pelaksanaan USP

oleh Koperasi.

• Ketentuan Umum

• Organisasi

• Pengelolaan

• Permodalan

• Pembinaan

• Pembubaran

• Sangsi

• Ketentuan Lain

• Ketentuan Peralihan

Prinsip-prinsip koperasi : • Keanggotaan bersifat terbuka dan

sukarela;

• Pengelolaan dilakukan secara demokratis;

• Pembagian SHU dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota;

• Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal;

• Kemandirian;

• Pendidikan perkoperasian; dan • Kerjasama antarkoperasi.

dapat kita lihat. Koperasi adalah perkumpulan orang-orang, sedangkan perseroan terbatas atau pesero adalah kumpulan modal atau saham. Mereka berhimpun (secara sukarela) untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi mereka di bidang ekonomi, sosial dan budaya dengan memiliki perusahaan bersama yang dikendalikan secara demokratis, yang menggambarkan bahwa koperasi adalah sistem dimana anggota adalah pemilik dan sekaligus pelanggan dan pengguna jasa dari perusahaan sendiri, didalam perseroan terbatas dan pesero kedua hal tersebut adalah terpisah.

Gambar 2 Langkah-Langkah Menuju Jati Diri Koperasi

Jatidiri Koperasi

Faktor-faktor di atas merupakan sebab-sebab utama yang mendorong koperasi mengalami krisis jatidiri. Reformasi yang melanda

Indikator Prinsip Koperasi


(26)

kita sekarang ini menuntut dilakukan pembaharuan mengenai dua hal yang penting dalam sektor koperasi, ialah pembaharuan paradigma dalam pembangunan ekonomi di sektor koperasi dan pemulihan jatidiri koperasi, dimana kedua-duanya saling mengisi dan menopang. Apa yang akan dijadikan dasar paradigma baru hingga arah pembaharuan menjadi lebih jelas dan terfokus? Pelajaran yang paling berharga akibat oleh krisis saat ini ini dimana pembangunan berorientasi kepada pertumbuhan yang tergantung dari investasi dan kekuatan ekstemal, maka

perekonomian rakyat harus dikembangkan potensinya melalui

peningkatan kemampuan rakyat itu sendiri, diorganisir melalui koperasi dan diberdayakan supaya dapat ambil bagian secara produktif dalam pembangunan dan selanjutnya dapat menikmati partisipasinya. Dengan demikian pembangunan akan bertumpu pada perekonomian rakyat dan berakar di dalamnya. Struktur seperti itu akan dapat menciptakan keadilan dan pemerataan dan memiliki daya tahan internal yang mampu menghadapi tantangan-tantangan dan gangguan-gangguan eksternal.

Kalau kita ingin membangun kembali jatidiri koperasi sebagaimana telah disepakati secara internasional, hal itu tidak berarti bahwa koperasi akan kehilangan sifatnya sebagai organisasi ekonomi, sebagai perusahaan. Orang-orang berkumpul dalam koperasi antara lain untuk memecahkan masalah ekonomi mereka melalui Koperasi. Koperasi bekerja bukan dalam kondisi lingkungan yang statis, tetapi dalam lingkungan perekonomian yang dinamis dan banyak tantangan. Koperasi harus menerima ekonomi pasar yang dibawa oleh globalisasi ekonomi sebagai arena perjuangannya. Perusahaan-perusahaan raksasa dan besar yang kuat dan canggih telah berperan dan mendomininasi pasar dan selalu ada kemungkinan untuk menggusur yang kecil dan lemah ke pinggiran.

Lebih jauh Sularso berpendapat sebagai berikut: jati diri koperasi yang dijalankan dalam defenisi, nilai-nilai dan prinsip koperasi telah


(27)

menjadi landasan untuk menyusun mekanisme dalam operasionalnya yang bertumpu pada skema pemilik dan pelanggan. Anggota koperasi adalah pemilik dan sekaligus pelanggan atau pengguna jasa koperasi, merupakan bentuk partisipasi anggota yang substansial dalam koperasi

dan merupakan operasionalisasi dari tujuan koperasi yaitu

mempersatukan usaha anggota untuk mencapai skala ekonomi yang layak dan pangsa pasar sehingga memiliki posisi tawar untuk mempengaruhi harga bagi kepentingan anggota dan masyarakat.

Partisipasi tersebut dibuktikan dengan adanya transaksi jual beli antara anggota dengan koperasi. Skema tersebut dianut dalam ketentuan UU, dan karenanya wajar muncul pertanyaan apabila ada anggota yang tidak menjadi pelanggan koperasi apakah masih memenuhi syarat keanggotaan dan dapat diberi sanksi terhadapnya (dikeluarkan dari keanggotaan). Masalahnya menjadi rancu sekarang ini karena mungkin banyak anggota yang tidak memanfaatkan jasa koperasi. Oleh karena itu reposisi koperasi untuk menghadapi tantangan di masa mendatang harus dilakukan berdasarkan pemilik dan pelanggan yang intinya adalah partisipasi anggota yang tertuang dalam jati diri koperasi.

2.4. Nilai-nilai Koperasi dan Prinsip Koperasi sebagai Mekanisme Pelaksanaaanya

Dalam kehidupan manusia, nilai-nilai merupakan sumber peradaban yang dilahirkan oleh budayanya. Nilai-nilai juga merupakan dasar keyakinan untuk menciptakan sesuatu keadaan yang lebih baik. Daya tahan dan kekuatan batiniah yang dimiliki oleh koperasi disebabkan karena nilai-nilai yang dimiliki yang "built in" dalam sistem koperasi itu sendiri. Dengan demikian pada koperasi, nilai nilai tidak hanya melekat pada orang-orangnya (anggota-anggota) tetapi juga pada sistemnya sendiri. Hal ini berbeda dengan perkumpulan modal dimana nilai-nilai


(28)

memang melekat pada orang-orangnya (pemegang saham) tetapi tidak melekat pada sistemnya (yang bebas nilai). Koperasi memang memiliki persepsi yang berbeda dalam kehidupan. Paham ekonomi (kapitalis) maupun reduksionisme Marxisme mempunyai persepsi yang serupa tentang "homo economicus " sebagai pelaku ekonomi; yang pertama menganggapnya sebagai individu yang bersikap rasional semata dan kedua menafsirkan tingkah laku sosial individu dari sudut ekonomi semata.

Koperasi melihat individu sebagai sosok yang utuh sebagai mahluk budaya yang menurut Prof. Hans Jurgen Seraphim disebut sebagai "homo cooperativus" dan oleh Bung Hatta sebagai "insan koperasi ". Secara umum harus diakui bahwa dalam gerakan koperasi nilai-nilai ini mengalami erosi dan me1emah oleh geseran-geseran yang terkait dengan meningkatnya kadar individualisme dan materialisme dalam persepsi budaya masyarakat yang oleh sementara fihak disebabkan oleh mengglobalnya dan dominasi paham kapitalisme (apalagi setelah komunisme yang merupakan penghalang utamanya terpuruk).

Bagi bangsa-bangsa Timur masalah nilai yang merupakan inti dari budaya yang dianutnya memperoleh tempat yang lebih penting dari pada bangsa-bangsa Barat yang sifatnya lebih pragmatis. Indonesia menerima koperasi (yang lahir di Barat) sebagai organisasi ekonomi yang mengandung nilai-nilai (berwatak sosial) yang dapat dipadukan dengan kerjasama sosial seperti gotong- royong dan kekeluargaan sebagai bagian dari budaya suku-suku bangsa di Indonesia. Jepang sendiri menyatakan mengapa koperasi disana dapat berkembang dengan kuat karena koperasi mengandung nilai serasi dengan budaya Jepang.

Prinsip-prinsip koperasi sebagai unsur ketiga jatidiri koperasi merupakan pedoman dalam melaksanakan nilai-nilai koperasi dalam


(29)

praktek. Hal ini menunjukkan betapa esensialnya nilai-nilai dalam kehidupan perkoperasian dimana nilai-nilai yang dianutnya harus benar-benar tercermin dalam praktek perkoperasian. Hakekat koperasi ditentukan oleh konsistennya pelaksanaan prinsip-prinsip ini. Meskipun jatidiri koperasi secara utuh merupakan pembeda terhadap bangun perusahaan yang lain, akan tetapi prinsip-prinsip koperasi (yang merupakan bagiannya) merupakan sarana yang praktis untuk mengenal benar atau tidaknya koperasi. Prinsip-prinsip koperasi adalah pedoman kerja sehari-hari dari koperasi yang sekaligus penjabar dan penterjemah

dari nilai-nilainya. Dari pelaksanaan prinsip-prinsip tersebut kita mengetahui bahwa koperasi adalah lembaga yang tidak bebas nilai dan penerapan prinsip-prinsip sekaligus juga pelaksanaan nilai-nilai tersebut.

Gambar 3 di bawah ini menunjukkan kerangka analisis dari model yang dibangun prinsip-prinsip koperasi menjadi jatidiri.

Gambar 3. Prinsip Koperasi Menjadi Jatidiri

! ! ! ! ! ! !

Kepedulian terhadap masyarakat

JATI DIRI KOPERASI (KSP/KOPDIT)

Partisipasi anggota dlm kgt ekonomi Otonomi dan

kemandirian Kerjasama

antarkoperasi Pendidikan, pelatihan, dan penerangan

Pengawasan demokratis oleh anggota Keanggotaan yang sukarela dan terbuka


(30)

Dalam kenyataannya memang tidak selalu mudah dalam

pengeterapan prinsip-prinsip tersebut, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Kalau kita mencoba membuat deretan koperasi

-koperasi di dunia dalam pembandingan pengeterapan prinsip-prinsip tersebut, maka negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, berada dalam posisi yang buruk. Meskipun tidak semua prinsip dapat dilaksanakan sama intensnya, akan tetapi koperasi koperasi di negara maju telah melaksanakan dengan kesadaran yang mendekati kondisi yang ideal (proximity), tanpa mengurangi kenyataan bahwa diantara koperasi-koperasi yang ada, terjadi pula penyimpangan-penyimpangan.

Kultur ilmiah, tingkat pendidikan, semangat untuk maju, etos kerja,

tatanan sosial yang demokratis, sarana hukum dan birokrasi yang mantap telah membuat sistem koperasi berfungsi dalam tata ekonomi yang ada di Indonesia misalnya, sistem koperasi dapat dikata, kan tidak

berfungsi dengan baik, karena kondisi seperti di negara maju belum kita

miliki. Sebenarnya dengan kondisi-kondisi eksternal yang ada pada

waktu lalu mau, pun sekarang ini, sistem koperasi sebenarnya dapat dibuat berfungsi, andaikata para pemilik dan pemangku kepentingan

(stakeholders) seperti gerakan koperasi, pemerintah, lembaga-lembaga

dan tokoh masyarakat, perguruan tinggi bersedia berbuat sesuatu

dengan komitmen untuk membangun koperasi secara baik dan benar.

Langkah-langkah ke arah itu memang sudah ada, akan tetapi sifatnya pada umumnya masih terbatas pada wacana dengan substansi makro

yang seringkali berwarna politik, tanpa dilengkapi dengan pembangunan

institusi maupun kapasitasnya. Perlu disadari bahwa koperasi pada

hakikatnya adalah lembaga mikro.

Seperti yang telah diketahui, Prinsip-prinsip Koperasi adalah

garis-garis penuntun bagi pelaksanaan nilai-nilai koperasi. Untuk mencegah


(31)

atau pemandu kegiatan koperasi larut dan hilang dalam proses itu, maka Prinsip-prinsip Koperasi harus digunakan sebagai metode mekanisme

katalistik sebagaimana diusulkan oleh Sonja Navkovic. Dalam hubungan

itu, maka prosesnya harus berjalan sebagai berikut:

1. Nilai-nilai koperasi harus merupakan inti tujuan jangka panjang

organisasi, kalau koperasi ingin survive sebagai koperasi. Tujuan jangka panjang ini harus mencakup maksud pada waktu koperasi

didirikan, ialah tujuan bersama dari para anggota, apakah itu

kebutuhan-kebutuhan ekonomi, sosial dan budaya. Karena Prinsip-prinsip Koperasi merupakan garis pemandu untuk melaksanakan nilai-nilai, maka prinsip-prinsip tersebut harus dipegang teguh dan digunakan secara konsisten dalam menjalankan perusahaan.

2. Koperasi-koperasi yang sudah maju dan mampu memperoleh

tempat yang kuat dalam pasar, kekuatan-kekuatan pasar

cenderung mendominir pendekatan berdasarkan nilai-nilai

koperasi. Kecenderungan ini terjadi karena adanya trade-off antara tingkat perkembangan koperasi di satu pihak dan jangkauan tekanan pasar di lain pihak. Dalam menghadapi masalah seperti itu, maka koperasi harus mampu membuat Prinsip-prinsip Koperasi

menjadi mekanisme katalistik. Dengan demikian dapat tercipta

mekanisme wajar, diterima oleh semua anggota dan transparan

bagi mereka, dan sekaligus mendorong manajer untuk mendukung aspirasi anggota-anggota serta memantau pelaksanaannya.

3. Proses membangun mekanisme katalistik adalah proses yang

terus menerus dan berkelanjutan, harus selalu diperbaharui dan terbuka bagi perubahan sepanjang waktu, membuka kesempatan kepada para anggota untuk menyampaikan pendapat-pendapatnya tentang tujuan-tujuan koperasi mereka serta mempertahankan apa yang dianggap sebagai hal yang berharga bagi mereka. Seluruh jajaran organisasi harus mempunyai rasa keterikatan dan


(32)

kepentingan terhadap tujuan-tujuan organlsasl.

4. Dalam hal mengangkat seorang manajer, pengurus harus secara

sungguh-sungguh memilih orang yang tepat dan benar. Koperasi harus berpegang teguh pada prinsip-prinsipnya dan manajer diharuskan untuk mematuhi proses pemeliharaan prinsip tersebut.

Manajer harus mampu memberikan motivasi kepada para anggota, karyawan dan semua harus terlibat dalam upaya mensukseskan koperasi. Pengurus bersama manajer harus membuat supaya

proses, penentuan tujuan, dengan membangun dan

menyempurnakan mekanisme katalistik kelembagaan.

5. Supaya koperasi sebagai perusahaan dapat berjalan efektif

diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Melibatkan anggota-anggota untuk merumuskan

(mendefinisikan) maksud dan nilai-nilai yang diutamakan secara demokratis.

b. Membahas bersama Prinsip-Prinsip Koperasi yang disesuaikan dengan persyaratan mekanisme katalistik yang secara otomatis mengantar strategi ke arah pencapaian tujuan-tujuan.

c. Melembagakan proses, untuk memastikan adanya kajian ulang

secara teratur, misalnya tahunan, dan memberi kesempatan masalahnya berkembang antar-waktu.

Mekanisme katalistik harus merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem (built-in), yang merupakan pemicu otomatis untuk mengawetkan jatidiri, tujuan-tujuan, budaya dan keanggotaan.

6. Koperasi harus menggunakan pengukuran keberhasilannya

sendiri. Sebuah perusahaan milik investor (uang) memiliki mandat tunggal yang pasti: maksimalisasi laba, sedangkan perusahaan koperasi sasarannya adalam multi-dimensional. Oleh karena itu proses untuk menetapkan sasaran-sasaran tersebut (yang tidak


(33)

harus sama bagi semua koperasi), harus menggunakan nilai-nilai dan tujuan-tujuan organisasi sebagai platformnya. Koperasi tidak dapat mengukur keberhasilannya dengan sekedar menghitung pengembalian menurut aset (return on assets) atau pengembalian menurut investasi (return on investments). Harus ditetapkan unsur-unsur penting sesuai dengan tujuan-tujuan koperasi melaluiproses konsesnsus dalam menyepakati perangkat indicator- indicator yang akan digunakan untuk mengukur keberhasilan koperasi.

2.5. Kerangka Konseptual Pembangunan Koperasi 2.5.1. Peran Strategis

Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses untuk meningkatkan aspek dan kemampuan masyarakat, terutama pedesaan dan yang terpinggirkan menuju keswadayaan dan kemandirian. Proses pemberdayaan bertumpu pada upaya penyadaran (conscientization), peningkatan kapasitas (capasity building) self organization, akses kepada sumber daya, serta pengembangan kemampuan advokasi, yang diharapkan secara bertahap mampu menginisiasi pemenuhan yang mendesak dalam tata kehidupan. Ketentuan undang-undang akan dapat memberikan dampak (yang positif) hanya kalau kebijakan dan peraturan pemerintah sebagai tiundak lanjut adalah konsisten dan secara teknis operasional efektif.

2.5.2. Landasan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan landasan

ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk

pemberdayaan koperasi dan UKM. Pemberdayaan koperasi dan UKM merupakan bagian integral dari pembangunan nasional untuk


(34)

mewujudkan masyarakat indonesia yang demokrasi, adil dan makmur sesuai dengan amanat konstitusi UUD 1945.

Rencana strategis Kementerian Negara Koperasi dan UKM ini disusun atas dasar landasan idiil pancasila dan landasan konstitusional UUD 1945, Ketetapan MPR RI, Undang-Undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, Undang-undang No. 9 tahun 1995 (sekarang Undang-undang No. 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah), dan undang-undang, peraturan pemerintah, Inpres, Keppres dan Perpres lainnya yang terkait.

Dalam pelaksanaan pedoman pengembangan dan pemantapan koperasi agar lebih berperan dalam peningkatan kesejahteraan anggota, masyarakat serta perekonomian nasional dan juga pedoman kerja sehari-hari dari koperasi maka pemerintah telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan berikut :

2.5.2.1. Undang-Undang No 25. Tahun 1992 Tentang Perkoperasian Prinsip-prinsip Koperasi

Menurut Undang Undang No 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. Prinsip koperasi merupakan satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan berkoperasi. Dengan

melaksanakan keseluruhan prinsip tersebut, Koperasi

mewujudkan dirinya sebagai badan usaha sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berwatak sosial Selanjutnya menurut International Cooperative Alliance (2001) prinsip-prinsip ini tidak independen satu dengan lainnya sehingga tidak boleh dinilai secara parsial berdasarkan salah satu diantara prinsip-prinsip tersebut tetapi harus dinilai seberapa jauh koperasi secara benar mentaati prinsip-prinsip tersebut sebagai satu kesatuan. Perincian prinsip-prinsip koperasi yang menjadi


(35)

landasan bagi operasional KSP dan Kopdit dijelaskan sebagai berikut:

1. Keanggotaan yang Bersifat Terbuka dan Sukarela

Keterbukaan dalam organisasi koperasi hanya bisa terlaksana jika ada kesukarelaan. Ada 4 prinsip yang berkaitan dengan keanggotaan yaitu : Prinsip keterbukaan

adalah tanpa pembatasan yang dibuat-buat seperti simpanan pokok atau pendaftaran. Dalam prinsip tersebut adalah sekali anggota diterima menjadi anggota koperasi, maka anggota tersebut mempunyai hak-hak yang sama dengan anggota sebelumnya termasuk dalam hak suara tanpa melihat besarnya total simpanan. Prinsip nondiskriminasi adalah bahwa anggota tanpa diskriminasi sosial, politik dan agama apapun. Prinsip tanggung jawab adalah keanggotaan koperasi harus terbuka terhadap semua orang yang mau menerima tanggung jawab sebagai anggota. Tanggung jawab meliputi: kontribusi dalam : modal, partisipasi dalam bisnis, menanggung kontrol organisasi secara demokratis dan bila perlu meminta pertanggungjawaban pemimpin yang dipilih anggotanya.

Sifat kesukarelaan dalam keanggotaan koperasi artinya bahwa : (1) menjadi anggota koperasi tidak ada paksaan/dipaksa oleh siapapun, (2) seorang anggota dapat mengundurkan diri dari koperasinya sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam anggaran dasar. Sifat terbuka

memberi arti dalam keanggotaan tidak dilakukan

pembatasan atau diskriminasi apapun. Sukarela artinya orang-orang yang secara sukarela memilih untuk membuat komitmen terhadap koperasi mereka bahwa bergabungnya


(36)

seseorang menjadi anggota koperasi tidak karena paksaan dalam bentuk apapun.

Dari seluruh bahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Koperasi adalah organisasi yang bersifat sukarela dan terbuka bagi semua orang yang bersedia memanfaatkan pelayanannya dan bersedia pula untuk menerima tanggung jawab keanggotaan, tanpa membedakan jenis kalamin (gender), latar belakang, sosial, ras, politik, dan agama

3. Pengelolaan Dilakukan Secara Demokratis

Prinsip demokrasi menunjukkan bahwa pengelolaan koperasi dilakukan atas kehendak dan keputusan para anggota. Para anggota memegang dan melaksanakan kekuasaan tertinggi dalam koperasi.Karena Koperasi adalah organisasi demokratis dikendalikan oleh anggotanya Setiap anggota memiliki hak suara, hak pilih dan hak untuk menentukan sikap yang sama. Operasional prinsip ini dalam banyak koperasi diwujudkan pada Rapat Anggota (RA), dimana anggota aktif dalam membahas masalah dan

kebijakan-kebijakan yang akan diputuskan untuk

menemukan sikap yang sama.

4. Pembagian SHU Dilakukan Secara Adil Sebanding dengan Besarnya Jasa Usaha Masing-Masing Anggota

Pembagian SHU dilakukan berdasarkan perimbangan jasa usaha anggota terhadap koperasi, yang mencerminkan perwujuan nilai kekeluargaan dan keadilan.

5. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal Modal dalam koperasi pada dasarnya digunakan untuk kemanfaatan anggota, bukan untuk sekedar mencari


(37)

keuntungan. Karena itu, balas jasa terhadap modal diberikan secara terbatas, yang besarnya wajar dan tidak melebihi suku bunga yang berlaku di pasar.

6. Kemandirian

Kemandirian bermakna dapat berdiri sendiri, tanpa bergantung pada lain yang dilandasi oleh kepercayaan kepada pertimbangan, keputusan, kemampuan, dan usaha sendiri; kebebasan yang bertanggung jawab, otonomi, swadaya, berani mempertanggung jawabkan perbuatan sendiri, dan kehendak untuk mengelola diri sendiri.

7. Pendidikan Perkoperasian

Penyelenggaraan pendidikan perkoperasian

merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan,

memperluas wawasan anggota, dan memperkuat solidaritas dalam mewujudkan tujuan koperasi.

8. Kerjasama Antarkoperasi

Untuk meningkatkan palayanan dan pemenuhan kebutuhan anggota, koperasi dapat melakukan kerjasama dengan koperasi yang memiliki kesamaan kepentingan atau pencapaian tujuan koperasi, baik pada tingkat lokal, regional, nasional, dan internasional.

2.5.2.2. Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1995 Tentang Pelaksanaan KSP

Pasal 44 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menyatakan bahwa Koperasi dapat menghimpun dana dan menyaiurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota dan calon anggota koperasi yang bersangkutan, koperasi lain dan atau anggotanya.


(38)

Ketentuan tersebut menjadi dasar dan kekuatan hukum bagi koperasi untuk melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam baik sebagai salah satu atau satusatunya kegiatan usaha koperasi. Atas dasar itu maka pelaksanaan kegiatan Simpan Pinjam oleh koperasi tersebut. harus diatur secara khusus sesuai dengan ketentuan Undang-undang Perbankan dan

Undang-undang Perkoperasian. Peraturan tersebut

dimaksudkan agar di satu pihak tidak bertentangan dengan Undang-undang Perbankan dan di lai pihak untuk mempertegas kedudukan Koperasi Simpan Pinjam pada koperasi yang bersangkutan sebagai koperasi atau Unit Usaha Koperasi yang memiliki ciri bentuk dan sistematis tersendiri.

Kegiatan usaha simpan pinjam ini sangat dibutuhkan oleh para anggota koperasi dan banyak manfaat yang diperolehnya dalam rangka meningkatkan modal usaha para anggotanya. Hal itu terlihat akan kenyataan bahwa koperasi yang sudah berjalan pada umumnya juga melaksanakan usaha simpan pinjam. Sehubungan dengan hal tersebut dalam Peraturan. Pemerintah ini dimuat ketentuan dengan tujuan agar kegiatan simpan pinjam oleh koperasi tersebut dapat betjalan dan berkembang secara jelas, teratur, tangguh dan mandiri.

Di samping itu juga memuat ketentuan untuk mengantisipasi prospek perkembangan di masa depan, di mana faktor permodalan bagi usaha anggota dan usaha koperasi sangat menentukan kelangsungan hidup koperasi

dan usaha anggota yang bersangkutan. Sebagai

penghimpun dana masyarakat walaupun dalam lingkup yang terbatas, kegiatan Usaha Simpan Pinjam memiliki karakter


(39)

khas, yaitu merupakan usaha yang didasarkan pada kepercayaan dan banyak menanggung resiko. Oleh karena itu pengelolaan harus dilakukan secara profesional dan ditangani oleh pengelola yang memiliki keahlian dan

kemampuan khusus, dengan dibantu oleh sistem

pengawasan internal yang ketat.

Dalam rangka itulah maka di samping koperasi sendiri harus melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan usaha simpan pinjam tersebut, Pemerintah juga perlu melakukan pembinaan dan pengawasan melalui Menteri yang membidangi koperasi. Pengawasan dilakukan oleh Menteri untuk menghindarkan terjadinya penyimpangan yang dampaknya sangat merugikan anggota dan hilangnya kepercayaan anggota.

Implementasi prinsip-prinsip Koperasi Simpan Pinjam dan Unit simpan Pinjam melakukan kegiatan Simpan Pinjam adalah Peraturan Pemerintah No. 9 Thn 1995 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi, dijelaskan sebagai berikut :

a. Ketentuan Umum

b. Bentuk Organisasi, Pendirian, dan Pengelolaan Usaha Simpan Pinjam

c. Pengelolaan Simpan Pinjam d. Permodalan

e. Kegiatan Usaha (Pelayanan)


(40)

2.5.2.3 Koperasi Kredit

Menurut Badan Kordinasi Koperasi Kredit Daerah (1996:7) pengertian koperasi kredit adalah badan usaha yang dimiliki oleh sekumpulan orang dalam suatu ikatan pemersatu, bersepakat untuk menabungkan uang mereka sehingga menciptakan modal bersama guna dipinjamkan diantara sesama mereka dengan bunga yang layak serta untuk tujuan produktif dan kesejahteraan. Pengertian konsep ini dijelaskan sebagai berikut:

1. Badan usaha

2. Dimiliki oleh sekumpulan orang 3. Dalam suatu ikatan pemersatu

a. Lingkungan kerja (occupational common bond) b. Lingkungan tempat tinggal ( territorial common bond) c. Lingkungan perkumpulan ( assosiation common bond) 4. Bersepakat untuk menabung uang mereka yang di sisihkan

dari penghasilan

5. Menciptakan modal bersama

6. Dipinjamkan diantara sesama mereka 7. Bunga yang layak

8. Tujuan produktif dan kesejahteraan

9. Tujuan Koperasi Kredit adalah tiga pilar koperasi kredit sebagai alat pembangunan


(41)

!"!#$

!"!#$

!"!#$

!"!#$####

%&'()&#*"+,"-%&'()&#*"+,"-####

Berdasarkan bentuk permasalahan, ruang lingkup, dan tujuan kajian, kajian ini dapat digolongkan sebagai penelitian eksploratif dan kajian evaluatif. Metode survei adalah metode yang dirancang untuk memperoleh informasi tentang status gejala pada saat penelitian dilakukan sehingga diketahui kondisi variabel dalam suatu situasi tertentu (Babil, 1993). Pengetahuan atas kondisi variabel yang telah ditentukan tersebut akan bermanfaat untuk menjelaskan eksistensi suatu variabel atau keadaan, menjelaskan hubungan timbal balik antarvariabel,

menetapkan perubahan-perubahan kepeutusan kedepan,

membandingkan dengan kondisi lain atau sebelumnya, dan menilai efektivitas suatu kebijakan atau sifat penelitian ini ditujukan untuk menelaah jatidiri KSP dan Kopdit dengan membandingkan implementasi prinsip-prinsip koperasi.

3.1 Objek Penelitian

Objek penelitian mencakup (1) koperasi simpan pinjam (2) koperasi kredit.

3.2 Prosedur Penelitian

Langkah-langkah prosedur penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Data sekunder dari instansi terkait, seperti Kementerian Negara

Koperasi dan UKM (Deputi Bidang Kelembagaan), Badan Pusat Statistik, Dekopin, dan Dinas yang menangani urusan koperasi di tingkat provinsi dan kabupaten/kota;

b. Wawancara dan observasi lapangan untuk memperoleh data


(42)

c. FGD (Fokus Group Discussion) untuk memperoleh masukan dari instansi pemerintah terkait, gerakan koperasi, dan pakar/pemerhati koperasi.

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Kajian ini akan dilaksanakan di 3 provinsi, yaitu Jawa tengah, D.I Yogyakarta, dan Kalimantan Barat. Kajian ini akan dilaksanakan pada tahun anggaran 2009.

3.4 Metode Penarikan Sampel

Penarikan sampel pada objek penelitian dilakukan dengan metode

purposive sampling. Berdasarkan provinsi yang telah ditentukan

kemudian dipilih 2 (dua) KSP dan 2 (dua) Kopdit, yang mewakili skala usaha relatif besar dan kecil atau cakupan wilayah kerja relatif luas dan sempit. Pada tabel 1 disajikan jumlah sampel terpilih dari KSP dan Kopdit yang aktif. Jumlah dan sebaran sampel dapat kita lihat pada tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Sampel terpilih dari KSP dan Kopdit

Provinsi Kab/

Kota KSP Kopdit

Angg KSP

Angg Kopdit

Dinas KUMKM

Dekopin (wil/da)

Kop sekunder

Jateng 2 2 2 6 6 3 2 2

DIY 2 2 2 6 6 3 2 2

Kalbar 2 2 2 6 6 3 2 2


(43)

Responden penelitian ini adalah pengurus KSP dan Kopdit, data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pada responden melalui wawancara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun secara terstruktur. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari Kementerian Koperasi dan UKM, Biro Pusat Statistik (BPS), Dekopin, Dinas yang membidangi koperasi di provinsi/kabupaten/kota lokasi kajian.

3.5. Variabel dan Indikator Kajian

Variabel-variabel yang dinalisis adalah prinsip-prinsip koperasi menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Hal ini dilakukan karena secara legal/formal, prinsip-prinsip koperasi yang diakui adalah prinsip-prinsip koperasi menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

Tabel 2. Operasionalisasi Variabel dan Indikator

No Variabel Indikator

1 Keanggotaan bersifat terbuka dan sukarela

1. 2. 3.

Persyaratan anggota sukarela Anggota bebas dan masuk koperasi

Terbuka bagi siapa pun (tanpa membedakan gender, ras, keyakinan, politik dan agama) 2 Pengelolaan

dilakukan secara demokratis oleh anggota 1. 2. 3. 4.

Kehadiran anggota dalam rapat anggota Partisipasi anggota dalam pengambilan keputusan

Penggunaan satu orang anggota satu suara Anggota memberikan usul/saran dalam pelaksanaan kegiatan koperasi

3 Pembagian SHU dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota

1. 2. 3.

Presentase SHU bagi anggota dari total SHU Persentase SHU bagi anggota yang menyimpan Persentase SHU bagi anggota yang meminjam

4 Pemberian balas jasa yang terbatas

terhadap modal

1. 2.

Tingkat bunga tabungan/deposito di pasar Tingkat bunga simpanan/tabungan/deposito di koperasi


(44)

5 Kemandirian 1. 2. 3. 4. 5.

Persentase personel pengurus yang berasal dari anggota

Persentase personel pengawas yang berasal dari anggota

Persentase personel manajer/karyawan yang berasal dari anggota

Persentase modal sendiri dari modal total Persentase keputusan tanpa campur tangan pihak ketiga

6 Pendidikan perkoperasian 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Pendidikan bagi anggota secara rutin (frekuensi/tahun; materi, jumlah peserta, lamanya)

Pendidikan bagi pengurus/karyawan secara rutin (frekuensi/tahun; materi, jumlah peserta, lamanya)

Pendidikan bagi anggota secara periodik (frekuensi/tahun; materi, jumlah peserta, lamanya)

Pendidikan bagi pengurus/karyawan secara periodik (frekuensi/tahun; materi, jumlah peserta, lamanya)

Penyuluhan kepada calon anggota/masyarakat secara rutin (frekuensi/tahun; materi, jumlah peserta, lamanya)

Penyuluhan kepada calon anggota/masyarakat secara periodik (frekuensi/tahun; materi, jumlah peserta, lamanya)

7 Kerjasama antarkoperasi

1. 2. 3. 4.

Kerjasama dengan jenis koperasi yang sama (lokal, regional, nasional, internasional)

Kerjasama dengan bentuk koperasi yang sama (lokal, regional, nasional, internasional)

Kerjasama dengan jenis koperasi yang berbeda (lokal, regional, nasional, internasional)

Kerjasama dengan bentuk koperasi yang

berbeda (lokal, regional, nasional, internasional)

3.6 Metode Analisis

Kajian ini menggunakan metode deskriptif untuk menganalisis komparasi implementasi prinsip-prinsip koperasi pada KSP dan Kopdit, sesuai ketentuan yang berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.


(45)

3.7 Organisasi Pelaksana

Kajian ini dilakukan secara kelompok, dengan susunan organisasi pelaksana sebagai berikut :

Kordinator : 1 orang

Peneliti : 4 orang

Pembantu Peneliti : 1 orang

Tenaga Administrasi : 1 orang

3.8 Pembiayaan

Pembiayaan untuk kajian ini dibebankan kepada APBN Departemen Pendidikan Nasional Tahun Anggaran 2008.

3.9. Jadwal Kajian

Tabel 3. Jadwal Kegiatan Analisis Komparatif KSP dengan Kopdit

No Kegiatan Bulan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 Penyempurnaan TOR

--

2. Penyusunan RD --- 3 Peny Kuisioner --- 4 Pra Survey --- 5 Survey --- 6 Tabulasi/Peng Data --- 7. Laporan Sementara --- 8 Laporan Akhir ----


(46)

!"!

!"!

!"!

!"!####$

$

$

$####

%"&'(#)"*#+,-!"%"&"*

%"&'(#)"*#+,-!"%"&"*

%"&'(#)"*#+,-!"%"&"*

%"&'(#)"*#+,-!"%"&"*

!!!!

Sebagai badan usaha yang berbentuk koperasi baik sebagai Koperasi Simpan Pinjam (KSP) atau Koperasi Kredit (Kopdit) atau koperasi lainnya, seharusnya tetap berpedoman pada Undang-Undang nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, sebagai jatidiri koperasi Indonesia.

Jatidiri koperasi dicerminkan oleh nilai, prinsip, dan organisasi koperasi, yang merupakan satu kesatuan yang saling terkait, sekaligus merupakan keunikan/kekhasan koperasi, yang membedakannya dengan badan usaha lain. Nilai-nilai koperasi adalah nilai-nilai luhur yang bersifat abadi dan dijunjung tinggi oleh insan koperasi, yaitu antara lain kekeluargaan, watak sosial, self help. Prinsip koperasi adalah prinsip-prinsip yang disepakati secara tertulis sebagai pedoman dalam melakukan praktik berkoperasi, yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai dasar koperasi. Organisasi koperasi sebagai wahana praktik berkoperasi yang mencerminkan jatidiri koperasi harus sesuai dengan nilai dasar dan prinsip koperasi. Karena itu, untuk melihat jatidiri koperasi dapat direpresentasikan dengan implementasi prinsip koperasi.

Prinsip koperasi merupakan esensi dari dasar kerja koperasi sebagai badan usaha dan merupakan ciri khas dan jati diri koperasi yang membedakannya dari usaha lain. Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip koperasi menurut Undang Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian adalah :

1. Keanggotaan bersifat terbuka dan sukarela; 2. Pengelolaan dilakukan secara demokratis;


(47)

3. Pembagian SHU dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota;

4. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal; 5. Kemandirian;

6. Pendidikan perkoperasian; dan 7. Kerjasama antarkoperasi.

Pemurnian jatidiri koperasi melalui implementasi prinsip-prinsip koperasi dengan benar, merupakan upaya dalam rangka membangun koperasi yang lebih maju, besar, dan menjaga kemurnian jatidirinya.

Pada bagian ini akan digambarkan tentang bagaimana prinsip-prinsip koperasi sudah dijadikan pedoman dalam pelaksanaan berkoperasi baik pada KSP atau Kopdit.

4.1 Keanggotaan bersifat terbuka dan sukarela

Secara umum KSP dan Kopdit bersifat terbuka dan sukarela rela dalam menerima anggota, hanya ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon anggota sebelum menjadi anggota penuh koperasi. Persyaratan yang harus dipenuhi calon anggota untuk menjadi anggota KSP atau Kopdit di beberapa bagian ada persamaan, tetapi ditemukan sejumlah perbedaan mendasar, di mana persyaratan untuk menjadi anggota Kopdit terdiri dari beberapa tahapan sebelum menjadi anggota penuh, diantaranya harus mengikuti pendidikan koperasi terlebih dahulu, melunasi simpanan pokok sekaligus, harus ada anggota penjamin, dan lainnya. Selain itu perbedaan persyaratan keanggotaan yang mencolok antara KSP dan Kopdit adalah latar belakang calon anggota. Untuk KSP tidak mensyaratkan latar belakang pekerjaan calon anggota, sedangkan Kopdit mengkhususkan pada golongan calon anggota tertentu, yaitu calon anggota harus mempunyai pekerjaan tetap yang diterima berasal dari kalangan pedagang.


(48)

Keanggotaan bersifat terbuka dan sukarela rela dijabarkan pada indikator : 1) persyaratan anggota sukarela, 2) anggota bebas masuk dan keluar koperasi, dan 3) terbuka bagi siapapun (tanpa membedakan gender, ras, keyakinan, politik dan agama). Berdasarkan hasil pengamatan lapangan diperoleh gambaran mengenai keanggotaan bersifat terbuka dan sukarela sebagai berikut :

4.1.1 Persyaratan anggota sukarela

Terdapat persamaan dalam pelaksanaan prinsip persyaratan anggota sukarela antara KSP dengan Kopdit, di mana pada kedua koperasi tersebut, meskipun terbuka bagi seluruh warga Indonesia, tetapi dibatasi oleh status domisili calon anggota yang bisa diterima berasal dari masyarakat sekitar koperasi berada.

Apabila ditinjau dari sisi masyarakat yang berkeinginan menjadi anggota koperasi, semuanya didasarkan oleh keinginan sendiri untuk menjadi anggota karena mengetahui keberadaan koperasi tersebut berdasarkan orang lain (dari mulut ke mulut) sebesar 65% dan papan nama/pengumuman sebesar 25% dan adanya ajakan dari anggota koperasi sebesar 10%

Perbedaan antara KSP dan Kopdit dalam menetapkan persyaratan bagi masyarakat untuk menjadi anggota terletak pada persyaratan latar belakang pekerjaan, di mana pada kopdit harus calon anggota harus berasal dari pedagang dan harus mengikuti pendidikan terlebih dahulu sebelum disahkan menjadi anggota serta ada anggota Kopdit yang menjadi penjamin. Pada KSP masyarakat yang bisa menjadi anggota tidak dibatasi oleh latar belakang pekerjaan dan bisa menjadi anggota koperasi setelah memenuhi persyaatan lainnya, tanpa terlebih dahulu harus mengikuti pendidikan.


(49)

Tabel 4. Persyaratan Anggota Sukarela

No Uraian

KSP Kopdit

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Bersifat sukarela terbuka

untuk seluruh warga

Indonesia

Diutamakan masyarakat

yang berdomisili di daerah KSP berdiri

Bersedia memenuhi

ketentuan dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART)

Calon anggota baru harus membayar simpanan pokok

Pembayaran simpanan

pokok bisa dicicll sesuai dengan kesepakatan

Calon anggota yang sudah

melakukan pembayaran

simpanan pokok otomatis menjadi anggota KSP

Bersifat sukarela dan terbuka dengan memenuhi persyaratan : a. Anggota baru harus memiliki

usaha

b. Jenis pekerjaan anggota

bersifat tetap sebagai

pedagang

c. Tidak menyaingi usaha

Kopdit

Domisili berdekatan dengan

Kopdit, merupakan penduduk tetap atau tinggal di daerah tersebut

Harus ada anggota penjamin dan mengajukan permohonan sebagai anggota secara tertulis

Calon Anggota harus membayar simpanan pokok

Pembayaran simpanan pokok

tidak bisa dicicil (harus

sekaligus)

Apabila simpanan pokok sudah dilunasi tidak otomatis menjadi

anggota (harus mengikuti


(50)

4.1.2 Anggota bebas keluar dan masuk koperasi

Anggota keluar koperasi kemudian masuk kembali belum pernah terjadi pada KSP ataupun Kopdit. Apabila ada anggota yang akan keluar, maka harus menyelesaikan semua kewajiban sebagai anggota koperasi, seperti melunasi semua pinjaman, harus membuat pernyataan keluar dari koperasi atau lainnya sesuai dengan AD dan ART koperasi bersangkutan.

Anggota yang pernah keluar masih dimungkinkan untuk kembali menjadi anggota koperasi tetapi harus memenuhi kembali persyaratan yang telah ditetapkan koperasi sebagai calon anggota. Untuk anggota yang pernah keluar dari Kopdit akan mengalami hambatan cukup besar untuk kembali jadi anggota, karena satu persyaratan yang cukup berat untuk bisa dipenuhi yaitu harus ada anggota Kopdit yang bersedia menjamin kembali. Jadi anggota yang sudah ke luar dan ingin masuk kembali menjadi anggota Kopdit akan mengalami kesulitan untuk mencari anggota Kopdit yang mau menjamin.

Tabel 5. Persentase Pertambahan Anggota KSP dan Kopdit

No Provinsi Pertambahan Anggota (%)

KSP Kopdit

1. 2. 3.

Jawa Tengah DI Yogyakarta Kalimantan Barat

1.51 -2,12 -5,22

35,10 43,31 41,04


(51)

Jumlah anggota KSP rata-rata menunjukkan penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini memperlihatkan bahwa lebih banyak anggota yang keluar daripada masuk ke KSP. Untuk Kopdit terjadi pertambahan anggota secara signifikan (39,82%). Jadi, meskipun persyaratan untuk masuk kembali jadi anggota pada Kopdit lebih ketat daripada KSP, tetapi Kopdit justru lebih menarik masyarakat untuk menjadi anggota. Hal ini diakibatkan rendahnya sosialisasi yang dilakukan KSP pada masyarakat, ditambah dengan kualitas dan kuantitas layanan pengelola KSP yang tidak sesuai dengan harapan anggota, sehingga anggota memilih keluar koperasi dan masyarakat tidak tertarik untuk menjadi anggota KSP.

4.1.3 Terbuka bagi siapa pun (tanpa membedakan gender, ras, keyakinan, politik dan agama)

Masyarakat bisa diterima sebagai anggota koperasi, baik oleh KSP atau Kopdit tanpa memandang perbedaan gender, kesukuan, keyakinan, politik, dan agama, dengan catatan, anggota yang bisa diterima adalah calon anggota yang sudah dewasa, mempunyai penghasilan atau pekerjaan, tidak hilang ingatan, dan lainnya, serta sanggup untuk memenuhi kewajiban sebagai anggota.

4.2 Pengelolaan dilakukan secara demokratis oleh anggota

Prinsip demokratis dalam kehidupan berkoperasi dicerminkan dari perilaku anggota koperasi, karena bagaimanapun juga anggota koperasi selain sebagai anggota tetapi juga sebagai pemilik koperasi. Semakin tinggi kesadaran pemahaman berdemokrasi dalam koperasi dari setiap anggota, maka semakin demokratis pula koperasi dikelola.


(1)

63 tahu dan tidak terjaring untuk masuk menjadi anggota KSP meskipun persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjai anggota lebih sederhana dibanding Kopdit.

Frekuensi pendidikan perkoperasian di Kopdit jauh lebih tinggi daripada Kopdit meskipun alokasi anggaran dari SHU lebih sedikit (7%) daripada KSP (10%), karena Kopdit lebih mematuhi rencana pelaksanaan yang telah ditetapkan sebalumnya karena dalam ART setiap Kopdit sangat ditekankan pentingnya pendidikan perkoperasian karena dengan pendidikan perkopersian akan meningkatkan partisipasi anggota Kopdit dan peningkatan kualitas pengurus Kopdit.

Sebagai dampak dari tingginya frekuensi pendidikan perkoperasian di Kopdit, maka pendapatan dan SHU Kopdit serta jumlah anggota mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya dibandingkan dengan KSP yang relatif stagnan, bahkan cenderung turun

4.7 Kerjasama antarkoperasi

Kerjasama antara koperasi dengan koperasi lainnya bisa merupakan kerjasama sama jenis (simpan pinjam), beda jenis, sama bentuk (primer) atau beda bentuk. Kerjasama yang dilakukan bisa merupakan penyertaaan modal pada koperasi lain atau kerjasama dalam melakukan usaha, sehingga diharapkan terjadi peningkatan kinerja koperasi.

Bentuk kerjasama antarkoperasi pada KSP dan Kopdit terlihat pada tabel 14 berikut :


(2)

64 Tabel 14. Kerjasama AntarKoperasi

No

Kerjasama dengan Koperasi

Frekuensi (kali)

KSP Kopdit

Jateng DIY Kalbar

Rata-rata Jateng DIY Kalbar

Rata-rata 1. 2. 3. 4. Sama jenis Sama bentuk Beda Jenis Beda Bentuk 100,00 100,00 50,00 0,00 100,00 100,00 50,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 66,67 66,67 33,33 0,00 100,00 100,00 0,00 100,00 100,00 100,00 0,00 100,00 100,00 100,00 0,00 100,00 100,00 100,00 0,00 100,00

KSP tidak melakukan kerjasama dengan koperasi beda bentuk, sedangkan Kopdit tidak melakukan kerjasama dengan koperasi beda jenis dalam intesitas yang terbatas/tertentu. Kerjasama pada KSP cenderung merupakan kerjasama dalam bentuk penyertaan modal, misalnya simpanan KSP di koperasi lain atau koperasi sekunder dan bukan merupakan kerjasama usaha, sehingga kontribusi kerjasama tersebut terhadap peningkatan pendapatan dan SHU KSP tidak memberikan sumbangan yang besar.

Kerjasama yang dilakukan Kopdit selain kerjasama dalam penyertaan modal antar sesama Kodit dalam rangka memenuhi kecukupan modal Kopdit, dilakukan juga kerjasama dengan koperasi lainnya dalam bentuk kerjasama usaha seperti penyediaan perumahan untuk anggota. Kerjasama Kopdit dengan Koperasi yang berbeda jenis dalam bentuk penyertaan modal sangat dihindari Kopdit. Hal ini sesuai dengan kesepakatan awal dari pembentukan Kopdit yang mengharuskan bahwa untuk setiap Kopdit untuk mencukupi modal berasal dari anggota atau penyertaan dari Kopdit lainnya (primer atau sekunder).


(3)

65 Dampak dari kerjasama Kopdit dengan koperasi lainnya dalam bentuk kerjasama usaha adalah adanya peningkatan volume usaha Kopdit dan pendapatan Kopdit yang signifikan, sehingga SHU yang diperoleh Kopdit mengalami penambahan.


(4)

66

!"!#$#

%&'()*+,"-#

#

#

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa implementasi asas dan prinsip koperasi sesuai dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 oleh KSP dan Kopdit, dapat disampaikan sebagai berikut :

1. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka sudah diterapkan di KSP, sedangkan keanggotaan pada Kopdit masih dibatasi untuk kalangan masyarakat tertentu;

2. Secara umum pengelolaan koperasi belum dilakukan secara demokratis baik pada KSP maupun Kopdit, meskipun tingkat partisipasi kehadiran anggota dalam rapat, memberikan usul dan pengambilan keputusan pada KSP lebih rendah daripada Kopdit, tetapi pada ke dua koperasi tersebut peranan pengurus lebih besar daripada anggota, karena pemahaman anggota dalam berkoperasi masih sangat rendah;

3. Pembagian SHU bagi anggota pada Kopdit (50%) lebih besar daripada KSP (34,67). Pemberian SHU yang besar bagi anggota ditujukan supaya masyarakat tertarik untuk masuk menjadi anggota koperasi, tetapi hal tersebut akan mengganggu keseimbangan keuangan operasional koperasi karena KSP dan Kopdit tidak mampu mengoptimalkan fungsi koperasi lainnya seperti pendidikan, cadangan koperasi, bantuan sosial, dan lainnya;

4. KSP dan Kopdit memberikan balas jasa yang terbatas terhadap modal dengan tingkat jasa yang sedikit jauh lebih dari lembaga keuangan lainnya baik untuk penyimpan maupun peminjam. Hal ini dilakukan untuk bisa menarik pemilik modal agar menyimpan di


(5)

67 koperasi, karena terbatasnya simpanan yang berasal dari anggota,

tetapi disisi lain dengan imbalan jasa yang besar tentunya akan memberatkan keuangan koperasi untuk membayar jasa yang besar pula;

5. Pengambilan keputusan dalam pengelolaan koperasi pada KSP belum bisa mandiri karena masih ada campur tangan pihak ketiga sebagai pemilik modal, sedangkan pada Kopdit karena sebagian modal berasal dari anggota dan penyertaan dari Kopdit lainnya, maka keputusan sepenuhnya merupakan hak otonom Kopdit bersangkutan; 6. Frekuensi pendidikan perkoperasian pada Kopdit lebih tinggi daripada

KSP, karena Kopdit menempatkan pendidikan perkoperasian sebagai prioritas utama dan dijalankan dengan konsisten sesuai dengan ART yang telah ditetapkan. Pada KSP pendidikan belum merupakan prioritas meskipun anggaran sudah dialokasikan dari SHU;

7. Kerjasama antarkoperasi yang dilakukan Kopdit selain dalam bentuk penyertaan modal juga dalam bentuk kerjasama usaha dalam rangka meningkatkan pendapatan Kopdit. Pada KSP kerjasama hanya merupakan penyertaan modal dalam jumlah yang terbatas, sehingga kurang berpengaruh terhadap pendapatan KSP.

5.2 SARAN

Untuk meniningkatkan implementasi prinsip-prinsip koperasi diperlukan sosialisasi/penyuluhan, bimbingan, dan pendampingan dari instansi pusat dan daerah yang menangani urusan koperasi. Karena itu, perlu kebijakan yang diarahkan untuk memberikan peluang kepada koperasi melaksanakan aktivitas usahanya dengan lingkup yang luas/besar dan tetap mempertahankan jadirinya sebagai koperasi sesuai dengan nilai-nilai dasar dan prinsip-prinsip koperasi yang berlaku, sekaligus memberikan peringatan/sanksi bagi koperasi yang melanggarnya.

#


(6)

68

!"#$"%&'()$"*"&

&

&

1. Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil, Direktorat Jenderal Pembinaan Koperasi Perkotaan. 1992. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 1992

tentang Perkoperasian, Jakarta.

2. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. 2004. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh

Koperasi. Jakarta.

3. Ibnoe Soedjono. 2007. Membangun Koperasi Mandiri dalam

Koridor Jatidiri. LSP2I-ISC. Jakarta.

4. International Co-operative Alliance. 2001. Jatidiri Koperasi:

Prinsip-Prinsip Koperasi untuk Abad ke-21. LSP2I. Jakarta.

5. Muhammad Yunus. 2007. Bank Kaum Miskin : Kisah Yunus dan

Grammen Bank Memerangi Kemiskinan. PT Batu Merah. Jakarta

&

&

&