ESENSI DAN EKSISTENSI BAHASA INDONESIA D

ESENSI DAN EKSISTENSI BAHASA INDONESIA DALAM BANGSA INDONESIA
DI ERA GLOBALISASI
PAPER
Dosen Pembimbing:
DRS. H. A. Hawari Hamim, M.pd

Oleh:
Noviyanty Indrasari Cardinata
NIM. 084 132 085
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) JEMBER
FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
JUNI 2015

ESENSI DAN EKSISTENSI BAHASA INDONESIA DALAM BANGSA INDONESIA
DI ERA GLOBALISASI
PAPER
Di ajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia
Dosen Pembimbing:
DRS. H. A. Hawari Hamim, M.pd


Oleh:
Noviyanty Indrasari Cardinata
NIM. 084 132 085
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) JEMBER
FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB (B2)
JUNI 2015

MOTTO

“Sesungguhnya allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka
mengubah keadaannya pada diri mereka sendiri”

HALAMAN PERSEMBAHAN

Paper ini saya persembahkan kepada:
Kedua orang tua saya Ir. Sugeng Prasiswo dan Siti Mariyam yang telah
memberikan kasih sayangnya dan selalu terus mendoakan saya dalam
menyelesaikan karya ilmiah berupa paper ini.
Dosen bahasa indonesia,Bapak Drs. H. A. Hawari Hamim,M.Pd yang telah

memberikan bimbingannya dalam menyelesaikan paper ini dengan benar.
Teman-teman, yang selalu memberikan dukungannya dan motivasinya
sehingga saya dapat menyelesaikan paper ini.

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, Tuhan dan pemilik kerajaan langit dan bumi, yang telah
menurunkan Al-Qur’an sebagai Rahmat dan Hidayah-Nya kepada manusia. Puji syukur
penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat, taufik serta
hidayah-Nya sehingga penulisan karya ilmiah berupa paper ini dapat diselesaikan.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW., hamba dan Rasulnya yang mulia, yang diperintahkan untuk
menyampaikan Al-Qur’an sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan bagi
seluruh umat manusia, juga kepada keluarganya, sahabat-sahabatnya, serta semua
pengikutnya yang setia dulu, kini dan yang akan datang. Yang mana berkat beliaulah kita bisa
berada di alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Karya Ilmiah berupa paper yang
berjudul “Esensi Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Nasional dan Bahasa Negara dalam
Perkembangan Budaya di Kalangan Masyarakat Indonesia Saat ini” disusun dalam rangka
memenuhi tugas matakuliah Bahasa Indonesia. Dalam kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Babun Suharto, SE, MM. Selaku ketua IAIN Jember

2. Bapak DRS. H. A. Hawari Hamim, M.pd selaku dosen pengampu matakuliah Bahasa
Indonesia yang telah banyak memberikan saran dan bimbingan dalam penulisan karya
ilmiah ini.
Penulis juga berharap semoga paper ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya bagi
sahabat-sahabat mahasiswa/i khususnya di IAIN Jember dan mudah–mudahan dapat
dijadikan sarana untuk meningkatkan keberhasilan belajar di masa yang akan datang.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan maupun bahasan materi pada paper ini
terdapat banyak kekurangan,dengan senang hati penulis menanti kritik dan saran yang
sifatnya membangun demi perbaikan karya ilmiah ini. Akhir kata, semoga Rahmat Allah
SWT dan berkahnya senantiasa tercurahkan kepada kita.

Jember, Mei 2015
Penulis
ABSTRAKSI

Judul : Esensi dan Eksistensi Bahasa Indonesia dalam Bangsa Indonesia di Era
Globalisasi
Kata Kunci : Bahasa Indonesia, Era Globalisasi
Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia dari
cabang bahasa-bahasa Sunda-Sulawesi, yang digunakan sebagai lingua franca di Nusantara.

Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau dari abad ke-19. Dalam perkembangannya ia
mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi
kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan "Bahasa
Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk
menghindari kesan "imperialisme bahasa" apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan.
Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu
yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia
merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui
penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
Kata globalisasi sebenarnya merupakan serapan dari bahasa asing yaitu bahasa Inggris
globalization. Kata globalization sendiri sebenarnya berasal dari kata global yang berarti
universal yang mendapat imbuhan -lization yang bisa dimaknai sebagai proses. Jadi dari asal
mula katanya, globalisasi bisa diartikan sebagai proses penyebaran unsur-unsur baru baik
berupa informasi, pemikiran, gaya hidup maupun teknologi secara mendunia.
Fokus masalah yang dibahas dalam paper ini adalah 1. Apa pengertian bahasa
Indonesia? 2. Apa pengertian esensi dan eksistensi? 3. Bagaimana kedudukan bahasa
Indonesia dalam bangsa Indonesia? Dan 4. Bagaimana bahasa Indonesia di era globalisasi
dalam bangsa Indonesia.
Tujuan penulisan paper ini adalah mendeskripsikan bagaimana esensi dan eksistensi
bahasa Indonesia dalam bangsa Indonesia di era globalisasi saat ini.

Untuk mengidentifikasikan permasalahan tersebut, penulisan paper ini menggunakan
metode Sumber Data, yaitu penulis memperoleh data yang ada dengan cara banyak membaca
buku-buku yang berhubungan dengan pembahasan paper ini. Adapun teknik yang digunakan
adalah yaitu teknik pengumpulan data, berupa pencatatan data, analisa data, informasi dari

internet. Metode pembahasan yang digunakan dalam pembahasan paper ini adalah metode
deduktif, induktif, dan komperatif.
Penulisan paper ini memperoleh kesimpulan yaitu, Derasnya arus globalisasi di dalam
kehidupan kita akan berdampak pula pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai
sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Di dalam era globalisasi itu, bangsa Indonesia mau tidak mau harus ikut berperan di dalam
dunia persaingan bebas, baik di bidang politik, ekonomi, maupun komunikasi. Konsepkonsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek) secara tidak langsung memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan
demikian, semua produk budaya akan tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan
pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu, termasuk bahasa
Indonesia, yang dalam itu, sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana
pendukung pertumbuhan dan perkembangan iptek itu.
Berdasarkan pembahasan dalam paper ini dapat ditarik simpulan bahwa era global
dengan berbagai kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sangat berpengaruh terhadap
eksistensi bahasa Indonesia. Namun demikian, dengan kemajuan teknologi seharusnya bisa

kita manfaatkan dalam pemertahanan bahasa Indonesia. Salah satu hal yang dapat kita
lakukan adalah dengan pembelajaran bahasa Indonesia berbasis ICT (Information,
Communication and Technology). Selain itu, karena masyarakat Indonesia yang multikultur
pembelajaran bahasa Indonesia berbasis multikultur menjadi penting untuk diterapkan.

DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................................i
Halaman Pengesahan.................................................................................................ii
Halaman Motto ..........................................................................................................iii
Halaman Persembahan...............................................................................................iv
Kata Pengantar...........................................................................................................v
Abstrak.......................................................................................................................vi
Daftar Isi.....................................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1.
1.2.
1.3.
1.4.
1.5.


Latar Belakang ............................................................................................1
Rumusan Masalah .......................................................................................2
Tujuan Penulisan..........................................................................................2
Manfaat Penulisan .......................................................................................2
Metode Penulisan.........................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................4
2.1 Bahasa Indonesia..................................................................................................4
2.1.1 Pengertian Bahasa Indonesia........................................................................4
2.1.2 Sejarah Bahasa Indonesia.............................................................................5
2.1.3 Bahasa Indonesia dan Pemakainya...............................................................10
2.2 Esensi dan Eksistensi Bahasa Indonesia..............................................................24
2.2.1 Pengertian Esensi..........................................................................................24
2.2.2 Pengertian Eksistensi....................................................................................24
2.2.3 Esensi dan Eksistensi Bahasa Indonesia.......................................................25
2.3 Bangsa Indonesia.................................................................................................29

2.3.1 Pengertian Bangsa Indonesia........................................................................29
2.3.2 Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia dalam Bangsa Indonesia.


32

2.3.3 Hubungan Bahasa dengan Masyarakat.........................................................34
2.4 Bahasa Indonesia dan Era Globalisasi.................................................................36
2.4.1 Pengertian Globalisasi..................................................................................37
2.4.2 Pengaruh Globalisasi terhadap Bahasa Indonesia........................................38
2.4.3 Esensi dan Eksistensi Bahasa Indonesia dalam Bangsa...............................52
BAB III PENUTUP..................................................................................................65
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................65
3.2 Saran.....................................................................................................................67
DAFTAR RUJUKAN...............................................................................................68

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang lahir dengan keberagaman suku, adat, ras,
golongan dan agama. Indonesia memiliki lebih dari 700 bahasa. Dengan keberagaman
tersebut, Indonesia memerlukan satu bahasa yang bisa dimengerti semua Warga Negara dan

menjadi pemersatu bangsa. Bahasa adalah kunci pokok bagi kehidupan manusia di atas dunia
ini, karena dengan bahasa orang bisa berinteraksi dengan sesamanya dan bahasa merupakan
sumber daya bagi kehidupan bermasyarakat. Adapun bahasa dapat digunakan apabila saling
memahami atau saling mengerti erat hubungannya dengan penggunaan sumber daya bahasa
yang kita miliki. Kita dapat memahami maksud dan tujuan orang lain berbahasa atau
berbicara apabila kita mendengarkan dengan baik apa yang dikatakan. Bahasa mempunyai
fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, karena dengan
menggunakan bahasa seseorang juga dapat mengekspresikan dirinya. Bahasa digunakan
sebagai alat untuk berkomunikasi, selain itu bahasa juga digunakan sebagai alat untuk
mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkunga atau situasi tertentu dan
sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bahasa memang sangat penting digunakan.
Karena bahasa merupakan simbol yang dihasilkan menjadi alat ucap yang digunakan oleh
sesama masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari hampir semua aktifitas kita menggunakan
bahasa. Baik menggunakan bahasa secara lisan maupun secara tulisan dan bahasa tubuh.
Kita tengah memasuki abad XXI. Abad ini juga merupakan milenium III perhitungan
Masehi. Perubahan abad dan perubahan milenium ini diramalkan akan membawa perubahan
pula terhadap struktur ekonomi, struktur kekuasaan, dan struktur kebudayaan dunia.
Fenomena paling menonjol yang tengah terjadi pada kurun waktu ini adalah terjadinya proses
globalisasi. Proses perubahan inilah yang disebut Alvin Toffler sebagai gelombang ketiga,

setelah berlangsung gelombang pertama (agrikultiur) dan gelombang kedua (industri).
Perubahan yang demikian menyebabkan terjadinya pula pergeseran kekuasaan dari pusat
kekuasaan yang bersumber pada tanah, kemudian kepada kapital atau modal, selanjutnya
(dalam gelombang ketiga) kepada penguasaan terhadap informasi (ilmu pengetahuan dan
tekhnologi).

Dengan adanya proses globalisasi akan berdampak pula terhadap bangsa Indonesia ini,
terutama berdampak terhadap bahasa negara kita yaitu bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia
mempunyai kedudukan dan fungsi yang amat sarat, selain itu bahasa Indonesia sudah
menjadi “identitas” dan “simbol” dari negara dan bangsa Indonesia. Sebagai identitas dan
simbol bangsa, bahasa Indonesia mesti tetap eksis di tengah-tengah pergaulan dunia pada era
globalisasi ini, walaupun tidak sedikit tantangannya. Rasa setia terhadap bahasa Indonesia
dan rasa kebangsaan harus tetap terpatri di setiap sanubari bangsa Indonesia, jika tidak ingin
tenggelam di lautan globalisasi. Sebab, pengaruh apapun akan mental jika kedua benteng
tersebut masih tetap tertanam di dalam sebagian besar bangsa pemilik bahasa Indonesia.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Bahasa Indonesia?
2. Bagaimana Esensi dan Eksistensi dari Bahasa Indonesia?
3. Bagaimana Bahasa Indonesia dalam bangsa Indonesia?
4. Bagaimana Bahasa Indonesia di Era Globalisasi?

1.3. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian bahasa Indonesia.
2. Mengetahui esensi dan juga eksistensi bahasa Indonesia dalam bangsa Indonesia.
3. Mengetahui kedudukan bahasa Indonesia dalam bangsa Indonesia.
4. Mengetahui bagaimana bahasa Indonesia di era globalisasi.
1.4. Manfaat Penulisan
a. Masyarakat
Hasil penulisan paper ini, diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat. Karena dengan adanya paper ini diharapkan agar masyarakat dapat
menyadari akan pentingnya penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di era
globalisasi ini.
b. Penulis
Hasil penulisan paper ini, dapat memotivasi diri penulis untuk tetap bisa
menggunakan dan menjunjung tinggi bahasa Indonesia secara baik dan benar dan juga
supaya lebih bisa menanamkan rasa kecintaan terhadap bahasa Indonesia di era
globalisasi.

c.

Lembaga
Hasil paper ini, di harapkan dapat memberikan wawasan teoretis kepada lembaga
supaya lembaga juga ikut serta dalam upaya peningkatan kualitas penggunaan bahasa

yang baik dan benar di era globalisasi.
1.5. Metode Penulisan
Adapun metode yang digunakan dalam penyusunan paper ini adalah sebagai berikut:

1. Sumber Data
Penulis memperoleh data yang ada dengan cara banyak membaca buku-buku yang
berhubungan dengan pembahasan paper ini.
2. Teknik Pengumpulan Data
Penulis mengumpulkan data dari:
a. Pencatatan data
b. Analisa data
c. Informasi dari internet
3. Metode pembahasan yang digunakan dalam pembahasan paper ini adalah metode
deduktif, induktif, dan komperatif.
a.

Metode deduktif adalah pembahasan yang dimulai dari bersifat umum menuju
pembahasan yang bersifat khusus.

b. Metode induktif adalah pembahasan yang dimulai dari bersifat khusus menuju
pembahaasan yang bersifat umum.
c. Metode komperatif adaalah suatu cara yang membandingkan pendapat dan
kemudian menarik kesimpulan

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia adalah alat komunikasi antar masyarakat Indonesia yang digunakan
agar bisa berinteraksi dengan orang lain. Bahasa Indonesia merupakan bagian dari
kebudayaan Indonesia, yaitu hasil cita rasa dan karsa masyarakat Indonesia. Bahasa
Indonesia merupakan bahasa nasional seperti yang tercantum pada Undang-Undang 1945
pasal 36 yang berbunyi, “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”. Sehingga menjadikan
bahasa asing lain, selain bahasa daerah, sebagai bahasa utama telah menunjukkan sikap
belum nasionalis. Masuknya budaya daerah dan budaya asing yang membawa pengaruh
terhadap pengguna bahasa Indonesia juga telah menambah perbendaharaan kata dalam
bahasa Indonesia. Hal itu didukung dengan dicantumkannya beberapa kata serapan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
2.1.1 Pengertian Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa
Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di
Timor Leste, Bahasa Indonesia berposisi sebagai bahasa kerja.
Dari sudut pandang linguistik, Bahasa Indonesia adalah suatu varian bahasa Melayu.
Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau dari abad ke-19. Dalam perkembangannya ia
mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi
kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan "Bahasa
Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk
menghindari

kesan

"imperialisme

bahasa"

apabila

nama

bahasa

Melayu

tetap

digunakan.Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa
Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa
Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik
melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa
Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia
menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu. Penutur
Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau
mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Meskipun demikian,
Bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, di media massa, sastra,
perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya,sehingga dapatlah
dikatakan bahwa Bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.
2.1.2 Sejarah Bahasa Indonesia
Sejarah telah memberikan kepada kita, bangsa Indonesia, satu bahasa persatuan yaitu
bahasa Indonesia , karena terpilihnya bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan kita dengan
nama baru Bahasa Indonesia. Peristiwa itu terjadi menurut putaran roda sejarah. Sampai pada
hari Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, saat diikrarkannya satu tanah air, satu bangsa,
dan satu bahasa yang semuanya dengan nama Indonesia, sejarah perkembangan bahasa
Melayu berjalan mulus.
Bahasa Indoensia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia yang
digunakan sebagai lingua franca di Nusantara kemungkinan sejak awal abad-abad
penanggalan modern.
Kerajaan Sriwijaya (dari abad ke-7 Masehi) memakai bahasa Melayu (sebagai bahasa
Melayu kuno) sebagai bahasa kenegaraan. Hal ini di ketahui dari berbagai prasasti berusia
yang di temukan di beberapa daerah. Pada saat itu bahasa Melayu yang digunakan bertaburan
kata-kata pinjaman dari bahasa Sanskerta. Sebagai penguasa perdagangan di kepulauan ini
(Nusantara), para pedagangnya menggunakan bahasa Melayu, walaupun secara kurang
sempurna. Hal ini melahirkan berbagai varian lokal dan temporal, yang secara umum, oleh
para peneliti dinamakan bahasa Melayu Pasar. Berbagai batu bertulis (prasasti) kuno yang
ditemukan, seperti:
1. Prasasti Kedukan Bukit, Palembang (tahun 683)

2. Prasasti Talang Tuo, Palembang (tahun 684)
3. Prasasti Kota Kapur, Bangka Barat (tahun 686)
4. Prasasti Karang bertulis Pra-Nagari dan bahasanya bahasa Melayu Kuno, memberi
petunjuk kepada bahwa bahasa Melayu dalam bentuk bahasa Melayu Kuno sudah
dipakai sebagai alat komunikasi pada zaman Sriwijaya (Halim, 1979: 6-7)
5. Prasasti Gandasuli, Jawa Tengah (tahun 832)
6. Prasasti Bogor, Bogor (tahun 942)
Kedua prasati di Pulau Jawa tersebut memperkuat pula dugaan kita bahwa bahasa
Melayu Kuno pada waktu itu tidak saja dipakai diPulau Sumatra saja, akan tetapi juga telah
dipergunakan di Pulau Jawa juga.
Berikut ini dikutipkan sebagian bunyi batu bertulis (prasasti) Kedukan Bukit.
“ Swastie syrie syaka warsaatieta 605 ekadasyii syuklapaksa wulan waisyaakha
dapunta hyang naayik di saamwan mangalap siddhayaatra di saptamie syuklapaksa
wulan Jyestha dapunta hyang merlapas dari Minanga taamwan...”
“ (Selamat! Pada tahun syaka 605 hari kesebelas pada masa terang bulan waisyaakha,
tuan kita yang mulia anak di perahu menjemput Siddhayaatra. Pada hari ketujuh,
pada masa terang bulan Jyestha, tuan kita yang mulia berlepas dari Minanga
Taamwan...)”.
Kalau kita perhatikan dengan saksama, ternyata prasasti itu memilki kata-kata (dicetak
dengan huruf miring) yang masih kita kenal sekarang walaupun waktu sudah berlalu lebih
dari 1.400 tahun.
Berdasarkan petunjuk-petunjuk lainnya, dapatlah kita kemukakan bahwa pada zaman
Sriwijaya bahasa Melayu berfungsi sebagai berikut.
1. Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku-buku
yang berisi aturan-aturan hidup dan sastra.
2. Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) antarsuku di
Indonesia.
3. Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa perdagangan, terutama di sepanjang
pantai, baik bagi suku yang ada di Indonesia maupun pedagang-pedagang yang
datang dari luar Indonesia.
4. Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahas resmi kerajaan.
Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bentuk resmi bahasa
Melayu karena dipakai oleh kesultanan Malaka, yang kelak disebut sebagai bahasa Melayu
Tinggi. Penggunaanya terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan

Semenanjung Malaya. Bentuk bahasa ini lebih halus, penuh sindiran, dan tidak seekspresif
bahasa Melayu Pasar.
Sesudah pertengahan abad ke-19, Gubernur Jenderal Rochussen melihat bahwa bahasa
Melayu digunakan orang dimana-mana sebagai bahasa penghubung. Pada akhir abad ke-19
pemerintah Hindia-Belanda melihat bahwa bahasa Melayu (Tinggi) dapat dipakai untuk
membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi. Pada periode ini mulai terbentuklah
“bahasa Indonesia” yang secara perlahan terpisah dari bentuk semula bahasa Melayu. Oleh
karena itu, kemudian pemerintah Belanda menetapkan bahwa bahasa Melayu hendaklah
dijadikan sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah Melayu untuk memeperoleh tenagatenaga administrasi yang murah dalam pemerintahan. Tindakan yang diambil oleh pemerintah
Belanda itu tanpa mereka sadari telah menguntungkan bagi perkembangan bahasa Melayu
kelak, cikal-bakal bahasa indonesia, yang akan menjadi bahasa Nasional dan bahasa
pemersatu bagi seluruh penduduk yang mendiami wilayah Hindia Belanda, wilayah yang
kemudian dituntut oleh bangsa Indonesia menjadi wilayah Republik Indonesia.
Pada awal abad ke-20, bahasa Melayu pecah menjadi dua. Di tahun 1901, Indonesia di
bawah Belanda mengadopsi ejaan Van Opuijsen sedangkan pada tahun 1904 Malaysia di
bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson.
Bahasa Indonesia diakui secara resmi sebagai bahasa nasional pada saat Sumpah
Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional atas
usulan Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya
pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan bahwa:
Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan
kesuastraannya, hanya ada dua bahasa yang diharapkan bisa menjadi bahasa
persatun yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa tersebut, bahasa
Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa
persatuan.
Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesuastraan Indonesia banyak dipengaruhi oleh
sastrawan Minangkabau, seperti Marah Rusli, Abdul Muis, Nur Sutan Iskandar, Sutan Takdir
Alisyahbana, Hamka, Roestam Effendi, Idrus, dan Chairil Anwar. Sastrawan tersebut banyak
mengisi dan menambah perbendaharaan kata, sintaksis, maupun morfologi bahasa Indonesia.
Melihat sejarah pertumbuhan bahasa ini, dapat kita katakan bahwa bahasa Indonesia
adalah bahasa baru, bahasa suatu bangsa baru. Bahasa baru ini berasal dari bahasa Melayu
yang kemudian diperkaya dengan berbagai unsur, baik dari bahasa daerah mauun bahasa
asing. Bahasa Indonesia-setalah sejarah perkembangannya yang panjang itu- tidak lagi sama
dengan bahasa asalnya, bahasa Melayu. Pertumbuhan serta perkembangannya sangat pesat,
sesuai dengan perkembangan bahasa yang bergerak cepat dalam kehidupan modern.

Kedudukan bahasa Melayu sama dengan kedudukan bahasa-bahasa daerah yang lain.
Sebagai bahasa asal bahasa Indonesia, bahasa Melayu telah jauh tertinggal dari bahasa
Indonesia. Bahasa Indonesia bukan lagi hanya penghubung dan bahasa pergaulan dalam
kehidupan sehari-hari, tetapi telah berubah menjadi bahasa yang lebih kaya, yang dapat
digunakan sebagai bahasa ilmiah. Kita tidak dapat menulis karangan ilmiah dengan bahasa
Melayu, karena bahasa Melayu masih tetap miskin, namun kita tetap bisa melakukannya
dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia telah membuktikan dirinya sebagai bahasa yang
mampu untuk dipergunakan sebagai bahasa ilmiah karena baik buku pelajaran, buku ajar
(text-book), dan karangan ilmiah seperti makalah, skripsi, tesis, dan disertasi untuk semua
disiplin ilmu, sekarang ini dapat ditulis dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu, tidaklah
benar jika ada yang masih menyangsikan kemampuan bahasa Indonesia.
Semua tulisan dalam bahasa asing pasti kita bisa alihbahasakan ke dalam bahasa
Indonesia. Jika tidak dapat, maka bukan bahasa Indonesia yang tidak mampu, melainkan
orang yang menggunakan bahasa itulah yang kurang penguasaannya atas bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu yang miskin itu terus kita bina, kita
tingkatkan kemampuannya, kita tumbuhkan swadayanya, sehingga semua pengertian yang
dinyatakan dalam bahasa asing serta pengertian-pengertian baru yang kita butuhkan yang
belum ada kata Indonesianya, kita buat, kita ciptakan, sehingga pengertian baru itu dapat kita
alihkan ke dalam bahasa Indonesia.
A. Macam- Macam Ejaan
A.1 Ejaan van Ophuijsen
Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf latin. Charles Van
Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib
Soetan Ibrahim menyususn ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa
yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui
pemerintahan kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
a) Huruf ї untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus
disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulai dengan ramai. Juga
digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaїa.
b) Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
c) Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
d) Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata
ma’moer, ‘akal, ta’, pa’, dsb.

A.2 Ejaan Republik
Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya.
Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
a) Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
b) Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak,
rakjat, dsb.
c) Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, kebarat2-an.
d) Awalan di- dan kata depan di kedua-keduanya ditulis serangkai dengan kata
yang mendampinginya.
A.3 Ejaan Melindo (Melayu Indonesia)
Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik
selama bertahun-tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.
B. Bahasa Melayu Diangkat Menjadi Bahasa Indonesia
Mengapa bahasa Melayu yang diajadiakan sebagai bahasa Nasional? Ada empat faktor
yang menjadi peneyebab bahasa Melayu diangkat sebagai bahasa Indonesia, yaitu
sebagai berikut.
a. Bahasa Melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa
perhubungan, dan bahasa perdagangan
b. Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari karena dalam bahasa ini tidak
dikenal tingkatan bahasa, seperti dalam bahasa Jawa (ngoko, kromo) atau
perbedaan bahasa kasar dan halus, seperti dalam bahasa Sunda (kasar, lemes).
c. Suku Jawa, suku Sunda, dan suku-suku yang lain dengan sukarela menerima
bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional.
d. Bahasa Melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa
kebudayaan dalam arti yang luas.
C. Peresmian Nama Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia dengan perlahan-lahan, tetapi pasti, berkembang dan tumbuh terus.
Pada waktu akhir-akhir ini perkembangannya itu menjadidemikian pesatnya sehingga bahasa
ini telah menjelma menjadi bahasa modern, yang kaya akan kosakata dan mantap dalam
struktur.

Pada tanggal 28 Oktober 1928, para pemuda kita mengikrarkan Sumpah Pemuda.
Naskah Putusan Kongres Pemuda Indonesia. Tahun 1928 itu berisi tiga butir kebulatan tekad
sebagai berikut.
Pertama

: Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu,
tanah air Indonesia.

Kedua

: Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa
Indonesia.

Ketiga

: Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa
Indonesia.

Pernyataan yang pertama adalah penagkuan bahwa pulau-pulau yang bertebaran dan
lautan yang menghubungkan pulau-pulau yang merupakan wilayah Republik Indonesia
sekarang adalah satu ksatuan tumpah darah (tempat kelahiran) yang disebut Tanah Air
Indonesia. Pernyataan yang kedua adalah pengakuan bahwa manusia-manusia yang
menempati bumi Indonesia itu juga merupakan satu kesatuan yang disebut bangsa Indonesia.
Pernyataan yang ketiga tidak merupakan pengakuan “ berbahasa satu”, tetapi merupakan
pernyataan tekad kebahasaan yang menyatakan bahwa kita, bangsa Indonesia, menjunjung
tinggi bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. (Halim, 1983: 2-3)
Dengan diikrarkannya Sumpah Pemuda, resmilah bahasa Melayu, yang sudah dipakai
sejak pertengahan Abad VII itu, menjadi bahasa Indonesia.
2.1.3 Bahasa Indonesia dan Pemakaiannya
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab XV, Pasal 36 dan penjelasannya, dinyatakan
bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa negara, dan bahasa daerah yang dipakai sebagai alat
perhubungan dan dipelihara oleh masyarakat pemakainya, dipelihara juga oleh negara
sebagai bagian kebudayaan nasional yang hidup. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
No.4/MPR/1978 menggariskan bahwa pembinaan bahasa daerah dilakukan dalam rangka
pengembangan bahasa Indonesia sebagai salah satu sarana identitas nasional.
Di samping ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar itu bahwa bahasa
Indonesia merupakan bahasa negara, bahasa Indonesia pun di negara Indonesia ini adalah
bahasa resmi. Artinya, dalam semua situasi resmi, baik lisan maupun tulisan, bahasa
Indonesialah yang kita gunakan. Dalam penggunaan lisan, kita menggunakan bahasa

Indonesia ragam resmi misalnya dalam berpidato, berdiskusi, memberikan pelajaran di depan
kelas, memberikan kuliah, memimpin rapat-rapat dinas; dalam penggunaan bahasa tulisan,
misalnya bila kita menulis surat resmi, membuat laporan dinas, membuat kertas kerja untuk
seminar, konferensi, kongres, dsb., menulis skripsi dan disertasi.
Jika kita teliti, maka akan tampak bahwa bahasa Indonesia itu multifungsi; menjadi
bahasa negara dan bahasa resmi. Tetapi juga menjadi bahasa pengantar di sekolah-sekolah
dari taman kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi, menjadi bahasa pergaulan, bahasa
perhubungan, dan bahasa persatuan. Tanpa adanya bahasa Indnesia sebagai bahasa persatuan,
bahasa Indonesia yang terdiri atas beratus-ratus suku bangsa dan masing-masing memilki
bahasa daerahnya sendiri-sendiri itu akan sukar sekali berhubungan. Komunikasi
antarindividu akan menjadi kurang lancar karena kesulitan bahasa. Tanpa adanya bahasa
persatuan dan bahasa kesatuan bahasa Indonesia, mungkin persatuan bangsa Indonesia belum
akan terwujud seperti sekarang ini.
Bersyukurlah kita bangsa Indonesia yang begitu memasuki pintu gerbang kemerdekaan,
telah memiliki bahasa kesatuan sekaligus menjadi bahasa nasional. Bahasa indonesia telah
mempermudah kita memperkembang kebudayaan kita, mempercepat majunya proses
pendidikan, dan yang tepenting adalah mempermudah kita bersatu sebagai bangsa Indonesia.
Dengan bahasa Indonesia, kita merasa sebagai satu bangsa, dan karena itu kita merasa
senasib karena terikat di dalam satu ikatan bangsa.
Kita tidak mengingkari kenyataan bahwa kita ini terdiri atas berastus-ratus suku bangsa
yang masing-masing memiliki bahasa daerahnya sendiri-sendiri, tetapi kenyataan itu tidaklah
mengurangi penghargaan kita terhadap bahasa nasional kita., bahasa Indonesia. Kita
mengakui bahwa bahasa daerah bagi sebagian besar kita adalah bahasa pertama yakni bahasa
yang pertama kali kita kenal dalam hidup kita. Bahasa daerah itu kita gunakan di lingkungan
keluarga, bahkan di lingkungan kita yang terdekat yaitu di desa atau di kampung. Kemudian
setelah kita masuk sekolah, kita berkenalan dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia itu
adalah bahasa kedua bagi kita.
Satu hal yang sangat menarik perhatian kita adalah bahwa walaupun bahasa Indonesia
merupakan bahasa kedua bagi kita, kita tidak merasa bahwa bahasa itu bahasa asing. Kita
merasa memilki dua bahasa sekaligus tanpa meletakkan yang satu diatas atau lebih dari yang
lain. Kita adalah dwibahasawan yang menguasai dua bahasa.

Bagi kita bahasa Indonesia umumnya, bahasa Indonesia itu sukar-sukar mudah. Kita
katakan bahasa Indonesia itu mudah sebenarnya sukar. Namun, bila kita katakan sukar, dalam
kehidupan kita setia hari kita menggunakan bahasa Indonesia.
Kita pada umumnya menganggap bahasa Indoneia itu mudah karena setiap hari kita
mendengar orang-orang menggunakannya, setiap hari pula kita membaca karangan-karangan
dalam surat kabar, majalah, buku, dsb., yang tertulis dalam bahasa Indonesia. Jadi, telinga
kita telah terlalu biasa mendengarnya, dan mata kita sudah terlalu kerap melihatnya dalam
bentuk tulisan. Oleh karena itulah, kebanyakan diantara kita menganggap bahasa Indonesia
itu mudah.
Tetapi, janganlah kita lupa- sebagai yang telah saya katakan di atas- bagi sebagian besar
di antara kita rakyat Indonesia ini, bahasa Indonesia itu adalah bahasa kedua. Bahasa pertama
kita, atau bahasa-ibu kita, ialah bahasa daerah : bahasa Jawa, Sunda, Madura, Bugis,
Makasar, Gorontalo, Tontemboan, Tombulu, Sangir, Talaut, Aceh, Batak, Minangkabau,
Palembang, Banjar, Bali, Bima, dan masih banyak lagi yang lain yang tidak disebutkan di sini
satu per satu. Kadang-kadang di samping bahasa daerah kita dan bahasa Indonesia, kita juga
menguasai stu dua bahasa daerah yang lain dan bahasa asing. Karena itu, kita bukan hanya
dwibahasawan, melainkan juga multibahasawan yaitu orang yang menguasai banyak bahasa
sekaligus. Karena itu pula, janganlah heran apabila bahasa daerah yang kita kuasai itu
memainkan peranan penting dalam perkembangan dan pertumbuhan bahasa Indonesia yang
kita gunakan.
Penguasaan kita terhadap bahasa Indonesia, bahasa nasional kita, seakan-akan
terganggu oleh bahasa daerah. Mengapa dikatakn demikian? Pertumbuhan bahasa Indonesia
itu banyak dipengaruhi oleh bahasa daerah. Sering sekali tanpa kita sadari, kita berbahasa
dengan struktur bahasa daerah. Artinya, kata-kata yang kita gunakan dalam bertutur ialah
kata-kata bahasa Indonesia, tetapi struktur kata atau kalimat yang kita gunakan adalah
struktur bahasa daerah. Struktur bahasa daerah itu telah mendarah daging dalam tubuh kita
sehingga sering secara tidak kita sadari muncul dalam percakapan kita ketika kita
menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa yang kita gunakan menjadi terjemahan secara
harfiah bahasa daerah.
Perhatikan contoh-contoh berikut.
Apa kamu sudah makan?

Opo kuwe wis mangan? (Jawa)
Kalimat dengan struktur seperti di atas apa kamu sudah makan, bukan kalimat
Indonesia menurut struktur asli. Kalimat tanya seperti itu dalam bahasa Indonesia tidak
didahului oleh kata tanya apa. Kata tanya apa dalam bahasa Indonesia umumnya digunakan
bila yang ditanyakan itu ialah benda.
Contohnya :
“Apa yang dimakan anak itu? ” jawabnya, “kue.”
“Apa yang tersimpan dalam lemari itu?” jawabnya, ”buku.”
Dalam bahasa Jawa, umunya kalimat tanya dimulai dengan kata tanya apa (=opo.
Kalimat tanya di atas jika disusun sesuai dengan struktru asli, bentuknya seperti berikut.
Kamu sudah makan?

(dibentuk dengan lagu tanya)

Sudahkah kamu makan?
Sudah makankah kamu?

Dibentuk dengan lagu tanya dan akhiran tanya- kah

Kamu sudah makankah?
Namun, dalam kenyataan berbahasa dewasa ini, kita lihat bahwa struktur kalimat-tanya
bahsa Jawa itu mendesak kedalam bahasa Indonesia sehingga besar kemungkinan kalimat
tanya seperti itu kelak akan dianggap sebagai bentuk kalimattanya baku bahasa Indonesia.
Biasanya kata tanya apa diberi akhiran –kah menjadi apakah sehingga tidak terasa lagi sifat
“Jawa”-nya.
Apakah dia sakit?
Apakah paman akan datang hari ini?
Dalam anak-kalimat berita, apakah dipakai sebagai berikut.
Saya tak tahu apakah dia akan datang hari ini atau tidak.
Apakah dia akan datang hari ini atau tidak, saya tak tahu.

Dalam struktur asli bahasa Indonesia:
Saya tak tahu akan datangkah dia hari ini atau tidak.
Akan datangkah dia hari ini atau tidak, tak tahu saya.
Ada ahli bahasa yang menganggap bahwa kalimat tanya dengan menggunakan kata
tanya apa seperti contoh di atas justru menghaluskan bahasa. Bagaimanapun, kalimat tanya
seperti itu sampai sekarang masih dianggap kalimat tidak baku (=nonbaku).
Kita lihat kalimat lain yang dipengaruhi oleh struktur bahasa Sunda.
Surat itu ditulis oleh saya.
Serat eta diserat ku abdi (Sunda)
Perhatikan struktur bahasa Indonesia yang dipengaruhi oleh struktur bahasa Sunda di
atas. Kalimat bahasa Indonesia itu betul-betul merupakan terjemahan kata demi kata dari
bahasa Sunda. Dalam bahasa Indonesia, kalimat pasif dengan pelakuorang pertama kata
kerjanya tidak diberi awalan di- seperti itu. Awalan di- hanya digunakan bila pelaku
pekerjaan itu orang ketiga : diambilnya, dibuatya, diselesaikan oleh Amin, dibeli oleh ibu,
dsb. Bila pelaku pekerjaan orang pertama, maka kata ganti orang (=pelaku) diletakkan di
depan kat kerja. Kalimat di atas menjadi Surat itu saya tulis. Dalam bentuk enklitis, Surat itu
kutulis.
Demikaian juga bila pelaku pekerjaan ornag kedua, susunannya sama dengan bila
pelaku pekerjaan orang pertama. Surat itu engkau tulis, atau Surat itu kau tulis. Dalam bahas
Sunda, struktur kalimat pasif sama, baik pelaku pekerjaan orang pertama, orang kedua,
maupun orang ketiga. Perhatikan contoh di bawah ini.
... dibantun

ku

abdi.

‘saya ambil’

... dicandak

ku

anjeun.

‘Anda ambil’

... dicandak

ku

anjeunna.

‘diambilnya’

Struktur seperti susunan bahasa Indonesia abdi bantun dan anjeun candak sama sekali
tidak dikenal dalam bahasa Sunda. Oleh sebab itu, tidak usah heran bila kita mendengar
saudara-saudara kita suku Sunda yang mengatakan:

Pekerjaan itu sudah diselesaikan oleh saya.
Perkara itu haruslah dirundingkan oleh kita lebih dahulu.
Surat itu sudah dikirim oleh saya kemarin.
Dalam bahasa Indonesia yang digunakan oleh putera-puteri Sunda, banyak kita jumpai
pengaruh bahasa daerahnya. Bentuk-bentuk seperti dipajukan, dipundurkan, ditaikkan,
ditikahkan, dikebapakkan, dikesayakan, di kita, di kami, banyak kita dengar digunakan alihalih memakai bentuk aslinya dimajukan, dimundurkan (diundurkan), dinaikkan, dinikahkan,
diserahkan kepada bapak, diberikan kepada saya, pda kita, pada kami, penggunaan seperti
itu tentu saja dapat diterima, tetapi bukan dalam urusan resmi. Bahasa seperti itu kita sebut
dengan bahasa Indonesia dengan dialek Sunda.
Di daerah Gorontalo sering kita dengar kalimat seperti berikut.
Marah ke sana si Yunus itu !
Larang kemari dia !
Tutup ke sana pintu itu !
Dalam bahasa Indonesia dengan struktur baku, kalimat itu harus disusun sebagai
berikut.
Marahi si Yunus itu !
Atau: Cobalah marahi si Yunus itu !
Cobalah larang dia.
Tutupkan pintu itu !
Tolonglah tutup pintu itu.
Dari contoh-contoh di atas jelas bahwa kata-kata kemari dan ke sana tidak dibutuhkan
dalam kalimat bahasa Indonesia. Jika dibutuhkan benar karena kita ingin menyatakan arah
secara jelas, barulah kita gunakan kata itu. Misalnya, Suruh ke sini anak itu ! Kalimat Suruh
anak itu ! mengandung maksud lain. Dalam bahasa daerah Gorontalo, kata-kata penunjuk
arah memainkan peranan penting dalam pembentukan kalimat. Dalam bahasa Gorontalo ada
empat buah kata penunjuk arah yaitu mai (kemari, ke sini), ma’o (ke situ), mota (ke sana),

dan mola (ke sana, tetapi jauh). Kalimat-kalimat bahasa Indonesia yang diberikan sebagai
contoh di atas terjemahan secara harfiah bahasa Gorontalo.
Endeli mota tei Yunusi boito !
Dinia mai tio !
He’uti mot pindu boito !
Kalimat seperti Saya punya rumah besar, atau Saya punya bapak sakit, sering kita
dengar diucapka oleh orang-orang yang berasal dari Indonesia bagian timur sebagai engaruh
dialek Melayu Manado atau Melayu Ambon. Orang Manado berkata, Kita pe ruma besar;
kita pe papa sakit. Kata orang Ambon, Beta ung rumah besar, beta pung papi saki.
Dalam bahasa Indonesia, hubungan kepunyaan (posesif) tidak dinyatakan oleh kata
tertentu, melainkan dinyatakan oleh hubungan dua patah kata yang diurutkan: misalnya, kaki
meja, ata rumah, paman saya, rumah kami. Bukan meja punya kami, riumah punya atap;
bukan juga dengan akhiran-nya di belakang kata pertama : kakinya meja, pamannya saya,
rumahnya kami. Bentuk seperti itu mamang kita jumpai juga dalam bahasa Melayu Kuno,
tetapi dalam bahasa Indonesia sejak tahun 20-an- terutama dalam bahasa tulisan- sudah
jarang digunakan orang. Struktur seerti itu kita jumpai pada bahasa-bahasa daerah Indonesia.
Misalnya, rumah ayah dikatakan sebgai berikut :
Banua i papa

(bahasa Poso)

Bele li paapa

(bahasa Gorontalo)

Balla na ua

(bahasa Makasar)

Omah e bapak

(bahasa Jawa)

I, li, na, dan e sama dengan nya dalam bahasa Indonesia. Diterjemahkan secara
harfiah, frase itu menjadi rumahnya ayah.
Pengaruh bahasa daerah atau dialek setempat tidak hanya kita jumpai dalam struktur
kata atau kalimat seperti yang telah dibuktikan dengan contoh-contoh di atas, melainkan kita
jumpai juga dlam pemakaian kata.

Bahasa Sunda, Jawa, Bali mengenal bahasa yang halus dan bahsa kasar. Bahasa
yanghalus dipakai oleh orang yang tingkat sosialnya rendah terhadap orang yang tinggi
tingkat sosialnya, atau diucapkan terhadap orang yang harus dihormati. Engaruh kebiasaan
ini terbawa ke dalam pergaulan bahasa Indonesia.
Contohnya, sering seorang suku Sunda takut menggunakan kata anak karena
dianggapnya kurang halus. Kata itu digantinya dengan kata putera. Misalnya, seseorang yang
menegur orang yang dihormatinya dan kebetulan ketika itu membawa seorang anak,
mengucapkan kalimat seperti ini, Ini putera bapak? Atau ia bertanya kepada orang itu,
Berapa orang putera bapak? Kalimat yang seharusnya diucapkan orang tersebut ialah Ini
anak bapak? Berapa orang anak bapak? Dalam bahasa Indonesia, kalimat-kalimat itu tidak
dapat dianggap kasar.
Dalam bahasa Indonesia lama, kata putera hanya digunakan dalam bahasa raja-raja.
Misalnya dikatakan, Baginda berputera lima orang, tiga orang puteri dan dua orang putera,
artinya, ‘baginda’ beranak lima orang, tiga orang wanita dan dua orang pria. Dewasa ini katakata itu dipakai umum untuk menyatakan laki-laki dan perempuan, misalnya putera dan
puteri Indonesia, asrama puteri, regu voli puteri.
Sering kita lihat orang mengakhiri suratnya dengan kalimat Atas perhaian Bapak kami
haturkan terima kasih. Yang menulis surat itu menggunakan kata kami haturkan yang berasal
dari bahasa Sunda karena takut menggunakan kata kami ucapkan atau kami sampaikan, yang
mungkin dianggapnya kurang halus.
Atau orang yang mengakhiri suratnya dengan kalimat harap menjadi periksa. Kata
periksa dalam kalimat itu bukan kata periksa Indonesia sebab periksa dalam bahasa Indonesia
bersinonim dengan ‘teliti’ atau ‘selidiki’, sedangkan dalam kalimat tadi sama artinya dengan
‘maklum’ atau ‘tahu’. Kataitu adalah kata priksa bahasa Jawa yang diucapkan prikso.
Biasanya ditulis orang Harap menjadi maklum yaitu semacam kalimat klise yang sebenarnya
tidak berisi informasi apa-apa dan oleh karennya dapat ditinggalkan saja.
Demikianlah kita lihat besarnya pengaruh bahasa daerah atau dialek setempat terhadap
bahasa Indonesia ragam resmi. Pengaruh itu dapat kita hindari jika kita menguasai benar
struktur bahasa masing-masing dan tahu benar tahu benar apa makna tiap kata dalam setiap
bahasa.

Jangan menganggap bahasa Indonesia itu mudah. Yang mudah adalah bahasa ragam
santai, bahasa tutur yang kita gunakan sehri-hari, karena bahasa itu tidak terikat kepada
kaidah-kaidah yang berlaku. Bahasa Indonesia ragam resmi tidak mudah. Itu sebabnya bila
kita diletakkan pada suatu situasi resmi dimana kita harus menggunakan bahasa Indonesia
ragam resmiyang terjaga, kita akan merasakan bahwa pekerjaan tersebut tidaklah mudah.
Misalnya, kita tiba-tiba harus mengucapkan pidato di depan khalayak ramai, atau harus
membuat kertas kerja, skripsi, atau bentuk tulisan yang lain seperti itu, barulah akan tersa
kepada kita bahwa mwnggunakan bahasa Indonesia yang baik dan teratur, dengan
penggunaan kata-kata yang tepat maknanya, tidaklah semudah yang disangkakan orang.
Supaya kita dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, kita harus memperdalam
pengetahuan kita tentang bahasa itu. Kita harus banyak membaca buku-buku yang baik isi
dan bahasanya, dan harus banyak pula mendengarkan tuturan orang yang bahasanya teratur.
Tanpa usaha dengan sengaja ke arah itu, penguasaan bahasa Indonesia kita tetap tidak akan
baik.
A. Penting Atau Tidaknya Bahasa Indonesia
Sebuah bahasa penting atau tidak penting dapat dilihat dari tiga kriteria, yaitu:
a. Di pandang dari Jumlah Penutur
Ada dua bahasa di indonesia, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa daerah.
Bahasa Indonesia lahir sebagai bahasa kedua bagai sebagian besar warga bangsa
Indonesia. Yang pertama kali muncul atas diri seseorang adalah bahasa daerah
(“bahasa ibu”). Bahasa Indonesia baru dikenal anak-anak setelah mereka sampai
pada usia sekolah (taman kanak-kanak).
Berdasarkan keterangan di atas, penutur bahasa Indonesia yang
mempergunakan bahasa Indonesia sebagai “bahasa ibu” tidak besar jumlahnya.
Mereka hanya terbatas pada orang-orang yang lahir dari orang tua yang
mempunyai latar belakang bahasa daerah yang berbeda, sebagian orang yang
lahir di kota-kota besar, dan orang-orang yang memilki latar belakang bahsa
Melayu. Dengan demikian, kalau kita memandang bahasa Indonesia sebagai
“bahasa ibu”, bahasa Indonesia itu tidak penting. Akan tetapi, pandangan kita
tidak tertuju pada masalah “bahasa ibu”. Jumlah penutur yang dimaksud adalah
jumlah penutur yang memberlakukan bahasa Indonesia sebagai “bahasa kedua”.
Data ini akan membuktikan bahwa penutur bahasa indonesia adalah 240 juta

orang (2008) ditambah dengan penutur-penutur yang berada di luar Indonesia.
Halai ini menunjukkan bahwa sahnya bahasa Indoneia amat penting
kedudukannya di kalangan masyarakat.
b. Di pandang dari Luas Penyebarannya
Penyebaran suatu bahasa tentu ada hubungannya dengan penutur bahasa
tersebut. Oleh sebab itu, tersebarnya suatu bahasa tidak dapat dilepaskan dari segi
penutur.
Penutur bahasa Indonesia yang berjumlah 240 juta lebih itu tersebar dalam
daerah yang luas, yaitu dari Merauke samai Sabang. Daerah ini masih harus
ditambah dengan (di samping Malaysia dan Brunei) daerah-daerah lain, seperti
Australia, Belanda, Rusia dan Jepang. Luas penyebaran ini dapat dilihat pula pada
beberaa Universitas di luar negeri yang membuka jurusan bahasa indonesia
sebagai slaah satu jurusan. Keadaan daerah penyebarannya ini akan membuktikan
bahwa bahasa Indonesia amat penting kedudukannya di antara bahasa-bahasa
dunia.
c. Dipandang dari Dipakainya sebagai Sarana Ilmu, Budaya dan Suastra
Sejalan dengan jumlah penutur dan luas penyebarannya, pemakaian suatu
bahasa sebagai sarana Ilmu, budaya dan suastra dapat dijadikan pula ukuran
penting atau tidaknya bahasa itu. Kalau kita mencoba memandang bahasa daerah,
seperti bahasa Kerinci, kita dapat menelusuri seberapa jauh bahasa itu dapat
dipakai sebagai sarana suastra, budaya dan ilmu.
Tentang suastra, bahasa Kerinci kaya dengan macam dan jenis suastranya
walaupun hanya suastra lisan. Suastra Kerinci telah memasyarakat ke segenap
pelosok daerah Kerinci. Dengan demikian, bahasa Kerinci telah dipaki sebagai
saran dalam suastra.
Tentang budaya, bahasa Kerinci telah dipakai pula walaupun hanya dalam
berkomunikasi, bertutur adat, bernyanyi, berpantun dan sebagainya.
Tentang ilmu pengetahuan, bahasa Kerinci belum mampu memecahkannya.
Jika hendak menulis surat, orang-orang Kerinci menggunakan bahasa Indoensia,
bukan bahasa Kerinci. Hal ini membuktikan bahwa bahasa Kerinci belum
mampu menjalankan fungsinya sebagai saran ilmu.

B. Ragam Lisan dan Ragam Tulis
Bahasa Indonesia yang amat luas wilayah pemakaiannya ini dan bermacam-macam
pula latar belakang penuturnya, mau tidak mau akan melahirkan sejumlah ragam bahasa.
Adanya macam-macam ragam bahasa ini sesuai dengan fungsi, kedudukan serta lingkungan
yang berbeda-beda. Ragam bahasa ini pada pokoknya dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu
ragam lisan dan ragam tulis.
Tidak dapat kita mungkiri, bahasa Indonesia ragam lisan sangat berbeda dengan bhasa
Indonesia ragam tulis. Ada pendapat yang mengatakan bahwa ragam tulis adalah pengalihan
ragam lisan ke dalam ragam tulis (huruf). Pendapat ini tidak dapat dibenarkan seratus persen
karena