IMPLEMENTASI STANDARD MINIMUM RULES FOR THE TERATMENT OF PRISONERS DALAM PENEMPATAN NARAPIDANA DI SUMATERA BARAT ARTIKEL

  

IMPLEMENTASI STANDARD MINIMUM RULES

FOR THE TERATMENT OF PRISONERS

DALAM PENEMPATAN NARAPIDANA DI SUMATERA BARAT

ARTIKEL

R O S I T A

NPM : 1310018412021

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

  

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS BUNG HATTA

2015

IMPLEMENTASI STANDARD MINIMUM RULES

  FOR THE TERATMENT OF PRISONERS DALAM PENEMPATAN NARAPIDANA DI SUMATERA BARAT Rosita, Uning Pratimaratri, Deaf Wahyuni Ramadhani,

  Program Studi Ilmu Hukum, Pascasarjana Universitas Bung Hatta e-mail: Sitalawyer888@gmail.com / Pratimaratri2003@yahoo.com

   ABSTRAK

  Aturan Minimum Standar tentang Penanganan Tahanan diadopsi dari Perserikatan Bangsa- Bangsa yang pertama tentang pencegahan Kejahatan dan Perlakuan pelaku kejahatan, yang diadakan di Jenewa pada tahun1995, dan disetujui oleh Dewan Ekonomi dan Sosial melalui resolusi 663 C (XXIV) Tertanggal 31 Juli 1957 dan resolusi 2076 (LXII) tertanggal 13 Mei 1977 yang berlaku secara Internasional, secara Nasional diatur dengan Undang-undang Pemasyarakatan, dilaksanakan dengan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM, tetapi pelaksanaanya belum sesuai dengan aturan minimum standar. Permasalahan dalam penelitian ini: (1) Bagaimanakah Implementasi Standard Minimum Rules for the Treatment of Prisoners tentang penempatan narapidanan penempatan narapidana di Sumatera Barat?. (2).. Apakah kendala yang dihadapi Lembaga Pemasyarakatan dalam penempatan narapidana di Sumatera Barat..Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis Sosiologis, menggunakan data primer dan sekunder.

  Data dikumpulkan melalui wawancara, studi dokumen. Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa: (1) Implementasi Standard Minimum Rules for the treatment of prisoners dalam penempatan narapidana di Sumatera Barat belum terlaksana secara maksimal, baru mengarah keaturan minimum standar. (2) kendalanya belum tersedia bangunaan khusus narapidana dan tahanan, kurangnya jumlah pegawai, dan tenaga Intruktur, dan pembinaan dan Pengawasan.

  Kata kunci: Implementasi, Standard Minimum Rules, Penempatan , Narapidana

  

IMPLEMENTASI STANDARD MINIMUM RULES

FOR THE TERATMENT OF PRISONERS

DALAM PENEMPATAN NARAPIDANA DI SUMATERA BARAT

Rosita, Uning Pratimaratri, Deaf Wahyuni Ramadhani,

  Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Bung Hatta e-mail: Sitalawyer888@gmail.com / Pratimaratri2003@yahoo.com

  

ABSTRACT

  Rules Minimum Standards on Handling of Prisoners adopted by the United Nations were the first on the prevention of Crime and the Treatment of offenders, held in Geneva In 1995, and approved by the Economic and Social Council by its resolution 663 C (XXIV) Dated July 31, 1957 and resolution 2076 (LXII) dated May 13, 1977 that apply internationally, nationally regulated by Act of Corrections, conducted by the Government Regulation and the Regulation of the Minister of Justice and Human Rights, but the implementation is not in accordance with the standard minimum rules. Problems in this study: (1) How implementation of the rules of the Standard Minimum Rules for the Treatment of Prisoners in the placement of inmates in West Sumatra ?. (2). , Are the constraints faced by the Correctional Institution in the placement of inmates in West Sumatra. This study uses socio legal approach, using primary and secondary data. Data were collected through interviews, the study documents. Based on the research show that: (1) Implementation of the Standard Minimum Rules for the treatment of prisoners in the placement of inmates in West Sumatra has not been implemented to the maximum, minimum keaturan new lead standard. (2) the barriers are not yet available special building title prisoners and detainees, the lack of number of employees and personnel instructor, and guidance and supervision.

  Keywords: Implementation, Standard Minimum Rules, Placement, Prisoners

A. Latar Belakang Permasalahan

  Aturan tentang Penanganan dan memperlakukan Narapidana yang berlaku secara Internasional, yaitu aturan Minimum Standard tentang Penanganan tahanan diadopsi oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bansa yang pertama tentang Pencegahan kejahatan dan Perlakukan Kejahatan yang diadakan di Jenewa pada tahun 1955 dan disetujui oleh Dewan Ekonomi dan Sosial melalui resolusi 663 C (XXIV) tertanggal 13 Juli 1957 dan Resolusi 2076 (LXII) tertanggal 13 Mei 1977.

  Di Indonesia penempatan narapidana ini berpedomam kepada Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan (selanjutnya disebut UUPemasyarakatan) dan penempatan narapidana yang telah diatur dalam Undang-undang Pemasyarakatan juga diatur dalam peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 32 tahun 1999, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2006 tentang perobahan atas peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1999 tentang syarat dan tatacara Pelaksanaan

  Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 99 tahun 2012 tantang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomr 32 tahun 1999 tentang syarat dan tatacara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

  Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPASadalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan anak didik Pemasyarakatan. Dalam penempatan narapidana yang telah diatur dalam Undang-undang pemasyarakatan juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, peraturan Menteri.

  Apabila diperhatikan Undang- undang dan Peraturan Pemerintah yang mengatur dan yang dipedomani oleh Lembaga pemasyarakatan dalam penempatan dan perlakuan tahanan dan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan di Sumatera Barat , sepertinya telah mengacu dan telah mengggunakan instrument-instrumen yang ada pada Standard Minimum

  Rules for the Treatment of prisoners

  untuk memperlakukan Tahanan dan narapidana sebagaimana layaknya seorang manusia yaitu apa yang seharusnya ada dan dapat diberikan kepada narapidana di Lembaga Pemasyarakatan, seperti di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Padang, Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Solok dan Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Pati.

  Walaupun cara memperlakukan narapudana dan penempatan narapidana telah mengacu kepada Aturan Standard Minimum Rules For

  The Treat ment of Prisoners , tetapi

  pada kenyataannya tidak sesuai dengan aturan yang ada dalam Standard Minimum Rules dan Undang-undang Pemasyarakatan yang berlaku.

  Keadaan seperti ini dapat penulis katakana karena sampai saat ini Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Padang, Lembaga Klas I B Solok dan Lembaga Pemasyarakatan Klas I B Tanjung Pati masi mempunyai dua fungsi yaitu berfungsi sebagai Rumah Tahanan dan berfungsi sebagai Lembaga Pmasyarakatan. Keadaan sepertiinilah yang menarik perhatian penulis untuk mengangkat judul:

  IMPLEMENTASI

  STANDARD MINIMUM RULES FOR TREATMENT OF PRISONERS

  DALAM PENEMPATAN NARAPIDANA DI SUMATERA BARAT.

B. Rumusan Permasalahan

  1. Bagaimanakah implementasi aturan standard minimum Rules

  for the treatment of prisoners

  tentang penempatan narapidana di Sumatera Barat yang tidak sesuai dengan aturan minimum Standar tentang penempatan narapidana yang berlaku/

  2. Apakah kendala yang dihadapi oleh Lembaga Pemasyarakatan dalam penempatan narapidana di

  Sumatera Barat yang tidak sesuai dengan Standar Minimum Rules

  for treatment of prisoners yang

  berlaku ?

B. Tujuan Penelitian

  1. Untuk mengetahui Pelaksanaan Standar minimum Rules for the treatment of Prisoners dalam penempatan narapidana di Sumatera Barat sudah sesuai dengan aturan yang berlaku

  2. Untuk mengetagui apa yang menjadi kendala dalam pelaksanaan Standard minimum Rules for the Treatment of Prisoners dalam Penempatan narapidana di Sumatera Barat, C. Manfaat Penelitian.

  1. Manfaat teoritis

  a. Dari segi ilmu hukum, hasil dari penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi semua orang yang ingin tahu tentang hukum dan mahasiswa Fakultas Hukum pada khususnya sehubungan dengan Standard Minimum

  Rules fot the Treatment of Prisoners dalam penempatan

  narapidana.

  b. Hasil inipun diharapkaan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan Ilmu Pengetahuan hukum khususnya tentang penempatan narapidana.

  2. Manfaat Praktis

  a. Untuk peneliti, penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan dan memperluas wawasan mengenai mengenai aturan-aturan yang mengatur dan yang seharusnya diterapkan dalam penempatan narapidana.

  b. Bagi pembaca, penelitian ini dapat memberikan masukan, saran serta informasi secara tertulis maupun sebagai referensi mengenai aturan- aturan tentang Narapidana di Sumatera Barat.

D. Kerangka teoritis dan Konseptual

  1. Untuk menganalisis

  c) Bagaimana lembaga-lembaga permasalahan diatas, penulis pelaksana itu akan bertindak menggunakan teori Robert sebagai respons terhadap Seidman, yaitu salah satu dari peraturan hukum merupakan penganut teori Sosiologi fungsi peraturan-peraturan Hukum dan teori Sosiologi hukum yang ditujukan kepada Hukum yang dihasilkan mereka, sanksi-sanksinya, Robert Seidman yaitu teori keseluruhan kompleks bekerjanya hukum yaitu; kekuatan-kekuatan sosial, a) Setiap peraturan hukum itu politik dan lain-lain mengenai memberitahu tentang diri mereka serta umpan- bagaimana seseorang umpan balik yang datang dari pemegang perannan (role pemegang peranan.

  occupant ) itu di harapkan

  d) Bagaimana para pembuat bertindak. undang-undang akan

  b) Bagaimana seorang pemegang bertindak merupakan fungsi peranan itu akan bertindak peraturan-peraturan yang sebagai suatu respons mengatur tingkahlaku mereka terhadap peraturan hukum sanksi-sanksinya, keseluruhan merupakan fungsi peraturan- kompleks kekuatan-kekuatan peraturan yang ditujukan sosial, politik, ideologi dan kepadanya, sanksi-sanksinya, lain-lain mengenai diri mereka aktifitas dari lembaga- serta umpan balik umpan balik lembaga pelaksana serta yang datang dari pemegang keseluruhan kompleks peranan serta birokrasi. kekuatan sosial, politik dan lain-lainnya, mengenai dirinya.

E. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian sosiologis dan pendekatan yuridis sosiologis.

  Penelitian ini merupakan penelitian penempatan narapidana melalui hukum sosiologis (socio legal research) wawancara dengan petugas di lembaga yaitu penelitian yang dilakukan untuk pemasyarakatan Muara Padang, guna memperoleh dan mendapatkan data mendapatkan informasi dan data yang primer, penelitian ini bertujuan untuk dibutuhkan dalam penelitian, selain itu mengetahui Implementasi Standar juga dilakukan penelitian terhadap

  

Minimum Rulles dan Undang-Undang kepustakaan untuk mendapatkan data

No.12 tahun 1995 dan juga Peraturan sekunder.

  Pemerintah No. 32 tahun 1999 tentang

2. Pendekatan masalah

  Pendekatan yang digunakan adalah berhubungan dengan masalah pendekatan yuridis sosiologis dengan penelitian. penjelasan yaitu pendekatan yuridis sosiologis yaitu pendekatan secara lansung terhadap kasus yang diteliti dan dilihat sendiri kenyataannnya dari sudut-sudut hukum yang berpedoman pada peraturan-peraturan, perundang- undangan, buku-buku atau literatur

  3. Lokasi penelitian Dalam penelitian ini penulis mengambil penelitian adalah; A. Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Padang.

  B. Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Solok.

  C. Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Tanjung Pati

4. Sumber data

  Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder

  a. Data Primer adalahUntuk penelitian yang mengunakan pendekatan yuridis sosiologis diperlukan data primer yang diperoleh dari penelitian lapangan yaitu melalui wawancara dengan petugas Lembaga Pemasyarakatan yaitu Afrizal bagian registrasi.

  b. Data Sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang dikeluarkan oleh Kejaksaan

  Negeri di wilayah dimana terdakwa disidangkan yang disebut dengan BA.8, yang isinya Berita Acara Pelaksanaan Putusan dengan melampirkan sebuah Putusan perkara pidana atas nama terdakwa , dengan Berita Acara itulah terdakwa ditempatkan Lembaga Pemasyarakatan untuk menjalani hukuman yang dijatuhkan padanya sebagai narapidana

  5. Tekhnik Pengumpulan data

  a. Wawancara (interview) Wawancara (interview) adalah suatu bentuk Tanya jawab dengan narasumber dengan tujuan menadapatkan keterangan, penjelasan, pendapat, fakta, bukti tentang suatu masalah atau suatu peristiwa, dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik wawancara terstruktur yatitu wawancara yang dilakukan secara terencana yang berpedoman pada dasar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya.

  b. Studi dokumen (documentary studies) Studi dokumen (documentary studies) ini sebgai pelengkap bagi penelitian kualitatif yaitu dengan mempergunakan data yang bersumber dari buku-buku dengan mempelajari data, hasil penelitian , hasil seminar maupun peraturan- peraturan yang berkaitan dengan materi penelitian seperti, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data penghuni Lembaga Pemasyarakatan Muaro Padang tahun 2014.dan tahun 2015.

  6. Teknik analisis data

  Penelitian bertujuan untuk mendapat informasi ,data secara sistematis dan komprehensif mengenai berjalannya suatu aturan atau undang undang juga mengenai cara memperlakukan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Muara Padang. yang berkaitan dengan judul proposal penelitian tersebut. Analisis data yang dilakukan oleh penulis adalah, karena data yang didapat sulit diukur dengan angka-angka, maka dilakukan pendekatan kualitatif.

  Analisis data adalah proses menganalisa data yang telah tersedia dikaitkan dengan metologi penelitian yang peneliti gunakan. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan legal empiris atau legal sosiologis dan data yang terkumpul, bukan merupakan data yang dapat diukur atau sukar diukur dengan angka, Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan juga interview atau pengamatan. oleh karena itu peneliti dalam menganalisis penelitian ini menggunakan analisis kualitatif terhadap data yang sudah terkumpul dapat dilakukan analisis kualitatif .

  

A. Implementasi Standard Minimum Rules For The Treatment Of Prisoners dalam

Penempatan Narapidana di Sumatera Barat

  Standard Minimum Rules For The Treatment Of Prisoners adalah aturan standar tentang penanganan tahanan yang diadopsi dari Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa yang pertama tentang pencegahan kejahatan dan perlakuan pelaku kejahatan, yang diadakan di Jenewa pada tahun 1955 dan disetujui oleh Dewan Ekonomi dan Sosial melalui resolusi 663 C (XXIV) tertanggal 31 Juli 1957 dan Resolusi 2076 (LXII) tertanggal 13 Mei 1977.

  Aturan Minimum Standard tentang Penanganan Tahanan dan narapidana adalah aturan yang berlaku secara Internasional, sedangkan di Indonesia diatur dengan Undang- undang Nomor 12 Republik Indonesia tahun 1995 atau Undang-undang Nomor 32 tahunmasyarakatan dan juga diatur dalam Peraturan Pemerintanh Nomor 32 tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 1999 tentang syarat-syarat dan tatacara Pelaksanaan wewenang tugas dan tanggung jawab perawatan tahanan, dan untuk dapat melihat hal tersebut, Peraturan Pemerintah Indonedan Haka penulis telah mengadakan penelitian di Azasisia nomor 28 tahun 2006 tentang tiga tempat penelitian yaitu Lembaga perubahan Peraturan Pemerintah Pemasyarakataan Kelas II A Padang, Nomor 32 tagun 1999 tentang syarat Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B dan tatacara Pelaksanaan warga biinaan Solok dan Lembaga Pemasyarakatan Pemasyarakatan dan Undang-undang Tanjung Pati. Pemasyarakatan lainnya yang berkaitan Pelaksanaan Aturan minimum dengan tahanan dan narapidana, dan Standard dan Undang-undang juga Peraturan Menteri Hukum dan Pemsyarakatan tentang Hak Azasi Manusia Republik Indonesia Penanganan Tahanan dan Nomor 21 tahun 2013 tentang syarat Narapidana di Sumatera Barat, dan tatacara Pemberian Remisi, walaupun aturan yang asimilasi, cuti mengginjungi keluarga, dilaksanakan sudah mengacu pembebasan bersyarat, cuti menjelang kepada Aturan Minimum Standard bebas dan cuti bersyarat. yang berlaku secara Internasional,

  Untuk melihat apakah aturan tetapi masih belum terlasana secara Minimum Standard yangberlaku secara maksimal bahkan dapat dikatakan Internasional dan Undang-0undang masih sangat jauh dari Pemasyarakatan yang berlaku secara kesempurnaan.

  Nasional yang mengatur penanganan Aturan yang berlaku secara narapidana sudah terlaksana di Internasional, apabila diperhatikan Sumatera Barat atau belum. Maka tentang Penempatan Narapidana, maka narapidana yang menghabiskan masa Minimum yang berlaku secara hukuman yang dijalaninya, narapidana Internesional, narapidana yang tersebut ditempatkan dalam satu kamar menjalani masa hukumannya di dalam untuk satu orang, diberi ranjang sendiri, Lembaga Penjara, hanya diberi perlengkapan tidur sendiri yang kemerdekaannya saja yang dirampas memadai, perlengkapan tidur ini bersih dari mereka, karena mereka dikurung di ketika diberikan, dijaga kebersihannya, dalam lembaga penjara itu sedangkan dan diganti cukup sering untuk kebutuhan lain diberikan sebagaimana memastikan kebersihannya.pokoknya layaknya seorang manusia tidak dianjurkan menempatkan dua Di Sumatera Barat tahanan dalam satu sel atau ruangan. penempatan narapidana dan

  Begitu juga dengan kategori tahanan yang dilaksanakan dengan tahanan yang satu dengan kategori lain Undang-undang pemasyarakatan, ditempatkan di lembaga penjara walaupun istilah rumah penjara di terpisah atau dibagian terpisah dalam Indonesia telah berubah nama satu lembaga penjara, dengan menjadi Lembaga Pemasyarakatan memperhitungkan jenis kelamin, usia sejak tahun 1964, dimana Lembaga catatan criminal, alasan hukum Pemasyarakatan ini tidak lagi penahanan yang bersangkutan, dan bertujuan semata-mata untuk kebutuhan-kebutuhan menyangkut memidana orang , melainkan juga penanganan yang bersangkutan. sebagai tempat untuk membina

  Penempatan tahanan dan atau mendidik orang-orang narapidana menurutAturan Standard terpidana.

  Penempatan narapidana di Sumatera Barat yang dapat dilihat pada tiga lokasi Lembaga Pemasyarakatan, yaitu Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Padang, Lembaga Pemasyaraktan Klas II B Solok dan Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Pati Payakumbuh. Akomodasi tidur narapidana tidak ditemukan satu kamar untuk satu orang narapidana, meskipunada narapidana yang ditempatkan dalam satu ruangan tetapi isi ruangan itu minimal tiga orang, dengan alasan kalau dalam atu kamar diisi berdua, maka sering terjadi adanya mufakat jahat dari narapidana yang bersangkutan, hal ini didapatkan berdasarkan keterangan dari salah satu petugas LAPAS Klas II B Tanjung Pati, sedangkan di Lembaga Pemasyarakatan Klas

  IIA Padang tempat tidur narapidana berupa los pasar yaitu tempat tidur yang ditempati bersama- sama, bahkan satu kamar yang hanya berkapasitas 20 orang sampai ditempati oleh 40 orang narapidana, di Lembaga Pemasyrakatan Klas II A Padang ada kamar yang disediakan bagi narapidana dengan jalan membayar harga kamar tiga juta lebih, ini dibayar sewaktu narapidana baru dating di Lembaga Pemasyarakatan tersebut, informasi ini didapat dari mantan narapidana yang berinisial “Z”. Begitu juga di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Solok berdasarkan informasi dari salah satu narapidana yang berinisial “R” yang sedang menjalani hukuman di sana mengatakan adanya jual beli kasur dari narapidana yang akan habis masa hukumannya dengan narapidana yang baru masuk.

  Lembaga Pemasyarakatan di Sumatera Barat belum berfungsi secara maksimal sebagaimana seharusnya Lembaga Pemasyarakatn, karena masih mempunyai dua funsi, yaitu berfungsi sebagai Lembaga Pemasyarakatan dan berfungsi sebagai Rumah Tahanan. Akibatnya penempatan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan menjadi over kapasitas, Hal ini disebabkan belum tersedianya bangunan khusus untuk Rumah Tahanan.

  Petugas Lembaga Pemasyarakatan di Sumatera Barat dalam menjalankan tugasnya berpedoman kepada Undang- undang pemasyarakatan yang bertujuan untuk membina dan mendidk orang- orang terpidana, agar mereka itu setelah selesai menjalankan pidana mereka, mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan di luar lembaga pemasyarakatan sebagai warga Negara yang baik dan taat pada hukum yang berlaku.

  B. Kendala-kendala bagi petugas Lembaga Pemasyarakatan dalam

  mengimplementasikan Aturan Standard Minimum Rules For The Treatment Of Prisoners dalam Penempatan Narapidanaa di Sumatera Barat.

  1. Belum tersedianya bangunan untuk menempatkan narapidana sesuai dengan Aturan Standard Minimum Rules tersebut, seperti pemisahan tahanan dan penempatannya di rumah tahanan dan penempatan narapidana di Lembaga Peasyarakatan.

  2. Kurangnya tenaga pegawai Lembaga Pemasyarakatan untuk mengawasi apabila narapidana tersebut ditempatkan masing-masing satu orang per kamar, seperti yang diatur dalam Aturan Minimum Rules.

  3. Tidak memungkinkan memberikan akomodasi seperti untuk kelengkapan untuk menjaga kebersihan pribadi sesuai aturan Standard Minimum Rules yaitu: untuk menjaga penampilan yang baik sesuai rasa harga diri mereka, disediakan alat-alat yang diperlukan, seperti alat-alat untuk merawat rambut dan jenggot dengan semestinya, dan tahanan laki-laki diberi kemungkinan untuk bercukur secara regular. Karena kalau narapidana di Sumatera Barat disediakan perlengkapan alat-alat untuk kebersihan seperti yang terdapata dalam Aturan Standard Minimum Rules, maka alat-alat tersebut bisa dipergunakan untuk melukai dirinya endiri dan juga diri orang lain.

  PENUTUP Simpulan

  Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan di tiga lokasi Lembaga Pemasyarakatan di Sumatera Barat, dalam melaksanakan tugasnya sebagai pegawai Lembaga Pemasyarakatan berpedoman kepada Undang-undang Pemasyarakatan, sedangkan Undang- undang Pemasyarakatan ini mengacu kepada Aturan Standar Minimum

  Rules yang berlaku secara Internasioanal.

  Walaupun penanganan tentang narapidana dilaksanakan dengan Undangundang yang telah menace kepada aturan yang berlaku secara Internasional namun pelasanaan tentang penangan narapidana belum terlaksana sebagaimana mestinya atau belum terlaksana secara maksimal.karena Lembaga Pemasyarakatan di Sumatera Barat masih menganut dua fungsi yaitu berfungsi sebagai Rumah tahanan dan sebagai Lembaga Pemasyarakatan.