PEMBE LAJARAN DAN TERPADU BERBASIS

PEMBELAJARAN TERPADU BERBASIS ‫( ْالَ ْس َمآ ُء ْال ُح ْسنَى‬Al-AS A’ Al-HUSNA)
DALAM PEMBENTUKAN PENDIDIKAN KARAKTER ANAK USIA DINI
(STUDI KAJIAN DI LAB SCHOOL FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA FIP-UMJ)
Oleh: Herwina Bahar
ABSTRAK, Penelitian ini menunjukan bahwa al-As a’ al-Husna, dapat
membentuk pendidikan karakter. 10 (sepuluh) karakter dapat diterapkan untuk
anak usia dini, yakni; cinta pada Allah, santun, saling menghormati, dermawan,
peduli lingkungan, sabar/rendah hati, disiplin, pemimpin/bertanggungjawab,
mandiri dan kreatif. Nilai-nilai karakter tersebut, perlu diterapkan, karena pada
usia tersebut adalah waktu yang tepat untuk menanamkan rasa cinta kepada
Allah, sebagai penanaman nilai-nilai tauhid, ketika anak memiliki rasa ingin tahu
yang kuat tentang keberadaan Allah. Sepuluh model pembelajaran terpadu yang
ditawarkan oleh Robin Fogarty, tiga model cukup efektif, untuk diterapkan pada
anak usia dini, yakni model Conected, Webbed dan Integrated, model ini lebih
berorientasi pada student centered, behavioris, fleksible dan center of interest.
Pembelajaran terpadu ini dirancang berbasis al-As a’ al-Husna, disesuaikan
dengan tumbuhkembangnya. Pada proses ini, anak mengenal, menghafal yang
dipadukan dengan tema yang ditentukan, sehingga al-As a’ al-Husna akan
melekat dan mengkristal dalam kepribadian mereka. Mendidik anak usia dini,
berarti mempersiapkan generasi emas di masa depan, untuk itu perlu penanaman

nilai-nilai keimanan sebagai pondasi kuat yang tak tergoyahkan oleh gelombang
globalisasi dan teknologi yang tidak sesuai dengan aqidah dan akhlak. Ketepatan
cara mendidik waktu usia dini menjadi modal penting bagi kelanjutan hidupnya
di masa yang akan datang.
Kata Kunci: Pembelajaran Terpadu, al-As a’ al-Husna dan Pendidikan Karakter
Pendahuluan
Anak adalah amanah, sebagi tunas, potensi, dan generasi penerus yang
memiliki peran strategis dalam menjamin keberlangsungan eksistensi agama,
bangsa dan negara. Keberhasilan dalam mendidik mereka, sangat tergantung pada
orang tua dan guru untuk meningkatkan kecerdasan, sehingga dapat berkembang
secara optimal, sekaligus memiliki karakter dan akhlakul karimah. Untuk
mewujudkan hal tersebut, perlu memperhatikan kemampuan dasar sesuai dengan
perkembangannya agar memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan
selanjutnya. Hal ini telah dijelaskan dalam firman Allah surat al-Nisa:9;

1

2

‫ة‬

ْ َ ‫ولْي‬
ً ّ ‫م ذُ ّري‬
ِ ْ ‫ن خَل‬
ِ ‫ُو ت َ َرك ُُُوا‬
ِ ّ ‫ش ال‬
ْ ‫م‬
َ ‫ذ‬
ْ ‫ه‬
َ ‫خ‬
ْ َُ ‫ين ل‬
َ
ِ ‫ف‬
ُ
ْ
ّ
ْ
َ
ُ َ ‫ولي‬
ُ ّ ‫فليَت‬
َ ‫م‬

ُ ‫فا خَُُا‬
ً ‫عا‬
‫قول ُُوا‬
ِ
َ ُُ‫ض‬
َ ‫قُُ وا الل‬
ْ ‫ه‬
َ ‫ه‬
ِ ْ ‫فوا عَلي‬
َ
ِ ‫س‬
ً‫ديد‬
َ ‫و ًل‬
ْ ‫ق‬

Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah
mereka bertakwa
kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar’’. QS.
An-Nisa : 9

Ayat tersebut mencerminkan, proses pendidikan anak sejak dini sangat
penting. Pendidikan karakter adalah tujuan utama sebagai penanaman pondasi
yang kuat bagi kehidupan mendatang, karena apabila lengah dalam mempersiapkan pendidikan bagi mereka berarti telah mempersiapkan generasi yang lemah di
masa mendatang. Hal ini senada yang disampaikan Al-Ghazali, bahwa"Anak itu
adalah amanat bagi kedua orangtuanya. Hatinya yang suci itu adalah permata
yang mahal. Apabila ia diajar dan dibiasakan kebaikan, maka ia akan tumbuh
pada kebaikan itu dan akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat dan
orang tuanya serta semua guru yang mendidiknya ikut merasakan pahalanya.
Sebaliknya jika ia dibiasakan dengan hal-hal yang tidak baik dan diabaikan
pendidikannya, maka ia akan sengsara dan binasa, dosanya terpikul di pundak
yang bertanggung jawab serta walinya".1
Hal ini pula yang dikhawatirkan oleh Syaikh Kholid Abdurrahman
Al-Ikk, komentar dalam bukunya Tarbiyatul Abnā’ wa al-banāt fi Dhau’
al-Kitāb wa al-Sunnah; jika tidak mendidik manusia yang berakhlak, maka lebih
baik tidak usah mendidik dan mengajar, sebab jika hanya mengajar ilmu tanpa
mengajar akhlak maka seseorang tersebut akan menjadi pengkhianat.2
Pendidikan anak tidak dapat dilepaskan begitu saja terhadap lembaga
pendidikan di mana pun. Dibutuhkan lembaga pendidikan, sebagai salah satu
lingkungan sosial bagi anak, yang berfungsi memperluas kehidupan interaksi
sosial mereka. Tempat anak belajar menyesuaikan diri terhadap bermacammacam situasi, sekolah menjadi tempat kedua yang penting dalam pembentukan

karakter anak. Orang tua menitipkan anaknya ke lembaga pendidikan dengan
kesadaran bahwa mereka memiliki keterbatasan dalam pemahaman ilmu
pengetahuan yang keterkaitan dengan perkembangan anak, waktu yang tidak
terlalu sistematis dalam memberikan pembelajaran, disamping orang tua sangat
mengharapkan anaknya mendapatkan pendidikan yang sistematis dan terstruktur
dalam mencapai cita-citanya.
Mewujudkan lembaga pendidikan yang melahirkan pendidik PAUD
yang profesional dan islami sebagai langkah strategis menyelenggarakan
1

Seperti yang dikutib oleh Fathiyah Hasan Sulaiman pada karya (Al-Ghazali, kitab,
Ihya ‘Ulum al-Din, Juz III, hlm. 53), Aliran-Aliran dalam pendidikan (Studi tentang Aliran
Pendidikan Menurut Al-Ghazali), Semarang: Dina Utama, 1993 , hlm 57.
2
Syaikh Kholid Abdurrahman Al-Ikk, Pedoman Pendidikan Anak menurut Al-Qur’an
dan Al-Sunnah, Penerj. Umar Burhanuddin; ed. Efendi Abu Ahmad, Solo: Al-Qowam, 2009, hlm.
324-325

3


pembelajaran yang mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak, yang
meliputi: agama, bahasa, fisik/motorik, sosial emosional, seni dan kemandirian.
Diperlukan lembaga pendidikan holistik, yang dapat membentuk manusia secara
utuh. Membangun karakter itu harus dimulai sedini mungkin, atau bahkan sejak
dilahirkan, dan harus dilakukan secara terus menerus dan terfokus. Pendidikan
holistik juga membentuk manusia pembelajar sepanjang hayat yang sejati (lifelong learners).
Dalam hal ini, Islam memiliki peran yang cukup besar dan
mengagumkan dalam menyodorkan sebuah konsep pendidikan, baik dalam
bidang
seni, hukum, politik, ilmu pengetahuan dan lain-lain. Untuk bisa
mewujudkan proses pembinaan intelektual dalam Islam, maka disusunlah beberapa kaidah
agar bisa memudahkan orang tua dan guru dalam membina anak dengan ilmu dan
pemikiran yang benar. Pola pembinaan akal dalam membentuk pola pikir anak
hingga dewasa. Lebih penting ilmu tersebut dapat diamalkan. Setidak-tidaknya
bisa diambil langkah menanamkan kecintaan anak pada ilmu, membimbing anak
menghafal sebagian ayat al-Quran, mengajarkan alam melalui Al-As a’ AlHusna, mengarahkan anak pada kecenderungan bakatnya, sehingga lisan mereka
menjadi lurus, semangat mereka menjadi tinggi, hati menjadi tenang dan iman
serta keyakinan meresap di dalam jiwa mereka.3
Lembaga pendidikan anak usia dini perlu melaksanakan secara tepat dan
ideal dalam proses pembelajaran dengan memperhatikan kurikukulum yang

didesain dan diimplementasikan sesuai dengan perkembangan yang berpusat
kepada anak. Apabila model pembelajaran yang diberikan masih secara parsial
dan konvensional dan tanpa melihat potensi yang dimiliki anak dan pembelajaran
tematik diabaikan, maka akan merugikan perkembangan anak dan pembelajaran
belum mengacu kepada karakteristik dan prinsip-prinsip pembelajaran yang benar.
Untuk pengembangan pembelajaran di sekolah yang menjadi tanggung
jawab guru, maka pembelajaran terpadu (intergrated learning), merupakan
pembelajaran yang berupaya memadukan berbagai penguasaan dari beberapa
mata pelajaran atau pembahasan yang mengajarkan adanya keterkaitan
berdasarkan pada suatu tema, sehingga anak terbiasa memandang segala sesuatu
dalam gambaran yang utuh. Integrasi proses pembelajaran di sekolah baik
model, metode, ataupun pendekatan pembelajaran, dirasa perlu untuk
menginterpretasikan kembali seluruh materi pelajaran sekolah dengan muatanmuatan nilai yang Islami. Tujuannya tidak semata-mata mendorong anak didik
untuk memiliki kemampuan dalam memahami pembelajaran, namun sekaligus
anak dapat memecahkan masalah dengan baik dan utuh, dengan memperhatikan
berbagai aspek.
Sementara itu integrated learning berbasis al-As a’ al-Husna dapat
memberikan peluang kepada anak untuk menarik kesimpulan dari berbagai nama3

Lihat Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dala Islam, terj. Jakarta: Pustaka

Amani, 2007, hlm. 170

4

nama Allah yang dikaitkan dalam suatu tema, sehingga mereka dapat
mengembangkan segala fenomena yang dirasakannya dan mampu memecahkan
masalah dengan memperhatikan faktor-faktor berbeda (ditinjau dari berbagai
aspek). Selain itu dengan kurikulum terintegrasi, proses belajar menjadi relevan
dan kontekstual, sehingga anak dapat berpartsipasi aktif dalam seluruh dimensi,
baik fisik, sosial, emosi, dan pengetahuan.
Berkaitan dengan hal tersebut, penulis merasa perlu untuk melakukan
suatu penelitian dan kajian yang mendalam tentang PEMBELAJARAN
TERPADU BERBASI AL-AS ’ Al-HUSNA DALAM PEMBENTUKAN
PENDIDIKAN KARAKTER ANAK USIA DINI, penelitian ini, diharapkan
mendapatkan suatu gambaran dan temuan dalam pengembangan model
pembelajaran, sehingga dapat dijadikan model dalam membentuk pendidikan
karakter anak usia dini.
Perumusan dan Pembatasan Masalah
Penelitian ini, membatasi masalah pada pembelajaran yang menggabungkan bidang studi dengan cara menemukan keterampilan, konsep dan sikap
yang saling berhubungan di dalam beberapa bidang studi. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan antar potensi dan pengembangan menu pembelajaran

dengan model integrated kurikulum yang menyajikan satu pendekatan yang
memadukan mata pelajaran dengan latar prioritas kurikulum pada setiap keterampilan, konsep-konsep, dan sikap-sikap yang akan dikembangkan.
Pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pada suatu tema yang
berbasis al-As a’ al-Husna, sebagai pusat perhatian untuk memahami fenomena
dan konsep-konsep yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak.
Adapun al-As a’ al-Husna yang dimaksud adalah nama-nama Allah yang
mencerminkan sifat-sifat Allah, yang akan dikenalkan kepada anak usia dini,
sehingga mereka lebih mengenal dan dekat dengan Allah. Melalui proses
pembelajaran terpadu berbasis al-As a’ al-Husna tersebut anak diharapkan
terbentuk pendidikan karakternya, artinya dengan mengenal dan belajar al-As a’
al-Husna anak memiliki cerminan dari sifat-sifat Allah, sehingga terbentuklah
pendidikan karakter mereka sejak dini.
Rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1.

Bagaimanakah pelaksanaan Pembelajaran Terpadu berbasis al-As a’ alHusna dalam pembentukan pendidikan karakter bagi anak usia dini di Lab
School Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Jakarta?

2.


Seberapa efektif Pembelajaran terpadu berbasis al-As a’ al-Husna dalam
membentuk pendidikan karakter anak usia dini?

5

3.

Upaya apa saja yang dilakukan oleh guru dalam mengembangkan model
pembelajaran terpadu berbasis al-As a’ al-Husna dalam membentuk
pendidikan karakter anak usia dini?

Tujuan Penelitian
Tujuan umum yang hendak dicapai

melalui penelitian ini adalah

menghasilkan model yang efektif pada Pembelajaran Terpadu Berbasis al-As a’
al-Husna dalam pembentukan pendidikan karakter anak usia dini. Dengan
mengacu pada tujuan umum tersebut, maka tujuan khusus adalah sebagai berikut:
1. Menemukan bentuk model pembelajaran terpadu berbasis al-As a’ al-Husna

sebagai alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan mutu
pembelajaran, mencakup desain, metode, media pembelajaran, implementasi
ragam kegiatan, asesmen dan pelaporan hasil belajar peserta didik.
2. Memperoleh data empiris tentang efektivitas model pembelajaran terpadu
berbasis

al-As a’

al-Husna

yang

dikembangkan

untuk

membentuk

pendidikan karakter anak usia dini sehingga mutu pembelajaran pada anak
usia dini lebih efektif.
3. Merumuskan model pembelajaran terpadu berbasis al-As a’ al-Husna dalam
pembentukan pendidikan karakter anak usia dini, model ini dikembangkan dan
dinilai dengan lebih berpusat pada mempraktekkan perilaku dalam
pembentukan pendidikan karakter anak usia dini di dalam proses
pembelajaran.
4. Melaksanakan model secara empiris dalam proses pembelajaran agar
instrumen penilaian dapat diperbaiki dan dikembangkan sehingga dapat
ditemukan suatu model pembelajaran terpadu berbasis al-As a’ al-Husna
dalam pembentukan pendidikan karakter untuk anak usia dini dapat terlaksana
secara efektif.
Kajian Literatur dan Pembahasan
Pengembangan Model Kurikulum dalam Pembelajaran
Kemampuan membina dan mengembangkan kurikulum merupakan
tuntutan profesional guru, dalam mengantarkan siswa mencapai tujuan
pendidikan. Upaya dalam mencapai tujuan tersebut, memerlukan alat dan bahan
yang digunakan, diantaranya adalah kurikulum. Sebagai alat dalam mencapai
tujuan pendidikan, kurikulum harus sesuai dengan visi dan misi lembaga
pendidikan, sekaligus bersifat dinamis disesuaikan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta kebutuhan masyarakat. Oleh sebab itu, para
pengembang kurikulum, termasuk guru, perlu memiliki wawasan yang luas dan
mendalam tentang hal tersebut.
Di sisi lain, perlu menjadi perhatian adalah “Mau dibawa kemana anakanak oleh sekolah, siapa yang paling berhak menentukan arah kebijakan

6

sekolah”, itu Pertanyaan mendasar yang dilontarkan oleh Dede Rosyada dalam
penyelenggaraan sekolah. Semangat demokrasi dalam penyelenggaraan sekolah
merupakan inspirasi bahwa publik, juga memiliki hak yang sangat kuat dan
sangat besar dalam penetapan arah dan kebijakan kurikulum sekolah. Kurikulum
merupakan inti dari sebuah sekolah. Dalam hal ini, bukan saja guru yang
bertanggung jawab dalam pelaksanaan kurikulum, publik dan pemerintah samasama memiliki kepentingan dalam penetapan arah dan pendidikan anak-anak di
sekolah.4
Bertambahnya tanggung jawab sekolah, berkembanglah pemahaman
tentang kurikulum, diantara pemahaman tersebut sangat mempengaruhi kegiatan
pembelajaran di dalam maupun di luar kelas. Dalam hal ini, kurikulum memiliki
dimensi pengertian, yaitu kurikulum sebagai mata pelajaran, pengalaman belajar
dan sebagai perencanaan program pembelajaran. Beberapa definisi kurikulum
diantaranya sebagai berikut: Kurikulum menurut Zakiah Daradjat, “suatu
program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai
sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu5 Kurikulum secara luas menurut
Hasan Langgulung adalah sejumlah pengalaman, pendidikan, kebudayaan, sosial,
keolahragaan dan kesenian yang disediakan oleh sekolah bagi murid di dalam dan
di luar sekolah dengan maksud menolong mereka untuk berkembang dan
mengubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan pendidikan.6
Dari definsi di atas, dapat disimpulkan bahwa kurikulum itu mempunyai
empat unsur atau aspek utama: Pertama, tujuan dan obyektif yang ingin dicapai
oleh pendidikan. Kedua, pengetahuan dan informasi, data, aktivitas, dan
pengalaman yang membentuk kurikulum itu. Ketiga, metode atau cara mengajar
yang digunakan guru untuk mengajarkan dan mendorong murid belajar dan
membawa mereka ke arah yang dikehendaki oleh kurikulum. Keempat, metode
dan cara penilaian yang digunakan dalam mengukur dan menilai kurikulun serta
hasil pembelajaran pendidikan yang dirancang dalam kurikulum, seperti ujian
catur wulan. Untuk itu, pengislaman kurikulum atau dalam istilah lain penerapan
nilai Islam dalam kurikulum harus mencakup empat unsur di atas, dalam rangka
konsepsi (tasawwur) Islam. Menurut Hasan Langgulung kurikulum secara sempit
adalah serangkaian kegiatan belajar mengajar yang direncanakan dan diprogram
secara terperinci bagi peserta didik di bawah bimbingan sekolah, baik di luar
maupun di dalam sekolah demi mencapai tujuan yang diinginkan. Zakiah
Daradjat memandang bahwa fungsi kurikulum dilihat dari 3 (tiga) sudut, yakni
bagi sekolah yang bersangkutan, sekolah di atasnya dan bagi masyarakat/pemakai
lulusan sekolah tersebut. 7
Menurut al-Maududi bahwa salah satu kelemahan dunia pendidikan
Islam adalah kurikulumnya yang tidak menjadikan al-Qur’an dan hadis sebagai
4

Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis ( Sebuah Model Pelibatan
Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan), Jakarta: Kencana, cet; ke 4, 2013, hlm. 25
7
Zakiah Daradjat, et. al, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarata: Bumi aksara, 2014, cet. ke11, hlm. 122
5
6

Hasan Langgulung, Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islam dan Sains Sosial,
Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002, hlm. 241
7
Zakiah Daratjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, hlm. 1

7

landasan ilmu.8 Dengan kata lain materi yang diajarkan masih bersifat dualisme
pengetahuan. Bahkan menurut al-Maududi sistem pendidikan yang hanya
berfokus pada pengembangan fungsi pendengaran, sehingga peserta didik yang
dihasilkan belum maksimal. Lebih lanjut al-Maududi memberikan penjelasan
bahwa kurikulum pendidikan mampu menggabungkan ilmu agama dan ilmu
umum sehingga menjadi satu ilmu pengetahuan, sehingga sasaran dan tujuan
merealisasikan suatu kehidupan baru yang berdiri di atas pondasi keimanan
kepada Allah atau dengan kata lain sistem ini akan melahirkan peserta didik yang
berperilaku baik dan tindakannya adalah cerminan dari nilai-nilai ajaran Islam.
Secara keseluruhan kurikulum yang ditawarkan al-Maududi yakni
terintegrasinya antara subyek keagamaan dan subyek ilmu umum dalam satu
paket pembelajaran. Artinya menyatukan arti kehidupan dunia dan akhirat, maka
pendidikan umum pada hakekatnya adalah pendidikan agama juga; begitu
sebaliknya, pendidikan agama adalah juga pendidikan umum. Idealnya, tidak
perlu terjadi persoalan ambivalensi dan dikotomik dalam orientasi pendidikan
Islam.
Dari gambaran di atas, kurikulum adalah terintegrasinya ilmu umum ke
dalam ilmu pendidikan Islam atau dikotomi ilmu dengan berbasis pada landasan
al-Qur’an. Semua ilmu-ilmu umum telah diorganisasikan sesuai dengan ajaran
Islam dan semua permasalahan kehidupan dihadapi dengan kaca mata Islam.
Dengan ungkapan lain, hubungan antara ilmu dan agama adalah hubungan yang
bersifat dinamik evolutif, yaitu suatu interprestasi manusia terhadap kebenaran
hakiki Allah, melalui fenomena Kauniah dan fenomena Naqliah, yang
berkembang secara terus menerus.9
Pengembangan Kurikulum dalam Proses Pembelajaran
Kurikulum merupakan desain bahan pelajaran yang tujuannya untuk
mempermudah anak mempelajari bahan pelajaran, sehingga tujuan pembelajaran
dapat tercapai dengan efektif. Kurikulum dengan pembelajaran memiliki
hubungan sangat erat, saling berinterkasi satu dengan lainnya, sama-sama
memuat isi, tujuan, materi dan strategi pembelajaran. Implementasi kurikulum
membutuhkan desain pembelajaran.
Selanjutnya pada desain pembelajaran terdapat materi dan tujuan kegiatan
belajar dan pembelajaran. Menurut Lawson (1988), terdapat tiga macam siklus
belajar, yakni deskriptif, empiris-induktif, dan hipotesis-deduktif10. Ditinjau dari
segi penalaran, siklus belajar deskriptif menghendaki pola-pola deskriptif, seperti
seriasi, klasifikasi, dan konservasi. Siklus belajar hipotesis-deduktif menghendaki
pola-pola tingkat tinggi, seperti mengendalikan variabel, penalaran korelasional,
dan penalaran hipotetis-deduktif. Sedangkan siklus belajar empiris-induktif
8

Abu al-A’la al-Maududi, Manhaj al-Islamiah al-Jadid li al-Tarbiyah wa al-Ta’lim,

hlm. 16.
9

Ahmad Watik, “Identifikasi Masalah Pendidikan Agama di Indonesia”, dalam Muslih
Usa (ed), Pendidikan Islam di Indonesia; Antara Cita dan Fakta, Yogyakarta: Tiara Wacana,
1991, hlm. 105.
10
Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Erlangga, 2006,
hlm. 170-172

8

bersifat intermediet, yakni penggabungan antara pola-pola deskriptif dan tingkat
tinggi.
Dalam siklus belajar deskritif, para siswa menemukan dan memberikan
suatu pola empiris dalam suatu konteks khusus, dan ini merupakan fase
eksplorasi. Guru memberi nama pada pola tersebut, dimana kegiatan ini termasuk
fase pengenalan konsep. Selanjutnya, pola tersebut ditentukan dalam kontekskonteks lain yang merupakan fase aplikasi konsep. Bentuk siklus belajar
deskriptif hanya memberikan sebatas apa yang diamati tanpa usaha untuk
melahirkan hipotesis-hipotesis untuk menjelaskan hasil pengamatannya.
Dalam siklus belajar empiris-induktif, para siswa menemukan dan
memberikan suatu pola empiris dalam suatu konteks khusus, yang merupakan
fase eksplorasi. Selanjutnya, para siswa mengemukakan sebab-sebab terjadinya
pola tersebut, sehingga diperlukan penalaran analogi untuk memindahkan atau
mentransfer konsep-konsep yang telah dipelajari dalam konteks-konteks lain pada
konteks baru, dan ini merupakan fase pengenalan konsep. Dengan bimbingan
guru, para siswa menganalisis data yang dikumpulkan selama fase eksplorasi
untuk mengetahui apakah sebab-sebab yang dihipotesiskan sesuai dengan data
dan fenomena lain yang dikenal, dan ini merupakan fase aplikasi konsep. Dengan
demikian dalam siklus belajar empiris-induktif, para siswa melakukan
pengamatan secara deskriptif, mengemukakan sebab dan menguji sebab-sebab
tersebut.
Dalam siklus belajar hipotesis-deduktif, pembelajaran dimulai dengan suatu
pertanyaan sebab, kemudian para siswa merumuskan jawaban-jawaban atau
hipotesis-hipotesis yang mungkin. Selanjutnya, para siswa menurunkan
konsekuensi-konsekuensi logis dari hipotesis tersebut dan merencanakan dan
melakukan eksperimen-eksperimen untuk menguji hoptesis, dimana kegiatan ini
termasuk fase eksplorasi. Analisis hasil eksperimen menyebabkan hipotesis
ditolak atau diterima sehingga konsep-konsep dapat diperkenalkan, dan ini
merupakan fase pengenalan konsep. Akhirnya, dilakukan penerapan konsepkonsep yang relevan dan pola-pola penalaran yang terlibat dan didiskusikan pada
situasi-situasi lain, dimana kegiatan ini termasuk fase aplikasi konsep.
Sehubungan dengan pengembangan pembelajaran pada anak usia dini yang
merupakan individu unik, dan memiliki karakteristik tersendiri sesuai dengan
tahapan usianya. Masa usia dini merupakan masa keemasan (golden age) dimana
stimulasi seluruh aspek perkembangan berperan penting untuk tugas
perkembangan selanjutnya. Perlu disadari bahwa masa-masa awal kehidupan
anak merupakan masa terpenting dalam rentang kehidupan seseorang anak. Pada
masa ini pertumbuhan otak sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat
(eksplosif). Perkembangan pada tahun-tahun pertama sangat penting menentukan
kualitas anak di masa depan. Perkembangan intelektual anak usia 4 tahun telah
mencapai 50%, pada usia 8 tahun mencapai 80% dan pada saat mencapai sekitar
18 tahun perkembangan telah mencapai 100%.
Perkembangan bahasa anak mempengaruhi konsep yang mereka pelajari,
metode mengajar guru juga sebagai penentu dalam keberhasilan belajar anak.
Oleh karena itu teori-teori pembelajaran perlu dikuasai oleh guru dalam proses
pembelajaran, sehingga keberhasilan dalam belajar dapat tercapai dengan baik.

9

Pembelajaran Terpadu pada Pendidikan Anak Usia Dini
Pembelajaran terpadu berangkat dari kurikulum terpadu, yang merupakan
kegiatan menata keterpaduan berbagai materi mata pelajaran melalui suatu tema
lintas bidang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna sehingga batas antara
berbagai bidang studi tidaklah ketat atau boleh dikatakan tidak ada. Pembelajaran
terpadu menunjuk pada kegiatan belajar yang terorganisasikan secara lebih
terstruktur yang bertolak pada tema-tema tertentu atau pelajaran tertentu sebagai
titik pusatnya (center core/center of interest).
Pembelajaran terpadu pada anak usia dini adalah pendekatan yang
digunakan dalam kegiatan pembelajaran dengan mengintegrasikan kegiatan
kedalam semua bidang pengembangan, meliputi aspek kognitif, social-emosional,
bahasa, moral, dan nilai nilai agama, fisik motorik, dan seni. Semua bidang
pengembangan tersebut dijabarkan kedalam kegiatan pembelajaran yang
dipusatkan pada satu tema sehingga tema menjadi ide pokok pembelajaran
dengan memperhatikan perkembangan anak dan lingkungannya, tema yang
dipilih harus dimulai dari hal hal yang terdekat dengan anak menuju yang lebih
jauh, mulai dari yang sederhana menuju yang lebih kompleks.
Penggunaan tema untuk mengorganisasikan pembelajaran anak yang
dihubungkan dengan pengalaman hidup yang nyata. Semua kegiatan dalam
pembelajaran terpadu melibatkan pengalaman langsung (hands on experience)
bagi anak serta memberikan berbagai pemahaman tentang lingkungan sekitarnya.
kegiatan yang dilakukanpun memungkinkan anak untuk memadukan
pengetahuan dan keterampilannnya dari pengalaman satu kepengalaman lainnya.
Disamping itu, mengintegrasikan semua bidang pengembangan, pembelajaran
terpadu juga memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan
seluruh potensi yang dimilikinya secara optimal, seperti melatih kemampuan
motorik halus dan motorik kasar, mengobservasi, menghitung, mengingat,
membandingkan, mengklasifikasi, bermain peran serta mengeksplorasikan
gagasan, serta kreativitas.
Pelaksanaan pendekatan pembelajaran terpadu ini bertolak dari suatu topik
yang dipilih dan dikembangkan oleh guru bersama dengan anak. Tujuan dari
tema ini bukan hanya semata untuk menguasai konsep atau keterampilan saja,
akan tetapi konsep dan keterampilan tersebut berkaitan satu sama lain dan
digunakan sebagai alat untuk mempelajari dan menjelajahi tema yang dipilih. Hal
ini didasarkan bahwa pembelajaran pada hakekatnya merupakan suatu proses
interaksi antara guru dan siswa, baik secara langsung maupun tidak.
Pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik (student centris) menjadi suatu
keniscayaan, dimana suasana lebih demokratis, adil, manusiawi, memberdayakan,
menyenangkan, menggairahkan, menggembirakan, membangkitkan minat
belajar, merangsang stimulus timbulnya inspirasi, imajinasi, kreasi, inovasi, etos
kerja dan semangat hidup11.
Pembelajaran sebagai suatu rangkaian yang dapat mempengaruhi siswa,
sehingga proses pembelajaran tersebut dapat berlangsung dengan mudah.
11

Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, Jakarta, Kencana,
2009, hlm. 3

10

Pembelajaran memang bukan konsep atau praktek yang sederhana dan bersifat
komplek, namun menjadi tugas dan tanggung jawab guru dalam menyampaikan
informasi, pesan atau nilai-nilai yang perlu ditanamkan. Pembelajaran itu
berkaitan erat dengan pengembangan potensi anak, dalam melakukan perubahan
dan pembinaan mereka. Dengan kata lain, pembelajaran pada intinya adalah
segala upaya yang dilakukan oleh guru agar terjadi proses belajar pada diri
siswa.12
Dengan demikian, dapat dipahami, bahwa pembelajaran dapat diartikan
sebagai kegiatan yang ditujukan untuk membelajarkan siswa. 13 Hal inilah yang
dikemukakan Paulo Freire sebagai pendidikan Hadap Masalah (problem posing),
dimana belajar mengenai realitas kehidupan untuk bisa membuatnya lebih baik,
itulah tujuan dari belajar. Proses pembelajaran aksi-refleksi-aksi terjadi berulangulang (bukan hanya satu kali) sehingga sebenarnya membentuk sebuah spiral
pembelajaran. Setiap kali sebuah proses dialektika terjadi, akan dilanjutkan
dengan dialektika berikutnya, dan begitu seterusnya. Artinya, sebuah proses
pembelajaran tidak pernah menjadi rutinitas melainkan sebuah proses
perkembangan dan transformasi. Belajar merupakan sesuatu yang terjadi
sepanjang hidup. Suatu usaha untuk menjawab diskomunikasi antara guru dengan
murid menuju suasana dialogis. Oleh karena itu, pelaksanaan pengajaran hadap
masalah adalah adanya pemecahan masalah dalam proses belajar antara guru
dengan murid.14
Pembelajaran Terpadu berbasis al-As a’ al-Husna
Menurut bahasa,

al-As a’ al-Husna

berarti nama-nama yang baik,

sedangkan menurut istilah berarti nama-nama baik yang dimiliki Allah sebagai
bukti keagungan dan kemuliaan-Nya. Di dalam al-Qur’an nama-nama yang baik
dijelaskan pada Qs. Al-A’raf/7: 180 sebagai berikut :

َ
‫ين‬
ُ ْ ‫مآءُ ال‬
ْ ‫ح‬
ْ ‫وَللهِ اْل‬
َ ‫س‬
َ ِ‫سنَى فَادْع ُوهُ بِهَا َوذ َُروا الّذ‬
َ ‫حدون في أ‬
َ
‫ن‬
‫ع‬
‫ي‬
‫وا‬
‫ان‬
‫اك‬
‫م‬
‫ن‬
‫و‬
‫ز‬
‫ج‬
‫ي‬
‫س‬
‫ه‬
‫ائ‬
‫م‬
‫س‬
ِ
ُ
ِ
ِ َ ُ ِ ْ ‫يُل‬
َ ‫ملُو‬
ْ
َ
َ
َ
ْ
ُ
َ
ْ
َ
َ
َ
ْ
Artinya:hanya milik Allah al-As a’ al-Husna, Maka bermohonlah kepada-Nya
dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang
yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya,
nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka
kerjakan.
Kemudian dijelaskan lagi pada hadits Nabi SAW:
12

M. Sobari Sutikno, Mengagas Pembelajaran Efektif dan Bermakna, Mataram, NTP
Press, 2007, hlm. 50
13
Lihat Hasniyati Gani Ali, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Ciputat Press, 2008, hlm.
62
14
Paulo Freire, Pendidikan Kaum Tertindas, Jakarta, LP3ES, 2000, hlm. 61

11

َ ‫عَن أَبي هُري سسرة َ رضسسي اللّه ع َن سس‬
َ ‫سسسو‬
ِ‫ل اللّه‬
ّ ‫هأ‬
ُ ‫ن َر‬
ُ ْ ُ
ِ ْ
َ ِ َ َ ْ َ
َ ‫م قَسسسا‬
‫ة‬
ً َ‫سسسسع‬
ّ ِ‫ إ‬: ‫ل‬
ْ ِ ‫ن لِلّهِ ت‬
َ َ‫ه ع َلَي ْسسسهِ و‬
َ ّ ‫سسسسل‬
ُ ّ ‫صسسسلّى الل‬
َ
َ
َ ‫خس‬
‫ل‬
َ َ ‫صساهَا د‬
ِ ‫ة إ ِ َوا‬
ً َ ‫مائ‬
ِ ‫ما‬
ْ ‫نأ‬
ْ ‫ين‬
ْ ِ ‫وَت‬
َ ‫حس دًا‬
ً ‫اسس‬
َ ‫ح‬
ْ ‫م‬
َ ِ‫سسع‬
‫ة رواه البخاري ومسلم‬
َ ّ ‫جن‬
َ ْ ‫ال‬
Artinya: dari Abu Radiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam telah bersabda: “Sesungguhnya Allah memiliki sembilan
puluh sembilan nama. Seratus kurang satu. Maka barang siapa dapat
menjaganya niscaya ia akan masuk surga.” (H.R Bukhari dan Muslim) 15

ٍ ‫مد‬
َ ‫م‬
ِ ِ ‫مل‬
َ , ٍ‫مار‬
َ
ُ ‫حدّثَنَا هِشَ ا‬
ّ ‫ح‬
ُ ‫ن‬
َ ْ ‫حدّثَنَا ع َبْد ُ ال‬
ّ َ‫ن ع‬
ُ ْ‫ك ب‬
ُ ْ‫م ب‬
َ
ٍ ‫مد‬
َ ‫م‬
َ ,‫ي‬
ّ ‫ح‬
ُ ‫ن‬
ُ ْ ‫حسس دّثَنَا أب ُسسو ال‬
ّ
ُ ْ ‫سسر ب‬
ُ ْ ‫من ْسسذِرِ ُزهَي‬
ّ ِ ‫الصسسنْعَان‬
َ ‫ن عُقْب َس‬
ِ ‫مي‬
ِ ّ ‫الت‬
ُ ‫حس دّثَنِي عَب ْسد‬
َ ,‫ة‬
َ ,‫ي‬
َ ‫م‬
ُ ‫حس دّثَنَا‬
ُ ْ ‫وسسى ب‬
ّ ‫م‬
َ
َ
َ ْ ‫حمن‬
َ ‫سسو‬
ِ‫ل اللّه‬
ّ ‫ أ‬, َ‫سرة‬
ُ ‫سر‬
ُ ‫ن َر‬
َ ْ ‫َن أبِي هُ َري‬
ْ ‫ع‬,‫ج‬
َ ْ ‫الع‬
ّ ‫ال‬
ِ َ ْ ‫سر‬
َ ‫ قَسسا‬, ‫م‬
‫ة‬
ً َ‫سسسع‬
ّ ِ‫ " إ‬: ‫ل‬
ْ ِ ‫ن لِلّهِ ت‬
َ َ‫ه ع َلَي ْسسهِ و‬
َ ّ ‫سسسل‬
ُ ّ ‫صسسلّى الل‬
َ
‫ب‬
‫سسسعِ َس‬
ِ ُ ‫سسر ي‬
ِ ‫ة إ ِ ّ وَا‬
ً َ ‫مائ‬
ِ , ‫ما‬
ّ ‫ح‬
ْ ‫ين‬
ْ ِ ‫وَت‬
ُ ّ ‫ إِن‬, ‫حسس دًا‬
ً ‫اسسس‬
ٌ ْ ‫ه ِوت‬
16
َ ‫خ‬
‫ رواه ابن ماجه‬.‫ة‬
َ َ ‫فظَهَا د‬
َ ّ ‫جن‬
ِ ‫ح‬
َ ْ ‫ل ال‬
َ ‫ن‬
َ , ‫الْوِت ْ َر‬
ْ ‫م‬
Artinya: Hisyam ibn Ammar telah mencritakan kepada kami, Abdul Malik ibn
Muhammad as Shan’ani telah menceritakan kepada kami, Abu Mundzir
Zuhair ibn Muhammad at Tamimi telah menceritakan kepada kami,
Musa ibn ‘Uqbah telah menceritakan kepada kami, Abdur Rahman al
A’raj telah menceritakan kepada saya, dari Abu Hurairah, bahwa
Rasulullah
shallallahu
‘alaihi
wasallam
telah
bersabda: “Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan
nama. Seratus kurang satu Sesungguhnya Allah itu Ganjil dan Dia
sangat menyukai bilangan yang Ganjil. Maka barang siapa dapat
menjaganya niscaya ia akan masuk surga.” (HR Ibn Majah)

M. Quraish Shihab menyebutkan dalam tafsirnya “Al-Mishbah”, bahwa
beragam penafsiran para ulama tentang kata ” ‫صصاهَا‬
َ ْ‫ ” َم ْن اَح‬dalam hadis di atas.17
Ada yang menafsirkan dengan memahami maknanya dan mempercayainya,
menghafal, memahami makna dan mengamalkannya, atau ada pula yang
menafsirkan mampu melaksanakan kandungan-Nya serta berakhlak dengan
15

Shahih Muslim (e-book), Kitab al- Zikri wa al Du’a, Bab al-‘Azmi bi al Du’a wa alTaubah, wa al- istghfar, No. 2677, h. 1075-1076, lihat juga Shahih Bukhari (e book), Kitab alTauhid, Bab Inna Lillah Miata Ismin Illa Wahidan, No 7392, h. 1409
16
Mausu’at al Hadits asy Syarif, al Kutub as Sittah, Sunan ibn Majah, Kitab ad Du’a,
Babu Asma’illah Azza wa Jalla, Nomor 3859, hal. 2757
17
Lihat M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian AlQur’an, Volume 5, Jakarta, Lentera Hati, 2008, hlm. 318.

12

nama-nama itu. Al-Nawawi Al-Syafi’i ra berkata: “Yang dimaksud dengan ” ‫َم ْن‬
‫صاهَا‬
َ ْ‫ ”اَح‬adalah menghafalnya, beriman terhadapnya dan konsekwensi dari nama
tersebut serta beramal dengan isi kandungan dari nama tersebut”. Ibnu Baththol
ra berkata: “Cara beramal dengan kandungan al-As a’ al-Husna adalah dengan
meneladani kandungan nama-nama Allah yang boleh/bisa untuk diteladani
semisal ‫( الصصرحيم‬Yang Maha Penyayang), ‫( الكصصريم‬Yang Maha Dermawan). Maka
hendaklah seorang hamba melatih dirinya untuk memiliki kandungan dari sifatsifat Allah yang semacam itu akan tetapi tentu dengan kandungan yang layak
bagi hamba. Adapun sifat Allah yang khusus bagiNya semisal ‫( الجبصصار‬Yang
KehendakNya pasti menang), ‫( العظيم‬Yang Maha Agung) maka kewajiban seorang
hamba adalah menetapkan adanya sifat tersebut bagi Allah, tunduk terhadapnya,
dan tidak menghiasi dirinya dengan shifat tersebut. Sedangkan nama-nama Allah
yang padanya ada makna janji maka kewajiban seorang hamba adalah
menambatkan pada hatinya rasa harap terhadapNya, adapun apabila nama-nama
tersebut terkandung makna ancaman, maka kewajiban seorang hamba adalah
menjauhinya, menjaga diri darinya, menambatkan dalam hatinya rasa cemas dan
takut yang disertai dengan ilmu”.
Dengan demikian, meskipun tidak bisa memiliki sifat sebagaimana yang
terkandung dalam al-As a’ al-Husna tersebut, tetapi setidaknya berupaya untuk
meneladaninya. Oleh karena itu, pemahaman terhadap al-As a’ al-Husna perlu
dilakukan sehingga dapat diteladani dan bersikap sesuai dengan al-As a’
al-Husna itu. Misalnya, Allah ‫( الرحمن‬Maha Penyayang), maka hambaNya pun
harus bersikap sayang kepada sesama, jika Allah ‫( الغفور‬Maha Pengampun), maka
harus suka memaafkan sesama, begitu seterusnya. Allah menunjukkan
“keberadaan” dan “kedudukan”-Nya melalui sifat-sifat-Nya itu. Tidak
disangsikan lagi, dorongan, kekuatan, adanya tempat untuk mengadu, jaminan,
dukungan, dan karakter-karakter Allah yang mulia sangat diperlukan sebagai
landasan sikap dan mental bagi sukesnya perjuangan setiap insan, baik secara
individu, organisasi, maupun masyarakat dan bangsa.
Analisis Model Pembelajaran Terpadu Berbasis al-As a’ al-Husna
Upaya dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan Islam pada anak usia dini,
perlu dilakukan dengan langkah strategis dalam memperhatikan tumbuhkembang
dan kecerdasan mereka. Dalam hal ini pembelajaran terpadu berbasis al-As a’
al-Husna dapat dijadikan sebagai alternatif untuk membentuk pendidikan
karakter, sehingga tujuan pendidikan berjalan dan sesuai dengan yang
diharapkan. Proses pembelajaran, anak mengenal Allah, dapat dilakukan,
diantaranya dengan al-As a’ al-Husna dipadukan dengan tema pembelajaran
yang ditentukan, sehingga mereka dapat mengenal sifat-sifat yang dimiliki Allah

13

dan mereka dapat mengidentifikasikan dirinya dengan sifat-sifat tersebut,
sehingga proses pembelajaran yang berjalan dapat menyentuh dan membentuk
kepribadian mereka. Mengenal sifat-sifat Allah melalui nama-namaNya, lebih
mudah dipahami oleh anak, karena proses tersebut dilakukan dengan
menyenangkan, sambil bernyanyi, bercerita dan bermain. Model alternatif ini,
dapat dilakukan pula dengan meningkatkan kecerdasan cagnitifnya terhadap
konsep tema yang dipelajari, sekaligus menyentuh nilai-nilai keagungan Allah
melalui kecerdasan spritualnya.
Berdasarkan pelaksanaan pembelajaran terpadu berbasis

Al-As a’ Al-

Husna di Labschool FIP UMJ tergambarkan bahwa pelaksanaan pembelajaran
tersebut efektif dengan hasil sebagai berikut:

Prosentase Hasil Pendidikan Karakter Berbasis Al-As a’ Al-Husna pada
prasiklus, siklus 1, siklus 2 dan siklus 3

14

Setelah dilakukannya tindakan pada siklus I, II dan III, terlihat
perkembangan kemampuan dan perubahan kecerdasan dalam menghafal,
mengenal nilai-nilai karakter sampai dengan mampu menginternalisasikan dalam
kegiatan di sentra maupun ketika berinteraksi dengan teman-temannya dan guru.
Kenaikan prosentase terendah sebesar 4% dan kenaikkan tertinggi per individu
menghasilkan prosentase sebesar 30%.
Peningkatan prosentase tersebut terlihat pada kebiasaan, cara anak
menjawab pertanyaan dan kemampuan menghafal yang sudah mencapai 99
(sembilan puluh sembilan) al-As a’ al-Husna. Setelah dilakukannya tindakan
tersebut, anak terlihat lebih tertib, terarah dan rasa ingin tahunya lebih tinggi
terhadap cerita dan penjelasan tentang nilai-nilai karakter yang dikembangkan
dan makna al-As a’ al-Husna yang mereka hafalkan. Tindakan ini pun
mempermudah guru dalam membentuk karakter mereka, sehingga sikap disiplin,
jujur, mandiri, rendah diri, saling menyayangi, memiliki jiwa pemimpin dan suka
menolong dapat mengkristal dalam diri anak usia dini.
Analisis ini dapat dilakukan setelah diperoleh data secara kualitatif dari
Siklus I, II dan III. Adapun peningkatan perkembangan kemampuannya pada kategori berkembang sangat baik ada 5 (lima) anak diperoleh prosentase kenaikkan
sebesar 10% dan kenaikkan terendah 4%, tertinggi perindividu menghasilkan
prosentase sebesar 30%. Ini membuktikan bahwa melalui al-As a’ al-Husna
lebih efektif dilakukan dalam menanamkan nilai-nilai karakter pada anak usia
dini.
Berdasarkan hasil capaian penelitian ini, terlihat ketika pra siklus 63%,
kemudian naik menjadi 77 % pada siklus I dan naik lagi hingga 82% pada siklus
II dan 93 % pada siklus III. Peningkatan ini merupakan target capaian dalam
penelitian yang dilakukan selama enam bulan yaitu bulan Agustus 2013 sampai
bulan Februari 2014. Dengan demikian pembelajaran terpadu berbasis al-As a’
al-Husna dapat efektif dalam membentuk pendidikan karakter anak usia dini.
Model Pembelajaran

Terpadu

berbasis

Al-As a’ Al-Husna

untuk

membentuk Pendidikan Karakter
Dalam strategi pembelajaran model terpadu, seorang guru dituntut memiliki
kompetensi untuk memahami secara detail dan terurai terhadap konsep-konsep
pembelajaran, sehingga menjadi suatu konsep yang utuh. Guru perlu menangkap
gagasan tentang suatu konsep yang terdapat dalam berbagai tema yang
dikembangkan. Galur-galur tersebut kemudian disimpulkan secara rinci sehingga
menjadi suatu konsep atau pengetahuan dan pemahaman yang utuh dan
menyeluruh.
Penggunaan model pembelajaran ini, secara metodologis dapat
mengembangkan kemampuan dan kreativitas anak secara lebih efektif karena
pendekatan ini menuntun anak usia dini membuka wawasan dan cara berpikir
yang luas serta mereka lebih kreatif dan mendalam pengetahuan dan

15

pemahamannya terhadap konsep yang dikembangkan, sekaligus potensi dan
kecerdasan yang dimilikinya.
Pembelajaran terpadu merupakan pendekatan pembelajaran yang
memperhatikan dan menyesuaikan tingkat perkembangan anak (Developmentally
Appropriate Practical). Pendekatan ini, berangkat dari teori pembelajaran yang
menolak drill-system sebagai dasar pembentukan cagnitif dan struktur intelektual
anak. Langkah awal dalam melaksanakan pembelajaran terpadu adalah pemilihan
atau pengembangan tema. Dalam langkah awal ini guru mengajak anak untuk
bersama-sama memilih dan mengembangkan tema tersebut. Dengan demikian
anak terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Melalui al-As a’ al-Husna anak
lebih merasakan kedekatannya dengan Allah ketika mereka menghafal namanama Allah dan menyebutkan macam-macam sifat Allah, dengan demikian
diharapkan pembentukan pendidikan karakter bagi anak usia dini lebih mudah
dikembangkan.
Anak yang sering mendengar al-As a’ al-Husna dikumandangkan, akan
merangsang pendengaran dan lisannya untuk sering menyebut nama-nama Allah,
sehingga kecintaan dan keyakinan akan kebesaran Allah akan mudah tertanam.
Proses pembelajaran diharapkan lebih mudah diperoleh oleh anak, baik ranah
kognitif, afektif dan psikomorik,18 dengan syarat, perangkat pembelajaran melalui
tiga tahapan yang satu sama lainnya saling mempengaruhi, yaitu perencanaan,
pelaksanaan dan penilaian.19 Sehubungan dengan hal tersebut, untuk
mengiplementasikan pendidikan karakter di pendidikan anak usia dini, terdapat
tiga elemen penting untuk diperhatikan, yaitu prinsip, proses dan praktiknya.
Model terintegrasi dalam pendidikan karakter adalah disampaikan secara
terintegrasi sesuai dengan tema. Keunggulan model ini setiap guru atau pendidik
ikut bertanggung jawab akan penanaman nilai-nilai kepada semua anak, di samping itu pemahaman akan nilai-nilai pendidikan karakter cenderung tidak bersifat
informatif kognitif melainkan bersifat aplikatif sesuai dengan tema yang dikembangkan. Anak-anak akan lebih terbiasa dengan nilai-nilai yang sudah diterapkan
dalam berbagai program kegiatan. Salah satu cara dalam menanamkan nilai-nilai
pendidikan karakter melalui al-As a’ al-Husna adalah dengan cara menghafal
dan memahami untuk meningkatkan kecerdasan cagnitifnya, disamping tetap
memperhatikan nilai-nilai affektif mereka.
Selanjutnya di bawah ini akan dijelaskan beberapa model pembelajaran
terpadu berbasis al-As a’ al-Husna

yang

mengembangkan pendidikan karakter,
berikut:

sebagai

Model

penggalan
18

(fragmented

dapat

model).

Lihat Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta, Rineka Cipta,
2006, hlm. 26-32
19
Lihat lebih lengkap Asmawan Sahlan dan Angga Teguh Prastyo, Desain
Pembelajaran Berbasis Pendidikan Karakter, Jogjakarta, Ar-Ruzz, Media, 2012, hlm. 43-48

16

‫الرحمن‬

Yang Maha Pengasih

‫الرحيم‬

Yang Maha Penyayang

‫الملك‬

Yang Maha Merajai/Memerintah

‫القدوس‬

Yang Maha Suci

‫السلم‬

Yang Maha Memberi Kesejahteraan

‫المؤمن‬

Yang Maha Memberi Keamanan

‫المهيمن‬

Yang Maha Pemelihara

‫العزيز‬

Yang Maha Perkasa

‫الجبار‬

Yang
Memiliki
Kegagahan

‫المتكبر‬

Yang Maha Megah,
Memiliki Kebesaran

Mutlak
Yang

Yang Maha Pencipta

‫الوهاب‬

Yang Maha Pemberi Karunia

‫البارئ‬

(Membuat, Membentuk,
Menyeimbangkan)

‫الرزاق‬

Yang Maha Pemberi Rezeki

‫المصور‬

Yang Maha Membentuk Rupa
(makhluk-Nya)

‫الفتاح‬

Yang Maha Pembuka Rahmat

‫الغفار‬

Yang Maha Pengampun

‫العليم‬

‫القهار‬

Yang Maha Memaksa

‫القابض‬

Yang Maha Mengetahui
Yang Maha Menyempitkan

Nilai karakter yang dapat
dikembangkan berdasarkan al-Asmā’ alḪusnā tersebut, diantaranya; cinta pada
Allah, dermawan/suka menolong dan
Model
(connected model).
peduli keterhubungan
lingkungan

Cagnitif
 Menjelaskan manfaat kebersihan
 Menunjukan alat-alat kebersihan
 Menjelaskan
fungsi
alat
kebersihan
Motorik
 Membiasakan cuci tangan

Bahasa
 Mendengarkan cerita tentang
bersih artinya sehat
 Menceritakan kembali apa
saja penyebab sakit
Moral/Agama
 Membaca doa

sebelum

dan

17

 Membiasakan rapi sebelum
dan sesudah makan

sesudah makan, bahwa Alllah
adalah ‫المجيب‬
 Belajar bersyukur kepada rezeki Allah,
karena Allah ‫ الرزاق‬dan ١ ‫لشكور‬
 Kebersihan sebagian dari iman
Allah adalah ‫القدوس‬

Nilai Karakter yang bisa ditanamkan pada
model tersebut diantaranya; Cinta pada
Allah dan hidup bersih sebagai bentuk
kepedulian pada lingkungan

Nilai karakter yang bisa
ditanamkan pada model
tersebut, diantaranya; Cinta
pada Allah dan peduli
lingkungan

model shared

shared model
webbed

Mode

18

19

Diantara 10 model pembelajaran terpadu, ada 3 (tiga) model yang efektif
dilaksanakan untuk anak usia dini, yakni;
1. Model keterhubungan (connected model).

Model ini diimplementasikan berbasis pada anggapan bahwa butir-butir
pembelajaran dapat dipayungkan pada induk pembelajaran tertentu. Setiap mata
pelajaran berisi konten yang berkaitan antara topik dengan topik dan konsep
dengan konsep dalam satu menu pembelajaran. Dalam model connected ini
secara sengaja menghubungkan kurikulum di dalam mata pelajaran melebihi dari
apa yang diasumsi siswa-siswa yang akan memahami hubungan secara otomatis.
Model keterhubungan (connected model) adalah keterkaitan dalam seluruh
bidang, antar topik, antar konsep, antar keterampilan, mengaitkan tugas pada hari
ini dengan selanjutnya bahkan tema yang dipelajari pada satu semester dengan
tema yang dipelajari pada semester berikutnya dalam satu kompetensi. Model ini
tepat digunakan pada anak usia dini, selain untuk mengkaitkan beberapa bagian
tema menjadi satu kesatuan dan saling terkait, anak dapat menyerap informasi
secara utuh dan meningkatkan kreatifitas mereka dalam mengembangkan
potensinya. Kemampuan anak dalam mencapai kompetensi tertentu dikaitkan
dengan kompetensi lainnya, sehingga potensi dan kecerdasan mereka saling
berkaitan. Apabila model ini dikembangkan berbasis al-As a’ al-Husna, maka
dapat digambarkan sebagai berikut:
Cagnitif

Menjelaskan
kebersihan

Menunjukan
kebersihan

Menjelaskan
kebersihan

Bahasa
manfaat 
Mendengarkan cerita tentang
bersih artinya sehat
alat-alat 
Menceritakan kembali apa
saja penyebab sakit
fungsi
alat
Moral/Agama
 Membaca doa sebelum dan
sesudah makan, bahwa Alllah
adalah ‫المجيب‬
 Belajar bersyukur kepada rezeki
Motorik
 Membiasakan cuci tangan
Allah, karena Allah ‫ الصصصرزاق‬dan
١ ‫لشكور‬
 Membiasakan rapi sebelum

Kebersihan sebagian dari iman
dan sesudah makan
Allah adalah ‫القدوس‬

Nilai Karakter yang bisa ditanamkan pada
model tersebut diantaranya; Cinta pada
Allah dan hidup bersih sebagai bentuk
kepedulian pada lingkungan

20

Model di atas, menunjukkan adanya hubungan antar ide-ide dalam satu
menu pelajaran, anak akan memperoleh gambaran yang lebih jelas dan luas dari
konsep yang dijelaskan dan diberi kesempatan untuk melakukan pedalaman,
tinjauan, memperbaiki dan mengasimilasi gagasan secara bertahap. Dalam
penanaman nilai-nilai karakter cinta pada Allah dan peduli lingkungan
berdasarkan pada tema di atas, akan mudah diterapkan.
2. Model jaring laba-laba (webbed model),

Model ini menyajikan pendekatan tematik untuk mengintegrasikan mata
pelajaran. Satu tema di jaring laba-labakan untuk isi kurikulum dan mata
pelajaran. Mata pelajaran menggunakan tema untuk menyajikan kesesuaian
konsep, topik, dan ide-ide. Penggunaan pembelajaran model ini anak dan guru
menentukan tema secara bersamaan. Penentuan tema haruslah yang menarik agar
menjadi pusat perhatian anak dan memudahkan anak mempelajari hal-hal terkait
dengan tema tersebut. Adapun model ini, apabila dikembangkan berbasis
al-As a’ al-Husna, seperti di bawah ini:

Berdasarkan model di atas, karakter yang
ditanamkan pada anak usia dini adalah
lingkungan, cinta pada Allah dan santun
bertanggung jawab

dapat
Peduli
serta

21

Allah adalah maha menghidupkan makhlukNya, tumbuhan, hewan, air,
udara dan api, alam semesta serta manusia. Dengan model pembelajaran ini,
konsep ‫الحي‬, mudah dicerna dan dipahami oleh anak, meraka merasakan bahwa
keberadaan dirinya, hewan dan apa yang ada di lingkungannya adalah karena
Allah memiliki sifat menghidupkan. Hal tersebut bisa dijadikan tema dalam
pembelajaran dan menjadi alat atau wadah untuk mengenalkan berbagai sifatsifat Allah kepada anak secara utuh.
Dalam pembelajaran, tema diberikan dengan maksud menyatukan isi
kurikulum dalam satu kesatuan yang utuh, memperkaya perbendaharaan bahasa
anak didik dan membuat pembelajaran lebih bermakna. Penggunaan tema
dimaksudkan agar anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan
jelas, sehingga Peduli lingkungan, cinta pada Allah dan santun serta bertanggung
jawab akan tertanam secara outomatis sebagi pembentukan dari pendidikan
karakter.
3. Model terpadu (integrated model).

Intergrated model, merupakan pembelajaran yang memadukan berbagai
penguasaan dari beberapa mata pelajaran atau pembahasan yang mengajarkan
adanya keterkaitan berdasarkan pada suatu tema, sehingga anak terbiasa
memandang segala sesuatu dalam gambaran yang utuh. Integrasi proses
pembelajaran, baik model, metode, ataupun pendekatan pembelajaran, dirasa
perlu untuk menginterpretasikan kembali seluruh materi pelajaran sekolah dengan
muatan-muatan nilai yang Islami. Tujuannya tidak semata-mata mendorong anak
didik untuk memiliki kemampuan dalam memahami pembelajaran, namun
sekaligus anak dapat memecahkan masalah dengan baik dan utuh, dengan
memeperhatikan berbagai aspek.
Selain itu Integrated learning pada hakikatnya suatu pendekatan
pembelajaran yang memungkinkan anak, baik secara individual maupun
kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara
holistik dan otentik. Pendekatan pembelajaran ini menyajikan bahan-bahan
pelajaran secara terpadu dengan menghubungkan atau mengaitkan bahan
pelajaran sehingga tidak berdiri sendiri atau terpisah-pisah, dan anak dibuat aktif
terlibat dalam proses pembelajaran dan membuat keputusan.
Pelaksanaan pembelajaran anak usia dini dengan model Integrated ini bila
digambarkan sebagai berikut :

22

Nilai Karakter yang ditanamkan
dalam model t