MAKALAH KEMAS YARAKATAN DALAM ISLAM

KEMASYARAKATAN DALAM ISLAM
Dosen : Jajang Jaenudin, S.Ag., MM.

DI SUSUN OLEH :
KELAS MI - 1 A
Nur Tamimah
Abdulloh Mufty
Yanyan Solihan

43142014
43142022
43144001

MANAJEMEN INFORMATIKA
AMIK GARUT
2014/2015

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt, zat
Yang Maha Indah dengan segala keindahan-Nya, zat yang Maha Pengasih dengan
segala kasih sayang-Nya, yang terlepas dari segala sifat lemah semua makhlukNya.


Alhamdulillah

berkat

Rahmat

dan

Hidayah-Nya

penulis

dapat

menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam mahabbah semoga senantiasa
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai pembawa risalah Allah
terakhir dan penyempurna seluruh risalah-Nya.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati izinkanlah penulis untuk
menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada

semua pihak yang telah

berjasa memberikan

motivasi

dalam

rangka

menyelesaikan makalah ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terkait,
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga
kebaikan yang diberikan oleh semua pihak kepada penulis menjadi amal sholeh
yang senantiasa mendapat balasan dan kebaikan yang berlipat ganda dari Allah
Subhana wa Ta’ala. Amin.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam
makalah ini, untuk itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis
harapkan.
Garut, Maret 2015


Penulis

i

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A.

Latar Belakan Masalah..............................................................................1

B.

Rumusan Masalah.....................................................................................2

C.

Tujuan........................................................................................................2


BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
A.

Dasar Pembentukan Keluarga...................................................................3

B.

Ciri Masyarakat Islam...............................................................................5

C.

Kewajiban dan Hak Anggota Masyarakat...............................................10

D.

Keadilan Sosial dan Kesejahteraan Masyarakat......................................12

BAB III KESIMPULAN........................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19


ii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakan Masalah
Penulisan ini mengangkat judul makalah tentang kemasyarakatan dalam
Islam ditinjau dari beberapa latar belakang di bawah ini.
1. Manusia berasal dari satu diri yang kemudian berkembang menjadi sukusuku dan berbangsa-bangsa.
Semua manusia berasal dari sumber yang satu,kemudian berkembang
menjadi berbagai macam warna,ras,budaya,dan bangsa. Mereka harus
tetap saling mendekati, saling menghormati dalam interaksi sosial.
(Annisa:1, Alhujurat:13).
2. Perbedaan ras, suku, agama, dll.
Manusia di dunia diciptakan beragam dan berbeda-beda. Perbedaan yang
sangat menonjol adalah perbedaan fisik. Misalnya perbedaan warna kulit,
bentuk mata, bentuk rambut, tinggi badan, dsb. Perbedaan ras dan suku
sering menimbulkan pertengkaran dan pertikaian. Bahkan tidak jarang
sampai menimbulkan pertumpahan darah. Tindakan seperti ini sangat
tidak mencerminkan perilaku Islam. Padahal Islam tidak mengajarkan hal

seperti itu. Allah menciptakan manusia yang bersuku-suku dan berbangsabangsa bukanlah untuk bersaing menonjolkan keunggulanya lalu
menimbulkan pertikaian, akan tetapi agar mereka saling mengenal satu
sama lain lalu bersaudara. Seperti firman Allah :
”Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang lakilaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.” (Q.S.Al Hujurat:13)
3. Hanya ketaqwaan yang membedakan derajat manusia di mata Allah SWT.
Pada dasarnya mereka mempunyai kedudukan yang sama yang
memberikan keunggulan diantara mereka adalah kualitas taqwanya.

1

Seperti firman Allah: ”Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu
sekalian di sisi Allah adalah yang paling taqwa diantara kamu”(Q.S
Alhujurat:13)
Oleh karena adanya keanekaragaman budaya, agama, tradisi dan lain-lain
itu, maka manusia harus memberlakukan upaya bersama atas dasar nilai
kebaikan (Albirr) dan ketaqwaan (At-taqwa), dan jangan melakukan upaya
bersama

atas


dasar

nilai

kedosaan

(Al-itsm)

dan

permusuhan

(Almaidah:2). Adapun perbedaan-perbedaan yang ada diantara mereka dan
sulit dikompromikan,serahkan saja penilaian dan keputusan akhirnya
kepada Tuhan (Al-Baqoroh:113).
B. Rumusan Masalah
Setelah penulis mengungkapkan inti permasalahan pada uraian latar
belakang diatas. Maka penulis mencoba merumuskan masalah kedalam
kalimat-kalimat pertanyaan berikut:

1. Bagaimana Dasar Pembentukan Keluarga?
2. Apa saja Ciri dari Masyarakat Islam?
3. Apa Kewajiban dan Hak Anggota Masyarakat?
4. Apa yang dimaksud dengan Keadilan Sosial dan Kesejahteraan
Masyarakat?
C. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan makalah ini
adalah:
1. Untuk mengetahui Dasar Pembentukan Keluarga
2. Untuk mengetahui Ciri dari Masyarakat Islam
3. Untuk mengetahui Kewajiban dan Hak Anggota Masyarakat
4. Unuk mengetahui Keadilan Sosial dan Kesejahteraan Masyarakat

2

BAB II
PEMBAHASAN
Kemasyarakatan dalam Islam
Masyarakat Islam adalah kelompok manusia dimana hidup terjaring
kebudayaan Islam, yang diamalkan oleh kelompok itu sebagai kebudayaannya.

Dalam artian, kelompok itu bekerja sama dan hidup bersama berasaskan prinsip
Al-Qur’an dan Hadist dalam kehidupan.
Masyarakat dalam pandangan Islam merupakan alat atau sarana untuk
melaksanakan ajaran-ajaran Islam yang menyangkut kehidupan bersama. Karena
itulah masyarakat harus menjadi dasar kerangka kehidupan duniawi bagi kesatuan
dan kerjasama umat menuju adanya suatu pertumbuhan manusia yang
mewujudkan persamaan dan keadilan.
A. Dasar Pembentukan Keluarga
Perkawinan dari sudut pandang Islam merupakan sistem peraturan dari
Allah SWT yang mengandung karunia yang besar dan hikmah yang agung.
Melalui perkawinan dapat diatur hubungan laki-laki dan wanita (yang secara
fitrahnya saling tertarik) dengan aturan yang khusus. Dari hasil pertemuan ini
juga akan berkembang jenis keturunan sebagai salah satu tujuan dari
perkawinan tersebut. Dan dari perkawinan itu pulalah terbentuk keluarga yang
diatasnya didirikan peraturan hidup khusus dan sebagai konsekuensi dari
sebuah perkawinan.
Islam telah memerintahkan dan mendorong untuk melakukan pernikahan.
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ra yang berkata bahwasanya Rosulullah SAW
bersabda :
"Wahai para pemuda, barang siapa diantara kamu telah mampu memikul

beban, maka hendaklah ia kawin, karena dengan menikah dapat menundukkan
pandangan dan menjaga ke’hormatan’, dan barang siapa yang belum mampu
hendaklah ia berpuasa, karena dengan puasa itu dapat menjadi perisai"

3

Dari pertemuan antara wanita dan pria inilah kemudian muncul hubungan
yang berkait dengan kemaslahatan mereka dan kemaslahatan masyarakat
tempat mereka hidup dan juga hubungannya dengan negara. Hal ini mengingat
ciri khas pengaturan Islam (syariat Islam) atas manusia selalu mengaitkannya
dengan masyarakat dan negara. Sebab definisi dari masyarakat sendiri
adalah ‘ Kumpulan individu (manusia) yang terikat oleh pemikiran, perasaan
dan aturan (sistem) yang satu (sama). Hal ini berarti dalam sebuah
masyarakat mesti ada interaksi bersama antar mereka yang terjadi secara terus
menerus dan diatur dalam sebuah aturan yang fixed. Rosulullah SAW telah
menjelaskan status dan hubungan individu dengan masyarakat dengan
sabdanya :
"Perumpamaan orang-orang Muslim, bagaimana kasih sayang yang
tolong menolong terjalin antar mereka, adalah laksana satu tubuh. Jika satu
bagian merintih merasakan sakit, maka seluruh bagian tubuh akan bereaksi

membantunya dengan berjaga (tidak tidur) dan bereaksi meningkatkan panas
badan (demam)". (HR Muslim)
Oleh

karena

itu,

Islam

memandang

individu-individu,

keluarga,

masyarakat dan negara sebagai umat yang satu dan memiliki aturan yang satu.
Di mana dengan peraturan dan sistem nilai tersebut, manusia akan dibawa
pada kehidupan yang tenang, bahagia dan sejahtera.
Menurut Shihab, beberapa faktor untuk membentuk keluarga sakinah: (a)
Kesetaraan. Kesetaraan ini mencakup banyak aspek, seperti kesetaraan dalam
kemanusiaan. (b) Musyawarah. Pernikahan yang sukses bukan saja ditandai
oleh tidak adanya cekcok antara suami/istri karena bisa saja cekcok terjadi bila
salah satu pasangan tidak bisa menerima semua yang dikehendaki oleh
pasangannya. Dari berbagai problem rumah tangga, bimbingan dan konseling
terhadap berbagai problem rumah tangga relevan dengan fungsi konseling
keluarga Islam yaitu membantu agar klien dapat menjalani kehidupan
berumah tangga secara benar, bahagia dan mampu mengatasi problemproblem yang timbul dalam kehidupan perkawinan. Oleh karena itu maka
konseling keluarga khususnya yang islami pada prinsipnya berisi dorongan

4

untuk menghayati kembali prinsip-prinsip dasar, hikmah, tujuan dan tuntunan
hidup berumah tangga menurut ajaran Islam.
D. Ciri Masyarakat Islam
Dasar masyarakat dalam ajaran Islam adalah Islam itu sendiri. Karena
manusia semuanya diperintahkan untuk menganutnya, dan diperintahkan
mengetahui kedudukannya dalam kehidupan ini dan mengetahui hubungan
manusia dengan alam dan sebab apa dia dijadikan. Islam mengarahkan
pemikiran manusia, perbuatan dan tindak tanduknya, dan yang menjadi dasar
pegangannya dalam semua keadaan. Kalau manusia dianggap sebagai
makhluk sosial, maka Islam mengarahkan mereka dalam membina masyarakat
ini dan sistem Islamlah yang menjadi pilihannya. Denagn kata lain, haruslah
pembinaan didasarkan kepada Dienul Islam sehingga setiap individu berbuat
sesuai dengan ajaran Islam, baik dia sebagai individu maupun sebagai
masyarakat. Begitu juga masyarakatnya dijadikan suatu masyarakat yang
diatur oleh Islam yang menjadi kepercayaan masyarakatnya. Denagn demikian
setiap orang yang menganut Islam dan meyakininya, dapat menjadi anggota
masyarakat Islam dan berkewajiban mempertahankan serta berusaha untuk
mencapai tujuannya.
Sebenarnya ciri-ciri masyarakat Islam sudah tercakup dalam dasar sistem
masyarakat Islam, namun dalam pembahasan berikut adalah masalah ciri-ciri
yang menonjol, antara lain :
1. Pemeliharaan Norma-norma Akhlaq
Akhlaq mempunyai kedudukan penting dalam Islam, dan
pengaruhnya sangat besar dalam pelbagai peraturan-peraturan dan
diantaranya dalam sistem masyarakat. Peraturan-peraturan dalam Islam
sangat mementingkan kersihan masyarakat dari perbuatan-perbuatan
tercela. Islam memberikan hukuman setiap perbuatan yang diharamkan
juga sangat mencela orang yang berbuat kemungkaran. Oleh karena itu
setiap ada kemungkaraan wajib dicegah, tidak boleh dibiarkan berlaku
dalam masyarakat Islam, karena kemungkaran laksana penyakit yang

5

berbahaya, yang kalau dibiarkan hidup dan berkembang tubuh akan
binasa.
Rasulullah bersabda :
"Wahai manusia! Barangsiapa yang mengerjakan sedikit dari
kemungkaran maka ditutupnya dan dia dalam tutupan Allah dan
barangsiapa

membukakannya,

kami

laksanakan

kepadanya

had

(hukuman)". (Al Hadits)
2. Berlaku Adil
Keadilan merupakan salah satu bagian yang mulia dan puncak
akhlaq yang baik. Islam sangat menekankan akan pentingnya keadilan,
berlaku adil. Allah berfirman :
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kaum kerabat (apa yang mereka perlukan) dan
melarang perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberikan
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran". (QS AnNahl (16), 90)
"Dan apabila kamu menerapkan hukum diantara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil" (QS An-Nisa (4), 58)
"Jika golongan itu kembali (kepada perintah Allah) maka
demikianlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah kamu" (QS
Al-Hujurat (49), 9)
Beberapa ayat diatas bertalian erat dengan keadilan, dan sekaligus
amat melarang berlaku dzalim. Dengan demikian semakin jelas bahwa
keadilan (berlaku adil) adalah syarat penting dalam Islam. Dapat dikatakan
bahwa Islam adalah agama Keadilan dalam segala-galanya.
3. Keluarga adalah Pondasi Masyarakat
Keluarga adalah merupakan basis kekuatan masyarakat, karena
masyarakat merupakan kumpulan dari keluarga-keluarga, dan keluarga
laksana sel-sel yang membentuk tubuh. Kalau keluarga baik niscaya
masyarakatpun akan baik, sebaliknya kalau keluarga rusak niscaya rusak
pula masyarakatnya. Karena itu Islam selalu menaruh perhatian khusus

6

dalam masalah keluarga, dan peraturan-peraturan yang mengatur keluarga
sangat banyak dalam Islam.
Aturan datam pembentukan keluarga cukup banyak, mulai masalah
perkawinan, bagaimana prosedur perkawinan, hak-hak suami dan istri,
bagaimana aturan dalam berpoligami, perceraian beserta syarat-syaratnya,
hak-hak anak dalam keluarga, perasaan solidaritas sesama anggota
keluarga, posisi wanita dalam Islam, tata susila yang harus dilaksanakan
kaum wanita, dan sebagainya. Semua aturan itu harus dilaksanakan oleh
seluruh umat Islam dalam rnembina keluarganya.
4. Amar Makruf dan Nahi Mungkar
Sebagaimana telah ditegaskan, kehadiran masyarakat Islam berfungsi
antara lain sebagai wadah implementasi syariat Allah swt. Mereka adalah
orang-orang yang mewujudkan tujuan keberadaan manusia, yakni
pengabdian utuh kepada Allah.
Dengan begitu, layaklah mereka mendapat segala kebaikan dari sang
Maha Pencipta. “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa,
pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan
bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami
siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan,” (QS AlA’raf [7]:96).
Namun, tentu, masyarakat Islam—bahkan yang dibina langsung oleh
Rasulullah saw--bukan masyarakat malaikat. Mereka manusia biasa
dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Di antara mereka ada yang
lemah lembut, kasar, penyabar hingga temperamental. Ada pula yang
melakukan kesalahan dan penyimpangan. Justru kepada merekalah
hukum-hukum Islam, baik yang termaktub di dalam Qur'an maupun
Sunnah, ditujukan.
Kondisi itu menegaskan dua hal. Pertama, kemanusiawian masyarakat
yang dibina Rasulullah saw membuat kita berada dalam ruang kemampuan
untuk meneladaninya.

Kedua, untuk mengawal dan memastikan

7

masyarakat Islam berada dalam garis syariat-Nya, perlu upaya-upaya
untuk memotivasi potensi positif (kebaikan) dan mengeliminir potensi
negatif (keburukan), biasa kita sebut amar makruf dan nahi mungkar.
Itulah salah satu karakter masyarakat beriman, sebagaimana dikatakan
Allah swt dalam firman-Nya, “Dan orang-orang yang beriman, laki-laki
dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang
lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang
mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah
dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah
Mahaperkasa, Mahabijaksana,” (QS At-Taubah [9]:71).
Di dalam masyarakat Islam, tidak boleh ada orang saleh yang
menikmati kesalehannya sendiri tanpa mempedulikan orang lain. Hadits
Rasulullah, "Siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran maka ia
harus mengubahnya dengan tangannya. Jika ia tidak bisa maka ia harus
mengubahnya dengan lidahnya. Jika ia tidak bisa maka ia harus
mengubahnya dengan hatinya. Dan itu adalah selemah-lemah iman,” (HR
Muslim).
Rasulullah juga memberikan ilustrasi tentang bahaya meninggalkan
amar

makruf

melaksanakan

nahi

mungkar.

hukum-hukum

“Perumpamaan
Allah

dengan

orang-orang

yang

orang-orang

yang

melanggarnya bagaikan sekelompok orang yang naik kapal. Lalu mereka
melakukan undian untuk menentukan siapa yang duduk di bagian atas dan
siapa yang duduk di bagian bawah (dek). Orang-orang yang duduk di
bagian bawah itu harus naik ke atas jika mereka membutuhkan air. Lalu
salah satu dari mereka mengatakan, 'Sebaiknya kita membolongi tempat
kita ini sehingga kita tidak mengganggu orang lain.' Jika orang-orang
yang ada di atas membiarkan mereka melaksanakan apa yang mereka
inginkan maka niscaya akan binasalah semuanya. Namun jika mereka
membimbingnya maka mereka yang ada di atas akan selamat dan selamat
pula mereka yang ada di bawah,” (HR Bukhari).

8

Atas dasar itu, kita boleh berkoalisi atau bekerja sama dengan siapa
pun tapi hanya dalam kebaikan (makruf). Ikatan koalisi, kerja sama, apa
pun namanya, harus dipertahankan selama tidak ada alasan untuk
membatalkannya. Sebaliknya, ketika ada tuntutan menutup-nutupi
kebenaran

dengan

dalih

menjaga

keutuhan

kebersamaan,

maka

meninggalkan kebersamaan adalah sebuah konsekuensi dari pilihan terbaik
kita, yakni memerintah kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.
5. Cinta Ilmu Pengetahuan dan Melarang Kebodohan
Masyarakat Islam adalah masyarakat yang cinta ilmu pengetahuan dan
memerangi kebodohan. Kalau kita menelisik sejarah “pencarian” hadits
oleh para ulama, kita akan terperangah dengan perilaku yang tidak pernah
kita bayangkan. Contoh, seorang ulama hadits bisa mengembara berbulanbulan hanya untuk menelusuri kebenaran sebuah hadits. Islam memang
menghendaki umatnya melakukan hal itu (perhatikan QS Az-Zumar
[39]:9) dan Al-Mujadilah [58] 11).
Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa menempuh jalan untuk
mencari ilmu, maka Allah memudahkan baginya jalan ke surga.” Beliau
juga berkata, “Keutamaan ilmu lebih aku sukai daripada keutamaan
ibadah.” (Ath-Thabrani)
Dengan hadits itu, Rasulullah saw menegaskan bahwa ilmu lebih
utama dari ibadah. Sebab, ibadah manfaatnya kembali kepada diri sendiri
sedangkan ilmu bermanfaat untuk banyak orang.
Karena itu tidaklah mengherankan bila masyarakat Islam dicatat
dalam sejarah sebagai gudang para ilmuwan. Bukan hanya di bidang
keagamaan, melainkan dalam segala bidang keilmuan. Kepakaran para
ulama Islam meliputi banyak spesialisasi, seperti kedokteran, matematika,
fisika, kimia, psikologi, dan sebagainya.
6. Fitrah dan Keseimbangan Terpelihara
Hal yang tak kalah pentingnya dari itu semua adalah bahwa di dalam
masyarakat Islam, fitrah manusia terpelihara dan potensi berkembang.

9

Mengapa demikian? Ajaran Islam yang menjadi pegangan bagi
masyarakat Islam adalah agama yang sesuai fitrah manusia.
Orang yang dikategorikan saleh dalam pandangan agama Islam
bukanlah yang meninggalkan fitrah melainkan justru yang menjaga fitrah.
Oleh karena itu Islam tidak memuji orang yang membujang padahal ia
mampu menikah. Sedangkan agama lain ada yang melarang tokoh
agamanya menikah.
Masyarakat Islam juga menjadi masyarakat yang hidup tenteram
karena kehidupannya penuh dengan keseimbangan dalam segala hal.
Seimbang antara pelayanan terhadap ruhani, jasad, dan akal. Seimbang
pula antara usaha dan pengharapan. Keseimbangan adalah salah satu
sumber kebahagiaan manusia dalam hidupnya.
E. Kewajiban dan Hak Anggota Masyarakat
Sudah menjadi kenyataan bahwa hidup kita ini tidak akan terlepas
darihidup orang lain. Tiap-tiap pribadi terikat oleh pribadi lain. Kelompokkelompok pribadi itu membentuk suatu kehidupan bersama dalam suatu
lingkungan, yang disebut masyarakat. Kita masing-masing mempunyai
lingkungan keluarga. Itulah masyarakat yang terkecil yang disebut masyarakat
keluarga. Seterusnya kita menyadari bahwa diluar masyarakat keluarga kita
mempunyai masyarakat, yang warganya mempunyai kepentingan bersama,
misalnya masyarakat sekolah dan yang lebih luasnya lagi masyarakat umum.
Didalam masyarakat itu kita masing-masing saling tergantung satu sama
lain, masing-masing saling melayani. Disitu terjadi arus timbal balik di antara
sesama warga masyarakat. Kelangsungan arus timbal-balik antara warga yang
satu dan yang lain itulah yang menyebabkan kesatuan dan kerukunan, yang
membawa hidup sejahtera. Hidup sejahtera itu dapat terwujud bila kebutuhan
hidup dapat terpenuhi. Kebutuhan itu akan terpenuhi apabila kita menjalankan
tugas dan kewajiban kita sebaik-baiknya. Sebagai warga masyarakat, kita
masing-masing mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukan dan
kemampuan kita.

10

Didalam masyarakat keluarga, kita mempunyai kedudukan yang disertai
hak dan kewajiban. Ayah kewajiban nya sebagai pemimpin keluarga.
Kewajibannya adalah mengatur keluarga, mencari nafkah untuk keluarga,
mencarikan pakaian untuk keluarga, dan membuatkan rumah tempat berteduh
bagi keluarganya. Ayah dalam kedudukannya yang demikian mempunyai hak,
yaitu hak dibantu di dalam melaksanakan tugasnya serta hak diturut nasihat
dan petunjuk-petunjuknya, sedangkan anak mempunyai kedudukan sebagai
warga atau anggota keluarga, yang mempunyai hak dilindungi, hak diberi
makan, hak disekolahkan, dan sebagainya. Akan tetapi, anak mempunyai
kewajiban membantu orang tua dan kewajiban mengindahkan nasihat orang
tua.
Di dalam masyarakat umum kita mempunyai kedudukan yang membawa
hak dan kewajiban kita masing-masing. Pemimpin RT atau RK/RW
mempunyai hak dan kewajiban. Ia berkewajiban mengatur lingkungannya agar
terjadi

kihidupan

yang

baik.

Ia

berhak

memperingatkan

anggota

lingkungannya yang berbuat kurang baik. Ia berhak, bahkan berkewajiban
menghalang-halangi setiap perbuatan lingkungannya yang akan merusak
kehidupan bersama. Pemimpin dalam lingkungan RT atau RK/RW
berkewajiban menjaga hak dan kewajiban warga masyarakat agar tetap
berjalan lancar. Sebaliknya, para anggota masyarakat karena kedudukannya
sebagai anggota, mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya
itu. Karena para anggota ini berhak atas kehidupan yang serasi, aman, teratur,
dan sejahtera, maka para warga dan anggota masyarakat itu berkewajiban:
 Menjaga kerukunan hidup dengan tetangga atas dasar saling menghormati;
 Ikut menjaga keamanan dan kebersihan lingkungan;
 Menaati peraturan yang berlaku di dalam lingkungan itu atas dasar
kepentingan bersama;
 Membatasi diri jangan sampai mengganggu hak dan kemerdekaan orang
lain atas dasar persamaan hak dan kewajiban. Oleh karena itu, kita wajib
menjaga nama baik setiap keluarga.

11

Banyak sekali hak dan kewajiban kita sebagai warga negara masyarakat.
Di dalam masyarakat ini, kalau setiap warga mementingkan haknya masingmasing, kepentingan bersama akan terabaikan dan kewajiban kita akan
terbengkalai. Ini bertentangan dengan dasar kehidupan masyarakat. Maka dari
itu, marilah kita bersama mengutamakan kewajiban kita atau mendahulukan
kewajiban kita.
F. Keadilan Sosial dan Kesejahteraan Masyarakat
1. Keadilan Sosial
Al-Quran menetapkan bahwa salah satu sendi kehidupan
bermasyarakat adalah keadilan. Tidak lebih dan tidak kurang. Berbuat baik
melebihi keadilan –seperti memaafkan yang bersalah atau memberi
bantuan kepada yang malas– akan dapat menggoyahkan sendi-sendi
kehidupan bermasyarakat.
Memang Al-Quran memerintahkan perbuatan adil dan kebajikan
seperti bunyi firman-Nya, “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku
adil dan berbuat kebajikan” (QS Al-Nahl [16]: 90), karena ihsan
(kebajikan) dinilai sebagai sesuatu yang melebihi keadilan. Namun dalam
kehidupan bermasyarakat, keadilan lebih utama daripada kedermawanan
atau ihsan.
Ihsan adalah memperlakukan pihak lain lebih baik dari
perlakuannya, atau memperlakukan yang bersalah dengan perlakuan yang
baik. Ihsan dan kedermawanan merupakan hal-hal yang baik pada tingkat
antar individu, tetapi dapat berbahaya jika dilakukan pada tingkat
masyarakat.
Imam Ali r.a. bersabda, “Adil adalah menempatkan sesuatu pada
tempatnya, sedangkan ihsan (kedermawanan) menempatkannya bukan
pada tempatnya.” Jika hal ini menjadi sendi kehidupan bermasyarakat,
maka masyarakat tidak akan menjadi seimbang. Itulah sebabnya, mengapa
Nabi Saw. menolak memberikan maaf kepada seorang pencuri setelah
diajukan ke pengadilan, walau pemilik harta telah memaafkannya.

12

Shafwan bin Umayyah dicuri pakaiannya oleh seseorang. Dia
menangkap pencurinya dan membawanya kepada Nabi Saw. Beliau
memerintahkan memotong tangan pencuri, tetapi Shafwan memaafkan,
maka Nabi Saw. bersabda.
“Seharusnya ini (pemanfaan) sebelum engkau membawanya
kepadaku” (Diriwayatkan oleh Ahmad At- Tirmidzi dan An-Nasa’i).
Hidup adalah perjuangan. Yang baik dan bermanfaat akan
bertahan, sedang yang buruk akhirnya hancur. Demikian ketetapan Ilahi.
Adapun buih itu akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada
harganya, sedangkan yang memben manfaat bagi manusia itulah yang
tetap bertahan di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaanperumpamaan (QS Al-Raid [13]: 17).
Potensi dan kemampuan manusia berbeda-beda, bahkan potensi
dan kemampuan para rasul pun demikian (QS Al-Baqarah [2]: 253).
Perbedaan adalah sifat masyarakat, namun hal itu tidak boleh
mengakibatkan

pertentangan.

Sebaliknya,

perbedaan

itu

harus

mengantarkan kepada kerja sama yang menguntungkan semua pihak.
Demikian kandungan makna firman-Nya pada surat Al-Hujurat (49): 13.
Dalam surat Az-Zukhruf (43): 32 tujuan perbedaan itu dinyatakan:
Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah
menentukan di antara mereka (melalui sunnatullah) penghidupan mereka
di dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang
lain beaberapa tingkatan, agar mereka dapat saling menggunakan
(memanfaatkan kelebihan dan kekurangan masing-masing) rahmat
Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.
Setiap anggota masyarakat dituntut untuk fastabiqul khairat
(berlomba-lombalah di dalam kebajikan) (QS Al-Baqarah [2]: 148). Setiap
perlombaan menjanjikan “hadiah”. Di sini hadiahnya adalah mendapatkan
keistimewaan bagi yang berprestasi. Tentu akan tidak adil jika peserta
lomba dibedakan atau tidak diberi kesempatan yang sama. Tetapi, tidak

13

adil juga bila setelah berlomba dengan prestasi yang berbeda, hadiahnya
dipersamakan, sebab akal maupun agama menolak hal ini.
Tidaklah sama antara Mukmin yang duduk (tidak berjuang) kecuali
yang uzur, dengan orang yang berjuang di jalan Allah dengan harta dan
jiwa mereka. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta
dan jiwa mereka atas orang-orang yang duduk (tidak ikut berjuang karena
uzur) satu derajat. Dan kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan
imbalan baik… (QS Al-Nisa’ [4]: 95).
Adakah sama orang yang mengetahui dengan orang-orang yang
tidak mengetahui? (QS Al-Zumar [39]: 9).
Keadilan sosial seperti terlihat di atas, bukan mempersamakan
semua anggota masyarakat, melainkan mempersamakan mereka dalam
kesempatan mengukir prestasi.
Dalam

Kamus

Besar

Bahasa

Indonesia,

keadilan

sosial

didefinisikan sebagai “kerja sama untuk mewujudkan masyarakat yang
bersatu secara organik, sehingga setiap anggota masyarakat memiliki
kesempatan yang sama dan nyata untuk tumbuh berkembang sesuai
kemampuan masing-masing.”
Jika di antara mereka ada yang tidak dapat meraih prestasi atau
memenuhi kebutuhan pokoknya, masyarakat yang berkeadilan sosial
terpanggil untuk membantu mereka agar mereka pun dapat menikmati
kesejahteraan. Keadilan sosial semacam inilah yang akan melahirkan
kesejahteraan sosial.
2. Kesejahteraan Masyarakat
“Sejahtera” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “aman,
sentosa dan makmur; selamat (terlepas) dari segala macam gangguan,
kesukaran dan sebagainya.” Dengan demikian kesejahteraan sosial,
merupakan keadaan masyarakat yang sejahtera.
Sebagian pakar menyatakan bahwa kesejahteraan sosial yang
didambakan Al-Quran tecermin dari surga yang dihuni oleh Adam dan
istrinya,

sesaat

sebelum

turunnya

mereka

melaksanakan

tugas

14

kekhalifahan di bumi. Seperti telah diketahui, sebelum Adam dan istrinya
diperintahkan turun ke bumi, mereka terlebih dahulu ditempatkan di surga.
Surga diharapkan menjadi arah pengabdian Adam dan Hawa, sehingga
bayang-bayang surga itu diwujudkannya di bumi, serta kelak dihuninya
secara hakiki di akhirat. Masyarakat yang mewujudkan bayang-bayang
surga itu adalah masyarakat yang berkesejahteraan.
Kesejahteraan surgawi dilukiskan antara lain dalam peringatan Allah
kepada Adam:
Hai Adam, sesungguhnya ini (Iblis) adalah musuh bagimu dan bagi
istrimu, maka sekali-kali jangan sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari
surga, yang akibatnya engkau akan bersusah payah. Sesungguhnya engkau
tidak akan kelaparan di sini (surga), tidak pula akan telanjang, dan
sesungguhnya engkau tidak akan merasa dahaga maupun kepanasan (QS
Thaha [20]: 117- 119)
Dari ayat ini jelas bahwa pangan, sandang, den papan yang diistilahkan
dengan tidak lapar, dahaga, telanjang, dan kepanasan semuanya telah
terpenuhi di sana. Terpenuhinya kebutuhan ini merupakan unsur pertama
dan utama kesejahteraan sosial.
Dari ayat lain diperoleh informasi bahwa masyarakat di surge hidup
dalam suasana damai, harmonis, tidak terdapat suatu dosa, dan tidak ada
sesuatu yang tidak wajar, serta tiada pengangguran ataupun sesuatu yang
sia-sia:
Mereka tidak mendengar di dalamnya (surga) perkataan sia-sia; tidak
pula (terdengar adanya) dosa, tetapi ucapan salam dan salam (sikap damai)
(QS Al-Waqi’ah [56]: 25 dan 26).
Mereka hidup bahagia bersama sanak keluarganya yang beriman
(Baca surat Ya Sin [36]: 55-58, dan Al-Thur [52]: 21).
Adam bersama istrinya diharapkan dapat mewuJudkan bayang-bayang
surga itu di permukaan bumi ini dengan usaha sungguh-sungguh,
berpedoman kepada petunjuk-petunjuk Ilahi.

15

Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu (hai Adam, setelah
engkau berada di dunia, maka ikutilah). Maka barangsiapa yang mengikuti
petunjuk-Ku, niscaya tiada ketakutan menimpa mereka dan tiada pula
kesedihan (QS Al-Baqarah [2]: 38).
Itulah rumusan kesejahteraan yang dikemukakan oleh Al-Quran.
Rumusan ini dapat mencakup berbagai aspek kesejahteraan social yang
pada kenyataannya dapat menyempit atau meluas sesuai dengan kondisi
pribadi, masyarakat, serta perkembangan zaman.
Untuk masa kini, kita dapat berkata bahwa yang sejahtera adalah yang
terhindar dari rasa takut terhadap penindasan, kelaparan, dahaga, penyakit,
kebodohan, masa depan diri, sanak keluarga, bahkan lingkungan. Sayyid
Quthb mengatakan bahwa:
Sistem kesejahteraan sosial yang diajarkan Islam bukan sekadar
bantuan keuangan –apa pun bentuknya. Bantuan keuangan hanya
merupakan satu dari sekian bentuk bantuan yang dianjurkan Islam.

16

BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Dasar dari Pembentukan Keluarga adalah melalui perkawinan yang dari sudut
pandang Islam merupakan sistem peraturan dari Allah SWT yang
mengandung karunia yang besar dan hikmah yang agung.
2. Ciri Masyarakat Islam diantaranya:
 Pemeliharaan Norma-norma Akhlaq
 Berlaku Adil
 Keluarga adalah Pondasi Masyarakat
 Amar Makruf dan Nahi Mungkar
 Cinta Ilmu Pengetahuan dan Melarang Kebodohan
 Fitrah dan Keseimbangan Terpelihara
3. Kewajiban dan Hak Anggota Masyarakat diantaranya:
Hak Anggota masyarakat adalah sebagai berikut: berhak atas kehidupan yang
serasi, aman, teratur, dan sejahtera.
Kewajiban Anggota Masyarakat adalah sebagai berikut:
 Menjaga kerukunan hidup dengan tetangga atas dasar saling menghormati;
 Ikut menjaga keamanan dan kebersihan lingkungan;
 Menaati peraturan yang berlaku di dalam lingkungan itu atas dasar
kepentingan bersama;
 Membatasi diri jangan sampai mengganggu hak dan kemerdekaan orang
lain atas dasar persamaan hak dan kewajiban. Oleh karena itu, kita wajib
menjaga nama baik setiap keluarga.
4. Keadilan Sosial dan Kesejahteraan Masyarakat
Keadilan Sosial adalah kerja sama untuk mewujudkan masyarakat yang
bersatu secara organik, sehingga setiap anggota masyarakat memiliki
kesempatan yang sama dan nyata untuk tumbuh berkembang sesuai
kemampuan masing-masing.

17

Kesejahteraan Masyarakat adalah aman, sentosa dan makmur; selamat
(terlepas) dari segala macam gangguan, kesukaran dan sebagainya.

18

DAFTAR PUSTAKA
 http://makalah-ibnu.blogspot.com/2011/02/kemasyarakatan-dalam-islam.html
 http://nurdiansyahgundar.blogspot.com/2012/01/agama-islam-danmasyarakat.html
 http://beritaislam.mywapblog.com/ciri-ciri-masyarakat-dalam-islam.xhtml
 http://www.ummi-online.com/karakteristik-masyarakat-islam-bagianterakhir.html
 http://harapanyangbelumtercapai.blogspot.com/2013/03/hak-dankewajiban.html
 https://ruangbacabuku.wordpress.com/ke-islam-an/m-quraish-shihab/
wawasan-al-quran/pokok-pokok-keimanan/7-keadilan-dan-kesejahteraan/

19