BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Abortus - Perbedaan Kadar Glutation Peroksidase Pada Abortus Imminens Dan Hamil Normal Trimester I DI RSUP.H.Adam Malik, RS Jejaring FK USU Dan RS.Swasta Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Abortus

  Abortus adalah ancaman akan keluarnya hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup di luar kandungan, atau menurut kriteria WHO yang menyatakan berat janin atau embrio itu paling tidak telah mencapai 500

  16,17,18

  gram atau kurang yang sesuai dengan usia kehamilan 20 minggu

16 Klasifikasi abortus adalah:

  1. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja Abortus ini dibagai atas 5 kategori yaitu :

  a. Abortus imminens yaitu perdarahan yang terjadi pada paruh pertama kehamilan yang bisa mengacam ibu untuk terjadinya keguguran

  b. Abortus insipien yaitu abortus yang tidak dapat terhindarkan ditandai dengan pecahnya ketuban yang nyata disertai pembukaan serviks

  c. Abortus inkomplit yaitu abortus yang terjadi sebelum usia gestasi 20 minggu. Pada abortus ini kanalis servikalis membuka, jadi tidak diperlukan untuk dilakukan dilatasi serviks d. Missed abortion yaitu retensi produk konsepsi sebelum usia kehamilan 20 minggu yang telah meninggal in utero selama ± 6 minggu. Pada kasus yang tipikal, kehamilan berlangsung normal, dengan amenore, mual dan muntah, perubahan payudara dan pertumbuhan uterus.

  e. Abortus habitualis yaitu abortus spontan yang terjadi selama dua kali berturut-turut.

  2. Abortus provokatus yaitu abortus yang disengaja yang terbagi atas dua kategori yaitu : a. Abortus provokatus medisinalis yaitu abortus yang dilakukan atas indikasi medis b. Abortus provokatus kriminalis yaitu abortus yang dilakukan bukan atas indikasi medis

  19 Gambar 1. Klasifikasi abortus

2.2 Klasifikasi abortus lain

  Teknologi yang semakin canggih memungkinkan kita untuk mendeteksi kehamilan dengan pemeriksaan hormon human chorionic

  gonadotropin (hCG) dan ultrasonografi (USG) menyebabkan penentuan

  16 jenis abortus menjadi akurat berdasarkan usia kehamilan.

Tabel 2.1 Klasifikasi kejadian abortus berdasarkan usia kehamilan.

  16 Hasil temuan ultrasonografi dan evaluasi kadar hCG

  Jenis Usia Aktivitas DJJ USG Kadar β hCG abortus kehamilan

  Kegagalan < 6 Tidak pernah Kehamilan Rendah teridentifikasi kemudian preembrionik menurun

  Kegagalan 6-8 Tidak pernah Kantung Awalnya kehamilan kehamilan meningkat lalu dini/embrionik yang kosong menurun atau dengan struktur yang minimal tanpa aktifitas DJJ

Tabel 2.2 Kejadian abortus berulang berdasarkan usia kehamilan dikaitkan dengan kemungkinan penyebab dan investigasi

  Jenis abortus 16 Kondisi yang mungkin berhubungan Investigasi

  Abortus preembrionik dan embrionik

  Kelainan kromosom Kelainan hormon Kelainan endometrium Kelainan imunologi

  Pemeriksaan kromosom Pemeriksaan hormon Pengambilan sampel Endometrium Anti cardiolipin antibodi (ACA) dan lupus anticoagulant (LA) abortus janin Antifosfolipid Syndrome

  ( APS) Tromobofilia

  ACA dan LA Pemeriksaan hemostatis dan skrining trombofilia

  Abortus trimester kedua Kelainan anatomi Kelemahan servik

  Histeroskopi , USG USG

2.3 Etiologi Penyebab abortus bervariasi dan sering diperdebatkan.

  Umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak diantaranya adalah sebagai berikut yaitu :

2.3.1. Faktor Kromosom

  Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip embrio. Paling sedikit 50 % kejadian abortus pada trimester pertama yang merupakan kelainan sitogenetik. Kelainan tertinggi kelainan sitogenetik konsepsi terjadi awal kehamilan, kelainan sitogenetik embrio biasanya berupa aneuploidi yang disebabkan oleh kejadian sporadis misalnya

  20 non disjunction meiosis atau poliploidi dari fertilitas abnormal.

2.3.2 Kelainan Kongenital

  Defek anatomi diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik, seperti abortus berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin. Insiden kelainan bentuk uterus berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan. Pada perempuan dengan riwayat abortus ditemukan anomali uterus pada 27 % pasien.

  Studi terhadap 170 pasien hamil dengan malformasi uterus, mendapatkan hasil hanya 18,8 % yang bisa bertahan sampai melahirkan cukup bulan, sedangkan 36,5 % mengalami persalinan abnormal (prematur, sungsang). Penyebab terbanyak abortus karena kelainan anatomi uterus adalah uterus biseptum ( 40-80%), kemudian uterus bikornu atau uterus didelphi atau unikornu (10-30%). Mioma uteri bisa menyebabkan infertilitas maupun abortus berulang. Risiko

  16 kejadiannya antara 10-30% pada perempuan usia reproduksi.

  2.3.3. Inkompeten Servik

  Inkompeten servik adalah ketidakmampuan servik untuk mempertahankan kehamilan sampai dengan aterm. Insiden ini terjadi bervariasi pada semua wanita hamil, berkisar 8% s/d 15 %. Insiden ini diperkuat dari riwayat sudah pernah mengalami

  16 abortus sebelumnya.

  2.3.4. Autoimun

  Penyebab imunologis abortus berulang kurang dipahami, jika secara luas banyak antibodi ditemukan positif. Hubungan antara berbagai antibodi ini masih menjadi persoalan. Lebih banyak kejadian berulang abortus semakin tinggi kadar antibodi yang terdeteksi. Sekiranya ini adalah penyebab atau akibat susah ditentukan, tetapi terdapat hubungan antara regimen pengobatan yang menyebabkan pemeriksaan antibodi ini

  20 penting .

  Satu tipe yang harus diperiksa adalah antifosfolipd

syndrome (APS) yang terkait pada 15 % abortus berulang.

  Fosfolipid berperan dalam membran sel dan berbagai fungsi seluler seperti sintesis prostasiklin dan aktivitas protein C.

  Antibodi antifosfolip terkait dengan banyak penyakit termasuk kelainan vaskuler endotel dan abortus dini. Secara klasik antibodi ini terkait dengan kematian intrauterin, solusio, Intra

  21 Uterine Growth Restriction (IUGR) dan Preeklamsia.

  Diagnosis awal terkait pada abnormalitas pada koagulasi, yang dikenali sebagai antikoagulan ‘lupus’.

  Diagnosis ditegakkan dengan menggunakan pemeriksaan koagulasi fosfolipid dependen, misalnya caolin clotting time

  

,plasma clotting time, APTT. Masalah utama pada

  pemeriksaan ini adalah kecilnya standarisasi antara pusat dan presentase rasio positif yang berbeda-beda. Satu faktor lain adalah kadar antibodi yang berubah dengan kehamilan. Beberapa wanita yang antibodinya negatif sebelum hamil bisa mempunyai level antibodi yang abnormal pada kehamilan, dan harus diperiksa ulang pada trimester pertama. Abnormalitas dari respon imun merupakan salah satu penyebab abortus.

  Sejauh ini, belum ada teori yang terbukti diterima.

  Abnormalitas imun berperan dalam abortus berulang yang menyebabkan dilakukannya suatu pemeriksaan yang bersifat mahal dan berbahaya tanpa hasil yang bermanfaat secara

  21 umum.

  Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dan penyakit autoimun, misalnya pada sistemik lupus eritematosus (SLE) dan antiphospolipid antibodi (aPA). aPA merupakan antibodi spesifik yang didapati pada perempuan dengan SLE. Sebagian kematian janin dihubungkan dengan

  22

  adanya aPA

2.3.5 Infeksi

  Infeksi mikroba diduga sebagai penyebab terjadinya

  23 abortus pada perempuan yang ternyata terpapar bruselosis.

  Jenis-jenis bakteri :

  • Listeria monositogenes
  • Klamidia trakomatis
  • Ureaplasma urealitikum
  • Mikoplasma hominis
  • Bacterial vaginosis
Jenis virus :

  • Sitomegalovirus • Rubella • Herpes simpleks virus (HSV)
  • Human immunodeficiency virus (HIV)
  • Parpovirus Jenis-jenis parasit
  • Toksoplasmosis gondii
  • Plasmodium palsiparum

2.3.6. Kelainan Endokrin

  Disfungsi endokrin dalam beberapa jalur hormon terkait dengan abortus berulang. Tidak ada peningkatan resiko abortus pada wanita dengan DM yang terkontrol, tetapi nilai HbA1C terkait kepada kadar glikogen pada awal kehamilan yang berhubungan dengan abortus spontan dan kematian janin dalam kehamilan. Penyakit tiroid tidak terkontrol juga berhubungan dengan kegagalan reproduksi, walaupun infertilitas merupakan masalah utama, beberapa penyelidikan telah melaporkan hubungan antara antibodi tiroid dan abortus berulang. Jika dilakukan pemeriksaan antibodi tiroid sebelum terjadinya abortus ditemukan positif, namun jika sudah terjadi abortus, dan diperiksa antibodi tiroid ditemukan hasil yang

  24, 25 negatif.

2.3.7 Defek Fase Luteal

  Sekresi progesteron menyebabkan perubahan endometrium yang penting untuk implantasi dan melanjutkan kehamilan. Pada fase luteal siklus menstruasi, progesteron dihasilkan dari korpus luteum. Jika terjadi kehamilan, korpus luteum menghasilkan progesteron sehingga trofoblas bisa menghasilkan progesteron sendiri (setelah 5 minggu kehamilan). Penyelidikan awal membuat hipotesa bahwa defek fase luteal dapat menyebabkan isufisiensi sintesis progesteron dan abortus berulang. Defek fase luteal terjadi karena kurangnya perkembangan dari folikel dan sekresi estrogen abnormal, yang membuat sekresi abnormal dari luteinizing

  26 hormone (LH) dan hiperandrogen.

  Diagnosis defek fase luteal ditegakkan dengan penemuan dari biopsi endometrium yang dilakukan setelah dihitung 2 hari dari tanggal ovulasi dari siklus menstruasi. Kadar progesteron bisa digunakan sebagai kriteria diagnosis untuk defek fase luteal. Walaupun bukti klinis yang mendukung defek fase luteal sebagai kondisi patologis belum ditemukan, agen progestasional sering di berikan kepada wanita dengan riwayat

  27 abortus untuk mengurangi keguguran pada trimester pertama.

2.3.8. Faktor Lingkungan

  Abortus yang disebabkan oleh banyak faktor lingkungan yang biasanya dikarenakan konsumsi zat yang membahayakan kehamilan antara lain :

2.3.8.1 Kafein

  Kafein adalah satu substansial yang terkandung didalam makanan sehari-hari, terutama dalam kopi, dengan konsentrasi rata-rata sebanyak 107 mg/cangkir, tapi terdapat dalam konsentrasi yang rendah dalam teh, minuman bersoda, coklat

  28 dan obat-obatan.

  Kafein mudah diabsorbsi dari traktus gastrointestinal dan didistribusi ke semua jaringan organisme dan juga dapat melewati sawar darah plasenta. Waktu paruh plasma pada orang dewasa yang sehat adalah sekitar 2.5-4.5 jam. Namun pada ibu hamil waktu paruh meningkat sampai 10.5 jam. Pada bayi baru lahir sekitar 32-140 jam. Konsumsi tembakau dapat menurunkan waktu paruh plasma kafein, namun dapat meningkatkan waktu paruh plasma dari kafein sebanyak 20 % jika konsumsi merokok dihentikan. Konsumsi kopi selama kehamilan pada beberapa studi berkaitan dengan terjadinya abortus. Resiko abortus lebih tinggi pada ibu yang mengkonsumsi kafein dari kopi dibandingkan dari teh atau coklat. Namun demikian, Mills dkk tidak menjumpai adanya

  ,29,30 kaitan yang menyebabkan terjadinya abortus.

  Ada beberapa hipotesis yang menjelaskan hubungan antara kafein dengan abortus. Kita tahu bahwa kafein meningkatkan siklus 3,5-adenosine monophospat (AMP cyclic), mengganggu perkembangan fetus dan hormon pada ibu dan janin. Kafein juga secara struktural mirip dengan adenin dan guanin. Jadi bisa secara langsung berinteraksi dengan asam nukleat, menyebabkan abrasi kromosom. Mekanisme penting lain bisa meningkatkan katekolamin yang bisa menyebabkan vasokontriksi dan menurunkan sirkulasi uteroplasenta, menyebabkan fetal hipoksia. Telah dilakukan penelitian pada 1064 wanita yang mengkonsumsi kafein dengan dosis 200 mg (25.5%) dapat menurunkan aliran darah ke uteroplasenta dan

  29,30 berpotensi untuk terjadinya abortus.

2.3.8.2 Tembakau

  Beberapa studi menunjukkan kaitan antara kejadian abortus dengan konsumsi tembakau dan sudah dibuktikan dari beberapa studi. Beberapa komponen dari tembakau menunjukkan adanya racun yang bisa menyebabkan kejadian abortus, yang paling penting nikotin. Hal ini dapat menyebabkan vaskulitis sekunder menjadi vaskulitis spasme, menyebabkan kelainan plasenta, tapi tidak satupun mekanisme aksi yang terbukti. Kaitan yang mungkin antara tembakau dapat menghasilkan kelainan trisomi,

  31 dari hipotesa belum di demonstrasikan.

2.3.8.3 Alkohol

  Kita ketahui bahwa alkohol bisa menyebabkan beberapa efek pada perkembangan fetus. Hal ini dapat menyebabkan sindrom alkohol fetus yang sudah dijelaskan sebelumnya oleh Jones dkk. Tidak ada dosis yang aman pada ibu hamil dalam mengkonsumsi alkohol. dengan kadar dalam darah lebih dari

  32 200 mg/ml dapat secara langsung menyebabkan abortus.

  Dari beberapa studi yang ditunjukkan Tine BH dkk bahwa resiko terjadi pada wanita yang mengkonsumsi alkohol. Alkohol dapat melewati sawar plasenta janin, mencapai level yang sama pada ibu. Mungkin, dapat menyebabkan keracunan secara langsung tapi satu dari produk metabolisme asetaldehid dapat

  32 menjadi teratogen yang terakumulasi pada janin.

2.3.8.4 Narkotika

  Tingkat konsumsi yang tinggi dari narkotika pada masyarakat memicu beberapa studi untuk mencari penyebab efek samping terhadap ibu hamil. Kokain adalah substansi yang berasal dari tanaman yang dijumpai di daerah Amerika Selatan

  33 disebut Erytroxylon coca.

  Beberapa studi menunjukkan kemungkinan resiko efek samping dengan mengkonsumsi kokain selama kehamilan.

  Kokain memblok reuptake dari katekolamin pada syaraf pusat, dapat meningkatkan konsentrasi efektor terminal di dalam aliran darah. Jadi hal ini dapat menyebabkan vasokontriksi plasenta, dan menurunkan aliran darah uterus, dan jika level norepinefrin meningkat dapat meningkatkan kontraksi uterus. Pada binatang terjadi penurunan oksigen pada janin, dan menyebabkan fetal

  33 takikardi setelah mengkosumsi kokain telah didemonstrasikan.

  Mengenai obat-obatan lain, faktor resiko yang berkaitan dengan konsumsi marijuana belum pernah didemonstrasikan. Konsumsi heroin telah menunjukkan IUGR dan kematian janin dalam

  33 kandungan.

2.3.9 Paritas

  Lebih dari 80% abortus terjadi pada 12 minggu usia kehamilan, dan sekurangnya separuh disebabkan oleh kelainan kromosom. Resiko terjadinya abortus spontan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah paritas, sama atau seiring

  34

  dengan usia maternal dan paternal Penelitian pada jumlah paritas yang > 2(1-3) pada 567 pasien dijumpai sekitar 48,4% mengalami abortus sedangkan pada kelompok paritas 4-6 pada 413 pasien dijumpai kejadian

  35 abortus sekitar 33,7%.

2.3.10 Trauma

  Trauma pada ibu hamil merupakan kondisi emergensi yang menjadi tantangan bagi setiap dokter. Perubahan fisik selama kehamilan menjadi topeng terhadap gejala dan menimbulkan misinterpretasi. Keterlambatan dalam mendiagnosa dan menerapi menyebabkan komplikasi dan kematian bayi. Pada penelitian oleh Lee C, tentang hubungan riwayat trauma terhadap kejadian abortus mengatakan resiko trauma berkorelasi dengan abortus yaitu dijumpainya berkisar 49% lebih sering terjadi pada kecelakaan kendaraan bermotor.

  Trauma maternal penyebab non obstetrik utama yang

  36

  meningkatkan proporsi kematian antara ibu dan janin Wanita hamil selamat dari abortus berkisar 10-20 %. Dari studi California 4,8 juta kehamilan hampir 1 dalam 350 wanita dirawat karena kecelakaan. Audit dari Parkland Hospital, Hawkins dan rekan mengungkapkan kecelakan kedaraan

  36 bermotor terjadi sekitar 85%.

2.3.11. Usia

  Usia mempengaruhi angka kejadian abortus yaitu pada usia di bawah 20 tahun dan diatas 35 tahun, kurun waktu reproduksi sehat adalah 20-30 tahun dan abortus dapat terjadi pada usia muda, karena pada usia muda/ remaja, alat

  16 reproduksi belum matang dan belum siap untuk hamil.

  Frekuensi abortus bertambah dari 12 % pada wanita 20 tahun, menjadi 26 % pada wanita diatas usia 40 tahun.

  Penyebab keguguran yang lain adalah kelainan sitogenetik. Kelainan sitogenetik embrio biasanya berupa aneuploidi yang disebabkan oleh kejadian sporadik, misalnya nondijunction

  16 meiosis atau poliploidi dari fertilisasi abnormal.

  Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi autosom. Triploidi ditemukan pada 16 % kejadian abortus, dimana terjadi fertilisasi ovum normal haploid oleh 2 sperma sebagai mekanisme patologi primer. Trisomi timbul akibat dari nondisjunction meiosis selama gametogensis. Insiden trisomi meningkat dengan

  16 bertambahnya usia.

2.3.12 Pekerjaan

  Kaitan antara pekerjaan dengan angka kejadian abortus berkaitan satu dengan yang lain. Hal ini disebabkan wanita dengan pekerjaan dengan pendapatan rendah berkaitan dengan tingkat abortus yang tinggi, dikarenakan pengawasan selama kehamilan yang rendah karena terkendala biaya perobatan. Tingkat sosioekonomi yang rendah berkaitan

  37 dengan tingkat stres yang tinggi .

  Dua puluh tujuh persen kejadian abortus terjadi pada pasien di bawah garis kemiskinan. Ketidakmampuan wanita dari sudut ekonomi sebagai pemicu terjadi abortus kriminalis atau

  legal abortion. Hal ini juga dikaitkan dengan terjadinya

  kekerasan dalam rumah tangga yang berujung pada terjadinya

  38 perceraian.

2.3.13 Kehamilan Yang Tidak Diinginkan

  Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan merupakan masalah utama bagi tiap pasangan. Menurunkan angka kehamilan yang tidak diinginkan merupakan hal yang penting dibagian departemen kesehatan. Wanita yang tidak menginginkan kehamilan berkaitan dari perilaku ibu yaitu ante

  natal care yang inadekuat, merokok, peminum, kurang asupan

  gizi ibu dan kesehatan mental ibu yang berpengaruh terhadap

  38 janin.

  Efek dari kehamilan yang tidak diinginkan pada usia anak sekolah berujung pada keluarnya anak tersebut dari sekolahnya. Keluarnya mereka dari sekolah berdampak pada gangguan psikis dan dampak sosial lingkungannya.

  Perempuan yang keluar sekolah cenderung merupakan golongan pengangguran dikarenakan tingkat sumber daya

  39 manusia yang rendah dan pendapatan yang rendah.

  Presentase kehamilan yang tidak diiginkan meningkat sedikit antara tahun 2001 (48 %) tahun 2006 (49%). Presentase kehamilan yang tidak diinginkan secara umum menurun dengan usia yaitu lebih 4 dari 5 kehamilan yang tidak diinginkan berada

  

39 pada usia 19 tahun atau kurang . Wanita dengan pendidikan dan pendapatan yang rendah memiliki tingkat kehamilan yang tidak diinginkan lebih tinggi.

  Kehamilan yang tidak diinginkan ini lebih tinggi pada ras kulit hitam. Tingkat kehamilan yang tidak diinginkan itu meningkat

  39 pada status pernikahan yang tidak jelas.

2.4 Penatalaksanaan Abortus

  Panduan Royal College of Obstetri and Gynecology (RCOG) atas penatalaksanaan abortus meliputi tindakan bedah, pengobatan dan manajemen ekspektatif. Pasien harus diberikan pilihan dengan memberikan penjelasan lebih awal. Unit penanganan ibu hamil trimester pertama secara esensial yaitu

  40 manajemen ekspektatif dan pengobatan terhadap abortus.

  1. Tindakan pembedahan Evakuasi tindakan pembedahan uterus masih merupakan pilihan pertama jika terjadi perdarahan yang masif atau tanda- tanda vital yang tidak stabil atau adanya jaringan yang terinfeksi di dalam rongga uterus. Namun tindakan bedah sering menyebabkan komplikasi, perdarahan, perforasi uterus, robekan servik, trauma intra abdominal, adhesi intrauterin dan juga komplikasi dari anastesi. Panduan RCOG mengemukakan pada tindakan evakuasi bedah harus menggunakan suction kuret, dimana tindakan ini lebih aman dan mudah dibandingkan dengan menggunakan alat kuret yang tajam. Pada semua kasus yang memerlukan tindakan

  40 pembedahan diperlukan tindakan ripening pada servik.

  1. Manajemen pengobatan.

  Keuntungan dari manajemen pengobatan adalah untuk menghindari risiko dari tindakan pembedahan dan anastesi.

  Namun, pasien bisa merasakan nyeri abdomen karena perdarahan yang hebat. Berbagai cara metode medis telah diterangkan dengan menggunakan prostaglandin analog dengan antiprogesteron lini pertama. Penting untuk pasien mempunyai akses 24 jam ke instalasi gawat darurat untuk mendapatkan rawat inap, karena 1/3 dari pasien akan mengalami perdarahan ataupun abortus pada fase primer, tetap mengalami abortus walaupun sudah di obati dengan anti-progesteron. Prostaglandin analog dapat menyebakan nyeri abdomen , mual, muntah dan diare. Penting untuk memberitahu pasien tentang efek samping dari obat

  40 ini.

  3. Manejemen ekspektatif Walapun manajemen ekspektatif dapat menghindari risiko berkaitan dengan tindakan bedah dan anastesi, ia dapat memakan waktu beberapa minggu sebelum terjadi abortus komplit. Pasien harus diberi inform konsen yang paripurna jika tidak pasien akan meminta dilakukan tindakan pembedahan selama periode

  40 observasi.

  41 Gambar 2. Evakuasi konsepsi

2.5. Plasentasi awal pada wanita hamil

  Implantasi pada manusia lebih invasif dan hasil konsepsi menanamkan dirinya sendiri secara keseluruhan di dalam dinding endometrium maternal dan miometrium superfisial. Vili korionik, struktur dasar dari plasenta, terbentuk pada minggu ke 4 dan ke 5 setelah menstruasi dan mengelilingi keseluruhan kantong gestasi hingga usia kehamilan 8-9 minggu. Antara bulan ke 3 dan ke 4, vili pada tempat implantasi menjadi bercabang dan membentuk plasenta, dimana vili pada sisi yang berlawanan mengalami degenerasi untuk membentuk membran plasenta. Pada akhir kehamilan, vili memiliki luas permukaan

  2

  12-14 m , yang akan menyediakan permukaan yang ekstensif dan

  43

  dalam untuk pertukaran feto-maternal Trofoblas akan menghasilkan 3 tipe sel yang utama pada plasenta manusia : (1) sinsitiotrofoblast yang akan membentuk epitel yang menyelimuti vili-vili dan merupakan komponen endokrin utama dari plasenta. (2) sitotrofoblas vili yang mempresentasikan populasi germinatif yang berproliferasi sepanjang kehamilan dan menyatu untuk membentuk sinsitiotrofoblas (3) sel trofoblas ekstravili yang bersifat non proliferatif dan menginvasi endometrium maternal. Trofoblas ekstra vili ini dapat ditemukan di dalam dan disekitar arteri spiralis di area sentral

  43 plasenta.

  Mereka secara bertahap akan memanjang ke lateral, mencapai pinggir plasenta pada pertengahan kehamilan. Perubahan pada kedalaman biasanya mencapai 1/3 dalam miometrium pada bagian sentral plasenta, akan tetapi kedalaman invasi menjadi lebih dangkal pada daerah perifer. Plasentasi manusia juga memiliki karakter tersendiri yaitu adanya remodeling dari arteri spiralis dimana pembuluh darah kehilangan lamina elastik dan otot polosnya sehingga berkurangnya respon terhadap komponen-komponen vasoaktif di sirkulasi. Pada kehamilan yang normal, transformasi arteri spiral menjadi arteri utero- plasental terjadi pada pertengahan kehamilan. Tujuan utama dari perubahan vaskular ini adalah untuk optimalisasi distribusi darah maternal ke jaringan vaskular uterus yang memiliki tekanan rendah dan terutama pada ruang intervili plasenta. Tekanan oksigen juga berperan penting dalam pembentukan plasenta. Bukti penting mengenai efek oksigen terhadap plasenta datang dari beberapa penelitian bahwa pada stadium awal perkembangan plasenta dan embrio, terjadi pada keadaan uterus yang relatif hipoksia. Penelitian mengenai tekanan oksigen pada plasenta dan endometrium dijumpai bahwa pada usia kehamilan 8-10 minggu, tekanan oksigen (PO

  2 ) plasenta 17,9 + 6,9 mmHg, dibandingkan PO

  2

  jaringan endometrium 39,6 + 12,3 mmHg. Pada usia gestasi 12-13 minggu terjadi kenaikan tekanan oksigen plasenta, dimana PO

  2 plasenta

  60,7 + 8,5 mmHg dan PO 2 jaringan endometrium 46,5 + 17,4 mmHg. Hasil penelitian yang sama juga didapatkan oleh Jauniaux dan kawan- kawan pada tahun 2000, dimana tekanan oksigen fetus meningkat secara bertahap mulai kurang dari 20 mmHg pada usia gestasi 8 minggu menjadi lebih dari 50 mmHg pada usia gestasi 12 minggu. Penemuan pada arteri spiralis dapat dijumpai pada endometrium, tapi tidak ada satupun yang ditemukan terbuka langsung ke ruang intervilosa. Perubahan yang bermakna terjadi awal pada arteri spiralis, terutama menghilangnya sel- sel otot pada dinding arteri. Mereka menemukan bahwa walaupun arteri spiralis tidak meluas ke ruang intervilosa, darah dan sekresi dapat dilacak melalui celah pada trophoblastic shell dalam ruang intervilosa. Mereka menemukan bahwa dalam arteri spiralis terdapat sumbatan (plug) oleh sel trofoblas. Sumbatan ini akan menjadi longgar susunannya bersamaan dengan bertambahnya usia gestasi. Pada tahap awal sumbatan ini mencegah darah masuk ke ruang intervilosa, tetapi dengan bertambahnya usia gestasi, kemampuannya mencegah masuknya darah berkurang, sehingga dapat disimpulkan bahwa selama stadium awal perkembangan embrio, darah masuk ke ruang intervilosa dengan

  44 perlahan.

  Sebelum usia gestasi 8 minggu, hubungan arteri maternal dan ruang intervilosa dibatasi oleh jaringan ruang intervilosa yang berliku-liku.

  Setelah usia gestasi 8 minggu, hubungan langsung arteri dapat diamati. Pada awalnya, hubungan ini berdiameter sangat kecil dan pada usia gestasi 11-12 minggu, hubungan arteri ini menjadi bermakna. Penemuan ini menegaskan bahwa sirkulasi maternal pada ruang intervilosa sangat terbatas sebelum akhir minggu ke-8 usia gestasi. Hubungan antara arteri dan ruang intervilosa terbentuk secara bertahap beberapa minggu kemudian hingga 12 minggu usia kehamilan. Konsentrasi dan aktivitas enzim antioksidan terutama di dalam jaringan plasenta juga meningkat pada periode ini. Mitokondria sinsitiotrofoblas sangat sensitif terhadap perubahan tekanan oksigen pada usia kehamilan dini dan sensitifitas ini makin berkurang dengan bertambahnya usia kehamilan. Dapat disimpulkan bahwa embrio dan plasenta pada trimester pertama tumbuh dalam lingkungan yang rendah oksigen dimana lingkungan yang rendah

  44 oksigen diperlukan untuk invasi dan diferensiasi trofoblas.

  Penelitian anatomik dan in vivo telah menunjukkan bahwa plasentasi manusia tidak hanya bersifat haemokhorial pada awal kehamilan. Dari awal implantasi, trofoblas ekstravili tidak hanya menginvasi jaringan uterus tetapi juga membentuk selaput setingkat desidua. Sel dari selaput ini menanamkan plasenta ke jaringan maternal dan juga membentuk saluran di ujung arteri utero-plasenta. Selaput pembungkus dan saluran ini berperan seperti permukaan labirin untuk menyaring darah ibu, menyebabkan penyerapan plasma secara lambat, tanpa aliran darah langsung, ke ruang intervili. Hal ini di suplementasi oleh sekresi dari kelenjar uterus, yang dikeluarkan ke ruang intervili sampai usia 10 minggu. Selama periode tersebut, vili plasenta hanya menampilkan beberapa kapiler dan eritrosit janin yang memiliki inti, sehingga menunjukkan bahwa darah janin sangat kental, dan akan mengakibatkan aliran darah feto-plasenta terbatas. Lebih lanjut lagi, selama trimester pertama plasenta memiliki ketebalan dua kali lipat dari trimester kedua, dan plasenta awal dan fetus dipisahkan oleh ruang

  

exocoelomic, yang menempati hampir sebagian besar ruangan dalam

  22 kantung gestasi.

  Pada akhir trimester pertama, sumbatan tropoblast akan mengalami dislokasi secara bertahap. Mempersilahkan aliran darah ibu mengalir lebih prograsif dan lebih bebas dan berkelanjutan ke ruang intervili. Selama fase transisional 10-14 minggu masa gestasi, 2/3 dari plasenta primitif menghilang, ruang exocoelomic di hancurkan oleh pertumbuhan dari kantung amnion dan darah ibu mengalir secara

  22 progresif ke seluruh plasenta.

  4 Gambar 3. Aliran darah ibu ke plasenta

2.6 Radikal Bebas

  Radikal bebas merupakan molekul yang tidak mempunyai pasangan yang bersifat reaktif. Dikatakan reaktif karena molekul ini mampu bereaksi dengan molekul yang ada disekitarnya. Molekul- molekul tersebut termasuk protein, lipid, karbohidrat, dan DNA. Molekul ini juga berarti tidak bertahan lama dalam bentuk asli karena untuk mempertahankan kestabilan molekul, mereka harus mengambil satu

  4 elektron dari molekul yang lain.

  27 Gambar 4. Radikal bebas

  Ada dua tipe radikal bebas secara garis besar yaitu ROS dan nitrit oxide

  synthase (NOS)

2.6.1. ROS

  • Ada tiga tipe mayor dari ROS yaitu : Superoksida (O ),

  2 Hydrogen Peroxida (H

2 O 2 ) dan Hydroxyl (OH). Superoksida terjadi dimana berkurangnya elektron pada rantai transport elektron.

  Dismutase Superoksida menghasilkan formasi hydrogen peroksida. Ion hidroksil sangat reaktif dan dapat memodifikasi purin dan pirimidin dan menyebabkan kerusakan rantai DNA. Beberapa enzim oksida dapat secara langsung menghasilkan radikal hydrogen peroksida ROS dapat berperan pada lebih dari 100 penyakit. Hal ini juga berperan terhadap fisiologi dan patologi pada genitalia wanita, ovarium, tuba falopi dan embrio. ROS terlibat untuk memodulasi seluruh fungsi fisiologi reproduksi seperti maturasi oosit, steoridogenesis ovarium, fungsi korpus luteum dan luteolisis. ROS

  13 juga berperan terhadap infertilitas wanita.

2.6.2. NOS

  Nitrit Oksida berasal dari sintesis konversi enzim dari L-Arginine menjadi L-Citrulline oleh nitrit oxide synthase (NOS). Elektron yang tidak berikatan menyebabkan NO merupakan radikal bebas yang sangat reaktif dan dapat menyebabkan kerusakan protein, karbohidrat, nukleotida dan lipid bersama-sama dengan mediator inflamasi yang lain yang menyebabkan kerusakan sel. NO berpotensi merelaksasi arteri dan vena otot polos dan secara kuat menghambat agregasi dan adhesi. Asupan NO berperan sebagai agen vasodilator dan mungkin berguna untuk terapi. NO juga berperan pada regulasi jaringan pada

  13 proses fisiologi namun jika berlebihan dapat menyebabkan toksisitas.

  NO dihasilkan oleh enzim NO sintese dan terdiri 3 tipe yaitu,

  neuronal NO synthase (NO synthase 1) dan inducible NO synthase ( NO Synthase 2), endothelial NO synthase (NO Synthase 3). NO

  Synthase 2 dihasilkan oleh fagositosis mononuklear ( monosit dan

  makrofag) dan menghasilkan sejumlah besar NO. Ekspresi ini muncul pada sitokin proinflamasi dan lipopolisakarida. NO synthase 2 diaktifasi oleh sitokin seperti interleukin-1 dan TNF-

  α dan lipopolisakarida. NO

  synthase 3 diekspresikan di sel granulosa, permukaan oosit selama

  perkembangan folikel. Pada kondisi patologis mungkin berperan sebagai penghasil utama NO. Pada sebagian organ, NO synthase 2 hanya diekspresikan oleh rangsangan imunologi. Sumber radikal bebas berasal dari dua tempat yaitu :

  13 1.

  Sumber endogen

  a. Organella subseluler Organella subseluler seperti mitokondria, kloroplas, mikrosome, peroksisome dan nuklei dapat menghasilkan superokside (O

  • ). Mitokondria merupakan penghasil utama energi dalam sel sehingga disebut the powerhouse of the cell. Energi yang dihasilkan berbentuk adenosine trifosfat (ATP) melalui suatu rantai transport elektron dan oksigen merupakan rantai terakhir penerima elektron

  2

  46 Proses metabolisme ini tidak 100% efisien, terdapat

  sejumlah besar energi yang hilang berupa panas. Lebih kurang 2-4% oksigen yang dikonsumsi oleh mitokondria tidak direduksi menjadi air tetapi direduksi menjadi superoksida atau hidrogen peroksida.

  46 Adanya kerusakan pada sistem transport elektron pada mitokondria memungkinkan O

  2 untuk menerima satu elektron

  • sehingga terbentuk superoksida (O ). Pembentukan

  2

  superoksida oleh mitokondria dapat terjadi pada 2 keadaan, (1) jika konsentrasi oksigen meningkat atau (2) jika terjadi

  46 iskemia.

  b. Inflamasi Selama inflamasi terjadi proses fagositosis oleh makrofag dan neutrofil. Makrofag dan neutrofil harus membentuk radikal bebas agar dapat memfagositosis bakteri. Pada tahap pertama bakteri akan masuk ke dalam fagosome dan berdifusi ke dalam lisosome. Pada membran lisosome terdapat enzim Nikotinamide Adenine Dinukleotide Phosphate (NADPH) oksidase yang berfungsi mengkatalisa pembentukan superoksida. Reaksi ini membutuhkan oksigen dalam jumlah

  47 besar sehingga disebut respiratory burst.

  Selanjutnya enzim SOD akan mengubah superoksida menjadi hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida selanjutnya akan menghancurkan bakteri. Neutrofil menghancurkan bakteri menggunakan enzim myeloperoksidase. Enzim ini mengkatalisa reaksi antara hidrogen peroksida dengan ion klorida untuk

  47 menghasilkan antiseptik ion hipoklorida. c. Reperfusi pada iskemia Dalam keadaan normal, xantine oksidase mengkatalisis reaksi hipoxantine menjadi xantine dan selanjutnya xantine diubah menjadi asam urat. Reaksi ini membutuhkan penerima elektron sebagai kofaktor. Selama periode iskemia terdapat 2 keadaan, (1) meningkatnya produksi xantine dan xantine oksidase (2) tidak adanya antioksidan superoksid dismutase dan glutation peroksidase. Molekul oksigen yang disuplai selama proses reperfusi bertindak sebagai penerima elektron dan kofaktor bagi xantine oksidase. Hal ini menimbulkan

  • pembentukan O dan H O . Latihan yang berat juga dapat

  2

  2

  

2

  mencetuskan reaksi xantine oksidase dan membentuk radikal

  47 bebas pada otot rangka dan jantung.

  2. Sumber eksogen

  a. Obat-obatan Sejumlah obat-obatan dapat membentuk radikal bebas.

  Mekanismenya diperkirakan bahwa obat-obatan tersebut memperkuat hiperoksida yang sudah terjadi. Obat-obatan tersebut adalah antibiotik golongan quinolon atau antibiotik yang berikatan dengan metal untuk aktifitasnya (nitrofurantoin), antineoplastik (bleomisin), adriamisin dan metotreksat. Obat- obatan seperti penisilamin, fenilbutazon, asam mefenamat dan aminosalisilat (komponen sulfasalazin) dapat menambah pembentukan radikal bebas dengan cara menurunkan kerja

  47

  asam askorbat

  b. Radiasi Radioterapi dapat menyebabkan kerusakan jaringan melalui pembentukan radikal bebas. Radiasi elektromagnetik

  (sinar X, sinar gamma) dan radiasi partikel (elektron, proton, neutron dan partikel alfa dan beta) menghasilkan radikal bebas

  47 melalui transfer energi ke komponen seluler.

  c. Tembakau (Rokok) Oksidan yang dihasilkan oleh tembakau memegang peranan penting dalam terjadinya kerusakan saluran nafas.

  Oksidan yang dihasilkan tembakau menurunkan jumlah antioksidan intraseluler yang terdapat di dalam sel paru-paru.

  Satu kali isapan rokok menghasilkan oksidan dalam jumlah yang besar, yaitu aldehide, epoksida, peroksida, nitrit oksida, radikal peroksida dan karbon dapat terbentuk selama fase gas. Oksidan yang lebih stabil dihasilkan pada fase tar, yaitu

  47 semiquinone.

  d. Partikel inorganik Partikel inorganik, yang terinhalasi, seperti asbes dan silika dapat merusak paru-paru melalui pembentukan radikal bebas. Inhalasi asbes telah dihubungkan dengan peningkatan risiko terjadinya fibrosis pulmonal (asbestosis), mesotelioma dan karsinoma bronkogenik. Partikel silika dan asbes difagositosis oleh makrofag paru-paru. Sel ini kemudian pecah, melepaskan enzim proteolitik dan kemotaktik mediator yang menyebabkan infiltrasi sel-sel lain, seperti neutrofil, maka dimulailah proses inflamasi. Serat asbes yang mengandung

  47 besi juga dapat menstimulasi pembentukan radikal hidroksil.

  e. Gas Ozon bukanlah radikal bebas tetapi merupakan agen pengoksidasi yang sangat kuat. Ozon (O

  3 ) memiliki dua

  elektron yang tidak berpasangan dan bereaksi dengan substrat biologik membentuk radikal bebas. Secara in vitro ozon dapat menghasilkan lipid peroksidase, tetapi in vivo belum dapat

  47 dibuktikan.

2.7 Antioksidan

  Pada kondisi normal, molekul antioksidan dapat merubah ROS menjadi H

  2 O 2 untuk menghindari produksi ROS yang berlebihan. Ada

  dua tipe antioksidan pada tubuh manusia yaitu (1) antioksidan

  15

  enzimatik dan (2) Antioksidan non- enzimatik

  2.7.1 Antioksidan Enzimatik Antioksidan enzimatik juga diketahui sebagai antioksidan alami, dapat menetralisir ROS yang berlebihan dan melindungi sel yang rusak. Antioksidan enzimatik terdiri dari SOD, katalase, GPx dan Glutation reduktase yang dapat juga menurunkan

  15

  hidrogen peroksida menjadi air dan alkohol

  2.7.2 Antioksidan non-Enzimatik Enzim ini juga dikenal antioksidan sintesis atau suplemen. Sistim antioksidan tubuh yang kompleks juga dipengaruhi oleh asupan diet dari vitamin antioksidan dan mineral seperti vitamin C, vitamin E, Selenium, Zinc, Taurin, Hipotaurin, Glutation, beta carotene dan carotene. Vitamin C merupakan rantai antioksidan yang mencegah proses peroksidasi. Vitamin C juga dapat membantu mendaur ulang untuk mengoksidasi vitamin E dan glutation. Taurin, hipotaurin dijumpai pada tuba dan cairan folikel yang melindungi embrio dari OS. Glutation dijumpai pada oosit dan cairan tuba dan berperan penting dalam perkembangan zigot pada stadium

  15 morula dan blastokista.

2.8 Pengaruh stres oksidatif pada sistem reproduksi wanita

  Sistem reproduksi wanita adalah sistem multiorgan yang kompleks yang memerlukan lingkungan biologis optimal. Metabolisme aerobik yang memanfaatkan oksigen sangat penting untuk homeostasis pada reproduksi. Metabolisme aerobik dikaitkan dengan pembentukan molekul prooksidan yang disebut ROS termasuk radikal hidroksil, anion superoksida, hidrogen peroksida, dan nitrat oksida.

  Keseimbangan antara prooksidan dan antioksidan menjaga homeostasis seluler, setiap kali ada ketidakseimbangan dalam equilibrium ini menyebabkan peningkatan keadaan stres oksidatif dimulai. Radikal bebas adalah molekul penting yang dapat mempengaruhi fungsi reproduksi dengan pengaruh terhadap endometrium dan fungsi tuba, pematangan oosit, sperma, implantasi

  13 preembrio dan embrio pada awal pertumbuhan.

2.8.1. Reaksi Biologis oleh Reactive Oxygen Species

  Bagaimana cara ROS menyebabkan kematian sel masih menjadi perdebatan. Mekanisme dimana radikal oksigen merusak membran lipid sel yang banyak diterima dan kerusakan oleh oksidasi sering dihubungkan dengan reaksi pada membran lipid. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa ROS juga merusak protein dan DNA,

  14 dimana reaksi ini juga sangat merusak.

  1. Kerusakan oksidatif pada lipid Peroksidasi lipid melibatkan tiga langkah yang berbeda, yaitu inisiasi (initiation), propagasi (propagation) dan terminasi (termination).

  Reaksi inisiasi antara asam lemak tak jenuh (misalnya linoleat) dan radikal hidroksil (dihasilkan dari reaksi Fenton dan reaksi Haber Weiss) melibatkan pemindahan satu atom H dari kelompok

  methylvinyl dari asam lemak, dimana pada linoleat pada atom karbon

  ke-11 dengan reaksi berikut: 2+ 3+ . -

  

Fe + H O Fe + OH + OH (Reaksi Fenton)

3+ -. 2+ 2 2 Fe + O 2 Fe + O 2 - -. .

  H 2 O 2 + O 2 O 2 + OH + OH (Reaksi Haber Weiss) . .

  OH + RH R + H 2 O (persamaan 1)

  Karbon yang kehilangan atom H-nya menjadi radikal bebas dan membentuk resonance structure yang membagi elektron yang tidak berpasangan antara atom karbon ke-9 dan ke-13.

  Pada reaksi propagasi, resonance structure bereaksi dengan triplet oksigen yang biradikal (memiliki dua elektron yang tidak berpasangan). Reaksi ini membentuk radikal peroksi.

  . .

  R + O  ROO (persamaan 2)

2 Radikal peroksi kemudian mengambil satu atom H dari asam

  lemak kedua, membentuk hidroperoksida lipid dan menyebabkan timbulnya radikal bebas lainnya yang dapat mengambil atom H kedua dari persamaan 1. Maka dari itu, sekali radikal hidroksil memulai reaksi peroksidasi dengan mengambil satu atom H akan

  .

  menghasilkan produk radikal karbon (R ) yang mampu bereaksi dengan O dalam reaksi berantai. Peranan radikal hidroksil sama

  2 seperti percikan api yang memulai kebakaran.

  . .

  ROO + RH  R + ROOH (persamaan 3) Hidroperoksida lipid (ROOH) tidak stabil, dengan adanya ion Fe atau katalisator logam lainnya ROOH akan bereaksi dengan reaksi

  14,37 Fenton menghasilkan pembentukan radikal alkoksi yang reaktif. . - 2+ 3+

  ROOH + Fe  OH + RO + Fe (persamaan 4) Dengan adanya Fe, reaksi berantai tidak hanya disebarluaskan, tapi malah ditingkatkan. Diantara produk penghancuran dari ROOH adalah aldehida, seperti malondialdehyde dan hidrokarbon seperti

  

ethana dan ethylene. Aldehida sangat reaktif dan dapat merusak

38,39 protein.

  Reaksi peroksidasi pada membran lipid diakhiri bila radikal karbon atau radikal peroksi bertautan membentuk produk konjugasi yang tidak radikal seperti reaksi berikut: . .

  R + R  R-R . . R + ROO  ROOR . . ROO + ROO  ROOR + O

  2 Akhirnya terdapat timbunan asam lemak bertautan dengan berat molekul tinggi dan fosfolipid pada membran lipid yang teroksidasi.

  Efek primer dari peroksidasi lipid adalah penurunan kestabilan membran yang mempengaruhi sifat membran dan dapat memecahkan

  38 ikatan membran-protein.

  2. Kerusakan oksidatif pada protein Serangan radikal bebas pada protein mengakibatkan modifikasi rantai asam amino, fragmentasi rantai peptida, penggumpalan reaksi taut silang (cross-linked), perubahan arus elektrik dan makin peka

  14,39

  terhadap proteolisis. Kepekaan asam amino terhadap serangan oksidasi berbeda-beda. Asam amino yang mengandung sulfur, dan khususnya kelompok thiol yang sangat peka. Oksigen yang teraktivasi dapat mengambil satu atom H dari sistein membentuk radikal thiyl yang akan bertaut-silang dengan radikal thiyl kedua membentuk jembatan disulfida. Oksigen juga menambah residu metionin membentuk derivat sulfoksida metionin. Reduksi keduanya dapat diselesaikan pada sistem mikroba oleh tioredoksin dan tioredoksin reduktase. Enzim ini dapat mereduksi metionine sulfoksida kembali

  14 menjadi residu metionil dengan adanya tioredoksin.

  Serangan radikal bebas dalam bentuk lain yang ireversibel misalnya oksidasi inti iron-sulphur oleh superoksida menghancurkan fungsi enzim. Banyak asam amino yang mengalami modifikasi yang ireversibel bila protein mengalami oksidasi. Contohnya, triptopan ditaut-silang menjadi bitirosin. Degradasi oksidasi protein ditingkatkan dengan kofaktor logam seperti Fe. Pada kasus ini, logam mengikat kation divalen protein. Logam kemudian bereaksi dengan hidrogen peroksida dalam reaksi Fenton menghasilkan radikal hidroksil yang dengan cepat mengoksidasi residu asam amino di dekat tempat

  37 pengikatan kation protein .

  O + Fe (II) / Cu (I) Protein Fe (III) / Cu (II)

  • + 2 (Protein) Fe (II) / Cu (I) O + Fe (III) / Cu (II)
  • 2 O

      2H + e H O Protein aggregation 2 2 2 H O + Fe (II) / Cu (I) 2 Hydroxyl radical formatin OH and H O attack 2

    2

    biomacromolecule Oxidative damage and cell death

      37 Algoritme kerusakan pada protein oleh radikal bebas yang diperantarai oleh Fe.

      Hasil akhir dari peroksidasi lipid, aldehida, juga dapat merusak protein. Tidak seperti radikal bebas, aldehida mempunyai masa hidup yang lebih panjang sehingga dapat berdifusi dari tempat asalnya dan menyerang sasaran yang jauh dari tempat asal reaksi peroksidasi lipid. Aldehida bertindak sebagai second toxic messengers yang memulai reaksi rantai yang kompleks. Diantara aldehida yang paling banyak diteliti adalah malonaldehid (MDA), 4-hidroksialkenal, dan 4- hidroksinonenal (HNE). Beberapa kerusakan yang ditimbulkan pada protein antara lain oksidasi kelompok sulfhidril, reduksi disulfid, oksidasi-adduksi residu asam amino pada logam melalui oksidasi yang dikatalisator oleh logam, pemutusan rantai taut-silang protein- protein dan peptida. Semua perubahan ini merugikan sel karena menyebabkan hilangnya fungsi membran dan protein serta

      39 menghambat replikasi DNA atau menyebabkan mutasi.

    3. Kerusakan oksidatif pada DNA

      Radikal bebas oksigen menyebabkan berbagai kerusakan pada DNA, sehingga dapat menyebabkan delesi, mutasi dan efek genetik lainnya yang mematikan. Karakteristik dari kerusakan pada DNA diindikasikan bahwa baik gula dan basa (base) miosis peka terhadap oksidasi, yang menyebabkan degradasi, pecahnya rantai tunggal

      14,40-42 (single strand), dan gangguan siklus sel pada fase G2.

      Penyebab utama pemecahan rantai tunggal adalah radikal hidroksil. Secara in vitro, hidrogen peroksida atau superoksida secara tunggal tidak dapat menyebabkan pemecahan rantai dalam keadaan fisiologis, sehingga toksisitasnya in vivo disebabkan oleh reaksi Fenton dengan katalis logam. Jika ikatan logam direduksi oleh molekul kecil seperti NAD(P)H atau superoksida, maka logam tersebut akan bereaksi dengan hidrogen peroksida membentuk radikal hidroksil. Radikal hidroksil kemudian mengoksidasi gula atau basa (base)

      14,41 sehingga menyebabkan pemecahan rantai DNA.

      Taut silang DNA pada protein merupakan sasaran serangan radikal hidroksil baik pada DNA atau pada pasangan proteinnya. Radikal hidroksil menyebabkan kehilangan ikatan kovalen seperti thymine-

      

    cysteine addict, antara DNA dan protein. Walaupun taut silang protein

Dokumen yang terkait

Perbedaan Kadar Serum Adiponektin Pada Hamil Preeklampsia Berat Dan Hamil Normal Di RSUP.H.Adam Malik, RSUD.Dr.Pirngadi Dan RS Jejaring FK USU Medan

5 69 82

Kadar Homosistein Dengan Keparahan Preeklampsia Di RSUP.H.Adam Malik Dan RS Jejaring FK USU Medan

2 75 89

Perbedaan Kadar Glutation Peroksidase Pada Abortus Imminens Dan Hamil Normal Trimester I DI RSUP.H.Adam Malik, RS Jejaring FK USU Dan RS.Swasta Medan

1 103 105

Perbandingan Keluhan Pada Paramedis Masa Perimenopause Dan Pascamenopause Dengan Menggunakan Menopause Rating Scale Di RSUP Haji Adam Malik Medan Dan RS Jejaring FK USU

10 83 139

Faktor-Faktor Resiko Kejadian Abortus Di RSUP H.Adam Malik Medan, RSUD.Pringadi Dan RS Jejaring Periode 1 Januari 2010 - 31 Desember 2012

1 67 70

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 LENSA 2.1.1 Anatomi Lensa - Perbandingan Kadar Enzim Glutation Peroksidase Pada Penderita Katarak Diabetika dan Non Diabetika

0 0 26

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pernafasan - Perbedaan Inklinasi Insisivus Pada Pasien Maloklusi Klas I Dan Klas II Skeletal Dengan Pola Pernafasan Normal dan Pernafasan Melalui Mulut

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mioma uteri - Perbedaan Ekspresi Reseptor Estrogen Dan Reseptor Progesteron Pada Jaringan Mioma Dan Miometrium Normal

0 0 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Preeklampsia 2.1.1 Definisi - Perbedaan Kadar Serum Adiponektin Pada Hamil Preeklampsia Berat Dan Hamil Normal Di RSUP.H.Adam Malik, RSUD.Dr.Pirngadi Dan RS Jejaring FK USU Medan

0 0 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Preeklampsia 2.1.1 Definisi - Kadar Homosistein Dengan Keparahan Preeklampsia Di RSUP.H.Adam Malik Dan RS Jejaring FK USU Medan

0 0 30