BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Penerapan Well-Being Therapy untuk Meningkatkan Psychological Well-Being pada Penderita Kanker Payudara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kronis yang cukup sering terjadi pada saat ini adalah kanker. Menurut WHO (World Health Organization), kanker merupakan masalah penyakit utama di dunia

  (WHO, 2008). Ada banyak jenis kanker yang diderita orang-orang di seluruh belahan dunia, salah satunya adalah kanker payudara. Kanker payudara dapat ditemukan baik pada wanita maupun pria, frekuensi bertambah terutama pada usia 30-35 tahun dan meningkat pada usia 30-50 tahun (dalam Cancer Statistics, 2003). Kanker payudara merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting, karena mortalitas dan morbiditasnya yang tinggi. Insidensi berdasarkan Age Standardized Ratio (ASR) tahun 2000 kanker payudara sebesar 20,6 (20,6/100.000 penduduk) dan mortality (ASR) tahun 2000 akibat kanker payudara di Indonesia sebesar 10,1 (10,1/100.000 penduduk) dengan jumlah kematian akibat kanker payudara sebesar 10.753 orang. Tahun 2005 diperkirakan mortality (ASR) sebesar 10,9/100.000 penduduk dengan jumlah kematian akibat kanker payudara sebanyak 12.352 orang. Jumlah kasus kanker payudara di dunia menduduki peringkat kedua setelah kanker serviks, disamping itu kanker payudara menjadi salah satu pembunuh utama wanita di dunia dan adanya kecenderungan peningkatan kasus baik di dunia maupun di Indonesia (Ramli, 2003).

  Kanker payudara sebagai penyakit yang kecenderungan kasusnya meningkat, menimbulkan kesadaran bagi profesional khususnya di bidang kesehatan untuk terus mengembangkan prosedur pengobatan terutama di bidang diagnosis maupun terapi. Umumnya, pengobatan kanker payudara terbagi menjadi dua golongan besar, yakni pengobatan untuk kanker tahap awal, dan pengobatan untuk kanker tahap lanjut dan kambuh. Secara garis besar, pengobatan medis kanker payudara dibagi menjadi dua, yakni

  

1 terapi lokal diantaranya bedah konservatif, mastektomi radikal yang dimodifikasi, dan mastektomi radikal yang direkonstruksi, serta terapi sistemik diantaranya kemoterapi, terapi hormonal dan penggantian sumsum tulang (Smeltzer & Bare, 2002). Beberapa alternatif cara yang dapat dilakukan diantaranya mastektomi saja, mastektomi dengan radioterapi, kemoterapi atau terapi hormon, mastektomi dengan kombinasi dari radioterapi, kemoterapi dan terapi hormone, dan radioterapi atau kemoterapi tanpa mastektomi. Kanker payudara beserta pengobatannya, memiliki dampak fisik maupun psikologis. Dampak fisik berupa mual, kerontokan rambut akibat kemoterapi, kerusakan jaringan lain akibat terapi radiasi, limfedema dan nyeri pada bahu dan lengan setelah operasi. Sedangkan dampak psikologis berupa ancaman dan gangguan terhadap body

  

image , seksualitas, intimasi dari hubungan, konflik dalam pengambilan keputusan terkait

  pilihan pengobatan yang dipilih, ketakutan pada kematian, cemas dan depresi (Osborn, Kathleen, Wraa, & Watson, 2010; Reich, Lesur, & Chevallier, 2008).

  Penyakit kanker payudara juga berkaitan dengan kualitas hidup penderitanya. Kualitas hidup terdiri atas empat dimensi, yaitu kesejahteraan fisik, psikologis, fungsional, dan sosial. Salah satu bentuk penurunan kualitas hidup yang banyak dialami pasien kanker payudara adalah terjadinya penurunan kesejahteraan psikologis (psychological well-being) (Halim, 2003). Menurut Ryff (1989), psychological well-being adalah gambaran kesehatan psikologis individu berdasarkan pemenuhan kriteria fungsi psikologis positif individu tersebut (positive psychological functioning). Fungsi psikologis positif yang dimaksud adalah enam kriteria dasar yang didasari oleh teori-teori psikologi kepribadian, kesehatan mental, maupun psikologi perkembangan. Adapun kriterianya adalah penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, kemandirian, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi.

  Penerimaan diri merupakan ciri utama dari konsep psychological well-being, yang ditandai dengan kemampuan menerima diri apa adanya dari segi positif maupun negatif dan memiliki pandangan positif terhadap masa lalu (Ryff, 1989; Ryff dan Keyes, 1995 dalam Keyes, Smothkin dan Ryff, 2002). Pada penderita kanker payudara yang diketahui sejak dini, maka pembedahan (mastectomy) adalah tindakan yang tepat. Dokter akan mengangkat benjolan serta area kecil sekitarnya yang lalu menggantikannya dengan jaringan otot lain. Pembedahan dilakukan berdasarkan ukuran kanker, letak kanker dan penyebarannya (Ogden, 2004). Masalah yang sering dihadapi setelah proses pembedahan adalah perubahan cara berpikir tentang tubuh dan efeknya terhadap perasaan dan aktivitas seksual. Kebanyakan wanita melihat payudaranya sebagai bagian yang penting dari feminitas dan identitas seksual (Ogden, 2004). Apalagi di kebanyakan budaya, terdapat stereotip seksual yang kuat dimana payudara dianggap secara simbolik berkaitan dengan kehangatan, keibuan, dan kasih sayang. Jika bagian tubuh terpenting yang tampak diamputasi atau dimutilasi, hal ini kemudian menjadi sebuah alasan bahwa body image akan ikut terpengaruh. Oleh karena itu, sulit bagi wanita untuk menerima bahwa pengobatan diartikan sebagai mutilasi atau kehilangan sesuatu yang sangat terkait dengan seksualitas mereka. Kehilangan dari satu atau keduanya akan menambah beban akan fakta bahwa mereka terkena kanker (Ogden, 2004).

  Ryff, dkk (1989; 1995; 2002) menekankan pentingnya menjalin hubungan positif dengan orang lain, yang meliputi kemampuan untuk mencintai orang lain, membina hubungan interpersonal yang hangat dan saling percaya, mempunyai rasa afeksi dan empati yang kuat terhadap orang lain. Pada wanita penderita kanker payudara, perubahan

  

body image yang dialami akan berdampak pada fungsi psikologis dan seksual mereka.

  Mereka dapat mengalami distress karena hal tersebut sehingga biasanya mereka akan mulai memakai baju yang sangat longgar untuk menyamarkan bentuk payudara mereka atau menjadi phobia sosial dan menarik diri dari interaksi dengan orang lain (Tavistock & Routledge, 2002). Kehilangan payudara pada akhirnya dapat menciptakan disfungsi seksual yang parah sebagai bentuk hilangnya self-image, rendahnya self-esteem, hilangnya

  

perceived atrractiveness , rasa malu, dan kehilangan gairah (Tavistock & Routledge,

2002).

  Selanjutnya Ryff, dkk (1989; 1995; 2002) juga menjelaskan mengenai kemandirian sebagai penentuan diri (self-determination), pengendalian perilaku dalam diri, dan pengunaan locus of control yang bersifat internal dalam mengevaluasi diri. Pada sejumlah pasien kanker payudara melaporkan masalah-masalah yang timbul setelah dilakukannya pembedahan. Mulai dari rasa ketidaknyamanan segera setelah pembedahan sampai dengan masalah-masalah kronik seperti kaku, mati rasa, bengkak, dan lelah yang dapat dirasakan selama berminggu-minggu sampai bertahun-tahun. Efek samping lainnya yang juga muncul dari pembedahan lumpectomy ataupun mastectomy adalah terjadinya infeksi dan munculnya sejumlah cairan pada luka bekas pembedahan (Ricks, 2005). Dalam jangka panjang, terdapat risiko komplikasi yang besar, kondisi ini dinamakan lymphedema dimana lengan akan membengkak yang meskipun dapat diatasi namun tidak dapat disembuhkan (Ogden, 2004). Selain itu, permasalahan mendasar lainnya adalah tingkat kekambuhan walaupun telah dioperasi. Bahkan sekitar 90% penderita yang sembuh setelah dioperasi ternyata masih memiliki resiko kekambuhan. Individu yang pernah menderita kanker payudara beresiko tinggi terkena lagi karena faktor DNA (Jemal, 2003). Kondisi ini tentu saja mengganggu dan menghambat kemandirian mereka dalam menjalankan peran dan aktivitas sehari-hari.

  Penguasaan lingkungan melihat kemampuan individu dalam menghadapi berbagai kejadian di luar dirinya dan mengatur sesuai keadaan dirinya sendiri. Individu dapat memilih atau menciptakan lingkungan yang sesuai dengan keadaan dirinya sendiri (Ryff, dkk, 1989; 1995; 2002 ). Pada penderita kanker payudara, vonis dan segala tindakan medis yang dilakukan membuat mereka tidak nyaman di lingkungan, yang muncul dari respon psikologis terkait dengan persepsi mereka tentang ancaman dan stres yang disebabkan oleh penyakit yang diderita meliputi cemas, depresi, menurunnya harga diri, permusuhan dan mudah marah. Hal ini juga termasuk dalam efek sosiologis, yaitu berkurangnya interaksi dengan keluarga dan teman-teman, serta dapat mengurangi partisipasi mereka dalam kegiatan sehari-hari (Baradero, 2007).

  Menurut Ryff, dkk (1989; 1995; 2002), individu harus memiliki tujuan dan arah dalam hidupnya, ia juga merasa bahwa kehidupan di masa lalu dan masa sekarang dapat memberikan makna dalam hidupnya, memiliki keyakinan yang dapat memberikan tujuan dalam hidupnya, dan memiliki target yang ingin dicapai dalam menjalani hidupnya.

  Selanjutnya Ryff, dkk (1989; 1995; 2002) mengatakan bahwa salah satu yang penting dalam pertumbuhan pribadi adalah adanya kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, memiliki keinginan untuk terus berkembang, merealisasikan potensinya, serta dapat melihat kemajuan baik dalam diri maupun perilakunya. Dalam hal ini, para penderita kanker payudara sering menganggap bahwa penyakit yang mereka derita kanker merupakan penyakit seumur hidup. Transisi dari wanita yang sehat, aktif, dan bahagia menjadi seseorang yang menderita kanker payudara serta segala diagnosa dan treatment dapat terjadi dengan sangat cepat yang memungkinkan terjadinya beberapa kesulitan penyesuaian diri (Tavistock & Routledge, 2002). Seperti penyakit kronis lainnya, kanker payudara menimbulkan sejumlah ancaman yang seringkali semakin parah dari waktu ke waktu. Mereka mengenali penyakitnya sebagai “real killer”, yang dapat mengakibatkan rasa sakit, cacat, dan pengrusakan. Pengobatan yang panjang dan melelahkan akibat penyakit tersebut merupakan stresor traumatik tersendiri bagi diri mereka, sebagaimana adanya kebutuhan yang berkelanjutan untuk melakukan pemeriksaan setelah perawatan berakhir, dan kemungkinan dari kambuhnya penyakit tersebut (Bargai, 2009). Pengobatan yang dijalani bukan hanya tidak menyenangkan, akan tetapi juga kompleks dan mengandung tuntutan.

  Adanya pengaruh faktor psikologis terhadap kualitas hidup pasien kanker payudara menunjukkan perlunya suatu penanganan yang komprehensif antara medis dan psikologis.

  Peranan bidang psikologi lebih ditekankan dalam upaya membantu penderita kanker payudara dalam strategi penanganan stres yang dialaminya, untuk membantunya meningkatkan kesejahteraan psikologis (psychological well-being). Strategi penanganan stres (stress coping) adalah kemampuan individu untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan (baik itu tuntutan yang berasal dari individu maupun tuntutan yang berasal dari lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam menghadapi situasi yang menekan (Smet, 1994). Dalam hal ini wanita tidak harus selalu memandang suatu penyakit sebagai sebuah masalah yang harus diubah atau diselesaikan.

  Dalam Drageset, Lindstrom dan Underlid (2010), disebutkan bahwa pengalihan pikiran melalui berbagai aktivitas seperti melakukan hobi, melakukan kegiatan sehari-hari dan menikmati hidup dapat membangun emosi yang positif.

  Tidak semua orang yang mengidap suatu penyakit menemukan hikmah dalam pengalaman sakit yang mereka rasa begitu halnya juga orang yang menderita kanker payudara. Akan tetapi pada kenyataannya tidak sedikit penderita kanker payudara yang bertahan dengan kepasrahan dan keikhlasannya, sehingga diperoleh hikmah yang terkandung di dalam penyakit, yaitu pengalaman perubahan positif yang timbul dari perjuangan dari krisis kehidupan yang besar (Ade & Erlina 2011). Kondisi ini dikenal dengan optimalnya fungsi individu sebagai perwujudan segala potensinya. Individu yang berada dalam kondisi berfungsi secara optimal, memungkinkannya untuk mencapai

  

psychological well-being yang juga optimal. Psychological well-being yang optimal adalah ketika individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki hubungan positif dengan orang lain, mampu mengarahkan tingkah lakunya sendiri, mampu mengembangkan potensi diri secara berkelanjutan, mampu mengatur lingkungan, dan memiliki tujuan dalam hidupnya.

  Salah satu terapi yang bertujuan untuk mengoptimalkan psychological well-being ini adalah well-being therapy (Linley & Joseph, 2004). Terapi ini berupa meningkatkan enam dimensi dari psychological well-being yang dikemukakan Ryff (1989), yaitu penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi. Terapi well-being memiliki dua sudut pandang, yaitu hedonic dan eudomanic (Ryan & Deci, 2001). Pendekatan hedonic memandang well-

  

being dalam konteks kebahagiaan (happiness) yang dialami oleh individu. Pendekatan ini

  mendefinisikan well-being therapy sebagai suatu pencapaian kesenangan (pleasure) dan terhindar dari penderitaan (pain). Sementara itu pendekatan eudomanic berfokus pada makna hidup dan realisasi diri (self-realization). Defenisi well-being menurut pendekatan ini adalah derajat seberapa jauh individu dapat berfungsi secara optimal.

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada sebagian penderita kanker payudara yang dalam kondisi setelah mastectomy dan munculnya kembali kanker payudara di tubuh mereka, memicu masalah emosi yang muncul dari tidak optimalnya dimensi-dimensi psychological well being yang terganggu berkaitan dengan kondisi kesehatan mereka. Nuansa emosi yang mereka miliki cenderung negatif, sehingga perlu upaya untuk membantu mereka memiliki emosi yang positif dengan meningkatkan emosi- emosi positif dan meminimalkan emosi-emosi negatif dalam diri mereka. Emosi-emosi positif nantinya akan membuat mereka lebih mudah untuk menyelesaikan masalah berkaitan dengan kondisi kesehatan mereka. Untuk itu, peneliti tertarik untuk menerapkan

  

well-being therapy kepada wanita penderita kanker payudara dengan menggunakan sudut pandang eudomanic, yaitu agar mereka memiliki pemaknaan diri berkaitan dengan kondisi kesehatan mereka dengan membantu mereka untuk memiliki emosi-emosi yang lebih positif dalam diri mereka. Dengan menggunakan sudut pandang eudomanic, diharapkan wanita penderita kanker payudara dapat fokus pada makna dan realisasi diri untuk kemudian dapat berfungsi secara optimal dalam kondisi sakit mereka.

  B. Identifikasi Masalah

  Berdasarkan pemaparan di atas, maka identifikasi masalah pada penelitian ini adalah mengetahui bagaimana well-being therapy dapat digunakan untuk meningkatkan

  

psychological well-being pada wanita yang menderita kanker payudara. Dalam hal ini

well-being therapy yang diterapkan menggunakan sudut pandang eudomanic, yaitu agar

  wanita penderita kanker payudara memiliki emosi-emosi yang lebih positif untuk dapat berfungsi secara optimal dalam kondisi sakit mereka dengan fokus terhadap makna dan realisasi diri yang mereka miliki.

  C. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran proses penerapan well-being

  

therapy untuk meningkatkan psychological well-being pada wanita penderita kanker

payudara.

  D. Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat dari penelitian ini dibagi menjadi dua, yakni manfaat teoritis dan manfaat praktis seperti yang diuraikan di bawah ini.

  1. Manfaat Teoritis a.

  Sebagai wujud nyata hasil pembelajaran selama perkuliahan yang telah diikuti oleh peneliti di Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, untuk meningkatkan pengetahuan yang telah diterima dalam pelaksanaan secara nyata.

  b.

  Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi literatur, menambah dan memperluas wawasan dalam pengetahuan dan pengembangan aplikasi psikologi khususnya psikologi klinis dewasa, tentang penggunaan well-being therapy pada wanita penderita kanker payudara untuk meningkatkan psychological well-being mereka.

  2. Manfaat Praktis

  a. Pada partisipan penelitian

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan psychological well-being para partisipan.

  b. Pada terapis

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau bahan pertimbangan bagi para terapis yang akan menangani masalah yang berkaitan dengan wanita penderita kanker payudara.

  c. Pada profesi lain di bidang kesehatan

  Diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi bagi profesi dan praktisi di bidang kesehatan yang menangani masalah berkaitan dengan wanita penderita kanker payudara untuk diberikan intervensi yang tepat sehingga mencegah gangguan yang lebih berat.

d. Pada masyarakat dan penderita lain yang memiliki masalah yang sama dengan

  partisipan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para penderita dan juga anggota keluarga wanita penderita kanker payudara serta masyarakat luas tentang penerapan well-being therapy sebagai salah satu intervensi yang dapat meningkatkan psychological well-being pada wanita penderita kanker payudara.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

  Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah:

  Bab I : Pendahuluan Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

  Bab II Tinjauan teoritis

  :

  Bab ini menguraikan tentang tinjauan teoritis dan teori-teori yang menjelaskan dan mendukung data penelitian. Diantaranya adalah teori mengenai kanker payudara, termasuk di dalamnya definisi kanker payudara, penyebab kanker payudara, gejala dan stadium kanker payudara, penanganan serta pengobatan medis kanker payudara, dan juga dampak psikologis individu dengan kanker payudara. Selain itu akan dibahas juga teori mengenai psychological well-being, termasuk di dalamnya defenisi psychological well-being, dimensi psychological

  well-being , dan faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well- being . Selanjutnya akan dibahas juga teori mengenai well-being therapy termasuk di dalamnya definisi well-being therapy, struktur well-being

  therapy , konsep utama well-being therapy, teknik-teknik well-being therapy , dan penerapan well-being therapy terhadap individu dengan

  kanker payudara. Dalam bab ini juga akan dijelaskan tentang hipotesa penelitian.

  Bab III Metode penelitian

  :

  Bab ini berisi penjelasan mengenai metode eksperimen yang digunakan menyangkut identifikasi variabel dalam penelitian, partisipan penelitian, instrumen penelitian, rancangan yang digunakan dalam penelitian validitas serta prosedur penelitian.

  Bab IV : Hasil penelitian dan pembahasan Bab ini berisi mengenai data hasil penelitian dan pembahasan data hasil penelitian dengan teori yang relevan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah ditentukan sebelumnya.

  Bab V : Kesimpulan, diskusi, dan saran Bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan dari apa yang diperoleh di lapangan, diskusi yang merupakan pembahasan, dan pembandingan hasil penelitian dengan teori-teori atau hasil penelitian sebelumnya serta saran untuk penyempurnaan penelitian berikutnya.