Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Line Of Sight (LOS) dan Fresnel Zone pada Perancangan Jaringan Wireless Point To Point: Studi Kasus PT. Solo Jala Buana (SoloNet) ke CV. Connectis Jati Informatika

Analisis Line Of Sight (LOS) dan Fresnel Zone pada Perancangan
Jaringan Wireless Point To Point (Studi Kasus: PT. Solo Jala
Buana (SoloNet) ke CV. Connectis Jati Informatika)

Artikel Ilmiah
Diajukan Kepada
Fakultas Teknologi Informasi
untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer

Oleh:
Andhika Putra Briantama
NIM: 672013103

Program Studi Teknik Informatika
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
September 2017

i


ii

iii

iv

Analisis Line Of Sight (LOS) dan Fresnel Zone pada Perancangan
Jaringan Wireless Point To Point (Studi Kasus: PT. Solo Jala
Buana (SoloNet) ke CV. Connectis Jati Informatika)
1)

2)

Andhika Putra Briantama, Indrastanti Ratna Widiasari

Program Studi Teknik Informatika
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga
Email: 1)672013103@student.uksw.edu, 2)indrastanti@staff.uksw.edu


Abstract
Point to Point Wireless is a wireless communication between two connecting point,
where one point role as client (station) connected with the other point, acting as
transmitting point (access point). The main factors to be considered in wireless Point to
Point is the Line of Sight (LoS) and Fresnel Zone. This analysis becomes important
when there are problems of altitude difference and topographic condition of Surakarta
city area which is a dense urban area and there are many high buildings must be
considered. Analysis Line of Sight (LoS) and Fresnel Zone in construction process of
Point to Point wireless, using Radio Mobile simulator and from Link Budget
calculation. Analysis result using simulator with 2,22 km distance between transmitter,
with 30 m height of client antenna CV. Connectis Jati Informatika and server antenna
PT. Solo Jala Buana (SoloNet) with 20 m height. Calculation result obtained RSL
(Received Signal Level) is greater than Rx Sensitivity -72 dBm. Analysis result was used
to determine the antenna height and signal performance so as to provide
recommendations that can serve as a contribution in realize the wireless Point to Point.
Key Word: Point to Point, LoS, Fresnel Zone, Link Budget
Abstrak
Wireless Point to Point merupakan koneksi komunikasi wireless antara dua titik yang
saling terhubung, dimana satu titik sebagai client (station) yang terhubung dengan satu

titik lainnya bertindak sebagai server pemancar (access point). Faktor utama yang harus
diperhatikan dalam wireless Point to Point adalah Line of Sight (LoS) dan Fresnel Zone.
Analisis ini menjadi penting ketika terdapat permasalahan berupa adanya perbedaan
ketinggian dan kondisi topografi wilayah kota Surakarta yang merupakan perkotaan
yang padat dan terdapat banyak bangunan tinggi harus diperhatikan. Untuk
menganalisis Line of Sight (LoS) dan Fresnel Zone pada perancangan jaringan wireless
Point to Point yaitu dengan menggunakan simulator Radio Mobile dan melalui metode
perhitungan Link Budget. Hasil analisis menggunakan simulator diketahui jarak antar
pemancar 2,22 km, dengan ketinggian antena client 30 m pada CV. Connectis Jati
Informatika dan antena server PT. Solo Jala Buana (SoloNet) setinggi 20 m. Hasil
perhitungan diperoleh nilai RSL (Received Signal Level) lebih besar dari Rx Sensitivity 72 dBm. Hasil dari analisis digunakan untuk mengetahui tinggi antena dan performa
sinyal sehingga dapat memberikan rekomendasi yang dapat dijadikan sebagai
kontribusi dalam merealisasikan wireless Point to Point.
Kata Kunci: Point to Point, LoS, Fresnel Zone, Link Budget
1)

2)

Mahasiswa Fakultas Teknologi Informasi Jurusan Teknik Informatika, Universitas Kristen
Satya Wacana Salatiga.

Staff Pengajar Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
1

1.

Pendahuluan
Perkembangan teknologi jaringan komputer terus mengalami kemajuan
yang sangat pesat, sehingga jarak yang cukup jauh tidak menjadi suatu kendala.
WLAN (Wireless Local Area Network) merupakan suatu solusi terhadap
komukasi yang tidak bisa dilakukan dengan jaringan yang menggunakan kabel.
Saat ini jaringan tanpa kabel sudah marak digunakan dengan memanfaatkan jasa
satelit dan mampu memberikan kecepatan akses yang lebih cepat salah satunya
wireless Point to Point. Wireless Point to Point merupakan koneksi komunikasi
wireless antara dua titik yang saling terhubung, dimana satu titik sebagai client
(station) yang terhubung dengan satu titik lainnya bertindak sebagai server
pemancar (access point).
Line of Sight merupakan sebuah jalur kosong yang ada diantara dua buah
titik. Untuk mendapatkan daerah visual yang bersih pada sebuah Line of Sight,
diantara dua buah titik tersebut sebaiknya diusahakan tidak terdapat hambatan.
Sedangkan daerah Fresnel (Fresnel Zone) didefinisikan sebagai tempat

kedudukan titik sinyal tidak langsung yang berbentuk ellips dalam lintasan
propagasi gelombang radio dimana daerah tersebut dibatasi oleh gelombang
tidak langsung (indirect signal), sehingga diusahakan dijaga agar tidak dihalangi
oleh obstacle (halangan) [1].
Line of Sight (LoS) dan Fresnel Zone juga sangat berpengaruh untuk
mendirikan tinggi antena antar pemancar. Konsep kejernihan zona Fresnel dapat
digunakan untuk menganalisa interferensi dan gangguan yang disebabkan oleh
halangan yang terdapat pada jalur sorotan gelombang radio. Zona yang pertama
harus diletakkan pada suatu ketinggian yang bebas hambatan untuk menghindari
interferensi pada penerimaan gelombang radio. Walaupun demikian, sejumlah
tingkat hambatan masih dapat ditoleransi, sesuai aturan, hambatan maksimum
yang dapat ditoleransi adalah 40%, hambatan yang disarankan adalah kurang
dari 20% [2]. Hal ini diperlukan karena frekuensi yang dipancarkan oleh access
point berupa gelombang sinus, maka dari itu penghitungan tinggi antena dan
Fresnel Zone (jari-jari frekuensi antar dua pemancar) perlu diperhitungkan
dengan tepat.
Faktor utama yang harus diperhatikan dalam wireless Point to Point adalah
Line of Sight (LoS) dan Fresnel Zone. Masalah berupa adanya perbedaan
ketinggian dan kondisi topografi wilayah kota Surakarta yang merupakan perkotaan
yang padat dan terdapat banyak bangunan tinggi harus diperhatikan. Kondisi ini

mengakibatkan adanya gangguan sinyal atau interferensi yang dapat berpengaruh

pada client. Kelemahan lain dari jaringan nirkabel terletak pada kondisi fisik
seperti jarak, karena semakin lemah radio frekuensi yang diterima akses ke
jaringan menjadi lambat, selain itu penghalang berupa tembok tebal (Fresnel
Zone) dan gangguan sinyal (Interferensi Co-Channel) dari komponen lain bisa
menurunkan kekuatan sinyal [2]. Penghalang yang terdapat diantara server dan
client yang mungkin bisa menurunkan performa sinyal harus diperhitungkan.
Faktor lain yang menjadi perhatian adalah faktor teknis dan non teknis. Faktor
teknis meliputi jangkauan jarak, fresnel zone dan interferensi. Faktor non teknis
seperti cuaca, petir, tegangan listrik dan angin. Diperlukan perencanaan dan
perhitungan yang tepat sehingga jaringan wireless Point to Point dapat
2

direalisasikan sesuai yang diharapkan. Untuk itu dibutuhkan suatu cara atau
metode untuk menganalisa perhitungan Line of Sight (LoS) dan Fresnel Zone.
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka sebelum dibangun sebuah
jaringan wireless Point to Point, perlu dikaji secara mendalam perencanaan
infrastruktur jaringan wireless Point to Point karena tanpa perencanaan yang
baik akan mengakibatkan distribusi komunikasi dan informasi menjadi tidak

efektif, hal ini menjadi alasan utama dilakukan penelitian tentang analisis Line
of Sight (LoS) dan Fresnel Zone pada perancangan jaringan wireless Point to
Point dengan menggunakan simulator Radio Mobile dan melalui metode
perhitungan Link Budget. Analisis ini bertujuan untuk memberikan informasi
mengenai keadaan geografis secara visual, mengetahui performa sinyal/koneksi
sehingga dapat memberikan rekomendasi guna menambah efektifitas
penggunaan jaringan wireless Point to Point, dan untuk memperhitungkan tinggi
maupun penempatan antena agar terhindar dari penghalang.
2.

Tinjauan Pustaka
Pada penelitian Jamlean dibahas tentang gambaran rencana infrastruktur
jaringan backbone yang berbasis pada teknologi wireless pada kabupaten
Tambrauw yang berfungsi menentukan lokasi koordinat untuk penempatan
berbagai peralatan jaringan yang mendukung pengembangan teknologi wireless.
Survei lapangan dilakukan di tujuh distrik dengan menggunakan GPS (Global
Positioning System) dan analisis topografi menggunakan software Global
Mapper 11.02 juga Google Eart 6.0.0.1735 (beta). Survei dilakukan dengan
mempertimbangkan visual Line of Sight dan memperhitungkan radius Fresnel
Zone. Hasilnya diperoleh 20 titik koordinat lokasi sebagai kandidat penempatan

peralatan jaringan dengan sekali hop tanpa repeater [3].
Penelitian Ismail dkk. membahas tentang analisis faktor kelengkungan bumi
dan menghitung daerah Fresnel yang digunakan untuk perencanaan
pembangunan tower BTS. Perencanaan pembangunan tower BTS di atas tanah
(green field) perlu memperhatikan kedua parameter tersebut karena daerah
Fresnel menentukan area yang tertransmisi sinyal secara efektif, faktor
kelengkungan bumi merupakan variabel yang dapat mempengaruhi proses
transmisi sinyal karena keadaan bumi tidak selamanya konstan sehingga perlu
dilakukan analisis guna mendapatkan lokasi yang sesuai untuk perencanaan
pembangunan tower BTS [4].
Penelitian Firmansyah dkk. menjelaskan dalam merencanakan desain radio
link, pencapaian kondisi LOS (Line of Sight) dan analisa link budget menjadi
permasalahan yang harus dipecahkan, dengan metodologi penyelesaian berupa
survei lokasi dan menghitung kalkulasi link budget yang diperlukan. Analisa
juga dilakukan untuk mengetahui ketinggian minimum antena yang diperlukan
dengan menghitung jari-jari Fresnel zone, dan diperoleh tinggi antena 15-25-2510 (meter) untuk tiap titik lokasi. Desain ini juga dirancang untuk tercapainya
suatu sistem dengan High Availability sebagai backbone jaringan antara satrad
dengan Kosek IV [5].
Berdasarkan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan terkait
perancangan infrastruktur jaringan backbone, analisis perencanaan

3

pembangunan BTS, dan desain perencanaan radio link maka dilakukan penelitian
yang membahas tentang Analisis Line of Sight (LoS) dan Fresnel Zone Pada
Perancangan Jaringan Wireless Point to Point dari PT. Solo Jala Buana
(SoloNet) ke CV. Connectis Jati Informatika. Tujuan dari analisis ini untuk
memberikan informasi mengenai keadaan geografis secara visual, mengetahui
performa sinyal/koneksi sehingga dapat memberikan rekomendasi guna
menambah efektifitas penggunaan jaringan wireless Point to Point, dan untuk
memperhitungkan tinggi maupun penempatan antena agar terhindar dari
penghalang.
Link Budget merupakan sebuah metode untuk menghitung mengenai semua
parameter dalam transmisi sinyal, mulai dari gain dan losses dari Tx sampai Rx
melalui media transmisi. Link Budget dihitung berdasarkan jarak antara
transmitter (Tx) dan receiver (Rx). Link Budget juga dihitung karena adanya
penghalang antara Tx dan Rx misal gedung atau pepohonan. Link Budget juga
dihitung dengan melihat spesifikasi yang ada pada antena [6]. Pada perhitungan
Link Budget ada beberapa hal yang harus diperhatikan seperti berikut ini.

Gambar 1 System Operating Margin [6]


Gambar 1 menunjukkan ada banyak parameter input yang dibutuhkan dalam
perhitungan radio Link Budget, sementara ada tiga output yang dihasilkan yaitu
Free Space Path Loss/FSPL (dB), Rx/Received Signal Level (dBm), dan System
Operating Margin/SOM (dB). Untuk dapat menghitung ketiga output tersebut,
maka perlu memasukan parameter-parameter seperti: Frequency (MHz) yang
digunakan pada komunikasi, Distance (Miles/km) antara pemancar dan
penerima, Tx Power (dBm) daya pancar, Tx Cable Loss (dB) redaman di kabel
dan konektor dari antena ke pemancar, Tx Antenna Gain (dBi) penguatan antena
pada pemancar, Free Space Path Loss/FSPL (dB) daya yang hilang di ruang
bebas tanpa hambatan, Rx Antenna Gain (dBi) penguatan antena pada penerima,
Rx Cable Loss (dB) redaman kabel dari antena ke penerima, dan Rx Sensitivity
(dBm) sensitivitas penerima [6].
4

Free Space Path Loss bisa juga disebut rambatan dalam ruang bebas karena
pada saat sinyal meninggalkan antena, sinyal dapat berpropagasi atau lepas ke
udara. Antena yang digunakan menentukan bagaimana propagasi terjadi.
Terdapat dua parameter yang dibutuhkan dalam perhitungan Free Space Path
Loss (FSPL) yaitu Frekuensi sinyal radio (MHz) dan Jarak antar antena

(Miles/km) [7]. Untuk mencari nilai Free Space Path Loss (FSPL) dapat
dirumuskan dengan Perasamaan 1.

Dimana:
d = jarak (km)
f = frekuensi kerja (MHz)
Free Space Path Loss (FSPL) pada frekuensi 2.4 GHz untuk beberapa jarak yang
banyak digunakan di RT/RW-net dilampirkan pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1 Free Space Path Loss

Jarak (km)

Free Space Path Loss (dB)

1

99.8

2

105.8

3

109.8

4

112.2

5

114

6

115.6

7

116.9
Sumber: telkomspeedy [7]

Link Budget adalah nilai yang menghitung semua gain dan loss antara
pengirim dan penerima, termasuk atenuasi, penguatan/gain antena, dan loss
lainnya yang dapat terjadi. Link Budget dapat berguna untuk menentukan berapa
banyak power yang dibutuhkan untuk mengirimkan sinyal agar dapat dimengerti
oleh penerima sinyal [8]. Rumus yang digunakan untuk menghitung Link Budget
dapat dirumuskan dengan Perasamaan 2.

Dimana:
Tx Power = daya pancar (dBm)
Tx Cable Loss = redaman di kabel dan konektor dari antena ke pemancar (dB)
Tx Antenna Gain = penguatan antena pada pemancar (dBi)
5

FSPL = daya yang hilang di ruang bebas tanpa hambatan (dB)
Rx Antenna Gain = penguatan antena pada penerima (dBi)
Rx Cable Loss = redaman kabel dari antena ke penerima (dB)
Dari rumus perhitungan Rx Signal Level maka telah didapatkan nilai Link
Budget, selanjutnya dilanjutkan dengan perhitungan SOM (System Operation
Margin) untuk mengetahui baik dan buruknya sinyal. Jika nilai SOM positive,
maka sinyal tersebut dikatakan baik. Sebaliknya, apabila nilai SOM negative,
maka sinyal tersebut perlu diperbaiki dan perlu dihitung ulang dalam
penggunaan perangkatnya [9]. Status SOM dapat diketahui dalam Tabel 2
berikut ini.
Tabel 2 Status System Operating Margin

Status SOM

Keterangan SOM

Excellent

Link bekerja dengan kehandalan yang tinggi,
ideal untuk aplikasi yang menuntut kualitas
link tinggi. Fade Margin/SOM tingkat lebih
dari 22 dB

Good

Link harus memberikan browser yang baik.
Tingkat Fade Margin/SOM adalah 14 - 22 dB

Normal

Link tidak akan stabil sepanjang waktu, tetapi
harus bekerja dengan baik. Tingkat Fade
Margin/SOM adalah 14 dB atau lebih rendah
Sumber: tp-link [9]

Untuk mencari nilai SOM (System Operation Margin) dapat dirumuskan dengan
Persamaan 3.

Dimana:
Rx/Received Signal Level = hasil perhitungan Link Budget (dBm)
Rx Sensitivity = sensitivitas penerima (dBm)
Konsep kejernihan zona Fresnel dapat digunakan untuk menganalisa
interferensi dan gangguan yang disebabkan oleh halangan yang terdapat pada
jalur sorotan gelombang radio. Faktor clearance berguna untuk menentukan
tinggi menara Tx – Rx. Dalam kondisi ini biasanya masih mentolerir
menggunakan clearence 80% dari perhitungan FZC tersebut. Tabel 3 berikut
memperlihatkan Fresnel Zone Clearence (FZC) untuk beberapa jarak yang
sering digunakan [10].

6

Tabel 3 Fresnel Zone Clearence

Jarak (km)

80% FZC (m)

1
2
3
4
5
6
7

4.32
6.2
7.8
8.94
9.96
10.88
11.73

10

14.08
Sumber: telkomspeedy [10]

Rumus yang digunakan untuk menghitung Fresnel Zone Clearence (FZC) dapat
dirumuskan dengan Persamaan 4.

Dimana:
R = radius Fresnel Zone (m)
d = jarak (km)
f = frekuensi kerja (GHz)
3.

Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode NDLC
(Network Development Life Cycle). Metode NDLC terbagi dalam beberapa
tahapan, yaitu: Analysis, Design, Simulation Prototyping, Implementation,
Monitoring, Management yang dapat digambarkan seperti pada Gambar 2 [11].

Gambar 2 Metode NDLC
7

Pada metode NDLC tahap pertama dimulai dengan analysis. Pada tahap
awal (analysis) ini dilakukan pengumpulan data dan informasi kemudian
dilakukan observasi dan pengecekan langsung (survey) untuk mendapatkan hasil
sesungguhnya dan gambaran seutuhnya sebelum masuk ke tahap design. Survey
biasa dilengkapi dengan alat ukur seperti Global Positioning System (GPS) dan
alat lain sesuai kebutuhan untuk mengetahui detail yang dilakukan.
Setelah itu dilakukan analisis melalui simulator Radio Mobile terkait dengan
Line of Sight (LoS) dan Fresnel Zone dan melakukan perhitungan Link Budget
untuk mengetahui pengaruhnya terhadap parameter performa jaringan yaitu:
FSPL (Free Space Path Loss), Received Signal Level, SOM (System Operating
Margin), FZC (Fresnel Zone Clearance).

Gambar 3 Titik Koordinat Dan Kondisi Topografi

Pada Gambar 3 dijelaskan jika CV. Connectis Jati Informatika berjarak 1,38
mil -> 2,22 km dari server utama PT. Solo Jala Buana (SoloNet). CV. Connectis
Jati Informatika berada pada ketinggian 321 kaki -> 98 mdpl (meter di atas
permukaan laut), sedangkan server utama PT. Solo Jala Buana (SoloNet) berada
pada ketinggian 344 kaki -> 105 mdpl (meter di atas permukaan laut).
Untuk membangun sebuah jaringan WLAN diperlukan penggambaran titik
koordinat dan kondisi topografi antar pemancar. Jaringan WLAN didirikan dari
server PT. Solo Jala Buana (SoloNet) yang beralamat di Jl. Arifin No.129
Kepatihan Kulon, Jebres, Kota Surakarta ke CV. Connectis Jati Informatika
yang beralamat di Jl. Nuri IV Mangkubumen, Banjarsari, Kota Surakarta.
Berikut gambaran tinggi tower yang terdapat pada client CV. Connectis Jati
Informatika.

8

Gambar 4 Tower Client CV. Connectis Jati Informatika

Tinggi tower yang sudah dibangun pada server utama PT. Solo Jala Buana
(SoloNet) adalah setinggi 20 meter, sedangkan tinggi tower yang terdapat pada
client CV. Connectis Jati Informatika adalah 40 meter, akan tetapi tinggi antena
client yang mengarah pada server PT. Solo Jala Buana (SoloNet) hanya setinggi
30 meter seperti pada Gambar 4.
Tabel 4 merupakan hasil pengukuran lokasi yang digunakan sebagai
jaringan wireless Point to Point. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan
Google Earth.
Tabel 4 Hasil Pengukuran Lokasi Wireless Point to Point

Lokasi
Pengukuran

Alamat

Titik
Koordinat

Elevasi
(mdpl)

Tinggi
Antena (m)

Access
Point_PT. Solo
Jala Buana
(SoloNet)

Jl. Arifin No.129
Kepatihan Kulon,
Jebres, Kota
Surakarta

-7.559366,
110.831546

105 mdpl

20 m

Station_ CV.
Connectis Jati
Informatika

Jl. Nuri IV
Mangkubumen,
Banjarsari, Kota
Surakarta

-7.554955,
110.811924

98 mdpl

30 m

9

Dari data yang didapatkan sebelumnya, tahap design dilakukan untuk
membuat design topology jaringan wireless Point to Point yang dibangun, yang
dirancang dan disimulasikan. Dari gambar ini nantinya dapat memberikan
gambaran seutuhnya dari kebutuhan yang ada.

Gambar 5 Desain Topologi Point to Point

Gambar 5 merupakan topologi yang digunakan untuk implementasi jaringan
wireless Point to Point. Dari desain topologi yang ada dapat diketahui
perangkat-perangkat yang digunakan pada jaringan wireless Point to Point
antara lain: Grid Parabolic Antenna, Outdoor Box (Tibox), Routerboard, Poe
Adapter, Adapter 24 Volt, Kabel UTP.
Tidak hanya hardware saja yang diperlukan, di sisi perangkat lunak
(Software) juga sama diperlukannya. WinBox, adalah alat atau tools untuk
melakukan konfigurasi mikrotik yang berbasis Graphic User Interface (GUI).
Sehingga lebih memudahkan pengguna dalam mengoperasikan mikrotik
dibanding menggunakan terminal mikrotik.
Tahap Simulation Prototyping dimaksudkan untuk melihat kinerja awal dari
network yang dibangun. Pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan data
kualitas performa jaringan wireless Point to Point terhadap paramater performa
jaringan. Secara garis besar, alir penelitian ditunjukkan dalam Gambar 6.

Gambar 6 Diagram Alir Penelitian
10

Gambar 6 menunjukkan alir penelitian dimulai dengan pemeriksaan titik
koordinat dan kondisi topografi menggunakan Google Earth, hal ini bertujuan
untuk mendapatkan hasil sesungguhnya dan gambaran seutuhnya jalur wireless
Point to Point, selanjutnya adalah menentukan tinggi antena dan frekuensi
antena yang digunakan 2.4 GHz. Frekuensi 2.4 GHz dapat digolongkan sebagai
gelombang mikro (microwave) yang memiliki karakteristik merambat sejajar
garis lurus sehingga kualitas transmisi yang terbaik akan diperoleh apabila kedua
piranti yang menggunakan frekuensi ini berada pada jangkauan jarak pandang
(Line of Sight) dan tidak terdapat halangan diantaranya, meskipun begitu
sebenarnya gelombang 2.4 GHz juga relatif dapat memantul dan menembus
benda-benda yang tidak solid, namun ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara
lain kualitas medium (interferensi, propagasi sinyal, derau/noise), tenaga atau
daya yang digunakan oleh peranti dan medium penghalangnya sendiri. Tahap
selanjutnya membuat Fresnel Zone WLAN menggunakan simulator Radio
Mobile, yang memiliki fungsi untuk merencanakan pola radiasi radio dan
memprediksi kinerja sistem radio, dapat diketahui Line of Sight (LoS) dan
Fresnel Zone.

Gambar 7 LoS & Fresnel Zone Client - Server

Gambar 7 merupakan hasil simulasi LoS dan Fresnel Zone menggunakan
simulator Radio Mobile. CV. Connectis Jati Informatika berjarak 2,22 km dari
server utama PT. Solo Jala Buana (SoloNet). Client CV. Connectis Jati
Informatika nilai Latitude -7.554955º, Longitude 110.811924º, Ground
Elevation 98 m dan pada server utama PT. Solo Jala Buana (SoloNet) nilai
Latitude -7.559366º, Longitude 110.831546º, Ground Elevation 105 m. Jarak
antar pemancar, titik koordinat, dan elevasi tersebut didapatkan berdasarkan
pengukuran melalui Google Earth. Tx/Rx Antenna Gain adalah 24 dBi dan
Frequency yang digunakan adalah 2400 MHz atau 2.4 GHz. Jika dilakukan
pemasangan antena pada CV. Connectis Jati Informatika dengan ketinggian
antena 30 meter dan pada server utama PT. Solo Jala Buana (SoloNet) dengan
ketinggian antena 20 meter, didapatkan nilai Free Space Loss 106.59 dB dan
11

nilai Fade Margin 86.82 dB, maka menghasilkan sinyal/koneksi yang baik
karena diketahui Line of Sight (LoS) dan Fresnel Zone yang dimiliki tidak sama
sekali terkena obstacle atau halangan.
Tahap implementation merupakan tahap lanjutan dari simulation
prototyping dengan mengacu pada simulation prototyping yang telah dilakukan.
Hasil dari tahap simulation prototyping digunakan sebagai acuan dalam
pemberian rekomendasi yang tepat bagi perancangan jaringan wireless Point to
Point. Setelah dilakukan simulasi jaringan yaitu dengan mengukur Line of Sight
(LoS) dan Fresnel Zone, maka dilakukan implementasi pada jaringan wireless
Point to Point dari PT. Solo Jala Buana (SoloNet) ke CV. Connectis Jati
Informatika.
Setelah diimplementasikan, tahap monitoring merupakan tahapan penting
agar jaringan wireless Point to Point dan komunikasi dapat berjalan lancar
sesuai dengan tujuan awal dari pengguna pada tahap analysis, maka diperlukan
kegiatan monitoring. Meliputi infrastruktur hardware dan memperhatikan
jalannya packet data jaringan.
Pada level management atau pengaturan, salah satu yang menjadi perhatian
khusus adalah masalah kebijakan (policy). Kebijakan perlu dibuat untuk
membuat dan mengatur agar sistem yang telah dibangun dan berjalan dengan
baik dapat berlangsung lama dan unsur reliability terjaga.
4.

Hasil Dan Pembahasan
Sebelum melakukan perhitungan, dilakukan pendataan spesifikasi pada alat
yang digunakan sebagai parameter untuk menghitung Link Budget. Pada
perancangan jaringan wireless Point to Point ini antena yang digunakan adalah
Grid Parabolic Antenna TL-ANT2424B yang memiliki Gain 24 dBi. Parameter
perhitungan Link Budget dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Parameter Link Budget

PARAMETER
Transmitter
(Tx)
Receiver (Rx)

Distance Frequency
(km)
(MHz)
2,22 km

Antenna
Gain
(dBi)

Cable
Loss
(dB)

Tx
Power
(dBm)

Rx
Sensitivity
(dBm)

24 dBi

2 dB

27 dBm

-

24 dBi

3 dB

-

-72 dBm

2400 MHz

Diketahui nilai:
Tx Antena Gain = 24 dBi (Decible Isotropic)
Rx Antena Gain = 24 dBi (Decible Isotropic)
Frequency = 2.4 GHz = 2400 MHz
Rx Sensitivity = -72 dBm (Decible milliWatt)
Loss Kabel = 0,1
Tx Cable Loss = 20 m (tinggi antena) = 20 * 0,1 (Loss Kabel) = 2 dB (Decible)
Rx Cable Loss = 30 m (tinggi antenna) = 30 * 0,1 (Loss Kabel) = 3 dB
Tx Power = 27 dBm (Decible milliWatt)
Distance (jarak) = 2.22 km = 1.38 mil
12

Parameter – parameter ini merupakan standar nilai yang dimiliki antena
Grid Parabolic TL-ANT2424B yang digunakan untuk menghitung Link Budget
antena tersebut. Antena Grid Parabolic TL-ANT2424B berdiameter 1000 mm x
600 mm memiliki berat 3,5 kg, beroperasi di band 2,4 – 2,5 GHz dan
menyediakan operasi directional 24 dBi. Antena ini digunakan untuk outdoor,
memiliki gain yang tinggi dan jangkauan hingga 56 km. Untuk mencari nilai
Free Space Path Loss (FSPL) dapat dihitung dengan Perasamaan 1.

Redaman ruang bebas atau Free Space Path Loss merupakan penurunan
daya gelombang radio selama merambat di ruang bebas. Redaman ini
dipengaruhi oleh besar frekuensi dan jarak antara titik pengirim dan penerima
[7]. Didapatkan besarnya redaman ruang bebas atau nilai FSPL sebesar 107 dB.
Nilai FSPL ini selanjutnya digunakan untuk menghitung Rx Signal Level dengan
menambahkan parameter-parameter lain sesuai dengan rumus.
Link Budget dihitung berdasarkan jarak antara transmitter (Tx) dan receiver
(Rx). Link Budget juga dihitung karena adanya penghalang antara Tx dan Rx
misal gedung atau pepohonan. Link Budget juga dihitung dengan melihat
spesifikasi yang ada pada antenna [6]. Perhitungan Link Budget merupakan
perhitungan level daya yang dilakukan untuk memastikan bahwa level daya
penerimaan lebih besar atau sama dengan level daya threshold. Tujuannya untuk
menjaga keseimbangan gain dan loss guna mencapai SNR (Signal to Noise
Ratio) yang diinginkan di receiver. Sementara sinyal yang diterima (Rx signal
level) dapat dihitung dengan menambahkan dan mengurani daya pancar (TX
power) dengan berbagai parameter yang ada. Untuk menghitung Link Budget
dapat dicari dengan Perasamaan 2.

RSL (Receive Signal Level) adalah level sinyal yang diterima dipenerima
dan nilainya harus lebih besar dari sensitivitas perangkat penerima. Sensitivitas
perangkat penerima merupakan kepekaan suatu perangkat pada sisi penerima
yang dijadikan ukuran threshold [8]. Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan
diperoleh nilai RSL (Received Signal Level) sebesar -37 dBm, lebih besar dari Rx
Sensitivity -72 dBm, setelah mempunyai semua data atau parameter yang
dibutuhkan, selanjutnya dapat menghitung System Operating Margin (SOM)
untuk meyakinkan bahwa system yang dikerjakan dapat bekerja secara benar.
13

Pada dasarnya System Operating Margin (SOM) menghitung selisih antara
sinyal yang di terima dengan sensitifitas penerima. Untuk mencari nilai SOM
(System Operation Margin) dapat dihitung dengan Persamaan 3.

System Operating Margin (SOM) merupakan ukuran untuk baik buruknya
koneksi WLAN yang dipasang. Koneksi yang baik harus menghasilkan SOM
antara 10 - 15 dB, dikarenakan untuk mengurangi efek Fading dan Multipath
yang bisa menganggu sinyal. Hasil perhitungan SOM menunjukan nilai 35 dB
dimana telah melebihi batas minimal nilai SOM yang dibutuhkan, sehingga
koneksi sangat layak digunakan [9].
Fresnel Zone Clearence merupakan diameter antara antena pemancar
dengan antena penerima dimana diantara kedua antena tersebut ada penghalang.
Clearence ini menentukan tinggi antena minimal yang perlu disiapkan agar
sinyal dapat diterima dengan baik oleh penerima. Untuk memperoleh sinyal
yang baik, ketinggian tower biasanya lebih tinggi daripada clearance [10].
Berikut perhitungan dari Fresnel Zone Clearence (FZC) dapat dihitung dengan
Persamaan 4.

Dari hasil perhitungan diperoleh besarnya R adalah 8,33 m dan 80% FSC
adalah 6,66 m. Nilai FZC ini dihitung berdasarkan kondisi permukaan bumi
yang datar. Karena dengan wifi pada frekuensi 2.4 GHz ini jaraknya tidak bisa
sejauh jarak antena microwave, yang jaraknya bisa lebih jauh.
Dari hasil perhitungan yang berdasarkan data dari parameter Link Budget
maka diperoleh hasil seperti pada Tabel 6 yang memperlihatkan hasil
perhitungan dari Link Budget. Hasil perhitungan meliputi FSPL (Free Space
Path Loss), Received Signal Level, SOM (System Operating Margin), dan FZC
(Fresnel Zone Clearance).
Tabel 6 Hasil Perhitungan Link Budget

Free Space Path
Loss/FSPL (dB)

Rx Signal Level
(dBm)

System Operating
Margin/SOM
(dB)

80% Fresnel Zone
Clearance/FZC
(m)

107 dB

-37 dBm

35 dB

6,66 m

14

Dengan perangkat yang ada, power yang diterima oleh access point yang
diset sebagai receiver sebesar -37 dBm. Sedangkan access point itu sendiri
memiliki sensitivity sebesar -72 dBm dan diperoleh nilai SOM 35 dB. Ini artinya,
perangkat yang digunakan menghasilkan sinyal atau koneksi yang baik.

Gambar 8 Fresnel Zone Client – Server

Gambar 8 menjelaskan jika dilakukan pembangunan antena pada CV.
Connectis Jati Informatika dengan ketinggian 30 meter dan PT. Solo Jala Buana
(SoloNet) setinggi 20 meter menggunakan antena yang mempunyai Antenna
Gain 24 dBi dan Tx Power antena 27 dBm, menghasilkan sinyal atau koneksi
yang baik karena Fresnel Zone yang dimiliki tidak sama sekali terkena obstacle
atau halangan. Ketinggian antena pada pemancar dan penerima akan
mempengaruhi tinggi dari Fresnel Zone dimana semakin tinggi antena maka
halangannya semakin kecil.
5.

Simpulan
Dari hasil analisis Line of Sight (LoS) dan Fresnel Zone pada perancangan
jaringan wireless Point to Point menggunakan simulator Radio Mobile dan
analisa perhitungan Link Budget maka dapat disimpulkan, semakin jauh jarak
kedua antena maka semakin tinggi Fresnel Zone yang didapat. Ketinggian
antena pada pemancar dan penerima akan mempengaruhi tinggi dari Fresnel
Zone dimana semakin tinggi antena maka halangannya semakin kecil.
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai RSL (Received Signal Level) lebih
besar dari Rx Sensitivity -72 dBm, sehingga kinerja antar pemancar menjadi
maksimal dan dapat saling berkomunikasi dengan baik. Diperoleh nilai SOM 35
dB, hal ini dapat diartikan bahwa status SOM adalah Excellent dikarenakan Fade
Margin/SOM tingkat lebih dari 22 dB. Link bekerja dengan kehandalan yang
tinggi, dan ideal untuk aplikasi yang menuntut kualitas link tinggi. Berdasarkan
hasil simulasi menggunakan simulator Radio Mobile, maka direkomendasikan
penggunaan antena yang beroperasi di band 2,4 – 2,5 GHz dan mempunyai
Antenna Gain 24 dBi dan Tx Power antena 27 dBm. Ketinggian antena pada
client CV. Connectis Jati Informatika direkomendasikan dengan ketinggian 30
meter dan server PT. Solo Jala Buana (SoloNet) setinggi 20 meter, kondisi ini
menghasilkan sinyal/koneksi yang baik karena Line of Sight dan Fresnel Zone
yang dimiliki tidak sama sekali terkena obstacle atau halangan.
15

Adapun masukan dan saran yang ingin disampaikan terkait perancangan
jaringan wireless Point to Point, melakukan survei secara real di lapangan
karena di Google Earth hanya mengenal tinggi permukaan tanah tanpa
memeperhitungkan hambatan-hambatan real yang ada di lapangan, setelah
dilakukan finalisasi jalur Point to Point, diperlukan pemilihan dan pengaturan
channel yang tepat pada access point agar tidak terjadi interferensi yang dapat
mengganggu kualitas kekuatan sinyal pada access point.
6. Daftar Pustaka
[1] Mulyanta, S.Si, Edi S. 2005. “Pengenalan Protokol Jaringan Wireless
Komputer”. Penerbit Andi. Yogyakarta.
[2] Nugroho, D., 2012. “Zona Fresnel”. http://djarotnugroho.blogspot.co.id
/2012/08/. Diakses tanggal 2 Juli 2017.
[3] Jamlean, A., 2015. “Perancangan Infrastruktur Jaringan Backbone
Komunikasi Data Di Kabupaten Tambraum”. Jurnal Teknologi dan
Rekayasa, Universitas Gunadarma. Volume 20 No. 1 April.
[4] Ismail, dkk., 2015. “Analisis Perencanaan Pembangunan Bts (Base
Transceiver Station) Berdasarkan Faktor Kelengkungan Bumi Dan Daerah
Fresnel Di Regional Project Sumatera Bagian Selatan”. Jurnal Sains dan
Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. Vol IX
No. 1 Juni.
[5] Firmansyah, dkk., 2010. “Desain Perencanaan Radio Link untuk
Komunikasi Data Radar Satuan Radar 242 TWR dengan Kosek Hanudnas
IV Biak”. Jurnal Teknik Elektro, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya.
[6] Purbo, O. W., 2015. “Menghitung Link Budget”. http://opensource.
telkomspeedy.com/wiki/index.php/WiFi:_Menghitung_Link_Budget. Diakses
tanggal 7 Juli 2017.
[7] Purbo, O. W., 2010. “Kalkulasi Free Space Loss (FSL)”. http://opensource.
telkomspeedy.com/wiki/index.php/WiFi:_Kalkulasi_Free_Space_Loss_%28
FSL%29. Diakses tanggal 7 Juli 2017.
[8] Rizal, M., 2016. “Jaringan Nirkabel”. Modul Prodi Teknik Informatika
Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Darussalam Gontor.
[9] Cielva, C., 2011. “Menghitung Kekuatan Sinyal Wireless”.
http://silvananikmah.blogspot.co.id/2011/09/menghitung-kekuatankekuatan-sinyal.html. Diakses tanggal 10 Juli 2017.

16

[10] Purbo, O. W., 2010. “Kalkulasi Fresnel Zone Clearence”. http://opensource.
telkomspeedy.com/wiki/index.php/WiFi:_Kalkulasi_Fresnel_Zone_Clearenc
e. Diakses tanggal 7 Juli 2017.
[11] Kurniawan, A., 2012. “Metodologi Jaringan”. http://arifkurniawan03
.blogspot.co.id/2012/12/metodologi-jaringan.html. Diakses pada tanggal 18
Juni 2017.

17

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Instrumen Penilaian Ranah Sikap dengan Menggunakan Skala Likert untuk Kelas V Semester 2 Berdasarkan Kurikulum 2013

0 0 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Instrumen Penilaian Ranah Sikap dengan Menggunakan Skala Likert untuk Kelas V Semester 2 Berdasarkan Kurikulum 2013

0 0 30

3.2. Definisi Konsep - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Instrumen Penilaian Ranah Sikap dengan Menggunakan Skala Likert untuk Kelas V Semester 2 Berdasarkan Kurikulum 2013

0 0 12

52 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 4.1 Deskripsi Hasil Penelitian Dan Pengembangan 4.1.1 Hasil Analisis Kebutuhan

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Instrumen Penilaian Ranah Sikap dengan Menggunakan Skala Likert untuk Kelas V Semester 2 Berdasarkan Kurikulum 2013

0 1 52

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan dan Implementasi Pemetaan Lokasi Wisata Kepulauan Kei berbasis Android

1 2 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Aplikasi Informasi Rumah Sakit Kota Salatiga Berbasis Android dengan Memanfaatkan Google Maps API

0 0 20

Perancangan Dan Implementasi Informasi Inventori Dengan Metode FIFO Berbasis Web Dengan Framework CodeIgniter ARTIKEL ILMIAH

0 3 23

Perancangan Aplikasi Mobile E-Land Untuk Sistem Informasi Pertanahan Menggunakan Google Maps Berbasis Android Tugas Akhir - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Aplikasi Mobile E-Land untuk Sistem Informasi Pertanahan

0 1 23

Simulasi Dan Analisis Kinerja Routing Protokol BGP Dan IS-IS Pada Jaringan Metro Ethernet Artikel Ilmiah

0 2 25