TELAAH TEORITIK MENGENAI HUBUNGAN HUKUM DENGAN KEKUASAAN PADA ERA REZIM ORDE BARU
Al’ Adl, Volume VIII Nomor 1, Januari-April 2016
ISSN ELEKTRONIK 2477-0124
TELAAH TEORITIK MENGENAI HUBUNGAN HUKUM
DENGAN KEKUASAAN PADA ERA REZIM ORDE BARU
(The Theoretical Study on Relation
Between Law And The Power in The New Order Regime)
F. A. ABY
Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat
Jl. Brigjen Hasan Basri Banjarmasin Kalimatan Selatan
Email : abby57bjb@gmail.com
Abstract
There are many countries in the world who claim that they are democratic
country, one of them is Indonesia. In order to assess how far these countries have
actually been implementing democracy, there are some parameters that can be
used. One among these parameters is the supremacy rule of law. Furthermore, as
a democratic country who have been turn out for more than 32 years under new
order regime, Indonesia has shown denial to this rule of law. It can be proved
with presence of various forms of abuse of power or arbitrariness. The law that
should be served as power control, in fact has been turned out to used as a
subordinate of power by new order regime.
Keywords: Theoretical study, law, new orde rezim.
Abstrak
Dari sekian banyak negara-negara di dunia yang mengklaim dirinya sebagai
negara demokrasi, salah satu di antaranya adalah indonesia. Untuk menilai sampai
seberapa jauh negara-negara tersebut benar-benar telah melaksanakan demokrasi,
ada beberapa parameter yang dapat dapat digunakan untuk itu. Salah satu di antara
parameter tersebut adalah tegaknya supremasi hukum. Indonesia yang katanya
sebagai negara demokrasi, ternyata selama lebih dari 32 tahun rezim orde baru
berkuasa telah memperlihatkan pengingkaran terhadap supremasi hukum dengan
adanya berbagai macam bentuk penyalahgunaan kekuasaan atau kesewenangwenangan. Hukum yang semestinya berfungsi sebagai alat kontrol kekuasaan,
oleh rezim orde baru ternyata ternyata telah dijadikan sebagai subordinat dari
kekuasaan
Kata Kunci : Telaah teoritik, hukum, era orde baru.
Halaman
20
Al’ Adl, Volume VIII Nomor 1, Januari-April 2016
PENDAHULUAN
Ketika para founding fathers
sepakat untuk menyatakan bahwa
negara
indonesia
adalah
negara
presiden sekalipun, apabila perilaku
atau tindakannya melanggar hukum,
haruslah diproses
semua orang mempunyai kedudukan
yang
sama
dihadapan
hukum
(equality before the law) atau tidak
seorangpun
yang
mempunyai
kedudukan diatas hukum (above of
law), berarti sejak ketika itu pula
hukum sudah diposisikan sebagai
panglima
di
dalam
bermasyarakat,
kehidupan
berbangsa,
dan
bernegara.
yang memilih negara hukum sebagai
kemudian
dituangkan
ke
dalam konstitusi. Dengan demikian,
sudah
barang
tentu
merupakan
konsekuensi logis apabila tegaknya
supremasi hukum adalah menjadi
suatu keharusan. Dengan pengertian
yang lain, bahwa perilaku atau
tindakan
apapun
yang
Perjalanan
sejarah
bangsa
membawa kepada suatu perubahan
dengan segala konsekuensinya. Sejak
proklamasi hingga sekarang telah
terjadi
beberapa
kali
pergantian
rezim yang berkuasa, baik yang telah
terjadi melalui mekanisme pemilihan
umum
(pemilu)
maupun
tidak,
seperti tumbangnya kekuasaan rezim
orde lama dan rezim orde baru.
Tumbangnya kekuasaan dari kedua
baik penyelenggara negara maupun
warga negara, haruslah berdasar atas
hukum. Hal ini berarti pula, siapapun
orangnya, apakah ia pejabat atau
rakyat biasa, kaya atau miskin,
atau
prajurit,
gerakan demontrasi besar-besaran
yang dimotori oleh konstitusi. Di
dalam
bahkan
implementasinya,
proses
untuk mencapai tujuan negara ke
arah supremasi hukum mengalami
berbagai macam benturan dengan
adanya intervensinya dari berbagai
macam
kepentingan
yang
turut
bermain di dalamnya.
akan
dilakukan oleh setiap organ negara,
jenderal
dengan
rezim ini sama-sama diawali melalui
Konsep para pendiri negara
tujuan
sesuai
hukum tanpa ada kecualinya.
hukum (rechtsstaat) bukan atas dasar
kekuasaan belaka (machtsstaat) dan
ISSN ELEKTRONIK 2477-0124
Lahirnya rezim orde baru
pada awalnya dimaksudkan sebagai
koreksi total atas terjadinya berbagai
macam
penyimpanan
penyalahgunaan
dan
kekuasaan
yang
dilakukan oleh rezim orde lama, atau
membentuk pemerintahan yang baik
(good governance) dan pemerintahan
Halaman
21
Al’ Adl, Volume VIII Nomor 1, Januari-April 2016
ISSN ELEKTRONIK 2477-0124
government)
dengan cara pengangkatan – bukan
untuk menggantikan pemerintahan
pemilihan – atas anggota-anggota
orde lama yang dianggap kotor. Di
legeslatif,
dalam perkembangannya, apa yang
pengutamaan atas golkar, order baru
kemudian dilakukan oleh rezim orde
bukanlah antitesis dari sistem orde
baru ternyata tidak jauh berbeda
orde lama dalam hal kebijakan
dengan apa yang telah dilakukan
ekonomi. Akan tetapi dalam hal
oleh
sebelumnya.
sistem dan kebijakan politik yang
Penyimpanan atau penyalahgunaan
cenderung otoriter dan monopolistik,
kekuasaan
ia adalah pelanjut setia dan kreatif
yang
bersih
(clean
rezim
yang
dilakukan
oleh
rezim orde baru seolah-olah sudah
atas
kebenaran
atau
termasuk
dari mode rezim orde lama.
Pengambil-alihan tanah-tanah
menjadi hal yang biasa, termasuk
monopoli
bahkan
rakyat baik dengan cara persuasi
pemutlakan atas kebenaran. Rakyat
maupun
pun
dengan dalih untuk kepentingan
kemudian
dikondisikan
dengan
cara
kekerasan
sedemikian rupa agar memiliki rasa
pembangunan,
”takut kebebasan” (fear of freedom),
Kantor
karena apabila berseberangan atau
Indonesia (PDI) yang dikenal dengan
berbeda pendapat dengan rezim yang
istilah
berkuasa
sebagai
duapuluh tujuh juli), pembredelan
musuh yang harus disingkirkan, dan
beberapa media massa, penculikan
penggunaan cap subversi merupakan
terhadap beberapa orang aktivis pro
senjata yang sangat efektif pada
demokrasi
waktu itu.
diantaranya sampai sekarang masih
akan
Dalam
dihadapi
kaitannya
dengan
Pusat
pengambil-alihan
Partai
Demokrasi
KUDATULI
yang
(kerusuhan
nasib
sebagian
belum diketahui – apakah sudah mati
masa pemerintahan rezim orde baru
atau
ini, kiranya menarik dan patut untuk
terhadap tokoh buruh Marsinah,
disimak pernyataan yang pernah
pembunuhan
dikemukakan
Mochtar
(wartawan BERNAS), pembunuhan
Pabotinggi (1995), bahwa dengan
terhadap sekian banyak orang yang
perlakuan yang buruk atas prinsip
dituduh sebagai dukun santet di
kebebasan pers, dengan konsentrasi
Banyuwangi, tragedi Semanggi I dan
kekuasaan pada kalangan eksekutif,
II, skandal Bank Bapindo, Bank Bali,
oleh
masih
hidup,
pembunuhan
terhadap
Udin
Halaman
22
Al’ Adl, Volume VIII Nomor 1, Januari-April 2016
ISSN ELEKTRONIK 2477-0124
Busang, termasuk beberapa kasus
HUBUNGAN HUKUM DENGAN
korupsi yang melibatkan elit politik,
KEKERASAN
elit
militer,
dan
elit
biroaksi,
Untuk
menggambarkan
pelanggaran HAM di Aceh, Irian
bagaimana hubungan hukum dengan
Jaya (PAPUA), dan di daerah-daerah
kekuasaan, menurut Machfud MD
lainnya,
(1998), minimal terdapat 3 (tiga)
merupakan
sederetan
contoh-contoh kasus dari sekian
bingkai
banyak kasus lainnya yang proses
digunakan untuk melihatnya, yaitu;
hukumnya
kekuasaan determinan atas hukum
tidak
transparan
dan
belum tuntas hingga sekarang.
teoritik
(kekuasaan
Beberapa contoh kasus di
yang
dapat
menentukan
mempengaruhi
dan
hukum),
hukum
atas memperlihatkan adanya suatu
determinan atas kekuasaan (hukum
bentuk
terhadap
menentukan
terjadi
kekuasaan),
pengingkaran
supremasi
hukum
yang
dan
mempengaruhi
dan
hukum
selama rezim orde baru berkuasa.
interdependent
dengan
Kekuasaan yang dijalankan pada
(hukum
kekuasaan
waktu itu dapat dikatakan sudah
ketergantungan).
tidak lagi berdasar atas prinsip-
teoritik mengenai hubungan hukum
prinsip hukum, yang sekaligus pula
dengan kekuasaan ini pada dasarnya
menempatkan
masih
kekuasaan
berada
dan
sangat
kekuasaan
saling
Tiga
bersifat
bingkai
normatif
pada posisi yang lebih supreme atas
(abstrak), dan untuk menggambarkan
hukum.
hubungan secara lebih utuh tentunya
Pertanyaan-pertanyaan
hipotetis yang kemudian muncul
harus
adalah;
Indonesia
apakah
adalah
betul
dari
bagaimana
betul
negara
hubungan hukum dan kekuasaan
negara
hukum
tersebut dalam implementasinya.
bukan negara kekuasaan ? dan
apakah
dilihat
orang
ranah das sollen pada hakikatnya
mempunyai kedudukan yang sama
selain mempunyai hubungan di mana
dihadapan
hukum determinan atas kekuasaan,
kecualinya ?
semua
Hukum dan kekuasaan dalam
hukum
tanpa
ada
juga mempunyai hubungan yang
saling melengkapi diantara keduanya
(interpendent).
Di
satu
sisi,
penegakan hukum tanpa kekuasaan
Halaman
23
Al’ Adl, Volume VIII Nomor 1, Januari-April 2016
ISSN ELEKTRONIK 2477-0124
tidak mempunyai daya paksa yang
perkataan belaka di belakang kata
efektif,
kekuasaan ini menunjukan bahwa
sedangkan
di
sisi
lain
kekuasaan dijalankan harus berdasar
hubungan antara hukum
atas prinsip-prinsip hukum agar tidak
kekuasaan ditempatkan pada posisi
menimbulkan
dimana
terjadinya
penyalahgunaan
kekuasaan
kesewenang-wenangan.
atau
Dalam
hukum
dengan
determinan
atas
kekuasaan sekaligus pula hukum
interpendent dengan kekuasaan.
konteks hubungan yang demikian,
Selain itu, secara sangat jelas
maka hukum disini memiliki fungsi
konstitusi juga sudah menggariskan,
kontrol atas kekuasaan. Hal yang
bahwa pemerintahan tidak bersifat
demikian
absolutisme atau tidak memiliki
juga
sejalan
dengan
pendapat Romashkin sebagaimana
kekuasaan
dikutip Oemar Seno Adjie, bahwa
Prinsip-prinsip ini haruslah tercermin
hukum merupakan principle guiding.
dalam
Hukum sebagai princple guiding
kekuasaan
negara,
hukum
tidak berbatas hanya bagi para
dijadikan
sebagai
alat
pemegang kekuasaan saja tetapi juga
kekuasaan, bukan sebaliknya dimana
bagi
hukum di obok-obok oleh kekuasaan.
semua
organ
negara,
dan
berlebihan
tidak
praktik
Dalam
termasuk rakyat di dalamnya.
Tidaklah
yang
terbatas.
penyelenggaraan
harus
kontrol
tataran
normatif,
hubungan antara hukum
manakala dalam konteks hubungan
kekuasaan
hukum
dirumuskan di dalam penjelasaan
dengan
kemudian
ada
mengatakan
kekuasaan
kekuasaan
;
kekuasaan
ini
sebagaimana
dengan
pendapat
yang
kekuasaan
“hukum
tanpa
dirumuskan di dalam penjelasan
angan-angan,
konstitusi yang menempatkan hukum
adalah
tanpa
hukum
adalah
posisi
kekuasaan
kesewenang-wenangan”.
Sebagaimana
pada
penjelasan
sebagaimana
yang
determinan
dan
yang
atas
hukum
interdependent dengan kekuasaan,
konstitusi yang menyatakan bahwa
sudah
negara indonesia berdasarkan atas
suatu hubungan yang ideal. Namun
hukum
tidak
demikian, dalam ranah empirik apa
berdasarkan atas kekuasaan belaka
yang ideal tidaklah selalu realistik,
(machtsstaat),
atau apa yang menjadi seharusnya
(rechtsstaat),
maka
adanya
barang tentu
menunjukan
Halaman
24
Al’ Adl, Volume VIII Nomor 1, Januari-April 2016
ISSN ELEKTRONIK 2477-0124
Di dalam konstitusi tersebut
(das Sollen) tidaklah selalu demikian
dengan apa yang menjadi senyatanya
bahwa
(das
penyelenggara
Di
sein).
penyelenggaraan
dalam
praktik
negara
tidak
yang
presiden
sebagai
pemerintah
negara
tertinggi,
dimana
presiden
sebagai
kepala
negara
tertutup kemungkinan adanya saling
selain
tarik-menarik antara hukum atau
sekaligus merangkap sebagai kepala
hubungan yang terjadi berada pada
pemerintah
yang
tataran
kekuasaan
eksekutif.
dimana
kekuasaan
determinan atas hukum.
menurut
Dengan
kedudukan presiden yang demikian,
Kekuasaan di dalam suatu
negara
membawahi
konsep
trias
telah menciptakan ruang bagi adanya
kewenangan yang sangat besar yang
politicianya Montesquieu dibedakan
diberikan
atas kekuasaan eksekutif, kekuasaan
eksekutif.
legislatif, dan kekuasaan yudikatif.
dianutnya pemisahan atau pembagian
Pembedaan kekuasaan ke dalam tiga
secara absolut di antara ketiga bentuk
bentuk kekuasaan ini atas dasar
kekuasaan,
pemisahan atau pembagian wilayah
memungkinkan kekuasaan eksekutif
kewenangan dan tanggung jawab
memiliki
peranan
masing-masing
menonjol,
dan
kekuasaan
dalam
kepada
Apalagi
kekuasaan
dengan
maka
hal
yang
bahkan
tidak
ini
lebih
mampu
melaksanakan tugas ketatanegaraan
mempengaruhi kekuasaan-kekuasaan
(sharing of power). Dalam konteks
lainnya.
ketatanegaraan
di
Indonesia,
Laswell and Kaplan dalam
pembedaan kekuasaan ini bukan
Miriam
dalam
atau
mengartikan
pembagian kekuasaan secara absolut
kemampuan
(separation of power) tetapi dalam
mempengaruhi tingkah laku pelaku
bentuk pemisah atau pembagian
lain
kekuasaan yang tidak mempunyai
tingkah laku pelaku terakhir menjadi
batas-batas
antara
sesuai dengan keinginan dari yang
kewenangan kekuasaan yang satu
mempunyai kekuasaan. Pengertian
dengan
yang demikian sudah barang tentu
bentuk
pemisahan
yang
kekuasaan
tegas
yang
(distribution of power).
lainnya
Budiardjo
kekuasaan
sedemikian
pelaku
rupa,
(1994),
sebagai
untuk
sehingga
mengandung makna ganda. Karena
kemampuan untuk mempengaruhi
Halaman
25
Al’ Adl, Volume VIII Nomor 1, Januari-April 2016
ISSN ELEKTRONIK 2477-0124
pihak lain agar sejalan dengan
dengan menggunakan kekerasan dan
keinginan dari yang mempunyai
kekuatan,
kekuasaan itu tidak jelas untuk
mempertahankan
keinginan yang bagaimana, maka
ada
keinginan
dapat
memperluas ruang kekuasaan ke
diinterprestasikan baik positif maupn
segala bidang kehidupan bangsa dan
negatif. Seperti yang dikemukakan
negara
oleh
kekuasaan.
disini
Freire
(1999),
kekuasaan
termasuk
peluang
untuk
kekuasaan.
dan
untuk
Bila
kesempatan
melanggengkan
Kekuasaan
yang
sebagai kekuatan yang negatif dan
diperoleh dengan cara-cara yang
juga positif, sifatnya dialektis tetapi
demikian,
mode
selalu
hanya akan memperoleh kekuasaan
represif. Manakala keinginan yang
semata, akan tetapi tidak memiliki
dimaksudkan oleh yang mempunyai
kehormatan.
kekuasaan
persetujuan semua warga masyarakat
of
operation-nya
untuk
mewujudkan
menurut
Machiavelli
Kedua,
atas
dasar
bukan
atau ras dasar dukungan rakyat. Cara
sebagai tujuan, melainkan hanya
pertama dapat dikategorikan sebagai
sebagai sarana untuk mewujudkan
cara yang tidak konstitusiona, seperti
keadilan
sebagaimana
yang
pengambil-alihan kekuasaan yang
dikatakan
oleh
berarti
sah melalui kekerasan dan kekuatan
kekuasaan disini berada pada tataran
(kudeta). Sedangkan cara yang kedua
makna positif. Sebaiknya, kekuasaan
adalah cara yang konstitusional, yang
berada pada tataran negatif apabila
dilakukan bisa melalui mekanisme
pengaruh tersebut digunakan baik
pemilihan
dengan
dilaksanakan secara demokratis, atau
keadilan
atau
cara
kekerasan
kekuasaan
Plato,
persuasi
semata-mata
maupun
bertujuan
untuk mempertahankan kekuasaan
umum
(pemilu)
yang
melalui revolusi (people power).
Terlepas
dari
konteks
bagaimana cara kekuasaan tersebut
itu sendiri.
Dalam konteks kekuasaan,
diperoleh,
apakah
melalui
dengan sangat jelas digambarkan
inkonstitusional
oleh Machiavelli (1991) mengenai
maka adalah sangat berbahaya bagi
adanya
kehidupan berbangsa dan bernegara
dua
cara
bagaimana
kekuasaan itu diperoleh. Pertama,
manakala
melalui cara-cara yang jahat dan keji
absolut,
atau
cara
kekuasaan
karena
konstitusi,
menjadi
kekuasaan
yang
Halaman
26
Al’ Adl, Volume VIII Nomor 1, Januari-April 2016
ISSN ELEKTRONIK 2477-0124
mengeyampingkan
kekuasaan agar kekuasaan itu tidak
prinsip-prinsip hukum, yang pada
disalahgunakan. Dalam batas-batas
akhirnya
tertentu
absolut
akan
menimbulkan
penyalahgunaan
kekuasaan
kesewenang-wenangan.
hakikat
dari
atau
Padahal,
kekuasaan
itu
kekuasaan
memang
diperlukan oleh hukum, terutama
dalam
kaitannya
penegakan
dengan
proses
tetapi
bukan
hukum,
sebenarnya hanya merupakan sarana
berarti hukum dikendalikan oleh
untuk mewujudkan keadilan dan
kekuasaan.
Di
kesejahteraan. Senada dengan ini
juga
dikemukakan
(1997),
bahwa
paling
oleh
kekuasaan
menakutkan
kediktatoran
ideologis
dalam
praktik
Spoerri
penyelenggaraan negara yang terjadi
yang
selama rezim orde baru berkuasa,
adalah
yang
ternyata
atau
memperlihatkan
tindakan
perilaku
yang
telah
mengkondisikan kehidupan seluruh
mengingkari prinsip-prinsip negara
bangsa sampai hal-hal yang terkecil
hukum dengan terjadinya berbagai
dari eksistensi individu, yang sering
bentuk penyalahgunaan kekuasaan
mendistorsikan
(abuse of power) seperti perlakuan
kebiasaan
dan
perilaku serta memanfaatkan rasa
yang
tidak
takut pada individu sebagai senjata
penindasan, intimidasi, penculikan,
terbesarnya.
pembunuhan,
terhadap
adil,
atau
pemerasan,
kejahatan
kemanusiaan
maupun
DOMINASI KEKUASAAN ATAS
berbagai perilaku atau tindakan yang
HUKUM
tidak terpuji lainnya, yang sekaligus
Penjelasan
konstitusi
menyebutkan
indonesia
bukan
adalah
negara
bahwa
negara
kekuasaan
yang
semakin
memperpanjang
daftar
negara
jumlah pelaku kejahatan (kekuasaan)
hukum
yang pelakunya bebas dari hukuman
serta
(impunity).
Kenyataan
ini
menempatkan hukum dalam posisi
membuktikan bahwa hukum sudah
dimana
untuk
tidak lagi determinan atas kekuasaan
membatasi kekuasaan negara, hal ini
dan hukum interdependent dengan
berarti pula bahwa dalam praktik
kekuasaan, tetapi yang terjadi adalah
penyelenggaraan negara di Indonesia
kekuasaan determinan atas hukum
hukum
sebagai buah dari begitu dominannya
hukum
harus
berfungsi
mengendalikan
Halaman
27
Al’ Adl, Volume VIII Nomor 1, Januari-April 2016
kekuasaan
atas
hukum.
ISSN ELEKTRONIK 2477-0124
Bahkan
sederhana, karena adanya intervensi
berbagai kenyataan yang muncul
kepentingan dari kekuatan politik
menggambarkan
pemerintah
bahwa
selama
pemegang
kekuasaan
rezim orde beru berkuasa seolah-olah
dominan pada waktu itu. Menurut
telah terjadi proses pembusukan
Machfud MD (1996), kekuataan
hukum secara sistematis.
politik
Menurut
Freire
pemerintah
pemegang
(1999),
kekuasaan dominan ini di dalamnya
pengertian dominasi lebih sekedar
terdiri dari unsur-unsur; Presiden,
penyelewengan
secara
ABRI, Golkar, dan Biroaksi. Unsur-
suatu
unsur ini kemudian berkolaborasi
kelompok terhadap kelompok lain.
dalam satu kekuatan politik sebagai
Logika dominasi menunjukan adanya
the rulling classes, atau sebagai
kombinasi rekayasa ideologis dan
kelompok
material pada masa lalu maupun
kekuasaan yang berada di bawah
sekarang ini. Rekayasa ini tidak
garis komando Presiden. Sedangkan
pernah sepenuhnya berhasil, malahan
disisi
selalu menimbulkan hal-hal yang
kekuasaan yudikatif, dan kekuasaan
kontadiktif,
penyelenggara
kekuasaan
sewenang-wenang
dan
pemegang
oleh
tragisnya
antar
kekuatan
lain,
kekuasaan
menopoli
legislatif,
negara
lainnya
kekuasaan
saling
dijadikan sebagai the subordinate
bermusuhan
sebab
pola
classes, atau sebagai kelompok yang
komunikasinya
yang
Demikian
pula
dikuasai.
Situasi
yang
demikian
adanya
digambarkan oleh T. Mulya Lubis
dominasi kekuasaan yang terjadi
(1994), sebagai persoalan-persoalan
selama rezim orde baru berkuasa.
mendasar
Dominasi ini pada dasarnya tidak
lembaga-lembaga
terbatas hanya terhadap hukum saja,
persoalan
tetapi sudah meluas sedemikian rupa
di,karenakan oleh sistem kehidupan
sampai ke berbagai aspek kehidupan
berbangsa dan bernegara yang terlalu
lainnya
sarat dengan dominasi eksekutif atas
seperti
dengan
asimetris.
ideologi,
politik,
ekonomi, budaya.
yang
dihadapi
oleh
hukum,
yaitu
ketidak
berdayaan
legislatif dan yudikatif.
Pertanyaan sekarang adalah
Adanya
intervensi
kenapa kekuasaan menjadi begitu
kepentingan dari kekuatan politik
dominan
pemerintahan pemegang kekuasaan
atas
hukum?
Jawaban
Halaman
28
Al’ Adl, Volume VIII Nomor 1, Januari-April 2016
ISSN ELEKTRONIK 2477-0124
dominan, sudah barang tentu apabila
berkaita dengan proses penegakan
kekuasaan kemudian menjadi lebih
hukum. Bahkan Mahkamah Agung
dominan atas hukum, sehingga di
sendiri,
dalam implementasinya hukum tidak
benteng terakhir keadilan sering
lagi berpihak pada kebenaran dan
memberikan keputusan yang kurang
keadilan tetapi mengabdi kepada
mencerminkan
kekuasaan. Implikasi lebih lanjut
masyakat. Beberapa contoh kasus
tidak hanya berakibat pada hilangnya
yang
independensi aparat dari berbagai
konteks
institusi penegak hukum, seperti
penangguhan
Kepolisian,
dan
putusan Mahkamah Agung berkaitan
Pengadilan, tetapi juga terhadap
dengan kasus tanah (adat) Hanock
kekuasaan legislatif. Pengaruh ini
Hebe Ohee dan peninjauan kembali
bisa dilihat dari saratnya nuansa
atas perkara tokoh buruh Mochtar
kepentingan politik dari kekuatan
Pakpahan, kasus Kedung Ombo, dan
politik
pemegang
Majalah TEMPO. Sedangkan di sisi
kekuasaan dominan dalam setiap
lain, dominasi kekuasaan eksekutif
tindakan maupun putusan aparat
terhadap kekuasaan legislatif akan
penegak hukum, termasuk lahirnya
mennghasilkan
produk hukum berupa peraturan
berupa
perundang-undangan. Tindakan atau
undangan yang sarat dengan muatan
putusan serta produk hukum tersebut
kepentingan
diusahakan sedemikian rupa agar
pemegang kekuasaan, seperti UU
menguntungkan
politik
No. 1/85 tentang Pemilu, UU No.
kekuasaan
2/85 tentang Susunan dan kedudukan
dominan, termasuk melalui rekayasa
MPR, DPR, dan DPRD, UU No.3/85
sebagai upaya untuk memperoleh
tentang Partai Politik dan Golongan
legitimasi.
Karya,
Kejaksaan,
pemerintah
pemerintah
Di
kekuatan
pemegang
satu
sisi,
yang
sangat
ini,
berfungsi
rasa
keadilan
kontroversi
antara
lain
terhadap
adalah
hukum
perundang-
politik
No.
dalam
eksekusi
produk
peraturan
UU
sebagai
pemerintah
5/85
tentang
dominan
Referendum, dan UU No. 8/85
tentang Organisasi Kemasyarakatan.
kekuasaan
eksekutif
terhadap
kekuasaan
yudikatif
tentunya
Kelima
undang-undang
tidak
tersebut diatas merupakan satu paket
kondusif bagi upaya-upaya yang
kebijakan pemerintahan orde baru
membuahkan
situasi
yang
Halaman
29
Al’ Adl, Volume VIII Nomor 1, Januari-April 2016
yang
mengingkari
prinsip-prinsip
ISSN ELEKTRONIK 2477-0124
wenangan
tanpa
mempersoalkan
demokrasi dalam menata kehidupan
tatanan sosial dan secara legalistik
politik.
dari
kaku, serta hukum responsif yang
bahwa
bersifat terbuka terhadap perubahan
Bahkan
substansinya,
kelima
dilihat
terkesankan
undang-undang
tersebut
masyarakat
dan
mengabdi
semata-mata hanyalah merupakan
usaha-usaha
untuk
alat
keadilan
emansipasi
untuk
mempertahankan
dan
pada
mencapai
sosial.
kekuasaan (status quo). Termasuk
Dengan demikian lahirnya produk
untuk kepentingan tersebut adalah
hukum yang sarat dengan muatan
dengan
kepentingan
tetap
diberlakukannya
politik
pemerintah
produk hukum rezim orde lama
pemegang kekuasaan yang dilatar
seperti
tentang
belakangi oleh niat untuk dapat
Subversif dan penggunaan pasal-
mempertahankan kekuasaan, berarti
pasal haatzaai artikelen terhadap
dapat dikategorikan sebagai hukum
lawan-lawan politik atau terhadap
represif.
UU
No.
11/63
Dengan
orang-orang yang dianggap musuh
karena
berseberangan
dengan
dimana
hukum
kondisi
negara
bukan
sebagai
pemerintah. Pembentukan lembaga
panglima atau sudah tidak lagi
ekstra - judicial seperti Kopkamtib/
menjadi principle guiding, maka
Bakorstanas sebagai aparat kontrol
yang
totailer terhadap masyarakat yang
penyalahgunaan
akan menindas segala perlawanan,
kesewenang-wenangan
merupakan
yang
kekuasaan sudah menjadi semakin
membuktikan bahwa selama rezim
absolut. Kenyataan empirik telah
orde baru berkuasa hukum sudah
membuktikan,
menjadi subordinat dari kekuasaan.
pada era rezim orde baru sudah
kenyataan
lain
Nonet dan Selznick (1978),
membedakan
adanya
tiga
tipe
kemudian
muncul
kekuasaan
adalah
atau
karena
bahwa
kekuasaan
menjadi seperti ungkapan dalam
sebuah
iklan
yang
mengatakan:
hukum, yaitu hukum refresif, hukum
“kalau sudah duduk lupa berdiri”,
otono, dan hukum responsif. Hukum
sekaligus
represif bertujuan untuk memelihara
gambaran bahwa rezim orde baru
status quo, hukum otonom bertujuan
seolah-olah tidak ingin melepaskan
untuk
kekuasaan yang berada di dalam
membatasi
kesewenang-
memberikan
suatu
Halaman
30
Al’ Adl, Volume VIII Nomor 1, Januari-April 2016
genggamannya,
apalagi
melepaskannya
secara
mau
sukarela.
ISSN ELEKTRONIK 2477-0124
Kekuatan
rakyat
bersatu
yang
dimotori oleh mahasiswa kemudian
Demikian pula dengan apa yang
memaksa
Presiden
Soeharto
dikatakan Lord Acton sebagaimana
meletakan
jabatannya,
sekaligus
dikutip
mengawali
oleh
Spoerri
(1997);
tumbangnya
“kekuasaan cenderung korup, dan
pemerintahan rezim orde baru yang
kekuasaan yang mutlak melakukan
berkuasa selama lebih kurang 32
korupsi secara mutlak pula,” adalah
tahun.
tepat
untuk
bagaimana
oleh
menggambarkan
kekuasaan
rezim
orde
dijalankan
baru
PENUTUP
Simpul dari uraian di atas
selama
membuktikan bahwa hukum ternyata
berkuasa.
termasuk
tidak netral. Ketidak-netralan hukum
penindasan dalam wujud dominasi
ini dikarenakan adanya berbagai
kekuasaan atas hukum yang terjadi
macam
selama rezim orde baru berkuasa,
mempengaruhinya, yang salah satu
ternyata
diantaranya
Penindasan,
seiring
“penyandaran”
pula
dengan
(conscientization)
variabel
yang
adalah
dapat
kekuasaan.
Upaya untuk lebih mengedepankan
individu
supermasi hukum pada era indonesia
di
dalam
baru harus menjadi prioritas utama
tetap
konsen
bagi rezim yang berkuasa sekarang,
dengan hukum sebagai principle
dan prinsip-prinsip hukum haruslah
guiding
tegaknya
dijadikan sebagai pedoman, terutama
hukum, keadilan, dan kebenaran.
oleh para elit penguasa di dalam
Proses penyadaran ini kemudian
praktik penyelenggaraan kekuasaan
berubah menjadi gerakan yang maha
negara.
yang
dilakukan
maupun
oleh
kelompok
masyarakat
yang
atau
dengan
Pandangan
dahsyat, yaitu gerakan rakyat bersatu
menentang kekuasaan rezim orde
kritis
baru.
kembangkan
Bersatunya
melawan
segala
penindasan
dengan
kekuatan
tidak
kekerasan
harus
maupun
selalu
untuk
sikap
ditumbuh
mencegah
rakyat
untuk
macam
bentuk
pemerintahan, baik yang sekarang
dihadapi
maupun di masa yang akan datang,
dengan
agar dalam menjalankan kekuasaan
sekalipun.
negara tidak mengulangi kembali
bisa
atau
bersenjata
Halaman
31
Al’ Adl, Volume VIII Nomor 1, Januari-April 2016
kesalahan
yang
sama
seperti
kesalahan yang pernah dilakukan
oleh
rezim
orde
baru.
Adanya
kelompok oposisi yang kuat dan
independen
berapiliasi
sangat
atau
yang
tidak
dengan
partai
politik
baik
sebagai
diperlukan
penyeimbang
(power-equalizer)
maupun sebagai penekan (pressure
groups), seperti Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), Kampus, Media
massa, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo, Miriam. Demokrasi di
Indonesia – Demokrasi
Parlementer dan Demokrasi
Pancasila.
Jakarta
:
Gramedia Pustaka Utama,
1994.
Ravitch,
Diane
dan
Abigali
Therrnstrom
(editor).
Demokrasi Klaksik dan
Modern, Jakarta : Yayasan
Obor Indonesia, 1994.
Dari Skandal ke Skandal. Kumpulan
tulisan rubik investigasi
majalah berita mingguan
TEMPO, 1999.
Freire, Paulo. Pendidikan Kaum
Tertindas. Cet. I Jakarta :
LP3ES, 1985.
______.
Politik
Pendidikan:
Kebudayaan,
Kekuasaan,
dan Pembebasan, Cet. I.
Yogyakarta
:
Pustaka
Pelajar , 1999.
ISSN ELEKTRONIK 2477-0124
Hatta, Mohammad. Menuju Negara
Hukum. Jakarta : idayu
Press, 1977.
Lester, John dan Pierre
Menemukan
Kebebasan. Cet. I.
Pustaka Utama
1997.
Spoerri.
Kembali
Jakarta :
Grafiti,
Lubis, T. Mulya. “Pengembangan
dan Pemanfaatan Kembali
Hubungan antara LembagaLembaga Hukum di Bidang
Penegakan
Hukum.”
Makalah disampaikan pada
Seminar Hukum Nasional
VI, Jakarta , 1994.
Machiavelli,
Niccolo.
Sang
Penguasa. Cet. III. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama,
1991.
MD, Moh. Machfud, “Demokratisasi
Dalam
Rangka
Pembangunan Hukum yang
Responsif.”
Makalah
disampaikan pada Seminar
Nasional
tentang
Pendayagunaan Sosiologi
Hukum
dalam
Masa
Pembangunan
dan
Restrukturisasi
Global,
Pusat Studi Hukum dan
Masyarakat
Fakultas
Hukum
Universitas
Diponegoro,
Semarang,
1996.
Montesquieu.
Membatasi
Kekuasaan:
Telaah
Mengenai Jiwa UndangUndang. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama, 1993.
Nonet, Philippe, Philip Selznick.
Law and Society in
Transition:
Toward
Halaman
32
Al’ Adl, Volume VIII Nomor 1, Januari-April 2016
ISSN ELEKTRONIK 2477-0124
Responsive Law. New York
: Harper & Row, 1978.
Santos,
Boaventura De Sousa.
Toward a New Common
Sense: Law, Science and
Politics in Paraddigmatic
Transition. New York :
Routledge, 1995.
Seno Adji, Oemar. Peradilan Bebas
Negara Hukum . Jakarta :
Erlangga, 1980.
Seri
Mencerdaskan
Kehidupan
Bangsa No. 4. Beberapa
komentar tentang Pemilihan
Umum 1992. Jakarta :
Kelompok kerja Petisi Lima
Puluh, 1991.
Siringoringo, Aldentua dan Tumpal
Sihite
(penyunting).
Menyingkap
Kabut
Peradilan Kita. Jakarta :
Pustaka
Forum
Adil
Sejahtera, 1996.
Thaib. Dahlan dan Mila Karmila Adi
(editor).
Hukum
dan
Kekuasaan
.Cet,
I.
Yogyakarta : FH-UII, 1998.
Halaman
33
ISSN ELEKTRONIK 2477-0124
TELAAH TEORITIK MENGENAI HUBUNGAN HUKUM
DENGAN KEKUASAAN PADA ERA REZIM ORDE BARU
(The Theoretical Study on Relation
Between Law And The Power in The New Order Regime)
F. A. ABY
Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat
Jl. Brigjen Hasan Basri Banjarmasin Kalimatan Selatan
Email : abby57bjb@gmail.com
Abstract
There are many countries in the world who claim that they are democratic
country, one of them is Indonesia. In order to assess how far these countries have
actually been implementing democracy, there are some parameters that can be
used. One among these parameters is the supremacy rule of law. Furthermore, as
a democratic country who have been turn out for more than 32 years under new
order regime, Indonesia has shown denial to this rule of law. It can be proved
with presence of various forms of abuse of power or arbitrariness. The law that
should be served as power control, in fact has been turned out to used as a
subordinate of power by new order regime.
Keywords: Theoretical study, law, new orde rezim.
Abstrak
Dari sekian banyak negara-negara di dunia yang mengklaim dirinya sebagai
negara demokrasi, salah satu di antaranya adalah indonesia. Untuk menilai sampai
seberapa jauh negara-negara tersebut benar-benar telah melaksanakan demokrasi,
ada beberapa parameter yang dapat dapat digunakan untuk itu. Salah satu di antara
parameter tersebut adalah tegaknya supremasi hukum. Indonesia yang katanya
sebagai negara demokrasi, ternyata selama lebih dari 32 tahun rezim orde baru
berkuasa telah memperlihatkan pengingkaran terhadap supremasi hukum dengan
adanya berbagai macam bentuk penyalahgunaan kekuasaan atau kesewenangwenangan. Hukum yang semestinya berfungsi sebagai alat kontrol kekuasaan,
oleh rezim orde baru ternyata ternyata telah dijadikan sebagai subordinat dari
kekuasaan
Kata Kunci : Telaah teoritik, hukum, era orde baru.
Halaman
20
Al’ Adl, Volume VIII Nomor 1, Januari-April 2016
PENDAHULUAN
Ketika para founding fathers
sepakat untuk menyatakan bahwa
negara
indonesia
adalah
negara
presiden sekalipun, apabila perilaku
atau tindakannya melanggar hukum,
haruslah diproses
semua orang mempunyai kedudukan
yang
sama
dihadapan
hukum
(equality before the law) atau tidak
seorangpun
yang
mempunyai
kedudukan diatas hukum (above of
law), berarti sejak ketika itu pula
hukum sudah diposisikan sebagai
panglima
di
dalam
bermasyarakat,
kehidupan
berbangsa,
dan
bernegara.
yang memilih negara hukum sebagai
kemudian
dituangkan
ke
dalam konstitusi. Dengan demikian,
sudah
barang
tentu
merupakan
konsekuensi logis apabila tegaknya
supremasi hukum adalah menjadi
suatu keharusan. Dengan pengertian
yang lain, bahwa perilaku atau
tindakan
apapun
yang
Perjalanan
sejarah
bangsa
membawa kepada suatu perubahan
dengan segala konsekuensinya. Sejak
proklamasi hingga sekarang telah
terjadi
beberapa
kali
pergantian
rezim yang berkuasa, baik yang telah
terjadi melalui mekanisme pemilihan
umum
(pemilu)
maupun
tidak,
seperti tumbangnya kekuasaan rezim
orde lama dan rezim orde baru.
Tumbangnya kekuasaan dari kedua
baik penyelenggara negara maupun
warga negara, haruslah berdasar atas
hukum. Hal ini berarti pula, siapapun
orangnya, apakah ia pejabat atau
rakyat biasa, kaya atau miskin,
atau
prajurit,
gerakan demontrasi besar-besaran
yang dimotori oleh konstitusi. Di
dalam
bahkan
implementasinya,
proses
untuk mencapai tujuan negara ke
arah supremasi hukum mengalami
berbagai macam benturan dengan
adanya intervensinya dari berbagai
macam
kepentingan
yang
turut
bermain di dalamnya.
akan
dilakukan oleh setiap organ negara,
jenderal
dengan
rezim ini sama-sama diawali melalui
Konsep para pendiri negara
tujuan
sesuai
hukum tanpa ada kecualinya.
hukum (rechtsstaat) bukan atas dasar
kekuasaan belaka (machtsstaat) dan
ISSN ELEKTRONIK 2477-0124
Lahirnya rezim orde baru
pada awalnya dimaksudkan sebagai
koreksi total atas terjadinya berbagai
macam
penyimpanan
penyalahgunaan
dan
kekuasaan
yang
dilakukan oleh rezim orde lama, atau
membentuk pemerintahan yang baik
(good governance) dan pemerintahan
Halaman
21
Al’ Adl, Volume VIII Nomor 1, Januari-April 2016
ISSN ELEKTRONIK 2477-0124
government)
dengan cara pengangkatan – bukan
untuk menggantikan pemerintahan
pemilihan – atas anggota-anggota
orde lama yang dianggap kotor. Di
legeslatif,
dalam perkembangannya, apa yang
pengutamaan atas golkar, order baru
kemudian dilakukan oleh rezim orde
bukanlah antitesis dari sistem orde
baru ternyata tidak jauh berbeda
orde lama dalam hal kebijakan
dengan apa yang telah dilakukan
ekonomi. Akan tetapi dalam hal
oleh
sebelumnya.
sistem dan kebijakan politik yang
Penyimpanan atau penyalahgunaan
cenderung otoriter dan monopolistik,
kekuasaan
ia adalah pelanjut setia dan kreatif
yang
bersih
(clean
rezim
yang
dilakukan
oleh
rezim orde baru seolah-olah sudah
atas
kebenaran
atau
termasuk
dari mode rezim orde lama.
Pengambil-alihan tanah-tanah
menjadi hal yang biasa, termasuk
monopoli
bahkan
rakyat baik dengan cara persuasi
pemutlakan atas kebenaran. Rakyat
maupun
pun
dengan dalih untuk kepentingan
kemudian
dikondisikan
dengan
cara
kekerasan
sedemikian rupa agar memiliki rasa
pembangunan,
”takut kebebasan” (fear of freedom),
Kantor
karena apabila berseberangan atau
Indonesia (PDI) yang dikenal dengan
berbeda pendapat dengan rezim yang
istilah
berkuasa
sebagai
duapuluh tujuh juli), pembredelan
musuh yang harus disingkirkan, dan
beberapa media massa, penculikan
penggunaan cap subversi merupakan
terhadap beberapa orang aktivis pro
senjata yang sangat efektif pada
demokrasi
waktu itu.
diantaranya sampai sekarang masih
akan
Dalam
dihadapi
kaitannya
dengan
Pusat
pengambil-alihan
Partai
Demokrasi
KUDATULI
yang
(kerusuhan
nasib
sebagian
belum diketahui – apakah sudah mati
masa pemerintahan rezim orde baru
atau
ini, kiranya menarik dan patut untuk
terhadap tokoh buruh Marsinah,
disimak pernyataan yang pernah
pembunuhan
dikemukakan
Mochtar
(wartawan BERNAS), pembunuhan
Pabotinggi (1995), bahwa dengan
terhadap sekian banyak orang yang
perlakuan yang buruk atas prinsip
dituduh sebagai dukun santet di
kebebasan pers, dengan konsentrasi
Banyuwangi, tragedi Semanggi I dan
kekuasaan pada kalangan eksekutif,
II, skandal Bank Bapindo, Bank Bali,
oleh
masih
hidup,
pembunuhan
terhadap
Udin
Halaman
22
Al’ Adl, Volume VIII Nomor 1, Januari-April 2016
ISSN ELEKTRONIK 2477-0124
Busang, termasuk beberapa kasus
HUBUNGAN HUKUM DENGAN
korupsi yang melibatkan elit politik,
KEKERASAN
elit
militer,
dan
elit
biroaksi,
Untuk
menggambarkan
pelanggaran HAM di Aceh, Irian
bagaimana hubungan hukum dengan
Jaya (PAPUA), dan di daerah-daerah
kekuasaan, menurut Machfud MD
lainnya,
(1998), minimal terdapat 3 (tiga)
merupakan
sederetan
contoh-contoh kasus dari sekian
bingkai
banyak kasus lainnya yang proses
digunakan untuk melihatnya, yaitu;
hukumnya
kekuasaan determinan atas hukum
tidak
transparan
dan
belum tuntas hingga sekarang.
teoritik
(kekuasaan
Beberapa contoh kasus di
yang
dapat
menentukan
mempengaruhi
dan
hukum),
hukum
atas memperlihatkan adanya suatu
determinan atas kekuasaan (hukum
bentuk
terhadap
menentukan
terjadi
kekuasaan),
pengingkaran
supremasi
hukum
yang
dan
mempengaruhi
dan
hukum
selama rezim orde baru berkuasa.
interdependent
dengan
Kekuasaan yang dijalankan pada
(hukum
kekuasaan
waktu itu dapat dikatakan sudah
ketergantungan).
tidak lagi berdasar atas prinsip-
teoritik mengenai hubungan hukum
prinsip hukum, yang sekaligus pula
dengan kekuasaan ini pada dasarnya
menempatkan
masih
kekuasaan
berada
dan
sangat
kekuasaan
saling
Tiga
bersifat
bingkai
normatif
pada posisi yang lebih supreme atas
(abstrak), dan untuk menggambarkan
hukum.
hubungan secara lebih utuh tentunya
Pertanyaan-pertanyaan
hipotetis yang kemudian muncul
harus
adalah;
Indonesia
apakah
adalah
betul
dari
bagaimana
betul
negara
hubungan hukum dan kekuasaan
negara
hukum
tersebut dalam implementasinya.
bukan negara kekuasaan ? dan
apakah
dilihat
orang
ranah das sollen pada hakikatnya
mempunyai kedudukan yang sama
selain mempunyai hubungan di mana
dihadapan
hukum determinan atas kekuasaan,
kecualinya ?
semua
Hukum dan kekuasaan dalam
hukum
tanpa
ada
juga mempunyai hubungan yang
saling melengkapi diantara keduanya
(interpendent).
Di
satu
sisi,
penegakan hukum tanpa kekuasaan
Halaman
23
Al’ Adl, Volume VIII Nomor 1, Januari-April 2016
ISSN ELEKTRONIK 2477-0124
tidak mempunyai daya paksa yang
perkataan belaka di belakang kata
efektif,
kekuasaan ini menunjukan bahwa
sedangkan
di
sisi
lain
kekuasaan dijalankan harus berdasar
hubungan antara hukum
atas prinsip-prinsip hukum agar tidak
kekuasaan ditempatkan pada posisi
menimbulkan
dimana
terjadinya
penyalahgunaan
kekuasaan
kesewenang-wenangan.
atau
Dalam
hukum
dengan
determinan
atas
kekuasaan sekaligus pula hukum
interpendent dengan kekuasaan.
konteks hubungan yang demikian,
Selain itu, secara sangat jelas
maka hukum disini memiliki fungsi
konstitusi juga sudah menggariskan,
kontrol atas kekuasaan. Hal yang
bahwa pemerintahan tidak bersifat
demikian
absolutisme atau tidak memiliki
juga
sejalan
dengan
pendapat Romashkin sebagaimana
kekuasaan
dikutip Oemar Seno Adjie, bahwa
Prinsip-prinsip ini haruslah tercermin
hukum merupakan principle guiding.
dalam
Hukum sebagai princple guiding
kekuasaan
negara,
hukum
tidak berbatas hanya bagi para
dijadikan
sebagai
alat
pemegang kekuasaan saja tetapi juga
kekuasaan, bukan sebaliknya dimana
bagi
hukum di obok-obok oleh kekuasaan.
semua
organ
negara,
dan
berlebihan
tidak
praktik
Dalam
termasuk rakyat di dalamnya.
Tidaklah
yang
terbatas.
penyelenggaraan
harus
kontrol
tataran
normatif,
hubungan antara hukum
manakala dalam konteks hubungan
kekuasaan
hukum
dirumuskan di dalam penjelasaan
dengan
kemudian
ada
mengatakan
kekuasaan
kekuasaan
;
kekuasaan
ini
sebagaimana
dengan
pendapat
yang
kekuasaan
“hukum
tanpa
dirumuskan di dalam penjelasan
angan-angan,
konstitusi yang menempatkan hukum
adalah
tanpa
hukum
adalah
posisi
kekuasaan
kesewenang-wenangan”.
Sebagaimana
pada
penjelasan
sebagaimana
yang
determinan
dan
yang
atas
hukum
interdependent dengan kekuasaan,
konstitusi yang menyatakan bahwa
sudah
negara indonesia berdasarkan atas
suatu hubungan yang ideal. Namun
hukum
tidak
demikian, dalam ranah empirik apa
berdasarkan atas kekuasaan belaka
yang ideal tidaklah selalu realistik,
(machtsstaat),
atau apa yang menjadi seharusnya
(rechtsstaat),
maka
adanya
barang tentu
menunjukan
Halaman
24
Al’ Adl, Volume VIII Nomor 1, Januari-April 2016
ISSN ELEKTRONIK 2477-0124
Di dalam konstitusi tersebut
(das Sollen) tidaklah selalu demikian
dengan apa yang menjadi senyatanya
bahwa
(das
penyelenggara
Di
sein).
penyelenggaraan
dalam
praktik
negara
tidak
yang
presiden
sebagai
pemerintah
negara
tertinggi,
dimana
presiden
sebagai
kepala
negara
tertutup kemungkinan adanya saling
selain
tarik-menarik antara hukum atau
sekaligus merangkap sebagai kepala
hubungan yang terjadi berada pada
pemerintah
yang
tataran
kekuasaan
eksekutif.
dimana
kekuasaan
determinan atas hukum.
menurut
Dengan
kedudukan presiden yang demikian,
Kekuasaan di dalam suatu
negara
membawahi
konsep
trias
telah menciptakan ruang bagi adanya
kewenangan yang sangat besar yang
politicianya Montesquieu dibedakan
diberikan
atas kekuasaan eksekutif, kekuasaan
eksekutif.
legislatif, dan kekuasaan yudikatif.
dianutnya pemisahan atau pembagian
Pembedaan kekuasaan ke dalam tiga
secara absolut di antara ketiga bentuk
bentuk kekuasaan ini atas dasar
kekuasaan,
pemisahan atau pembagian wilayah
memungkinkan kekuasaan eksekutif
kewenangan dan tanggung jawab
memiliki
peranan
masing-masing
menonjol,
dan
kekuasaan
dalam
kepada
Apalagi
kekuasaan
dengan
maka
hal
yang
bahkan
tidak
ini
lebih
mampu
melaksanakan tugas ketatanegaraan
mempengaruhi kekuasaan-kekuasaan
(sharing of power). Dalam konteks
lainnya.
ketatanegaraan
di
Indonesia,
Laswell and Kaplan dalam
pembedaan kekuasaan ini bukan
Miriam
dalam
atau
mengartikan
pembagian kekuasaan secara absolut
kemampuan
(separation of power) tetapi dalam
mempengaruhi tingkah laku pelaku
bentuk pemisah atau pembagian
lain
kekuasaan yang tidak mempunyai
tingkah laku pelaku terakhir menjadi
batas-batas
antara
sesuai dengan keinginan dari yang
kewenangan kekuasaan yang satu
mempunyai kekuasaan. Pengertian
dengan
yang demikian sudah barang tentu
bentuk
pemisahan
yang
kekuasaan
tegas
yang
(distribution of power).
lainnya
Budiardjo
kekuasaan
sedemikian
pelaku
rupa,
(1994),
sebagai
untuk
sehingga
mengandung makna ganda. Karena
kemampuan untuk mempengaruhi
Halaman
25
Al’ Adl, Volume VIII Nomor 1, Januari-April 2016
ISSN ELEKTRONIK 2477-0124
pihak lain agar sejalan dengan
dengan menggunakan kekerasan dan
keinginan dari yang mempunyai
kekuatan,
kekuasaan itu tidak jelas untuk
mempertahankan
keinginan yang bagaimana, maka
ada
keinginan
dapat
memperluas ruang kekuasaan ke
diinterprestasikan baik positif maupn
segala bidang kehidupan bangsa dan
negatif. Seperti yang dikemukakan
negara
oleh
kekuasaan.
disini
Freire
(1999),
kekuasaan
termasuk
peluang
untuk
kekuasaan.
dan
untuk
Bila
kesempatan
melanggengkan
Kekuasaan
yang
sebagai kekuatan yang negatif dan
diperoleh dengan cara-cara yang
juga positif, sifatnya dialektis tetapi
demikian,
mode
selalu
hanya akan memperoleh kekuasaan
represif. Manakala keinginan yang
semata, akan tetapi tidak memiliki
dimaksudkan oleh yang mempunyai
kehormatan.
kekuasaan
persetujuan semua warga masyarakat
of
operation-nya
untuk
mewujudkan
menurut
Machiavelli
Kedua,
atas
dasar
bukan
atau ras dasar dukungan rakyat. Cara
sebagai tujuan, melainkan hanya
pertama dapat dikategorikan sebagai
sebagai sarana untuk mewujudkan
cara yang tidak konstitusiona, seperti
keadilan
sebagaimana
yang
pengambil-alihan kekuasaan yang
dikatakan
oleh
berarti
sah melalui kekerasan dan kekuatan
kekuasaan disini berada pada tataran
(kudeta). Sedangkan cara yang kedua
makna positif. Sebaiknya, kekuasaan
adalah cara yang konstitusional, yang
berada pada tataran negatif apabila
dilakukan bisa melalui mekanisme
pengaruh tersebut digunakan baik
pemilihan
dengan
dilaksanakan secara demokratis, atau
keadilan
atau
cara
kekerasan
kekuasaan
Plato,
persuasi
semata-mata
maupun
bertujuan
untuk mempertahankan kekuasaan
umum
(pemilu)
yang
melalui revolusi (people power).
Terlepas
dari
konteks
bagaimana cara kekuasaan tersebut
itu sendiri.
Dalam konteks kekuasaan,
diperoleh,
apakah
melalui
dengan sangat jelas digambarkan
inkonstitusional
oleh Machiavelli (1991) mengenai
maka adalah sangat berbahaya bagi
adanya
kehidupan berbangsa dan bernegara
dua
cara
bagaimana
kekuasaan itu diperoleh. Pertama,
manakala
melalui cara-cara yang jahat dan keji
absolut,
atau
cara
kekuasaan
karena
konstitusi,
menjadi
kekuasaan
yang
Halaman
26
Al’ Adl, Volume VIII Nomor 1, Januari-April 2016
ISSN ELEKTRONIK 2477-0124
mengeyampingkan
kekuasaan agar kekuasaan itu tidak
prinsip-prinsip hukum, yang pada
disalahgunakan. Dalam batas-batas
akhirnya
tertentu
absolut
akan
menimbulkan
penyalahgunaan
kekuasaan
kesewenang-wenangan.
hakikat
dari
atau
Padahal,
kekuasaan
itu
kekuasaan
memang
diperlukan oleh hukum, terutama
dalam
kaitannya
penegakan
dengan
proses
tetapi
bukan
hukum,
sebenarnya hanya merupakan sarana
berarti hukum dikendalikan oleh
untuk mewujudkan keadilan dan
kekuasaan.
Di
kesejahteraan. Senada dengan ini
juga
dikemukakan
(1997),
bahwa
paling
oleh
kekuasaan
menakutkan
kediktatoran
ideologis
dalam
praktik
Spoerri
penyelenggaraan negara yang terjadi
yang
selama rezim orde baru berkuasa,
adalah
yang
ternyata
atau
memperlihatkan
tindakan
perilaku
yang
telah
mengkondisikan kehidupan seluruh
mengingkari prinsip-prinsip negara
bangsa sampai hal-hal yang terkecil
hukum dengan terjadinya berbagai
dari eksistensi individu, yang sering
bentuk penyalahgunaan kekuasaan
mendistorsikan
(abuse of power) seperti perlakuan
kebiasaan
dan
perilaku serta memanfaatkan rasa
yang
tidak
takut pada individu sebagai senjata
penindasan, intimidasi, penculikan,
terbesarnya.
pembunuhan,
terhadap
adil,
atau
pemerasan,
kejahatan
kemanusiaan
maupun
DOMINASI KEKUASAAN ATAS
berbagai perilaku atau tindakan yang
HUKUM
tidak terpuji lainnya, yang sekaligus
Penjelasan
konstitusi
menyebutkan
indonesia
bukan
adalah
negara
bahwa
negara
kekuasaan
yang
semakin
memperpanjang
daftar
negara
jumlah pelaku kejahatan (kekuasaan)
hukum
yang pelakunya bebas dari hukuman
serta
(impunity).
Kenyataan
ini
menempatkan hukum dalam posisi
membuktikan bahwa hukum sudah
dimana
untuk
tidak lagi determinan atas kekuasaan
membatasi kekuasaan negara, hal ini
dan hukum interdependent dengan
berarti pula bahwa dalam praktik
kekuasaan, tetapi yang terjadi adalah
penyelenggaraan negara di Indonesia
kekuasaan determinan atas hukum
hukum
sebagai buah dari begitu dominannya
hukum
harus
berfungsi
mengendalikan
Halaman
27
Al’ Adl, Volume VIII Nomor 1, Januari-April 2016
kekuasaan
atas
hukum.
ISSN ELEKTRONIK 2477-0124
Bahkan
sederhana, karena adanya intervensi
berbagai kenyataan yang muncul
kepentingan dari kekuatan politik
menggambarkan
pemerintah
bahwa
selama
pemegang
kekuasaan
rezim orde beru berkuasa seolah-olah
dominan pada waktu itu. Menurut
telah terjadi proses pembusukan
Machfud MD (1996), kekuataan
hukum secara sistematis.
politik
Menurut
Freire
pemerintah
pemegang
(1999),
kekuasaan dominan ini di dalamnya
pengertian dominasi lebih sekedar
terdiri dari unsur-unsur; Presiden,
penyelewengan
secara
ABRI, Golkar, dan Biroaksi. Unsur-
suatu
unsur ini kemudian berkolaborasi
kelompok terhadap kelompok lain.
dalam satu kekuatan politik sebagai
Logika dominasi menunjukan adanya
the rulling classes, atau sebagai
kombinasi rekayasa ideologis dan
kelompok
material pada masa lalu maupun
kekuasaan yang berada di bawah
sekarang ini. Rekayasa ini tidak
garis komando Presiden. Sedangkan
pernah sepenuhnya berhasil, malahan
disisi
selalu menimbulkan hal-hal yang
kekuasaan yudikatif, dan kekuasaan
kontadiktif,
penyelenggara
kekuasaan
sewenang-wenang
dan
pemegang
oleh
tragisnya
antar
kekuatan
lain,
kekuasaan
menopoli
legislatif,
negara
lainnya
kekuasaan
saling
dijadikan sebagai the subordinate
bermusuhan
sebab
pola
classes, atau sebagai kelompok yang
komunikasinya
yang
Demikian
pula
dikuasai.
Situasi
yang
demikian
adanya
digambarkan oleh T. Mulya Lubis
dominasi kekuasaan yang terjadi
(1994), sebagai persoalan-persoalan
selama rezim orde baru berkuasa.
mendasar
Dominasi ini pada dasarnya tidak
lembaga-lembaga
terbatas hanya terhadap hukum saja,
persoalan
tetapi sudah meluas sedemikian rupa
di,karenakan oleh sistem kehidupan
sampai ke berbagai aspek kehidupan
berbangsa dan bernegara yang terlalu
lainnya
sarat dengan dominasi eksekutif atas
seperti
dengan
asimetris.
ideologi,
politik,
ekonomi, budaya.
yang
dihadapi
oleh
hukum,
yaitu
ketidak
berdayaan
legislatif dan yudikatif.
Pertanyaan sekarang adalah
Adanya
intervensi
kenapa kekuasaan menjadi begitu
kepentingan dari kekuatan politik
dominan
pemerintahan pemegang kekuasaan
atas
hukum?
Jawaban
Halaman
28
Al’ Adl, Volume VIII Nomor 1, Januari-April 2016
ISSN ELEKTRONIK 2477-0124
dominan, sudah barang tentu apabila
berkaita dengan proses penegakan
kekuasaan kemudian menjadi lebih
hukum. Bahkan Mahkamah Agung
dominan atas hukum, sehingga di
sendiri,
dalam implementasinya hukum tidak
benteng terakhir keadilan sering
lagi berpihak pada kebenaran dan
memberikan keputusan yang kurang
keadilan tetapi mengabdi kepada
mencerminkan
kekuasaan. Implikasi lebih lanjut
masyakat. Beberapa contoh kasus
tidak hanya berakibat pada hilangnya
yang
independensi aparat dari berbagai
konteks
institusi penegak hukum, seperti
penangguhan
Kepolisian,
dan
putusan Mahkamah Agung berkaitan
Pengadilan, tetapi juga terhadap
dengan kasus tanah (adat) Hanock
kekuasaan legislatif. Pengaruh ini
Hebe Ohee dan peninjauan kembali
bisa dilihat dari saratnya nuansa
atas perkara tokoh buruh Mochtar
kepentingan politik dari kekuatan
Pakpahan, kasus Kedung Ombo, dan
politik
pemegang
Majalah TEMPO. Sedangkan di sisi
kekuasaan dominan dalam setiap
lain, dominasi kekuasaan eksekutif
tindakan maupun putusan aparat
terhadap kekuasaan legislatif akan
penegak hukum, termasuk lahirnya
mennghasilkan
produk hukum berupa peraturan
berupa
perundang-undangan. Tindakan atau
undangan yang sarat dengan muatan
putusan serta produk hukum tersebut
kepentingan
diusahakan sedemikian rupa agar
pemegang kekuasaan, seperti UU
menguntungkan
politik
No. 1/85 tentang Pemilu, UU No.
kekuasaan
2/85 tentang Susunan dan kedudukan
dominan, termasuk melalui rekayasa
MPR, DPR, dan DPRD, UU No.3/85
sebagai upaya untuk memperoleh
tentang Partai Politik dan Golongan
legitimasi.
Karya,
Kejaksaan,
pemerintah
pemerintah
Di
kekuatan
pemegang
satu
sisi,
yang
sangat
ini,
berfungsi
rasa
keadilan
kontroversi
antara
lain
terhadap
adalah
hukum
perundang-
politik
No.
dalam
eksekusi
produk
peraturan
UU
sebagai
pemerintah
5/85
tentang
dominan
Referendum, dan UU No. 8/85
tentang Organisasi Kemasyarakatan.
kekuasaan
eksekutif
terhadap
kekuasaan
yudikatif
tentunya
Kelima
undang-undang
tidak
tersebut diatas merupakan satu paket
kondusif bagi upaya-upaya yang
kebijakan pemerintahan orde baru
membuahkan
situasi
yang
Halaman
29
Al’ Adl, Volume VIII Nomor 1, Januari-April 2016
yang
mengingkari
prinsip-prinsip
ISSN ELEKTRONIK 2477-0124
wenangan
tanpa
mempersoalkan
demokrasi dalam menata kehidupan
tatanan sosial dan secara legalistik
politik.
dari
kaku, serta hukum responsif yang
bahwa
bersifat terbuka terhadap perubahan
Bahkan
substansinya,
kelima
dilihat
terkesankan
undang-undang
tersebut
masyarakat
dan
mengabdi
semata-mata hanyalah merupakan
usaha-usaha
untuk
alat
keadilan
emansipasi
untuk
mempertahankan
dan
pada
mencapai
sosial.
kekuasaan (status quo). Termasuk
Dengan demikian lahirnya produk
untuk kepentingan tersebut adalah
hukum yang sarat dengan muatan
dengan
kepentingan
tetap
diberlakukannya
politik
pemerintah
produk hukum rezim orde lama
pemegang kekuasaan yang dilatar
seperti
tentang
belakangi oleh niat untuk dapat
Subversif dan penggunaan pasal-
mempertahankan kekuasaan, berarti
pasal haatzaai artikelen terhadap
dapat dikategorikan sebagai hukum
lawan-lawan politik atau terhadap
represif.
UU
No.
11/63
Dengan
orang-orang yang dianggap musuh
karena
berseberangan
dengan
dimana
hukum
kondisi
negara
bukan
sebagai
pemerintah. Pembentukan lembaga
panglima atau sudah tidak lagi
ekstra - judicial seperti Kopkamtib/
menjadi principle guiding, maka
Bakorstanas sebagai aparat kontrol
yang
totailer terhadap masyarakat yang
penyalahgunaan
akan menindas segala perlawanan,
kesewenang-wenangan
merupakan
yang
kekuasaan sudah menjadi semakin
membuktikan bahwa selama rezim
absolut. Kenyataan empirik telah
orde baru berkuasa hukum sudah
membuktikan,
menjadi subordinat dari kekuasaan.
pada era rezim orde baru sudah
kenyataan
lain
Nonet dan Selznick (1978),
membedakan
adanya
tiga
tipe
kemudian
muncul
kekuasaan
adalah
atau
karena
bahwa
kekuasaan
menjadi seperti ungkapan dalam
sebuah
iklan
yang
mengatakan:
hukum, yaitu hukum refresif, hukum
“kalau sudah duduk lupa berdiri”,
otono, dan hukum responsif. Hukum
sekaligus
represif bertujuan untuk memelihara
gambaran bahwa rezim orde baru
status quo, hukum otonom bertujuan
seolah-olah tidak ingin melepaskan
untuk
kekuasaan yang berada di dalam
membatasi
kesewenang-
memberikan
suatu
Halaman
30
Al’ Adl, Volume VIII Nomor 1, Januari-April 2016
genggamannya,
apalagi
melepaskannya
secara
mau
sukarela.
ISSN ELEKTRONIK 2477-0124
Kekuatan
rakyat
bersatu
yang
dimotori oleh mahasiswa kemudian
Demikian pula dengan apa yang
memaksa
Presiden
Soeharto
dikatakan Lord Acton sebagaimana
meletakan
jabatannya,
sekaligus
dikutip
mengawali
oleh
Spoerri
(1997);
tumbangnya
“kekuasaan cenderung korup, dan
pemerintahan rezim orde baru yang
kekuasaan yang mutlak melakukan
berkuasa selama lebih kurang 32
korupsi secara mutlak pula,” adalah
tahun.
tepat
untuk
bagaimana
oleh
menggambarkan
kekuasaan
rezim
orde
dijalankan
baru
PENUTUP
Simpul dari uraian di atas
selama
membuktikan bahwa hukum ternyata
berkuasa.
termasuk
tidak netral. Ketidak-netralan hukum
penindasan dalam wujud dominasi
ini dikarenakan adanya berbagai
kekuasaan atas hukum yang terjadi
macam
selama rezim orde baru berkuasa,
mempengaruhinya, yang salah satu
ternyata
diantaranya
Penindasan,
seiring
“penyandaran”
pula
dengan
(conscientization)
variabel
yang
adalah
dapat
kekuasaan.
Upaya untuk lebih mengedepankan
individu
supermasi hukum pada era indonesia
di
dalam
baru harus menjadi prioritas utama
tetap
konsen
bagi rezim yang berkuasa sekarang,
dengan hukum sebagai principle
dan prinsip-prinsip hukum haruslah
guiding
tegaknya
dijadikan sebagai pedoman, terutama
hukum, keadilan, dan kebenaran.
oleh para elit penguasa di dalam
Proses penyadaran ini kemudian
praktik penyelenggaraan kekuasaan
berubah menjadi gerakan yang maha
negara.
yang
dilakukan
maupun
oleh
kelompok
masyarakat
yang
atau
dengan
Pandangan
dahsyat, yaitu gerakan rakyat bersatu
menentang kekuasaan rezim orde
kritis
baru.
kembangkan
Bersatunya
melawan
segala
penindasan
dengan
kekuatan
tidak
kekerasan
harus
maupun
selalu
untuk
sikap
ditumbuh
mencegah
rakyat
untuk
macam
bentuk
pemerintahan, baik yang sekarang
dihadapi
maupun di masa yang akan datang,
dengan
agar dalam menjalankan kekuasaan
sekalipun.
negara tidak mengulangi kembali
bisa
atau
bersenjata
Halaman
31
Al’ Adl, Volume VIII Nomor 1, Januari-April 2016
kesalahan
yang
sama
seperti
kesalahan yang pernah dilakukan
oleh
rezim
orde
baru.
Adanya
kelompok oposisi yang kuat dan
independen
berapiliasi
sangat
atau
yang
tidak
dengan
partai
politik
baik
sebagai
diperlukan
penyeimbang
(power-equalizer)
maupun sebagai penekan (pressure
groups), seperti Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), Kampus, Media
massa, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo, Miriam. Demokrasi di
Indonesia – Demokrasi
Parlementer dan Demokrasi
Pancasila.
Jakarta
:
Gramedia Pustaka Utama,
1994.
Ravitch,
Diane
dan
Abigali
Therrnstrom
(editor).
Demokrasi Klaksik dan
Modern, Jakarta : Yayasan
Obor Indonesia, 1994.
Dari Skandal ke Skandal. Kumpulan
tulisan rubik investigasi
majalah berita mingguan
TEMPO, 1999.
Freire, Paulo. Pendidikan Kaum
Tertindas. Cet. I Jakarta :
LP3ES, 1985.
______.
Politik
Pendidikan:
Kebudayaan,
Kekuasaan,
dan Pembebasan, Cet. I.
Yogyakarta
:
Pustaka
Pelajar , 1999.
ISSN ELEKTRONIK 2477-0124
Hatta, Mohammad. Menuju Negara
Hukum. Jakarta : idayu
Press, 1977.
Lester, John dan Pierre
Menemukan
Kebebasan. Cet. I.
Pustaka Utama
1997.
Spoerri.
Kembali
Jakarta :
Grafiti,
Lubis, T. Mulya. “Pengembangan
dan Pemanfaatan Kembali
Hubungan antara LembagaLembaga Hukum di Bidang
Penegakan
Hukum.”
Makalah disampaikan pada
Seminar Hukum Nasional
VI, Jakarta , 1994.
Machiavelli,
Niccolo.
Sang
Penguasa. Cet. III. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama,
1991.
MD, Moh. Machfud, “Demokratisasi
Dalam
Rangka
Pembangunan Hukum yang
Responsif.”
Makalah
disampaikan pada Seminar
Nasional
tentang
Pendayagunaan Sosiologi
Hukum
dalam
Masa
Pembangunan
dan
Restrukturisasi
Global,
Pusat Studi Hukum dan
Masyarakat
Fakultas
Hukum
Universitas
Diponegoro,
Semarang,
1996.
Montesquieu.
Membatasi
Kekuasaan:
Telaah
Mengenai Jiwa UndangUndang. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama, 1993.
Nonet, Philippe, Philip Selznick.
Law and Society in
Transition:
Toward
Halaman
32
Al’ Adl, Volume VIII Nomor 1, Januari-April 2016
ISSN ELEKTRONIK 2477-0124
Responsive Law. New York
: Harper & Row, 1978.
Santos,
Boaventura De Sousa.
Toward a New Common
Sense: Law, Science and
Politics in Paraddigmatic
Transition. New York :
Routledge, 1995.
Seno Adji, Oemar. Peradilan Bebas
Negara Hukum . Jakarta :
Erlangga, 1980.
Seri
Mencerdaskan
Kehidupan
Bangsa No. 4. Beberapa
komentar tentang Pemilihan
Umum 1992. Jakarta :
Kelompok kerja Petisi Lima
Puluh, 1991.
Siringoringo, Aldentua dan Tumpal
Sihite
(penyunting).
Menyingkap
Kabut
Peradilan Kita. Jakarta :
Pustaka
Forum
Adil
Sejahtera, 1996.
Thaib. Dahlan dan Mila Karmila Adi
(editor).
Hukum
dan
Kekuasaan
.Cet,
I.
Yogyakarta : FH-UII, 1998.
Halaman
33