PENGAWASAN MUTU BAHANPRODUK PANGAN
PENGAWASAN MUTU BAHAN/PRODUK PANGAN
JILID 1
SMK
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional
Hak Cipta pada Departemen Pendidikan Nasional Dilindungi Undang-undang
PENGAWASAN MUTU BAHAN/PRODUK PANGAN
JILID 1
Untuk SMK
Penulis : Eddy Afrianto
Editor : Sahirman
Perancang Kulit
: TIM
Ukuran Buku
: 18,2 x 25,7 cm
AFR AFRIANTO, Eddy p
Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan Jilid 1 untuk SMK/oleh Eddy Afrianto ---- Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, 2008.
ix. 168 hlm Daftar Pustaka : A1-A3 Glosarium
: B1-B5
ISBN : 978-602-8320-92-4
978-602-8320-93-1
Diterbitkan oleh
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2008
KATA SAMBUTAN
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia Nya, Pemerintah, dalam hal ini, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional, pada tahun 2008, telah melaksanakan penulisan pembelian hak cipta buku teks pelajaran ini dari penulis untuk disebarluaskan kepada masyarakat melalui website bagi siswa SMK.
Buku teks pelajaran ini telah melalui proses penilaian oleh Badan Standar Nasional Pendidikan sebagai buku teks pelajaran untuk SMK yang memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam proses pembelajaran melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 tahun 2008.
Kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh penulis yang telah berkenan mengalihkan hak cipta karyanya kepada Departemen Pendidikan Nasional untuk digunakan secara luas oleh para pendidik dan peserta didik SMK di seluruh Indonesia.
Buku teks pelajaran yang telah dialihkan hak ciptanya kepada Departemen Pendidikan Nasional tersebut, dapat diunduh (download), digandakan, dicetak, dialihmediakan, atau difotokopi oleh masyarakat. Namun untuk penggandaan yang bersifat komersial harga penjualannya harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Dengan ditayangkannya softcopy ini akan lebih memudahkan bagi masyarakat untuk mengaksesnya sehingga peserta didik dan pendidik di seluruh Indonesia maupun sekolah Indonesia yang berada di luar negeri dapat memanfaatkan sumber belajar ini.
Kami berharap, semua pihak dapat mendukung kebijakan ini. Selanjutnya, kepada para peserta didik kami ucapkan selamat belajar dan semoga dapat memanfaatkan buku ini sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa buku ini masih perlu ditingkatkan mutunya. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat kami harapkan.
Jakarta,
Direktur Pembinaan SMK
KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas Rahmat dan KaruniaNya penulis dapat menyelesaikan buku ajar untuk Sekolah Menengah kejuruan yang berjudul PENGAWASAN MUTU BAHAN/PRODUK PANGAN. Buku ini merupakan hasil kerjasama penulis dengan Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.
Buku Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan ini mengulas mengenai bahan pangan mulai dari sifat, mutu dan proses penurunan mutunya. Dijelaskan pula mengenai bagaimana uapaya yang dapat dilakukan untuk menghasilkan produk pangan yang aman untuk dikonsumsi. Materi lain yang dijabarkan dalam buku ini adalah bagaimana menganalisis mutu dari bahan / produk pangan
Buku ini ditulis dengan tujuan dapat digunakan sebagai salah satu sumber untuk menghasilkan lulusan sekolah menengah kejuruan yang memiliki kemampuan sebagai pengawas mutu pangan. Acuan utama penulisan buku ini adalah Standar Kompetensi Nasional Bidang Analisis Mutu Bahan / Produk Pangan yang telah diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional yang telah memberikan kesempatan untuk berpatisipasi dalam penulisan buku ini.
2. Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran yang telah mengizinkan penulis untuk mengikuti Program Penulisan Buku Ajar
3. Ir. Sahirman, MSc. selaku editor yang telah memberikan masukan guna peningkatan kualitas buku ajar
4. Dr. Ari Widodo dan Endang Prabandari selaku penilai yang telah memberikan masukan untuk penyempurnaan isi dan kelayakan penyajian
5. Anna Widanarti dan Ir. Ketut Sukarmen sebagai penilai yang telah memberikan masukan untuk penyempurnaan kelayakan kebahasaan
6. Hari Purnomo selaku penilai yang telah memberikan masukan untuk penyempurnaan kegrafikaan
7. Bambang Purwanto selaku supervisor yang telah memberikan masukan untuk penyempurnaan kegrafikaan
Ucapan yang sama penulis sampaikan kepada pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas sumbangsihnya, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap penulisan buku ini. Semoga semua amal kebaikan yang telah diberikan mendapatkan pahala berlipat ganda dari Allah SWT. Amin.
Penulis mengharapkan masukan, saran dan koreksi dari para pembaca yang akan bermanfaat dalam penyempurnaan buku ini. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya. Amin.
Bandung, Januari 2008
Eddy Afrianto
ii
SINOPSIS
Mutu sangat sulit didefinisikan karena setiap konsumen memiliki pemahaman berbeda. Sebagai gambaran, konsumen menyukai ikan mas goring yang berukuran 100 g setiap ekornya. Dengan ukuran demikian, ikan mas mudah dikonsumsi hingga ke tulangnya. Namun bila hendak membuat pepes, mereka lebih menyukai ikan mas yang berukuran 500 g atau lebih sebagai bahan bakunya.
Mutu bahan pangan tidak dapat ditingkatkan dan cenderung menurun dengan bertambahnya waktu. Upaya yang dapat kita lakukan hanya untuk menghambat atau menghentikan proses penurunan mutu tersebut. Pengetahuan mengenai sifat dan mutu bahan pangan akan banyak membantu dalam upaya menghambat atau menghentikan proses penurunan mutu.
Dua hal penting yang dapat dilakukan untuk menghambat atau menghentikan proses penurunan mutu bahan pangan, yaitu manajemen keamanan pangan dan analisis mutu. Manajemen pangan ditujukan untuk menghasilkan pangan yang aman dikonsumsi. Manajemen keamanan pangan diwujudkan dengan Penerapan Manajemen Mutu Terpadu (PMMT).
Pnerapan Manajemen Mutu Terpadu terdiri dari tiga komponen yang saling berkaitan, yaitu Good Manufacturing Practices (GMP), Standard Sanitation Operating Ptocedures (SSOP), dan Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP). Sebagai kelayakan dasar dari PMMT, GMP harus dilaksanakn dahulu secara baik sehingga akan dihasilkan pangan dengan kualitas yang sama. GMP adalah bagaimana cara menghasilkan bahan pangan dengan mutu relative dengan mutu sebelum dan setelahnya.
SSOP adalah prosedur standar operasi sanitasi untuk mencegah terkontaminasinya bahan baku pangan. Tahapan SSOP meliputi bahan baku, peralatan, pekerja, dan lingkungan steril.
Setelah GMP dan SSOP dapat dilaksanakan sesuai prosedur, maka sudah selayaknya apabila akan menerapkan HACCP. Berdasarkan pelaksanaannya, HACCP dapat dibagi menjadi dua, yaitu analisis bahaya (HA) dan penentuan titik kritis (CCP). Analisis bahaya adalah penentuan titik-titik bahaya yang mungkin ada pada alur proses produksi bahan pangan. Bahaya yang mungkin ada dalam alur proses
iii iii
Penentuan titik kritis dilakukan karena tidak semua titik bahaya yang dijumpai berpengaruh buruk terhadap mutu pangan yang dihasilkan. Alur proses yang baik dicirikan dengan adanya aktivitas untuk mengatasi bahaya yang mungkin timbul pada tahap sebelumnya. Sebgaia contoh, bahaya yang ditimbulkan dari keberadaan mikroba pada ikan yang akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan ikan kaleng bukan merupakan titik kritis. Mengapa demikian ? Karena pada tahap selanjutnya dari alur proses ada kegiatan sterilisasi yang dapat membunuh mikroba tersebut sehingga ikan kaleng menjadi aman untuk dikonsumsi.
Kompetensi yang hendak dicapai oleh buku ini adalah dihasilkannya lulusan yang mampu melakukan pengawasan mutu pangan. Kompetensi ini dapat dicapai apabila siswa memahami semua komponen dalam buku ini.
iv
PETA KOMPETENSI
KEAMANAN PANGAN HACCP
PROSES
PERSIAPAN
SIFAT BAHAN MUTU BAHAN
PENGAMBILAN SAMPEL PANGAN
ANALISIS FISIK ANALISIS KIMIA
PENGAWASAN ANALISIS BIOLOGIS
MANAJEMEN
MUTU
MUTU
LABORATORIUM
ANALISIS MIKROBIOLOGIS
PANGAN
ANALISIS ORGANOLEPTIK
ANALISIS MUTU AIR
ix
1 Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan
BAB I SIFAT BAHAN PANGAN
1.1. Bahan pangan
Bahan pangan adalah bahan yang digunakan untuk menghasil- kan pangan. Sedangkan produk pangan adalah hasil penanganan atau pengolahan bahan pangan.
Meskipun kondisinya jauh berbe-
da, keduanya mengalami proses penurunan mutu. Bahan pangan mengalami penurunan mutu dari sejak dipanen atau ditangkap hingga ketangan konsumen, baik konsumen akhir maupun antara.
Konsumen akhir merupakan kon- sumen yang langsung menangani bahan pangan tersebut untuk dikonsumsi. Konsumen antara menangani bahan pangan untuk dikirim kepada konsumen akhir (pedagang) atau ditangani dan di- olah lebih dahulu menjadi produk pangan (industri) bagi kebutuhan konsumen akhir. Meskipun ke- duanya adalah konsumen antara,
peranan pedagang dan industri dalam menangani bahan pangan berbeda.
Pedagang akan selalu berusaha menjaga mutu dari bahan pangan agar tetap baik sampai ke tangan konsumen. Sedangkan industri, selain menjaga mutu dari bahan pangan juga akan berusaha men- jaga produk pangan yang dihasil- kan agar tidak tercemar sampai ke tangan konsumen.
Pencemaran yang dialami oleh bahan pangan akan mempenga- ruhi mutu produk yang dihasilkan. Namun yang lebih menghawatir- kan adalah pencemaran bahan pangan dapat menyebabkan sakit atau keracunan bagi konsumen yang mengkonsumsinya.
Untuk mempertahankan mutu bahan atau produk pangan diperlukan pemahaman tentang sifat bahan pangan, faktor yang
mempengaruhi penurunan mutu, dan upaya yang dapat dilakukan untuk menghambat penurunan mutu tersebut.
1.2. Sifat bahan pangan
Berdasarkan jenisnya, sifat dari bahan pangan dapat dibagi men- jadi tiga golongan, yaitu sifat fisik, kimiawi, dan biologis.
1.2.1 Sifat fisik
Sifat fisik yang memiliki hubung- an erat dengan sifat dari bahan pangan antara lain sifat alometrik, tekstur, kekenyalan, koefisien gesek, dan konduktivitas panas. Sifat fisik memiliki kaitan sangat erat dengan mutu bahan pangan karena dapat digunakan sebagai informasi dasar dalam menentu- Sifat fisik yang memiliki hubung- an erat dengan sifat dari bahan pangan antara lain sifat alometrik, tekstur, kekenyalan, koefisien gesek, dan konduktivitas panas. Sifat fisik memiliki kaitan sangat erat dengan mutu bahan pangan karena dapat digunakan sebagai informasi dasar dalam menentu-
1.2.1.1 Hubungan alometrik
Kekuatan, ukuran, bentuk bahan pangan merupakan sifat fisik penting yang berperan dalam pengolahan. Sifat fisik tersebut
Gambar 1.1. Alat seleksi buah dapat menentukan metode pe- berdasarkan bentuk dan ukuran (sifat fisik) bahan
nanganan dan disain peralatan
pangan
pengolahan. Ukuran dan bentuk fisik Sumber : www.citrus.com
merupakan sifat dasar yang
penting. Pada kerang-kerangan, dimensi kerang, rasio dimensi
1.2.1.2 Tekstur
kerang, rasio volume ruang Tekstur bahan pangan beraneka dengan volume total dan berat ragam, mulai dari yang tekstur
kerang dapat membantu dalam halus hingga kasar. Tekstur penetuan peralatan penanganan bahan pangan berkaitan dengan dan potensi daging per wadah.
perlindungan alami dari bahan Informasi mengenai ukuran dan
pangan tersebut. Namun dari sisi bentuk bahan pangan dapat sebagai bahan pangan, tekstur membantu dalam pembuatan alat
memiliki kaitan erat dengan cara seleksi (Gambar 1.1.).
penanganan dan pengolahan bahan pangan.
Jenis bahan pangan, kondisi pertumbuhan, tempat hidup dan
Pengujian tekstur bahan pangan faktor lingkungan lainnya akan sudah banyak dilakukan dengan berpengaruh terhadap dimensi menggunakan alat penggunting bahan pangan dan dengan atau penusuk. Informasi yang sendirinya akan berpengaruh diperoleh akan berguna untuk terhadap rasio dimensi peralatan.
menentukan berapa kekuatan yang diperlukan apabila akan
menggunakan produk tersebut. Lebar bahan pangan akan mem-
pengaruhi energi yang diperlukan untuk memotong. Pemotongan cumi-cumi yang berukuran 3 cm
2 Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan 2 Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan
tenunan pengikat lebih banyak berukuran 1 cm yang ternyata dan besar (Gambar 1.2). hanya membutuhkan energi pe- motongan 82 N.
Jumlah energi yang dibutuhkan untuk memotong bahan pangan dipengaruhi oleh sudut pisau, temperatur dan ketebalan bahan pangan, kecepatan pemotongan, dan arah serat.
Arah serat mempengaruhi energi yang diperlukan untuk melakukan pemotongan bahan pangan. Selain itu, lokasi daging pada satu individu juga mempengaruhi energi yang dibutuhkan untuk melakukan pemotongan.
Di pasar swalayan biasanya ter- Gambar 1.2. Perbandingan tenunan
pampang gambar yang secara pengikat yang banyak dan jelas mencantumkan nama jenis-
besar pada daging sapi jenis daging terdapat pada sapi.
(atas) dan sedikit, teratur Tingkat kekerasan antara daging
dan halus pada daging ikan sapi yang terletak di bagian kaki
(bawah)
dengan di bagian perut berbeda. Demikian pula dengan kekerasan
daging yang terletak pada organ Pengukuran kekenyalan bahan gerak dengan organ yang tidak
pangan dapat dilakukan dengan bergerak.
menggunakan hardness tester atau pnetrometer (Gambar 1.3). Penggunaan pnetrometer sangat
mudah. Tekan tombol di bagian Kekenyalan bahan pangan erat
1.2.1.3 Kekenyalan
atas untuk mengatur agar jarum kaitannya dengan jumlah dan indikator berapa pada posisi jenis tenunan pengikat yang angka nol. Letakkan ujung
dimiliki dan tingkat kesegaran. bagian bawah pnetrometer ke Setiap bahan pangan akan me-
permukaan bahan pangan yang miliki jumlah dan jenis tenunan
akan diukur. Tekan pnetrometer pengikat yang berbeda dengan
secara perlahan hingga jarum bahan pangan lainnya dan akan
bergerak. Apabila jarum sudah mempengaruhi kekenyalannya. tidak bergerak lagi, penekanan
Daging sapi lebih kenyal daripada dihentikan dan angka yang
3 Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan 3 Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan
koefisien gesek dari bahan terse- but adalah pengangkutan dengan sistim ban berjalan (Gambar 1.4). Pengangkutan buah rambutan yang dilakukan dengan menggu- nakan sistem ban berjalan lebih mudah bila dibandingkan dengan pengangkutan buah melon. Hal ini dikarenakan koefisien gesek buah rambutan lebih besar, jadi relatif lebih sulit bergeser selama pengangkutan dibandingkan bu-
ah melon. Tumpukan buah jeruk bali akan lebih tinggi dibanding- kan buah semangka. Bulatan jeruk bali yang kurang sempurna
Gambar 1.3. Pnetrometer adalah menyebabkan koefisien gesek- salah satu alat yang dapat
digunakan untuk mengukur nya lebih besar dibandingkan
kekenyalan daging semangka yang bentuknya bulat sempurna.
Pengetahuan mengenai koefisien
1.2.1.4 Koefisien gesek
gesekan berbagai bahan pangan sangat penting sebagai informasi
Telah dijelaskan sebelumnya dalam mendisain peralatan dan bahwa setiap bahan pangan merancang sarana transportasi memiliki tekstur yang berbeda produk selama penanganan atau dengan bahan pangan lainnya.
pengolahan.
Ada bahan pangan yang memiliki tekstur halus (misalnya biji-bijian) atau kasar (nenas, durian, dan nangka). Tekstur ini berpengaruh terhadap koefisien gesek. Bahan pangan dengan tekstur lebih kasar memiliki koefisien gesek lebih besar dibandingkan bahan pangan dengan tekstur lebih halus. Dibutuhkan energi lebih besar untuk menggeser bahan Gambar 1.4. Perancangan alat pangan dengan koefisien gesek
dengan memanfaatkan koefisien gesek bahan
besar.
pangan
4 Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan
Alat yang dapat digunakan untuk mengangkut dan tempat untuk
menyimpan durian akan berbeda
1 – [1-a(k d /k c )] b dengan alat pengangkut ataupun tempat untuk menyimpan telur
k=k c { --------------------------- }
ayam. Durian diangkut dengan
1 + (a – 1) b wadah terbuat dari papan atau
dimana :
karton yang tebal sedangkan un- k = Konduktivitas campuran tuk telur ayam biasanya meng-
gunakan wadah berbahan karton
a =3k c / (2k c +k d ) atau plastik dengan bentuk yang
b =V d / (V c +V d ) disesuaikan bentuk telur. Hal ini
berkaitan dengan koefisien gesek k c = konduktivitas fase kontinu yang berbeda. Demikian pula
k d = konduktivitas fase disperse dengan disain alat pembersih ikan dan alat pengupas apel. V c = Volume fase kontinu
Kulit apel bisa dikupas dengan
V d = Volume fase disperse menggunakan pisau, sedangkan
sisik ikan lebih mudah untuk
dibersihkan dengan memakai Nilai konduktivitas panas bahan sikat kawat.
pangan juga dipengaruhi oleh kombinasi antara arah aliran
panas dengan arah serat bahan
pangan. Besarnya aliran panas Pengertian konduktivitas panas akan meningkat bila memiliki adalah jumlah panas yang dapat
1.2.1.5 Konduktivitas panas
sejajar dengan arah serat. Pada mengalir per satuan waktu mela-
produk daging beku, perbedaan lui suatu bahan dengan luas dan
aliran panas antara aliran panas ketebalan tertentu per unit tem-
yang sejajar dan tegak lurus peratur. Konduktivitas panas searah serat berkisar antara 10- banyak digunakan dalam proses
20 persen.
pendinginan atau pemanasan Besar nilai konduktivitas panas karena berkaitan dengan transfer
dari bahan pangan sudah banyak panas secara konduksi.
disajikan lebih rinci dalam buku- Nilai konduktivitas panas suatu
buku pangan. Berdasarkan tabel bahan pangan akan bervariasi nilai konduktivitas panas tersebut
terhadap kandungan air dan dapat ditentukan jenis dari bahan temperatur. Meningkatnya nilai
baku yang akan digunakan dalam kandungan air dan temperatur pembuatan wadah penyimpanan, akan meningkatkan konduktivitas
bahan pengemas yang sesuai, panas. Perubahan nilai tersebut
dan lama penyimpanan bahan dapat dilihat pada persamaan pangan. berikut :
5 Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan
6 Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan
1.2.1.6 Panas spesifik
Penghitungan beban panas yang dilepaskan oleh bahan pangan membutuhkan pengetahuan me- ngenai panas spesifik. Adapun pengertian panas spesifik bahan pangan adalah jumlah panas yang dibutuhkan untuk mening- katkan temperatur satu satuan kuantitas bahan pangan sebesar satu derajat dikali bobot produk dikali perubahan temperatur yang diinginkan.
Informasi tentang panas spesifik sangat penting dalam kegiatan pendinginan, pembekuan, atau pemanasan. Dalam proses pen- dinginan, pembekuan, maupun pemanasan, apabila wujud dari bahan pangan mengalami per- ubahan, maka nilai dari variabel panas spesifik harus dimasukan dalam penghitungan beban pa- nas. Adapun yang dimaksud dengan beban panas adalah jum- lah panas yang harus dikeluarkan dari bahan pangan selama berlangsung proses pendinginan, pembekuan, atau pemanasan.
Bahan pangan yang berasal dari produk nabati diketahui masih te- tap hidup meskipun telah dipanen sehingga mereka masih melaku- kan aktivitas respirasi yang akan menghasilkan panas. Dengan demikian, pada bahan pangan yang masih hidup, maka besar- nya nilai variabel panas respirasi tersebut harus dimasukkan dalam penghitungan beban panas.
Informasi mengenai nilai panas spesifik bahan pangan diperlukan
dalam merancang sarana untuk pengangkutan dan penyimpanan. Sarana untuk pengangkutan dan penyimpanan yang dilengkapi unit pengaturan suhu lingkungan sangat membutuhkan informasi panas spesifik dari bahan pangan yang kelak akan diangkut atau disimpan. Informasi mengenai panas spesifik merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan pemilihan bahan baku dan proses rancang bangun. Tabel yang memuat nilai panas spesifik dari bahan pangan juga sudah banyak disajikan dalam buku- buku pangan.
1.2.1.7 Panas laten
Panas laten adalah jumlah panas yang harus dilepaskan oleh ba- han pangan untuk merubah fase bahan pangan tersebut pada suhu konstan. Di dalam bahan pangan, perubahan air dari wujud cair ke padat (es) pada suhu konstan (0 o
C) akan melepaskan sejumlah energi panas dan sebaliknya perubahan dari bentuk padat ke cair juga membutuhkan energi panas.
Peristiwa perubahan wujud yang pertama (dari air menjadi es), energi panas yang dilepaskan oleh air harus diserap oleh media lain agar perubahan tersebut dapat berlangsung. Dalam lemari es, energi panas yang dilepaskan oleh air selama proses perubah- an tersebut diserap oleh freon. Pada peristiwa perubahan kedua
(dari padat ke cair), energi panas Tabel 1.1. Hubungan temperatur yang dibutuhkan dapat diambil
lingkungan dengan panas dari lingkungannya. Fenomena
respirasi
inilah yang dijadikan dasar dalam merancang peralatan dan sarana
Kisaran Panas
Temperatur
penyimpanan bahan pangan. Respirasi
( o C)
(J/kg/jam)
0 208 – 281 Setiap bahan pangan yang masih
1.2.1.8 Panas respirasi
5 467 – 520 hidup akan melakukan aktivitas
10 882 – 987 metabolisme dan energi panas
15 yang dihasilkannya disebut panas 1766 - 2183 respirasi. Panas respirasi adalah
Sumber : ASHRAE 1977 dalam panas yang dihasilkan karena Wheatton and Lawason, 1985
adanya aktivitas metabolisme dari bahan pangan, misalnya biji-
bijian, ternak atau ikan yang baru
1.2.1.9 Penyebaran panas
mati. Panas respirasi ini sangat berpengaruh terhadap beban Informasi mengenai penyebaran panas, terutama pada bahan panas dalam bahan pangan
sangat membantu pada proses pangan nabati, sehingga sangat
berpengaruh selama dalam masa pengolahan bahan pangan yang pengangkutan dan penyimpanan.
mengandalkan perubahan suhu. Penyebaran panas dapat dihitung
Panas respirasi dipengaruhi oleh dengan persamaan berikut : suhu lingkungan. Meningkatnya
suhu lingkungan akan meningkat-
kan panas respirasi karena terjadi peningkatan aktivitas metabolis-
k me seiring dengan meningkatnya
suhu lingkungan (Tabel 1.1). ά = 0.060 ------------------------ ρC p
dimana : ά = Penyebaran panas (cm 2 /men) ρ = Densitas (g/cm 2 )
C o p = Panas spesifik (J/g C) k = Konduktivitas panas
7 Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan
8 Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan
Penyebaran panas dalam bahan pangan dipengaruhi juga oleh kandungan air. Dengan demikian persamaan di atas dapat diganti dengan persamaan berikut :
dimana : ά = Penyebaran panas
(cm 2 /menit)
A w = Penyebaran panas pada air pada temperatur yang
diinginkan (cm 2 /menit)
% air = Kandungan air dalam bentuk % bobot
1.2.2 Sifat Kimiawi
Sifat kimiawi dari bahan pangan ditentukan oleh senyawa kimia yang terkandung sejak mulai dari bahan pangan dipanen/ditangkap hingga diolah. Perubahan kan- dungan senyawa kimia pada bahan pangan tergantung dari tingkat kematangan biologis, jenis kelamin, kematangan seksual, temperatur, suplai makanan atau pupuk, stres, atau parameter lingkungan lainnya.
Sebagian besar bahan pangan memiliki kandungan air relatif tinggi. Dengan kandungan air demikian, bahan pangan tersebut merupakan media yang baik bagi
mikroba pembusuk untuk tumbuh dan berkembang.
Upaya dilakukan untuk menurun- kan kandungan air dalam bahan pangan sampai batas dimana mikroba tidak dapat tumbuh dan berkembang masih terus dikem- bangkan. Keberhasilan upaya ini akan dapat meningkatkan masa simpan bahan pangan.
Pada komoditas perikanan dan beberapa bahan pangan nabati lainnya diketahui mengandung
minyak yang dapat diekstrak. Hati ikan hiu, kelapa, bunga matahari, dan jagung merupakan sejumlah bahan pangan yang telah diketahui banyak mengan- dung minyak. Minyak memiliki beberapa sifat khas, yaitu temperatur beku dan leleh, jumlah ikatan rangkap yang menentukan tingkat kejenuhan. Jumlah minyak yang dapat diekstrak tergantung dari jenis bahan pangan, musim, makanan yang dikonsumsi, siklus perkawinan, dan temperatur lingkungan.
Tingkat kemanisan yang dimiliki bahan pangan dipengaruhi oleh temperatur lingkungan. Jagung muda (baby corn) atau ubi jalar lebih terasa manis apabila sebelum dimasak disimpan ter- lebih dahulu pada suhu rendah. Pada suhu rendah, karbohidrat yang dikandung oleh jagung muda atau ubi jalar berada dalam bentuk glukosa sehingga terasa manis.
ά = 0.053+(A w – 0.053)(% air)
Kandungan senyawa kimia juga sedangkan daging ternak akan berubah apabila bahan memiliki pH lebih rendah (± 5.3- pangan mengalami stres menje-
6.0). Oleh karenanya, ikan me- lang kematiannya. Ternak dan
miliki masa simpan relatif singkat ikan yang mengalami stres berat
dibandingkan masa simpan dari menjelang kematiannya akan daging ternak. Kenyataan ini memiliki masa simpan relatif lebih
telah mendasari para ahli pangan singkat dibandingkan dengan untuk menurunkan pH lingkungan ternak dan ikan yang tidak stres.
sehingga dapat mengawetkan Selama stres, ternak dan ikan bahan pangan. banyak menggunakan energinya
1.2.3 Sifat Biologis
sehingga cadangan energi yang dimilikinya menjadi berkurang. Sifat biologis mempunyai Energi cadangan ini sangat peranan sangat penting dalam diperlukan bagi ternak dan ikan
merancang proses penanganan untuk mempertahankan kesegar-
dan pengolahan. Sifat biologis an daging setelah kematian yang utama dari bahan pangan (Gambar 1.5).
adalah kandungan mikrobanya. Derajat keasaman (pH) dapat Sebagian besar bahan pangan
menggambarkan jumlah ion H + memiliki kandungan mikroba yang terkandung dalam bahan sejak dipanen atau ditangkap. pangan. Nilai pH merupakan log
Mikroba ini tersebar di seluruh dari ion H + dan besarnya berkisar
permukaan. Sebagian mikroba
1 – 14. Nilai 7 artinya pH bahan tersebut merupakan mikroba asli pangan netral, Nilai <7 artinya
(flora alami) yang berasal dari pH-nya asam, dan >7 berarti pH-
alam dan melekat pada bahan nya basa. Peningkatan kandung-
pangan. Sebagian mikroba an ion H + akan menurunkan pH
lainnya berasal dari kontaminasi. sehingga tercipta lingkungan Kontaminasi mikroba dapat bersuasana asam.
berasal dari lingkungan, pakaian yang dikenakan saat menangani
Bahan pangan dengan nilai pH atau mengolah bahan pangan, rendah cenderung memiliki masa dan dari bahan pangan yang simpan lebih lama dibandingkan
sudah tercemar.
dengan bahan pangan yang me- miliki nilai pH mendekati netral,
Bila kondisi memungkinkan, karena sebagian besar mikroba
kedua jenis mikroba ini secara pembusuk tidak tahan hidup pada
bersamaan akan menurunkan lingkungan dengan pH rendah tingkat kesegaran bahan pangan. (Gambar 1.6.). Nilai pH daging
ikan lebih tinggi dibandingkan daging ternak. Ikan mati memiliki
pH mendekati netral (± 6.4-6.8)
9 Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan
AMP - deaminase
IMP + NH 3
Fosfatase
Inosin + P
Nukleosida fosforilase
Nukleosida Hipoksantin + Ribose 1-fosfat
Hipoksantin + Ribose
Gambar 1.5. Perombakan cadangan energi yang digunakan untuk mengatasi stres
10 Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan
Gambar 1.6. Kisaran pH lingkungan dari beberapa mikroba
11 Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan
12 Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan
BAB II MUTU BAHAN PANGAN
2.1. Mutu dan kualitas
yaitu tekstur, kekentalan dan konsistensi; flavor yaitu sensasi
Mutu adalah gabungan dari se- dari kombinasi bau dan cicip, dan jumlah atribut yang dimiliki oleh
(2) karakteristik tersembunyi, bahan atau produk pangan yang
yaitu nilai gizi dan keamanan dapat dinilai secara organoleptik.
mikrobiologis.
Atribut tersebut meliputi parame- Mutu berbeda dengan kualitas. ter kenampakan, warna, tekstur, Pisang batu mempunyai kualitas rasa dan bau (Kramer dan Twigg, lebih baik sebagai bahan baku 1983). Menurut Hubeis (1994),
rujak gula, namun pisang yang mutu dianggap sebagai derajat bermutu baik adalah cavendish penerimaan konsumen terhadap karena memiliki sejumlah atribut produk yang dikonsumsi berulang
baik. Hanya satu karakteristik (seragam atau konsisten dalam baik yang dimiliki oleh pisang standar dan spesifikasi), terutama batu, yaitu daging buahnya berbiji sifat organoleptiknya. Mutu juga
sehingga cocok untuk rujak. dapat dianggap sebagai kepuas- Pisang cavendish memiliki sejum- an (akan kebutuhan dan harga)
lah karakteristik baik, yaitu rasa yang didapatkan konsumen dari yang manis, kulitnya mulus, integritas produk yang dihasilkan bentuknya menarik, dan tekstur produsen. Berdasarkan ISO/DIS
daging buahnya lembut. Dengan 8402 – 1992, mutu didefinsilkan demikian, cavendish merupakan sebagai karakteristik menyeluruh buah pisang yang bermutu baik dari suatu wujud apakah itu sedangkan pisang batu merupa-
produk, kegiatan, proses, organi- kan pisang berkualitas baik untuk sasi atau manusia, yang menun-
dibuat rujak.
jukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan yang telah
Istilah kualitas berbeda pengerti- ditentukan (Fardiaz, 1997). annya antara satu orang dengan
Kramer dan Twigg (1983) telah lainnya. Kualitas bahan pangan mengklasifikasikan karakteristik dapat dikatakan baik hanya kare- mutu bahan pangan menjadi dua
na karakter ukuran, jenis, atau kelompok, yaitu : (1) karakteristik
kesegarannya. Harga jual bahan fisik atau karakteristik tampak, pangan yang mahal dianggap meliputi penampilan yaitu warna,
lebih berkualitas dibandingkan ukuran, bentuk dan cacat fisik;
dengan harga jual yang lebih kinestika
murah. Sebagai contoh, durian monthong dari Thailand dianggap
13 Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 13 Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan
kan dengan bahan pangan lain- murah.
nya. Sebagai contoh yang khas, nenas Bogor yang rasanya manis paling enak dibuat selai nenas,
2.2. Faktor yang
sehingga nenas Bogor dianggap
mempengaruhi mutu
lebih berkualitas sebagai bahan baku pembuatan selai nenas
Mutu dari bahan pangan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
manis dibandingkan nenas yang berasal dari Palembang atau si
baik internal maupun ekternal. Faktor internal adalah faktor yang
madu dari Subang. berasal dari bahan pangan itu
Contoh lainnya. Untuk membuat sendiri, yaitu jenis kelamin, ukur-
an, spesies, perkawinan, dan ca- bawang goreng, penggunaan cat. Faktor eksternal berasal dari
bawang merah jenis Sumenep dianggap lebih berkualitas diban-
lingkungannya, seperti jarak yang harus di tempuh hingga ke tem-
dingkan dengan bawang Brebes. pat konsumen, pakan yang dibe-
Demikian pula dengan daging yang berasal dari sapi Australia
rikan, lokasi penangkapan atau budidaya, keberadaan organisme
dianggap lebih berkualitas parasit, kandungan senyawa ber-
dibandingkan daging sapi lokal karena dapat diolah menjadi
racun, atau kandungan polutan bistik yang lebih enak.
2.2.1 Spesies
Dalam pembuatan produk filet Spesies ternak atau ikan mempe-
ikan, daging ikan kakap dianggap ngaruhi kesukaan konsumen ter-
lebih berkualitas dibandingkan hadap bahan pangan. Spesies
daging ikan nila atau mas. Ikan yang satu dapat diterima atau ba-
bandeng yang berukuran terlalu nyak diminta oleh konsumen besar dianggap kurang berkuali- dibandingkan spesies yang lain.
tas karena di dalam dagingnya Demikian pula harga spesies banyak mengandung tulang halus yang satu dapat lebih mahal bila
yang sangat mengganggu waktu dibandingkan spesies lainnya.
memakannya. Sebaliknya, ikan bandeng yang ukurannya terlalu
Penerimaan konsumen terhadap kecil juga dianggap kurang ber- bahan pangan dipengaruhi oleh
kualitas karena dagingnya sedikit. kecocokan kenampakan, rasa, Demikian pula ikan yang tesktur adanya tulang halus atau duri,
dagingnya terlalu keras atau tabu menurut agama, atau kebia-
lunak.
saan sosial. Spesies yang satu lebih diterima Bahan pangan yang cocok untuk
oleh masyarakat di suatu daerah, dibuat produk tertentu dianggap
sedangkan di daerah lain spesies
14 Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan
15 Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan
tersebut kurang diterima oleh konsumen. Contoh yang paling khas adalah cumi-cumi. Di wilayah Propinsi Jawa Barat, cumi-cumi disukai dan harganya mahal, namun di Sumatera Utara cumi-cumi ini banyak digunakan sebagai umpan pancing.
Lokasi tempat tinggal juga dapat menentukan mutu dari bahan pangan. Masyarakat yang tinggal ditepi laut menganggap ikan lebih berkualitas dibandingkan dengan daging ternak atau tumbuhan, namun berlaku sebaliknya bagi masyarakat yang tinggal disekitar pegunungan.
Untuk membuat pepes ikan, se- bagian besar masyarakat Jawa Barat lebih memilih ikan gurame sedangkan masyarakat yang ber- tempat tinggal di sekitar Jawa Timur ternyata lebih menyukai bila menggunakan ikan kembung sebagai bahan bakunya.
Perbedaan komposisi tubuh dari setiap spesies jelas akan mem- pengaruhi mutu. Spesies ikan dengan kandungan lemak tidak jenuh tinggi relatif lebih mudah mengalami proses pembusukan dibandingkan ikan yang memiliki kandungan lemak tidak jenuh rendah. Spesies ikan berbentuk bulat lebih mudah membusuk dibandingkan dengan spesies yang pipih.
Ikan memiliki pola kandungan lemak yang berbeda sepanjang tahun (Gambar 2.1). Perbedaan kandungan lemak tersebut akan
berpengaruh terhadap mutu ikan selama penyimpanan.
Gambar 2.1. Pola tahunan kandungan lemak pada ikan
Sumber : Wheaton dan Lawson, 1985
Teknik produksi juga mempenga- ruhi mutu bahan pangan. Tanaman kangkung yang dibudi- daya dengan teknik hidroponik dianggap memiliki kualitas lebih baik dibandingkan tanaman kang- kung yang dipanen dari kolam, terlebih kolam yang tercemar.
Ikan yang kondisi fisiknya sudah rusak atau cacat dianggap berku- alitas rendah. Ikan dengan kon- disi tubuh rusak cenderung lebih cepat membusuk dibandingan ikan dengan kondisi fisiknya baik. Ikan yang fisiknya rusak cende- rung memiliki kandungan gliko- gen rendah dibandingkan ikan dengan kondisi baik.
Setelah mati, glikogen dalam daging akan dirombak menjadi asam laktat yang mempengaruhi Setelah mati, glikogen dalam daging akan dirombak menjadi asam laktat yang mempengaruhi
muda sebagai bahan bakunya. pH tinggi.
Beberapa penggemar sate lebih menyukai sate padang yang me-
Nilai pH yang rendah dapat miliki ciri khas menggunakan menimbulkan pengaruh tidak jeroan sapi sebagai bahan baku diinginkan pada ikan. Pada dan bubur sebagai kuahnya. bagian potongan daging ikan yang dies cukup lama akan
2.2.2 Ukuran
terlihat putih dan pudar (Gambar 2.2). Potongan ikan tersebut Ukuran bahan pangan juga dapat masih dapat dikonsumsi, namun
mempengaruhi mutu. Bahan pa- kurang menarik untuk dipandang.
ngan yang memiliki ukuran besar dianggap lebih bermutu diban- dingkan dengan bahan pangan berukuran lebih kecil. Biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli bahan pangan berukuran besar lebih banyak dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan pangan sejenis namun memiliki ukuran relatif lebih kecil. Bahan pangan berukuran besar
Gambar 2.2. Permukaan potongan dianggap dapat memberikan cita- daging ikan yang dies cukup
rasa lebih baik, bagian yang da- lama terlihat putih dan pudar
pat dimakan (edible part) lebih banyak, dan biaya penanganan per unit berat lebih murah.
Banyak jenis salak yang sudah Dalam bidang perikanan, ikan dikenal, namun masyarakat lebih
berukuran besar dianggap lebih menyukai salak yang berasal dari
baik dibandingkan ikan kecil daerah Pondoh atau pulau Bali.
karena beberapa alasan, yaitu : Sebagian masyarakat menyukai
(a) ikan besar yang tertangkap daging ayam negeri (ras) karena
selalu disiangi dengan dagingnya dianggap lebih lunak,
membuang saluran pencernaan namun sebagian lagi menyukai
yang berisi mikroba pembusuk ayam kampung (buka ras) yang
dan enzim proteolitik sehingga aroma dagingnya lebih enak.
proses pembusukan dapat dihambat; (b) untuk satuan bobot
Masyarakat ada yang menyukai yang sama, ikan besar memiliki sate ayam madura, namun ada
luas permukaan lebih kecil untuk
16 Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan
17 Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan
memungkinkan kontak dengan mikroba pembusuk atau enzim proteolitik sehingga proses pembusukan lebih lambat; dan (c) ikan besar memiliki pH setelah mati lebih rendah dibandingkan dengan ikan kecil sehingga pertumbuhan mikroba pembusuk pada ikan besar lebih lambat.
Ternyata tidak semua yang berukuran besar dianggap lebih bermutu. Ikan berukuran kecil lebih disukai sebagai bahan baku pembuatan baby fish karena dapat dimakan semua, termasuk tulangnya. Contoh lain, untuk membuat sayuran cap cay lebih disukai jagung muda (baby corn) karena lebih manis dan mudah dikunyah.
2.2.3 Jarak ke konsumen
Untuk beberapa jenis bahan pa- ngan yang mudah mengalami proses penurunan mutu, jarak antara tempat produksi bahan pakan ke tempat dimana kon- sumen berada akan berpengaruh terhadap mutu. Indonesia yang memiliki suhu dan kelembaban lingkungan relatif tinggi, sehingga jarak ke konsumen berpengaruh nyata terhadap penurunan mutu bahan pangan.
Bahan pangan yang mudah rusak sebaiknya diangkut mengguna- kan sarana transportasi yang dilengkapi unit pendingin atau menggunakan pesawat terbang untuk mempersingkat waktu.
Di Sulawesi Tengah dan Selatan, ikan laut dipasarkan sampai ke daerah pegunungan dengan me- ngendarai sepeda motor yang dilengkapi sarana pengangkut berupa kotak berlapis stirofom. Stirofom tersebut berperan seba- gai isolator. Kotak yang diberi lapisan stirofom akan mampu mempertahankan suhu di dalam lingkungan kotak tetap rendah, sehingga penurunan kesegaran ikan dapat dihambat. Mahalnya harga ikan di daerah pegunungan tersebut bukan karena mutunya yang baik tetapi lebih sebagai pengganti biaya untuk mengang- kut ikan tersebut ke pegunungan.
2.2.4 Pakan
Pakan yang diberikan kepada ikan atau ternak akan berpenga- ruh terhadap citarasa ikan dan hewan ternak. Ikan yang diberi pelet akan menghasilkan daging dengan citarasa seperti pelet, demikian pula bandeng yang memakan ganggang tertentu akan memiliki rasa seperti lumpur.
Tomat yang diberi pupuk dengan komposisi tertentu dapat diken- dalikan citarasanya, apakah mau manis, terasa asam, atau tawar.
Ikan mas di Jepang diberi pakan berupa kepompong ulat sutra, di Israel diberi ampas kacang dan tepung darah, sedangkan di Indonesia menggunakan pelet. Dengan pemberian jenis pakan yang berbeda, ketiga ikan
18 Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan
tersebut memiliki aroma daging yang spesifik dan berbeda antara ikan yang satu dengan lainnya.
2.2.5 Lokasi
Lokasi budidaya atau penangkap- an ikan maupun ternak akan ber- pengaruh terhadap mutu ikan atau ternak. Kondisi lingkungan seperti angin, gelombang, kondisi air, dan pola migrasi akan mem- pengaruhi jenis dan kelimpahan makanan ikan sehingga berpe- ngaruh terhadap citarasa ikan. Hasil ikan yang diperoleh di daerah dimana sedang musim perkawinan, memiliki mutu lebih rendah dibandingkan ikan yang sama tetapi ditangkap di daerah lain.
Tanaman yang dipanen di daerah Cipanas Bogor memiliki citarasa dan penampilan berbeda dengan tanaman yang jenisnya sama te- tapi dipanen di daerah Lembang. Demikian pula halnya apabila dibandingkan dengan penampilan tanaman yang dipanen di tepi jalan raya yang ramai dilalui ken- daraan atau di sisi rel kereta api.
Tanaman kangkung darat dapat dianggap memiliki mutu lebih baik dibandingkan kangkung air, ter- utama yang dipanen dari perairan yang tercemar limbah.
2.2.6 Jenis kelamin dan masa perkawinan
Ikan dan ternak memiliki jenis kelamin dan masa perkawinan.
Jenis kelamin akan berpengaruh terhadap cita rasa dagingnya. Kepiting biru di Amerika yang berjenis kelamin jantan lebih di-
sukai karena rasa dagingnya menyerupai aroma daging sapi. Kepiting Bakau lebih disukai yang berjenis kelamin betina, terutama yang masih memiliki telur. Udang galah berjenis kelamin jantan dengan capitnya yang besar dianggap memiliki kualitas lebih rendah dibandingkan betinanya. Bagian daging yang dapat dimakan dari udang galah jantan lebih kecil dibandingkan udang galah betina.
Masa perkawinan juga berpenga- ruh terhadap mutu daging ikan atau ternak. Energi yang banyak dikeluarkan melakukan perkawin- an menyebabkan citarasa daging ikan atau ternak mengalami pe- rubahan.
2.2.7 Organisme parasit
Organisme parasit yang menye- rang akan berpengaruh nyata ter- hadap mutu bahan pangan. Parasit dapat berupa bakteri, jamur, protozoa, serangga atau cacing.
Bakteri dan jamur banyak menim- bulkan kerugian karena kemam- puannya merusak bahan pangan (Gambar 2.3.). Selain penam- pakan bahan pangan menjadi tidak menarik, serangan bakteri dan jamur sering disertai dengan timbulnya bau busuk (Gambar 2.4).
Ikan hidup maupun ikan segar lebih mudah terserang bakteri (Gambar 2.5.), namun ikan asin dan pindang lebih mudah terse- rang jamur (Gambar 2.6.) karena kadar airnya telah menurun. Ikan segar dengan kandungan air lebih tinggi lebih sesuai untuk pertumbuhan bakteri, sedangkan ikan asin yang kandungan airnya lebih rendah cocok sebagai media pertumbuhan jamur.
Gambar 2.3. Serangan jamur pada buah pepaya
Gambar 2.4. Jamur yang menyerang ekstrak nenas pada pembuatan kecap ikan dapat menimbulkan bau busuk
Gambar 2.5. Ikan segar yang terserang bakteri
19 Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan
Protozoa sering menyerang ikan perasaan konsumen dalam me- dan ternak. Serangan protozoa
nerima bahan pangan. dapat mengakibatkan jaringan daging melunak atau luka pada
2.2.8 Kandungan senyawa
kulit.
racun
Serangga juga sering menyerang Kasus keracunan makanan bahan pangan, baik ikan, ternak,
sudah sering terjadi, baik yang maupun hasil pertanian. Serang-
dialami buruh pabrik hingga polisi
ga cenderung meletakkan telur- dan pengacara. Keracunan nya pada bahan pangan dan efek
dapat disebabkan oleh tiga cara, dari serangannya baru terlihat yaitu kimiawi, biologis, dan mikro- setelah telur menetas.
biologis. Berdasarkan penyebab- nya, ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan timbulnya keracunan makanan, yaitu sifat bahan pangan itu sendiri, cara pengolahan atau penyimpanan- nya, dan bisa pula karena pengaruh dari luar.
Menurut Supardi dan Sukamto (1999), penyakit yang timbul karena mengonsumsi makanan dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu infeksi makanan dan intoksikasi (keracunan makanan).
Infeksi adalah peristiwa dimana seseorang mengkonsumsi bahan pangan atau minuman yang me-
Gambar 2.6. Jamur yang ngandung bakteri patogen yang
menyerang ikan asin tumbuh dalam saluran usus dan menimbulkan penyakit. Contoh
dari bakteri patogen tersebut adalah Clostridium perfringens,
Serangan cacing terhadap bahan
dan parahaemolyticus, pangan tidak mudah terlihat,
Vibrio
Salmonella.
terutama cacing yang berukuran kecil. Cacing cenderung menye-
Intoksikasi dapat terjadi karena rang bagian dalam. Keberadaan
mengkonsumsi bahan pangan cacing dalam bahan pangan mengandung senyawa beracun
tentu saja akan mempengaruhi yang diproduksi oleh bakteri atau
20 Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 20 Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan
ikan ini tiba-tiba menjadi beracun (toksin) yang dihasilkan oleh dan dapat hilang daya racunnya mikroba. Mungkin mikroba terse-
secara cepat, tergantung dari but sudah mati setelah mempro-
pakan yang dikonsumsinya. duksi racun pada bahan pangan.
Manusia akan mengalami kera- Beberapa jenis racun tidak dapat
cunan apabila mengkonsumsi dirusak oleh proses pemasakan,
ikan ini yang sedang dalam sehingga orang yang mengkon-
keadaan beracun. Racun ikan ini sumsi bahan pangan tersebut tidak terurai meskipun ikan sudah akan tetap mengalami keracun-
dimasak.
an. Mikroba patogen yang telah diketahui dapat menyebabkan Gejala keracunan dapat dirasa- bahan pangan menjadi beracun
kan setengah sampai empat jam adalah Stapilococcus aureus, sesudah memakan ikan. Ciri-ciri Clostridium botulinum, dan
keracunan antara lain terasa Bacillus cereus.
gatal di sekitar mulut, kesemutan pada kaki dan lengan, mual,
Sebagian besar ikan aman untuk muntah, diare, nyeri perut, nyeri dikonsumsi namun ada beberapa
persendian, demam, menggigil, jenis ikan yang secara alami sakit pada saat kencing, dan otot mengandung racun, baik karena
tubuh terasa lemah. keseluruhan badannya memang mengandung racun maupun Puffer fish poissoning adalah ke- bagian tertentu saja. Racun yang
racunan yang diakibatkan karena dikandung ikan tersebut dapat mengkonsumsi ikan beracun. menyebabkan keracunan atau Contoh ikan beracun dari jenis ini mengakibatkan kematian bagi adalah ikan buntal (Tetraodon- yang mengkonsumsinya. Seba-
tidae). Efek racunnya lebih fatal gian besar ikan beracun tersebut
dibandingkan ciguatera. Ikan ini hidup di perairan tropis dan sub
beracun sepanjang tahun dan tropis. Ikan yang secara alami
persentase kematian manusia beracun lebih dikenal dengan akibat mengkonsumsi ikan ini sebutan biotoksin, berbeda lebih dari 50 persen. Namun ikan dengan ikan yang menjadi jenis ini hanya di bagian saluran beracun karena terkontaminasi pencernaannya saja yang bera- bahan kimia atau polutan.
cun, maka dengan membuang saluran pencernaannya ikan ini
Ada tiga jenis biotoksin, yaitu sudah aman untuk dikonsumsi. ciguatera, puffer fish poissoning, dan paralytic shellfish poissoning.
Paralytic shellfish poissoning Ciguatera dijumpai pada bebera-
adalah keracunan akibat pa ratus spesies ikan yang hidup
mengkonsumsi jenis kerang-
21 Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 21 Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan
Amanita muscaria mengandung ditumbuhi dinoflagellata dalam racun muscarine yang akan me- konsentrasi tinggi dikenal dengan
nimbulkan gejala keracunan dua sebutan ’red tide’ (Gambar 2.7).
jam setelah termakan. Ciri kera- Kerang-kerangan yang memakan
cunannya adalah keluar air mata dinoflagellata tidak mengalami dan air ludah secara berlebihan, keracunan namun racunnya ter-
berkeringat, pupil mata menjadi akumulasi di dalam tubuhnya. menyempit, muntah, kejang di
Manusia yang telah mengkon- bagian perut, diare, rasa bingung, sumsi kerang tersebut cenderung
dan kejang-kejang yang bisa akan mengalami keracunan menyebabkan kematian. Jamur bahkan kematian. Racun yang
Amanita phalloides mengandung dihasilkan oleh dinoflagellata racun phalloidine yang akan tidak rusak oleh pemasakan.
menimbulkan gejala keracunan antara 6-24 jam setelah mema- kannya. Gejala keracunan mirip keracunan muscarine. Selain itu penderita tidak bisa kencing dan akan mengalami kerusakan hati.
Jamur beracun ini memiliki tam- pilan seperti jamur yang biasa di- makan. Banyak masyarakat tidak mengetahui apakah jamur terse- but layak dimakan atau tidak.
Kentang hijau yang mengandung solanin dapat menyebabkan tim-
Gambar 2.7. Red Tide bulnya kematian apabila kentang hijau tersebut dikonsumsi dalam
Sumber FAO, 2001
jumlah besar. Mengkonsumsi sayur bayam yang sudah disim-
Bahan pangan yang berasal dari pan semalam juga tidak disaran- tanaman dan hewan relatif jarang kan, sebab sudah mengandung dijumpai mengandung racun. racun kalium oksalat dalam jum- Beberapa jenis bahan pangan lah tinggi. Tanaman lamtoro juga yang berasal dari hewan maupun mengandung racun mimosin. tumbuhan sudah mengandung Racun ini dapat menyebabkan zat beracun secara alami. Salah pusing bila mengkonsumsi dalam satu tumbuhan yang sering
jumlah banyak.
menyebabkan keracunan adalah jamur. Ada dua macam jamur
22 Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan
Keracunan juga dapat disebab- (formaldehid) sebagai pengawet kan karena mengkonsumsi bahan
bahan dan produk pangan. pangan yang menjadi beracun Senyawa formalin memiliki gugus karena tercemar atau kesalahan
CH 2 OH yang mudah mengikat air pengolahan.
dan gugus aldehid yang mudah mengikat protein.
Bahan pangan yang dibiarkan terlalu lama berada pada suhu
Badan Pengawas Obat dan Ma- kamar setelah dimasak biasanya
kanan (BPOM) telah melarang akan tercemar bakteri patogen penggunaan senyawa formalin seperti Clostridium perfringens, sebagai pengawet bahan pangan Staphylococcus, Bacilus cereus,
dan badan ini juga telah meng- dan Vibrio parahaemolyticus.
informasikan bahwa 56 persen Bakteri patogen ini biasanya produk pangan yang beredar menyerang sosis, daging, lidah
ternyata mengandung formalin. sapi, ikan, susu dan hasil Produk tersebut terutama pada olahannya, dan telur.
mie, tahu, ikan segar, dan ikan asin.
Gejala utama dari serangan bakteri tesebut adalah muntah Kerugian yang dialami apabila dan diare. Gejala lainnya adalah
mengkonsumsi formalin antara mual, otot perut kejang, diare lain menimbulkan kerusakan di yang disertai sakit kepala, badan
lambung, bersifat karsinogenik lemah dan demam. Gejala-gejala
atau dapat menyebabkan kanker. ini muncul satu sampai 22 jam setelah makanan yang tercemar
Formalin merupakan salah satu tertelan. Bila dalam 24 jam polutan yang saat ini banyak di- serangannya tidak berkurang, se-
jumpai pada bahan pangan. Se- baiknya segera dibawa ke dokter.
belumnya telah diketahui penggu- naan bahan pewarna non pangan
Keracunan lainnya dapat terjadi dan boraks. Penggunaan kedua apabila mengkonsumsi makanan
bahan ini menjadi sumber polutan sayuran, daging atau ikan yang
dalam bahan pangan. dikalengkan. Proses pengaleng- an atau cara penyimpanan yang
Sumber polutan dapat berasal kurang baik dapat memicu tum-
dari lingkungan yang mencemari, buhnya Clostridium botulinum
penggunaan bahan-bahan kimia yang dapat menghasilkan racun
non pangan, dan penggunaan perusak sistim saraf.
bahan-bahan yang memiliki efek samping mencemari.
2.2.9 Kandungan polutan
Polutan banyak berasal dari ling- Akhir-akhir ini marak diberitakan
kungan yang tercemar. Media penggunaan senyawa formalin tumbuh, peralatan dan wadah
23 Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 23 Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan
hitam, atau zat-zat yang bisa menyebabkan keracunan.
Penggunaan bahan-bahan non pangan, terutama bahan pewar-
Dengan makin maraknya peng- na, boraks, dan formalin, dalam
gunaan pestisida sebagai bahan penanganan dan pengolahan pembasmi hama, masyarakat pangan sudah banyak dilakukan.
lebih menyukai sayuran yang Alasannya beragam, namun yang
terserang ulat. Menurut mereka, dominan adalah harganya murah
sayuran demikian tidak dan tersedia di pasar.