K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR SATUAN KERJA BALAI WILAYAH SUNGAI SUMATERA II P E R E N C A N A A N D A N P R O G R A M

BAB 1 P ENDAHULUAN

1.1 L ATAR B ELAKANG

Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Indonesia yang merupakan negara agraris dimana pembangunan di bidang pertanian menjadi prioritas utama dikarenakan Indonesia sendiri adalah salah satu negara yang memberikan komitmen tinggi terhadap pembangunan ketahanan pangan sebagai komponen strategis dalam pembangunan nasional. UU No. 7 Tahun 1996 tentang pangan menyatakan bahwa perwujudan ketahanan pangan merupakan kewajiban pemerintah bersama masyarakat.

Untuk mencapai target dari produksi pangan maka diperlukan beberapa teknis pengelolaan yang tepat seperti pemanfaatan dan perluasan areal yang berpotensi sebagai lahan dan juga memiliki sistem jaringan irigasi yang terpadu untuk mengairi potensi lahan tersebut. Sehingga ketersediaan air di lahan akan terpenuhi walaupun lahan tersebut berada jauh dari sumber air permukaan (Sei). Hal tersebut tidak terlepas dari usaha teknik irigasi yaitu memberikan air dengan kondisi tepat mutu, tepat ruang dan tepat waktu dengan cara yang efektif dan ekonomis (Sudjarwadi, 1990).

Eksisting DI yang ada di Kabupaten Asahan sendiri lebih dari 6.000 Ha, angka ini tidak termasuk dengan lahan rawa berpotensi yang dapat dikembangkan sebagai DI yang baru. Permasalahan yang terjadi di lokasi adalah terjadinya kekurangan air untuk DI yang bersumber dari Sei Bunut. Dengan demikian untuk meningkatkan fungsi tata jaringan DI tersebut diperlukan tata ulang kembali dan direncanakan penambahan dari kekurangan air dari Sei Silau. Selanjutnya keseluruhan DI di Sei Bunut akan menjadi kesatuan dari DI Sei Silau.

Untuk itu, melalui Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumber daya Air, Balai Wilayah Sei Sumatera II PPK Perencanaan dan Program pada Tahun Anggaran 2014 melaksanakan SID DI Sei Silau 6.000 Ha (Tahap I).

Dalam perencanaan pekerjaan bangunan air, banyak persoalan atau permasalahan yang tidak dapat dipecahkan dengan rumus – rumus yang ada, hal ini mengingat beberapa rumus yang ada diturunkan dari suatu kondisi tertentu yang belum ada keadaannya sama dengan kondisi bangunan air yang direncanakan. Dalam kondisi seperti tersebut maka bantuan model hidraulik dalam menyelesaikan berbagai masalah keairan adalah sangat bermanfaat.

1.2 M AKSUD DAN T UJUAN U JI M ODEL

Uji model fisik Bendung Sei Silau ditujukan untuk menguji atau memeriksa unjuk kerja bendung hasil rancangan/desain sebelum konstruksi bendung benar-benar dilaksanakan. Dalam pengujian bendung, dilakukan simulasi aliran melalui bendung dengan berbagai skenario. Hasil pengujian memungkinkan dilakukannya langkah-langkah antisipatif untuk mengurangi dampak kekurangan dari desain bendung.

Unjuk kerja bendung yang menjadi objek pengujian adalah unjuk kerja hidraulik bendung dan bangunan pelengkapnya seperti bangunan pengambilan, peredam energi, dan sedimen trap. Hal- hal yang diukur dan diamati dalam pengujian meliputi:

1) profil muka air, terutama pada saat debit banjir rencana,

2) performa intake, pada saat debit normal,

3) kapasitas flushing pada sedimen trap, dan

4) performa bangunan peredam energi.

1.3 L INGKUP P EMODELAN

Lingkup pekerjaan pemodelan Bendung Sei Silau ini adalah uji model 3-Dimensi yang meliputi persiapan dan pembuatan model, uji model, dan pembuatan laporan.

1.3.1 Persiapan dan Pembuatan Model Fisik

1) Perhitungan skala model Skala model ditentukan sedemikian sehingga cukup untuk mewakili prorotype, dan sesuai dengan luas lahan dan fasilitas yang tersedia, misalnya besar pompa dan reservoir yang tersedia.

2) Persiapan lahan / tempat model

3) Pembuatan / pembangunan model Bahan yang digunakan untuk pembuatan model, antara lain: triplek, batako, pasir, semen PC, benang, paku, kerikil, lumpur, dan akrilik.

4) Pengujian model Dalam pengujian model, alat yang dipakai antara lain: 3 buah pompa listrik berkapasitas 250 l/s, kolam penampungan air, pengukur elevasi muka air (mistar ukur), alat ukur tekanan air (manometer), pengukur kecepatan air (current meter), dan video kamera.

1.3.2 Gambaran Umum Model Bendung Sei Silau

Model Bendung Sei Silau dibuat di Laboratorium Hidraulika-Hidrologi, Pusat Studi Ilmu Teknik (PSIT) UGM, pada fasilitas outdoor atau di luar ruangan. Lokasi di luar ruangan dipilih karena Model Bendung Sei Silau dibuat di Laboratorium Hidraulika-Hidrologi, Pusat Studi Ilmu Teknik (PSIT) UGM, pada fasilitas outdoor atau di luar ruangan. Lokasi di luar ruangan dipilih karena

Model 3-Dimensi Bendung Sei Silau ini mencakup penggal sungai sepanjang 750 m, termasuk pintu pengambilan (intake), pintu pembilas (flushing), dan sediment trap. Uji model yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:

1) Profil muka air sepanjang saluran

2) Pola aliran pada saat debit banjir rancangan

3) Pola aliran pada saat debit harian, sekaligus pengamatan unjuk kerja pintu pengambilan

4) Pengamatan unjuk kerja pembilasan sedimen pada bangunan sediment trap Dalam pembuatan model hidraulik, terdapat dua buah syarat batas, yaitu syarat batas hulu dan

syarat batas hilir. Syarat batas hulu berupa besaran debit aliran yang direncanakan, sedangkan syarat batas hilir berupa muka air yang berkoresponen dengan besaran debit aliran yang diujikan. Kondisi aliran, baik yang keluar maupun masuk model harus memenuhi kriteria tertentu sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan. Model harus direncanakan sedemikian rupa sehingga kesalahan pada batas hulu maupun batas hilir tersebut tidak berpengaruh pada hasil pengujian. Domain model mencakup saluran sepanjang 600 m di hulu bendung dan 150 m di hilir bendung. Bagian-bagian model mencakup pintu pembilas bendung, pintu intake, dan saluran sedimen trap.

1.3.3 Skenario Uji Model

Uji model dilakukan dengan simulasi debit banjir sebagai berikut:

Sedangkan untuk debit opearasional, didekati dengan debit normal, atau pada kondisi tertentu didekati dengan 50% dari debit banjir dua tahunan.

m  ½Q 3 /s

m  Q 3 /s Debit pada bangunan pengambilan yang direncanakan adalah:

normal

 Q intake =

10 m 3 /s

 Q flushing =

12 m 3 /s

BAB 2 S TRUKTUR M ODEL B ENDUNG S EI S ILAU

2.1 B ENDUNG S EI S ILAU

Lokasi rencana bendung Sei Silau adalah seperti pada Gambar 2-1 dengan denah bendung ditunjukkan pada Gambar 2-2. Pertimbangan pemilihan lokasi tersebut telah dibahas pada dokumen perencanaan bendung. Struktur bendung dan tanggul dirancang berdasarkan debit

banjir rencana 100 tahunan (Q 100 ), yaitu 853,98 m 3 /s dengan bentuk mercu ogee.

Gambar 2-1. Lokasi rencana bendung Sei Silau

Mercu bendung direncanakan pada elevasi 35,50 m dengan lebar bendung 65 meter. Spesifikasi rencana bendung terangkum sebagai berikut.

 Elevasi Mercu Bendung

= +35.50 m

 Elevasi Dasar Lantai Apron

= +33.50 m

 Lebar Bendung

= 65.00 m

 Elevasi Dasar Kolam Olak

= +31.00 m

 Panjang Kolam Olak

= 10.00 m

 Elevasi Muka Air Normal (NWL) - Hulu

= + 35.82 m

 Elevasi Muka Air Banjir (HWL) – Hulu

= + 39.70 m

 Elevasi Muka Air Normal (NWL) - Hilir

= + 34.03 m

 Elevasi Muka Air Banjir (HWL) - Hilir

= + 38.86 m

65 m

Gambar 2-2. Denah bendung Sei Silau

2.2 K ONSEP DAN S KALA M ODEL

Uji model hidraulika Bendung Sei Silau ini dilakukan pada model 3 dimensi tak terdistorsi (undistorted), yaitu dengan skala horizontal dan vertikal adalah sama. Model yang digunakan harus memenuhi beberapa kriteria kesebangunan yaitu, sebangun geometrik, sebangun kinematik, dan sebangun dinamik.

Kesebangunan geometrik dipenuhi apabila model dan prototip mempunyai bentuk yang sama tetapi berbeda ukuran dan dengan skala tertentu. Perbandingan ini disebut dengan skala geometrik model (nL). Skala geometrik model ini dapat ditulis secara matematis sebagai berikut.

dengan 𝑛 𝐿 adalah skala panjang, 𝐿 𝑝 adalah ukuran (panjang) prototip, dan 𝐿 𝑚 mewakili ukuran (panjang) model. Untuk model tanpa distorsi (undistorted), skala tinggi ( 𝑛 ℎ ) sama dengan skala panjang ( 𝑛 𝐿 ), atau dengan kata lain, skala vertikal sama dengan skala horizontal.

Pada model yang sebangun geometrik sempurna, maka skala luas dan volume dapat diwakili seperti berikut.

Dengan demikian, skala panjang, kedalaman, area dan volume, masing-masing telah dijabarkan oleh sifat sebangun geometrik suatu model, yaitu skala panjang = skala kedalaman = 𝑛 𝐿 , skala

area = 𝑛 2 𝑛 𝐿 3 , sedangkan skala volume = 𝐿 . Kesebangunan kinematik dipenuhi apabila antara model dan prototip sebangun geometrik dan

perbandingan percepatan dan kecepatan di dua titik yang terkait pada model dan prototip untuk sebuah pengaliran adalah sama. Skala kecepatan dan percepatan, berturut-turut diwakili dengan

𝑛 𝑈 dan 𝑛 𝑎 .

Kesebangunan dinamik dipenuhi apabila antara model dan prototip sebangun geometrik dan kinematik, dan gaya-gaya yang bersangkutan pada model dan prototip untuk seluruh pengaliran pada arah yang sama adalah sama besar, sehingga:

Pada model aliran air melalui saluran terbuka, gaya yang dominan adalah gaya berat, sehingga gaya-gaya lain yang bekerja pada sistem dapat diabaikan. Dengan demikian, model pada studi ini dipelajari berdasarkan angka Froude yang merupakan akar dari perbandingan antara gaya inersia dan gaya berat. Dalam studi model, angka Froude pada model dan prototip adalah sama.

Persamaan di atas menghasilkan skala kecepatan dibandingkan dengan skala panjang model, yaitu 𝑛 𝑉 =𝑛 0.5 𝐿 .

Dengan cara yang sama, dapat diperoleh skala debit.

Skala waktu, diperoleh dari penjabaran rumus 𝑡= 𝐿 dengan L dan V masing – masing adalah

panjang dan kecepatan. Sehingga:

Perbandingan skala tersebut terangkum pada tabel berikut.

Tabel 2-1. Perbandingan skala model

Volume n V n L 3 27000 Waktu

n T n L 0.5 5,48

Kecepatan

n U n L 0.5 5,48

Debit n Q n L 2.5 4929,50

2.3 K OMPONEN M ODEL

Model Bendung Sei Silau ini terdiri dari saluran di hulu bendung, mercu bendung, pintu intake dan pembilas, bangunan pengambilan, tanggul, dan saluran di hilir bendung. Model juga dilengkapi dengan struktur tambahan, seperti bak kontrol untuk mengatur debit sungai dan bak penenang sebelum aliran memasuki model, dan juga bangunan tambahan untuk mengkontrol tinggi muka air di hilir. Suplai air dialirkan dengan satu atau dua pompa yang masing-masing memiliki kapasitas 250 l/s, tergantung dari debit yang sedang dimodelkan. Kontrol debit diberikan di hulu model dengan bantuan dua buah pintu air di dalam bak kontrol dengan alat ukur debit yang berupa rectangular notch.

2.4 A LAT U KUR PADA M ODEL

2.4.1 Kedalaman Aliran

Kedalaman aliran diukur dengan bantuan mistar yang dipasang pada beberapa titik pengamatan. Denah titik pengamatan ditunjukkan pada Gambar 2-3.

Gambar 2-3. Denah titik pengamatan

2.4.2 Tinggi tekanan

Tinggi tekanan yang diamati adalah tinggi tekanan pada mercu bendung. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan manometer tekanan. Alat pengukur tinggi tekan ini dipasang pada sebelah kanan, as dan kiri bendung dengan masing-masing 7 pipa tekan yang tersebar seperti pada Gambar 2-4, sedangkan papan pembacaan tinggi tekan (manometer) diperlihatkan pada Gambar 2-5.

Gambar 2-4. Potongan lokasi titik manometer relatif dari hulu badan bendung (dalam satuan m)

Gambar 2-5. Alat ukur tinggi tekanan

2.4.3 Kecepatan Aliran

Alat pengukur kecepatan yang digunakan adalah tipe FP101 keluaran dari perusahaan Global Water. Komponen alat ini terdiri dari baling-baling dan micro-computer yang merupakan mesin hitung dan konversi putaran baling-baling menjadi kecepatan aliran sehingga dapat langsung didapatkan angka kecepatan aliran pada titik tinjauan.

Ketelitian alat ini mencapai 0,1 m/s. Cara penggunaan alat ini adalah dengan menenggelamkan ujung alat bagian bawah yang berupa baling-baling, dengan tanda panah mengarah dari hulu ke hilir. Ini dilakukan hingga nilai kecepatan rata-rata muncul pada alat pembaca pada ujung yang lain.

Alat currentmeter ini dapat dilihat pada Gambar 2-6. Sebelum alat ini dipakai, terlebih dahulu dilakukan kalibrasi terhadap alat tersebut sesuai petunjuk. Selain itu, dilakukan juga penyetelan satuan sesuai dengan satuan yang diinginkan.

Gambar 2-6. Currentmeter untuk menukur kecepatan aliran

2.4.4 Debit Pengambilan

Besar debit yang melalui saluran pengambilan diukur secara volumetrik dengan menggunakan bejana yang telah diketahui volumenya dan stopwatch sebagai alat ukur waktu. Kegiatan pengukuran debit ini disajikan pada Gambar 2-7.

Gambar 2-7. Pengukuran debit saluran pengambilan

BAB 3 P EMBUATAN M ODEL

Model 3D bendung Sei Silau dibuat berdasarkan skala 1 : 30. Pekerjaan pembuatan model secara umum dibagi menjadi dua bagian, yaitu pembangunan model secara langsung di lapangan, dan pembuatan model di dalam ruangan yang meliputi kerangka cross section, dan pembuatan detail model seperti pintu intake, pembilas, dan juga model sand trap. Detail model seperti pintu air dibuat dengan menggunakan akrilik, sedangkan model sand trap dibantu dengan menggunakan kayu. Dalam bab ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai langkah-langkah pembuatan model.

3.1 P EMILIHAN L OKASI M ODEL

Model dibuat di Laboratorium Hidraulika dan Hidrologi Pusat Studi Ilmu Teknik UGM dengan lokasi di luar ruangan. Area yang digunakan untuk model adalah seluas 10 m  22 m atau separuh

dari total area yang tersedia. Domain model beserta layout penempatan model Bendung Sei Silau di lapangan ditampilkan pada Gambar 3-1.

22 m

Bak kontrol

10 m

Gambar 3-1. Domain model dan layout penempatan model di lapangan

Bak kontrol pada gambar di atas adalah berupa reservoir, bak penenang, serta guide wall. Penjelasan mengenai ketiga bangunan tersebut dipaparkan pada subbab berikutnya.

3.2 S ARANA P ENDUKUNG M ODEL

3.2.1 Reservoir dan pompa

Terdapat tiga buah reservoir atau bak penampung untuk keperluan simulasi yang keduanya telah tersedia di area laboratorium. Reservoir yang pertama merupakan bak penampungan besar yang telah dibangun secara permanen sebagai salah satu fasilitas laboratorium. Reservoir ini mampu

menampung air sebanyak lebih dari 500 m 3 . Reservoir kedua juga merupakan bangunan permanen di laboratorium. Reservoir ini berukuran 6 3 62 m dengan elevasi dasar bak sekitar

10 m (Gambar 3-2 kiri). Sedangkan reservoir ketiga bukan merupakan bangunan permanen atau fasilitas laboratorium. Reservoir ketiga ini memiliki ukuran 7,5  3,4  2,4 m 3 (Gambar 3-2 kanan) dan dibuat untuk membantu mengatur aliran air dari reservoir kedua sehingga debit yang mengalir pada model dapat disesuaikan dengan debit rencana simulasi pada masing-masing

skenario. Pengaturan ini dibantu dengan alat pengukur debit rectangular ambang tipis (Gambar 3-3).

Gambar 3-2. Reservoir kedua (kiri) dan ketiga (kanan)

3.2.2 Bak penenang dan guide wall

Dari reservoir ketiga, air dialirkan ke bak penenang melalui alat ukur ambang tipis seperti pada Gambar 3-3. Bak penenang bersama guide wall tersebut berfungsi untuk meredam energi sebelum air mengalir pada domain model.

Gambar 3-3. Bak penenang dan alat ukur debit ambang tipis (sharp crested weir)

Gambar 3-4. Guide wall

3.3 P ENYIAPAN L AHAN

Lahan yang akan dipakai untuk lokasi pembuatan model disajikan pada Gambar 3-5. Terlihat bahwa masih ada bangunan model fisik pada penelitian sebelumnya. Model fisik tersebut perlu dibongkar terlebih dahulu sebelum pekerjaan pembuatan model Sei Silau dimulai. Kegiatan tersebut disajikan pada Gambar 3-6. Terlihat sebagian model pada penelitian sebelumnya telah dibongkar.

Gambar 3-5. Situasi lahan yang akan dipakai untuk pembuatan model

Gambar 3-6. Pembersihan Lahan

3.4 P EMBUATAN G RID L APANGAN

Pembuatan dan pemasangan grid berukuran 1m x 1m skala model di lahan yang tersedia. Pembuatan grid ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam penentuan titik-titik koordinat dari prototipe saat dimodelkan. Kegiatan pembuatan dan pemasangan grid ini ditunjukkan pada gambar di bawah.

Gambar 3-7. Pembuatan grid di lapangan

3.5 P EMBUATAN T AMPANG L INTANG

Peniruan penampang melintang atau mal dilakukan dengan bantuan pola tampang lintang berbahan tripleks. Penampang melintang terlebih dahulu digambar dengan skala model. Pola tersebut kemudian digambarkan pada tripleks untuk dibuat sesuai ukuran dan bentuk

Secara simultan, area di lapangan dipersiapkan untuk pemasangan model. Hal yang perlu diperhatikan adalah target elevasi dasar penampang melintang pada masing-masing cross section. Pekerjaan ini telah dibantu oleh pembuatan grid lapangan pada langkah sebelumnya.

Gambar 3-8. Pola penampang melintang model (kiri) dan pemasangan pola di lapangan (kanan)

Pola penampang melintang kemudian dipasang di area model dengan menyesuaikan kembali elevasi dasar penampang. Pengecekan ulang elevasi penampang dilakukan lagi setelah penampang terpasang. Setelah sesuai, penampang melintang (saluran) model diperkeras dengan bantuan pola tersebut. Pada Gambar 3-8 (kiri) terlihat sebagian penampang melintang yang telah dibuat. Sedangkan pada Gambar 3-8 (kanan) terlihat seluruh penampang telah selesai dibuat.

Gambar 3-9. Proses peniruan tampang lintang

Gambar-gambar di bawah ini menunjukkan saluran yang dibentuk dari bagian tanah dan telah diurug kemudian dilapisi dengan mortar.

Gambar 3-10. Penampang melintang pada model

Pada saat pembuatan model, dilakukan beberapa kali control elevasi. Hal ini dilakukan terutama untuk menjaga elevasi dasar saluran supaya sesuai dengan prototype. Kegiatan ini ditampilkan pada gambar di bawah.

Gambar 3-11. Kontrol elevasi dasar saluran

3.6 P EMBUATAN M ODEL M ERCU B ENDUNG

Seperti pada pembuatan model penampang melintang saluran, penampang melintang bendung pun dibuat dengan membuat pola penampang terlebih dahulu. Untuk pola model penampang bendung, digunakan papan setebal ± 2cm (Gambar 3-13 - kiri). Pada gambar tersebut terlihat juga pembagian ruas-ruas sebagai tempat meletakkan selang untuk manometer (Gambar 3-12). Gambar 3-13 (kanan) menunjukkan model bendung yang telah selesai dibuat. Sebelum model

Gambar 3-12. Mal penampang bendung dengan letak lubang untuk pipa ukur tekanan

Gambar 3-13. Pola penampang melintang bendung (kiri) dan model bendung yang telah dibuat

(kanan)

Gambar 3-14. Persiapan model rip rap

Gambar 3-14 dan Gambar 3-15 memperlihatkan peniruan model riprap yang akan di pasang di sebelah hilir lantai hilir bendung. Untuk model riprap, digunakan kerikil sebesar 7 – 9 mm.

Gambar 3-15. Model bendung dan rip rap yang telah terpasang

3.7 P EMBUATAN B ANGUNAN P ELENGKAP B ENDUNG

Model bendung Sei Silau ini dilengkapi dengan bangunan pelengkap, yaitu pintu pembilas, saluran intake, dan sedimen trap. Detail bangunan ini dibuat dari bahan akrilik dan kayu. Gambar- gambar di bawah memperlihatkan proses pembuatan tiruan bangunan pelengkap bendung.

Gambar 3-16. Pembuatan saluran dan pintu intake dengan menggunakan akrilik

Gambar 3-17. Tempat saluran dan pintu intake akan dipasang

Gambar 3-18. Pemasangan model saluran dan pintu intake serta pintu pembilas beserta fishway

Gambar 3-19. Model bangunan pelengkap yang telah terpasang (pintu pembilas dan pintu intake)

3.8 P EMBUATAN M ODEL B ANGUNAN P ENANGKAP P ASIR

Model Bendung Sei Silau ini juga dilengkapi dengan model bangunan penangkap sedimen, atau sediment trap. Tiruan bangunan penangkap pasir ini dibuat dari bahan multipleks dan kayu. Gambar 3-20 menunjukkan kegiatan pembuatan model penangkap sedimen, sedangkan Gambar 3-21 menyajikan bangunan penangkap sedimen yang telah selesai dibuat dan dipasang.

Gambar 3-20. Pembuatan model penangkap sedimen

Gambar 3-21. Model bangunan pengambilan dan kantong sedimen yang telah dipasang

3.9 P EKERJAAN F INISHING

Pada dasarnya, pekerjaan finishing merupakan persiapan dari simulasi model. Pekerjaan ini meliputi pengecekan kembali seluruh kelengkapan model, seperti alat ukur dan komponen- komponen lainnya. Termasuk juga pengecatan dan pembersihan model. Gambar di bawah ini menunjukkan model yang telah selesai dibuat dan siap untuk digunakan.

Gambar 3-22. Model 3D telah siap digunakan

BAB 4 S IMULASI M ODEL

4.1 J ENIS P EMODELAN DAN T IPE P ENGAMATAN

Model 3D Bendung Sei Silau ini dilakukan dengan simulasi aliran permanen, atau steady flow yaitu aliran yang tidak berubah terhadap waktu. Debit sungai yang disimulasikan meliputi debit sungai normal, dan debit banjir seperti disebutkan pada subbab 1.3.3.

Pengamatan yang dilakukan adalah pengukuran kedalaman aliran, pengukuran tinggi tekanan, kecepatan, dan pengukuran debit pada saluran pengambilan. Selain itu, dilakukan juga pengamatan pada performa saluran penangkap sedimen, terutama untuk kemampuan pembilasannya.

Kedalaman aliran diukur dengan menggunakan mistar ukur dan dilakukan secara visual, sedangkan tinggi tekanan dilakukan dengan bantuan alat ukur manometer. Pengukuran kecepatan dilakukan dengan menggunakan current meter, sedangkan pengukuran debit saluran pengambilan dilakukan dengan mengunakan cara volumetrik.

Dilakukan juga pengamatan terhadap perilaku pembilasan pada sedimen trap, untuk mengetahui apakah sedimen yang mengendap pada saluran penangkap sedimen dapat dibilas sesuai perancangan. Pada saat pengujian, pola pengendapan pada saluran juga diamati. Debit pembilasan yang dipakai hendaknya lebih besar daripada debit pengambilan, tetapi tidak dilakukan pada debit banjir. Karakteristik scouring pada riprap di hilir bendung juga diamati. Hal ini terutama dilakukan pada debit normal dan sebit banjir dengan kala ulang 100 tahunan.

Sebelum dilakukan pengujian, dilakukan kalibrasi untuk memastikan bahwa model yang dibuat benar-benar dapat mewakili saluran di lapangan. Juga dilakukan persiapan bahwa semua fasilitas dan komponen model dapat digunakan dengan semestinya sehingga pengukuran dapat dilakukan dengan baik pada titik – titik pengamatan.

4.1.1 Syarat Batas

Syarat batas merupakan kondisi yang harus dipenuhi pada model untuk menirukan aliran pada prototipe. Syarat batas di hulu saluran adalah debit, sedangkan di hilir saluran adalah kedalaman, atau elevasi muka air. Untuk setiap simulasi, kedua syarat tersebut harus dipenuhi supaya aliran yang dimodelkan menyerupai aliran pada prototipe. Kedua syarat batas pada model disajikan pada Tabel 4-1 dan Tabel 4-2.

Tabel 4-1. Besaran debit pada model dan pada prototipe sebagai syarat batas hulu model

No Kala Ulang

Debit

Debit model (l/s)

(Tahun) 3 prototipe(m /s)

Tabel 4-2. Elevasi muka air pada prototipe sebagai syarat batas hilir model

No

Kala Ulang (Tahun)

Elevasi Muka Air Hilir

Kontrol pada kondisi hulu dilakukan melalui dua buah katup dan rectangular notch pada reservoir ketiga. Tinggi muka air pada rectangular notch dijaga sedemikian sehingga debit yang dialirkan ke model sesuai dengan debit yang diinginkan. Pada Gambar 4-1 (kanan) terlihat bahwa katup sedang diatur untuk memperoleh debit yang diinginkan, dengan kontrol bantuan pada Gambar 4-1 (kiri) yang memperlihatkan tinggi muka air pada alat ukur rectangular notch pada reservoir, sesuai dengan rating curve-nya (Gambar 4-2).

Gambar 4-1. Kontrol kondisi batas hulu

Debit (l/s)

Gambar 4-2. Rating curve peluap ambang tajam persegi pada Lab H-H PSIT UGM

Kontrol pada syarat batas hilir dilakukan dengan menjaga tinggi muka air hilir sesuai dengan prototipe, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4-3. Kontrol syarat batas hilir pada saat pengujian

4.1.2 Kalibrasi Manometer

Kalibrasi manometer dilakukan untuk mendapatkan hasil tinggi tekanan. Langkah kalibrasi manometer ini dilaksanakan dengan cara mengisi air hingga penuh pada pipa manometer untuk setiap nomornya, sehingga ketinggian muka air manometer menunjukkan elevasi badan bendungnya seperti tertuang pada Tabel 4-3.

Tabel 4-3. Elevasi dasar pembacaan manometer pada model

Titik

x (cm)

Elevasi dasar (cm)

4.2 O VERFLOW

Kapasitas overflow pelimpah merupakan salah satu item pengamatan pada pengujian model Bendung Sei Silau. Pengamatan terutama dilakukan pada tinggi desain rencana, atau pada debit rencana pelimpah, yaitu Q 100 . Meskipun telah banyak pedoman – pedoman perancangan pelimpah yang tersedia, namun kondisi pada tiga dimensi atau pada kenyataannya mungkin berbeda dengan kondisi desain. Oleh karena itu, overflow pada pelimpah juga merupakan salah satu item pengujian. Lebih detail mengenai overflow pada masing-masing debit banjir desain akan dipaparkan pada sub-bab berikutnya.

4.3 K OEFISIEN D EBIT

Karakteristik aliran di atas mercu bendung salah satunya dipengaruhi oleh nilai koefisien debit,

C D . Dengan demikian, kondisi aliran pada hulu bendung juga dipengaruhi oleh besaran koefisien debit ini. Semakin kecil nilai koefisien debit, kedalaman air di hulu bendung semakin tinggi, sehingga mungkin dapat membahayakan tanggul pada hulu bendung. Oleh karena itu, nilai koefisien debit perlu dipelajari dalam pengujian model sebuah bendung.

Besarnya koefisien debit (C D ) ini menentukan bentuk rating curve suatu pelimpah. Dalam dokumen perencanaan Bendung Sei Silau, grafik muka air – debit ini diwakili oleh persamaan berikut.

Pada persamaan di atas, f merupakan faktor pengurangan aliran tenggelam, yaitu 0,71. B e merupakan lebar efektif bendung, yang dengan asumsi koefisien kontraksi pangkal bendung sebesar 0,15, diperoleh lebar efektif bendung sebesar 63,74 m. Sedangkan tinggi energi desain

(H 1 ) sebesar 4,2 m. Dengan asumsi tersebut, pada debit desain, yaitu debit banjir 100 tahunan,

atau dalam persamaan tinggi energi – debit pada pelimpah secara umum, yaitu:

Dengan C adalah angka tak berdimensi yang juga menggambarkan koefisien debit, B adalah lebar bendung, dan H adalah tinggi muka air di atas mercu bendung. Perlu dicermati bahwa tinggi muka air ini adalah muka air di hulu bendung sebelum drawdown seperti pada Gambar 4-4.

Muka air sebelum 𝑞 = 𝐶𝐻 1.5 𝑑 drawdown

Gambar 4-4. Profil muka air pada mercu bendung

Dari pasangan data debit dan muka air pada pengujian model, diperoleh nilai koefisien debit yang bernilai antara 1,3 sampai 2,0 m 0,5 /s dengan nilai rerata 1,69 m 0,5 /s. Nilai koefisien debit tersebut disajikan dalam Tabel 4-4. Nilai koefisien dari hasil pengukuran pada tabel tersebut sesuai dengan nilai kisaran teoretis sehingga hasil pengujian ini dirasa cukup baik.

Tabel 4-4. Nilai koefisien debit Q p H 1model H 1prototype B

No

(m /s)

(cm)

(m)

(m)

1 Q 2 111,59

2 Q 10 345,54

3 Q 20 474,19

4 Q 50 675,49

5 Q 100 853,98

Gambar 4-5 menunjukkan perbandingan antara nilai koefisien debit hasil pengukuran dengan nilai koefisien pada asumsi desain. Nilai koefisien debit hasil pengukuran cenderung lebih besar. Hal ini berarti bahwa pada suatu nilai debit yang sama, elevasi muka air di hulu bendung akan lebih rendah dari pada elevasi muka air pada hitungan atau rancangan, sehingga secara umum, tanggul sungai akan aman pada debit banjir rancangan. Demikian juga sebaliknya, untuk tinggi muka air yang sama, debit yang melewati bendung akan lebih besar daripada hitungan.

0.5 pengukuran desain

Debit (m 3 /s)

Gambar 4-5. Perbandingan nilai koefisien debit desain dan hasil pengukuran

Grafik debit –kedalaman overflow Bendung Sei Silau disajikan pada Gambar 4-6 yang sekaligus menyajikan perbandingan grafik debit –kedalaman dari hasil hitungan desain dan hasil pengukuran. Seperti disimpulkan sebelumnya, bahwa pada debit banjir yang sama, kedalaman overflow pada bendung diperkirakan lebih rendah daripada desain. Hal ini tentu saja menguntungkan bagi bendung, terutama dari segi keamanan tanggul dan kapasitas bendung dalam mengalirkan aliran.

Debit (m 3 /s)

Gambar 4-6. Perbandingan kedalaman overflow di atas mercu Bendung Sei Silau

Kedua grafik, baik desain maupun pengukuran menunjukkan bahwa kedalaman overflow berbanding lurus terhadap debit, dengan perubahan yang cukup proporsional. Hal ini mendukung kesimpulan bahwa nilai koefisien debit berkisar pada nilai 1,69 m 0,5 /s atau 1,39m 0,5 /s

apabila menggunakan persamaan sesuai desain, untuk menggantikan C D desain (1,282 m 0,5 /s). Dengan memakai nilai koefisien debit dari hasil pengukuran, dapat dibuat usulan rating curve

yang dapat digunakan di lapangan, dengan persamaan:

𝑄 = 1,69𝐵𝐻 1.5 1 atau

dengan B adalah lebar bendung (65 m) dan H 1 adalah kedalaman overflow, atau tinggi muka air di atas mercu, yang diukur di hulu bendung sebelum terjadinya drawdown.

Pada Gambar 4-7, garis putus-putus menunjukkan kurva debit – tinggi muka air yang diusulkan. Pada gambar tersebut juga disajikan titik-titik hasil pengukuran, yang merupakan pasangan data debit dan kedalaman overflow. Gambar tersebut menunjukkan kesesuaian antara titk-titik pengukuran dengan kurva teoretisnya. Dengan demikian, usulan rating curve dengan nilai koefisien debit 1,69 ni dapat digunakan.

Debit (m 3 /s)

Gambar 4-7. Rating curve dari hasil pengukuran

4.4 L ONCAT A IR

Pada saat pengujian, loncat air tidak pernah terjadi, melainkan hanya turbulensi aliran. Hal ini bisa disebabkan oleh perbedaan elevasi mercu bendung dengan elevasi lantai hilir yang cukup tinggi. Selain itu, tidak adanya loncat air dapat juga disebabkan oleh tingginya elevasi muka air pada tailwater. Dari segi keamanan lantai hilir, hal ini cukup menguntungkan, meskipun dapat dikatakan kurang ekonomis. Namun demikian, elevasi end sill dirasa cukup tinggi sehingga mengakibatkan turbulensi berikutnya, yang dapat mengakibatkan erosi di bagian hilirnya.

Pada debit 20 tahunan, 50 tahunan dan 100 tahunan, aliran yang terjadi adalah aliran tenggelam (lihat Gambar 4-10 dan Gambar 4-11). Loncat air pada aliran tenggelam tidak terjadi karena telah teredam akibat pengaruh kedalaman hilir. Namun demikian pada debit kala ulang 2 tahunan dan

10 tahunan yang tidak terjadi aliran tenggelam, loncat air juga tidak terlihat karena loncatan yang terjadi merupakan loncatan tenggelam (lihat Gambar 4-8 dan Gambar 4-9). Hal ini sangat mungkin terjadi akibat ambang cukup tinggi untuk menaikkan tinggi muka air setelah loncatan sehingga kedalaman pada stilling basin lebih besar daripada kedalaman konjugasinya.

Pada stilling basin terdapat olakan sekunder di atas ambang. Hal ini mungkin terjadi akibat dari dimensi ambang yang terlalu tinggi. Olakan sekunder ini dapat menyebabkan gerusan yang mempengaruhi riprap pada bagian hilir ambang atau bangunan bendung.

Loncatan tenggelam Olakan sekunder di atas ambang

Gambar 4-8. Sketsa profil muka air di areal bendung pada Q 2

Loncatan Olakan sekunder

tenggelam di atas ambang

Gambar 4-9. Sketsa profil muka air di areal bendung pada Q 10

Gambar 4-10. Profil muka air di areal bendung pada Q 50

Riprap terdegradasi

Gambar 4-11. Profil muka air di areal bendung pada Q 100

4.5 G ERUSAN

Untuk melindungi bendung, terutama dari gerusan lokal di sebelah hilir, digunakan pengamanan dengan menggunakan rip rap dengan ukuran 22 – 25 cm. Pada model test, rip rap tersebut ditirukan dengan menggunakan kerikil yang disaring menggunakan ayakan berukuran 7 dan 9 mm. Seperti terlihat pada hasil pengujian yang disajikan dalam Gambar 4-8 sampai dengan Gambar 4-11, gerusan praktis hanya terjadi pada debit banjir dengan kala ulang 100 tahunan. Pada kondisi debit banjir dengan kala ulang 50 tahunan dan dibawahnya, kerusakan rip rap yang terjadi tidak signifikan.

4.6 K APASITAS T ANGGUL

Untuk pengujian kapasitas tanggul di hulu bendung, dilakukan simulasi dengan debit banjir 100 tahunan sesuai perencanaan. Selain itu, dilakukan juga pengujian model untuk debit banjir 2, 10,

20, dan 50 tahunan untuk melihat profil muka air banjir. Kedalaman aliran yang terjadi diukur dengan menggunakan mistar ukur seperti dipaparkan pada subbab 2.4.1.

Elevasi muka air maksimum yang terjadi pada saat debit banjir rencana (Q 100 ) adalah +39,97 mMSL. Tinggi kedalaman maksimum ini terjadi di hulu bendung, yaitu di daerah yang masih terpengaruh oleh backwater akibat adanya pembendungan, yaitu pada jarak ±120 di hulu bendung. Elevasi muka air sebelum dipengaruhi efek backwater adalah +39,5 mMSL. Oleh karena itu, tanggul yang dirancang dengan elevasi +41,3 mMSL di hulu bendung dan +39,96 mMSL di hilir, dikatakan dapat mengakomodir aliran banjir 100 tahunan (Gambar 4-12).

Tanggul kanan Tanggul kiri

Gambar 4-12. Uji model pada Q 100 ; tidak ada limpasan yang terjadi

Profil muka air banjir hasil pengamatan disajikan pada Gambar 4-13 dengan skala prototipe mulai dari hulu hingga hilir saluran. Jarak 0 m hingga 551 m merupakan bagian saluran, dan jarak 551 m hingga 568 m merupakan bagian badan bendung. Profil muka air banjir pada daerah bendung (hasil dari pembacaan manometer) didetilkan pada gambar Gambar 4-14.

Dasar

Q2th

Q10th

Q20th

Q50th

Q100th

Jarak (m)

Gambar 4-13. Profil muka air banjir untuk setiap debit yang dimodelkan dalam skala prototipe

Laporan Uji Model Fisik Bendung Sei Silau

Dasar

Q2th

Q10th

Q20th

Q50th

Q100th Tanggul 42

Jarak (m)

Gambar 4-14. Grafik muka air di sekitar bendung

Gambar 4-15 di bawah ini menunjukkan kondisi di area sekitar lantai hilir pada saat simulasi debit banjir dengan kala ulang 100 tahunan. Tampak bahwa tinggi tanggul di hilir masih dapat mengakomodir debit banjir rencana.

Gambar 4-15. Kondisi uji model pada Q 100 ; tidak ada limpasan yang terjadi

4.7 P ENGAMATAN D EBIT I NTAKE

Debit intake ditentukan dari besarnya kebutuhan air di daerah irigasi dan kebutuhan pengembangan daerah irigasi di masa depan. Pada intake Sei Silau, debit pengambilan

direncanakan sebesar 10 m 3 /s. Pada dokumen perencanaan, skenario bukaan yang direncanakan

dapat terpenuhi.

Pada pelaksanaan pengujian yang dilakukan tidak hanya sesuai dengan desain yang telah ditentukan. Pengujian dilakukan dengan 12 skenario bukaan pintu. Jumlah skenario ini berdasarkan ketinggian air

yang ada di depan pintu intake pada saat debit normal. Skenario tersebut tersaji dalam

Tabel 4-5. Pengukuran debit dilakukan dengan mencatat waktu terpenuhinya sebuah wadah dengan volume 16 liter. Pencatatan dilakukan sebanyak tiga kali sehingga diperoleh waktu rerata untuk menghitung debit yang masuk kedalam saluran intake.

4.8 P ENGUJIAN B ANGUNAN P ENGAMBILAN

Bangunan pengambilan perlu diamati untuk menguji kapasitas pengambilan, terutama pada debit rendah. Pada pengujian ini, dilakukan beberapa skenario dengan variasi tinggi bukaan pintu dan juga letak pintu yang di buka / tutup.

Tabel 4-5 di bawah ini menyajikan hasil pengamatan debit pengambilan dari berbagai skenario bukaan pintu. Pengamatan tersebut dilakukan dengan debit saluran sebesar debit normal

rencana, yaitu Q P = 23,26 m 3 /s pada prototipe.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa debit pengambilan tidak dapat memenuhi debit pengambilan yang direncanakan pada 10 m 3 /s. Debit maksimal yang dihasilkan adalah 7 m 3 /s, pada bukaan pintu penuh. Sedangkan pada bukaan pintu sesuai rancangan, yaitu 0,92 m di

prototipe, debit yang dapat diambil adalah 6,68 m 3 /s.

Untuk mencapai debit pengambilan sesuai rencana, perlu dilakukan modifikasi desain. Beberapa pilihan modifikasi desain yang dapat dilakukan diantaranya adalah modifikasi pintu dan saluran pengambilan, peninggian elevasi mercu bendung serta tanggul, atau modifikasi pada area pintu pengambilan, seperti penambahan sayap, atau modifikasi lainnya. Kemudian, modifikasi tersebut perlu diuji kembali. Namun demikian, uji modifikasi berada di luar lingkup pekerjaan sehingga tidak dilakukan uji modifikasi.

Tabel 4-5. Hasil pengamatan debit pengambilan pada variasi skenario (Q saluran = Q normal)

bukaan pintu 3 utara selatan wadah rerata (l/s) (m /s)

pada model

*Note : ○ = buka ,  = tutup

4.9 U JI P EMBILASAN S EDIMEN

Pada bangunan penangkap pasir, dilakukan uji pembilasan sedimen untuk mengamati performa bangunan untuk pembilasan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan sedimen halus dengan

berat jenis yang sama, yaitu 2,6 ton/m 3 . Diameter sedimen pada dokumen perencanaan adalah 0,1 mm. Pengujian dilakukan dengan beberapa skenario bukaan pintu yang berbeda. Durasi masing-masing skenario adalah 30 menit (model). Pada saat pengujian, dilakukan pengukuran terhadap kedalaman aliran di beberapa titik observasi. Debit yang mengalir pada saluran juga diukur dengan metode volumetrik.

Gambar 4-16 di bawah ini menyajikan tampak atas rencana bangunan sedimen trap yang didesain dengan panjang 2  80m ukuran prototipe dengan kemiringan dasar 0,0033.

Gambar 4-16. Desain sandtrap (ukuran model)

Gambar 4-17 di bawah ini menyajikan persiapan model untuk uji pembilasan sedimen, dengan asumsi bahwa kondisi awal simulasi adalah kantong sedimen telah terisi endapan.

Gambar 4-17. Persiapan uji pembilasan sedimen

Seperti telah dipaparkan sebelumnya, sesuai hasil pengujian, bahwa pada saat debit normal, debit maksimal yang dapat dialirkan melalui bangunan intake adalah 7 m 3 /s dengan bukaan pintu

maksimal. Oleh karena itu, untuk pengujian pembilasan sedimen digunakan debit sungai setengah dari debit banjir dua tahunan (0,5 Q 2 ) sehingga diharapkan debit yang dapat dialirkan melalui kantong lumpur lebih besar.

Tabel 4-6. Hasil pengamatan debit pembilasan pada variasi skenario bukaan pintu (Q saluran = 0.5Q 2 ) Tinggi bukaan

Q m Q p (m 3 /s) pintu pada model

(l/s)

9.18 1.74 8.59 *Note : ○ = buka ,  = tutup

2 𝑄 saluran pembilasan adalah 10,45 m 3 /s masih belum memenuhi target debit pembilasan rencana.

Dengan menggunakan debit sungai 2 , yaitu 55,8 m /s, debit maksimum yang dapat dilewatkan

Namun demikian, pengujian dengan debit ini tetap dilaksanakan. Selain debit pembilasan tersebut, dilakukan juga pengujian dengan debit yang lebih besar, untuk

melihat performa pembilasan apabila digunakan debit sesuai rencana. Mengenai pengujian sandtrap akan dipaparkan berikut ini.

4.9.1 Uji Pembilasan Skenario 0,5Q2S01

Uji pembilasan skenario ini menggunakan debit sungai

2 𝑄 2 , yaitu 55,8 m /s dengan bed load adalah sedimen halus berukuran 0,1 mm dengan berat jenis 2,6 ton/m 3 . Debit maksimum yang

sebesar 9,77 m 3 /s pada kondisi kedua pintu dibuka. Kecepatan yang diperoleh adalah sebesar 0,39 m/s, jauh di bawah kecepatan rencana. Di bawah ini disajikan tabel hasil pengamatan

kedalaman muka air pada saluran sand trap pada beberapa variasi skenario. Terlihat bahwa untuk skenario bukaan satu pintu, kecepatan yang diperoleh dua kali lebih besar. Dengan

skenario bukaan satu pintu, yaitu pintu selatan, debit yang mengalir sebesar 8,21 m 3 /s, dan kecepatan aliran yang terjadi sebesar 0,77 m/s.

Tabel 4-7. Hasil pengamatan kedalaman aliran sand trap pada beberapa variasi skenario

(Q saluran = 0.5Q 2 )

Skenario pintu

Luas basah kecepatan aliran

prototipe

basah (m)

(m)

(m2)

(m/s)

(m3/s)

0,39 pintu utara dibuka

2 pintu dibuka

0,78 pintu selatan dibuka

Tabel 4-8. Hasil pengamatan kedalaman aliran sand trap pada beberapa variasi skenario (Q saluran = 0.5Q 2 )

Skenario Panjang terbilas Panjang model sandtrap (m) Prosentase terbilas

(m)

13,13 Pintu utara dibuka

2 pintu dibuka

24,00 Pintu selatan dibuka

Gambar-gambar di bawah ini menyajikan kondisi kantong lumpur setelah dilakukan uji pembilasan. Terlihat bahwa hanya sebagian kecil area di awal saluran yang dapat terbilas. Selain itu, juga terjadi backwash ketika salah satu pintu di tutup, sehingga aliran beserta sedimen terlarut menuju ke saluran dengan pintu tertutup.

Q sungai = 55,8 m 3 /s Q bilas = 9,8 m3/s

area terbilas

Gambar 4-18. Flushing sedimen skenario 0,5Q2S01 dengan dua pintu dibuka

Q 3 sungai = 55,8 m /s Q bilas = 7,75 m3/s

area terbilas

Gambar 4-19. Flushing sedimen skenario 0,5Q2S01 dengan satu pintu (utara) dibuka

Q 3 sungai = 55,8 m /s

Q bilas = 8,21 m3/s

area terbilas

Gambar 4-20. Flushing sedimen skenario 0,5Q2S01 dengan satu pintu (selatan) dibuka

4.9.2 Uji Pembilasan Skenario Q2S01

Pada skenario sebelumnya, pengujian dilakukan dengan menggunakan debit setengah dari debit banjir dua tahunan (0,5 Q 2 ), dengan debit aliran pada sand trap adalah 9,7 m 3 /s. Untuk melihat

Dengan debit banjir dua tahunan ini, diperoleh debit yang masuk ke saluran intake adalah sebesar 12,89 m 3 /s. Namun demikian, kecepatan yang diperoleh (0,4 m/s) masih kurang dari kecepatan rencana (1,8 m/s). Untuk memperoleh kecepatan rencana, diperlukan modifikasi pada desain, misalnya dengan menambah kemiringan saluran. Hal ini akan dipaparkan pada subbab selanjutnya.

Gambar-gambar di bawah ini menyajikan hasil simulasi uji pembilasan pada debit banjir dua tahunan. Terlihat bahwa sedimen tidak dapat dibilas meskipun dengan debit pembilasan sebesar

12 m3/s. Hal ini disebabkan terutama oleh kecepatan aliran, yang sebenarnya dapat menggerakkan butir sedimen dari bedload, akan tetapi kemudian terendapkan kembali.

Untuk melihat mode gerak sedimen yang lain, dilakukan juga uji pembilasan dengan menggunakan abu, yang memiliki berat jenis lebih ringan, sehingga diharapkan dapat melihat pola pembilasannya. Uji pembilasan dengan abu, akan dipaparkan pada subbab berikutnya.

Q 3 sungai = 111,6 m /s Q bilas = 12,89 m3/s

area terbilas

Gambar 4-21. Flushing sedimen skenario Q2S01 dengan dua pintu dibuka

Gambar 4-22. Flushing sedimen skenario Q2S01 dengan dua pintu dibuka

4.9.3 Uji Pembilasan dengan Skenario Q2S02

Uji pembilasan skenario ini dilakukan dengan menggunakan jenis sedimen yang lebih ringan, yaitu abu dengan berat jenis 1,2 ton/m 3 . Meskipun sedimen yang dipakai berbeda dengan sedimen prototipe, pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pola pembilasan saja, karena dengan sedimen yang sesuai prototipe, pembilasan tidak dapat dilakukan.

Gambar-gambar di bawah menyajikan hasil uji pembilasan dengan jenis sedimen yang lebih ringan daripada sedimen rencana.

Gambar 4-23. Flushing sedimen skenario Q2S02 dengan sedimen ringan

4.10 P ERFORMA P EMBILASAN S EDIMEN

Setelah dilakukan beberapa kali uji pembilasan, sedimen pada kantong lumpur yang terbilas kurang dari 25% dari total sedimen terendap. Dari segi model, peniruan sedimen dirasa cukup,

Dari hasil pengukuran, diperoleh bahwa pada saat kedua pintu intake dibuka kecepatan aliran turun menjadi 0,5 kali dibanding kecepatan pada saat satu pintu saja yang dibuka (Tabel 4-9).

Nilai tersebut jauh dari nilai kecepatan rencana (0,7 m/s pada saat operasi dengan debit 10 m 3 /s,

atau 1,8 pada saat flushing dengan debit 12 m 3 /s).

Tabel 4-9. Aliran pada kantong lumpur dengan beberapa skenario (Q saluran = 0,5 Q 2 )

Luas Kecepatan Skenario

Debit

kedalaman Kedalaman

Prototipe

pada model

Prototipe

Lebar

Penampang prototype

(m 2 ) (m/s) 2 pintu

Saluran (m)

9.78 5.18 1.55 16 24.84 0.39 pintu utara

9.37 4.50 1.35 8 10.80 0.87 pintu selatan

8.22 4.20 1.26 8 10.08 0.82 Dilakukan perhitungan ulang dimensi kantong lumpur dengan menggunakan asumsi yang sama

dengan asumsi yang digunakan pada dokumen perencanaan. Data-data yang digunakan adalah sebagai berikut. Perhitungan ini dilakukan untuk mencapai kecepatan rencana saja.

Diameter sedimen (D)

mm

Berat jenis sedimen (Gs)

ton/m 3

Berat jenis air (Gw) 3 = 1 ton/m

Temperatur air (T)

20 ᵒC

Kemiringan talud (m)

Debit irigasi (Qn)

10 m 3 /det

Debit pengurasan (Qp)

12 m 3 /det

Gravitasi (g)]

9.8 m/det 2

kecepatan endap (w)

m/det

Koef kekasaran dasar (kS)

Di Indonesia dipakai suhu air 20 ᵒC. Dengan diameter sedimen dalam air sebesar 0,1 mm, maka kecepatan endap awal ditentukan sebesar 0,01 m/det.

Luas permukaan

a rata-rata

L/B>8 8B*B=LB

B = 7,91

B'<B B'

Penetuan In

Penentuan Is

Vn=0.7 m/det

Vs=1.8 m/det

𝑄 𝑛 =𝐴 𝑛 ×𝑉 𝑛 A s =

6,66 m 2

14,28 m 2 h s =

Cek subkritis Fr<1

Dari hasil hitungan diatas, diusulkan untuk memodifikasi sand trap dengan cara modifikasi kemiringan rencana. Kemiringan saluran yang diusulkan pada saat operasi adalah 0,0016 (kemiringan rencana awal adalah 0,00023). Selain itu, pembilasan dengan menutup salah satu pintu juga disarankan, karena kecepatan aliran yang terjadi akan lebih besar (Tabel 4-9). Namun demikian, apabila dilakukan modifikasi, perlu juga dilakukan uji pembilasan pada model dengan kemiringan saluran yang baru. Hal tersebut diluar lingkup pekerjaan model test ini, sehingga pengujian dengan modifikasi saluran sand trap tidak dilakukan.

BAB 5 K ESIMPULAN DAN R EKOMENDASI

5.1 K ESIMPULAN

Model test 3 dimensi telah dilakuan pada berbagai skenario kondisi. Dari hasil pengujian, dapat ditarik beberapa poin kesimpulan seperti berikut ini.

1) Mercu dapat melewatkan debit banjir rencana dengan kala ulang 100 tahunan dengan baik. Koefisien debit terukur adalah sebesar 1,39 m0,5/s. Nilai ini sedikit lebih besar daripada koefisien debit desain (1,282 m0,5/s). Koefisien debit dapat juga dinyatakan sebesar 1,69 m0,5/s apabila digunakan dalam persamaan umum 𝑄 = 𝐶𝐵𝐻 1,5 , yang dapat dipakai untuk menggantikan koefisien debit rencana (1,56 m0,5/s),

2) Tinggi tanggul rencana di hulu bendung dinilai cukup untuk mengalirkan debit banjir 100 tahunan,

3) Debit maksimum yang melalui saluran intake pada saat debit normal sungai (23,26 m 3 /s)

adalah 7,04 m 3 /s,

4) Pada semua skenario uji, tidak terjadi loncat air pada hilir bendung. Hal ini memberikan keuntungan dari sisi scouring. Namun demikian, kedalaman di hilir bendung dinilai terlalu tinggi (over estimate),

5) Scouring pada riprap hanya terjadi saat debit banjir dengan kala ulang 50 dan 100 tahunan. Untuk debit banjir normal, scouring yang terjadi pada riprap adalah tidak signifikan,

6) Bukaan satu pintu pada saluran pengambilan, memiliki kecapatan aliran yang lebih besar. Hal ini dapat dimanfaatkan ketika dilakukan pembilasan,

7) Pada saat semua pintu intake dibuka, kecepatan aliran yang terjadi turun secara signifikan.

8) Dengan desain sandtrap yang ada, pembilasan sedimen tidak dapat dilakukan. Sedimen terbilas kurang dari 25%.

5.2 R EKOMENDASI

Berdasarkan model test yang telah dilakukan, diusulkan beberapa rekomendasi terhadap desain, yaitu:

1) Perlu dilakukan modifikasi desain pada bangunan pengambilan untuk mendapatkan debit pengambilan yang lebih besar,

2) Diusulkan untuk memodifikasi saluran sand trap untuk memperoleh kecepatan sesuai rencana. Kemiringan saluran yang diusulkan adalah 0,0016.

3) Pembilasan dengan satu pintu memiliki keuntungan, yaitu kecepatan aliran yang lebih besar.

47