PEMBUKTIAN DALAM ACARA PERADILAN AGAMA

PEMBUKTIAN DALAM ACARA PERADILAN AGAMA

PEMBUKTIAN
A.

Pengertian pembuktian
Membuktikan artinya mempertimbangkan secara logis kebenaran suatu fakta atau
pristiwa berdasarkan alat-alat bukti yang sah dan menurut hukum pembuktian yang berlaku.
Untuk memperoleh kepastian bahwa suatu pristiwa/fakta yang diajukan itu benar terjadi, yang
dibuktikan kebenarannya, sehingga nampak adanya hubungan hukum antara para pihak, inilah
merupakan tujuan dari pembuktian itu sendiri.

B.

Hukum pembuktian
Menurut hukum pembuktian dalam acara perdata, maka pembuktiannya adalah:

1.

Bersifat mencari kebenaran formil
Artinya dari setiap pristiwa yang harus dibuktikan adalah kebenarannya. Mencari kebenaran

formil berarti bahwa hakim tidak boleh melampaui batas-batas yang diajukan oleh pihak-pihak
yang berperkara.

2.

Tidak disyaratkan adanya keyakinan hakim
Artinya dalam pembuktian dibolehkan antara perkara pidana dan perdata. Pembuktian dalam
perkara pidana masyarakat adanya keyakinan hakim, sedangkan dalam perkara tidak secara tegas
masyarakat adanya keyakinan.

3.

Alat bukti harus memenuhi syarat formil dan materil.
Dalam hukum pembuktian, teridiri dari unsur materil dan unsur formil. Hukum pembuktian
materil mengatur tentang dapat tidaknya diterima pembuktian dengan alat-alat bukti tertentu
dipersidangan serta kekuatan pembuktiannya, sedangkan hukum pembuktian formil mengatur
cara mengadakan pembuktian.

C.


Alat-alat bukti
Alat-alat dalam perkara perdata ialah:

1.

Alat bukti surat

2.

Alat bukti saksi

3.

Alat bukti persangkaan

4.

Alat bukti pengakuan

5.


Alat bukti sumpah

6.

Pemeriksaan ditempat (pasal 153)

7.

Saksi ahli (pasal 154 HIR)

8.

Pembukuan (pasal 167 HIR)

9.

Pengetahuan hakim (pasal 178 (1) HIR, UU-MA No. 14/1985)

D.


BUKTI SURAT

1.

Pengertian
Alat bukti tertulis atau surat ialah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang
dimaksud untuk mencurahkan isi hati atau menyampaikan buah pikiran seeseorang dan
digunakan sebagai pembuktian (alat bukti).
Alat bukti tertulis di atur dalam pasal, 138, 165, 167, HIR /pasal 164, 285-305 R.Bg. 186 No 29
dan pasal 1867-1894 BW, serta pasal 138-147 RV

2.

Macam-macam alat-alat bukti surat
Surat sebagai alat bukti tertulis dibedakan menjadi dua, yaitu:

a.

Akta


b.

akta otentik

c.

Akta ialah surat yang diberi tandatangan, yang memuat pristiwa yang menjadi dasar suatu hak
perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.
Akta otentik ialah akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang diberi wewenang
untuk itu dan dalam bentuk menurut ketentuan yang ditetapkan untuk itu, baik denagn maupun
tanpa bantuan dari yang berkepentinagn, ditempat dimana pejabat berwenang menjalankan
tugasnya (ps. 1868).

3.

Syarat-syarat akta otentik ada 3 (tiga) yaitu:

a.


Dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang untuk itu

b.

Dibuat dalam bentuk dan sesuai ketentuan yang ditetapkan untuk itu

c.

Dibuatkan ditempat pejabat itu berwenang untuk menjalankan tugasnya.
Pejabat yang dimaksud itu antara lain ialah notaris, hakim, panitera, jurusita, pegawai
pencatat sipil, pegawai pendapat nikah, pejabat pembuat akta tanah, pejabat pembuat kata ikrar
wakaf dan sebagainya.
Akta otentik ada dua macam yaitu:

1.

Akta yang dibuat oleh pejabat ialah akta yang dibuat oleh pejabat yang berwenang untuk itu
karena jabatannya tanpa campur tangan pihak lain, dengan mana pejabat tersebut menerangkan
apa yang dilihat, didengar serta apa yang dilakukan.


2.

Akta yang dibuat dihaddapan pejabat ialah yang dibuat oleh para pihak dihadapan pejabat
yang berwenang untuk itu atas kehendak para pihak, dengan mana pejabat menerangkan jufa
apa yang dilihat dan dilakukan.
Akta dibawah tangan ialah akta yang dibuat oleh para pihak dengan sengaja untuk pembuktian,
tetapi tanpa bantuan dari seseorang pejabat. Hal ini diatur dalam stbl 1867 No.29 untuk jawa dan
Madura, sedang untuk luar jawa dan Madura diatur dalam pasal 286 sampai dengan 305 R.Bg
pasal 1874-1180 BW juga mengatur masalah ini.
Perbedaan akta otetentik dan akta dibawah tangan ialah :

1.

Akta otentik merupakan suatu akta yang sempurna, sehingga mempunyai bukti baik secara
formil maupun materil. Kekuatan pembuktinya telah melekat pada akta itu secara sempurna. Jadi
bagi hakim ia merupakan bukti sempurna. Sedang akata dibawah tangan baru mempunyai
kekuatan bukti materil jika telah dibuktikan kekuatan formilnya dan kekuatan formilnya baru
terjadi setelah pihak-pihak yang bersangkutan mengakui akan kebenaran isi dan cara pembuatan
akta tersebut, dan bagi hakim merupakan bukti bebas.


2.

Untuk bukti otentik kerap menjadi grosse akta yang mempunyai kekuatan eksekutorial, sama
dengan putusan-putusan hakim. Sedang akta dibawah tangan tidak pernah.

3.

Akta otentik mesti terdaftar pada register untuk itu dan tersimpan pada pejabat yang
membuatnya / dibuat hadapannya, sehingga kemungkinan akan kehilanagn akta sangat kecil.
Sedang akta dibawah tangan tidak terdaftar, sehingga kemungkinan hilangnya lebih besar.

4.

Akta otentik mempunyai tanggal pasti. Sedangkan akta dibawah tangan tidak selalu demikian.
AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI STATUS DALAM PERKAWINAN.
Dalam hukum perkawinan, banyak hal yang untuk menetapkan kepastian bukti hukum sesuatu,
harus dibuktikan dengan suatu akta otentik, hal-hal tersebut antara lain:

1)


Adannya perkawinan

a.

Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh pegawai pencatat
nikah

b.

Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah, dapat diajukan itsbat nikah
ke pengadilan agama, untuk kemudian mendapat akta nikah (pasal 7 KHI)

2)

adanya perceraian

a.

Adanya perceraian hanya dapat dibuktikan dengan akta cerai yang dilakukan oleh panitera
pengadilan agama (pasal 84 ayat 4 UU.No 7/1989 pasal 8 KHI)


b.

Apabila akta cerai tidak ada maka dapat dimintakan duplikat ke pengadilan agama atau
mengajukan perkara baru.

3)

Adanya rujuk

a.

Rujuk hanya dapat dibuktikan dengan akta rujuk (kutipan buku pendaftaran rujuk) yang
dikeluarkan oleh pegawai pencacatan nikah (pasal 10 KHI)

b.

Akta nikah yang telah diberi catatan oleh penitera tentang perubahan NTCR-nya.

4)


asal usul anak

a.

Asal usul anak hanya bisa dibuktikan dengan akta kelahiran yang dikeluarkan oleh kantor
cacatan sipil, atau dengan alat bukti lainnya (pasal 103 ayat 1 KHI pasal 55 UUP)

b.

Apabila akta kelahiran tidak ada, maka pengadilan agama dapat mengeluarkan “penetapan”
tentang asak usul anak dan berdasarkan penetapan tersebut dikeluarkan kata kelahiran oleh
kantor catatan sipil (pasal 103 ayat 2 KHI, pasal 55 UUP)

E.

BUKTI SAKSI

1.

Pengertian
Saksi ialah orang yang memberikan keterangan dimuka siding, dengan memenuhi syaratsyarat tertentu, tentang suatu peristiwa atau keadaan yang ia lihat, dengar dan ia alami sendiri
sebagai bukti terjadinya peristiwa atau keadaan tersebut. Bukti saksi diatur dalam pasal 168-172
HIR

2.

Syarat-syarat saksi
Saksi harus memenuhi syarat formil dan materil



Syarat formil saksi adalah

a.

Berumur 15 tahun ke atas

b.

Sehat akalnya

c.

Tidak ada pihak menurut keturunan yang lurus, kecuali undang-undang menentukan lain.

d.

Tidak ada hubungan perkawinan dengan salah satu pihak dengan meskipun sudah bercerai
( pasal 145 ayat 1 HIR)

e.

Tidak ada hubungan kerja dengan salah satu pihak dengan menerima upah (pasal 144 ayat 2
HIR kecuali undang-undang menentukan lain.

f.

Menghadap dipersidangan (pasal 141:2 HIR)

g.

Mengankat sumpah menurut agamanya (pasal 147 HIR)

h.

Berjumlah sekurang-kurangnya 2 orang untuk kesaksian suatu peristiwa, atau di kuatkan
dengan bukti lain. (pasal 169 HIR )keculi mengenai perzinaan.

i.

Di panggil masuk ke ruang siding satu demi satu (pasal 144:1 HIR)

j.

Memberikan keterangan secara lisan (pasal 147 HIR)



Syarat materil saksi ialah:

a.

Menerangkan apa yang dilihat. Ia dengar dan ia alami sendiri (pasal 171HIR/308 R.Bg)

b.

Diketahui sebab-sebab ia mengetahui pristiwanya (pasal 171:1 HIR/paal 308:2 R.Bg)

c.

Bukan merupakan pedapat atau kesimpulan saksi sendiri (pasal 171:2 HIR/ pasal 308:2 R.Bg)

d.

Saling bersesuaian satu sama lain (pasal 170 HIR)

e.

Tidak bertentang denga akal sehat



Kewajiban saksi ada tida yaitu:

a.

Menghadiri siding sesuai dengan panggilan

b.

Mengangkat sumpah sesuai agamanya

c.

Memberikan keterangan sesuai apa yang dilihat, dengar dan alami.



Tata cara pemeriksaan saksi (pasal 139-152 HIR)

a.

Saksi ditunjukan oleh pihak yang berkepentingan atau oleh hakim karena jabatannya, yang
diperlukan untuk penyelesain perkara.

b.

Saksi dipanggil untuk menghadap di persidangan. Panggilan dapat dilakukan langsung oleh
pihak yang berkepentingan dapat meminta bantuan kepada hakim agar saksi yang diperlukan itu
di panggilkan untuk memenuhi kewajibannya (pasal 144:1 HIR)

c.

Saksi menghadap ke pengadilan untuk memenuhi kewajibannya (pasal 144:1 HIR)

d.

Saksi dipanggil ke ruang siding seseorang demi seorang (pasal 144:1 HIR)

e.

Hakim/ketua menanyakan kepada saksi tentang:

 Namanya
 Pekerjaannya
 Umurnya
 Tempat tinggalnya
 Apakah ia berkeluarga sedarah dengan kedua belah pihak atau salah satu dari padanya, atau
berkeluarga semenda dan jika ada, beberapa sepupu serta
 Apakah ia makan gajis atau bujang pada salah satu pihak (144:2 HIR)
F.

BUKTI PERSANGKAAN
Persangkaan adalah kesimpulan yang ditarik dari suatu pristiwa yang telah atau idanggap
terbukti kearah suatu peristiwa yang tidak dikenal atau belum terbukti, baik yang bersandarkan
undang-undang atau kesimpulan yang ditarik oleh hakim.persangkaan diatur dalam pasal 173
HIR, 1916 BW. Ada dua macam bentuk persangkaan:

1.

Persangkaan berdasarkan undang-undang

Contoh: pasal 5 ayat 2 UU No. 1/1974 yaitu bahwa untuk mendapat ijin poligami dari pengadilan
tidak diperlukan persetujuan dari istri apabila istri tidak ada kabar selama 2 tahun, berarti dalam
kasus ini, poligami dianggap sah tanpa persetujuan istri.
2.

Persangkaan yang berupa kesimpulan yang ditarik oleh hakim dari keadaan yang timbul
dipersidangan,seperti:

a.

Tentang sesuatu yang penting dan seksama

b.

Atau tentang sesuatu yang terang dan pasti
Kekuatan pembuktiannya bersifat memaksa. Hakim terikat pada ketentuan undang-undang
kecuali jika dilumpuhkan oleh bukti lawan. Karena persangkaan bukan merupakan bukti yang
berdiri sendiri melainkan berpijak pada kenyataan lain yang telah terbukti, maka untuk
menyusun bukti persangkaan harus di buktikan dahulu fakta-fakta yang mendasarinya. Apabila
fakta-fakta yang mendasarinya telah dibuktikan maka hakim dapat menyusun bukti persangkaan
dalam pertimbangan hukumnya sesuai hukum berfikir yang logis, dengan memenuhi syaratsyarat tersebut di atas.

G.

BUKTI PENGAKUAN
Pengakuan ialah pernyataan seseorang tentang dirinya sendiri, bersifat dan tidak
memerlukan persetujuan pihak lain. Pengakuan sebagai alat bukti diatur dalam pasal
174,175,176, HIR pasal 311, 312, 31 R.Bg dan pasal 1923-1923 BW.
Pengakuan dapat diberikan di muka hakim dipersidangan atau di luar persidangan. Selain
itu pengakuan dapat pyula diberikan secara tertulis maupun lisan di depan siding. Ada beberapa
macam bentuk pengakuan yaitu pengakuan murni, pengakuan dengan kualifikasi dan pengakuan
dengan klausula. Berikut ini akan dibicarakan masing-masing jenis dan bentuk pengakuan dalam
pemeriksaan di persidangan:

a.

Pengakuan murni di muka siding

b.

Pengakuan dengan kualifikasi

c.

Pengakuan dengan clusula

d.

Pengakuan tertulis

e.

Pengakuan lewat kuasa hukum/wakil

H.

BUKTI SUMPAH

1.

Pengertian sumpahSumpah ialah suatu penyataan yang khidmat yang diberikan atau diucapkan
pada waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat sifat maha kuasa tuhan dan
percaya bahwa siapa yang memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum oleh-

Nya. Sumpah merupakan tindakan religious yang digunakan dalam proses peradilan. Ada 2
macam sumpah, yaitu:
a.

Sumpah/janji untuk melakukan atau tindakan melakukan sesuatu, yang disebut sumpah
promissoir

b.

Sumpah/janji untuk memberi keterangan guna meneguhkan bahwa sesuatu benar demikian
atau tidak benar, yang disebut sumpah assertoirr atau confirmatoir
Sumpah promissoir dilakukan oleh saksi atau ahli juru bahasa dan hukum, denag ciri-ciri:

1.

Sumpah diucapkan sebelum mereka memberikan keterangan.

2.

Sumpah berfungsi sebagai syarat formil sahnya suatu keterangan

3.

Sumpah ini ukan merupakan alat bukti

4.

Sumpah ini tidak mengakhiri sengketa
Sumpah assertoir dilakukan oleh para pihak dalam perkara, dengan ciri-ciri sebagai berikut:

1.

Sumpah diucapkan sesudah mereka memberi keterangan atau melakukan sesuatu

2.

Sumpah berfungsi untuk meneguhkan suatu pristiwa atauhak

3.

Sumpah ini termasuk alat bukti

4.

Sumpah ini mengakhiri sengketa
Sumpah promisoir mempunyai fungsi formil, yaitu sebagai syarat syah dilakuakn suatu
tindakan yang menurut hukum harus dilakukan diatas sumpahnya itu. Sedangkan sumpah
asertoir mempunyai fungsi materil, yaitu sebagai alat bukti di muka pengadilan untuk
menyelesaikan sengketa. Setiap sumpah harus dilakukan menurut keyakinan agamanya dari yang
bersangkutan.
Rincian macam-macam sumpah tersebut:

a.

Sumpah promissoir

1.

Sumpah jabatan

2.

Sumpah pegawai negri sipil

3.

Sumpah saksi

4.

Sumpah ahli

5.

Sumpah tolk (juru bahasa)

6.

Sumpah hakim

b.

Sumpah asertoir

1.

Sumpah suppletoir (pelengkap)

2.

Sumpah decissoir (pemutus)

3.

Sumpah penaksir

4.

Sumpah lian

5.

Sumpah istidhhar

I.

PEMERIKSAAN DI TEMPAT (DESCENTE)
Pemeriksaan setempat ialah pemeriksaan mengenai perkara, oleh hakim karena jabatannya,
yang dilakukan di luar gedung atau tempat kedudukan pengadilan agar hakim dengan lmelihat
sendiri memperoleh gambaran atau keterangan yang memberi kepastian tentang pristiwapristiwa yang menjadi sengketa. Pemeriksaan setempat diatur dalam pasal 153 HIR, pasal 180
R.Bg, pasal 211 Rv. Tujuannya ialah agar hakim memperoleh kepastian tentang peristiwa yang
menjadi sengketa. Pemeriksaan setempat pada hakikatnya adalah juga pemeriksaan perkara
dalam persidangan, hanya saja tidak dilakukan di gedung pengadilan tetapi di luar, yaitu tempat
dimana obyek sengketa atau yang diperiksa itu berada. Pemeriksaan setempat dilakukan karena
suatu kenyataan bahwa tidak dimungkinkannya untuk mengajukan obyek pemeriksaan ke depan
siding di gedung pengadilan. Pada asasnya, pemeriksaan pengadilan dilangsungkan di gedung
pengadilan (pasal26,90 Rv, pasal 35 RBg). Pemeriksaan setempat biasanya diperlukan untuk
memeriksa benda tetap (minsalnya, tanah, batas-batas-batas tanah, gedung, rumah, benda yang
melekat padannya atau lainnya yang tidak mungkin diajukan ke depansidang pengadilan) atau
seseorang yang karena sesuatu hal tidak mungkin untuk menghadap dipersidangan.
Tatacara pemeriksaan di tempat:

1.

Insiatif untuk mengadakan pemeriksaan di tempat dapat timbul dari pihak yang
berkepentingan atau atas insiatif hakim karena jabatannya.

2.

Apabila hakim berpendapat bahwa perlu diadakan pemeriksaanditempat, maka hakim
memerintahkan hal itu yang cukup dicata dalam berita acara persidangan (jika menurut pasal 21
Rv. Harus dengan putusan sela)

3.

Ketua majelis mengangkat satu atau dua orang hakim sebagai “hakim komisaris” dengan
dibantu oleh penetera, untuk mengadakan pemeriksaan di tempat, atau bila perlu hakim ketua
memimpin langsung pemeriksaan setempat.

4.

Biaya pemeriksaan di tempat dibebankan kepada pihak yang berkepentingan yang nanti akan
diperhitungkan dalam putusan akhir.

5.

Pihak yang dibebani biaya pemeriksaan di tempat tersebut, menghadap di meja 1 untuk
ditaksir panjar biayanya yang kemudian dibuatkan SKUM sebagai tambahan panjar biaya
perkara, dan kemudian ia membayarnya kepada kasir yang akan dibukukan di dalam jurnal ddan
buku induk keuangan perkara.

6.

Setelah biaya pemeriksaan setempat dibiaya, maka hakim membentukan kepada para pihak
dan pemerintah desa/kelurahan setempat tentang akan dilaksanakannya pemeriksaan stermpat

tentang akan dilaksanakannya pemeriksaan setempat dengan menyebutkan pula hari, tanggal dan
jam setempat pelaksanaannya, dan sekaligus memanggil pihak-pihak yang bersangkutan untuk
hadir pada siding pemeriksaan setempat tersebut.
7.

Pemeriksaan setempat dilakukan dalam suatu persidangan yang terbuka untuk umum dengan
dihadiri oleh pihak-pihak yang berperkara.

8.

Siding dilakukan oleh hakim komisaris yang dibantu oleh panetera siding.

9.

Siding pemeriksaan setempat di buka di balai desa/kantor kelurahan setempat, kemudian
dilanjutkan ke lokasi obyek yang diperiksa.

10. Setelah pemeriksaan setempat selesai, maka siding ditutup di balai desa/kantor kelurahan
semula.
11. Panitera membuat berita acara pemeriksaan setempat yang ditandatangani oleh hakim komisaris
dan panitera yang turut bersidang.
12. Berita acara pemeriksaan setempat dibacakan dalam siding berikutnya di kantor pengadilan,
sebagai “pengetahuan hakim sendiri” dan dipakai sebagai bukti untuk memutus perkara.
13. Kekuatan pembuktian hasil pemeriksaan setempat diserahkan kepada pertimbangan hakim.
14. Kalau pemeriksaan setempat itu harus dilakukan diluar wilayah hukum pengadilan agama yang
bersangkutan maka dapat dilakukan delegasi wewenang kepada pengadilkan agama yang
wilayah hukumnya meliputi tempat dimana obyek pemeriksaan itu berada.
15. Tatacara delegasi wewenang seperti tatacara pendelegasi pemeriksaan saksi dan sebagainya.
J.

KETERANGAN SAKSI AHLI
Keterangan ahli adalah keterangan pihak ketiga yang obyektif yang bertujuan untuk
membantu hakim dalam pemeriksaan guna menambah pengetahuan hakim sendiri. Keterangan
ahli juga sering disebut saksi ahli, diatur dalam pasal 154 HIR, pasal 181 R.Bg pasal 215 Rv.
Undang-undang tidak memberikan ketentuan siapakah yang dianggap sebagai ahli, dengan
demikian maka tentang ahli dan tidaknya seseorang tidak ditentukan oleh pengetahuan atau
keahlian yang khusus, melainkan ditentukan oleh pengangkatnya oleh hakim berdasarkan
pertimbangannya. Hakimdapat mengangkat seorang ahli secara exoffcio (pasal 222 Rv). Akim
menggunakan keterangan ahli dengan maksud agar hakim memperoleh pengetahuan yang lebih
mendalam tentang sesuatu yang hanya dimiliki oleh seorang ahli tertentu, minsalnya tentang halhal yang bersifat teknis, kebiasaan tertentu, ilmu kedokteran dan sebagainya. Hakim juga boleh
menggunakan keterangan ahli mengenai hukum sekalipun yang berlaku dalam masyarakat,
waktu atau bidang tertentu. Menggunakan keterangan ahli bertujuan untuk memperoleh
kebenaran dan keadilan pada masalah yang bersangkutan.



Syarat-syarat saksi ahli:

 Undang-undang tidak memberikan ketentuan tentang syarat-syarat saksi ahli
 Pasal 154:1 HIR, pasal 181:4 RBg, pasal 218 Rv. Hanya menetapkan bahwa orang yang tidak
boleh didengar sebagai saksi juga tidak boleh didengar sebagai ahli
 Namun demikian, yang pasti adalah bahwa saksi ahlipun harus memberikan keterangan secara
jujur dan obyektif serta tidak memihak.
 Atas dasar hsl tersebut maka sudah seharusnya apabila syarat-syarat sebagai saksi ahli sama
denagn syarat-syarat sebagai saksi sekalipun dengan perbedaan-perbedaan tertentu.


Tatacara pemeriksaan saksi ahli:

 Insiatif untuk menghadiri saksi ahli dapat diusulkan oleh pihak yang bekepentingan atau atas
perintah hakim karena jabatannya.
 Hakimlah yang berwenang mempertimbangkan dan menetapkan perlu tidaknya menghadirkan
saksi ahli
 Perintah menghadirkan saksi ahli itu dicatat dalam berita acara persidangan
 Saksi ahli ditunjukan oleh hakim atau oleh pihak yang bekepentingan dengan persetujuan hakim
 Apabila saksi ahli yang ditunjukan berhalanagn untuk memberikan pendapatnya karena sebab
apapun dapat dditunjukan saksi ahli yang lain sebagai ganti
 Hakim menetapkan hari siding untuk mendengar keterangan ahli
 Saksi ahli yang ditunjukan dapat dihadirkan oleh pihak yang berkepentingan atau dipanggil secara
resmi oleh jurusita/jurusita pengganti atas perintah hakim yang dicatat dalam BAP, supaya hadir
dalam siding yang telah ditetapkan.
 Dalam siding yang telah ditentukan itu, saksi ahli menghadiri siding dan memberikan keteranagn
baik lisan maupun tulisan.
 dan lain-lain.
K.

ALAT BUKTI PEMBUKUAN
Pasal 167 HIR, pasal 296 RBg. Menyatakan bahwa hakim bebas memberikan kekuatan
pembuktian untuk keuntungan seseorang kepada pembukuannya yang dalam hal khusus
dipandang patut. Ketentuan ini menyimpang dari prinsip bahwa tulisan seseorang tidak dapat
memberikan keuntungan bagi dirisendiri. Dalam pasal ini dikatakan bahwa hakim oleh (bebas)
untuk menerima dan memberi kekuatan bukti yang menguntungkan bagi si pembuat suatu
pembukuan.
Contoh: seorang penggugat menggugat kepada lawan (tergugat) untuk melunasi hutangnya,
kemudian tergugat menyatakan bahwa hutangnya sudah lunas, lalu penggugat menunukkan

pembukuan debit-kridit terhadap tergugat dimana ada pengeluaran pinjaman. Dalam hal ini
hakim dapat menerima pembukuan itu sebagai bukti yang menguntungkan penggugat.
L.

PENGETAHUAN HAKIM
Pasal 178:1 HIR mewajibkan hakim karena jabatannya waktu bermusyawarrah mencukupkan
segala alasan hukum, yang tidak dikemukakan oleh kedua belah pihak. Hakim sebagai organ
pengadilan dianggap mengetahui hukum. Pencari keadilan dating untuk memohon keadilan.
Andaikata ia tidak menemukan hukum tertulis, ia wajib menggali hukum tidak tertulius untuk
memutus berdasarkan hukum sebagai orang yang bijaksana dan bertanggungjawab penuh kepada
tuhan yang maha esa, diri sendiri, masyarakat bangsa dan Negara (pasal 14 UU No.14/1970 dan
penjelasannya). Pengetahuan hakim di bidang hukum keadilan itulah yang dicari para pencari
keadilan. Selain hal tersebut, pengetahuan hakim mengenal fakta dan pristiwa dalam kasus yang
dihadapinya merupakan dasar untuk menjatuhkan putusan dengan menerapkan hukum ia ketahui
itu. Pengetahuan hakim yang diperoleh dalam persidangan, yakni apa yang dilihat, didengar, dan
disaksikan oleh hakim dalam persidangan merupakan bukti bagi peristiwa yang disengketakan.
Minsalnya, sikap, perlakuan, emosional, dan tindakan para pihak serta pernyataannya di dalam
sidang akan menjadi bukti bagi hakim dalam memutus perkara. Tetapi pengetahuan hakim
mengenai para pihak yang diperoleh diluar persidangan tidak dapat dijadikan bukti di dalam
memutuskan persidangan.