Ilmu Budaya TEORI FUNGSIONALISME DALAM I

Ilmu Budaya
TEORI FUNGSIONALISME DALAM ILMU BUDAYA
Pengampu : Drs. Mukh Doyin, M.Si
Zulfa Fahmy, S.Pd

Disusun oleh :
Sri Utami

2101411093

Sugiyanti Pratiwi Sari

2101411109

Nanda May Satriandi

2101411114

Erni Widiyastuti

2101411117


Isnaeni Masruroh

2101411119

Anna Sofia Yuni Astuti

2101411134

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013

A.

Latar Belakang Kemunculan
Teori fungsionalisme adalah suatu bangunan teori yang paling besar
pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang. Tokoh-tokoh yang pertama kali
mencetuskan fungsional yaitu August Comte, Emile Durkheim dan Herbet Spencer.

Pemikiran structural fungsional sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu
menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ
yang saling ketergantungan, ketergantungan tersebut merupakan hasil atau
konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup. Kemunculan Teori
Fungsionalisme dipengaruhi oleh adanya asumsi kesamaan antara kehidupan
organisme biologis dengan struktur sosial tentang adanya keteraturan dan
keseimbangan dalam masyarakat. Asumsi dasar dari Teori Fungsionalisme Struktural,
yaitu bahwa masyarakat terintegrasi atas dasar kesepakatan dari para anggotanya akan
nilai-nilai kemasyarakatan tertentu yang mempunyai kemampuan mengatasi
perbedaan-perbedaan sehingga masyarakat tersebut dipandang sebagai suatu sistem
yang secara fungsional terintegrasi dalam suatu keseimbangan. Dengan demikian
masyarakat merupakan kumpulan sistem-sistem sosial yang satu sama lain
berhubungan dan saling ketergantungan. Sama halnya dengan pendekatan lainnya
pendekatan structural fungsional ini juga bertujuan untuk mencapai keteraturan sosial.
Teori struktural fungsional ini awalnya berangkat dari pemikiran Emile Durkheim,
dimana pemikiran Durkheim ini dipengaruhi oleh Auguste Comte dan Herbert
Spencer. Comte dengan pemikirannya mengenai analogi organismik kemudian
dikembangkan lagi oleh Herbert Spencer dengan membandingkan dan mencari
kesamaan antara masyarakat dengan organisme, hingga akhirnya berkembang menjadi
apa yang disebut dengan requisite functionalism, dimana ini menjadi panduan bagi

analisa substantif Spencer dan penggerak analisa fungsional. Dipengaruhi oleh kedua
orang ini, studi Durkheim tertanam kuat terminology organismik tersebut. Durkheim
mengungkapkan bahwa masyarakat adalah sebuah kesatuan dimana didalamnya
terdapat bagian-bagian yang dibedakan. Bagian-bagian dari sistem tersebut
mempunyai fungsi masing-masing yang membuat sistem menjadi seimbang. Bagian
tersebut saling interdependensi satu sama lain dan fungsional, sehingga jika ada yang
tidak berfungsi maka akan merusak keseimbangan sistem. Pemikiran inilah yang
menjadi sumbangsih Durkheim dalam teori Parsons dan Merton mengenai struktural

fungsional. Selain itu, antropologis fungsional-Malinowski dan Radcliffe Brown juga
membantu membentuk berbagai perspektif fungsional modern.
Selain dari Durkheim, teori struktural fungsional ini juga dipengaruhi oleh
pemikiran Max Weber. Secara umum, dua aspek dari studi Weber yang mempunyai
pengaruh kuat adalah
 Visi substantif mengenai tindakan sosial dan
 Strateginya dalam menganalisa struktur sosial.
Pemikiran Weber mengenai tindakan sosial ini berguna dalam perkembangan
pemikiran

Parsons


dalam

menjelaskan

mengenai

tindakan

aktor

dalam

menginterpretasikan keadaan.
B.

Tokoh-Tokoh Tori Fungsional Struktural

1. Herbert Spencer
Adalah ahli sosiologi Inggris pada pertengahan abad ke-19 yang membahas

tentang fungsional struktural dengan menganalogikan struktur biologi dengan struktur
sosial. Pembahasan spencer tentang masyarakat sebagai suatu organisme hidup
terdapat dalam butir-butir ini (Margaret M. Poloma 2007: 24) :
a. Masyarakat maupun organisme hidup sama-sama mengalami pertumbuhan
b. Strukur tubuh-sosial (social body) maupun organisme hidup (living body)
juga mengalami pertumbuhan, dimana semakin besar suatu struktur sosial
maka semakin banyak pula bagian-bagiannya seperti halnya dengan sistem
biologis yang menjadi semakin kompleks sementara ia tumbuh menjadi
semakin besar.
c. Setiap bagian yang tumbuh di dalam tubuh organisme biologis maupun
organisme sosial memiliki fungsi dan tujuan tertentu. Misalnya pada manusia
struktur biologis seperti struktur dan fungsi paru-paru berbeda dengan struktur
dan fungsi keluarga sebagai struktur institusional memiliki tujuan yang
berbeda dengan sistem politik atau ekonomi.
d. Di dalam sistem organisme maupun sistem sosial, perubahan pada suatu
bagian akan mengakibatkan perubahan pada bagian lain dan pada akhirnya di
dalam sistem secara keseluruhan. Misalnya perubahan sistem politik dari suatu
pemerintah demokratis ke suatu pemerintahan totaliter akan mempengaruhi

keluarga, pendidikan, agama dan sebagainya. Bagian-bagian itu saling

berkaitan satu sama lain.
e. Bagian-bagian yang saling berkaitan tersebut merupakan suatu struktur-mikro
yang dapat dipelajari secara terpisah. Demikianlah maka sistem peredaran atau
sitem pembuangan merupakan pusat perhatian paras pesialis biologi dan
media, seperti halnya sistem politik atau sistem ekonomi merupakan sasaran
pengkajian para ahli politik dan ekonomi.
Butir-butir yang dikemukakan spencer merupakan model atau analogi yang
tidak harus diterima mentah-mentah, dimana masyarakat tidak benar-benar mirip
dengan organisme hidup, dimana keduanya memiliki perbedaan yang sangat jelas.
Misalnya saja di dalam sistem organisme yang dianalaogikan sebagai

struktural

biologi, bagian-bagian saling terkait dalam suatu hubungan yang sangat dekat,
sedangkan di dalam sistem-sosial hubungan yang sangat dekat seperti itu tidak begitu
terlihat jelas, terkadang bagian-bagian tersebut terpisah. Pikiran spencer yang
dilandasi oleh pemikiran comte bahwa masyarakat dapat dilihat sebagai suatu sistem
yang terdiri dari bagian-bagian yang saling bergantung satu sama lain.
2. Emile Durkheim
Emile Dukheim adalah seorang sosiolog prancis, durkheim melihat

masyarakat modern sebagai keseluruhan organis yang memiliki realitas tersendiri,
dimana setiap perangkat tersebut memiliki seperangkat kebutuhan atau fungsi-fungsi
tertentu yang harus dipenuhi oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya agar dalam
keadaan normal, tetap langgeng (Margaret M. Poloma 2007: 25).
Dimana ada suatu dampak jika kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu tidak
terpenuhi maka akan berkembang suatu keadaan yang bersifat patologis (keadaan
tidak seimbang atau perubahan sosial, contohnya di dalam masyarakat modern fungsi
ekonomi merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi, jika dalam kehidupan ekonomi
mengalami suatu fluktasi yang keras, maka bagian ini akan mempengaruhi bagian lain
dari sistem tersebut seperti sistem politik, kemudian sistem keluarga dan kemudian
menyebabkan perubahan dalam struktur keagamaan dan akhirnya mempengaruhi
sistem keseluruhannya. Keadaan patologis tersebut akan teratasi dengan sendirinya
yang mengakibatkan equilibrium, keadaan normal atau suatu sistem yang seimbang.
3. Radcliffe Brown
Fungsionalisme Brown ini merupakan perkembangan dari teori Fungsional
Durkheim. Fungsi dari setiap kegiatan selalu berulang, seperti penghukuman

kejahatan, atau upacara penguburan, adalah merupakan bagian yang dimainkannya
dalam kehidupan social sebagai keseluruhan dan, karena itu, merupakan sumbangan
yang diberikan bagi pemelihara kelangsungan structural (Radcliffe Brown, 1976:

505).
4. Bronislaw Malinowsky
Para ahli antropologi menganalisa kebudayaan dengan melihat pada faktafakta antropologis, dan bagian yang dimainkan oleh fakta-fakta itu dalam system
kebudayaan (Malinowski, 1976: 551).
5. Talcott Parson
Fungsionalisme structural Talcott Parsons terkenal dengan skema AGIL.
Parson yakin bahwa ada empat fungsi penting yang diperlukan semua system:
a. Adaptation (adaptasi)
Sebuah system harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem harus
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan
kebutuhannya. Titik beratnya ada pada bagaimana sebuah sistem beradaptasi
dengan lingkungannya. Konsep ini dikaitkan dengan faktor ekonomi.
b. Goal attainment (pencapaian tujuan)
Sebuah system harus mendefenisikan dan mencapai tujuan utamanya.
c. Integration (integrasi)
Sebuah system harus mengatur antarhubungan bagian-bagian yang menjadi
komponennya. Sistem juga harus mengelola antarhubungan ketiga fungsi penting
lainnya (A, G, L). Titik beratnya pada kebutuhan untuk mempertahankan
keterpaduan sosial. Konsep ini dikaitkan dengan faktor sosial.
d. Latency (latensi atau pemeliharaan pola)

Sebuah system harus memperlengkapi, memelihara, dan memperbaiki,baik
motivasi individual maupun pola-pola cultural yang menciptakan dan menopang
motivasi. Titik beratnya ada pada sosialisasi atau reproduksi masyarakat agar
nilai-nilai tetap terpelihara. Konsep ini dikaitkan dengan faktor budaya.
6. Robert K. Merton
Robert K. Merton, sebagai seorang yang mungkin dianggap lebih dari ahli teori
lainnya telah mengembangkan pernyataan mendasar dan jelas tentang teori-teori
fungsionalisme, merton merupakan seorang pendukung yang mengajukan tuntutan
lebih terbatas bagi perspektif ini. Mengakui bahwa pendekatan fungsional-struktural
telah membawa kemajuan bagi pengetahuan sosiologis.

Merton telah mengutip tiga postulat yang ia kutip dari analisa fungsional dan
disempurnakannya, diantaranya ialah :
a.

postulat pertama, adalah kesatuan fungsional masyarakat yang dapat dibatasi
sebagai suatu keadaan dimana seluruh bagian dari system sosial bekerjasama
dalam suatu tingkatan keselarasan atau konsistensi internal yang memadai, tanpa
menghasilkan konflik berkepanjangan yang tidak dapat diatasi atau diatur. Atas
postulat ini Merton memberikan koreksi bahwa kesatuan fungsional yang

sempurna dari satu masyarakat adalah bertentangan dengan fakta. Hal ini
disebabkan karena dalam kenyataannya dapat terjadi sesuatu yang fungsional bagi
satu kelompok,tetapi dapat pula bersifat disfungsional bagi kelompok yang lain.

b. postulat kedua, yaitu fungionalisme universal yang menganggap bahwa seluruh
bentuk sosial dan kebudayaan yang sudah baku memiliki fungsi-fungsi positif.
Terhadap postulat ini dikatakan bahwa sebetulnya disamping fungsi positif dari
sistem sosial terdapat juga dwifungsi. Beberapa perilaku sosial dapat
dikategorikan kedalam bentuk atau sifat disfungsi ini. Dengan demikian dalam
analisis keduanya harus dipertimbangkan.
c. postulat ketiga, yaitu indispensability yang menyatakan bahwa dalam setiap tipe
peradaban, setiap kebiasaan, ide, objek materiil dan kepercayaan memenuhi
beberapa fungsi penting, memiliki sejumlah tugas yang harus dijalankan dan
merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan system
sebagai keseluruhan. Menurut Merton, postulat yang ketiga ini masih kabur
(dalam artian tak memiliki kejelasan), belum jelas apakah suatu fungsi merupakan
keharusan.
C.

Studi Kasus Teori Fungsional Struktural

Ada dua bentuk integrasi sosial. Pertama,

Asimilasi, yaitu pembauran

kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli. Dan ke dua,
Akulturasi, yaitu penerimaan sebagian unsur-unsur asing tanpa menghilangkan
kebudayaan asli. Untuk meningkatkan Integrasi Sosial, Maka pada diri masingmasing harus mengendalikan perbedaan/konflik yang ada pada suatu kekuatan bangsa
dan bukan sebaliknya. Selain itu tiap warga masyarakat merasa saling dapat mengisi
kebutuhan antara satu dengan yang lainnya. Menurut pandangan para penganut
fungsionalisme, suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus
(kesepakatan) di antara sebagian besar anggota masyarakat tentang nilai-nilai
kemasyarakatan yang bersifat fundamental (mendasar). Faktor-faktor masyarakat

Madura terintegrasi antara lain: interaksi, identifikasi etnis, bahasa, toleransi, dll.
Bentuk konsensus terlihat dari pola interaksi, hubungan sosial yang sangat akrab
dapat dibangun oleh orang Madura dengan orang-orang di luar lingkungan kerabat.
Namun ketika seseorang merasa harga dirinya tidak di anggap, maka dapat dipastikan
akan terjadi ‘carok’. Bentuk konsensus lainnya seperti larangan perkawinan yaitu
antara anak dari saudara laki-laki sekandung (sapopo) atau antara anak dari dua
perempuan sekandung (sapopo) yang disebut arompak balli atau tempor balli.
Selain itu, Jika orang Madura pergi merantau maka yang akan dituju pertama
kali adalah sanak keluarganya yang lebih dahulu berada atau bermukim di sana.
Sebagai pendatang baru-terutama bagi mereka yang pada dasarnya berasal dari
kelompok sosial ekonomi marginal mereka tetap membutuhkan tempat penyanggah
sebelum berhasil meraih penghidupan yang lebih baik. Ini seperti menjadi sebuah
kesepakatan bahwa selain pertimbangan dari faktor sosial ekonomi ini, secara kultural
orang Madura mempunyai kewajiban untuk tetap menjaga dan memelihara ikatan
kekerabatan di antara sanak keluarganya di mana pun mereka berada lebih-lebih di
perantauan.
D.

Inti Teori
Teori fungsional struktural bukan hal yang baru lagi didalam dunia sosiologi
modern, teori ini pun telah berkembang secara meluas dan merata. Sehingga tak ayal
banyak negara yang menggunakan teori ini di dalam menjalankan pemerintahannya
baik itu mengatur suatu pola interaksi maupun relasi diantara masyarakat. Dalam
kesempatan ini setidaknya pemakalah dapat mengambil kesimpulan bahwa secara
singkat dan sederhana teori sosial ini merupakan seperti rantai sosiologi manusia,
dimana didalam hubungannya terdapat suatu keterkaitan dan saling berhubungan.
Juga adanya saling ketergantungan, layaknya suatu jasad maka apabila salah satu
bagian tubuh jasad tersebut ada yang sakit ataupun melemah sangat ber-implikasi pula
pada bagian yang lain. Teori fungsional memandang kebutuhan demikian itu sebagai
hasil dari tiga karakteristik dasar eksistensi manusia. Pertama, manusia hidup dalam
kondisi ketidakpastian, hal yang sangat penting bagi keamanan dan kesejahteraan
manusia berada di luar jangkauannya. Dengan kata lain eksistensi manusia, ditandai
oleh ketidakpastian. Kedua, kesanggupan manusia untuk mengendalikan dan untuk
mempengaruhi kondisi hidupnya, walaupun kesanggupan tersebut kian meningkat,
pada dasarnya terbatas. Pada titik dasar tertentu, kondisi manusia dalam kaitan konflik
antara keinginan dengan lingkungan ditandai oleh ketidakberdayaan. Ketiga, manusia

harus hidup bermasyarakat, dan suatu masyarakat merupakan suatu alokasi yang
teratur dari berbagai fungsi, fasilitas, dan ganjaran. Di sini tercakup pembagian kerja
dan produk. Ia membutuhkan kondisi imperatif, yakni suatu tingkat superordinasi dan
sub-ordinasi dalam hubungan manusia. Kemudian masyarakat berada ditengah-tengah
kondisi kelangkaan, yang merupakan ciri khas pokok ketiga dari eksistensi manusia.
Kebutuhan akan suatu tatanan dalam kelangkaan yang menyebabkan perbedaan
distribusi barang dan nilai, dan dengan demikian menimbulkan deprivasi relatif. Jadi
seorang

fungsional

memandang

agama

sebagai

pembantu

manusia

untuk

menyesuaikan diri dengan ketiga fakta ini, ketidakpastian, ketidakberdayaan, dan
kelangkaan (dan dengan demikian harus pula menyesuaikan diri dengan frustasi dan
deprivasi). Menurut teori fungsional, inilah karakteristik esensial kondisi manusia,
karena itu sampai tingkat tertentu tetap ada disemua masyarakat. Agama dalam artian
ini dipandang sebagai “mekanisme” penyesuaian yang paling dasar terhadap unsurunsur yang mengecewakan dan menjatuhkan.

DAFTAR PUSTAKA

http://rhyenaaprii.blogspot.com/2012/11/makalah-sosiologi.html
diunduh 20 september 2013, 23:26
http://risvianna.wordpress.com/2011/03/29/fungsionalisme-menurut-beberapa-tokoh/
diunduh 20 september 2013, 23:25

http://www.scribd.com/doc/102618533/Makalah-Teori-Fungsional
diunduh 20 september 2013, 20:38