KARYA TULIS PERBEDAAN ANTARA MANAJEMEN S

KARYA TULIS PERBEDAAN ANTARA MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
TRADISIONAL DAN MODERN

Di susun oleh:
1. Mishbahul Munir

1612010203

2. Muhammad Mundhir

1612010260

3. Mafaza Alya unsa

1612010254

4. Imas Safira C.A

1612010264

5. Alifianti Mala


1612010209

6. M Nadhif Auliya A

1612010282

7. Silviah Diah Khasanah

1612010195

8. Annisa’ Ziadatul Ilmiyah

1612010299

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
1

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
MANAGEMENT

2016/2017

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan karya tulis ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “,Perbedaan antara manajemen sdm
tradisional dan modern”
Penyusunan karya tulis ini merupakan salah satu tugas dari mata kuliah Manajemen
Sumber daya Manusia
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan maka lah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai
segala usaha kita. Amin.

2

DAFTAR ISI
JUDUL ………………………………………………………………………………….... 1

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………... 2
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………... 3
BAB I

PENDAHULUAN ……………………………………………………………. 4

BAB II

ISI ……………………………………………………………………………... 5

A.

MSDM TRADISIONAL …………………………………………………. 5

B.

MSDM MODERN/HRM ………………………………………………… 12

BAB III


PENUTUP ……………………………………………………………………. 18

A.

KESIMPULAN ………………………………………………………….... 18

B.

SARAN …………………………………………………………………….. 18

DAFTAR PUSAKA ……………………………………………………………………….. 19

3

BAB 1
PENDAHULUAN
Keberhasilan suatu bangsa sangat erat kaitannya dengan keunggulan sumberdaya
manusia (SDM) yang dapat diperbarui . Pengalaman di negara-negara yang telah maju
termasuk di kawasan Asiamenunjukkan bahwa kualitas SDM yang dimiliki memungkinkan
mereka untuk mampu secara efisien menerapkan dan mengendalikan ilmu pengetahuan dan

teknologi dengan produktivitas tinggi
Strategi pengembangan SDM yang dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan
melalui proses akumulasi dan utilisasi modal manusia telah terbukti memiliki peran strategis
bagi upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat luas. Tulisan ini menjelaskan pentingnya
penerapan dan penegakan strategi model manajemen SDM Tradisional Maupun Modern
Ahli strategi Michael Porter menemukan bahwa manajemen sumberdaya manusia
(MSDM) merupakan kunci untuk mencapai keunggulan kompetitif SDM berkualitas tinggi
mendorong organisasi berkompetisi atas dasar ketanggapan terhadap pasar, kualitas produk dan
pelayanan, diferensiasi produk dan inovasi teknologi. Sebaliknya, pandangan tradisional yang
menekankan pada sumberdaya yang mudah digantikan atau dipindah, sebagaimana peralatan
yang dapat dengan mudah dibeli oleh para kompetitor serta menekankan pada pengendalian
biaya SDM (efisiensi).
Model MSDM yang digunakan oleh Perusahan Perusahaan Juga Mempengaruhi
kinerja , Jadi Perusahaan akan memikirkan Penerapan Model SDM Tradisional atau SDM
Modern . Penerapan dan penegakan strategi manajemen SDM yang tepat dapat memunculkan
kemampuan organisasi untuk mendorong proses kreasi praktikpraktik SDM yang lebih inovatif,
progresif dan berkinerja tinggi. Adanya kemampuan untuk mengalokasikan SDM kearah
pemanfaatan yang lebih baik sehinga dapat menekan biaya tenaga kerja akibat penggunaan
tenaga kerja yang tidak efisien.


4

BAB II
ISI

1.1

Pengertian MSDM
Manajemen sumber daya manusia, disingkat MSDM, adalah suatu ilmu atau cara

bagaimana mengatur hubungan dan peranan sumber daya (tenaga kerja) yang dimiliki oleh
individu secara efisien dan efektif serta dapat digunakan secara maksimal sehingga tercapai
tujuan (goal) bersama perusahaan, karyawan dan masyarakat menjadi maksimal. MSDM
didasari pada suatu konsep bahwa setiap karyawan adalah manusia - bukan mesin - dan bukan
semata menjadi sumber daya bisnis.
Menurut Hasibuan (2000: 10) Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni
mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya
tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa
Hasibuan (2000) memberikan penekanan dalam pemahaman MSDM yaitu sebagai sebuah ilmu
dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja. Dalam melakukan kegiatan manajemen

sumber daya tidak hanya bagaimana seseorang pimpinan mengetahui potensi pegawainya,
namun lebih pada bagaimana seorang pemimpin mendesain sebuah formulasi tertentu dalam
mengaplikasikan para sumber daya pegawai yang ada sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Desain yang telah dibuat tersebut diharapkan mampu mengkoordinir keinginan-keinginan para
pegawai serta koordinasi antara pegawai dan pimpinan serta antar pegawai. Melalui skema
desain yang tepat akan meningkatkan kinerja para pegawai secara efektif dan efisien sehingga
mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

1.2

Model MSDM Tradisional

5

Dalam model tradisional ini secara umum mempunyai tiga sumbangan teori yaitu The
Social Darwinist (The Natural Law) oleh Herbert Spencer, The Scientific Management
Movement oleh Federick W. Taylor, dan ide-ide yang dikembangkan oleh Max Webber. Model
tradisional yang digambarkan oleh Miles (1975 : 35) mengasumsikan bahwa dalam model
tradisional, pekerjaan yang dilakukan tidak begitu disukai oleh sebagian besar pegawai. Apa
yang dikerjakan pegawai tidak lebih penting daripada apa yang diperoleh dari pegawai itu

sendiri yaitu gaji atau upah. Seperti yang dikemukakan oleh Miles bahwa “man is drawn out of
leisure and into work by the payment of money which he requires to meet his needs, and the
substitution of money for leisure will continue up to some point of marginal satisfaction”. Dari
pernyataan tersebut maka dalam model tradisional para bawahan bekerja hanya untuk
mendapatkan upah dari pekerjaan tersebut untuk memenuhi kepuasan mereka, sehingga upah
menjadi tujuan utama dari pada apa yang dikerjakannya.
Oleh karena itu, model tradisional tersebut sangat dipengaruhi oleh teori ekonomi klasik
dimana seseorang akan mencapai kepuasan apabila mendapatkan upah yang tinggi. Namun,
tidak semua orang dapat menduduki jabatan tinggi dalam organisasi, hanya beberapa orang saja
yang mampu bekerja secara kreatif, menentukan tujuan dan mengawasi diri sendiri. Posisi yang
tinggi dalam organisasi pasti akan mendapatkan upah atau gaji yang tinggi pula. Untuk
memperoleh gaji yang tinggi maka teori Darwinist menjadi indikator utama yaitu manusia harus
berusaha untuk bertahan hidup dan bersaing dengan manusia yang lainnya.
Traditional Model yang dikemukakan oleh Suharyanto dan Hadna (2005), organisasi
dijelaskan seperti mesin. Sebagai suatu mesin manusia dianggap tidak memiliki perasaaan,
kebutuhan, atau keinginan. Implikasi dari anggapan manusia sebagai mesin tersebut adalah
pekerja melaksanakan pekerjaannya secara paksaan dari manajer. Dimana manajer
memanfaatkan kewenangannya untuk menentukan siapakah pekerja yang mampu bekerja di
dalam tekanan prosedural organisasi. Dengan adanya sistem ini di dalam manajemen model
tradisional maka pekerja tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan sudah menjadi

ketentuan bahwa kepentingan pekerja dalam organisasi tidak diperhatikan karena akan
membuat organisasi berjalan tidak efisien dan efektif.
Secara umum, dari penjelasan para pakar tersebut dalam model tradisional mereka
menjelaskan bahwa dalam model ini yang paling menonjol dibahas yaitu:

6

·

Pertama, masalah keteraturan untuk menciptakan stabilitas dalam organisasi. Organisasi yang
terjaga stabilitasnya akan memperoleh kinerja organisasi yang efisien dan efektif dalam
organisasi sehingga keuntungan pegawai akan diperoleh dengan tidak memperhatikan
kepentingan dari para pekerja. Standarisasi prosedur kerja merupakan tujuan utama pelaksanaan
organisasi. Pelanggaran terhadap peraturan akan dapat membuat pekerja dikenai sanksi dan
mungkin berbuah pemecatan. Hal ini mengindikasikan bahwa kepentingan dari pekerja tersebut

tidaklah penting daripada peraturan dalam organisasi atau perusahaan.
·
Kedua, kewenangan yang berdasarkan atas kemampuan pekerja. Tuntutan spesialisasi untuk
mewujudkan efisiensi kinerja mengakibatkan organisasi harus dapat menspesialisasi kerja

dalam perusahaan. The right man in the right place. Kemampuan kerja harus disesuaikan
dengan tempatnya jika ingin mewujudkan efisiensi dan efektifitas tersebut.
Dengan melihat penjelasan diatas dapat diketahui bahwa kedudukan sumber daya manusia
di dalam organisasi tidaklah berbeda dengan sumber daya lain atau sumber daya non-manusia,
yaitu hanya sebagai faktor produksi semata. Sehingga dengan produksi yang semakin tinggi
dengan pengeluaran yang semakin rendah maka akan diperoleh keuntungan yang besar. Dengan
dihubungkan dalam sumber daya manusia, model tradisional ini berasumsikan bahwa dengan
adanya peraturan yang mengikat akan mewujudkan perusahaan yang efektif dan efisien serta
dapat

mewujudkan

tujuan

organisasi

yang

sesuai


kesepakatan

awal

dibentuknya

organisasi.Dalam organisasi non-birokrasi pun tentu juga akan mengalami kesulitan. Pada saat
ini aktifitas organisasi non-birokrasi lebih memperhatikan lingkungan untuk menyesuaikan
brang maupun jasa mereka. Jika menggunakan model tradisional yang telah dijelaskan oleh
Suharyanto dan Hadna bahwa model ini bersifat mesin maka organisasi tidak akan bisa bersaing
dengan organisasi lainnya. Dikarenakan lingkungan disekitar perusahaan non-birokrasi
sangatlah dinamis, masyarakat mempunyai kebutuhan barang dan jasa yang selalu berubah
sesuai perkembangan jaman, tantangan organisasi pada saat yang tidak hanya fokus terhadap
hasil kerja berupa barang dan jasa saja melainkan dengan adanya LSM – LSM yang memihak
para pekerja maka organisasi juga harus memperhatikan pekerjanya. Apabila hanya memiliki
pegawai yang memiliki kemampuan yang tidak berkembang justru akan melahirkan masalah
baru yaitu barang maupun jasa yang dihasilkan dalam manajemen model tradisional tidak
menarik konsumen. Tidak diperhatikannya nasib pekerja akan mengakibatkan pemogokan kerja
yang akan merugikan perusahaan. Serta adanya regulasi-regulasi baru untuk melindungi hak
7

asasi manusia membuat model ini tidak dapat berjalan dengan baik. Pada akhirnya terfokusnya
efisiensi terhadap sumber daya manusia yang juga merupakan salah satu faktor pruduksi justru
merugikan perusahaan ke depan. Akan tetapi justru dengan adanya ikatan prosedural itu justru
akan membuat para karyawan menjadi stagnan dalam produktivitas. Oleh karena itu,
penggunaan model ini hanya dapat digunakan dalam organisasi yang mempunyai bentuk yang
sederhana dan dalam lingkungan yang tidak berubah misalnya adalah organisasi militer atau
dalam organisasi yang mempunyai pekerja yang sedikit misalnya adalah industri
rumahan.Sehingga pengawasan terhadap pekerja atau bawahan tidak terlalu sulit untuk
dilakukan.

1.3

Ciri-ciri Sumber Daya Manusia Pendekatan Tradisional



Filosofi

: Pekerjaan yang pantas untuk membayar harian yang adil



Bisnis Tujuan

: Meningkatkan produktivitas dan profitabilitas. Kualitas

sekunder


Tujuan Kualitas

: Kualitas yang memadai untuk tetap dalam bisnis. Staf

peningkatan kualitas didorong pendekatan


Berbagi Informasi

: Berbagi informasi terbatas seperti yang diperlukan untuk

pelaksanaan pekerjaan.


Pengambil keputusan Mayor

: Manager, pemegang saham, pelanggan, karyawan



Keterlibatan karyawan

: Program saran, rencana penghargaan individu karyawan,

tidak ada sistem formal


Pendidikan dan pelatihan : Pada pelatihan kerja, umpan balik tentang kinerja



Reward struktur

: Desain dan dikelola oleh manajemen



Job keamanan

: Buruh menganggap sebagai biaya variabel. Lay-off

umum selama krisis bisnis

8

1.4

Kelemahan MSDM Tradisional
Kelemahan dalam model tradisional ini adalah tidak diperhatikannya masalah/lingkungan

organisasi

atau

perusahaan.

Terfokuskannya

tujuan

organisasi

untuk

menciptakan

keefektifitasan dan keefisienan organisasi membuat model ini hanya mengolah bagian internal
organisasi yaitu pekerja dan sistem kewenangan. Dalam penjelasan yang diberikan oleh Miles
maka organisasi terkonsentrasi terhadap perilaku sumber daya manusia dalam organisasi.
Dengan asumsi bahwa pekerja akan melakukan pekerjaan yang baik apabila mendapatkan upah
yang tinggi serta memiliki pemimpin yang baik pula. Tentu hal tersebut sulit diwujudkan
dikarenakan tidak semua manusia dapat didorong hanya dengan kepemimpinan yang baik dan
imbalan yang pas saja, melainkan harus ada dorongan terhadap kebutuhan manusia yang lain.
Menurut Maslow ada lima tingkat kebutuhan manusia yaitu fisiologis, keamanan, sosial, harga
diri, dan aktualisasi diri.
Selain itu, tidak semua manusia dapat berkemampuan yang tinggi sehingga dibutuhkan
kepemimpinan yang intensif. Dengan melihat pada penjelasan Sulistiyani dan Rosidah yang
berpendapat bahwa model tradisional ini tidak terlepas dari teori birokrasi yang berorientasi
pada spesialisasi kerja, penggajian yang berdasarkan tingkatan jenis pekerjaan dan pendapat
Gomes yang mengindikasikan model tradisional pada pencapaian tujuan keefisienan dan
keefektifan maka dalam model ini mempunyai kelemahan yaitu untuk mendapatkan para
pekerja yang dapat menaati peraturan tanpa adanya pengawasan. Implikasinya jika dalam
birokrasi yang mempunyai pekerja yang sangat banyak dan heterogen maka model ini akan
sulit diimplementasikan. Akan terjadi ketidakseimbangan manajer dan jumlah pekerja dalam
birokrasi.
Dalam organisasi non-birokrasi pun tentu juga akan mengalami kesulitan. Pada saat ini
aktifitas organisasi non-birokrasi lebih memperhatikan lingkungan untuk menyesuaikan barang
maupun jasa mereka. Jika menggunakan model tradisional yang telah dijelaskan oleh
Suharyanto dan Hadna bahwa model ini bersifat mesin maka organisasi tidak akan bisa bersaing
dengan organisasi lainnya. Dikarenakan lingkungan disekitar perusahaan non-birokrasi
sangatlah dinamis, masyarakat mempunyai kebutuhan barang dan jasa yang selalu berubah
sesuai perkembangan jaman, tantangan organisasi pada saat yang tidak hanya fokus terhadap
hasil kerja berupa barang dan jasa saja melainkan dengan adanya LSM – LSM yang memihak
9

para pekerja maka organisasi juga harus memperhatikan pekerjanya. Apabila hanya memiliki
pegawai yang memiliki kemampuan yang tidak berkembang justru akan melahirkan masalah
baru yaitu barang maupun jasa yang dihasilkan dalam manajemen model tradisional tidak
menarik konsumen. Tidak diperhatikannya nasib pekerja akan mengakibatkan pemogokan kerja
yang akan merugikan perusahaan. Serta adanya regulasi-regulasi baru untuk melindungi hak
asasi manusia membuat model ini tidak dapat berjalan dengan baik.
Pada akhirnya terfokusnya efisiensi terhadap sumber daya manusia yang juga merupakan
salah satu faktor pruduksi justru merugikan perusahaan ke depan. Akan tetapi justru dengan
adanya ikatan prosedural itu justru akan membuat para karyawan menjadi stagnan dalam
produktivitas.
Oleh karena itu, penggunaan model ini hanya dapat digunakan dalam organisasi yang
mempunyai bentuk yang sederhana dan dalam lingkungan yang tidak berubah misalnya adalah
organisasi militer atau dalam organisasi yang mempunyai pekerja yang sedikit misalnya adalah
industri rumahan. Sehingga pengawasan terhadap pekerja atau bawahan tidak terlalu sulit untuk
dilakukan.

1.5

Peran Manajer dalam MSDM Tradisional
Dalam pendapat yang disampaikan oleh Gomes (2005) model tradisional berpandangan

bahwa para manajer cenderung memusatkan perhatiannya pada masalah uang, karena uang
dianggap sebagai satu-satunya alasan seseorang memilih untuk bekerja. Terdapat banyak unit
atau bagian dan pekerjaan yang disusun secara tidak efisien, dan banyak pegawai yang tidak
terlatih.
Dalam model tradisional perusahaan berusaha melakukan perbaikan proses pekerjaan,
kinerja, efisiensi, dan efektifitas kinerja. Para pekerja dilatih agar bekerja mengikuti metodemetode tersebut, kemudian diawasi secara ketat. Penempatan pekerja sesuai dengan
kemampuan yang ia miliki. Gomes (2005 : 39) berpendapat bahwa yang menjadi hal penting
pada model tradisional adalah bagaimana para pegawai mematuhi atau mengikuti langkahlangkah yang sudah ditetapkan bagi pelaksanaan pekerjaan. Artinya bagaimana dalam model
tradisional menurut Gomes, para pekerja telah diikat oleh peraturan sehingga para pekerja tidak
bisa mengembangkan kemampuan dan kreatifitasnya.

10

Selain itu, Gomes menjelaskan bahwa dalam model tradisional menurutnya garis
kewenangan dan tanggung jawab yang jelas didasarkan kepada kepentingan kantor. Oleh karena
itu, metode-metode ditetapkan secara baku dan tidak dapat diubah oleh para pemegang jabatan.
Metode-metode yang disesuaikan dengan kepentingan kantor dengan menghiraukan
kepentingan manusia dalam perusahaan akan membuat kinerja perusahaan menjadi lebih kaku.
Dalam Model tradisional ini, Sulistiyani dan Rosidah (2003 : 19) mengemukakan bahwa
model tradisional tidak terlepas dari pengaruh teori birokrasi. Hal tersebut ditarik oleh adanya
bukti bahwa dalam model tradisional terdapat pengaruh dari teori Taylor, Frank dan Gilbert
yang menyatakan bahwa untuk mengatasi ketidakefisienan dalam organisasi atau perusahaan
maka organisasi, khususnya dari tingkatan atasan disarankan untuk membuat standard pegawai
yang jelas, spesialisasi pegawai, kontrol yang kuat, penempatan pegawai berdasarkan keahlian,
dan sistem penggajian berdasarkan pada jenis dan khas pegawai. Selain teori tersebut, model
tradisional ini juga dikatakan dipengaruhi oleh teori yang dikembangkan oleh Max Webber
yaitu teori yang mengutamakan pentingnya pengetahuan, keterampilan, dan keahlian pegawai,
disiplin, hirarkhis.
Pada model tradisional ini pekerjaan sangat dipengaruhi oleh peraturan. Sehingga
memunculkan masalah dalam model ini yaitu bagaimana seorang manajer harus bisa membuat
para pekerja atau karyawan mematuhi peraturan yang telah ada. Diharapkan dengan mematuhi
peraturan tersebut maka pegawai akan mempunyai kinerja yang lancar. Namun, apabila terdapat
pelanggaran terhadap peraturan tersebut maka akan mengurangi efisiensi kerja. Hal tersebut
menggambarkan bagaimana model tradisional senantiasa memanfaatkan peraturan yang
mengikat tersebut dengan dasar menciptakan efisiensi dan efektifitas kerja.
Dalam sudut pandang kebijakan yang dikeluarkan oleh manajer dalam organisasi, Miles
menggambarkan bahwa dalam model tradisional, tugas utama seorang manajer adalah untuk
mengawasi para bawahan secara dekat, merinci tugas supaya lebih mudah dan sederhana, serta
mengembangkan tugas-tugas dan prosedur yang ditaati secara sungguh-sungguh. Dengan
adanya kebijakan tersebut harapan yang muncul dari model ini adalah dengan adanya upah
yang pantas dan dengan pimpinan yang baik maka pekerja juga akan bekerja secara baik.
Kualitas pekerjaan akan dapat sesuai dengan standard jika pekerjaan yang dilakukan lebih
sederhana dengan pengawasan yang dekat dari manajer.

11

Terkait dengan perubahan peran SDM maka kita perlu melihat peran SDM pada paradigma
tradisional. Dalam hal ini Cascio (1995) menggarisbawahi beberapa peran SDM pada
paradigma lama seperti :
·

-

Attraction yang meliputi: identifikasi persyaratan pekerjaan, menentukan jumlah orang

dan kombinasi keterampilan yang dibutuhkan untuk suatu pekerjaan dan menyediakan
kesempatan yang sama bagi setiap kandidat terpilih.
·
Selection yang meliputi : memilih orang yang terbaik bagi pekerjaan yang
bersangkutan.
·
Retention yang meliputi : memberikan reward bagi orang yang bekerja efektif dan
mempertahankan keamanan dan kenyamanan lingkungan kerja.
·
Development yang meliputi : meningkatkan dan menyiapkan kompetensi karyawan
melalui peningkatan knowledge, skill dan abilities dan pendekatan spesialis fungsi perusahaan.
·
Assesment yang meliputi : pengamatan dan penilaian perilaku dan sikap yang relevan
dengan pekerjaan dan kinerja SDM.
·
Adjusment yang meliputi : pemeliharaan pemenuhan kebutuhan yang terkait dengan
kebijakan SDM perusahaan.
Pemahaman peran SDM secara tradisional akan berakibat pada dipakainya struktur
organisasi sentralisasi di mana keterlibatan dari manajer lini sangat terbatas dan kemudian tipe
perencanaan dari atas ke bawah (top-down) yang memiliki kelemahan tidak ada komunikasi
dua arah dan keterlibatan karyawan dalam proses perencanaan bisnis sangat terbatas.

1.6

Teori Manajemen Sumber daya Manusia Modern
Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu mengadakan berbagai aktifitas baik fisik

maupun psikis guna memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya secara maksimal. Salah satu
aktifitas itu ditujukan sebagai sebuah proses untuk menyelesaikan tugas yang diakhiri dengan
sebuah karya yang dapat dinikmati oleh manusia. Sejak manusia pertama ada, adalah sunatullah
danya sifat untuk saling bergantung dan melengkapi kebutuhan antara satu dengan yang lain,
hal ini dimaksudkan agar tujuan dalam hidup dapat lebih mudah tercapai. Dari rasa saling
membutuhkan ini muncul keinginan untuk bekerja sama. Dari kerja sama ini kemudian muncul
keinginan untuk dapat mengatur, merencanakan, dan mengevaluasi tujuan kerja sama yang
sejak awal dicitakan hingga terbentuklah satu sistem manajemen yang disepakati untuk
mengatur semua anggotanya.
12

Kehadiran teknologi komputer, membuat prosedur Operation Research lebih diformasikan
menjadi aliran IImu Manajemen Modern dan pengembangan model-model dalam memecahkan
masalah-masalah manajemen yang kompleks. Adanya bantuan komputer, dapat memberi
pemecahan masalah yang lebih berdasar rasional bagi para manajer dalam membuat
keputusannya. Teknik-teknik ilmu manajemen ini membantu para manajer organisasi dalam
berbagai kegiatan penting, seperti dalam hal penganggaran modal, manajemen cash flow,
penjadwalan produksi, strategi pengembangan produksi, perencanaan sumber daya manusia dan
sebagainya. Meski dengan berkembangnya ilmu ini juga memiliki sisi kelemahan.

1.7

Human Relation Model

Dalam human relation model merupakan bentuk dari ketidakpuasan atas praktik model
manajemen tradisional yang cenderung kaku serta memperlakukan pegawai seperti mesin.
Dalam model manajemen tradisional mencoba memfokuskan kajiannya pada spesialisasi
tugas, ketertiban, stabilitas, dan pengendalian sehingga dapat memunculkan standarisasi kerja
yang

dinilai dapat mencapai

produktifitas tertinggi

para

pegawai.

Teori manajemen human relation model muncul diawali dari hasil eksperimen Hawthorne yang
melahirkan banyak sekali teori-teori organisasi. Menurut Sulistiyani dan Rosidah (2003 : 20)
fokus dalam teori manajemen ini adalah mengenai hubungan kerja kemanusiaan. Teori ini
mencoba mengembangkan point-point penting dalam teori manajemen tradisional yang kaku
dan cenderung menganggap pegawai sebagai
produktivitas, efektifitas,

serta

mesin yang

efisiensi

menuntut

kerja.

Sebuah organisasi pada dasarnya bukan masalah bagaimana mencapai tujuan organisasi
secara efektif dan efisien,

tapi

lebih

pada

bagaimana

mengkondisikan pegawai

sehingga mampu bekerja sama sesuai dengan kebutuhan organisasi. Pernyataan ini didukung
dengan pernyataan Elton Mayo dalam Sutarto (2006: 293) yang mengatakan bahwa “ an
organization was more then formal structure or arrangement of functions. An organization is a
social system, a system of cliques, grapevine, informal status system, ritual , and a mixture of
logical, non logical and illogical behavior.”

13

Dalam pernyataan Mayo tersebut dapat dilihat bagaimana Mayo menganggap organisasi
bukan sekedar struktur formal yang berisikan pegawai mesin yang tidak membutuhkan apaapa, tapi lebih pada anggapan bahwa sebuah organisasi merupakan sebuah miniatur sistem
sosial masyarakat dalam keragamannya.
Dalam teori ini dapat dilihat adanya penekanan pada unsur moralitas dalam manajemen
tentang bagaimana perlakuan yang layak diberikan kepada para pegawai oleh para manajer.
Seharusnya manusia diperlakukan seutuhnya sebagai manusia yang memiliki perasaan,
keinginan, kebutuhan, dsb. Di sini pegawai membutuhkan suasana kerja yang
dan

kondusif

serta

memiliki

produktivitas mereka dalam mewujudkan tujuan
efisien.Selain itu,

para

kenyamanan kerja
organisasi

fleksible

untuk mendukung

secara efektif serta

pegawai tersebut menegaskan tidak hanya membutuhkan

uang sebagai upah kerja, tapi para pegawai tersebut membutuhkan balasan yang lain
diantaranya personal attention, human treatment, and the chance to feel important, providing,
of course, that they were receiving reasonable salary anyway (Miles, p:39)
Untuk mencapai itu semua seorang manajer kiranya harus mampu mengetahui apa yang
dibutuhkan pegawainya sehingga mampu meningkatkan produktivitasnya. Dalam
kenyataannya dalam sebuah organisasi seorang pegawai membutuhkan waktu untuk kiranya
memenuhi kebutuhannya serta mendapatkan motivasi baik secara implisit maupun eksplisit.
Implisit disini dapat dipahami seperti pemberian semangat kerja melalui kata-kata motivasi
ataupun perhatian lain yang dapat diberikan kepada pegawai, sedangkan eksplisit disini dapat
dipahami seperti pemberian upah yang sesuai dengan kinerja pegawai ataupun yang
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan kehidupannya secara umum.
Tidak semua manajemen yang ada dalam organisasi dapat berjalan dengan sesuai harapan
yaitu dapat memenuhi segala kebutuhan umum para pegawai sebagai faktor pendukung kerja.
Hal ini didukung oleh pernyataan Miles (1975 : 40) yaitu “poor morale, resistance to authority,
and ultimately, inefficient production would result from the failure of management to satisfy
people’s basic human needs”. Menanggapi pernyataan tersebut Suharyanto dan Hadna (2005)
mencoba menawarkan beberapa cara dalam mengakomodir segala aspirasi pegawai seperti
mendengarkan keluhan para pegawai serta melibatkan pegawai dalam setiap pengambilan
14

keputusan sehingga mampu memberikan persepsi bahwa pegawai dihargai kontribusinya oleh
manajemen organisasi dalam mencapai tujuan organiasi.
Di sini manajer

memiliki peranyang

cukup signifikan

dalam mengarahkan

pegawainya serta bagaimana memotivasi pegawainya agar berkontribusi sesuai dengan
kebutuhan organisasi dalam mewujudkan tujuan organisasi. Dalam sebuah organisasi tentu
memiliki keragaman pegawai dalam perjalanannya. Melihat kondisi kemajemukan pegawai
tersebut diharapkan seorang manajer mampu mengakomodir secara total kepentingan para
pegawainya seperti kesempatan saling berinteraksi antar pegawai mengingat manusia
merupakan makhluk sosial. Makhluk sosial disini dimaksudkan bagaimana dalam
kehidupannya manusia membutuhkan kesempatan untuk melakukan interaksi sosial. Sehingga
antar pegawai dapat menjalin kerja sama dalam mewujudkan tujuan organiasasi yang tidak
dapat dipungkiri akan memunculkan kelompok-kelompok informasl berdasarkan kesukuan,
agama, ras, dsb.
Dari uraian singkat diatas dapat dipahami bagaimana dalam model manajemen human
relation mencoba menawarkan sebuah pengembangan pemikiran dari teori model
sebelumnya yaitu model tradisional yang dimana terlalu memfokuskan diri pada standarisasi
prosedur kerja dan kemudian dihargai berupa pemberian upah kerja pegawai. Pada
kenyataannya tidak hanya semudah itu seperti menganggap pegawai seperti mesin saja. Ketika
seorang pegawai telah berhasil mengerjakan tugasnya, kini giliran sebuah organisasi untuk
menghargai usaha tersebut dengan pemberian upah tanpa mempertimbangkan sisi lain lain
dari para pegawai tersebut.
Kini pada model human relation telah mulai memperhatikan unsur interaksi antar pegawai
serta antara pegawai dengan atasan dan suasana kerja yang kondusif sebagai faktor penting
dalam mendorong tingkat produktivitas pegawai. Dalam teori ini pemahaman pegawai sebagai
sebuah mesin sudah mulai ditinggalkan. Perlakuan yang jauh lebih baik dan menganggap
bahwa manusia sebagai salah satu
baik
menjaga

itu

fisik

kinerja yang

faktor penting

produksi

yang

wajib dijaga

dan rohani untuk meningkatkan produktivitasnya ataupun
sudah baik.

fisik

di

sini

dapat diartikan
15

sebagai pemberian upah kerja sedangkan rohani di sini dapat diartikan sebagai
penghargaan diri pegawai seutuhnya dengan memahami serta memberikan pengakuan
tentang keinginan dan kebutuhan pegawai. Dapat dilihat bagaimana teori ini sangat
menekankan pada aspek moralitas dalam manajemen. Akibatnya jika sebuah manajemen
organisasi tidak memperhatikan feeling and needs dari para pegawai maka produktivitas pegai
mustahil akan tercapai dengan sempurna. Selain itu, setidaknya para pegawai harus mulai
dilibatkan dalam setiap proses pengambilan keputusan untuk menghormati keberadaan
pegawai sebagai salah satu bagian penting dari suatu organisasi.
Akan tetapi dalam konteks organisasi makro model manajemen ini kurang dapat
diaplikasikan dengan baik. Hal ini mengingat dengan semakin besar sebuah organisasi maka
semakin besar pula kemajemukan dalam sebuah organisasi. Dalam kondisi seperti itu maka
manajemen akan sangat sulit untuk mengakomodir seluruh keinginan para pegawai dengan
sempurna. Pasti ada kalanya sebuah manajemen mengalami error dalam menjalankan
fungsinya. Selain itu, tingkat kompleksitas yang harus diperhatikan oleh seorang manajer
sangatlah tinggi. Tingginya kompleksitas tersebut dapat dilihat dari kenyataan bahwa setiap
pegawai pasti memiliki perbedaan keinginan serta kebutuhan. Maka dibutuhkan kemampuan
serta energi ekstra untuk mencoba mewujudkan fungsi manajemen tersebut. Pemahaman
tentang mutu SDM karyawan dalam pendekatan Manajemen Mutu SDM (MMSDM) modern, dicermati
sebagai upaya membangun pendekatan yang lebih holistik dan komprehensif serta integral. Para
karyawan tidak dipahami sebagai manusia yang memiliki ciri-ciri yang sama karena dalam kenyataan
sifat mereka cenderung beragam dan karyawan tidak mampu bekerja sendiri tetapi harus bekerja sama.
Karena itu pemahaman tentang karyawan dalam kerangka pengembangan organisasi yang utuh atau
dengan pendekatan MMSDM moderen dicirikan oleh beberapa karakteristik berikut: (1) Secara
filosofis, pendekatan MMSDM modern memandang mutu SDM sebagai bagian dari kehidupan
seseorang. Mutu sudah merupakan kebutuhan hidup seseorang. Dengan demikian, tiap kalangan
manajemen dan karyawan dalam melakukan pekerjaannya selalu berorientasi pada mutu. Pemahaman
tentang pentingnya mutu SDM dalam peningkatan kinerja karyawan dan organisasi, dengan demikian,
seharusnya merupakan bagian integral dari visi dan misi organisasi dan bahkan budaya organisasi.
(2) Pendekatan MMSDM modern berorientasi pada kepentingan perusahaan yang hasil akhirnya adalah
dalam bentuk mutu produk yang akan berdampak pada kepentingan konsumen. Kebutuhan SDM yang
16

bermutu sudah mulai dirancang sejak proses rekrutmen dan seleksi karyawan. Mutu SDM harus
memenuhi kualifikasi dari produk barang atau jasa yang akan dihasilkan. Selain itu harus disesuaikan
dengan jenis, beban dan kualifikasi pekerjaan.
(3) Permasalahan dimensi mutu SDM bukanlah hanya urusan departemen atau divisi SDM dan
karyawan semata, tetapi seharusnya merupakan tanggungjawab dari seluruh komponen organisasi.
Artinya masalah mutu SDM seharusnya diatasi melalui pendekatan partisipatif dari seluruh jajaran
organisasi, dimana tiap individu aktif terlibat di dalam meningkatkan dan atau paling tidak menjaga
mutu SDM yang sudah berada pada standar organisasi. Dalam hal ini, dukungan (agenda) manajemen
puncak akan dapat mendorong dan memotivasi karyawan untuk selalu meningkatkan mutu SDMnya.
Sedangkan, pihak manajemen membangun suasana kerja yang kondusif dengan kerap memberikan
penghargaan bagi karyawan yang berprestasi sehingga sekaligus membangun kebanggaan di kalangan
karyawan terhadap segala sesuatu yang telah mereka kerjakan.
(4) Pendekatan MMSDM moderen juga dicirikan oleh adanya kegiatan yang lebih berorientasi pada
pencegahan penurunan mutu SDM dibanding kegiatan mendeteksi dan memperbaiki penurunan mutu
SDM. Prinsipnya pencegahan lebih murah dibanding perbaikan. Dengan demikian pendekatan seperti
ini akan mampu mengurangi biaya produksi.
(5) Pendekatan MMSDM moderen membutuhkan sistem umpan-balik yang efektif dan bersinambung.
Analisis hubungan mutu SDM dan kinerja karyawan serta kinerja perusahaan menjadi sangat penting
dilakukan. Begitu pula evaluasi tentang keberhasilan, kekuatan dan kelemahan tiap program
pengembangan mutu SDM perlu dilakukan secara terencana dengan baik. Disinilah komitmen
manajemen puncak memiliki posisi sangat strategis dalam hal merumuskan kebijakan pengembangan
mutu SDM demi kelangsungan hidup organisasi.

17

BAB III
PENUTUP

1.8

KESIMPULAN
Model tradisional dalam Manajemen Sumber Daya Manusia sangat dipengaruhi oleh

teori ekonomi klasik dimana seseorang akan mencapai kepuasan apabila mendapatkan upah
yang tinggi. Dalam model tradisional, pekerjaan yang dilakukan tidak begitu disukai oleh
sebagian besar pegawai. Apa yang dikerjakan pegawai tidak lebih penting daripada apa yang
diperoleh dari pegawai itu sendiri yaitu gaji atau upah.
1.9

SARAN
Merujuk kepada penjelasan mengenai MSDM Tradisional yang lebih mementingkan

pada output produksi, serta melihat kepada karakteristik dari perlakuan terhadap SDM,
penggunaan model ini hanya dapat digunakan dalam organisasi yang mempunyai bentuk yang
sederhana dan dalam lingkungan yang tidak berubah misalnya adalah organisasi militer atau
dalam organisasi yang mempunyai pekerja yang sedikit misalnya adalah industri rumahan.
Sehingga pengawasan terhadap pekerja atau bawahan tidak terlalu sulit untuk dilakukan.

18

2.0

DAFTAR PUSAKA
Siagian, Sondang P., 2013, Manajemen Sumber Daya Manusia,Halaman 2 Jakarta:
Bumi Aksara.

Sadili Samsudin, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung: Penerbit Pustaka Setia,
2010, halaman 23
Mohrman, S. A. Designing Team-Based Organizations, San Fransisco: Jossey Bass,
1995, hal. 36-49.
http://www.flag-al.org/Flag-AL_ORG_files/manuals/Modern%20Human%20Resource
%20Management_Eng.pdf
Universal Journal of Management 3(10): 389-394, 2015

19