PENGARUH VARIASI GAS BACK PURGING PADA P

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 4, No. 1, (2015) 1-5

1

PENGARUH VARIASI GAS BACK PURGING PADA PENGELASAN GTAW A/SA-312 TP304
TERHADAP KUALITAS HASIL PENGELASAN DALAM APLIKASI CARGO PIPING KAPAL LNG
CARRIER DITINJAU DARI DEFECT, NILAI KEKERASAN, NILAI KETANGGUHAN SERTA LAJU
KOROSI

Muhd Ridho Baihaque dan M. Nurul Misbah
Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: mnmisbah@na.its.ac.id
Abstrak— Stainless steel A/SA-312 TP304 merupakan
stainless steel seri austenitic yang mengandung 16-20% kromium,
7-22% nikel, dan nitrogen dimana memiliki karakteristik sifat
ketahanan korosi yang tinggi dan juga ketangguhan yang baik
pada temperatur cryogenic. Material stainless steel seri ini sering
dijumpai pada jaringan perpipaan pada kapal LNG carrier
dimana pada tahap fabrikasi dan konstruksinya tidak luput dari
proses pengelasan. Namun kasus yang ditemui dilapangan adalah

menurunnya sifat ketahanan korosi dikarenakan terjadinya
chromium depletion paska pengelasan. Oleh karena itu pada
setiap pengelasan austenitic stainless steel selalu ditambahkan
perlakuan back purging saat proses pengelasan dengan tujuan
untuk melindungi daerah root pada pipa dari oksidasi yang dapat
menyebabkan terjadinya korosi.
Pada penelitian ini dilakukan 2 variabel gas back purging
antara gas argon (Ar) dan nitrogen (N) pada pengelasan GTAW
austenitic stainless steel A/SA-312 TP304 kemudian dilakukan
pengujian hardness, impact, corrosion rate serta analisa terhadap
defect atau discontinuity yang mungkin akan terjadi.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variasi gas back
purging antara gas argon dan gas nitrogen tidak terlalu signifikan
terhadap hardness value, impact value serta discontinuity yang
terjadi, tetapi perbedaan variasi gas back purging sangat
mempengaruhi corrosion resistant pada hasil logam lasan dimana
pemilihan gas back purging terbaik terdapat pada pemilihan gas
argon dengan nilai laju korosi sebesar 0.040988 mmpy sedangkan
pada pemilihan gas nitrogen sebesar 0.133200 mmpy.
Kata Kunci—Austenitic stainless steel, argon (Ar), back

purging, corrosion rate, discontinuity, hardness value, impact
value, nitrogen (N).

I. PENDAHULUAN

M

ATERIAL austenitic stainless steel sering kita jumpai
pada pada konstruksi dan fabrikasi kapal LNG carrier.
Khususnya dalam sistem perpipaan seperti halnya pada cargo
pipe yang tidak luput dalam proses pengelasan. Dalam hal ini,
pengelasan pada pipa harus memenuhi standar kualitas
keamanan dan ketahanan dalam pengoperasian untuk
menghindari adanya kerugian biaya saat terjadi shutdown yang
dikarenakan welding repair.
Austenitic stainless steel merupakan baja paduan tinggi
karena unsur krom (Cr) yang ditonjolkan lebih dari 12%. Pada
kenyataannya, stainless steel mempunyai keunggulan yaitu
tahan korosi, tahan terhadap oksidasi pada temperatur tinggi,


hardenability yang tinggi, mempunyai shock resistant yang
tinggi dan ketangguhan yang baik pada temperatur rendah.
Salah satu jenis austenitic stainless steel yaitu seri A/SA312 TP304. Dimana austenitic stainless steel seri ini paling
paling banyak digunakan pada umumnya. Namun, kasus yang
paling sering ditemui pada pengelasan austenitic stainless steel
adalah korosi batas butir dan korosi pitting. Korosi ini terjadi
akibat terbentuknya presipitasi karbida pada batas butir,
karbida Cr terpresipitasi dan pecahnya lapisan tipis oksida
pasif, yang menyebabkan daerah sekitar batas butir akan
mengalami pemiskinan kromium (chromium depletion) pada
temperatur sentisitasi (425oC sampai dengan 871oC) saat
proses pengelasan sampai jauh dibawah kadar 12% yang
merupakan kadar ambang batas syarat ketahanan baja terhadap
korosi [8].
Oleh karena itu pada setiap pengelasan austenitic stainless
steel selalu menggunakan back purging dengan tujuan untuk
mempertahankan sifat ketahanan korosinya. Penelitian ini
dilakukan dengan maksud untuk mengetahui perbedaan gas
back purging antara gas argon (Ar) dan nitrogen (N) dalam
kaitannya pemilihan gas back purging yang terbaik untuk

aplikasi pada pengelasan austenitic stainless steel.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Austenitic Stainless Steel
Austenitic stainless steel merupakan stainless steel yang
mengandung 16-20% kromium, 7-22% nikel, dan nitrogen.
Dimana kadar kromium tinggi membentuk lapisan kromium
oksida (Cr2O3) sebagai protective layer untuk meningkatkan
ketahanan korosi. Lapisan kromium oksida (Cr2O3) tersebut
berkarakter kuat, tidak mudah pecah dan tidak terlihat secara
kasat mata. Austenitic cocok juga untuk aplikasi temperatur
rendah disebabkan unsur Nickel membuat stainless steel tidak
menjadi rapuh pada temperatur rendah (dengan kata lain
memiliki toughness yang baik pada kondisi low temperature)
[4].
B. Korosi pada Stainless Steel
Korosi pada stainless steel adalah kromium oksida yang
secara otomatis terbentuk pada permukaan bahan sehubungan
dengan afinitas kromium yang tinggi untuk bergabung dengan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 4, No. 1, (2015) 1-5


2

oksigen. Lapisan kromium oksida ini bersifat pasif (secara
kimiawi tidak aktif), kuat (melekat secara erat di permukaan

Gambar. 1. Mekanisme korosi pada stainless steel
(http://www.j4stainless.com/bahasa/info.html)

stainless steel tersebut) dan memperbaharui dirinya sendiri.
Lapisan Kromium ini hanya sekitar 130 angstrom (1A=1010m) tebalnya dan melindungi stainless steel dari korosi.
Lapisan tersebut berupa bahan film yang dapat
memperbaharui dirinya sendiri. Apabila film ini hilang atau
rusak (sebagaimana yang sering terjadi ketika permukaan
stainless steel terkena mesin atau tergores), film tersebut
dapat membentuk kembali dirinya sendiri. Walaupun
demikian kondisi lingkungan tetap menjadi penyebab
kerusakan protective layer (kromium oksida) tersebut. Pada
keadaan dimana protective layer tidak dapat lagi terbentuk,
maka korosi pada stainless steel akan tetap terjadi [7]. Sifat

logam sendiri mudah melepaskan elektron dimana korosi
merupakan melarut/bereaksinya logam dengan oksigen atau
bahan lain dan korosi akan terjadi lebih cepat dengan
hadirnya zat elektrolit, misal suatu asam atau larutan garam.
C. Pengelasan Stainless Steel
Proses pengelasan memerlukan masukan panas (heat
input), dimana masukan panas tersebut berasal dari energi
listrik yang dirubah menjadi energi panas yang kemudian
digunakan untuk meleburkan elektroda dan logam induk (base
metal) [15]. Ketika melakukan pengelasan berbagai logam
termasuk stainless steel, masukan panas harus dikendalikan
dengan berbagai alasan yaitu masukan panas menyebabkan
distortion, lateral shrinkage dan segala kecenderungan
merusak fasa . Semua itu dapat mempengaruhi srtuktur lasan.
Berikut ini adalah formula untuk menghitung masukan panas.

Dimana pertimbangan mengenai masukan panas diperoleh

dari beberapa faktor, salah satu yang paling utama adalah
ketebalan dari base metal yang akan di las seperti pada tabel 1

nilai heat input stainless steel yang telah dijelaskan
terdahulu[13].
D. Metode Back Purging
Ketika pengelasan dilakukan hanya pada satu sisi
permukaan saja, maka penting kiranya untuk melindungi root
pass sambungan las dari oksidasi selama pengelasan dengan
menggunakan gas inert (umumnya argon). Teknik shielding
tersebut disebut back purging. Gas back pur ging digunakan
pada pengelasan GTAW dengan solid filler rod agar root pass
dapat penetrasi ke sisi belakang sambungan las dengan baik.
Penetrasi yang jelek dapat menyebabkan oksidasi yang
disebabkan tingginya kadar kromium lasan. Oleh karena
itulah harus menggunakan gas inert seperti argon (Ar) atau
nitrogen (N) sebagai gas back purging [14]. Gas argon (Ar)
dan nitrogen (N) tidak akan bereaksi dengan logam
panas/lelehan logam dan mampu mengikat setiap sisa oksigen
yang masih ada, dengan asumsi suhu yang cukup tinggi dan
dapat mengembalikan oksida tersebut ada unsur-unsur
penyusunnya. Dimana, kontaminasi udara dapat menyebabkan
kurang cukupnya fusi dan penetrasi yang dapat menyebabkan

permukaan bagian belakang pada root pass bead teroksidasi.
Oleh karena itu, penggunaan gas back purging harus sangat
penting dalam pengelasan austenitic stainless steel untuk
mempertahankan ketahanan korosinya.
III. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan mempersiapkan bahan terlebih
dahulu yakni material pipa austenitic stainless steel A/SA312
TP304 NPS4 SCH80 dan juga filler metal AWS A5.9
ER308L lalu dilakukan pengelasan menggunakan proses
GTAW dengan variasi gas back purging antara argon UHP
(Ultra High Purity) dan nitrogen UHP (Ultra High Purity)
dalam posisi 1G desain sambungan butt joint V grove 60o.
Dalam proses pengelasan dilakukan record parameter aktual
sebagai berikut:
Tabel 2. Parameter Aktual Pengelasan

A xV

(1)


Heat Input =
S

Dimana heat input besaran satuan (kJ/mm), Current (A),
Voltage (V) dan Travel speed (mm/s).
Tabel 1. Heat Input of Welding Stainless Steel
Type of Stainless steel

Heat input

Austenitic stainless steel

Max 2.0 kJ/mm

Stabilised austenitic stainless steel

Max 1.5 kJ/mm

Fully austenitic stainless steel


Max 1.2 kJ/mm

Duplex

0.5 – 2.5 kJ/mm

Super Duplex

0.2 – 1.5 kJ/mm

Sumber: Sandberg, 2004

Parameter pengelasan bertujuan untuk memenuhi
persyaratan heat input yang sesuai berdasarkan dengan
referensi yang ada. Kemudian dilakukan pengujian dan
analisa terhadap kualitas hasil lasan masing-masing variabel,

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 4, No. 1, (2015) 1-5

3


mulai dari visual examination, radiography testing,
microhardness testing, impact testing serta corrosion rate.

root, dimana secara visual terlihat tampak hitam pekat dan
luas. Lain halnya pada variasi purging gas Nitrogen yang
terlihat abu-abu seperti kabut. Perbedaan warna discoloration
tersebut diakibatkan oleh reaksi heating oxide pada saat
pengelasan dimana sifat gas argon dan nitrogen berbeda
kemudian membentuk lapisan oksida yang berbeda pula.

Gambar 2. Lokasi titik pengujian microhardness

Microhardness test dilakukan dengan memberikan 3 titik
pada masing-masing daerah yaitu base metal, weld metal,
HAZ. Microhardness test dilakukan dengan metode vickers
(HVN) yang menggunakan pembebanan 100 grf dengan
waktu 15 detik [3].
Pengujian impact menggunakan metode charpy dengan V
notch 45o. Ukuran beserta dimensi spesimen mngacu pada
standar ASTM A370 dengan pengambilan spesimen
pengujian impact dilakukan pada weld metal pada masingmasing benda uji dan dilaksanakan pada suhu low
temperature. Dalam pengujian impact digunakan pembatasan
suhu -25oC, -40oC dan -70oC untuk mencapai pendekatan
pada temperatur kerja -164oC.
Kemudian untuk dilakukan pengujian laju korosi dengan
metode polarisasi elektrokimia dengan bantuan NOVA
Software menggunakan alat potensiostat galvanostat autolab
(PGSTAT302N) pada daerah weld metal, HAZ, dan base
metal yang diambil dari setiap sampel (variasi purging gas
argon dan nitrogen). Hasil dari pengujian laju korosi
diperbandingkan dengan perhitungan manual menggunakan
persamaan Faraday [5]:
a i
CR = K

n D

(2)

Dengan K adalah konstanta Faraday 0,00327 untuk mmpy,
a adalah berat atom yang terkorosi (gram), i adalah kerapatan
arus (µA/cm2), n adalah jumlah elektron valensi yang
terkorosi, dan D adalah densitas logam (gram/cm3).

B. Pengujian Radiografi
Data hasil pengujian radiografi menunjukkan tidak adanya
perbedaan yang signifikan terhadap kualitas hasil pengelasan
akibat pengaruh variasi gas back purging antara argon (Ar)
dan nitrogen (N) bahkan tidak nampak adanya defect yang
timbul.

Gambar 4. Film hasil dari pengujian radiografi variasi back purging gas
argon (a) dan gas nitrogen (b)

C. Pengujian Microhardness
Dari data hasil pengujian microhardness yang telah
dilakukan pada kedua specimen variasi back purging gas
argon dan nitrogen pada daerah weld metal, HAZ baikpun
weld metal tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.
Dimana nilai kekerasan tertinggi terdapat pada daerah weld
Tabel 3. Data hasil pengujian microhardness

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 3. Perbedaan visual pada hasil pengelasan pengaruh purging gas
argon dan nitrogen

A. Visual Examination
Visual examination digunakan inspeksi kualifikasi hasil
lasan secara visual pada reinforcement dan root, dalam
evaluasi hasil proses pengelasan dari variasi purging gas
Argon menyebabkan terjadinya discoloration permukaan pada

Gambar 5. Diagram perbandingan nilai hardness variasi back purging gas
argon dan nitrogen

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 4, No. 1, (2015) 1-5
metal kemudian disusul pada daerah HAZ lalu pada daerah
base metal.
D. Pengujian Impact
Dari data hasil pengujian impact yang telah dilakukan pada
masing-masing specimen pada daerah weld metal, HAZ
baikpun weld metal dapat disimpulkan nilai ketangguhan
meningkat seiring dengan rendahnya suhu dalam batasan
pengujian pada suhu minimum -70oC sebagai media

4
bantu (counter electrode). Dimana pada pengujian dilakukan
dengan memasukkan inputan yang diperlukan seperti besar
potensial awal, besar potensial akhir, dan scan rate.
Dari kurva polarisasi hasil scan rate menggunakan NOVA
Sotware pada gambar 5 diatas dapat dijelaskan hubungan
antara beda potensial (E) dan arus (dalam bentuk log I) yang
selanjutnya diekstrapolasi untuk mendapatkan koordinat Ecorr
(potensial saat terkorosi) dan Icorr (arus saat terjadi korosi).
Setelah diperoleh Icorr maka perhitungan secara otomatis akan

Tabel 4. Data hasil pengujian impact

Tabel 5. Data hasil pengujian laju korosi NOVA Software

dianalisa oleh Nova software analisis sesuai rumus uji
elektrokimia pada persamaan 02 terdahulu. Kemudian
didapatkan hasil pengujian sebagai berikut:
Berikut perhitungan manual pengujian korosi variasi back
purging gas argon menggunakan persamaan Faraday:
- Daerah weld metal

- Daerah HAZ

Gambar 6. Diagram perbandingan nilai impact variasi back purging gas
argon dan nitrogen

- Daerah base metal

pendekatan suhu kerja aktual, tetapi tidak menunjukkan
adanya pengaruh yang signifikan antara perbedaan variasi
back purging gas argon dan nitrogen.
E. Pengujian Laju Korosi
Pada pengujian laju korosi ini, menggunakan NaCl 3,5%
sebagai larutan elektrolisis, Ag/AgCl digunakan sebagai
elektroda acuan (refference) dan platina sebagai elektroda

Gambar 7. Hasil scan rate pada daerah root variasi back purging gas argon

Perhitungan manual pengujian korosi variasi back purging
gas nitrogen menggunakan persamaan Faraday:
- Daerah weld metal

-

Daerah HAZ

-

Daerah base metal

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 4, No. 1, (2015) 1-5

5
daripada variasi purging gas nitrogen, hal ini dapat dibuktikan
pada visual examination.
V. KESIMPULAN

Gambar 8. Diagram perbandingan nilai laju korosi back purging gas
argon dan nitrogen

Dari data hasil pengujian laju korosi diatas dengan metode
potensio dinamik menggunakan prinsip polarisasi elektrokimia
maka didapatkan hasil pengujian pada weld metal (root)
dimana hasil pengelasan variasi purging gas argon lebih baik
daripada variasi purging gas nitrogen. Dengan corrosion rate
pada hasil lasan variasi purging gas argon sebesar 0.040988
mmpy sedangkan variasi purging gas nitrogen sebesar 0.13320
mmpy. Tetapi hal ini bertolak belakang dengan hasil analisa
pada daerah HAZ maupun base metal dimana didapatkan data
laju korosi pada variasi purging gas nitrogen lebih rendah
daripada argon. Dengan corrosion rate pada hasil lasan variasi
purging gas nitrogen daerah HAZ sebesar 0.014049 mmpy
sedangkan variasi purging gas argon sebesar 0.051603 mmpy
dan corrosion rate pada hasil lasan variasi purging gas
nitrogen daerah base metal sebesar 0.001380 mmpy sedangkan
variasi purging gas argon sebesar 0.004424 mmpy.
Dari pengujian tersebut diperoleh data bahwa nilai laju
korosi berbeda berdasarkan variasi purging gas argon dan
nitrogen. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh dari
kedua gas inert tersebut, seperti halnya nitrogen yang mampu
menjaga temperatur dan argon yang mudah bereaksi dan
terbakar bada temperatur tinggi sehingga mengakibatkan
reaksi heating oxide yang berbeda. Pada saat pengelasan, filler
metal mengalami fase melting menjadi weldmetal, terkait
dengan tingginya temperatur serta distribusi panas pengelasan
khususnya di daerah weldmetal (root) mengalami pertumbuhan
selaput oksida menyebabkan lapisan oksida semakin menebal.
Dengan semakin menebalnya lapisan oksida maka akan sulit
terjadi korosi.
Pada variasi purging gas argon dan nitrogen selaput oksida
mengalami pertumbuhan parabolik (melekat, tebal dan
memiliki berat), pertumbuhan selaput oksida parabolik ini
melekat kepermukaan logam dan menjadi penghalang yang
homogen terhadap difusi ion-ion logam dan ion-ion oksida.
Pada saat pengelasan dengan purging gas argon dimana
temperatur tinggi akan mengalami laju pendinginan yang
lambat terkait dengan distribusi panas pengelasan dan
restrukturisasi atom, ion-ion besi berdifusi keluar untuk
membentuk oksida (Fe2O3) menembus kromium oksida
(Cr2O3) yang berongga. Oleh karena itu lapisan oksida pada
variasi purging gas argon lebih tebal dan berwarna hitam

Dari penyajian data dan analisa hasil pengujian dalam
penelitian ini dapat diambil kesimpulan antara lain :
1) Pemilihan purging gas antara gas argon (Ar) dan nitrogen
(N2) pada pengelasan pipa austenitic stainless steel tidak
terdapat perbedaan yang signifikan terhadap discontinuity
yang terjadi, namun terdapat perbedaan warna dekolorisasi
yang muncul pada daerah weldmetal (root) dan HAZ paska
proses pengelasan dimana variasi purging gas argon (Ar)
Nampak hitam pekat serta memiliki permukaan yang kasar
dibandingkan beda halnya dengan variasi purging gas
nitrogen (N2) yang nampak agak keabu-abuan dan memiliki
permukaan yang halus. Perbedaan warna discoloration
tersebut diakibatkan oleh reaksi heating oxide pada saat
pengelasan dimana sifat gas argon dan nitrogen berbeda
kemudian membentuk lapisan oksida yang berbeda pula.
2) Variasi purging gas pada pengelasan austenitic stainless
steel juga tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan
terhadap nilai kekerasan dan nilai ketangguhan serta defect
yang terjadi, baikpun dalam kondisi low temperature. Hal
ini dikarenakan purging gas bukan merupakan essential
variable pengelasan sehingga tidak terlalu mempengaruhi
mechanical properties pada logam lasan.
3) Dari analisa penelitian didapatkan bahwa variasi purging
gas mempunyai pengaruh terhadap terjadinya laju korosi.
Hasil pengujian didapatkan bahwa tingkat laju korosi
purging gas nitrogen (N2) pada HAZ dan basemetal lebih
rendah daripada argon (Ar). Hal ini disebabkan reaksi
heating oxide yang berbeda dikarenakan sifat nitrogen (N2)
yang mampu menjaga dan mempertahankan temperatur
lingkungan pada saat pengelasan, sehingga dapat
meminimalisir terjadinya chromium depletion yang
berakibat terjadinya presipitasi karbida krom pada daerah
batas butir dalam pencapaian suhu sentisisasi. Sebaliknya
pada daerah weldmetal (root), nilai laju korosi purging gas
argon (Ar) lebih rendah daripada nitrogen (N2). Hal ini
disebabkan karena pada variasi purging gas argon dimana
temperatur tinggi akan mengalami laju pendinginan yang
lambat terkait dengan distribusi panas pengelasan dan
restrukturisasi atom, ion-ion besi berdifusi keluar untuk
membentuk oksida (Fe2O3) menembus kromium oksida
(Cr2O3) yang berongga. Oleh karena itu lapisan oksida
pada variasi purging gas argon lebih tebal dan berwarna
hitam daripada variasi purging gas nitrogen, hal ini dapat
dibuktikan pada visual examination. Dengan adanya
pertumbuhan selaput oksida pada root of weldmetal
menyebabkan lapisan oksida semakin tebal. Dengan
semakin menebalnya lapisan oksida maka akan sulit terjadi
korosi.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 4, No. 1, (2015) 1-5
DAFTAR PUSTAKA
[1]

[2]

[3]

[4]
[5]
[6]
[7]
[8]

[9]
[10]
[11]
[12]
[13]
[14]
[15]

ASME Section IIA. (2013). Materials Part A, Ferrous Material
Specifications, Boiler and Pressure Vessel. New York: The American
Society of Mechanical Engineers
ASTM Specification A312/SA312M. (2000). Standard Specification for
Seamless and Welded Austenitic stainless steel Pipes. New York: The
American Society For Testing and Materials
ASTM Specification A370. (2002). Standard Test Methods and
Difinition for Mechanical Testing Of Steel Product. New York: The
American Society For Testing and Materials
Callister, W. D. (2007). Material Science and Engineering An
Introduction. New York: A Wiley-Interscience Publication
Fontana, Mars G. (1987). Corrosion Engineering (Third Edition).
Singapore: McGraw-Hill
http://www.j4stainless.com/bahasa/info.html
J. R. Davis. (2006). Corrosion of Weldments. Ohio: ASM International
Messler, Robert W. (1999). Principles of Welding, Processes, Physics,
Chemistry and Metallurgy. New York : A Wiley-Interscience
Publication.
Michael McGuire. (2008). Stainless steel for Design Engineers. Ohio:
ASM International
M.M. Munir. (2000). Modul Praktek Uji Bahan, Vol 1, Jurusan Teknik
Bangunan Kapal, PPNS.
NACE International. (2002). NACE Corrosion Engineer’s Reference
Book (Third Edition). Texas: NACE Press
Okumura, T., dan Wiryo Sumarto, H. (1987). Teknik Pengelasan
Logam, Edisi VII. Jakarta: PT.Pradnya Paramita.
Sanberg P.R. (2004). Welding of Stainless Steel. New York : A WileyInterscience Publication.
Widharto, S. (2001). Karat dan Pencegahannya. Jakarta: P.T Pradnya
Paramita.
Widharto, Sri. (2007). Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta: Gagas
Media.

6

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25