PENGARUH TINGKAT LEVERAGE, UKURAN PERUSAHAAN DAN PROFITABILITAS TERHADAP PENGUNGKAPAN SOSIAL DALAM LAPORAN TAHUNAN PERUSAHAAN TAMBANG DI BURSA EFEK INDONESIA.
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul : “PENGARUH TINGKAT LEVERAGE, UKURAN PERUSAHAAN DAN PROFITABILITAS TERHADAP PENGUNGKAPAN SOSIAL DALAM LAPORAN TAHUNAN PERUSAHAAN TAMBANG DI BURSA EFEK INDONESIA”
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Progdi Manajemen pada Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala ketulusan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
3. Bapak Dr. Muhadjir Anwar, MM, selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak Dr. Ali Maskun, MS, selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan dan dorongan kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
(2)
“Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan banyak pengetahuan selama masa perkuliahan.
6. Bapak dan Ibu, yang telah memberikan dukungan, doa dan semangat dan segalanya.
7. Semua pihak yang ikut membantu, yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa apa yang telah disajikan masih banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya dengan segala keterbatasan yang penulis miliki, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan.
Surabaya, September 2011 Penulis
(3)
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL………... vi
DAFTAR GAMBAR... vii
ABSTRAKSI... viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 8
1.3 Tujuan Penelitian ... 8
1.4 Manfaat Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu ... 10
2.2. Landasan Teori ... 13
2.1.1. Pasar Modal ... 13
2.2.2. Laporan Keuangan... 21
2.2.3. Rasio Keuangan ... 24
2.2.4. Corporate Social Responsibility (CSR) ... 27
2.2.5. Pengungkapan sosial sebagai tanggung jawab perusahaan ... 30
2.2.6. Leverage ... 35
2.2.7. Ukuran Perusahaan (Size) ... 37
2.2.8. Profitabilitas ... 39
2.2.9. Pengaruh Leverage Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan ... 40
(4)
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan ... 41
2.2.11. Pengaruh Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan ... 43
2.3. Kerangka Pikir ... 44
2.4. Hipotesis... 45
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional ... 46
3.2. Populasi dan Sampel ... 48
3.3. Teknik Pengumpulan ... 49
3.3.1. Jenis dan Sumber data ... 49
3.3.2. Metode Pengumpulan data ... 49
3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 50
3.4.1. Teknik Analisis ... 51
3.4.2. Uji Normalitas ... 51
3.4.3. Uji Asumsi Klasik ... 51
3.4.4. Pengujian Hipotesis... 53
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN KESIMPULAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 63
4.2. Uji Kualitas Data ... 63
4.2.1. Hasil Pengujian Normalitas ... 63
4.2.2. Hasil Pengujian Asumsi Klasik ... 64
4.2.3. Hasil Pengujian Regresi Linier Berganda... 65
4.2.4. Teknik Analisis ... 70
(5)
5.1. Kesimpulan ... 74 5.2. Saran ... 74 DAFTAR PUSTAKA
(6)
Tabel:
1.1. : Data Perusahaan Tambang yang melakukan kegiatan sosial……… 7
4.1. : Hasil Pengujian Normalitas……….. 64
4.2. : Hasil Pengujian Multikolinieritas...……….. 65
4.3. : Hasil Pengujian Hetetoskedastisitas..……….. 66
4.4. : Hasil Pengujian Autokorelasi……….. 67
(7)
DAFTAR GAMBAR
Gambar:
2.1. : Diagram Kerangka Pikir……… 44 4.1. : Kurva hasil pengujian Durbin Watson……….. 67
(8)
DAN PROFITABILITAS TERHADAP PENGUNGKAPAN SOSIAL
DALAM LAPORAN TAHUNAN PERUSAHAAN TAMBANG DI
BURSA EFEK INDONESIA
Rindia Ayuning C.Abstrak
Tujuan utama pelaporan keuangan guna memberikan informasi kepada para pemegang saham dan kreditur menjadi ikut bergeser pula kearah kecenderungan bahwa perlunya pelaporan yang bersifat dari luar organisasi perusahaan (externality) dalam rangka memberikan informasi kepada beberapa kelompok orang luar (investor) yang berkepentingan terhadap perusahaan. Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa ide dasar yang melandasi perlunya dikembangkan akuntansi sosial (sosial accounting), secara umum adalah perlunya perluasan tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian ini mempunyai tujuan mengetahui pengaruh, dan menguji secara empiris pengaruh kepemilikan manajemen, tingkat leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas terhadap pengungkapan sosial dalam laporan tahunan Perusahaan Tambang yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh perusahaan sub sektor Tambang yang terdaftar (listing) di BEI. Data yang digunakan dalam penelitian ini jenis data sekunder. Penelitian ini berlandaskan pendekatan kuantitatif dengan tekhnik analisis regreri linier berganda.
Berdasarkan hasil penelitian pada bab terdahulu dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu: Leverage tidak berpengaruh terhadap Pengungkapan Biaya Sosial., Ukuran Perusahaan dan Profitability berpengaruh terhadap Pengungkapan Biaya Sosial.
Kata kunci: Tingkat Leverage, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas Dan Pengungkapan Sosial
(9)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Eksistensi suatu perusahaan tidak bias dipisahkan dengan masyarakat sebagai lingkungan eksternalnya. Ada hubungan timbal balik antara perusahaan dengan masyarakat. Perusahaan dan masyarakat adalah pasangan hidup yang saling memberi dan membutuhkan. Kontribusi dan harmonisasi keduanya akan menentukan keberhasilan pembangunan bangsa (Susiloadi, 2008:123). Dua aspek (ekonomi dan sosial) penting harus diperhatikan agar tercipta kondisi sinergis antara keduanya sehingga keberadaan perusahaan membawa perubahan ke arah perbaikan dan peningkatan taraf hidup masyarakat.
Aspek ekonomi, perusahaan harus berorientasi mendapatkan keuntungan (profit) dan dari aspek sosial, perusahaan harus memberikan kontribusi secara langsung kepada masyarakat yaitu meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan lingkungannya (Susiloadi, 2008:123). Perusahaan tidak hanya dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada perolehan keuntungan perusahaan semata, tetapi juga harus memperhatikan tanggung jawab sosial dan lingkungannya. Jika masyarakat (terutama masyarakat sekitar) menganggap perusahaan tidak memperhatikan aspek sosial dan lingkungannya serta tidak merasakan
(10)
kontribusi secara langsung bahkan merasakan dampak negatif dari beroperasinya sebuah perusahaan maka kondisi itu akan menimbulkan resistensi masyarakat atau gejolak sosial (Susiloadi, 2008:123)
Menurut World Council for Sustainable Development definisi Corporate Social Responsibility (CSR) adalah komitmen berkelanjutan dari bisnis untuk berperilaku dan berkontribusi bagi pembangunan ekonomi, sekaligus meningkatkan kualitas hidup karyawannya, serta masyarakat local ataupun masyarakat luas. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan konsep dimana perusahaan mengintegrasikan masyarakat dan lingkungan dalam kegiatan bisnis dan interaksi mereka, dengan para stakeholder dengan dasar sukarela (Handayati,2009:7)
Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan perwujudan komitmen yang dibangun oleh perusahaan untuk memberikan kontribusi pada peningkatan kualitas kehidupan masyarakat. Adanya CSR di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 74 ayat 1 Undang-undang tersebut menyebutkan bahwa ”Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/ atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan”. Dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, pasal 15 (b) menyatakan bahwa ”setiap penanam
(11)
modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan”. (Susiloadi, 2008:2).
Seiring dengan perkembangan konsep manejemen, para akuntan juga membicarakan bagaimana permasalahan tanggung jawab sosial ini dapat diadaptasikan dalam ruang lingkup akuntansi (Maksum dalam Kholis, 2002:28), sehingga tujuan utama pelaporan keuangan guna memberikan informasi kepada para pemegang saham dan kreditur menjadi ikut bergeser pula kearah kecenderungan bahwa perlunya pelaporan yang bersifat dari luar organisasi perusahaan (externality) dalam rangka memberikan informasi kepada beberapa kelompok orang luar (investor) yang berkepentingan terhadap perusahaan. Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa ide dasar yang melandasi perlunya dikembangkan akuntansi sosial (sosial accounting), secara umum adalah perlunya perluasan tanggung jawab sosial perusahaan.
Beberapa penulis seperti Henderson dalam Kholis, (2002:28), menggambarkan beberapa contoh konkrit yang dapat dianggap sebagai externality, antara lain seperti melaporkan jumlah karyawan, jaminan kesehatan, informasi tentang upaya pencegahan lingkungan, standar kualitas, pengepakan produk ramah lingkungan, penyaluran beasiswa pendidikan, dan kepudulian sosial kepada masyarakat di sekitar daerah industri.
Permasalahan penting lainnya yang menjadi isu dikalangan para akuntan sehubungan dengan erxternality adalah mengenai seberapa jauh
(12)
perusahaan harus bertanggung jawab terhadap sosial ekonomi seluruhnya, dan bagaimana perlakuan akuntansi yang tepat untuk menggambarkan transaksi yang terjadi antara perusahaan dengan lingkungan sosialnya tersebut. Di pihak lain, banyak perusahaan dan asosiasi industri berperang untuk mengubah peraturan pemerintah yang baru atau mencoba mengikisnya melalui ketidakpatuhan. Dalam kasus ini, menejemen mungkin merasa bahwa beberapa dari peraturan tersebut, seperti undang-undang perlindungan lingkungan, akan memiliki dampak ekonomi negative terhadap perusahaan mereka karena biaya untuk mematuhi undang-undang tersebut tidak sesuai dengan manfaatnya.
Perusahaan dituntut untuk memberikan informasi mengenai aktivitas sosialnya. Sejauh ini perkembangan akuntansi konvensional (mainstream accounting) telah banyak dikritik karena tidak dapat mengakomodir kepentingan masyarakat secara luas, sehingga muncul konsep akuntansi baru yang disebut sebagai Social Responsibility Accounting (SRA) atau Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial. Tanggungjawab sosial diartikan bahwa perusahaan mempunyai tanggungjawab pada tindakan yang mempengaruhi konsumen, masyarakat, dan lingkungan (Ivancevic, 1992). Selama ini produk akuntansi dimaksudkan sebagai pertanggungjawaban manajemen kepada pemilik saham, kini paradigma tersebut diperluas menjadi pertanggungjawaban kepada seluruh stakeholders.
(13)
Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham (Heinze dalam Hackston & Milne, 1996:42). Sehingga semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosial (Bowman dalam Hackston & Milne 1996:22).
Aktivitas investasi merupakan aktivitas yang dihadapkan pada berbagai macam resiko dan ketidakpastian yang seringkali sulit diprediksikan oleh para investor. Resiko merupakan tingkat kerugian yang ditanggung investor dalam melakukan aktivitas investasi sedangkan ketidakpastian adalah suatu hal yang dapat menunjukkan trend negatif dalam pergerakan saham akibat dari factor makro ekonomi. Untuk mengurangi kemungkinan resiko dan ketidakpastian yang akan terjadi, investor memerlukan berbagai macam informasi, baik informasi yang diperoleh dari kinerja perusahaan maupun informasi lain yang relevan seperti kondisi ekonomi dan politik dalam suatu negara. Informasi yang diperoleh dari perusahaan lazimnya didasarkan pada kinerja perusahaan yang tercermin dalam laporan keuangan. Sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) 1999 mewajibkan bagi setiap perusahaan (terutama perusahaan publik) wajib menyajikan laporan keuangan, baik laporan keuangan interim/ quarter (unaudit) maupun laporan keuangan tahunan/ annual (audited).
(14)
Begitu juga dengan perusahaan tambang, yang banyak mengeksploitasi sumber daya alam. Hal ini seharusnya bisa diatasi dengan pengeluaran biaya sosial perusahaan. Tetapi pada kenyataannya banyak perusahaan tambang yang belum mencantumkan biaya sosial dalam laporan keuangannya. Berdasarkan tiga belas perusahaan tambang yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia hanya empat perusahaan tambang atau sekitar 30,7% yang melakukan pengungkapan biaya sosial. Oleh karena itu pada penelitian ini menggunakan perusahaan tambang sebagai obyek penelitian.
Hal ini berarti bahwa perusahaan tambang sebagian besar tidak mendukung Undang – Undang Perseoran Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 74 juga mencantumkan kewajiban CSR bagi korporasi yang bergerak pada bidang sumber daya alam. Adanya bentuk kewajiban ini, oleh sebagian korporasi dianggap sebagai beban, selain pajak yang merupakan mandatory atau pengungkapan wajib bagi pelaku bisnis di Indonesia. Pajak merupakan sumber pendanaan bagi pemerintah dalam melaksanakan tanggung jawab Negara untuk mengatasi masalah sosial, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran serta menjadi kontrak sosial antara warga Negara dengan Pemerintah.
Berikut ini adalah beberapa perusahaan tambang yang mencantumkan kegiatan sosial :
(15)
Tabel. 1. Data Perusahaan Tambang Yang Melakukan Kegiatan Sosial Perusahaan 2007 Ribuan (Rp) 2008 Ribuan (Rp) 2009 Ribuan (Rp) 2010 Ribuan (Rp)
PT Aneka Tambang Tbk 3.175.522.000 3.594.773.199 301.826 15.787.000 PT. Elnusa Tbk 2.200.645.408 1.879.129.065 237.379 26.764.000 PT. Tambang Batubara Bukit Asam
Tbk 4.708.796.127 1.423.160.862 141.85 62.105.000
PT. Timah Tbk 8.383.522.564 6.629.663.755 220.582 12.774.000 PT. Bumi Resources Tbk 9.296.622.428 250.038.447 288.247 18.653.000 PT. Central Korporindo 1.203.468 1.365.498 2.866.780 1.467.400 PT. Citatah Industri Marmer Tbk 1.474.000 1.323.000 586.678 2.460.000 PT. Petrosea Tbk 13.656.780 11.053.000 12.394.000 15.832.000
Sumber : PT. Bursa Efek Indonesia
Masih banyaknya perusahaan tambang yang belum mengungkapkan biaya sosial, membuat beberapa peneliti mengungkapkan adanya pengaruh yang signifikan dalam Perusahaan Tambang, diantaranya adalah pada penelitian Cooke (1992) yang menyebutkan “Pengaruh antara size, status listing, dan jenis industri terhadap luas pengungkapan dalam laporan tahunan”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa size, status listing adalah variabel penjelas yang penting, dan Perusahaan Tambang secara signifikan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan Non Tambang.
Atas dasar penelitian tersebut, maka penulis ingin mengetahui sejauh mana pengaruh karakteristik perusahaan, yang diantaranya adalah tingkat leverage, ukuran perusahaan, profitabilitas dapat mempengaruhi kuantitas pengungkapan sosial Perusahaan Tambang yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia
(16)
1.2. Rumusan Masalah
Perusahaan Tambang adalah perusahaan pengolahan barang mentah menjadi barang jadi, perusahaan ini perlu melakukan pengungkapan sukarela (pengungkapan sosial). Karena, Perusahaan Tambang selain dekat dengan investor, kreditor, dan pemerintah, perusahaan juga dekat dengan lingkungan sosial. Maka dari itu perlu adanya pengungkapan sosial dalam prakteknya. Untuk itu rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah tingkat leverage berpengaruh terhadap pengungkapan sosial dalam laporan tahunan Perusahaan Tambang yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ?
2. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan sosial dalam laporan tahunan Perusahaan Tambang yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ?
3. Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan sosial dalam laporan tahunan Perusahaan Tambang yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan :
1. Mengetahui dan menguji secara empiris tingkat leverage terhadap pengungkapan sosial dalam laporan tahunan Perusahaan Tambang yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(17)
2. Mengetahui dan menguji secara empiris ukuran perusahaan terhadap pengungkapan sosial dalam laporan tahunan Perusahaan Tambang yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
3. Mengetahui dan menguji secara empiris profitabilitas terhadap pengungkapan sosial dalam laporan tahunan Perusahaan Tambang yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: a. Bagi Peneliti
Penyusunan skripsi ini diharapkan dapat memperluas wawasan berfikir serta pengetahuan penulis dalam mengembangkan ilmu dan pengetahuan yang sudah diperoleh untuk dilaksanakan di lapangan.
b. Bagi Perusahaan
Diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan penerapan tanggung jawab sosial secara efektif bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia.
c. Bagi Akademis
Sebagai tambahan khasanah perpustakaan dan bahan masukan bagi penelitian lebih lanjut dengan topik yang sama.
(18)
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Hasil Penelitian Terdahulu
1. Retno Anggraini (2006) Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan-Perusahaan yang terdaftar Bursa Efek Jakarta)
Peneliti ingin mengetahui sejauh mana perusahaan menunjukkan tanggung jawabnya terhadap kepentingan sosial dengan memberikan informasi sosial serta faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial di dalam laporan keuangan tahunan pada perusahaan-perusahaan di Indonesia.
Hampir semua perusahaan mengungkapkan kinerja ekonominya, hal ini disebabkan oleh dikeluarkannya surat keputusan No. Kep-150/Men/2000 oleh Menteri Tenaga Kerja tentang penyelesaian pemutusan hubungan kerja dan penetapan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan ganti kerugian di perusahaan. Serta dikeluarkannya PSAK No. 57 tentang kewajiban diestimasi, kewajiban kontinjensi dan Aktiva kontinjensi yang berlaku efektif mulai tanggal 1 Januari 2001. Hal ini berarti perusahaan akan mengungkapkan informasi tertentu jika ada aturan yang menghendakinya. Sedangkan pada perusahaan perbankan dan asuransi
(19)
sebagian besar (lebih dari 50%) mengungkapkan informasi mengenai pengembangan sumber daya manusianya dibandingkan dengan industri yang lain. Hal ini karena industri ini sangat tergantung pada kemampuan manusia (karyawan) dalam memberikan jasanya kepada pelanggan. Perusahaan dengan kepemilikan manajemen yang besar dan termasuk dalam industri yang memiliki risiko politis yang tinggi (high-profile) cenderung mengungkapkan informasi sosial yang lebih banyak dibandingkan perusahaan lain.
2. Sayekti Dan Wondabio (2007) Dengan Judul Pengaruh CSR Disclosure Terhadap Earning Response Coefficient (Suatu Studi Empiris Pada Perusahaan yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta). Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh dari pengungkapan informasi Corporate Social Responsibility (CSR) dalam laporan tahunan perusahan terhadap respon pasar terhadap laba perusahaan (earning response coefficient, ERC). Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 108 laporan tahunan perusahaan tahun 2005. Pengujian empiris atas sampel tersebut menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan informasi CSR berpengaruh negatif terhadap besarnya ERC. Tujuan dari penelitian adalah untuk menguji pengaruh dari tingkat pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan perusahaan terhadap ERC. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 108 laporan tahunan perusahaan untuk tahun 2005. Kesimpulan dari pengujian analisa regresi berganda yang menggunakan metode regresi ordinary least square (OLS) cross-sectional dengan
(20)
memasukkan variabel beta (sebagai proksi risiko) dan price-to-book value (sebagai proksi dari growth opportunities) menunjukkan hasil yang mendukung hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini. Bukti empiris penelitian ini mendukung hipotesa yang menyatakan bahwa tingkat pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan perusahaan berpengaruh negatif terhadap ERC. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa investor mengapresiasi informasi CSR yang diungkapan dalam laporan tahunan perusahaan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukkan bagi para pelaku usaha, investor, lembaga pasar modal terkait, serta para penyusun standar akuntansi bahwa mungkin sudah harus dipertimbangkan untuk mengatur mengenai pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan perusahaan.
Berdasarkan penelitian terdahulu diatas terdapat perbedaan dan persamaan penelitian yang akan dilakukan, perbedaannya terdapat pada waktu, tempat penelitian, dan Variabel bebas penelitian yang digunakan. Sedangkan persamaannya adalah sama – sama membahas mengenai Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan.
Jadi penelitian kali ini bukan merupakan duplikasi dari penelitian sebelumnya, meskipun diakui penelitian terdahulu mampu mendukung penelitian sekarang.
(21)
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Pasar Modal
Definisi pasar modal menurut Sunariyah (2004:2) adalah sebagai berikut:
a. Definisi dalam arti luas: Pasar modal adalah kebutuhan system keuangan yang terorganisasi, termasuk bank-bank komersial dan semua perantara di bidang keuangan, serta surat-surat berharga / klaim jangka panjang dan jangka pendek, primer dan yang tidak langsung. b. Dalam arti menengah: Pasar modal adalah semua pasar yang
terorganisasi dan lembaga-lembaga yang memperdagangkan warkat-warkat kredit (biasanya) yang berjangka waktu lebih dari satu tahun termasuk saham-saham, obligasi-obligasi, pinjaman berjangka hipotek dan tabungan serta deposito berjangka.
c. Dalam arti sempit: Pasar modal adalah tempat pasar terorganisir yang memperdagangkan saham-saham dan obligasi-obligasi dengan memakai makelar, komisioner dan para underwriter.
Secara umum Sunariyah (2004:3) juga menyebutkan pengertian pasar modal adalah pasar abstrak sekaligus pasar konkret dengan barang yang diperjualbelikan adalah dana yang bersifat abstrak, dan bentuk konkretnya adalah lembar-lembar surat berharga di bursa efek.
(22)
2.2.1.1.Fungsi dan Peranan Pasar Modal
Menurut Husnan (2009:4) pasar modal menjalankan fungsi ekonomi dan keuangan, dalam melaksanakan fungsi ekonominya, pasar modal menyediakan fasilitas untuk memindahkan dana dari lender ke borrower, sedangkan fungsi keuangan dilakukan dengan menyadiakan dana tanpa harus terikat langsung dalam kepemilikan aktiva riil yag diperlukan untuk investasi tersebut.
Widiatmodjo (2006:14) menjelaskan peranan pasar modal dalam kegiatan ekonomi yaitu menjadi salah satu sumber untuk kemajuan ekonomi. Hal ini disebabkan karena pasar modal dapat menjadi sumber dana alternatif bagi perusahaan – perusahaan dan digolongkan sebagai sumber pembiayaan modern.
Secara umum dapat dijelaskan bahwa dengan adanya pasar modal, maka perusahaan – perusahaan akan lebih mudah memperoleh dana sehingga kegiatan ekonomi di berbagai sektor dapat ditingkatkan. Terjadinya peningkatan kegiatan ekonomi, akan menciptakan dan mengembangkan lapangan kerja yang luas yang dengan sendirinya dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, sehingga secara langsung dapat berpengaruh dalam mengurangi jumlah pengangguran.
Dijualnya saham di pasar modal berarti masyarakat diberi kesempatan untuk memiliki dan menikmati keuntungan yang diperoleh perusahaan, dengan kata lain pasar modal dapat membantu pemerintah ingin meng-Indonesia-kan akan kultur ekonomi yang sehat.
(23)
2.2.1.2. Jenis-jenis Pasar Modal
Penjualan saham kepada masyarakat dapat dilakukan dengan beberapa cara, umumnya penjualan dilakukan sesuai dengan jenis ataupun bentuk pasar modal dimana sekuritas tersebut diperjual belikan. Menurut Sunariyah (2004:10), jenis-jenis pasar modal tersebut ada beberapa macam, yaitu:
a. Pasar Perdana (primary market)
Pasar perdana adalah penawaran saham dari perusahaan yang menerbitkan saham (emiten) kepada investor selama waktu yang ditetapkan oleh pihak yang menerbitkan sebelum saham tersebut diperdagangkan di pasar sekunder. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa pasar perdana merupakan pasar modal yang memperdagangkan saham-saham atau sekuritas lainnya yang dijual untuk pertama kalinya (penawaran umum) sebelum saham dicatatkan di bursa. Harga saham di pasar perdana ditentukan oleh penjamin emisi dan perusahaan yang akan go public (emiten) berdasarkan analisis fundamental perusahaan yang bersangkutan. Peranan penjamin emisi pada pasar perdana selain menentukan harga saham, juga melaksanakan penjualan saham kepada masyarakat sebagai calon investor. Dari uraian diatas menegaskan bahwa saham yang diterbitkan emiten pertama kali dan dari hasil penjualan saham tersebut keseluruhannya sebagai modal perusahaan.
(24)
b. Pasar Sekunder (secondary market)
Pasar sekunder didefinisikan sebagai perdagangan saham setelah melewati masa penawaran pada pasar perdana. Harga saham di pasar sekunder ditentukan oleh permintaan dan penawaran antara pembeli dan penjual. Jadi, pasar sekunder merupakan pasar dimana saham dan sekuritas lain diperjualbelikan secara luas, setelah melalui masa penjualan di pasar perdana. Dibandingkan dengan perdagangan pasar perdana, perdagangan pasar sekunder mempunyai volume perdagangan yang jauh lebih besar. Namun demikian, hasil penjualan saham disini biasanya tidak lagi masuk modal perusahaan.
c. Pasar ketiga (third market)
Pasar ketiga adalah tempat perdagangan saham atau sekuritas lain di luar bursa (over the counter market). Di Indonesia, pasar ketiga ini disebut bursa pararel. Dimana menurut Pakdes 1989 bursa pararel merupakan suatu sistem perdagangan efek yang terorganisasi oleh Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek dengan diawasi oleh badan Pengawasan Pasar Modal.
d. Pasar Keempat (fourth market)
Pasar keempat merupakan bentuk perdagangan efek antara investor atau dengan kata lain pengalihan saham dari pemegang saham ke pemegang lainnya tanpa melalui perantara pedagang efek. Bentuk transaksi dalam
(25)
perdagangan semacam ini biasanya dilakukan dalam jumlah besar (block sale).
2.2.1.3. Instrumen Pasar Modal
Pada umumnya dana – dana yang diperjualbelikan adalah berupa surat – surat berharga yang terdiri dari berbagai macam bentuk. Bentuk – bentuk surat berharga ini disebut dengan efek.
Pengertian efek menurut UU RI No 8 tahun 1995, tentang efek yang dikutip oleh Husnan (2009:3). Efek adalah selembar kertas yang menunjukan hak pemegang surat tersebut untuk memperoleh bagian dari prospek atau kekayaan lembaga yang menerbitkan sekuritas tersebut. Instrumen pasar modal menurut Sunariyah yang dikutip oleh Paris Ma’ruf (2002) adalah :
1. Saham
Saham adalah bukti tanda kepemilikan atas suatu perusahaan., dalam transaksi jual beli di Bursa Efek, saham paling dominan diperdagangkan, selanjutnya saham dapat dibedakan antara saham biasa dan saham perferen.
a. Saham biasa
Pada saham biasa pemegang saham tidak memperoleh hak istimewa. Pemegang saham biasa mempunyai hak untuk memperoleh deviden sepanjang perseroan memperoleh keuntungan. Pada likuidasi perseroan pemilik saham memiliki hak
(26)
memperoleh sebagian dari kekayan perseroan setelah tagihan kreditur dilunasi. Namun itu adalah hak umum bukan hak istimewa.
b. Saham preferen
Sedangkan pada saham preferen, pemegang saham memperoleh hak untuk mendapat deviden atau bagian kekayaan pada saat likuidasi perusahaan, lebih dulu dari saham biasa.
Dalam pemilihan Dewan Komisaris, pemilik saham biasa mempunyai hak suara yang pada kelanjutannya akan mengangkat pejabat – pejabat untuk mengelola perusahaan, sedangkan pemilik saham preferen tidak memiliki hak suara.
2. Obligasi
Obligasi adalah bukti hutang dari emiten yang dijamin oleh penanggung yang mengandung janji pembayaran bunga atau janji lainnya serta pelunasan pokok pinjaman yang dilakukan pada tanggal jatuh tempo, yaitu :
a. Obligasi biasa
Merupakan tanda hutang yang diterbitkan oleh pemerintah atau swasta dengan jumlah pembayaran bunga secara tertentu.
b. Obligasi konversi
Obligasi yang setelah jangka waktu tertentu, dengan pertimbangan dan atau harga tertentu, dapat ditukarkan menjadi saham perusahaan emiten.
(27)
3. Derivatif dari Efek a. Right
Right ini menunjukan bukti hak memesan terlebih dahulu yang melekat pada saham yang memungkinkan para pemegang saham untuk membeli saham baru yang akan diterbitkan oleh perusahaan sebelum saham tersebut ditawarkan kepada pihak lain.
b. Warrant
Warrant merupakan opsi untuk membeli sejumlah saham dengan harga tertentu. Warrant sering dipergunakan dalan penerbitan obligasi, karena jika suatu obligasi disertai dengan warrant, investor tidak hanya akan memperoleh bunga tetap dari pembelian obligasi, tetapi juga opsi untuk membeli saham dengan bunga tertentu.
2.2.2. Laporan Keuangan
Laporan keuangan menyajikan secara wajar posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas suatu entitas. Penyajian yang wajar mensyaratkan penyajian secara jujur dampak dari transaksi, peristiwa dan kondisi lain sesuai dengan definisi dan kriteria pengakuan aset, laibilitas, pendapatan dan beban yang diatur dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan. Penerapan SAK, dengan pengungkapan tambahan jika diperlukan, dianggap menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar. “Laporan keuangan merupakan bagian dari
(28)
proses pelaporan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan, catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integrasi dari laporan keuangan”. (PSAK, 2009:14)
Jadi untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan dan hasil usaha suatu perusahaan akan dapat diketahui melalui keuangan yang merupakan produk akhir dari proses akuntansi yang terdiri dari pencatatan, penggolongan, dan peringkasan kejadian keuangan selama periode tertentu yang meliputi neraca, laporan laba rugi dan laporan keuangan lainnya.
2.2.2.1. Jenis Laporan Keuangan
Menurut Kasmir (2007:15), laporan keuangan yang lengkap biasanya terdiri dari:
a. Neraca
b. Laporan laba rugi
c. Laporan perubahan posisi keuangan d. Catatan atas laporan keuangan
Setiap laporan keuangan utama harus diikuti dengan pernyataan bahwa catatan atas laporan keuangan adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan secara keseluruhan. Laporan keuangan disusun dalam rangka mencapai atau memperoleh penjelasan yang cukup disebut dengan laporan bentuk pendek. Bila laporan bentuk
(29)
ini ditambah dengan penjelasan tambahan yang diperlukan guna penjelasan penuh. Laporan ini disebut laporan bentuk panjang.
a. Neraca, merupakan laporan yang menggambarkan posisi atau keadaan keuangan, dengan demikian menunjukkan aktiva, kewajiban dan modal sendiri dari suatu perusahaan pada tanggal tertentu. neraca mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
1) Aktiva adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi masa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan.
2) Kewajiban merupakan hutang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan akan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi.
3) Ekuitas adalah hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban.
b. Laporan Laba Rugi, merupakan ringkasan aktivitas usaha perusahaan pada periode tertentu yang melaporkan hasil usaha bersih atas kerugian yang timbul dari kegiatan usaha dan aktivitas lainnya. laporan keuangan laba rugi mengandung unsur-unsur sebagai berikut: 1) Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama
periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva.
(30)
2) Beban (expense) adalah penurunan manfaat ekonomi dalam periode akuntasi tertentu dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanaman modal.
c. Laporan perubahan posisi keuangan, perubahan posisi keuangan dapat disajikan dalam berbagai cara seperti misalnya sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana. Bapepam mewajibkan emiten dan calon emiten menyampaikan laporan keuangan yang dilengkapi dengan laporan perubahan posisi keuangan yang mengukur perubahan aktiva, kewajiban dan modal sendiri selama suatu periode tertentu dalam bentuk arus kas (inflow) arus kas keluar (outflow) dana. laporan arus kas harus melaporkan arus kas selama periode tertentu dan diklasifikasikan menurut aktivitas, operasi dan pendanaan.
d. Catatan atas laporan keuangan, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan memberikan penjelasan kualitatif serta kuantitatif terhadap laporan keuangan utama, sehingga tidak menyesatkan pembacanya. Kewajiban untuk pemberian catatan menurut Bapepam harus didasarkan pada pertimbangan materialitas berdasarkan persentase relatif. Untuk pihak-pihak yang sifatnya khusus, baik karena sifat industri maupun transaksinya perlu diuraikan dalam ikhtisar dan daftar informasi tambahan.
(31)
2.2.2.2. Tujuan Laporan Keuangan
Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas yang meliputi:
(a) aset; (b) liabilitas; (c) ekuitas;
(d) pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian;
(e) kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik;dan
(f) arus kas.
Informasi tersebut, beserta informasi lainnya yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan, membantu pengguna laporan dalam memprediksi arus kas masa depan dan, khususnya, dalam hal waktu dan kepastian diperolehnya kas dan setara kas.
(32)
2.2.3. Rasio Keuangan Perusahaan
Menurut Kasmir (2007 : 245) mengelompokkan rasio finansiil yaitu antara lain :
1) Rasio likuiditas
Adalah rasio-rasio yang dimaksudkan untuk mengukur likuiditas perusahaan.
2) Rasio leverage
Adalah rasio-rasio yang dimaksud untuk mengukur sampai seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dengan utang.
3) Rasio aktivitas
Adalah rasio-rasio yang dimaksudkan untuk mengukur sampai seberapa besar ktivitas perusahaan dalam mengerjakan sumber-sumber dananya.
4) Rasio profitabilitas
Adalah rasio-rasio yang menunjukkan hasil akhir dari sejumlah kebijaksanaan dan keputusan-keputusan.
Dalam mengadakan analisa rasio finansial pada dasarnya dapat dilakukan dengan dua macam cara perbandingan (2007 : 254) :
1) Membandingkan rasio sekarang ( present ratio) dengan rasio-rasio dari waktu- waktu lalu ( ratio historis) atau dengan rasio-rasio yang diperkirakan untuk waktu-waktu yang akan datang dari perusahaan yang sama.
(33)
2) Membandingkan rasio-rasio dari suatu perusahaan (rasio perusahaan / company ratio) dengan rasio-rasio semacam dari perusahaan lain yang sejenis atau industri (rasio standart ) untuk waktu yang sama.
Sedangkan menurut Kasmir (2007:263) mengelompokkan beberapa rasio keuangan bank sebagai berikut :
Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada saat ditagih. Dengan kata lain dapat membayar kembali pencairan dana deposannya pada saat ditagih serta dapat mencukupi permintaan kredit yang telah diajukan. (Kasmir, 2007 : 268) Adapun jenis rasio likuiditas yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a). Assets to Loan Ratio (ALR)
Assets to Loan Ratio merupakan rasio untuk mengukur jumlah kredit yang disalurkan dengan jumlah harta yang dimiliki bank. Semakin tinggi tingkat rasio, menunjukkan semakin rendahnya tingkat likuiditas bank. Rumus yang digunakan (Kasmir, 2007 : 270), adalah:
100% x Assets Total
Loans Total
ALR
(34)
b). Loan to Deposit Ratio (LDR)
Loan to Deposit Ratio merupakan rasio untuk mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan. Rumus yang digunakan (Kasmir, 2007 : 272), adalah:
100% x Equity Deposito Total Loans L DR
Rasio Solvabilitas
Merupakan ukuran kemampuan bank mencari sumber dana untuk membiayai kegiatannya. Bisa juga dikatakan rasio ini merupakan alat untuk melihat kekayaan bank untuk melihat efisiensi bagi pihak manajemn bank tersebut. (Kasmir, 2007 : 275) Adapun jenis rasio solvabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Penilaian Capital ini didasarkan dengan metode CAR (Capital Adequacy Ratio). Diukur dengan menggunakan skala rasio dan satuan pengukuran adalah prosentase (%).(Kasmir, 2007 : 278)
100% x Securities Loans Total Capitall Equity CAR
Rasio Rentabilitas
Rentabilitas rasio sering disebut profitabilitas usaha. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan, (Kasmir, 2007 : 279). Adapun jenis rasio rentabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
(35)
a). Net Profit Margin
Rasio ini untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan net icome ditinjau dari sudut operating income-nya. Sedangkan tinggi rasio, semakin baik hasil yang ditunjukannya. (Kasmir, 2007 : 280)
x100% Income Operating Bersih Laba Margin) Profit (Net NPM
b). Return on Equity (ROE)
Mengukur kemampuan bank untuk mengahasilkan laba dengan membandingkan laba sebelum pajak dengan equity. (Kasmir, 2003 : 280)
ROE 100%
Capital Equity Income Net x
2.2.4. Corporate Social Responsibility (CSR)
Menurut Kotler dan Lee dalam Solihin (2009:5) ”Corporate Social Responsibility is a commitment to improve community well being through discretionary business practices and contribution of corporate resources”(tanggung jawab sosial perusahaan adalah kegiatan yang semata-mata merupakan komitmen perusahaan secara sukarela untuk turut meningkatkan kesejahteraan komunitas dan berkontribusi kepada sumberdaya perusahaan).
(36)
Menurut versi Bank Dunia dalam Laksiani (2008:45) definisi Corporate Social Responsibility (CSR) adalah “Corporate Social Responsibility (CSR) is the commitment of business to contribute to sustainable economic development working with employees and their representatives, the local community and society at large to improve quality of life, in ways that are both good for business and good for development” (Corporate Social Responsibility (CSR) adalah komitmen bisnis sebagai kontribusi untuk keberlanjutan perkembangan ekonomi yang bekerja sama dengan pekerja, perwakilan mereka, komunitas lokal dan masyarakat luas untuk memperbaiki kualitas hidup, dimana keduanya baik untuk bisnis maupun pengembangan).
Menurut Bank Dunia, tanggung jawab sosial perusahaan terdiri dari beberapa komponen utama, yaitu: perlindungan lingkungan, jaminan kerja, hak asasi manusia, interaksi dan keterlibatan perusahaan dengan masyarakat, standart usaha, pasar, pengembangan ekonomi dan badan usaha, perlindungan kesehatan, kepemimpinan dan pendidikan, bantuan bencana kemanusiaan.
Sedangkan menurut Petkoski dan Twose (2003) mendefinisikan Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai komitmen bisnis yang berperan untuk mendukung pembangunan ekonomi, bekerjasama dengan karyawan dan keluarganya, masyarakat lokal dan masyarakat luas, untuk meningkatkan mutu hidup mereka dengan berbagai cara yang menguntungkan bagi bisnis dan pembangunan.
(37)
Sejauh ini definisi yang banyak digunakan adalah pemikiran Elkington tentang triple bottom line. Menurut Elkington (1997) dalam Laksiani (2008:45) Corporate Social Responsibility (CSR) adalah adanya segitiga dalam kehidupan stakeholders yang mesti diperhatikan korporasi di tengah usahanya mencari keuntungan, yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial, yang kemudian diilustrasikan dalam bentuk segitiga.
Ebert (2003) mendefinisikan corporate social responsibility sebagai usaha perusahaan untuk menyeimbangkan komitmen-komitmennya terhadap kelompok-kelompok dan individual-individual dalam lingkungan perusahaan tersebut, termasuk didalamnya adalah pelanggan, perusahaan-perusahaan lain, para karyawan, dan investor. Corporate Social Responsibility (CSR) memberikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders yang melebihi tanggung jawab di bidang hukum (Darwin, 2004:33). Dalam kemajuan industri sekarang, tekanan masyarakat kepada perusahaan agar mereka melakukan pembenahan sistem operasi perusahaan menjadi suatu sistem yang memiliki kepedulian dan tanggung jawab terhadap sosial sangat kuat, perkembangan tekhnologi dan industri yang pesat dituntut untuk memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan sekitar.
Penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) dalam perusahaan-perusahaan diharapkan selain memiliki komitmen finansial kepada pemilik atau pemegang saham (shareholders), tapi juga memiliki komitmen sosial terhadap para pihak lain yang berkepentingan, karena
(38)
CSR merupakan salah satu bagian dari strategi bisnis perusahaan dalam jangka panjang. Adapun tujuan dari Corporate Social Responsibility (CSR) adalah (Darwin, 2004:33):
1. Untuk meningkatkan citra perusahaan dan mempertahankan, biasanya secara implisit, asumsi bahwa perilaku perusahaan secara fundamental adalah baik.
2. Untuk membebaskan akuntabilitas organisasi atas dasar asumsi adanya kontrak sosial di antara organisasi dan masyarakat. Keberadaan kontrak sosial ini menuntut dibebaskannya akuntabilitas sosial.
3. Sebagai perpanjangan dari pelaporan keuangan tradisional dan tujuannya adalah untuk memberikan informasi kepada investor.
Untuk itulah maka pertanggungjawaban sosial perusahaan Corporate Social Responsibility (CSR) perlu diungkapkan dalam perusahaan sebagai wujud pelaporan tanggung jawab sosial kepada masyarakat.
2.2.5. Pengungkapan sosial sebagai tanggung jawab perusahaan
Tanggung jawab adalah suatu kewajiban perusahaan yang tidak hanya menyediakan barang dan jasa baik bagi masyarakat maupun juga dalam mempertahankan kualitas lingkungan sosialnya secara fisik maupun memberikan kontribusi positif terhadap kesejahteraan masyarakat dimana mereka berada. Perusahaan bertanggung jawab
(39)
secara sosial ketika manajemennya memiliki visi atas kinerja operasionalnya, tidak hanya mengutamakan atas laba perusahaan tetapi juga dalam menjalankan aktivitasnya, memperhatikan lingkungan yang ada disekitarnya. Perusahaan tidak hanya memandang laba sebagai satu-satunya tujuan dari perusahaan tetapi ada tujuan yang lainnya yaitu kepedulian perusahaan terhadap lingkungan, karena perusahaan mempunyai tanggung jawab yang lebih luas dibanding hanya mencari laba untuk pemegang saham (Gray et. Al., 1987).
Pengungkapan tanggung jawab sosial atau sering disebut sebagai Corporate social reporting adalah proses pengkomunikasian efek-efek sosial dan lingkungan atas tindakan-tindakan ekonomi perusahaan pada kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat dan pada masyarakat secara keseluruhan (Gray et. Al., 1987). Kontribusi negatif perusahaan terhadap lingkungan sekitarnya telah menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat adalah dengan mengungkapkan informasi-informasi mengenai operasi perusahaan sehubungan dengan lingkungan sebagai tanggung jawab perusahaan.
Gray et. Al. (1995) menyebutkan 3 studi yang menjelaskan mengapa perusahaan cenderung untuk mengungkapkan informasi yang berkaitan dengan aktivitasnya dan dampak yang ditimbulkan oleh emiten tersebut, yaitu:
(40)
1. Decision-userfulnes study
Penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti menemukan bahwa informasi sosial dibutuhkan users, seperti analis, banker, dan pihak lain yang terlibat. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa informasi aktivitas sosial perusahaan berada pada posisi moderately important.
2. Economic theory study
Studi dalam corporate responsibility reporting ini mendasari pada Economic agency theory dan Accounting positivism theory yang menganologikan manajemen sebagai agen dari suatu prinsipal. Prinsipal diartikan sebagai pemegang saham atau traditional users lain. Namun, pengertian users tersebut telah berkembang menjadi seluruh interest group perusahaan yang bersangkutan sebagai agen, manajemen akan berupaya mengoperasikan perusahaan sesuai dengan keinginan publik (stakeholder).
3. Social and political theory studies
Bidang ini menggunakan teori stakeholder, teori legitimasi organisasi, dan teori ekonomi publik. Teori stakeholder mengamsusikan bahwa perusahaan berusaha mencari pembenaran dari para stakeholder dalam menjalankan operasi perusahaannya. Semakin kuat posisi stakeholder, semakin besar kecenderungan perusahaan mengadaptasi diri terhadap keinginan stakeholder nya.
(41)
Pengungkapan sosial dalam tanggung jawab perusahaan sangat perlu dilakukan, karena bagaimanapun juga perusahaan memperoleh nilai tambah dari kontribusi masyarakat di sekitar perusahaan termasuk dari penggunaan sumber-sumber sosial (social resources). Jika aktivitas perusahaan menyebabkan kerusakan sumber-sumber sosial maka dapat timbul adanya biaya sosial (social cost) yang harus ditanggung oleh masyarakat, sedang apabila perusahaan meningkatkan mutu social resources maka akan menimbulkan social benefit (manfaat sosial)
2.2.6. Pelaporan pertanggungjawaban sosial perusahaan
Ada 2 jenis ungkapan dalam pelaporan keuangan yang telah ditetapkan oleh badan yang memiliki otoritas di pasar modal. Pertama adalah ungkapan wajib (mandatory disclosure), yaitu informasi yang harus di ungkapkan oleh emiten yang diatur oleh peraturan pasar modal di suatu Negara. Sedangkan yang kedua adalah ungkapan sukarela (voluntary disclosure), yaitu ungkapan yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh standar yang ada. Pengungkapan sosial yang diungkapkan perusahaan merupakan informasi yang sifatnya sukarela. Karenanya, perusahaan memiliki kebebasan untuk mengungkapkan informasi yang tidak diharuskan oleh badan penyelenggara pasar modal. Keragaman dalam pengungkapan disebabkan oleh entitas yang dikelola oleh manajer yang memiliki
(42)
filosofis manajerial yang berbeda dan keluasan dalam kaitannya dengan pengungkapan informasi kepada masyarakat. (Anggraini, 2006:4)
Standar pelaporan pertanggungjawaban sosial sampai saat ini belum mempunyai standar yang baku, hal ini dikarenakan adanya permasalahan yang berhubungan dengan biaya dan manfaat sosial. Perusahaan dapat membuat sendiri model pelaporan pertanggungjawaban sosialnya. (Anggraini, 2006:4)
Informasi dalam menyusun dan mengungkapkan tentang aktivitas pertanggungjawaban sosial perusahaan, Zhegal & Ahmed (1990) mengidentifikasi hal-hal yang berkaitan dengan pelaporan sosial perusahaan, yaitu sebagai berikut:
1. Lingkungan
Bidang ini meliputi aktivitas pengendalian pencemaran dan pelestarian lingkungan hidup. Meliputi, pengendalian terhadap polusi, pencegahan atau perbaikan terhadap kerusakan lingkungan, konservasi alam, dan pengungkapan lain yang berkaitan dengan lingkungan.
2. Energi
Bidang ini meliputi aktivitas dalam pengaturan penggunaan energi dalam hubungannya dengan operasi perusahaan dan peningkatan efisiensi terhadap produk perusahaan. Meliputi, konservasi energi, efisien energi.
(43)
3. Praktik bisnis yang wajar
Meliputi pemberdayaan terhadap minoritas dan perempuan, dukungan terhadap usaha minoritas, tanggung jawab sosial
4. Sumber daya manusia
Bidang ini meliputi aktivitas untuk kepentingan karyawan sebagai sumber daya manusia bagi perusahaan maupun aktivitas di dalam suatu komunitas. Aktivitas tersebut antara lain, program pelatihan dan peningkatan ketrampilan, perbaikan kondisi kerja, upah dan gaji serta tunjangan yang memadai, pemberian beberapa fasilitas, jaminan keselamatan kerja, pelayanan kesehatan, pendidikan, seni. 5. Produk
Meliputi keamanan, pengurangan polusi.
2.2.6. Leverage
Semakin tinggi tingkat leverage semakin besar kemungkinan akan melanggar perjanjian kredit sehingga perusahaan akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi (Belkaoui dan Karpik (1989)), supaya laba yang dilaporkan tinggi maka manajer harus mengurangi biaya-biaya (termasuk biaya untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial)
Dana dapat diperoleh dan luar perusahaan (external financing) maupun dan dalam perusahaan (internal financing). Modal internal berasal dan laba ditahan, sedangkan modal eksternal dapat berasal dan modal sendiri dan hutang. Hutang adalah pengorbanan manfaat ekonomi
(44)
yang akan timbul dimasa yang akan datang yang disebabkan oleh kewajiban-kewajiban disaat sekarang dari suatu badan usaha yang akan dipenuhi dengan mentransfer aktiva atau memberikan jasa kepada badan usaha lain dimasa datang sebagai akibat dari transaksi-transaksi yang sudah lalu (Baridwan, 2004).
Perusahaan yang sedang berkembang memerlukan modal yang dapat diperoleh dan hutang maupun ekuitas. Besar kecilnya rasio hutang dapat dilihat pada rasio Debt Equity Ratio (DER). Hutang mempunyai dua keuntungan yaitu (a) bunga yang dibayarkan dapat dipotong dengan tujuan pajak, sehingga menurunkan biaya efektif dan hutang, (b) pemegang hutang (debtholder) mendapatkan pengembalian tetap (Masdupi, 2005). Penggunaan hutang memiliki kelemahan (a) hutang yang semakin tinggi meningkatkan risiko sehingga suku bunganya akan semakin tinggi pula, (b) bila kondisi perusahaan tidak dalam kondisi bagus, pendapatan operasi menjadi rendah dan tidak cukup menutup biaya bunga sehingga kekayaan pemilik berkurang. Pada kondisi ekstrim, kerugian tersebut dapat membahayakan perusahaan karena dapat terancam kebangkrutan. Untuk memenuhi kebutuhan pendanaan. pemegang saham lebih menginginkan pendanaan perusahaan dibiayai dengan utang. Karena dengan penggunaan utang, hak mereka terhadap perusahaan tidak akan berkurang. Tetapi manajer tidak menyukai pendanaan tersebut dengan alasan bahwa utang mengandung risiko yang tinggi. Manajemen perusahaan mempunyai kecenderungan untuk
(45)
memperoleh keuntungan yang sebesar-besamya dengan pihak lain (Masdupi, 2005).
2.2.7. Ukuran Perusahaan (Size)
Terdapat beberapa penjelasan mengenai pengaruh ukuran perusahaan (Size) terhadap kualitas ungkapan, namun sebenarnya landasan teoritis mengenai pengaruh size ini tidaklah terlalu jelas. Walaupun begitu, berbagai penelitian empiris yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pengaruh total aktiva hampir selalu konsisten dan secara statistik signifikan. Beberapa penjelasan yang mungkin dapat menjelaskan fenomena ini adalah bahwa perusahaan besar mempunyai biaya informasi yang rendah, perusahaan besar juga mempunyai kompleksitas dan dasar pemilikan yang lebih luas dibanding perusahaan kecil (Cooke, 1989). Size perusahaan merupakan variabel independen yang banyak digunakan untuk menjelaskan variasi pengungkapan dalam laporan keuangan perusahaan.
Size Menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang dilihat dari besarnya nilai total asset. Semakin besar total asset perusahaan maka akan semakin besar pula ukuran perusahaan tersebut. Memiliki total asset yang besar akan memudahkan perusahaan dalam masalah pendanaan. Proxy yang digunakan dalam variabel ini adalah total aktiva perusahaan (http://www.bppk.depkeu.go.id/index.php).
(46)
Tingkat pertumbuhan perusahaan juga merupakan faktor yang mempengaruhi struktur modal, perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan pesat cenderung lebih banyak menggunakan hutang daripada perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih lambat (Weston dan Brigham, 1994:174) dalam (Rembulan, 2008). Pertumbuhan, perusahaan berbanding lurus dengan ukuran perusahaan, sehingga semakin cepat pertumbuhan perusahaan maka semakin besar pula ukuran perusahaan, sehingga ukuran perusahaan berpengaruh terhadap struktur modal karena perusahaan yang lebih besar akan mudah memperoleh pinjaman dibandingkan perusahaan kecil. Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh total aktiva, total penjualan, dan rata-rata total aktiva (Feri dan Jones dalam Masidonda, Maski, dan Idrus, 1999) dalam (Rembulan, 2008).
Ukuran perusahaan juga menjadi faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan struktur modal. Perusahaan besar dapat mengakses pasar modal dan dengan kemudahan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan memiliki fleksibilitas dan kemampuan untuk mendapatkan dana atau permodalan (Wahidahwati 2000 dalam Fidyan, 2003) dalam (Rembulan, 2008). Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap struktur modal didasarkan pada kenyataan bahwa semakin besar suatu perusahaan, kecenderungan untuk menggunakan hutang menjadi semakin besar (Rembulan, 2008).
(47)
2.2.8. Profitabilitas
Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kapada pemegang saham (Heinze dalam Milne, 1996), hubungan antara profitabilitas dan tingkat pengungkapan pertanggungjawaban sosial adalah bahwa ketika perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi, perusahaan (manajemen) menganggap tidak perlu melaporkan hal-hal yang dapat mengganggu informasi tentang sukses keuangan tersebut. Sebaliknya ketika tingkat profitabilitas rendah perusahaan akan berharap pengguna laporan akan membaca “good news” kinerja perusahaan.
Perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi cenderung menggunakan hutang relatif kecil karena laba ditahan yang tinggi sudah memadai untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan (Rembulan, 2008). (Arifin dalam Rembulan, 2008) menyatakan bahwa profitabilitas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap struktur modal.
Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan utang yang relatif kecil profitabilitas adalah hasil bersih dari berbagai kebijaksanaan dan keputusan (Riyanto, 1993), sedangkan Machtoedz (1994) dalam Eko (2006) mendefinisikan profitabilitas sebagai suatu indicator kinerja yang dilakukan manajemen dalam mengelola kekayaan perusahaan (Rembulan, 2008).
(48)
Profitabilitas menunjukkan kemampuan dari modal yangdiinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bagi investor. Myers (1984) dalam Taswan (2008) menyatakan bahwa manajer mempunyai pecking order didalam menahan laba sebagai pilihan pertama, diikuti oleh pembiayaan dengan hutang, kemudian dengan equity. Dengan demikian terdapat hubungan negatif antara profitabilitas dengan debt ratio. Hasil studi Moh'd et al (1998), Myers (1984) dan Jensen et at (1992) menemukan bahwa firm profitability mempunyai hubungan negatif dan signifikan dengan debt ratio.
2.2.9. Pengaruh Leverage Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Sembiring (2003) menyatakan bahwa leverage berpengaruh negatif signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Sedangkan Prayogi (2003) menyatakan leverage tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sosial. Jensen (1986) dan Zweibel (1996), menyatakan bahwa saat perusahaan mempunyai utang bunga yang tinggi, kemampuan manajemen untuk berinvestasi lebih pada program CSR adalah terbatas. Diamond (1991) dan Gilson (1990) menyatakan bahwa tingginya tingkat suku bunga utang juga mendorong kreditur untuk berperan aktif untuk mengawasi perusahaan (manajemen), dimana utang memberikan sinyal tentang status kondisi keuangan perusahaan untuk memenuhi
(49)
Tambahan informasi diperlukan untuk menghilangkan keraguan pemegang obligasi terhadap dipenuhinya hak-hak mareka sebagai kreditur schipper dalam Anggraini (2006). Belkaoui dan Karpik (1989) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat rasio leverage, semakin besar kemungkinan perusahaan akan melanggar perjanjian kredit sehingga perusahaan akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi. Supaya laba yang dilaporkan tinggi, maka manajer harus mengurangi biaya-biaya termasuk biaya untuk mengungkapkan informasi sosial. Biaya CSR yang terbatas, maka pengungkapan informasi sosial menjadi rendah atau terbatas. Dengan demikian leverage diprediksikan berhubungan negatif terhadap CSR.
Jadi dapat disimpulkan bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap pengungkapan sosial dalam laporan tahunan Perusahaan Tambang yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
2.2.10. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Perusahaan yang besar cenderung mempunyai biaya politis yang besar dibandingkan perusahaan kecil. Perusahaan besar cenderung akan memberikan informasi laba sekarang lebih rendah dibandingkan perusahaan kecil, sehingga perusahaan besar cenderung akan mengeluarkan biaya untuk pengungkapan informasi sosial yang lebih besar dibandingkan perusahaan kecil. Ukuran perusahaan dapat diproksikan dari nilai kapitalisasi pasar, total asset, log penjualan, dan sebagainya. (Watt & Zimmerman, dalam Scott, 1997:33)
(50)
Perusahaan yang termasuk dalam industri yang high-profile akan memberikan informasi sosial lebih banyak dibandingkan perusahaan yang low-profile. Roberts (1992) dalam (Hackston & Milne, 1996) mendefinisikan industri yang high-profile adalah industri yang memiliki visibilitas konsumen, risiko politis yang tinggi, atau menghadapi persaingan yang tinggi. Preston (1977) dalam (Hackston & Milne, 1996) mengatakan bahwa perusahaan yang memiliki aktivitas ekonomi yang memodifikasi lingkungan, seperti industri ekstraktif, lebih mungkin mengungkapkan informasi mengenai dampak lingkungan dibandingkan industri yang lain. Cowen, et al. (1987) dalam (Hackston & Milne, 1996) mengatakan bahwa perusahaan yang berorientasi pada konsumen diperkirakan akan memberikan informasi mengenai pertanggungjawaban sosial karena hal ini akan meningkatkan image perusahaan dan mempengaruhi penjualan.
Klasifikasi tipe industri oleh banyak peneliti sifatnya sangat subyektif dan berbeda-beda. Roberts (1992) dalam (Hackston & Milne, 1996) mengelompokkan perusahaan otomotif, penerbangan dan minyak sebagai industri yang high-profile. Sedangkan (Diekers & Perston, 1977) dalam (Hackston & Milne, 1996) mengatakan bahwa industri ekstraktif merupakan industri yang high-profile. Patten (1991) dalam Hackston & Milne (1996) mengelompokkan industri pertambangan, kimia dan kehutanan sebagai industri yang high-profile. Atas dasar pengelompokkan di atas, penelitian ini kemudian mengelompokkan
(51)
industri konstruksi, pertambangan, pertanian, kehutanan, perikanan, kimia, otomotif, barang konsumsi, makanan dan minuman, kertas, farmasi dan plastik sabagai industri yang high-profile.
Jadi dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan sosial dalam laporan tahunan Perusahaan Tambang yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
2.2.11. Pengaruh Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham Heinze (1976) dalam (Hackston & Milne, 1996). Sehingga semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosial Bowman & Haire (1976) dan Preston (1978) dalam Hackston & Milne (1996). Hackston & Milne (1996) menemukan tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat profitabilitas dengan pengungkapan informasi sosial. Belkaoui & Karpik (1989) mengatakan bahwa dengan kepeduliannya terhadap masyarakat (sosial) menghendaki manajemen untuk membuat perusahaan menjadi profitable. Vence (1975) dalam Belkaoui & Karpik (1989) mempunyai pandangan yang berkebalikan, bahwa pengungkapan sosial perusahaan justru memberikan kerugian kompetitif (competitive disadvantage)
(52)
karena perusahaan harus mengeluarkan tambahan biaya untuk mengungkapkan informasi sosial tersebut.
Jadi dapat disimpulkan bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap pengungkapan sosial dalam laporan tahunan Perusahaan Tambang yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
2.3. Kerangka Pikir
Gambar 2.1. Diagram Kerangka Pikir Leverage
(X1)
Ukuran Perusahaan (X2)
Profitabilitas (X3)
Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
(53)
2.4. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan teori diatas, dapat disimpulkan hipotesis pada penelitian ini adalah :
1. Diduga bahwa tingkat leverage berpengaruh negatif terhadap pengungkapan sosial dalam laporan tahunan Perusahaan Tambang yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
2. Diduga bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan sosial dalam laporan tahunan Perusahaan Tambang yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
3. Diduga bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap pengungkapan sosial dalam laporan tahunan Perusahaan Tambang yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(54)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Agar variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat diukur, serta unutk menghindari adanya kesalahpahaman dan penafsiran makna yang berbeda, maka variabel dalam penelitian ini harus diberi definisi. Adapun definisi dari variabel – variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
3.1.1. Kebijakan hutang (X1)
Kebijakan hutang (X1) adalah pengorbanan manfaat ekonomi yang akan timbul dimasa yang akan datang yang disebabkan oleh kewajiban-kewajiban disaat sekarang dari suatu badan usaha yang akan dipenuhi dengan mentransfer aktiva atau memberikan jasa kepada badan usaha lain dimasa datang sebagai akibat dari transaksi-transaksi yang sudah lalu, dengan satuan rupiah.
Kebijakan Utang =
Asset Total
Debt Total
3.1.2. Ukuran Perusahaan (X2)
Menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang dilihat dari besarnya nilai total asset. Semakin besar total asset perusahaan maka akan semakin besar pula ukuran perusahaan tersebut. Memiliki total asset yang
(55)
besar akan memudahkan perusahaan dalam masalah pendanaan. Proxy yang digunakan dalam variabel ini adalah total aktiva perusahaan. Dalam penelitian ini total aktiva yang digunakan adalah dalam milyaran rupiah, dengan satuan rupiah. Variabel ini diukur dengan jumlah total asset, dengan rumus :
Ukuran Perusahaan = Total Assets.
3.1.3. Profitability (X3)
Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kapada pemegang saham Variabel ini didifinisikan sebagai ratio of operating income to total assset. ROA (Return On Asset) digunakan sebagai ukuran profitabilitas, dengan satuan rupiah., dengan rumus :
Profitability =
Asset Total
Income Operating
3.1.4. Pengungkapan Biaya Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Y)
Pengungkapan Biaya Tanggung Jawab Sosial Perusahaan adalah proses pengkomunikasian efek-efek sosial dan lingkungan atas tindakan-tindakan ekonomi perusahaan pada kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat dan pada masyarakat secara keseluruhan, dengan satuan rupiah.
(56)
3.2. Populasi dan Sampel a. Populasi
Populasi adalah sejumlah unsur-unsur dimana suatu kesimpulan akan disusun (Emory dan Cooper, 1998). Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh perusahaan sub sektor Tambang yang telah terdaftar (listing) di BEI. Dipilihnya satu kelompok industri yaitu industri TAMBANG sebagai populasi dimaksudkan untuk menghindari bias yang disebabkan oleh efek industri (industrial effect), dan selain itu sektor TAMBANG memiliki jumlah terbesar perusahaan dibandingkan sektor lainnya. Penelitian ini menggunakan 13 perusahaan tambang yang terdaftar di BEI, pengambil periode analisis 2007 sampai tahun 2009 dengan kondisi perusahaan yang mengungkapan biaya sosial.
b. Sampel
Metode pengambilan sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode judgement sampling, yaitu salah satu bentuk purposive sampling dengan mengambil sampel yang telah ditentukan sebelumnya berdasarkan maksud dan tujuan penelitian.
Adapun kriteria-kriteria yang digunakan dalam penelitian sampel adalah:
1. Perusahaan Tambang yang terdaftar di BEI dan sahamnya aktif diperdagangkan sampai 2007 sampai tahun 2009 dengan kondisi perusahaan yang mengungkapan biaya sosial.
(57)
2. Perusahaan tersebut menerbitkan laporan keuangan tahunan 2007 sampai tahun 2009 dengan kondisi perusahaan yang mengungkapan biaya sosial, serta menyerahkan laporan tahunannya dan telah mempublikasikannya berturut-turut.
3. Informasi pengungkapan sosial diungkapkan pada laporan tahunan perusahaan yang bersangkutan sampai 2007 sampai tahun 2009 dengan kondisi perusahaan yang mengungkapan biaya sosial.
Oleh karena itu dalam penelitian ini menggunakan 8 perusahaan tambang yang terdaftar di BEI
3.3. Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis dan Sumber Data
Periode data yang digunakan adalah sampai 2007 sampai tahun 2009 dengan kondisi perusahaan yang mengungkapan biaya sosial, diharapkan selama periode tersebut perusahaan sudah mengungkapkan Informasi mengenai lingkungan sekitar tempat usahanya secara konsisten, yang berhubungan dengan pengungkapan sosial.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari: ICMD (Indonesian capital market directory) untuk mengetahui Informasi pengungkapan sosial yang diungkapkan
3.3.2. Metode Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan cara :
(58)
1. Dokumentasi
Metode penelitian ini dilakukan dengan mengambil data dari dokumen-dokumen berupa informasi data perusahaan dan data lainnya yang berhubungan dengan penelitian.
2. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan adalah penelitian yang mempelajari tentang catatan-catatan perusahaan dan literatur–literatur pendukung berupa buku– buku teks maupun jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini, sebagai pembantu pemecahan guna membahas masalah–masalah yang dihadapi dalam penulisan ini.
3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis 3.4.1. Teknik Analisis
Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linier berganda. Persamaan regresi linier berganda ini digunakan untuk menggambarkan secara spesifik keterkaitan dari variabel – variabel penelitian
Rumusnya adalah :
Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + e Dimana :
X1 = Tingkat Leverage X2 = Ukuran Perusahaan X3 = Profitabilitas
Y = Indeks Pengungkapan tanggung jawab sosial Βo = kontant
(59)
Β1,β2,β3 = koefisien regresi
e = estimasi error dari masing – masing variable
3.4.2. Uji Normalitas
Uji Normalitas digunakan untuk mengetahui apakah suatu data mengikuti sebaran normal atau tidak. Untuk mengetahui apakah data mengikuti sebaran normal, dapat dilakukan dengan menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov.
Menurut Santoso (2002:214) pedoman dalam mengambil keputusan apakan sebuah distribusi data mengikuti distribusi normal adalah:
1. Jika nilai signifikan (nilai probabilitasnya) < 5% maka distribusi tidak normal.
2. Jika nilai signifikan (nilai probabilitasnya) > 5% maka distribusi normal.
3.4.3. Uji Asumsi Klasik
Untuk mendukung keakuratan hasil model regresi, maka perlu dilakukan penelusuran terhadap asumsi klasik yang meliputi asumsi multikolinieritas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. Hasil dari asumsi klasik tersebut adalah sebagai berikut :
(60)
1. Multikolinearitas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam persamaan regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (independent). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Deteksi adanya multikolinieritas dapat dilihat dari besaran VIF (Varians Inflation Factor), yaitu : (Ghozali, 2005 : 91)
1. Jika besaran VIF < 10 maka tidak terjadi multikolinieritas. 2. Jika besaran VIF > 10 maka terjadi multikolinieritas. 2. Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lainnya. Jika varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan lain berbeda, maka disebut terdapat heteroskedastisitas. Metode regresi yang baik seharusnya tidak terjadi heteroskedastistitas. (Ghozali, 2005 : 109). Sedangkan kriteria pengujiannya adalah:
a. Nilai probabilitas > 0,05 berarti bebas dari heteroskedastisitas. b. Nilai probabilitas < 0,05 berarti terkena dari heteroskedastisitas. 3. Autokorelasi
Autokorelasi adalah korelasi (hubungan) yang terjadi diantara anggota – anggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu (seperti pada data return waktu atau time series data) atau yang tersusun dalam rangkaian ruang (seperti pada data silang waktu atau cross sectional).. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam
(61)
suatu regresi linear ada korelasi kesalahan penganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi maka perlu dilihat tabel Durbin Watson dengan jumlah variabel bebas ( k ) dan jumlah data ( n ) sehingga diketahui dL dan du maka dapat diperoleh distribusi daerah keputusan atau tidak terjadi autokorelasi (Ghozali, 2005: 96).
Kriteria pengujian Durbin Watson dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 3.1 : Autokorelasi
Durbin Watson Kriteria 0 < DW < dL
dL < DW < du du < DW < 4-du 4-du < DW < 4-dL 4-dL < DW < 4-
Ada autokorelasi positif Tanpa kesimpulan Tidak ada autokorelasi Tanpa kesimpulan Ada autokorelasi negatif Sumber : Ghozali, 2005 : 96
3.4.4. Pengujian Hipotesis
Pengujian terhadap hipotesis yang diajukan meliputi : 1. Uji F
Untuk menguji kesesuain model regresi dalam penelitian ini diuji dengan uji F. Dengan prosedur sebagai berikut :
(62)
a) tingkat leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sosial dalam laporan tahunan Perusahaan Tambang.
Ho : β0 = β1 = β2 = β3 = 0
tingkat leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan sosial dalam laporan tahunan Perusahaan Tambang.
Hi : β0≠β1≠β2≠β3≠ 0
b) Dalam penelitian ini digunakan tingkat signifikansi 0,05 dan derajat kebebasan (n – k – 1), dimana n adalah jumlah pengamatan dan k adalah jumlah variabel.
c) Fhitung =
d) Dengan kaidah pengujian :
Apabila Fhitung > Ftabel maka Ho ditolak dan Hi diterima, artinya secara simultan variabel independennya mempengaruhi variabel dependennya.
Apabila Fhitung < Ftabel maka Hi ditolak dan Ho diterima, artinya secara simultan variabel independennya tidak mempengaruhi variabel dependennya.
2. Uji t
a) Ho : β0 = β1 = β2 = β3 = 0 Hi : β0≠β1≠β2≠β3≠ 0
R2 / (k – 1) (1 – R2) / (n – k)
(63)
Kepemilikan manajemen, tingkat leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sosial dalam laporan tahunan Perusahaan Tambang.
Kepemilikan manajemen, tingkat leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan sosial dalam laporan tahunan Perusahaan Tambang.
b) Dalam penelitian ini digunakan tingkat signifikansi 0,05 dan derajat kebebasan (n – k – 1), dimana n adalah jumlah pengamatan dan k adalah jumlah variabel.
c) thitung =
Dimana : βi = koefisien regresi Se = standar error d) Dengan kaidah pengujian :
Apabila thitung > ttabel maka Ho ditolak dan Hi diterima, artinya secara parsial variabel independennya mempengaruhi variabel dependennya.
Apabila thitung < ttabel maka Hi ditolak dan Ho diterima, artinya secara parsial variabel independennya tidak mempengaruhi variabel dependennya.
Βi Se(βi)
(64)
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian 4.1.1. PT Aneka Tambang Tbk
Perusahaan Perseroan (Persero) PT Aneka Tambang Tbk (“Perusahaan”) didirikan dengan nama “Perusahaan Negara (PN) Aneka Tambang” di Republik Indonesia pada tanggal 5 Juli 1968 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 1968. Pendirian tersebut diumumkan dalam Tambahan No. 36, Berita Negara No. 56, tanggal 5 Juli 1968. Pada tanggal 14 September 1974, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1974, status Perusahaan diubah dari Perusahaan Negara menjadi Perusahaan Negara Perseroan Terbatas (“Perusahaan Perseroan”) dan sejak itu dikenal sebagai “Perusahaan Perseroan (Persero) Aneka Tambang”.
Berdasarkan Pasal 3 anggaran dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan perusahaan terutama bergerak dalam bidang pertambangan berbagai jenis bahan galian serta menjalankan usaha dibidang industri, perdagangan, pengangkutan, dan jasa lainnya yang berkaitan dengan pertambangan berbagai jenis bahan galian tersebut.
Kantor pusat Perusahaan berkedudukan di Jakarta. Saat ini, Perusahaan mengoperasikan enam unit pertambangan yang masing-masing
(65)
Tenggara (nikel); Pulau gebe, Maluku (nikel); Pulau Gee, Maluku (nikel); Cilacap, Jawa Tengah (pasir besi); dan gunung Pongkor, Bogor, Jawa Barat (emas). Perusahaan juga mengoperasikan unit pengolahan dan pemurnian logam mulia serta unit geologi di Jakarta.
4.1.2. PT Elnusa Tbk
PT Elnusa Tbk (Perusahaan) didirikan dengan nama PT Electronika Nusantara pada tanggal 25 Januari 1969 berdasarkan Akta Notaris Tan Thong Kie, S.H., No. 18 tanggal 25 Januari 1969 jo Akta Notaris No. 10 tanggal 13 Februari 1969 oleh notaris yang sama. Akta pendirian ini telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia melalui Surat Keputusan No. J.A.5/18/24 tanggal 19 Februari 1969 serta telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 35, Tambahan No. 58 tanggal 2 Mei 1969. Anggaran Dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, perubahan Anggaran Dasar terakhir kali berdasarkan Akta Notaris Aulia Taufani, S.H. (pengganti Notaris Sutjipto, S.H., M.Kn.) No. 29 tanggal 6 Mei 2009 yang meliputi antara lain perubahan mengenai pengeluaran saham, Rapat Umum Pemegang Saham, pengangkatan, pemberhentian, tugas dan wewenang direksi dan dewan komisaris serta pembagian dividen. Perubahan Anggaran Dasar ini telah diberitahukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dan
(66)
08671 tanggal 25 Juni 2009.
Saat ini, Perusahaan beroperasi dalam bidang jasa hulu migas dan penyertaan saham pada Anak perusahaan dan perusahaan asosiasi yang bergerak dalam berbagai bidang usaha, yaitu jasa dan perdagangan penunjang hulu migas, jasa dan perdagangan hilir migas, jasa pengolahan dan penyimpanan data migas, pengelolaan aset lapangan migas dan jasa telekomunikasi. Perusahaan juga beroperasi dalam bidang penyediaan barang dan jasa kepada Anak perusahaan dan perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa serta penyediaan dan pengelolaan ruang perkantoran.
4.1.3. PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk
PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk (“Perusahaan”) (“PTBA”) didirikan pada tanggal 2 Maret 1981, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 1980 dengan Akta Notaris Mohamad Ali No. 1, yang telah diubah dengan Akta Notaris No. 5 tanggal 6 Maret 1984 dan No. 51 tanggal 29 Mei 1985 dari notaris yang sama. Akta pendirian dan perubahan tersebut disahkan oleh Menteri Kehakiman dalam Surat Keputusan No. C2-7553- HT.01.04.TH.85 tanggal 28 Nopember 1985 serta diumumkan dalam Berita Negara No. 33, Tambahan No. 550, tanggal 25 April 1986. Anggaran dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, yang terakhir mengenai penyesuaian seluruh Anggaran Dasar
(67)
Perseroan Terbatas (“PT”) dan nama Perusahaan dapat disingkat menjadi PT Bukit Asam (Persero) Tbk. Perubahan tersebut disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. AHU- 50395.AH.01.02.Tahun 2008 tanggal 12 Agustus 2008 serta diumumkan dalam Berita Negara No. 76, Tambahan No. 18255 tanggal 19 September 2008.
Perusahaan dan anak-anak Perusahaan (bersama-sama disebut “Grup”) bergerak dalam bidang industri tambang batubara, meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan, pemurnian, pengangkutan dan perdagangan, pemeliharaan fasilitas dermaga khusus batubara baik untuk keperluan sendiri maupun pihak lain, pengoperasian pembangkit listrik tenaga uap baik untuk keperluan sendiri ataupun pihak lain dan memberikan jasa-jasa konsultasi dan rekayasa dalam bidang yang ada hubungannya dengan industri pertambangan batubara beserta hasil olahannya.
4.1.4. PT Timah (Persero) Tbk
PT Timah (Persero) Tbk. (Perusahaan) didirikan pada tahun 1976 berdasarkan akta notaris Imas Fatimah, SH, No. 1 tanggal 2 Agustus 1976. Anggaran Dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan akta notaris No. 34 tanggal 16 Juni 2008 dari Amrul Partomuan Pohan, SH, Lex Legibus Magister, notaris di Jakarta, dalam
(1)
aktiva mempengaruhi pengungkapan pertanggungjawaban sosial perusahaan.
Hipotesis yang ketiga Profitabilitas perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan pertanggungjawaban sosial perusahaan. Hasil ini menunjukkan bahwa pada perusahaan tambang laba yang diperoleh begitu besar dan tidak sama sekali mengganggu keuangan perusahaan jika menyisihkan untuk tanggung jawab social, karena dengan kepeduliannya terhadap masyarakat (sosial), pihak manajemen menganggap akan mendapat perlindungan dari masyarakat dan akan membuat perusahaan menjadi lebih profitable. Artinya bahwa profitabilitas yang diproksikan dalam net profit margin perusahaan secara positif berpengaruh terhadap luas pengungkapan pertanggungjawaban sosial. Hal ini mendukung penelitian Hackston dan Milne (1996), yang menemukan ada hubungan yang signifikan antara tingkat profitabilitas dengan pengungkapan informasi sosial.
(2)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta pembahasan hasil penelitian pada bab terdahulu dapat diambil beberapa kesimpulan dari penelitian, yaitu sebagai berikut:
1. Leverage tidak berpengaruh terhadap Pengungkapan Biaya Sosial pada perusahaan tambang.
2. Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap Pengungkapan Biaya Sosial pada perusahaan tambang.
3. Profitability berpengaruh terhadap Pengungkapan Biaya Sosial pada perusahaan tambang.
5.2. Saran
Berdasarkan penelitian yang dilakukan maupun kesimpulan dari hasil penelitian yang diperoleh dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut:
1. Lebih mengembangkan penelitian dengan melakukan penambahan variabel-variabel baru seperti devidend payout, liquidity, dan earning variability yang mempengaruhi pengungkapan biaya social seperti
(3)
2. Dari hasil penelitian ini diperoleh nilai tidak berpengaruh, disarankan pada penelitian yang akan datang dapat menambah jumlah amatan dengan cara menambah periode pengamatan serta jenis perusahaan yang diteliti dan variable diluar penelitian
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Buku / Teks :
Alhusin, Sahri. 2003. Aplikasi Statistik Praktis dengan SPSS. 10 for Windows. Edisi Revisi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Beets, S. Douglas and Christopher C. Souther. 1999. Corporate Environmental Reprots: The Need for Standards and an Environmental Assurance Service. Accounting Horizons. Vol 13, No. 2, p. 129-145.
Belkaoui, Ahmed and Philip G. Karpik. 1989. Determinants of the Corporate Decision to Disclose Sosial Information. Accounting, Auditing and Accountability Journal. Vol. 2, No. 1, p. 36- 51
Burritt, Roger L and Stephen Welch. 1997. Accountability for Environmental Performance of the Australian Commonwealth Public Sector. Accounting, Auditing and Accountability Journal. Vol. 10, No. 4, p. 532-562.
Chwastiak, Michele. 1999. Deconstructing the Pincipal-Agent Model: A View From the Bottom. Critical Perspectives on Accounting. Vol. 10, p. 425-441
Owen, David. 2005. CSR After Enron: A Role for the Academic Accounting Profession?. Working Paper. Sosial Science Research Network.
Scott, William R. 1997. Financial Accounting Theory. New Jersey: Prentice Hall.
Jurnal :
Darwin, Ali. 2004. Penerapan Sustainability Reporting di Indonesia. Konvensi
Nasional Akuntansi V, Program Profesi Lanjutan. Yogyakarta, 13-15
Desember.
Deegan, Craig and Michaela Rankin. 1997. The Materiality of Environmental Information to Users of Annual Reports. Accounting, Auditing and Accountability Journal. Vol. 10, No. 4, p. 562-584.
Ema. 2004. Penerapan Sustainability Reporting di Indonesia. Konvensi Nasional
Akuntansi V, Program Profesi Lanjutan. Yogyakarta, 13-15 Desember.
(5)
Finch, Nigel. 2005. The Motivations for Adopting Sustainability Disclosure. Macquaarie Graduate School of Management. Social Science Research Network.
Fitriany. 2001. Signifikansi Perbedaan Tingkat Kelengkapan Pengungkapan Wajib dan Sukarela pada Laporan Keuangan Perusahaan Publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi IV. Bandung. 30-31 Agustus.
Gallhover, Sonja and Jim Haslam. 1997. The Direction of Green Accounting Policy: Critical Reflections. Accounting, Auditing and Accountability Journal. Vol. 10, No. 2, p. 148-174.
Gray, Rob; Colin Dey; Dave Owen; Richard Evans and Simon Zadek. 1997. Struggling with the Praxis of Social Accounting: Stakeholders, Accountability, Audits and Procedures. Accounting, Auditing and Accountability Journal. Vol. 10, No. 3, p. 325-364.
Gray, Rob; Dave Owen and Keith Maunders. 1988. Corporate Social Reporting: Emerging Trends in Accountability and the Social Contract. Accounting, Auditing and Accountability Journal. Vol. 1, No. 1, p. 6- 20
Gray, Rob; Reza Kouhy and Simon Lavers. 1995. Corporate Social and Environmental Reporting: A Review of Literature and a Longitudinal Study of UK Disclosure. Accounting, Auditing and Accountability Journal. Vol. 8, No. 2, p. 47-77
Hackston, David and Markus J. Milne. 1996. Some Determinants of Social and Environmental Disclosure in New Zealand Companies. Accounting, Auditing and Accountability Journal. Vol. 9, No. 1, p. 77-108
Hair, Joseph H., Rolph Anderson, Ronald L. Tatham dan William C. Black. 1998. Multivariate Data Analysis. Edisi 5. New ersey: Prentice Hall.
Hill, Charles W.L. and Thomas M. Jones. 1992. Stakeholder-Agency Theory. Journal of Management Studies. Vol. 29, No. 2, p. 131-154.
Hughes II, K.E. 2000. The Value Relevance of NonFinancial Mesures of Air Pollution in the Electric Utility Industry. The Accounting Review. Vol. 75, No. 2, p. 209-228.
Jensen, M.C. and Meckling. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs, dan Ownership Structure. Journal of Financial Economics. Vol 3, p. 305-360.
(6)
Jorgensen, Bjorn N. and Michael T. Kischenheiter. 2003. Discretionary Risk Disclosure. The Accounting Review. Vol. 78, No. 2, p. 449-469.
Joshi, Satish; Ranjani Krishnan, and Lester Lave. 2001. Estimating the Hidden Cost of Environmental Regulation. The Accounting Review. Vo. 76, No. 2, Aapril, p. 171-198.
Komar, Seful. 2004. Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial (Social Responsibility Accounting) dan Korelasinya dengan Akuntansi Islam. Media Akuntansi. Edisi 42/Tahun XI, hal. 54-58.
Lehman, Glen. 1999. Disclosing New Worlds: A Role for Social and Environmental Accounting and Auditing. Accounting, organizations and Society. Vol. 24, p. 217-241
Lewis, Linda and Jeffrey Unerman. 1999. Ethical Relativism: A Reason for Differences in Corporate Social Reporting. Critical Perspectives on Accounting. Vol. 10, p. 521-547
Mangos, Nicholas C. and Neil R. Lewis. 1995. A Socio-Economic Paradigm for Analysing Managers’Accounting Choice Behaviour. Accounting, Auditing and Accountability Journal. Vol. 8, No. 1, p. 38-62
Mardiyah, Aida Ainul. 2002. Pengaruh Informasi Asimetri dan Disclosure terhadap Cost of Capital. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 5 No. 2, Mei, hal. 229-256.
Marwata. 2001. Hubungan Antara Karakteristik Perusahaan dan Kualitas Ungkapan Sukarela dalam Laporan Tahunan Perusahaan Publik di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi IV. Bandung. 30-31 Agustus. Mathews, M.R. 1997. Twenty-Five Years of Social and Environmental
Accounting Research: Is there a Silver Jubilee to Celebrate? Accounting, Auditing and Accountability Journal. Vol. 10, No. 4, p. 481-531.
Simanjuntak, Binsar H. dan Lusi Widiastuti. 2004. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 7, No. 3, September, hal. 251-366.
Suharto, Harry. 2004. Standar Akuntansi Lingkungan: Kebutuhan Mendesak. Media Akuntansi. Edisi 42/Tahun XI, hal. 4-5.