PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJEMEN, TINGKAT LEVERAGE, UKURAN PERUSAHAAN DAN PROFITABILITAS TERHADAP PENGUNGKAPAN SOSIAL DALAM LAPORAN TAHUNAN PERUSAHAAN TAMBANG DI BURSA EFEK INDONESIA.

(1)

i

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang merupakan salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur dengan judul “PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJEMEN, TINGKAT LEVERAGE, UKURAN PERUSAHAAN DAN PROFITABILITAS TERHADAP PENGUNGKAPAN SOSIAL DALAM LAPORAN TAHUNAN PERUSAHAAN TAMBANG DI BURSA EFEK INDONESIA”

Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dari beberapa pihak, maka akan sulit bagi penulis untuk dapat menyusun skripsi ini. Sehubungan dengan hal itu, maka dalam kesempatan istimewa ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam mendukung kelancaran penulisan skripsi baik berupa dukungan, doa maupun bimbingan yang telah diberikan. Secara khusus penulis dengan rasa hormat yang mendalam mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP, selaku Rektor Univesitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur, SE. MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan “Veteran” Jawa Timur.


(2)

ii

Akuntansi Universitas Pembangunan “Veteran” Jawa Timur.

5. Bapak Drs. Ec. Saiful Anwar, MSi, selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dalam mengerjakan skripsi.

6. Serta pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran sangat penulis harapkan guna meningkatkan mutu dari penulisan skripsi ini. Penulis juga berharap, penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Surabaya, Oktober 2010


(3)

iii

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL………... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

ABSTRAKSI... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu ... 12

2.2. Landasan Teori ... 15

2.1.1. Pasar Modal ... 15

2.2.1.1. Fungsi dan Peranan Pasar Modal ... 16

2.2.1.2. Jenis-jenis Pasar Modal ... 17

2.2.1.3. Instrumen Pasar Modal ... 19

2.2.2. Laporan Keuangan... 21

2.2.2.1. Jenis Laporan Keuangan ... 22

2.2.2.2. Tujuan Laporan Keuangan... 25

2.2.2.3. Rasio Keuangan Perusahaan ... 26

2.2.3. Corporate Social Responsibility (CSR) ... 29

2.2.4. Pengungkapan sosial sebagai tanggung jawab perusahaan ... 32


(4)

iv

2.2.10. Pengaruh Karakteristik Perusahaan Dan

Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 44

2.3. Kerangka Pikir ... 49

2.4. Hipotesis... 49

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional ... 50

3.1.1. Kepemilikan Manajerial (X1) ... 50

3.1.2. Kebijakan Hutang (X2) ... 51

3.1.3. Ukuran Perusahaan (X3) ... 51

3.1.4. Profitability (X4) ... 52

3.1.5. Pengungkapan Biaya Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Y) ... 52

3.2. Populasi dan Sampel ... 52

3.3. Teknik Pengumpulan ... 54

3.3.1. Jenis dan Sumber data ... 54

3.3.2. Metode Pengumpulan data ... 55

3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 56

3.4.1. Teknik Analisis ... 56

3.4.2. Uji Normalitas ... 56

3.4.3. Uji Asumsi Klasik ... 57

3.4.4. Pengujian Hipotesis... 59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN KESIMPULAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 62

4.1.1. PT. Aneka Tambang Tbk... 62


(5)

v

4.2.2. Deskripsi Mengenai Kebijakan Hutang... 68

4.2.3. Deskripsi Mengenai Ukuran Perusahaan... 70

4.2.4. Deskripsi Mengenai Profitability... 72

4.2.5. Deskripsi Mengenai Pengungkapan Biaya Sosial ... 74

4.2.6. Hasil Pengujian Normalitas ... 76

4.2.7. Hasil Pengujian Asumsi Klasik ... 77

4.2.7.1.Multikolinieritas... 77

4.2.7.2.Heteroskedastisitas... 78

4.2.7.3. Autokorelasi ... 80

4.2.8. Hasil Pengujian Regresi Linier Berganda... 81

4.2.9. Teknik Analisis ... 83

4.2.9.1. Hasil Uji F... 83

4.2.9.2. Hasil Uji t ... 84

4.3. Analisis Hasil Penelitian... 85

4.4. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu... 88

4.5. Keterbatasan Penelitian... 89

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 88

5.2. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(6)

vi

4.1. : Data Kepemilikan Manajerial Perusahaan Tambang di Bursa Efek

Indonesia ... 67

4.2. : Data Kebijakan Hutang Perusahaan Tambang di Bursa Efek Indonesia………... 69

4.3. : Data Total Asset Perusahaan Tambang di Bursa Efek Indonesia … 71

4.4. : Data Profitability Perusahaan Tambang di Bursa Efek Indonesia.. 73

4.5. : Data Pengungkapan Biaya Sosial Perusahaan Tambang di Bursa Efek Indonesia……… 75

4.6. : Hasil Pengujian Normalitas……….. 77

4.7. : Hasil Pengujian Multikolinieritas...……….. 78

4.8. : Hasil Pengujian Hetetoskedastisitas..……….. 79

4.9. : Hasil Pengujian Autokorelasi……….. 80

4.10. : Hasil Pengujian Regresi Linear Berganda……….. 81

4.11. : Hasil Uji F……… 83

4.12. : Hasil R2………... 84

4.13. : Hasil Uji T ………... 84


(7)

vii


(8)

viii

Lampiran 3 : Uji Asumsi Klasik Multikolineritas, Uji Asumsi Autokorelasi, Non Parametric Correlations


(9)

ix

BURSA EFEK INDONESIA

Oleh:

Mochammad Setyadi Abstrak

Seiring dengan perkembangan konsep manejemen, para akuntan juga membicarakan bagaimana permasalahan tanggung jawab sosial ini dapat diadaptasikan dalam ruang lingkup akuntansi (Maksum dalam Kholis, 2002:28), sehingga tujuan utama pelaporan keuangan guna memberikan informasi kepada para pemegang saham dan kreditur menjadi ikut bergeser pula kearah kecenderungan bahwa perlunya pelaporan yang bersifat dari luar organisasi perusahaan (externality) dalam rangka memberikan informasi kepada beberapa kelompok orang luar (investor) yang berkepentingan terhadap perusahaan. Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa ide dasar yang melandasi perlunya dikembangkan akuntansi sosial (sosial accounting), secara umum adalah perlunya perluasan tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian ini mempunyai tujuan mengetahui pengaruh, dan menguji secara empiris pengaruh kepemilikan manajemen, tingkat leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas terhadap pengungkapan sosial dalam laporan tahunan Perusahaan Tambang yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh perusahaan sub sektor Tambang yang terdaftar (listing) di BEI. Data yang digunakan dalam penelitian ini jenis data sekunder. Penelitian ini berlandaskan pendekatan kuantitatif dengan tekhnik analisis regreri linier berganda.

Berdasarkan hasil penelitian pada bab terdahulu dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu: Kepemilikan Manajerial, Leverage, Ukuran Perusahaan dan

Profitability tidak berpengaruh terhadap Pengungkapan Biaya Sosial.

Kata kunci: Kepemilikan Manajemen, Tingkat Leverage, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas Dan Pengungkapan Sosial


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Eksistensi suatu perusahaan tidak bias dipisahkan dengan masyarakat sebagai lingkungan eksternalnya. Ada hubungan timbal balik antara perusahaan dengan masyarakat. Perusahaan dan masyarakat adalah pasangan hidup yang saling memberi dan membutuhkan. Kontribusi dan harmonisasi keduanya akan menentukan keberhasilan pembangunan bangsa (Susiloadi, 2008:123). Dua aspek (ekonomi dan sosial) penting harus diperhatikan agar tercipta kondisi sinergis antara keduanya sehingga keberadaan perusahaan membawa perubahan ke arah perbaikan dan peningkatan taraf hidup masyarakat.

Aspek ekonomi, perusahaan harus berorientasi mendapatkan keuntungan (profit) dan dari aspek sosial, perusahaan harus memberikan kontribusi secara langsung kepada masyarakat yaitu meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan lingkungannya (Susiloadi, 2008:123). Perusahaan tidak hanya dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada perolehan keuntungan perusahaan semata, tetapi juga harus memperhatikan tanggung jawab sosial dan lingkungannya. Jika masyarakat (terutama masyarakat sekitar) menganggap perusahaan tidak memperhatikan aspek sosial dan lingkungannya serta tidak merasakan


(11)

kontribusi secara langsung bahkan merasakan dampak negatif dari beroperasinya sebuah perusahaan maka kondisi itu akan menimbulkan resistensi masyarakat atau gejolak sosial (Susiloadi, 2008:123)

Menurut World Council for Sustainable Development definisi

Corporate Social Responsibility (CSR) adalah komitmen berkelanjutan dari bisnis untuk berperilaku dan berkontribusi bagi pembangunan ekonomi, sekaligus meningkatkan kualitas hidup karyawannya, serta masyarakat local ataupun masyarakat luas. Corporate Social

Responsibility (CSR) merupakan konsep dimana perusahaan

mengintegrasikan masyarakat dan lingkungan dalam kegiatan bisnis dan interaksi mereka, dengan para stakeholder dengan dasar sukarela (Handayati,2009:7)

Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan perwujudan komitmen yang dibangun oleh perusahaan untuk memberikan kontribusi pada peningkatan kualitas kehidupan masyarakat. Adanya CSR di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 74 ayat 1 Undang-undang tersebut menyebutkan bahwa ”Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/ atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan”. Dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, pasal 15 (b) menyatakan bahwa ”setiap penanam


(12)

modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan”. (Susiloadi, 2008:2).

Seiring dengan perkembangan konsep manejemen, para akuntan juga membicarakan bagaimana permasalahan tanggung jawab sosial ini dapat diadaptasikan dalam ruang lingkup akuntansi (Maksum dalam Kholis, 2002:28), sehingga tujuan utama pelaporan keuangan guna memberikan informasi kepada para pemegang saham dan kreditur menjadi ikut bergeser pula kearah kecenderungan bahwa perlunya pelaporan yang bersifat dari luar organisasi perusahaan (externality) dalam rangka memberikan informasi kepada beberapa kelompok orang luar (investor, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok, pelanggan, pemerintah, masyarakat) yang berkepentingan terhadap perusahaan. Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa ide dasar yang melandasi perlunya dikembangkan akuntansi sosial (sosial accounting), secara umum adalah perlunya perluasan tanggung jawab sosial perusahaan.

Beberapa penulis seperti Henderson dalam Kholis, (2002:28), menggambarkan beberapa contoh konkrit yang dapat dianggap sebagai

externality, antara lain seperti melaporkan jumlah karyawan, jaminan kesehatan, informasi tentang upaya pencegahan lingkungan, standar kualitas, pengepakan produk ramah lingkungan, penyaluran beasiswa pendidikan, dan kepudulian sosial kepada masyarakat di sekitar daerah industri.


(13)

Permasalahan penting lainnya yang menjadi isu dikalangan para akuntan sehubungan dengan erxternality adalah mengenai seberapa jauh perusahaan harus bertanggung jawab terhadap sosial ekonomi seluruhnya, dan bagaimana perlakuan akuntansi yang tepat untuk menggambarkan transaksi yang terjadi antara perusahaan dengan lingkungan sosialnya tersebut. Di pihak lain, banyak perusahaan dan asosiasi industri berperang untuk mengubah peraturan pemerintah yang baru atau mencoba mengikisnya melalui ketidakpatuhan. Dalam kasus ini, menejemen mungkin merasa bahwa beberapa dari peraturan tersebut, seperti undang-undang perlindungan lingkungan, akan memiliki dampak ekonomi negative terhadap perusahaan mereka karena biaya untuk mematuhi undang-undang tersebut tidak sesuai dengan manfaatnya.

Perusahaan dituntut untuk memberikan informasi mengenai aktivitas sosialnya. Sejauh ini perkembangan akuntansi konvensional

(mainstream accounting) telah banyak dikritik karena tidak dapat

mengakomodir kepentingan masyarakat secara luas, sehingga muncul konsep akuntansi baru yang disebut sebagai Social Responsibility

Accounting (SRA) atau Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial.

Tanggungjawab sosial diartikan bahwa perusahaan mempunyai tanggungjawab pada tindakan yang mempengaruhi konsumen, masyarakat, dan lingkungan (Ivancevic, 1992). Selama ini produk akuntansi dimaksudkan sebagai pertanggungjawaban manajemen kepada


(14)

pemilik saham, kini paradigma tersebut diperluas menjadi pertanggungjawaban kepada seluruh stakeholders.

Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), sebagaimana tertulis dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 (Revisi 1998) paragraph kesembilan secara implisit menyarankan untuk mengungkapkan tanggung jawab akan masalah lingkungan dan sosial.

Penelitian ini menggunakan variabel Kepemilikan manajemen, tingkat leverage, ukuran perusahaan, profitabilitas dan pengungkapan sosial. Hal ini dikarenakan konflik kepentingan antara manajer dengan pemilik menjadi semakin besar ketika kepemilikan manajer terhadap perusahaan semakin kecil (Jensen & Meckling, 1976:44). Dalam hal ini manajer akan berusaha untuk memaksimalkan kepentingan dirinya dibandingkan kepentingan perusahaan. Manajer perusahaan akan mengungkapkan informasi sosial dalam rangka untuk meningkatkan image perusahaan, meskipun ia harus mengorbankan sumber daya untuk aktivitas tersebut (Gray, et al. 1988:5).

Teori keagenan memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio

leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi, karena biaya keagenan perusahaan dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi (Jensen & Meckling, 1976:43). Oleh karena itu perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi memiliki kewajiban untuk melakukan ungkapan yang lebih luas daripada perusahaan dengan rasio leverage


(15)

yang rendah. Supaya laba yang dilaporkan tinggi maka manajer harus mengurangi biaya-biaya (termasuk biaya untuk mengungkapkan informasi sosial).

Teori biaya politis, yang menyatakan bahwa semakin besar biaya politis yang dihadapi oleh perusahaan, maka manajer akan memilih prosedur akuntansi yang dapat menghasilkan laba sekarang lebih rendah dibandingkan laba masa depan. Dengan demikian semakin tinggi biaya politis yang dihadapi perusahaan maka perusahaan akan semakin banyak mengeluarkan biaya untuk mengungkapkan informasi sosial sehingga laba yang dilaporkan menjadi lebih rendah (Watt & Zimmerman, 1990:44)

Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham (Heinze dalam Hackston & Milne, 1996:42). Sehingga semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosial (Bowman dalam Hackston & Milne 1996:22).

Aktivitas investasi merupakan aktivitas yang dihadapkan pada berbagai macam resiko dan ketidakpastian yang seringkali sulit diprediksikan oleh para investor. Resiko merupakan tingkat kerugian yang ditanggung investor dalam melakukan aktivitas investasi sedangkan ketidakpastian adalah suatu hal yang dapat menunjukkan


(16)

Untuk mengurangi kemungkinan resiko dan ketidakpastian yang akan terjadi, investor memerlukan berbagai macam informasi, baik informasi yang diperoleh dari kinerja perusahaan maupun informasi lain yang relevan seperti kondisi ekonomi dan politik dalam suatu negara. Informasi yang diperoleh dari perusahaan lazimnya didasarkan pada kinerja perusahaan yang tercermin dalam laporan keuangan. Sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) 1999 mewajibkan bagi setiap perusahaan (terutama perusahaan publik) wajib menyajikan laporan keuangan, baik laporan keuangan interim/ quarter (unaudit) maupun laporan keuangan tahunan/ annual (audited). Laporan keuangan tahunan (yang telah di audit) antara lain dipublikasikan oleh Indonesian

Capital Market Directory (ICMD) yang memuat laporan neraca dan

laporan laba rugi, serta catatan yang berhubungan dengan laporan keuangan tersebut. Berdasarkan laporan keuangan, investor dapat mengetahui kinerja perusahaan dalam kemampuannya untuk menghasilkan profitabilitas dan besarnya pendapatan dividen perlembar saham (dividend per share).

Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value

added statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor

lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting.


(17)

Begitu juga dengan perusahaan tambang, yang banyak mengeksploitasi sumber daya alam. Hal ini seharusnya bisa diatasi dengan pengeluaran biaya sosial perusahaan. Tetapi pada kenyataannya banyak perusahaan tambang yang belum mencantumkan biaya sosial dalam laporan keuangannya. Berdasarkan tiga belas perusahaan tambang yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia hanya empat perusahaan tambang atau sekitar 30,7% yang melakukan pengungkapan biaya sosial. Oleh karena itu pada penelitian ini menggunakan perusahaan tambang sebagai obyek penelitian.

Hal ini berarti bahwa perusahaan tambang sebagian besar tidak mendukung Undang – Undang Perseoran Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 74 juga mencantumkan kewajiban CSR bagi korporasi yang bergerak pada bidang sumber daya alam. Adanya bentuk kewajiban ini, oleh sebagian korporasi dianggap sebagai beban, selain pajak yang merupakan mandatory atau pengungkapan wajib bagi pelaku bisnis di Indonesia. Pajak merupakan sumber pendanaan bagi pemerintah dalam melaksanakan tanggung jawab Negara untuk mengatasi masalah sosial, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran serta menjadi kontrak sosial antara warga Negara dengan Pemerintah.


(18)

Berikut ini adalah beberapa perusahaan tambang yang mencantumkan kegiatan sosial :

Tabel. 1.1. Data Perusahaan Tambang Yang Melakukan Kegiatan Sosial

No. Perusahaan Tahun Kegiatan Sosial

1. Aneka Tambang, Tbk 2007 12.862.795 2 Tambang Batubara Bukit Asam, Tbk 2007 12.394.000

3 Timah Tbk 2004 4.752

4. Elnusa, Tbk 2008 586.678.382

Sumber : PT. Bursa Efek Indonesia

Masih banyaknya perusahaan tambang yang belum mengungkapkan biaya sosial, membuat beberapa peneliti mengungkapkan adanya pengaruh yang signifikan dalam Perusahaan Tambang, diantaranya adalah pada penelitian Cooke (1992) yang menyebutkan “Pengaruh antara size, status listing, dan jenis industri terhadap luas pengungkapan dalam laporan tahunan”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa size, status listing adalah variabel penjelas yang penting, dan Perusahaan Tambang secara signifikan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan Non Tambang.

Atas dasar penelitian tersebut, maka penulis ingin mengetahui sejauh mana pengaruh karakteristik perusahaan, yang diantaranya adalah Kepemilikan manajemen, tingkat leverage, ukuran perusahaan, profitabilitas dapat mempengaruhi kuantitas pengungkapan sosial Perusahaan Tambang yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia


(19)

1.2. Rumusan Masalah

Perusahaan Tambang adalah perusahaan pengolahan bahan mentah menjadi barang jadi, perusahaan ini perlu melakukan pengungkapan sukarela (pengungkapan sosial). Karena, Perusahaan Tambang selain dekat dengan investor, kreditor, dan pemerintah, perusahaan juga dekat dengan lingkungan sosial. Maka dari itu perlu adanya pengungkapan sosial dalam prakteknya. Untuk itu rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

Apakah kepemilikan manajemen, tingkat leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan sosial dalam laporan tahunan Perusahaan Tambang yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan :

Mengetahui pengaruh, dan menguji secara empiris kepemilikan manajemen, tingkat leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas terhadap pengungkapan sosial dalam laporan tahunan Perusahaan Tambang yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia


(20)

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: a. Bagi Peneliti

Penyusunan skripsi ini diharapkan dapat memperluas wawasan berfikir serta pengetahuan penulis dalam mengembangkan ilmu dan pengetahuan yang sudah diperoleh untuk dilaksanakan di lapangan.

b. Bagi Perusahaan

Diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan penerapan tanggung jawab sosial secara efektif bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia.

c. Bagi Akademis

Sebagai tambahan khasanah perpustakaan dan bahan masukan bagi penelitian lebih lanjut dengan topik yang sama.


(21)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Hasil Penelitian Terdahulu

1. Retno Anggraini (2006) Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan-Perusahaan yang terdaftar Bursa Efek Jakarta)

Peneliti ingin mengetahui sejauh mana perusahaan menunjukkan tanggung jawabnya terhadap kepentingan sosial dengan memberikan informasi sosial serta faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial di dalam laporan keuangan tahunan pada perusahaan-perusahaan di Indonesia.

Hampir semua perusahaan mengungkapkan kinerja ekonominya, hal ini disebabkan oleh dikeluarkannya surat keputusan No. Kep-150/Men/2000 oleh Menteri Tenaga Kerja tentang penyelesaian pemutusan hubungan kerja dan penetapan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan ganti kerugian di perusahaan. Serta dikeluarkannya PSAK No. 57 tentang kewajiban diestimasi, kewajiban kontinjensi dan Aktiva kontinjensi yang berlaku efektif mulai tanggal 1 Januari 2001. Hal ini berarti perusahaan akan mengungkapkan informasi tertentu jika ada aturan yang menghendakinya. Sedangkan pada perusahaan perbankan dan asuransi


(22)

sebagian besar (lebih dari 50%) mengungkapkan informasi mengenai pengembangan sumber daya manusianya dibandingkan dengan industri yang lain. Hal ini karena industri ini sangat tergantung pada kemampuan manusia (karyawan) dalam memberikan jasanya kepada pelanggan. Perusahaan dengan kepemilikan manajemen yang besar dan termasuk dalam industri yang memiliki risiko politis yang tinggi (high-profile)

cenderung mengungkapkan informasi sosial yang lebih banyak dibandingkan perusahaan lain.

2. Sayekti Dan Wondabio (2007) Dengan Judul Pengaruh CSR Disclosure Terhadap Earning Response Coefficient (Suatu Studi Empiris Pada Perusahaan yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta). Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh dari pengungkapan informasi Corporate Social Responsibility (CSR) dalam laporan tahunan perusahan terhadap respon pasar terhadap laba perusahaan (earning response coefficient, ERC).

Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 108 laporan tahunan perusahaan tahun 2005. Pengujian empiris atas sampel tersebut menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan informasi CSR berpengaruh negatif terhadap besarnya ERC. Tujuan dari penelitian adalah untuk menguji pengaruh dari tingkat pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan perusahaan terhadap ERC. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 108 laporan tahunan perusahaan untuk tahun 2005. Kesimpulan dari pengujian analisa regresi berganda yang menggunakan metode regresi ordinary least square (OLS) cross-sectional dengan


(23)

memasukkan variabel beta (sebagai proksi risiko) dan price-to-book value

(sebagai proksi dari growth opportunities) menunjukkan hasil yang

mendukung hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini. Bukti empiris penelitian ini mendukung hipotesa yang menyatakan bahwa tingkat pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan perusahaan berpengaruh negatif terhadap ERC. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa investor mengapresiasi informasi CSR yang diungkapan dalam laporan tahunan perusahaan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukkan bagi para pelaku usaha, investor, lembaga pasar modal terkait, serta para penyusun standar akuntansi bahwa mungkin sudah harus dipertimbangkan untuk mengatur mengenai pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan perusahaan.

Berdasarkan penelitian terdahulu diatas terdapat perbedaan dan persamaan penelitian yang akan dilakukan, perbedaannya terdapat pada waktu, tempat penelitian, dan Variabel bebas penelitian yang digunakan. Sedangkan persamaannya adalah sama – sama membahas mengenai Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan.

Jadi penelitian kali ini bukan merupakan duplikasi dari penelitian sebelumnya, meskipun diakui penelitian terdahulu mampu mendukung penelitian sekarang.


(24)

2.2. Landasan Teori 2.1.1. Pasar Modal

Definisi pasar modal menurut Sunariyah (2004:2) adalah sebagai berikut:

a. Definisi dalam arti luas: Pasar modal adalah kebutuhan system keuangan yang terorganisasi, termasuk bank-bank komersial dan semua perantara di bidang keuangan, serta surat-surat berharga / klaim jangka panjang dan jangka pendek, primer dan yang tidak langsung. b. Dalam arti menengah: Pasar modal adalah semua pasar yang

terorganisasi dan lembaga-lembaga yang memperdagangkan warkat-warkat kredit (biasanya) yang berjangka waktu lebih dari satu tahun termasuk saham-saham, obligasi-obligasi, pinjaman berjangka hipotek dan tabungan serta deposito berjangka.

c. Dalam arti sempit: Pasar modal adalah tempat pasar terorganisir yang memperdagangkan saham-saham dan obligasi-obligasi dengan memakai makelar, komisioner dan para underwriter.

Secara umum Sunariyah (2004:3) juga menyebutkan pengertian pasar modal adalah pasar abstrak sekaligus pasar konkret dengan barang yang diperjualbelikan adalah dana yang bersifat abstrak, dan bentuk konkretnya adalah lembar-lembar surat berharga di bursa efek.


(25)

2.2.1.1. Fungsi dan Peranan Pasar Modal

Menurut Husnan (2009:4) pasar modal menjalankan fungsi ekonomi dan keuangan, dalam melaksanakan fungsi ekonominya, pasar modal menyediakan fasilitas untuk memindahkan dana dari lender ke

borrower, sedangkan fungsi keuangan dilakukan dengan menyadiakan

dana tanpa harus terikat langsung dalam kepemilikan aktiva riil yag diperlukan untuk investasi tersebut.

Widiatmodjo (2006:14) menjelaskan peranan pasar modal dalam kegiatan ekonomi yaitu menjadi salah satu sumber untuk kemajuan ekonomi. Hal ini disebabkan karena pasar modal dapat menjadi sumber dana alternatif bagi perusahaan – perusahaan dan digolongkan sebagai sumber pembiayaan modern.

Secara umum dapat dijelaskan bahwa dengan adanya pasar modal, maka perusahaan – perusahaan akan lebih mudah memperoleh dana sehingga kegiatan ekonomi di berbagai sektor dapat ditingkatkan. Terjadinya peningkatan kegiatan ekonomi, akan menciptakan dan mengembangkan lapangan kerja yang luas yang dengan sendirinya dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, sehingga secara langsung dapat berpengaruh dalam mengurangi jumlah pengangguran.

Dijualnya saham di pasar modal berarti masyarakat diberi kesempatan untuk memiliki dan menikmati keuntungan yang diperoleh perusahaan, dengan kata lain pasar modal dapat membantu pemerintah ingin meng-Indonesia-kan akan kultur ekonomi yang sehat.


(26)

2.2.1.2. Jenis-jenis Pasar Modal

Penjualan saham kepada masyarakat dapat dilakukan dengan beberapa cara, umumnya penjualan dilakukan sesuai dengan jenis ataupun bentuk pasar modal dimana sekuritas tersebut diperjual belikan. Menurut Sunariyah (2004:10), jenis-jenis pasar modal tersebut ada beberapa macam, yaitu:

a. Pasar Perdana (primary market)

Pasar perdana adalah penawaran saham dari perusahaan yang menerbitkan saham (emiten) kepada investor selama waktu yang

ditetapkan oleh pihak yang menerbitkan sebelum saham tersebut diperdagangkan di pasar sekunder. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa pasar perdana merupakan pasar modal yang memperdagangkan saham-saham atau sekuritas lainnya yang dijual untuk pertama kalinya (penawaran umum) sebelum saham dicatatkan di bursa. Harga saham di pasar perdana ditentukan oleh penjamin emisi dan perusahaan yang akan go public (emiten) berdasarkan analisis fundamental perusahaan

yang bersangkutan. Peranan penjamin emisi pada pasar perdana selain menentukan harga saham, juga melaksanakan penjualan saham kepada masyarakat sebagai calon investor. Dari uraian diatas menegaskan bahwa saham yang diterbitkan emiten pertama kali dan dari hasil penjualan saham tersebut keseluruhannya sebagai modal perusahaan.


(27)

b. Pasar Sekunder (secondary market)

Pasar sekunder didefinisikan sebagai perdagangan saham setelah melewati masa penawaran pada pasar perdana. Harga saham di pasar sekunder ditentukan oleh permintaan dan penawaran antara pembeli dan penjual. Jadi, pasar sekunder merupakan pasar dimana saham dan sekuritas lain diperjualbelikan secara luas, setelah melalui masa penjualan di pasar perdana. Dibandingkan dengan perdagangan pasar perdana, perdagangan pasar sekunder mempunyai volume perdagangan yang jauh lebih besar. Namun demikian, hasil penjualan saham disini biasanya tidak lagi masuk modal perusahaan.

c. Pasar ketiga (third market)

Pasar ketiga adalah tempat perdagangan saham atau sekuritas lain di luar bursa (over the counter market). Di Indonesia, pasar ketiga ini

disebut bursa pararel. Dimana menurut Pakdes 1989 bursa pararel merupakan suatu sistem perdagangan efek yang terorganisasi oleh Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek dengan diawasi oleh badan Pengawasan Pasar Modal.

d. Pasar Keempat (fourth market)

Pasar keempat merupakan bentuk perdagangan efek antara investor atau dengan kata lain pengalihan saham dari pemegang saham ke pemegang lainnya tanpa melalui perantara pedagang efek. Bentuk transaksi dalam


(28)

perdagangan semacam ini biasanya dilakukan dalam jumlah besar (block sale).

2.2.1.3. Instrumen Pasar Modal

Pada umumnya dana – dana yang diperjualbelikan adalah berupa surat – surat berharga yang terdiri dari berbagai macam bentuk. Bentuk – bentuk surat berharga ini disebut dengan efek.

Pengertian efek menurut UU RI No 8 tahun 1995, tentang efek yang dikutip oleh Husnan (2009:3). Efek adalah selembar kertas yang menunjukan hak pemegang surat tersebut untuk memperoleh bagian dari prospek atau kekayaan lembaga yang menerbitkan sekuritas tersebut. Instrumen pasar modal menurut Sunariyah yang dikutip oleh Paris Ma’ruf (2002) adalah :

1. Saham

Saham adalah bukti tanda kepemilikan atas suatu perusahaan., dalam transaksi jual beli di Bursa Efek, saham paling dominan diperdagangkan, selanjutnya saham dapat dibedakan antara saham biasa dan saham perferen.

a. Saham biasa

Pada saham biasa pemegang saham tidak memperoleh hak istimewa. Pemegang saham biasa mempunyai hak untuk memperoleh deviden sepanjang perseroan memperoleh keuntungan. Pada likuidasi perseroan pemilik saham memiliki hak


(29)

memperoleh sebagian dari kekayan perseroan setelah tagihan kreditur dilunasi. Namun itu adalah hak umum bukan hak istimewa.

b. Saham preferen

Sedangkan pada saham preferen, pemegang saham memperoleh hak untuk mendapat deviden atau bagian kekayaan pada saat likuidasi perusahaan, lebih dulu dari saham biasa.

Dalam pemilihan Dewan Komisaris, pemilik saham biasa mempunyai hak suara yang pada kelanjutannya akan mengangkat pejabat – pejabat untuk mengelola perusahaan, sedangkan pemilik saham preferen tidak memiliki hak suara.

2. Obligasi

Obligasi adalah bukti hutang dari emiten yang dijamin oleh penanggung yang mengandung janji pembayaran bunga atau janji lainnya serta pelunasan pokok pinjaman yang dilakukan pada tanggal jatuh tempo, yaitu :

a. Obligasi biasa

Merupakan tanda hutang yang diterbitkan oleh pemerintah atau swasta dengan jumlah pembayaran bunga secara tertentu.

b. Obligasi konversi

Obligasi yang setelah jangka waktu tertentu, dengan pertimbangan dan atau harga tertentu, dapat ditukarkan menjadi saham perusahaan emiten.


(30)

3. Derivatif dari Efek a. Right

Right ini menunjukan bukti hak memesan terlebih dahulu yang melekat pada saham yang memungkinkan para pemegang saham untuk membeli saham baru yang akan diterbitkan oleh perusahaan sebelum saham tersebut ditawarkan kepada pihak lain.

b. Warrant

Warrant merupakan opsi untuk membeli sejumlah saham dengan harga tertentu. Warrant sering dipergunakan dalan penerbitan obligasi, karena jika suatu obligasi disertai dengan warrant, investor tidak hanya akan memperoleh bunga tetap dari pembelian obligasi, tetapi juga opsi untuk membeli saham dengan bunga tertentu.

2.2.2. Laporan Keuangan

Laporan keuangan menyajikan secara wajar posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas suatu entitas. Penyajian yang wajar mensyaratkan penyajian secara jujur dampak dari transaksi, peristiwa dan kondisi lain sesuai dengan definisi dan kriteria pengakuan aset, laibilitas, pendapatan dan beban yang diatur dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan. Penerapan SAK, dengan pengungkapan tambahan jika diperlukan, dianggap menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar. “Laporan keuangan merupakan bagian dari


(31)

proses pelaporan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan, catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integrasi dari laporan keuangan”. (PSAK, 2009:14)

Jadi untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan dan hasil usaha suatu perusahaan akan dapat diketahui melalui keuangan yang merupakan produk akhir dari proses akuntansi yang terdiri dari pencatatan, penggolongan, dan peringkasan kejadian keuangan selama periode tertentu yang meliputi neraca, laporan laba rugi dan laporan keuangan lainnya.

2.2.2.1. Jenis Laporan Keuangan

Menurut Kasmir (2007:15), laporan keuangan yang lengkap biasanya terdiri dari:

a. Neraca

b. Laporan laba rugi

c. Laporan perubahan posisi keuangan d. Catatan atas laporan keuangan

Setiap laporan keuangan utama harus diikuti dengan pernyataan bahwa catatan atas laporan keuangan adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan secara keseluruhan. Laporan keuangan disusun dalam rangka mencapai atau memperoleh penjelasan yang cukup disebut dengan laporan bentuk pendek. Bila laporan bentuk


(32)

ini ditambah dengan penjelasan tambahan yang diperlukan guna penjelasan penuh. Laporan ini disebut laporan bentuk panjang.

a. Neraca, merupakan laporan yang menggambarkan posisi atau keadaan keuangan, dengan demikian menunjukkan aktiva, kewajiban dan modal sendiri dari suatu perusahaan pada tanggal tertentu. neraca mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

1) Aktiva adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi masa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan.

2) Kewajiban merupakan hutang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan akan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi.

3) Ekuitas adalah hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban.

b. Laporan Laba Rugi, merupakan ringkasan aktivitas usaha perusahaan pada periode tertentu yang melaporkan hasil usaha bersih atas kerugian yang timbul dari kegiatan usaha dan aktivitas lainnya. laporan keuangan laba rugi mengandung unsur-unsur sebagai berikut: 1) Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama

periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva.


(33)

2) Beban (expense) adalah penurunan manfaat ekonomi dalam

periode akuntasi tertentu dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanaman modal.

c. Laporan perubahan posisi keuangan, perubahan posisi keuangan dapat disajikan dalam berbagai cara seperti misalnya sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana. Bapepam mewajibkan emiten dan calon emiten menyampaikan laporan keuangan yang dilengkapi dengan laporan perubahan posisi keuangan yang mengukur perubahan aktiva, kewajiban dan modal sendiri selama suatu periode tertentu dalam bentuk arus kas (inflow) arus kas keluar (outflow) dana. laporan arus

kas harus melaporkan arus kas selama periode tertentu dan diklasifikasikan menurut aktivitas, operasi dan pendanaan.

d. Catatan atas laporan keuangan, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan memberikan penjelasan kualitatif serta kuantitatif terhadap laporan keuangan utama, sehingga tidak menyesatkan pembacanya. Kewajiban untuk pemberian catatan menurut Bapepam harus didasarkan pada pertimbangan materialitas berdasarkan persentase relatif. Untuk pihak-pihak yang sifatnya khusus, baik karena sifat industri maupun transaksinya perlu diuraikan dalam ikhtisar dan daftar informasi tambahan.


(34)

2.2.2.2. Tujuan Laporan Keuangan

Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas yang meliputi:

(a) aset; (b) liabilitas; (c) ekuitas;

(d) pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian;

(e) kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik;dan

(f) arus kas.

Informasi tersebut, beserta informasi lainnya yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan, membantu pengguna laporan dalam memprediksi arus kas masa depan dan, khususnya, dalam hal waktu dan kepastian diperolehnya kas dan setara kas.


(35)

2.2.2.3. Rasio Keuangan Perusahaan 1. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio) Aktiva Lancar

Current Ratio = --- Hutang Lancar

Rasio lancar sangat berguna untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya, dimana dapat diketahui sampai seberapa jauh sebenarnya jumlah aktiva lancar perusahaan dapat menjamin hutang lancarnya. Semakin tinggi rasio berarti semakin terjamin hutang-hutang perusahaan kepada kreditor. Current ratio 2.0 kadang-kadang sudah memuaskan bagi suatu perusahaan, tetapi jumlah modal kerja dan besarnya rasio tergantung pada beberapa faktor, suatu standard atau rasio yang umum tidak dapat ditentukan untuk seluruh perusahaan. Current ratio 2.0 hanya merupakan kebiasaan dan akan digunakan sebagai titik tolak untuk mengadakan penelitian atau analisa lebih lanjut.

Bagi perusahaan yang mempunyai hubungan baik dengan kreditor atau posisinya kuat terhadap pemasok, mungkin perusahaan tidak perlu memiliki rasio yang tinggi. Sebagai contoh supermarket. Posisi supermarket terhadap pemasok biasanya adalah cukup kuat. Dengan kondisi demikian maka supermarket dapat membayar hutangnya setelah 3 atau 4 bulan, sedangkan penjualan dilakukan secara tunai. Dalam kondisi demikian rasio lacar tidak perlu terlalu

Rasio lancar mempunyai sifat tingginya berubah-ubah dari waktu ke waktu. Sebagai contoh, pada toko pakaian ketika menjelang hari-hari raya


(36)

permintaan akan pakaian mulai meningkat, kemudian menurun mencapai titik terbawah lagi pada hari raya tersebut. Untuk menghadapi kenaikan permintaan tersebut toko pakaian harus menaikkan besarnya persediaan.

Kalau peningkatan persediaan barang dagangan tersebut dibiayai dengan cara mengurangi uang tunai perusahaan, maka rasio lancar perusahaan tidak mengalami perubahan. Sebab pada transaksi seperti itu hanya struktur aktiva lancarnya saja yang mengalami perubahan, sedangkan nilai total aktiva lancar dan nilai total passiva lancarnya tidak mengalami perubahan, sehingga rasio lancar tidak mengalami perubahan.

Akan tetapi jika penumpukan persediaan dilaksanakan dengan cara dibiayai dari pinjaman jangka pendek, maka ketika volume penjualan tinggi, rasio lancar perusahaan akan menurun. Oleh karena itu untuk mengukur tingginya likuiditas perusahaan lebih baik untuk mempergunakan angka perputaran modal kerja daripada mempergunakan rasio lancar. Adapun pertimbangannya ialah karena angka perputaran modal kerja tidak banyak dipengaruhi oleh sifat musiman, relatif dibandingkan dengan rasio lancar.

2. Rasio Solvabilitas

Rasio ini menunjukan pentingnya sumber modal pinjaman dan tingkat keamanan yang dimiliki oleh kreditor. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin kecil jumlah modal pinjaman yang digunakan untuk membiayai aktiva perusahaan.


(37)

Rasio ini disebut juga proprietory ratio yang menunjukan tingkat solvabilitas perusahaan dengan anggapan bahwa semua aktiva dapat direalisir sesuai dengan yang dilaporkan dalam neraca.

Rumus perhitungannya adalah : Modal Sendiri --- = X Total Aktiva

3. Rasio Rentabilitas

Profitability suatu perusahaan dapat diukur dengan menghubungkan antara keuntungan atau laba yang diperoleh dari kegiatan pokok perusahaan dengan kekayaan atau assets yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan tersebut (operating assets). Yang dimaksud dengan operating assets adalah semua aktiva kecuali investasi jangka panjang dan aktiva-aktiva lain yang tidak digunakan dalam kegiatan atau usaha memperoleh penghasilan yang rutin atau usaha pokok perusahaan. Rumus perhitungannya adalah :

Laba Usaha

--- = X Aktiva Usaha

Rasio ini akan mencerminkan keuntungan yang diperoleh tanpa mengingat dari mana sumber modal dan menunjukkan tingkat efisiensi perusahaan dalam melaksanakan operasi sehari-hari


(38)

2.2.3. Corporate Social Responsibility (CSR)

Menurut Kotler dan Lee dalam Solihin (2009:5) ”Corporate Social

Responsibility is a commitment to improve community well being through

discretionary business practices and contribution of corporate

resources”(tanggung jawab sosial perusahaan adalah kegiatan yang

semata-mata merupakan komitmen perusahaan secara sukarela untuk turut meningkatkan kesejahteraan komunitas dan berkontribusi kepada sumberdaya perusahaan).

Menurut versi Bank Dunia dalam Laksiani (2008:45) definisi

Corporate Social Responsibility (CSR) adalah “Corporate Social

Responsibility (CSR) is the commitment of business to contribute to

sustainable economic development working with employees and their

representatives, the local community and society at large to improve quality

of life, in ways that are both good for business and good for development

(Corporate Social Responsibility (CSR) adalah komitmen bisnis sebagai

kontribusi untuk keberlanjutan perkembangan ekonomi yang bekerja sama dengan pekerja, perwakilan mereka, komunitas lokal dan masyarakat luas untuk memperbaiki kualitas hidup, dimana keduanya baik untuk bisnis maupun pengembangan).

Menurut Bank Dunia, tanggung jawab sosial perusahaan terdiri dari beberapa komponen utama, yaitu: perlindungan lingkungan, jaminan kerja, hak asasi manusia, interaksi dan keterlibatan perusahaan dengan masyarakat,


(39)

standart usaha, pasar, pengembangan ekonomi dan badan usaha, perlindungan kesehatan, kepemimpinan dan pendidikan, bantuan bencana kemanusiaan.

Sedangkan menurut Petkoski dan Twose (2003) mendefinisikan

Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai komitmen bisnis yang

berperan untuk mendukung pembangunan ekonomi, bekerjasama dengan karyawan dan keluarganya, masyarakat lokal dan masyarakat luas, untuk meningkatkan mutu hidup mereka dengan berbagai cara yang menguntungkan bagi bisnis dan pembangunan.

Sejauh ini definisi yang banyak digunakan adalah pemikiran Elkington tentang triple bottom line. Menurut Elkington (1997) dalam Laksiani (2008:45) Corporate Social Responsibility (CSR) adalah adanya

segitiga dalam kehidupan stakeholders yang mesti diperhatikan korporasi di tengah usahanya mencari keuntungan, yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial, yang kemudian diilustrasikan dalam bentuk segitiga.

Ebert (2003) mendefinisikan corporate social responsibility sebagai

usaha perusahaan untuk menyeimbangkan komitmen-komitmennya terhadap kelompok-kelompok dan individual-individual dalam lingkungan perusahaan tersebut, termasuk didalamnya adalah pelanggan, perusahaan-perusahaan lain, para karyawan, dan investor. Corporate Social Responsibility (CSR)

memberikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders yang melebihi tanggung jawab di

bidang hukum (Darwin, 2004:33). Dalam kemajuan industri sekarang, tekanan masyarakat kepada perusahaan agar mereka melakukan pembenahan


(40)

sistem operasi perusahaan menjadi suatu sistem yang memiliki kepedulian dan tanggung jawab terhadap sosial sangat kuat, perkembangan tekhnologi dan industri yang pesat dituntut untuk memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan sekitar.

Penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) dalam

perusahaan-perusahaan diharapkan selain memiliki komitmen finansial kepada pemilik atau pemegang saham (shareholders), tapi juga memiliki

komitmen sosial terhadap para pihak lain yang berkepentingan, karena CSR merupakan salah satu bagian dari strategi bisnis perusahaan dalam jangka panjang. Adapun tujuan dari Corporate Social Responsibility

(CSR) adalah (Darwin, 2004:33):

1. Untuk meningkatkan citra perusahaan dan mempertahankan, biasanya secara implisit, asumsi bahwa perilaku perusahaan secara fundamental adalah baik.

2. Untuk membebaskan akuntabilitas organisasi atas dasar asumsi adanya kontrak sosial di antara organisasi dan masyarakat. Keberadaan kontrak sosial ini menuntut dibebaskannya akuntabilitas sosial.

3. Sebagai perpanjangan dari pelaporan keuangan tradisional dan tujuannya adalah untuk memberikan informasi kepada investor.

Untuk itulah maka pertanggungjawaban sosial perusahaan


(41)

perusahaan sebagai wujud pelaporan tanggung jawab sosial kepada masyarakat.

2.2.4. Pengungkapan sosial sebagai tanggung jawab perusahaan

Tanggung jawab adalah suatu kewajiban perusahaan yang tidak hanya menyediakan barang dan jasa baik bagi masyarakat maupun juga dalam mempertahankan kualitas lingkungan sosialnya secara fisik maupun memberikan kontribusi positif terhadap kesejahteraan masyarakat dimana mereka berada. Perusahaan bertanggung jawab secara sosial ketika manajemennya memiliki visi atas kinerja operasionalnya, tidak hanya mengutamakan atas laba perusahaan tetapi juga dalam menjalankan aktivitasnya, memperhatikan lingkungan yang ada disekitarnya. Perusahaan tidak hanya memandang laba sebagai satu-satunya tujuan dari perusahaan tetapi ada tujuan yang lainnya yaitu kepedulian perusahaan terhadap lingkungan, karena perusahaan mempunyai tanggung jawab yang lebih luas dibanding hanya mencari laba untuk pemegang saham (Gray et. Al., 1987).

Pengungkapan tanggung jawab sosial atau sering disebut sebagai

Corporate social reporting adalah proses pengkomunikasian efek-efek

sosial dan lingkungan atas tindakan-tindakan ekonomi perusahaan pada kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat dan pada masyarakat secara keseluruhan (Gray et. Al., 1987). Kontribusi negatif perusahaan terhadap lingkungan sekitarnya telah menyebabkan hilangnya


(42)

kepercayaan masyarakat adalah dengan mengungkapkan informasi-informasi mengenai operasi perusahaan sehubungan dengan lingkungan sebagai tanggung jawab perusahaan.

Gray et. Al. (1995) menyebutkan 3 studi yang menjelaskan mengapa perusahaan cenderung untuk mengungkapkan informasi yang berkaitan dengan aktivitasnya dan dampak yang ditimbulkan oleh emiten tersebut, yaitu:

1. Decision-userfulnes study

Penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti menemukan bahwa informasi sosial dibutuhkan users, seperti analis, banker, dan pihak lain yang terlibat. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa informasi aktivitas sosial perusahaan berada pada posisi

moderately important.

2. Economic theory study

Studi dalam corporate responsibility reporting ini mendasari pada

Economic agency theory dan Accounting positivism theory yang

menganologikan manajemen sebagai agen dari suatu prinsipal. Prinsipal diartikan sebagai pemegang saham atau traditional users lain. Namun, pengertian users tersebut telah berkembang menjadi seluruh interest group perusahaan yang bersangkutan sebagai agen, manajemen akan berupaya mengoperasikan perusahaan sesuai dengan keinginan publik (stakeholder).


(43)

3. Social and political theory studies

Bidang ini menggunakan teori stakeholder, teori legitimasi

organisasi, dan teori ekonomi publik. Teori stakeholder

mengamsusikan bahwa perusahaan berusaha mencari pembenaran dari para stakeholder dalam menjalankan operasi perusahaannya. Semakin kuat posisi stakeholder, semakin besar kecenderungan perusahaan mengadaptasi diri terhadap keinginan stakeholder nya. Pengungkapan sosial dalam tanggung jawab perusahaan sangat perlu dilakukan, karena bagaimanapun juga perusahaan memperoleh nilai tambah dari kontribusi masyarakat di sekitar perusahaan termasuk dari penggunaan sumber-sumber sosial (social resources). Jika aktivitas

perusahaan menyebabkan kerusakan sumber-sumber sosial maka dapat timbul adanya biaya sosial (social cost) yang harus ditanggung oleh

masyarakat, sedang apabila perusahaan meningkatkan mutu social

resources maka akan menimbulkan social benefit (manfaat sosial)

2.2.5. Pelaporan pertanggungjawaban sosial perusahaan

Ada 2 jenis ungkapan dalam pelaporan keuangan yang telah ditetapkan oleh badan yang memiliki otoritas di pasar modal. Pertama adalah ungkapan wajib (mandatory disclosure), yaitu informasi yang

harus di ungkapkan oleh emiten yang diatur oleh peraturan pasar modal di suatu Negara. Sedangkan yang kedua adalah ungkapan sukarela (voluntary disclosure), yaitu ungkapan yang dilakukan secara sukarela


(44)

oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh standar yang ada. Pengungkapan sosial yang diungkapkan perusahaan merupakan informasi yang sifatnya sukarela. Karenanya, perusahaan memiliki kebebasan untuk mengungkapkan informasi yang tidak diharuskan oleh badan penyelenggara pasar modal. Keragaman dalam pengungkapan disebabkan oleh entitas yang dikelola oleh manajer yang memiliki filosofis manajerial yang berbeda dan keluasan dalam kaitannya dengan pengungkapan informasi kepada masyarakat. (Anggraini, 2006:4)

Standar pelaporan pertanggungjawaban sosial sampai saat ini belum mempunyai standar yang baku, hal ini dikarenakan adanya permasalahan yang berhubungan dengan biaya dan manfaat sosial. Perusahaan dapat membuat sendiri model pelaporan pertanggungjawaban sosialnya. (Anggraini, 2006:4)

Informasi dalam menyusun dan mengungkapkan tentang aktivitas pertanggungjawaban sosial perusahaan, Zhegal & Ahmed (1990) mengidentifikasi hal-hal yang berkaitan dengan pelaporan sosial perusahaan, yaitu sebagai berikut:

1. Lingkungan

Bidang ini meliputi aktivitas pengendalian pencemaran dan pelestarian lingkungan hidup. Meliputi, pengendalian terhadap polusi, pencegahan atau perbaikan terhadap kerusakan lingkungan, konservasi alam, dan pengungkapan lain yang berkaitan dengan lingkungan.


(45)

2. Energi

Bidang ini meliputi aktivitas dalam pengaturan penggunaan energi dalam hubungannya dengan operasi perusahaan dan peningkatan efisiensi terhadap produk perusahaan. Meliputi, konservasi energi, efisien energi.

3. Praktik bisnis yang wajar

Meliputi pemberdayaan terhadap minoritas dan perempuan, dukungan terhadap usaha minoritas, tanggung jawab sosial

4. Sumber daya manusia

Bidang ini meliputi aktivitas untuk kepentingan karyawan sebagai sumber daya manusia bagi perusahaan maupun aktivitas di dalam suatu komunitas. Aktivitas tersebut antara lain, program pelatihan dan peningkatan ketrampilan, perbaikan kondisi kerja, upah dan gaji serta tunjangan yang memadai, pemberian beberapa fasilitas, jaminan keselamatan kerja, pelayanan kesehatan, pendidikan, seni. 5. Produk

Meliputi keamanan, pengurangan polusi.

2.2.6. Kepemilikan manajemen

Kepemilikan manajerial merupakan presentase atau proporsi saham yang dimiliki oleh manajemen (Faisal, 2005). Sedangkan kepemilikan manajemen adalah pemegang saham yang dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan. Menurut pendekatan keagenan, struktur kepemilikan perusahaan merupakan suatu


(46)

alat untuk mengurangi konflik kepentingan diantara pemegang klaim utama yang ada dalam perusahaan. Sedangkan menurut pendekatan kedua, informasi asimetri menganggap struktur kepemilikan sebagai salah satu cara untuk mengurangi ketidakseimbangan informasi antara insider dan outsiders melalui pengungkapan informasi di pasar modal.

Semakin besar kepemilikan manajer di dalam perusahaan maka semakin produktif tindakan manajer dalam memaksimalkan nilai perusahaan. Manajer perusahaan akan mengungkapkan informasi sosial dalam rangka untuk meningkatkan image perusahaan, meskipun ia harus mengorbankan sumber daya untuk aktivitas tersebut (Gray, et. Al., (1998)

Anderson dkk (2002) mengatakan bahwa perusahaan yang dikendalikan oleh keluarga mempunyai struktur yang menyebabkan berkurangnya konflik agensi antara pemegang saham dan kreditur, dimana kreditur menganggap kepemilikan keluarga lebih melindungi kepentingan kreditur. Anderson & Reeb (2002) menunjukkan bahwa pemegang saham minoritas justru diuntungkan dari adanya kepemilikan keluarga. Hasil penelitian Arifin (2003) menunjukkan bahwa perusahaan publik di Indonesia yang dikendalikan keluarga atau negara atau institusi keuangan masalah agensinya lebih baik jika dibandingkan perusahaan yang dikontrol oleh publik atau tanpa pengendali utama. Menurutnya, dalam perusahaan yang dikendalikan keluarga, masalah agensinya lebih kecil karena berkurangnya konflik antara principal dan agent. Jika


(47)

kepemilikan keluarga lebih efisien, maka pada perusahaan dengan kepemilikan keluarga yang tinggi pengelolaan laba yang oportunis dapat dibatasi. Tetapi pengendalian yang lebih efisien dalam kepemilikan keluarga tersebut besar kemungkinan tidak berlaku di perusahaan konglomerasi – seperti yang banyak terdapat di Indonesia.

Sebagian besar kekayaan pemilik Perusahaan Konglomerasi tidak berada di satu perusahaan, tetapi tersebar di berbagai perusahaan. Jika hanya sedikit kekayaan pemilik yang berada di perusahaan yang go

public, maka walaupun perusahaan go public tersebut dikendalikan

keluarga, tetapi pengelolaan laba yang oportunistik mungkin justru tinggi. Kemungkinannya karena perusahaan yang go public tersebut hanya dijadikan sebagai sarana untuk mengumpulkan dana dari masyarakat untuk digunakan oleh kelompok perusahaannya. Hal ini terbukti dari hasil penelitian Kim & Yi (2005) yang menemukan bahwa besaran pengelolaan laba lebih tinggi untuk perusahaan yang mempunyai kelompok afiliasi dibanding yang tidak mempunyai kelompok afiliasi. Berarti perusahaan dengan kelompok usaha afiliasi memberikan pemegang saham pengendali lebih banyak insentif dan kesempatan untuk melakukan pengelolaan laba.

Jadi kepemilikan manajerial adalah Proporsi kepemilikan saham manajerial terhadap total saham. Skala yang digunakan adalah skala rasio, dengan satuan rupiah.Dengan rumus (Anggraini, 2006 : 11) :

Kepemilikan Manajerial =

it it SHRC TOT

SHRC C & D


(48)

Keterangan :

D & C SHRCit = Kepemilikan Saham oleh Direktur dan komisaris perusahaan perusahaan i pada tahun t

Tot SHRCit = Jumlah total dari saham biasa perusahaan yang beredar perusahaan i pada tahun t

2.2.7. Leverage

Semakin tinggi tingkat leverage semakin besar kemungkinan akan

melanggar perjanjian kredit sehingga perusahaan akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi (Belkaoui dan Karpik (1989)), supaya laba yang dilaporkan tinggi maka manajer harus mengurangi biaya-biaya (termasuk biaya untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial)

Dana dapat diperoleh dan luar perusahaan (external financing)

maupun dan dalam perusahaan (internal financing). Modal internal

berasal dan laba ditahan, sedangkan modal eksternal dapat berasal dan modal sendiri dan hutang. Hutang adalah pengorbanan manfaat ekonomi yang akan timbul dimasa yang akan datang yang disebabkan oleh kewajiban-kewajiban disaat sekarang dari suatu badan usaha yang akan dipenuhi dengan mentransfer aktiva atau memberikan jasa kepada badan usaha lain dimasa datang sebagai akibat dari transaksi-transaksi yang sudah lalu (Baridwan, 2004).


(49)

Perusahaan yang sedang berkembang memerlukan modal yang dapat diperoleh dan hutang maupun ekuitas. Besar kecilnya rasio hutang dapat dilihat pada rasio Debt Equity Ratio (DER). Hutang mempunyai

dua keuntungan yaitu (a) bunga yang dibayarkan dapat dipotong dengan tujuan pajak, sehingga menurunkan biaya efektif dan hutang, (b) pemegang hutang (debtholder) mendapatkan pengembalian tetap

(Masdupi, 2005). Penggunaan hutang memiliki kelemahan (a) hutang yang semakin tinggi meningkatkan risiko sehingga suku bunganya akan semakin tinggi pula, (b) bila kondisi perusahaan tidak dalam kondisi bagus, pendapatan operasi menjadi rendah dan tidak cukup menutup biaya bunga sehingga kekayaan pemilik berkurang. Pada kondisi ekstrim, kerugian tersebut dapat membahayakan perusahaan karena dapat terancam kebangkrutan. Untuk memenuhi kebutuhan pendanaan. pemegang saham lebih menginginkan pendanaan perusahaan dibiayai dengan utang. Karena dengan penggunaan utang, hak mereka terhadap perusahaan tidak akan berkurang. Tetapi manajer tidak menyukai pendanaan tersebut dengan alasan bahwa utang mengandung risiko yang tinggi. Manajemen perusahaan mempunyai kecenderungan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besamya dengan pihak lain (Masdupi, 2005).

Jadi kebijakan hutang adalah pengorbanan manfaat ekonomi yang akan timbul dimasa yang akan datang yang disebabkan oleh kewajiban-kewajiban disaat sekarang dari suatu badan usaha yang akan dipenuhi


(50)

dengan mentransfer aktiva atau memberikan jasa kepada badan usaha lain dimasa datang sebagai akibat dari transaksi-transaksi yang sudah lalu. Skala yang digunakan adalah skala rasio, dengan satuan rupiah. (Anggraini, 2006 : 11)

Kebijakan Utang = 100%

Asset Total

Debt Total

x

2.2.8. Ukuran Perusahaan (Size)

Terdapat beberapa penjelasan mengenai pengaruh ukuran perusahaan (Size) terhadap kualitas ungkapan, namun sebenarnya

landasan teoritis mengenai pengaruh size ini tidaklah terlalu jelas. Walaupun begitu, berbagai penelitian empiris yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pengaruh total aktiva hampir selalu konsisten dan secara statistik signifikan. Beberapa penjelasan yang mungkin dapat menjelaskan fenomena ini adalah bahwa perusahaan besar mempunyai biaya informasi yang rendah, perusahaan besar juga mempunyai kompleksitas dan dasar pemilikan yang lebih luas dibanding perusahaan kecil (Cooke, 1989). Size perusahaan merupakan variabel independen

yang banyak digunakan untuk menjelaskan variasi pengungkapan dalam laporan keuangan perusahaan.

Size Menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang dilihat

dari besarnya nilai total asset. Semakin besar total asset perusahaan maka akan semakin besar pula ukuran perusahaan tersebut. Memiliki total asset yang besar akan memudahkan perusahaan dalam masalah


(51)

pendanaan. Proxy yang digunakan dalam variabel ini adalah total aktiva perusahaan (http://www.bppk.depkeu.go.id/index.php).

Tingkat pertumbuhan perusahaan juga merupakan faktor yang mempengaruhi struktur modal, perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan pesat cenderung lebih banyak menggunakan hutang daripada perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih lambat (Weston dan Brigham, 1994:174) dalam (Rembulan, 2008). Pertumbuhan, perusahaan berbanding lurus dengan ukuran perusahaan, sehingga semakin cepat pertumbuhan perusahaan maka semakin besar pula ukuran perusahaan, sehingga ukuran perusahaan berpengaruh terhadap struktur modal karena perusahaan yang lebih besar akan mudah memperoleh pinjaman dibandingkan perusahaan kecil. Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh total aktiva, total penjualan, dan rata-rata total aktiva (Feri dan Jones dalam Masidonda, Maski, dan Idrus, 1999) dalam (Rembulan, 2008).

Ukuran perusahaan juga menjadi faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan struktur modal. Perusahaan besar dapat mengakses pasar modal dan dengan kemudahan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan memiliki fleksibilitas dan kemampuan untuk mendapatkan dana atau permodalan (Wahidahwati 2000 dalam Fidyan, 2003) dalam (Rembulan, 2008). Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap struktur modal didasarkan pada kenyataan bahwa semakin


(52)

besar suatu perusahaan, kecenderungan untuk menggunakan hutang menjadi semakin besar (Rembulan, 2008).

Dalam penelitian ini total aktiva yang digunakan adalah dalam jutaan rupiah, Skala yang digunakan adalah skala rasio, dengan satuan rupiah. Variabel ini diukur dengan jumlah total asset, dengan rumus (Anggraini, 2006 : 11):

Ukuran Perusahaan = Total Assets.

2.2.9. Profitabilitas

Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kapada pemegang saham (Heinze dalam Milne, 1996), hubungan antara profitabilitas dan tingkat pengungkapan pertanggungjawaban sosial adalah bahwa ketika perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi, perusahaan (manajemen) menganggap tidak perlu melaporkan hal-hal yang dapat mengganggu informasi tentang sukses keuangan tersebut. Sebaliknya ketika tingkat profitabilitas rendah perusahaan akan berharap pengguna laporan akan membaca “good news” kinerja perusahaan.

Perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi cenderung menggunakan hutang relatif kecil karena laba ditahan yang tinggi sudah memadai untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan (Rembulan, 2008). (Arifin dalam Rembulan, 2008) menyatakan bahwa


(53)

profitabilitas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap struktur modal.

Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan utang yang relatif kecil profitabilitas adalah hasil bersih dari berbagai kebijaksanaan dan keputusan (Riyanto, 1993), sedangkan Machtoedz (1994) dalam Eko (2006) mendefinisikan profitabilitas sebagai suatu indicator kinerja yang dilakukan manajemen dalam mengelola kekayaan perusahaan (Rembulan, 2008).

Profitabilitas menunjukkan kemampuan dari modal yangdiinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bagi investor. Myers (1984) dalam Taswan (2008) menyatakan bahwa manajer mempunyai pecking order didalam menahan

laba sebagai pilihan pertama, diikuti oleh pembiayaan dengan hutang, kemudian dengan equity. Dengan demikian terdapat hubungan negatif

antara profitabilitas dengan debt ratio. Hasil studi Moh'd et al (1998),

Myers (1984) dan Jensen et at (1992) menemukan bahwa firm

profitability mempunyai hubungan negatif dan signifikan dengan debt

ratio.

Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kapada pemegang saham Variabel ini didifinisikan sebagai ratio of


(54)

sebagai ukuran profitabilitas. Skala yang digunakan adalah skala rasio, dengan satuan rupiah., dengan rumus (Anggraini, 2006 : 11):

Profitability = 100%

Asset Total

Income Operating

x

2.2.10. Pengaruh Kepemilikan Manajemen, Leverage, Ukuran Perusahaan dan Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Kepemilikan Manajemen Konflik kepentingan antara manajer dengan pemilik menjadi semakin besar ketika kepemilikan manajer terhadap perusahaan semakin kecil (Jensen & Meckling 1976). Dalam hal ini manajer akan berusaha untuk memaksimalkan kepentingan dirinya dibandingkan kepentingan perusahaan. Sebaliknya semakin besar kepemilikan manajer di dalam perusahaan maka semakin produktif tindakan manajer dalam memaksimalkan nilai perusahaan, dengan kata lain biaya kontrak dan pengawasan menjadi rendah. Manajer perusahaan akan mengungkapkan informasi sosial dalam rangka untuk meningkatkan image perusahaan, meskipun ia harus mengorbankan sumber daya untuk aktivitas tersebut (Gray, et al. 1988).

Teori keagenan memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio

leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi,

karena biaya keagenan perusahaan dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi (Jensen & Meckling, 1976). Tambahan informasi diperlukan untuk menghilangkan keraguan pemegang obligasi terhadap dipenuhinya


(55)

hak-hak mereka sebagai kreditur (Schipper,1981) dalam (Marwata, 2001) dan (Meek, et al, 1995) dalam (Fitriany, 2001) Oleh karena itu perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi memiliki kewajiban untuk melakukan ungkapan yang lebih luas daripada perusahaan dengan rasio

leverage yang rendah. Pendapat lain mengatakan bahwa semakin tinggi

leverage, kemungkinan besar perusahaan akan mengalami pelanggaran

terhadap kontrak utang, maka manajer akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi dibandingkan laba di masa depan.

Laba yang dilaporkan lebih tinggi akan mengurangi kemungkinan perusahaan melanggar perjanjian utang. Manajer akan memilih metode akuntansi yang akan memaksimalkan laba sekarang. Kontrak utang biasanya berisi tentang ketentuan bahwa perusahaan harus menjaga tingkat leverage tertentu (rasio utang/ekuitas), interest coverage, modal kerja dan ekuitas pemegang saham (Watt & Zimmerman, dalam Scott 1997:55).

Biaya Politis Menurut hipotesis, biaya politis semakin besar biaya politis yang dihadapi oleh perusahaan, maka manajer akan memilih prosedur akuntansi yang dapat menghasilkan laba sekarang lebih rendah dibandingkan laba masa depan. Dengan demikian semakin tinggi biaya politis yang dihadapi perusahaan maka perusahaan akan semakin banyak mengeluarkan biaya untuk mengungkapkan informasi sosial sehingga laba yang dilaporkan menjadi lebih rendah (Watt & Zimmerman, dalam Scott, 1997:33).


(56)

Perusahaan yang besar cenderung mempunyai biaya politis yang besar dibandingkan perusahaan kecil. Perusahaan besar cenderung akan memberikan informasi laba sekarang lebih rendah dibandingkan perusahaan kecil, sehingga perusahaan besar cenderung akan mengeluarkan biaya untuk pengungkapan informasi sosial yang lebih besar dibandingkan perusahaan kecil. Ukuran perusahaan dapat diproksikan dari nilai kapitalisasi pasar, total asset, log penjualan, dan sebagainya. (Watt & Zimmerman, dalam Scott, 1997:33)

Perusahaan yang termasuk dalam industri yang high-profile akan

memberikan informasi sosial lebih banyak dibandingkan perusahaan yang low-profile. Roberts (1992) dalam (Hackston & Milne, 1996)

mendefinisikan industri yang high-profile adalah industri yang memiliki

visibilitas konsumen, risiko politis yang tinggi, atau menghadapi persaingan yang tinggi. Preston (1977) dalam (Hackston & Milne, 1996) mengatakan bahwa perusahaan yang memiliki aktivitas ekonomi yang memodifikasi lingkungan, seperti industri ekstraktif, lebih mungkin mengungkapkan informasi mengenai dampak lingkungan dibandingkan industri yang lain. Cowen, et al. (1987) dalam (Hackston & Milne, 1996) mengatakan bahwa perusahaan yang berorientasi pada konsumen diperkirakan akan memberikan informasi mengenai pertanggungjawaban sosial karena hal ini akan meningkatkan image perusahaan dan mempengaruhi penjualan.


(57)

Klasifikasi tipe industri oleh banyak peneliti sifatnya sangat subyektif dan berbeda-beda. Roberts (1992) dalam (Hackston & Milne, 1996) mengelompokkan perusahaan otomotif, penerbangan dan minyak sebagai industri yang high-profile. Sedangkan (Diekers & Perston, 1977)

dalam (Hackston & Milne, 1996) mengatakan bahwa industri ekstraktif merupakan industri yang high-profile. Patten (1991) dalam Hackston &

Milne (1996) mengelompokkan industri pertambangan, kimia dan kehutanan sebagai industri yang high-profile. Atas dasar

pengelompokkan di atas, penelitian ini kemudian mengelompokkan industri konstruksi, pertambangan, pertanian, kehutanan, perikanan, kimia, otomotif, barang konsumsi, makanan dan minuman, kertas, farmasi dan plastik sabagai industri yang high-profile.

Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham Heinze (1976) dalam (Hackston & Milne, 1996). Sehingga semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosial Bowman & Haire (1976) dan Preston (1978) dalam Hackston & Milne (1996). Hackston & Milne (1996) menemukan tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat

profitabilitas dengan pengungkapan informasi sosial. Belkaoui & Karpik

(1989) mengatakan bahwa dengan kepeduliannya terhadap masyarakat (sosial) menghendaki manajemen untuk membuat perusahaan menjadi


(58)

pandangan yang berkebalikan, bahwa pengungkapan sosial perusahaan justru memberikan kerugian kompetitif (competitive disadvantage)

karena perusahaan harus mengeluarkan tambahan biaya untuk mengungkapkan informasi sosial tersebut.

2.3. Kerangka Pikir

Uji Regresi Linier Berganda Gambar 2.1. Diagram Kerangka Pikir

2.4. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan teori diatas, dapat disimpulkan hipotesis pada penelitian ini adalah :

Bahwa kepemilikan manajemen, tingkat leverage, ukuran perusahaan dan

profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan sosial dalam laporan tahunan Perusahaan Tambang yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

Kepemilikan Manajemen (X1)

Leverage (X2)

Ukuran Perusahaan (X3)

Profitabilitas (X4)

Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan


(59)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Agar variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat diukur, serta unutk menghindari adanya kesalahpahaman dan penafsiran makna yang berbeda, maka variabel dalam penelitian ini harus diberi definisi. Adapun definisi dari variabel – variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

3.1.1. Kepemilikan manajerial (X1)

Kepemilikan manajerial adalah Proporsi kepemilikan saham manajerial terhadap total saham. Skala yang digunakan adalah skala rasio, dengan satuan rupiah. Dengan rumus (Anggraini, 2006 : 11) :

Kepemilikan Manajerial =

it it SHRC TOT

SHRC C & D

Keterangan :

D & C SHRCit = Kepemilikan Saham oleh Direktur dan komisaris

perusahaan perusahaan i pada tahun t

Tot SHRCit = Jumlah total dari saham biasa perusahaan yang

beredar perusahaan i pada tahun t


(60)

3.1.2. Kebijakan hutang (X2)

Kebijakan hutang (X2) adalah pengorbanan manfaat ekonomi yang akan timbul dimasa yang akan datang yang disebabkan oleh kewajiban-kewajiban disaat sekarang dari suatu badan usaha yang akan dipenuhi dengan mentransfer aktiva atau memberikan jasa kepada badan usaha lain dimasa datang sebagai akibat dari transaksi-transaksi yang sudah lalu. Skala yang digunakan adalah skala rasio, dengan satuan rupiah. (Anggraini, 2006 : 11)

Kebijakan Utang = 100%

Asset Total

Debt Total

x

3.1.3. Ukuran Perusahaan (X3)

Menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang dilihat dari besarnya nilai total asset. Semakin besar total asset perusahaan maka akan semakin besar pula ukuran perusahaan tersebut. Memiliki total asset yang besar akan memudahkan perusahaan dalam masalah pendanaan.

Proxy yang digunakan dalam variabel ini adalah total aktiva perusahaan. Dalam penelitian ini total aktiva yang digunakan adalah dalam jutaan rupiah, Skala yang digunakan adalah skala rasio, dengan satuan rupiah. Variabel ini diukur dengan jumlah total asset, dengan rumus (Anggraini, 2006 : 11):


(61)

3.1.4. Profitability (X4)

Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kapada pemegang saham Variabel ini didifinisikan sebagai ratio of operating

income to total assset. ROA (Return On Asset) digunakan sebagai ukuran

profitabilitas. Skala yang digunakan adalah skala rasio, dengan satuan rupiah., dengan rumus (Anggraini, 2006 : 11):

Profitability = 100%

Asset Total

Income Operating

x

3.1.5. Pengungkapan Biaya Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Y)

Pengungkapan Biaya Tanggung Jawab Sosial Perusahaan adalah proses pengkomunikasian efek-efek sosial dan lingkungan atas tindakan-tindakan ekonomi perusahaan pada kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat dan pada masyarakat secara keseluruhan. Skala yang digunakan adalah skala rasio, dengan satuan rupiah.

3.2. Populasi dan Sampel a. Populasi

Populasi adalah sejumlah unsur-unsur dimana suatu kesimpulan akan disusun (Emory dan Cooper, 1998). Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh perusahaan sub sektor Tambang yang telah terdaftar (listing) di BEI. Dipilihnya satu kelompok industri yaitu industri TAMBANG sebagai populasi dimaksudkan untuk menghindari bias yang disebabkan oleh efek industri (industrial effect), dan selain itu


(62)

sektor TAMBANG memiliki jumlah terbesar perusahaan dibandingkan sektor lainnya. Penelitian ini menggunakan 13 perusahaan tambang yang terdaftar di BEI, pengambil periode analisis 2004 sampai tahun 2009 dengan kondisi perusahaan yang mengungkapan biaya sosial.

a) Tambang Batubara Asam Tbk b) Petrosea, Tbk

c) Aneka Tambang (Persero), Tbk d) Timah, Tbk

e) Central Korporindo International, Tbk f) Citatoh Industri Marmer, Tbk

g) Bumi Resources, Tbk h) Elnusa, Tbk

i) International Nickel Indonesia, Tbk j) Medco Energi Internasional, Tbk k) Nitro Investindo, Tbk

l) Indo Tambang Raya Megah, Tbk m) Energi Mega Persada, Tbk

b. Sampel

Metode pengambilan sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode judgement sampling, yaitu salah satu bentuk purposive sampling dengan mengambil sampel yang telah ditentukan sebelumnya berdasarkan maksud dan tujuan penelitian.


(63)

Adapun kriteria-kriteria yang digunakan dalam penelitian sampel adalah:

1. Perusahaan Tambang yang terdaftar di BEI dan sahamnya aktif diperdagangkan sampai 2004 sampai tahun 2009 dengan kondisi perusahaan yang mengungkapan biaya sosial.

2. Perusahaan tersebut menerbitkan laporan keuangan tahunan 2004 sampai tahun 2009 dengan kondisi perusahaan yang mengungkapan biaya sosial, serta menyerahkan laporan tahunannya dan telah mempublikasikannya berturut-turut.

3. Informasi pengungkapan sosial diungkapkan pada laporan tahunan perusahaan yang bersangkutan sampai 2004 sampai tahun 2009 dengan kondisi perusahaan yang mengungkapan biaya sosial.

Oleh karena itu dalam penelitian ini menggunakan 4 perusahaan tambang yang terdaftar di BEI, yang terdiri dari :

a) Tambang Batubara Asam Tbk b) Aneka Tambang, Tbk

c) Tambang Batubara Bukit Asam, Tbk d) Timah Tbk

3.3. Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis dan Sumber Data

Periode data yang digunakan adalah sampai 2004 sampai tahun 2009 dengan kondisi perusahaan yang mengungkapan biaya sosial,


(64)

diharapkan selama periode tersebut perusahaan sudah mengungkapkan Informasi mengenai lingkungan sekitar tempat usahanya secara konsisten, yang berhubungan dengan pengungkapan sosial.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari: ICMD (Indonesian capital market directory) untuk

mengetahui Informasi pengungkapan sosial yang diungkapkan

3.3.2. Metode Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan cara :

1. Dokumentasi

Metode penelitian ini dilakukan dengan mengambil data dari dokumen-dokumen berupa informasi data perusahaan dan data lainnya yang berhubungan dengan penelitian.

2. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan adalah penelitian yang mempelajari tentang catatan-catatan perusahaan dan literatur–literatur pendukung berupa buku– buku teks maupun jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini, sebagai pembantu pemecahan guna membahas masalah–masalah yang dihadapi dalam penulisan ini.


(65)

3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis 3.4.1. Teknik Analisis

Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linier berganda. Persamaan regresi linier berganda ini digunakan untuk menggambarkan secara spesifik keterkaitan dari variabel – variabel penelitian

Rumusnya adalah :

Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + e Dimana :

X1 = Prosentase Kepemilikan Manajemen X2 = Tingkat Leverage

X3 = Ukuran Perusahaan X4 = Profitabilitas

Y = Indeks Pengungkapan tanggung jawab sosial

Βo = kontant

Β1,β2,β3 = koefisien regresi

e = estimasi error dari masing – masing variable

3.4.2. Uji Normalitas

Uji Normalitas digunakan untuk mengetahui apakah suatu data mengikuti sebaran normal atau tidak. Untuk mengetahui apakah data mengikuti sebaran normal, dapat dilakukan dengan menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov.


(66)

Menurut Santoso (2002:214) pedoman dalam mengambil keputusan apakan sebuah distribusi data mengikuti distribusi normal adalah:

1. Jika nilai signifikan (nilai probabilitasnya) < 5% maka distribusi tidak normal.

2. Jika nilai signifikan (nilai probabilitasnya) > 5% maka distribusi normal.

3.4.3. Uji Asumsi Klasik

Untuk mendukung keakuratan hasil model regresi, maka perlu dilakukan penelusuran terhadap asumsi klasik yang meliputi asumsi multikolinieritas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. Hasil dari asumsi klasik tersebut adalah sebagai berikut :

1. Multikolinearitas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam persamaan regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (independent). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Deteksi adanya multikolinieritas dapat dilihat dari besaran VIF (Varians Inflation Factor), yaitu : (Ghozali, 2005 : 91)

1. Jika besaran VIF < 10 maka tidak terjadi multikolinieritas. 2. Jika besaran VIF > 10 maka terjadi multikolinieritas.


(1)

Tabel 4.14 : Rangkuman Penelitian Terdahulu

Nama Peneliti

Judul Variabel Peneliti

Uji Kesimpulan

Anggraini (2006)

Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan

Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan Tanggung jawab sosial, profitabilitas kepemilikan manajerial, kebijakan hutang Regresi linier berganda

Tanggung jawab terhadap kepentingan sosial dengan memberikan informasi sosial serta faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial di dalam laporan keuangan tahunan pada perusahaan-perusahaan di Indonesia Sayekti Dan

Wondabio (2007) Pengaruh CSR Disclosure Terhadap Earning Response Coefficient CSR dan ERC Regresi ordinary least square (OLS) cross-sectional

Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa investor mengapresiasi informasi CSR yang diungkapan dalam laporan tahunan perusahaan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukkan bagi para pelaku usaha, investor, lembaga pasar modal terkait, serta para penyusun standar akuntansi bahwa mungkin sudah harus dipertimbangkan untuk mengatur mengenai pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan perusahaan.

Mochammad setyadi (2010) Pengaruh kepemilikan manajemen, tingkat leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas terhadap pengungkapan sosial dalam laporan tahunan perusahaan tambang di Bursa efek indonesia

kepemilikan manajemen, tingkat leverage, ukuran perusahaan, profitabilitas dan pengungkap an sosial Regresi linier berganda

Kepemilikan Manajerial, Leverage, Ukuran Perusahaan, Profitability tidak berpengaruh terhadap Pengungkapan Biaya Sosial.

Sumber : Peneliti

Perbedaan peneliti dengan penelitian terdahulu dapat memberikan saran dalam penelitian yang akan datang menggunakan obyek penelitian berbeda dan menambah variable yang dapat mempengaruhi pelaporan biaya pertanggungjawaban sosial.


(2)

4.5. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki berbagai keterbatasan, antara lain:

1. Sampel penelitian yang digunakan hanya menggunakan 4 perusahaan tambang yang memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh peneliti. Dimana jumlah tersebut dirasa masih kurang untuk dapat mewakili seluruh perusahaan yang terdaftar di PT. Bursa Efek Indonesia.

2. Sampel yang digunakan hanya perusahaan tambang, sehingga hasil dari penelitian ini kurang dapat digeneralisasikan untuk jenis-jenis perusahaan yang lain karena adanya perbedaan faktor-faktor pada masing-masing jenis bidang usaha.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta pembahasan hasil penelitian pada bab terdahulu dapat diambil beberapa kesimpulan dari penelitian, yaitu sebagai berikut:

1. Model regresi tidak cocok dan tidak mampu menjelaskan perubahan variabel Pengungkapan Biaya Sosial pada perusahaan tambang 2. Kepemilikan Manajerial tidak berpengaruh terhadap Pengungkapan

Biaya Sosial pada perusahaan tambang

3. Leverage tidak berpengaruh terhadap Pengungkapan Biaya Sosial pada perusahaan tambang.

4. Ukuran Perusahaan tidak berpengaruh terhadap Pengungkapan Biaya Sosial pada perusahaan tambang.

5. Profitability tidak berpengaruh terhadap Pengungkapan Biaya Sosial pada perusahaan tambang.


(4)

5.2. Saran

Berdasarkan penelitian yang dilakukan maupun kesimpulan dari hasil penelitian yang diperoleh dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Lebih mengembangkan penelitian dengan melakukan penambahan variabel-variabel baru seperti devidend payout, liquidity, dan earning variability.

2. Dari hasil penelitian ini diperoleh nilai tidak berpengaruh, disarankan pada penelitian yang akan datang dapat menambah jumlah amatan dengan cara menambah periode pengamatan serta jenis perusahaan yang diteliti.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Buku / Teks :

Alhusin, Sahri. 2003. Aplikasi Statistik Praktis dengan SPSS. 10 for Windows. Edisi Revisi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Beets, S. Douglas and Christopher C. Souther. 1999. Corporate Environmental Reprots: The Need for Standards and an Environmental Assurance Service. Accounting Horizons. Vol 13, No. 2, p. 129-145.

Burritt, Roger L and Stephen Welch. 1997. Accountability for Environmental Performance of the Australian Commonwealth Public Sector. Accounting,

Auditing and Accountability Journal. Vol. 10, No. 4, p. 532-562.

Chwastiak, Michele. 1999. Deconstructing the Pincipal-Agent Model: A View From the Bottom. Critical Perspectives on Accounting. Vol. 10, p. 425-441

Darwin, Ali. 2004. Penerapan Sustainability Reporting di Indonesia. Konvensi

Nasional Akuntansi V, Program Profesi Lanjutan. Yogyakarta, 13-15

Desember.

Deegan, Craig and Michaela Rankin. 1997. The Materiality of Environmental Information to Users of Annual Reports. Accounting, Auditing and

Accountability Journal. Vol. 10, No. 4, p. 562-584.

Ema. 2004. Penerapan Sustainability Reporting di Indonesia. Konvensi Nasional

Akuntansi V, Program Profesi Lanjutan. Yogyakarta, 13-15 Desember.

Eipstein, Marc J. and Martin Freedman. 1994. Sosial Disclosure and the Individual Investor. Accounting, Auditing and Accountability Journal. Vol. 7, No. 4, p. 94-108

Finch, Nigel. 2005. The Motivations for Adopting Sustainability Disclosure. Macquaarie Graduate School of Management. Social Science Research

Network.

Fitriany. 2001. Signifikansi Perbedaan Tingkat Kelengkapan Pengungkapan Wajib dan Sukarela pada Laporan Keuangan Perusahaan Publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi IV. Bandung. 30-31 Agustus.


(6)

Ghozali, Imam 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Badan Penelitian Universitas Diponegoro.

Hughes II, K.E. 2000. The Value Relevance of NonFinancial Mesures of Air Pollution in the Electric Utility Industry. The Accounting Review. Vol. 75, No. 2, p. 209-228.

Komar, Seful. 2004. Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial (Social Responsibility Accounting) dan Korelasinya dengan Akuntansi Islam. Media Akuntansi. Edisi 42/Tahun XI, hal. 54-58.

Mardiyah, Aida Ainul. 2002. Pengaruh Informasi Asimetri dan Disclosure terhadap Cost of Capital. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 5 No. 2, Mei, hal. 229-256.

Marwata. 2001. Hubungan Antara Karakteristik Perusahaan dan Kualitas Ungkapan Sukarela dalam Laporan Tahunan Perusahaan Publik di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi IV. Bandung. 30-31 Agustus. Simanjuntak, Binsar H. dan Lusi Widiastuti. 2004. Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Riset

Akuntansi Indonesia. Vol. 7, No. 3, September, hal. 251-366.

Suharto, Harry. 2004. Standar Akuntansi Lingkungan: Kebutuhan Mendesak.


Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Basis Perusahaan, Profitabilitas, Leverage, dan Likuiditas Terhadap Tingkat Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial pada Perusahaan Go Public di Bursa Efek Indonesia

1 35 110

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan intellectual capital pada perusahaan property dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010 - 2014

0 14 135

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, PROFITABILITAS, LEVERAGE, LIKUIDITAS, TIPE KEPEMILIKAN PERUSAHAAN DAN UMUR PERUSAHAAN TERHADAP LUAS PENGUNGKAPAN LAPORAN TAHUNAN BARANG KONSUMSI YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 1 26

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, PROFITABILITAS DAN LEVERAGE TERHADAP TINGKAT PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN.

0 0 43

PENGARUH TINGKAT LEVERAGE, UKURAN PERUSAHAAN DAN PROFITABILITAS TERHADAP PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DALAM LAPORAN TAHUNAN PERUSAHAAN TAMBANG DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 1 88

PENGARUH TINGKAT LEVERAGE, UKURAN PERUSAHAAN DAN PROFITABILITAS TERHADAP PENGUNGKAPAN SOSIAL DALAM LAPORAN TAHUNAN PERUSAHAAN TAMBANG DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 0 86

PENGARUH ASIMETRI INFORMASI, TINGKAT LEVERAGE, DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP MANAJEMEN LABA DALAM LAPORAN TAHUNAN PERUSAHAAN INDEKS LQ-45 DI BURSA EFEK INDONESIA

0 0 17

KATA PENGANTAR - PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJEMEN, TINGKAT LEVERAGE, UKURAN PERUSAHAAN DAN PROFITABILITAS TERHADAP PENGUNGKAPAN SOSIAL DALAM LAPORAN TAHUNAN PERUSAHAAN TAMBANG DI BURSA EFEK INDONESIA

0 0 20

PENGARUH TINGKAT LEVERAGE, UKURAN PERUSAHAAN DAN PROFITABILITAS TERHADAP PENGUNGKAPAN SOSIAL DALAM LAPORAN TAHUNAN PERUSAHAAN TAMBANG DI BURSA EFEK INDONESIA

0 0 17

PENGARUH TINGKAT LEVERAGE, UKURAN PERUSAHAAN DAN PROFITABILITAS TERHADAP PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DALAM LAPORAN TAHUNAN PERUSAHAAN TAMBANG DI BURSA EFEK INDONESIA

0 0 25