Tindakan Hukum yang dapat Dilakukan Tenaga Kesehatan yang Terlibat dalam Dugaan Tindak Pidana Kelalaian Medik (Legal Momerandum terhadap Kasus di RSIA Nyai Ageng Pinatih Gresik).

TINDAKAN HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN TENAGA KESEHATAN
YANG TERLIBAT DALAM DUGAAN TINDAK PIDANA KELALAIAN MEDIK
(LEGAL MOMERANDUM TERHADAP KASUS DI RSIA NYAI AGENG
PINANTIH GRESIK)
ABSTRAK

Pada Tahun 2015, Dua Dokter Spesialis yang masing masing bernama Dr.
Dicky Tampubolon, Sp. AN dan Dr. Yanuar Syam, Sp. B dilaporkan atas
dugaan tindak pidana kelalaian medik yang dilakukan di Rumah Sakit Ibu dan
Anak (RSIA) Nyai Ageng Pinantih yang berlokasi di Jl. KH. Karim No. 76 –
78, Bedilan, Karangpoh, Gresik, Jawa Timur. Laporan tersebut bermula dari
tindakan medis yang dilakukan kedua dokter spesialis tersebut berupa
operasi spindle tumor di paha kanan pasien yang berujung kematian setelah
pasien dinyatakan koma selama 70 hari. Fakta bahwa tindakan medis yang
dilakukan kedua dokter spesialis tersebut berakibat fatal dan menimbulkan
stigma negatif terhadap Profesi Kedokteran menjadikan perlu untuk diketahui
bagaimana akibat pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh kedua dokter
spesialis tersebut terhadap Penegakan Hukum atas Perlindungan Pasien dan
upaya hukum apa yang dapat ditempuh oleh kedua dokter spesialis tersebut
atas laporan dugaan tindak pidana tersebut diatas.
Penelitian Memorandum Hukum ini bersifat deskriptif analitis dengan

menggunakan pendekatan yuridis normatif melalui peraturan perundang –
undangan yang berlaku, dikaitkan dengan teori – teori hukum dan diperkuat
dengan data – data yang sifatnya sekunder yaitu berupa bahan – bahan
hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
Berdasarkan hasil analisis yang didapat, maka dapat disimpulkan bahwa
Akibat dari Pelayanan Kesehatan yang dilakukan Tenaga Kesehatan khususnya
kedua Dokter Spesialis dalam dugaan Tindak Pidana Kesalahan Medis yang terjadi
di RSIA Nyai Ageng Pinantih merupakan Akibat dari kurang terjalinnya Pola
Hubungan yang baik antara Pasien dan Dokter sekaligus Cerminan masih
kurangnya Penegakan Hukum atas Perlindungan Pasien sehingga diperlukan
perbaikan Mutu dan Standar Pelayanan Kesehatan yang lebih baik. Adapun upaya
hukum yang dapat ditempuh oleh kedua dokter spesialis tersebut diantaranya
Mediasi, Rekonsiliasi
di lembaga yang berwenang dalam Hal ini Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia maupun lembaga ADR dan Laporan dari
Korban kepada Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) yang
dapat dijadikan suatu pertimbangan, rekomendasi dan anjuran – anjuran yang
ditujukan kepada penyidik agar dikeluarkannya Surat Penghentian Penuntutan (SP3)
terhadap kedua dokter spesialis tersebut.