Hubungan antara gaya kelekatan dan sexual self-disclosure pada dewasa berpacaran.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

HUBUNGAN ANTARA GAYA KELEKATAN DAN SEXUAL SELFDISCLOSURE PADA DEWASA BERPACARAN
Veronika Hari Purnama
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara gaya
kelekatan dan sexual self-disclosure. Subjek penelitian adalah 104 subjek dewasa
yang sedang berpacaran. Hipotesis dalam penelitian ini ialah ada hubungan yang
signifikan antara gaya kelekatan dan sexual self-disclosure pada dewasa
berpacaran. Metode sampling yang digunakan adalah Purposive Sampling. Data
dikumpulkan menggunakan Skala Gaya Kelekatan dan Skala Sexual SelfDisclosure menggunakan model Skala Likert. Skala Gaya Kelekatan memiliki
koefisien Alpha Cronbach sebesar 0.864 dan Skala Sexual Self-Disclosure
memiliki Alpha Cronbach sebesar 0.916. Uji asumsi yang digunakan adalah uji
normalitas dan uji linieritas. Hasil menunjukkan bahwa data gaya kelekatan
memiliki distribusi yang normal, tetapi data skala sexual self-disclosure memiliki
distribusi yang tidak normal. Data tidak memiliki hubungan yang linier antara

gaya kelekatan dan sexual self-disclosure pada dewasa berpacaran. Oleh karena
itu, uji hipotesis yang digunakan adalah teknik korelasi Spearman. Hasil
penelitian menunjukkan nilai korelasi -0.117. Dengan demikian, tidak ada
hubungan yang signifikan antara gaya kelekatan dan sexual self-disclosure pada
dewasa berpacaran. Maka, hipotesis yang berbunyi ada hubungan signifikan
antara gaya kelekatan dan sexual self-disclosure pada dewasa berpacaran, ditolak.
Kata kunci: Gaya Kelekatan, Sexual Self-Disclosure, Dewasa Berpacaran

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

RELATIONSHIP OF ATTACHMENT STYLE AND SEXUAL SELFDISCLOSURE IN ADULT DATING
Veronika Hari Purnama
ABSTRACT
This study aims to determine the relationship between attachment style
and sexual self-disclosure among adult dating. The subjects were 104 adult dating.

The hypothesis said that there was a significant relationship between attachment
style and sexual self-disclosure among adult dating. The sampling method used in
this study was Purposive Sampling. The instrument to collect data were
Attachment Style Scale and Sexual Self-Disclosure Scale in Likert’s Model. The
attachment style scale had an Alpha Cronbach coefficient of 0.864 and the sexual
self-disclosure scale had an Alpha Cronbach coefficient of 0.916. The assumption
tests that used were the normality and the linearity tests. The result indicate that
data from attachment style have a normal distribution, but data from sexual selfdisclosure scale not have a normal distribution. Data not have linear relationship
between attachment style and sexual self-disclosure among adult dating.
Therefore, the hypothesis was tested with Spearman correlation. The result shows
the non-significant coefficient of correlation of -0.117. Accordingly, that there is
no significant correlation between attachment style and sexual self-disclosure,
hence the hypothesis that there is a significant relationship between attachment
style and sexual self-disclosure among adult dating is rejected.
Keyword: Attachment Style, Sexual Self-Disclosure, Adult Dating

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK

TIDAKTERPUJI
TERPUJI

HUBUNGAN ANTARA GAYA KELEKATAN DAN SEXUAL SELFDISCLOSURE PADA DEWASA BERPACARAN

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Psikologi
Program Studi Psikologi

Disusun oleh :
Veronika Hari Purnama
NIM : 109114084

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI


MOTTO

Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya
(Pengkotbah 3:11)
Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku
(Filipi 4:13)
Do your best and God will take care of the rest


iv

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

SKRIPSI INI KUPERSEMBAHKAN KEPADA


Tuhan Yesus Kristus
Kedua orang tuaku, Bapak Andreas Ranti & Ibu Antonia Gamelah
Abangku, Niko Demus & Tutun Ansori R. Napitu
Kak Maria Endang & Kak Rinus Wangge
Keponakanku, Sofia Magdalena Bufu & Alberta Verliani Mbere
Adikku, Hariyanti Paramita Duri
Kekasihku, Adventus Anggriawan Luwuk
Sahabat-sahabatku


v

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

HUBUNGAN ANTARA GAYA KELEKATAN DAN SEXUAL SELFDISCLOSURE PADA DEWASA BERPACARAN
Veronika Hari Purnama
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara gaya
kelekatan dan sexual self-disclosure. Subjek penelitian adalah 104 subjek dewasa
yang sedang berpacaran. Hipotesis dalam penelitian ini ialah ada hubungan yang
signifikan antara gaya kelekatan dan sexual self-disclosure pada dewasa
berpacaran. Metode sampling yang digunakan adalah Purposive Sampling. Data
dikumpulkan menggunakan Skala Gaya Kelekatan dan Skala Sexual SelfDisclosure menggunakan model Skala Likert. Skala Gaya Kelekatan memiliki
koefisien Alpha Cronbach sebesar 0.864 dan Skala Sexual Self-Disclosure
memiliki Alpha Cronbach sebesar 0.916. Uji asumsi yang digunakan adalah uji
normalitas dan uji linieritas. Hasil menunjukkan bahwa data gaya kelekatan
memiliki distribusi yang normal, tetapi data skala sexual self-disclosure memiliki

distribusi yang tidak normal. Data tidak memiliki hubungan yang linier antara
gaya kelekatan dan sexual self-disclosure pada dewasa berpacaran. Oleh karena
itu, uji hipotesis yang digunakan adalah teknik korelasi Spearman. Hasil
penelitian menunjukkan nilai korelasi -0.117. Dengan demikian, tidak ada
hubungan yang signifikan antara gaya kelekatan dan sexual self-disclosure pada
dewasa berpacaran. Maka, hipotesis yang berbunyi ada hubungan signifikan
antara gaya kelekatan dan sexual self-disclosure pada dewasa berpacaran, ditolak.
Kata kunci: Gaya Kelekatan, Sexual Self-Disclosure, Dewasa Berpacaran

vii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

RELATIONSHIP OF ATTACHMENT STYLE AND SEXUAL SELFDISCLOSURE IN ADULT DATING
Veronika Hari Purnama

ABSTRACT
This study aims to determine the relationship between attachment style
and sexual self-disclosure among adult dating. The subjects were 104 adult dating.
The hypothesis said that there was a significant relationship between attachment
style and sexual self-disclosure among adult dating. The sampling method used in
this study was Purposive Sampling. The instrument to collect data were
Attachment Style Scale and Sexual Self-Disclosure Scale in Likert‟s Model. The
attachment style scale had an Alpha Cronbach coefficient of 0.864 and the sexual
self-disclosure scale had an Alpha Cronbach coefficient of 0.916. The assumption
tests that used were the normality and the linearity tests. The result indicate that
data from attachment style have a normal distribution, but data from sexual selfdisclosure scale not have a normal distribution. Data not have linear relationship
between attachment style and sexual self-disclosure among adult dating.
Therefore, the hypothesis was tested with Spearman correlation. The result shows
the non-significant coefficient of correlation of -0.117. Accordingly, that there is
no significant correlation between attachment style and sexual self-disclosure,
hence the hypothesis that there is a significant relationship between attachment
style and sexual self-disclosure among adult dating is rejected.
Keyword: Attachment Style, Sexual Self-Disclosure, Adult Dating

viii


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

Kata Pengantar

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat, kasih dan
penyertaan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis
menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Namun

demikian, dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari partisipasi banyak pihak
yang memberikan bantuan dan dukungan terhadap penulis. Oleh karena itu,
penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ibu Dra. Lusia Pratidarmanastiti, M.S. selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang telah membimbing dan memberikan nasihatnya yang berharga
selama penulis menempuh studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata
Dharma.
2. Bapak C. Siswa Widyatmoko, M.Psi selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang
telah membimbing dan menuntun penulis dalam menyelesaikan skripsi.
Terima kasih untuk saran, masukan, dan kesabarannya.
3. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
4. Ibu Ratri Sunar A., M.Si selaku Ketua Program Studi Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
5. Seluruh dosen dan staff Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma,
yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran serta kelancaran
administrasi kepada penulis selama menempuh studi.

x

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

6. Kedua orang tua dan keluarga besar, terima kasih untuk dukungannya baik
berupa materi maupun kasih sayang, dan kepercayaannya selama ini.
7. Adventus Anggriawan Luwuk, hadiah terindah yang Tuhan berikan. Terima
kasih untuk kasih sayang dan dukungannya selama ini.
8. Sahabat-sahabatku: twins Rannie Tupen & Ritha Tupen, Surya Paonganan,
Silvi Jusup, Vinda, Kak Rosa, Kak Juni, Kak Jeni, Viera, Elis. Terima kasih
buat suka duka & kebersamaannya.
9. Teman-teman Fakultas Psikologi: Akeng, Sandi, Christy, Fiona, Novia, Nani,
yang sudah memberikan sharing dan dukungannya selama penulis
mengerjakan skripsi.
10. Teman-teman Psikologi 2010 dan semua pihak yang telah membantu yang
tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
Akhir kata, skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, segala
bentuk kritik dan saran yang bersifat membangun akan penulis terima dengan
rendah hati untuk perkembangan penelitian selanjutnya. Kiranya kasih Tuhan
selalu memberkati dan menyertai pekerjaan dan perjalanan hidup kita semua.

Yogyakarta, 13 April 2015
Penulis,
Veronika Hari Purnama

xi

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………. i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING .…………………… ii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………… iii
HALAMAN MOTTO .......…………………………………………………….. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………………... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……………………….. vi
ABSTRAK …………………………………………………………………….. vii
ABSTRACT ………………………………………………………………….... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ……………………… ix
KATA PENGANTAR …………………………………………………………. x
DAFTAR ISI …………………………………………………………………... xii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………….. xv
DAFTAR BAGAN…………………………………………………………..... xvi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………..... xvii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………… 1
A. Latar Belakang Masalah …………………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………………….. 5
C. Tujuan Penelitian ………………………………………………………... 6
D. Manfaat Penelitian ………………………………………………………. 6
BAB II LANDASAN TEORI …………………………………………………. 7
A. Gaya Kelekatan …………………………………………………………. 7
xii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

1. Definisi Gaya Kelekatan …………………………………………….. 7
2. Mekanisme Terbentuknya Gaya Kelekatan Pada Dewasa …………. 8
3. Karakteristik dan Peran Gaya kelekatan Pada Dewasa ……………. 10
B. Sexual Self-Disclosure …………………………………………………. 12
1. Definisi Sexual Self-Disclosure …………………………………….. 12
2. Karakteristik Sexual Self-Disclosure ……………………………….. 14
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sexual Self-Disclosure ………... 16
C. Dewasa Berpacaran …………………………………………………….. 20
D. Dinamika Hubungan Gaya kelekatan dan Sexual Self-Disclosure …….. 22
E. Hipotesis ………………………………………………………………... 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN …………………………………… 26
A. Jenis Penelitian …………………………………………………………. 26
B. Variabel Penelitian ……………………………………………………... 26
C. Definisi Operasional ……………………………………………………. 26
D. Subjek Penelitian………………………………………………………... 28
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data …………………………………... 28
1. Metode …………………………………………………………….. 28
2. Alat Pengumpulan Data …………………………………………… 29
F. Uji Coba Alat Ukur ……………………………………………………. 34
1. Subjek ……………………………………………………………… 34
2. Pelaksanaan Uji Coba………………………………………………. 35
3. Seleksi Item ………………………………………………………… 35
G. Validitas dan Reliabilitas ………………………………………………. 37
xiii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

1. Validitas Skala……………………………………………………… 37
2. Reliabilitas Skala……………………………………………………. 39
H. Metode Analisa Data …………………………………………………... 41
1. Uji Asumsi …………………………………………………………. 41
2. Uji Hipotesis ……………………………………………………….. 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………………… 43
A. Persiapan Penelitian ……………………………………………………. 43
B. Pelaksanaan Penelitian ...……………………………………………….. 44
C. Data Demografik Subjek ……………………………………………….. 44
D. Deskripsi Data Penelitian ………………………………………………. 45
E. Hasil Penelitian ………………………………………………………… 48
1. Uji Asumsi …………………………………………………………. 48
2. Uji Hipotesis ………………………………………………………... 51
F. Analisis Tambahan ……………………………………………………... 52
G. Pembahasan …………………………………………………………….. 54
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………… 59
A. Kesimpulan …………………………………………………………….. 59
B. Keterbatasan Penelitian…………………………………………………. 59
C. Saran ……………………………………………………………………. 60
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………. 62
LAMPIRAN ………………………………………………………………….... 68

xiv

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR TABEL

Tabel 1

Komponen Sexual Self-Disclosure ……………………………... 31

Tabel 2

Blue Print Try Out Skala Sexual Self-Disclosure ……………… 34

Tabel 3

Distribusi Final Skala Sexual Self-Disclosure …………………. 36

Tabel 4

Blue Print Skala Sexual Self-Disclosure Setelah Try Out ……… 36

Tabel 5

Reliabilitas Skala Gaya Kelekatan (ECR-R) …………………… 40

Tabel 6

Kategori Subjek Berdasarkan Usia …………………………….. 44

Tabel 7

Kategori Subjek Berdasarkan Lama Hubungan Berpacaran …… 45

Tabel 8

Data Skor Gaya Kelekatan ……………………………………... 47

Tabel 9

Data Skor Sexual Self-Disclosure ……………………………… 47

Tabel 10

Uji Normalitas ………………………….…………………………. 48

Tabel 11

Uji Linieritas …………………………………………………… 50

Tabel 12

Uji Hipotesis ……………………………………………………. 51

xv

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR BAGAN

Bagan 1

Kerangka Berpikir Antara Gaya Kelekatan dan Sexual SelfDisclosure ……………………………………………………… 25

Bagan 2

Scatter Plot Hubungan Gaya Kelekatan dan Sexual Self-Disclosure
………………………………………………………………….. 51

xvi

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Form Angket Sexual Self-Disclosure …………………………... 68
Lampiran 2 Hasil Analisis Angket Sexual Self-Disclosure …………………. 70
Lampiran 3 Skala Try Out Sexual Self-Disclosure ………………………….. 72
Lampiran 4 Reliabilitas dan Korelasi Item Total Skala Sexual Self-Disclosure
………………………………………………………………….. 80
Lampiran 5 Skala Final Sexual Self-Disclosure …………………………….. 83
Lampiran 6 Skala Gaya Kelekatan (ECR-R) ………………………………... 85
Lampiran 7 Uji Normalitas ………………………………………………….. 88
Lampiran 8 Uji Linieritas …………………………………………………… 88
Lampiran 9

Uji Korelasi …………………………………………………..... 89

Lampiran 10 Uji Beda Berdasarkan Jenis Kelamin pada Gaya kelekatan dan
Sexual Self-Disclosure
…………………………………………………………………... 89

xvii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Berpacaran adalah masa untuk saling mengenal pribadi pasangan, baik
kekurangan maupun kelebihannya. Pacaran juga sebagai masa persiapan
individu untuk memasuki masa pertunangan atau pernikahan (Dariyo, 2003).
Proses ini dilakukan agar tidak ada istilah “memilih kucing dalam karung”,
yakni

memilih

seseorang

sebagai

pasangan

tanpa

mengenal

dan

memahaminya terlebih dahulu. Tidak terkecuali dalam segi seksualitas
pasangan.
Setiawan dan Nurhidayah (2008) menemukan bahwa pacaran
memberikan kesempatan untuk melakukan hubungan seksual pranikah. Salah
satu penyebab pasangan melakukan hubungan seksual pranikah adalah
kurangnya informasi atau pengetahuan tentang seks. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan
Kesejahteraan Sosial (B2P3KS) menemukan bahwa perilaku seks pranikah
dapat mengakibatkan Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) yang akhirnya
dapat menimbulkan aib di masyarakat sehingga memunculkan rasa malu dan
memicu untuk melakukan aborsi, memiliki peluang terjangkit PMS (Penyakit
Menular Seks), bahkan kematian (DeLamater, 2007). Kasus diatas tentunya
merupakan keprihatian tersendiri bagi dewasa berpacaran untuk memilih

1

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
2

pasangan hidup. Di samping itu, terdapat sebuah konstruk yang disebut
dengan istilah sexual self-disclosure yang mulai menarik perhatian peneliti.
Sexual self-disclosure merupakan kesediaan seseorang menyatakan
pikiran, perasaan, dan perilaku seksual kepada pasangannya (Tang, Bensman,
& Hatfield, 2013) dan sejauh mana individu mengungkapkan diri kepada
pasangan tentang hal seksual yang mereka suka dan tidak suka dengan
memperhatikan spesifikasi keterlibatan kegiatan seksual mereka (Byers &
Demmons, 1999). Melalui sexual self-disclosure seseorang dapat menegoisasi
hal-hal terkait seksual dengan pasangan (Byers, 2011). Sexual self-disclosure
penting dalam hubungan berpacaran karena pada periode ini pasangan mulai
mengembangkan pemahaman seks dan membangun komunikasi seksual
dengan pasangan (Byers & demmon, 1999).
Sexual self-disclosure dilakukan dengan tujuan dapat meningatkan
keintiman hubungan (Herold & Way, 1988), membangun hubungan, dan
mengatasi masalah seksual dalam hubungan (Chesney, Blakeney, Cole, &
Chan, 1981; Ferroni & Taffe, 1997; Byers & Demmon, 1999). Apabila
individu memahami preferensi dan keinginan seksual pasangan, maka akan
memberikan reward terhadap seksual (Rehman, Rellini, & Fallis, 2011) dan
dapat menghasilkan kepuasan hubungan (MacNeil & Byers, 2005; Byers,
2011). Adanya Sexual self-disclosure dapat meningkatkan seksual well-being,
karena keterbukaan terhadap apa yang disukai dan tidak disukai dalam
seksualitas adalah jalan untuk menginformasikan lebih tentang apa yang
disukai dan mengurangi apa yang tidak disukai dalam seksualitas (Davies,

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
3

Katz, & Jackson, 1999; McCarhty & Bodner, 2005; Miller & Byers, 2004;
Byers, 2011).
Dengan memberi informasi tentang latar belakang seksual pada
pasangan bisa meningkatkan kesehatan secara jasmani karena individu bebas
dari perasaan tertekan atau khawatir mengenai seksualitas yang dapat
mengganggu kesehatan. Selain itu, keterbukaan tentang seksual pada
hubungan memungkinkan mempromosikan pilihan-pilihan yang secara
seksual berfungsi melindungi kesehatan, misalnya menggunakan kondom atau
kemungkinan menghindari pasangan yang telah banyak terlibat secara seksual
(dalam Anderson, Kunkel, & Dennis, 2011).
Miller & Byers (2004) masih menemukan rata-rata individu tidak
membicarakan keinginan seksual pada pasangannya sehingga persepsi tentang
seksualitas lebih dipengaruhi oleh stereotype seksual yang mereka miliki,
misalnya lebih kepada apa yang kebanyakan disukai perempuan atau laki-laki
dibandingkan kecenderungan seksual pasangan mereka. Mereka juga
membatasi diri dalam sexual self-disclosure karena takut akan akibat-akibat
negatif, seperti takut diekspos, ditelantarkan, takut akan reaksi marah dari
orang lain, takut merugikan diri sendiri, merasa terganggu atau cemas apabila
pasangan tahu bahwa pengalaman seksualnya buruk, dan khawatir akan
kehilangan seseorang (dalam Tang, Bensman, & hatfield, 2013). Kurangnya
sexual self-disclosure menyebabkan seseorang kurang memahami segi
seksualitas pasangannya sehingga menimbulkan masalah-masalah seksual dan
rentan terhadap pengalaman seksual yang dipaksakan (Byers, 2011).

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
4

Di sisi lain, terdapat gaya kelekatan yang dapat mempengaruhi relasi
orang dewasa dalam hubungan berpacaran. Kelekatan pada orang dewasa
mengacu kepada usaha individu untuk memelihara dan mencari kedekatan
dengan seseorang yang mampu memberikan rasa aman dan terlindungi secara
fisik maupun psikis (Potter-Efron, 2005). Selain itu, kelekatan pada orang
dewasa merupakan kelekatan romantis yang melibatkan kedekatan dan
kelekatan dengan seorang pasangan romantis (McGuirk & Pettijhon, 2008).
Gaya kelekatan merupakan aspek penting dalam diri orang dewasa.
Gaya kelekatan memprediksi cara dimana orang merasa, berpikir, dan
berperilaku dalam hubungan berpacaran mereka (Brennan & Shaver, 1995;
Collins, 1996; Collins & Read 1990; Simpson, 1990; Broemer & Blumle,
2003). Oleh karena itu, gaya kelekatan dapat mempengaruhi emosi dan pola
pikir seseorang dalam berelasi sosial termasuk dengan pasangan. Awalnya
pola kelekatan terbentuk melalui figur lekat (pengasuh) dan digunakan anak
untuk memprediksi perilaku pengasuh dalam berbagai situasi. Selanjutnya
ketika orang beranjak dewasa, mereka mengalihkan fungsi kelekatan dari
pengasuh ke pasangan dan digunakan sebagai pondasi untuk berelasi dalam
hubungan intim (Crowell & Treboux, 1995).
Gaya kelekatan dapat mempengaruhi kehidupan seksual pasangan
dalam hubungan. Herold & Way (1988) menemukan bahwa kelekatan secure
berhubungan dengan adanya kemantapan dalam hubungan, orientasi yang
jelas pada pasangan, dan seksualitas, dimana individu yang secure lebih
banyak terlibat dalam physically attractive sedangkan individu yang insecure

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
5

lebih sedikit terlibat dalam physically attractive. Individu yang secure juga
terbuka terhadap eksploitasi seksual, yakni biasanya dengan satu pasangan
yang telah lama berhubungan dengan adanya kontak fisik dan aktivitas seksual
(Davis, Follette, & Vernon, 2001) sedangkan individu yang insecure-avoidant
dilaporkan tidak menyukai aspek afeksi dan keintiman seksual dikarenakan
hal tersebut merupakan sumber ketidaknyamanan. Walaupun melakukan
aktivitas seksual, mereka cenderung melakukannya tanpa harus adanya ikatan
yang jelas (Schahner & Shaver, 2002). Di Indonesia, terdapat penelitian yang
menghubungkan kelekatan dengan pasangan dan perilaku seks pada
mahasiswa. Akan tetapi, hasil penelitian tersebut menunjukkan tidak ada
hubungan antara kelekatan dengan perilaku seks pada mahasiswa (Pitaloka,
2013). Dalam penelitian tersebut belum diketahui hubungan antara gaya
kelekatan dan model komunikasi seksual, yakni sexual self-disclosure.
Berdasarkan uraian di atas, gaya kelekatan yang dimiliki seseorang
dapat mempengaruhi kualitas, bentuk, dan kehidupan seksual dengan
pasangan. Adanya keprihatinan terhadap masalah dalam hubungan berpacaran
dewasa di Indonesia, membuat peneliti tertarik untuk mengetahui apakah
gaya kelekatan memiliki hubungan dengan sexual self-disclosure seseorang.
B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara gaya kelekatan dan sexual self-disclosure?

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
6

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah
ada hubungan antara gaya kelekatan dan sexual self-disclosure pada dewasa
berpacaran.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dalam
ilmu psikologi, yakni dalam Psikologi Perkembangan, Psikologi Sosial,
dan Psikologi Klinis Dewasa mengenai gaya kelekatan dan sexual selfdisclosure, serta referensi untuk bahan penelitian selanjutnya, khususnya
topik sexual self-disclosure yang jarang diteliti di Indonesia.
2. Manfaat Praktis
Memberikan informasi bagi dewasa berpacaran tentang perlunya
mengembangkan kelekatan yang aman dengan pasangan dan perlunya
keterbukaan diri terkait topik seksualitas agar memahami preferensi dan
kebutuhan seksual pasangan, karena pada periode ini pasangan mulai
membangun bentuk komunikasi seksual dan mengembangkan pemahaman
seksual pasangan. Dengan demikian, adanya sexual self-disclosure
mengantisipasi kemungkinan masalah seksual yang akan terjadi dan
memiliki harapan bahwa komunikasi ini akan membawa hubungan ke arah
yang lebih baik, sehingga diharapkan dapat membantu dalam memutuskan
pemilihan pasangan hidup.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Gaya Kelekatan
1. Definisi Gaya Kelekatan
Hazan & Shaver (1987) mengembangkan tiga kategori umum gaya
kelekatan dewasa menurut Ainsworth. Ketiga gaya kelekatan tersebut
antara lain: secure, avoidant, dan anxious-ambivalent, dimana avoidant
dan anxious ambivalent merupakan model kelekatan insecure. Individu
yang memiliki kelekatan secure mudah dekat dengan orang lain, nyaman
tergantung pada orang lain dan orang lain bergantung padanya, tidak
khawatir mengenai ditinggalkan atau tentang seseorang yang terlalu dekat
dengannya (Hazan & Shaver, 1987; Volling, Notaro & Larsen, 1998).
Mereka memiliki kepercayaan pada keintiman, sangat mudah membangun
kedekatan dengan orang lain, merasa stabil, dan berkomitmen pada
hubungan (Hazan & Shaver, 1987; Levy & Davis, 1988; Simpson &
Rholes, 1998; Bogaert & Sadava, 2002), serta rendahnya kecemasan
terhadap kehilangan (Hazan & Shavers, 1987; Crowell & Treboux, 1995).
Individu yang memiliki kelekatan avoidant tidak nyaman dekat
dengan orang lain, sulit untuk benar-benar percaya pada orang lain, sulit
mengijinkan dirinya bergantung pada orang lain, gugup ketika orang lain
terlalu dekat, dan lebih merasa nyaman memiliki hubungan yang tidak
terlalu intim dengan pasangan (Hazan & Shaver, 1987; Volling, Notaro &
7

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
8

Larsen, 1998). Gaya kelekatan avoidant menekankan pada kurang
kepercayaan, kegelisahan pada keintiman dan sulit bergantung pada orang
lain (Hazan & Shavers, 1987; Crowell & Treboux, 1995).
Individu yang memiliki kelekatan anxious-ambivalen memiliki
karakteristik yang memandang bahwa orang lain segan untuk dekat
dengannya, sering cemas bahwa pasangannya tidak sungguh-sungguh
mencintainya atau tidak ingin tetap dengannya dan akan meninggalkannya.
Individu dengan gaya kelekatan anxious-ambivalen ingin benar-benar
bergabung dengan orang lain, dan keinginan ini kadang-kadang membuat
orang lain takut (Hazan & Shaver, 1987; Volling, Notaro & Larsen, 1998),
mereka memiliki keinginan untuk dekat, namun cemas apabila ditolak, dan
kesadaran individu akan keinginan pada keintiman yang lebih tinggi dari
kebanyakan orang (Hazan & Shavers, 1987; Crowell & Treboux, 1995).
Berdasarkan uraian diatas, disimpulkan bahwa terdapat dua gaya
kelekatan pada dewasa berpacaran yang disebut dengan secure yang
menunjukkan

seseorang

memiliki

kelekatan

yang

aman

dengan

pasangannya dan kelekatan insecure yang menunjukkan seseorang
memiliki kelekatan tidak aman dengan pasangannya.
2. Mekanisme Terbentuknya Gaya Kelekatan Pada Dewasa
Bowlby (1969/1982) menganalisis internal working model atau
pola berpikir individu sebagai perspektif yang menghasilkan orientasi
individu pada hubungan berpacaran (dalam Levinger, 1994). Internal
working models juga merupakan dasar tindakan dari berbagai situasi yang

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
9

berhubungan dengan pengalaman. Asumsi ini menegaskan bahwa sistem
kelekatan pada masa dewasa tergantung pada sistem kepercayaan pada
masa infant. Kepercayan ini dihasilkan melalui tingkat sensitivitas yang
disediakan pengasuh pada saat anak mengalami stres (Pearce, 2009).
Melalui interaksi yang berulang, maka anak membangun suatu
struktur pengetahuan, atau model kerja internal yang mewakili interaksi
mereka dan berkontribusi kepada sistem kelekatan. Model kerja insecure
terbentuk ketika significant others bersikap dingin, menolak, tak dapat
diramalkan, menakutkan, atau tidak dapat merespon, (Fraley & Shaver,
2000), kurang memperhatikan kebutuhan anak, tidak konsisten atau
menolak kasih sayang yang seharusnya dibutuhkan oleh anak (dalam
Fraley, 2010) maka anak belajar bahwa orang lain tidak dapat diandalkan
untuk mendukung dan merasa nyaman. Sedangkan anak yang secure pada
situasi yang strange dikarenakan pengasuh mereka mampu merespon
kebutuhannya.
Bentuk kelekatan pada masa infant akan stabil sampai dewasa. Hal
ini diungkapkan oleh Hazan & Zeifman (1999) yang menyatakan sistem
kelekatan sebagai sistem original yang diadaptasi dari masa infant dan
berlanjut mempengaruhi perilaku, pikiran, dan perasaan pada orang
dewasa. Beberapa studi menunjukkan bahwa efek panjang pada
pengalaman masa kecil dengan pengasuh akan berpengaruh pada relasi
individu dalam hubungan berpacaran (Bartholomew, 1990; Simpson &

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
10

Rholes, 1998). Representasi ini akan mempengaruhi harapan seseorang,
emosi, pertahanan, dan perilakunya dalam semua bentuk hubungan intim.
Hazan & Shaver (1987) menemukan bahwa dewasa yang secure
pada hubungan berpacaran sangat tampak mengulang hubungan masa
kecil mereka dengan orang tua yang penuh kasih sayang, peduli, dan
menerima mereka (dalam Fraley, 2010). Sebaliknya, dewasa dengan gaya
kelekatan insecure dikarenakan telah mengalami kasih sayang yang tidak
konsisten dari orang tua mereka selama masa kanak-kanak sehingga
cenderung merasa kurang disayangi dan lain sebagainya.
Hazan & shaver (1987) menambahkan bahwa transisi dari perilaku
mencari tempat perlindungan kepada perasaan aman terjadi karena
pasangan terbukti memberi respon pada waktu individu mengalami stres.
Selain itu, kegagalan atau ketidakpuasan hubungan terjadi karena individu
tidak hanya membutuhkan perasaan aman, tetapi pasangan juga harus
berjuang untuk membangun atau memberikan kasih sayang atau pasangan
gagal menjadi figur lekat yang efektif. Jadi, seperti pengaruh relasi awal
anak dengan orang tua atau pengasuh mereka, pasangan romantis memiliki
peran penting menjadi figur lekat bagi individu dewasa.
3. Karakteristik dan Peran Gaya kelekatan Pada Dewasa
Menurut teori Bowlby, kelekatan ialah menggunakan seseorang
sebagai “dasar yang aman” untuk menjelajah dan menguasai lingkungan
pada

saat

aman,

dan

menggunakan

seseorang sebagai

“tempat

perlindungan” pada saat stress atau bahaya. Teori kelekatan mendalilkan

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
11

bahwa pengalaman stress, sakit, bahaya, atau perubahan yang ekstrim
memprovokasi seseorang untuk mencari yang lain karena kebutuhan
bawaan untuk mencari keselamatan (Crowell & Waters, 1994).
Hazan & Shaver (1990) mengobservasi hubungan berpacaran pada
dewasa memiliki karakteristik yang dinamis, contohnya ditandai dengan
seseorang merasa nyaman dan aman saat pasangan mereka dekat dan
responsif, termasuk dalam keadaan tertentu pasangan dapat digunakan
sebagai “secure base” untuk mengeksplorasi lingkungan. Pada saat stres
dan terancam, individu membutuhkan pertolongan, respon dan kepedulian
atau dukungan dari pasangan. Sama halnya, pasangan dapat menjadi figur
lekat bagi yang lainnya dengan saling menolong, berempati, dan menjaga
satu sama lain (dalam Fraley & Shaver, 2000).
Dari sudut pandang luar, tujuan dari sistem kelekatan adalah untuk
mempertahankan kontak dengan figur lekat, sedangkan dari sudut pandang
orang yang bersangkutan, tujuan dari sistem kelekatan adalah mencapai
“perasaan aman”. Sama halnya dengan sistem kelekatan pada masa kanakkanak, ketika seseorang dewasa, tujuan kelekatan pada pasangan adalah
untuk merasa aman dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Perilaku
kelekatan ini diakhiri oleh kondisi yang menunjukkan keselamatan,
kenyamanan, dan keamanan (Fraley & Shaver, 2000).
Adapun fungsi dari gaya kelekatan menurut Ainsworth (1991)
yaitu untuk memperoleh pengalaman aman dan kenyamanan dengan
pasangan. Jika keamanan dan kenyamanan seperti itu tersedia, individu

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
12

dapat bergerak dari dasar aman yang diberikan oleh pasangan, dengan
kepercayaan terlibat dalam kegiatan lainnya. Weiss (1982) menyatakan
bahwa figur lekat di kehidupan orang dewasa tidak perlu menjadi figur
protektif, tetapi mereka boleh diibaratkan mengembangkan kapasitas
kelekatan individu itu sendiri untuk menguasai tantangan (dalam Crowell
& Treboux, 1995). Fraley & Shaver (2000) menyatakan fungsi gaya
kelekatan antara lain: gaya kelekatan dibangun dengan ditandai oleh
tendensi individu untuk menetapkan hubungan yang intim dengan figur
lekat, figur lekat digunakan sebagai tempat yang aman pada saat sakit,
bahaya, atau keadaan yang mengancam, dan figur lekat digunakan sebagai
dasar yang aman untuk bereksplorasi. Selain itu, orang yang sudah dalam
hubungan yang lama lebih cenderung mencari kedekatan pada pasangan
mereka, menggunakan pasangan mereka sebagai tempat berlindung dan
dasar yang aman (Hazan & Shaver, 1994; Heffernan, Fraley, Vicary &
Brumbau, 2012).
B. Sexual Self-Disclosure
1. Definisi Sexual Self-Disclosure
Sexual self-disclosure berbeda dengan self-disclosure pada
umumnya.

Self-disclosure

biasa

digunakan

sehari-hari

untuk

mengkomunikasikan informasi yang terkait dengan hubungan personal
dan pengalaman seseorang (Dunbar, Marriot, & Duncan, 1997; Tang,
Bensman, & Hatfield, 2013). Self-disclosure merupakan proses dimana
individu membuka diri dengan menyatakan informasi pribadi dan personal

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
13

tentang dirinya sebagai bentuk komunikasi dalam relasinya dengan orang
lain (Jourard & Lasakow, 1958; Herold & Way, 1988).
Menurut beberapa penelitian, ditemukan sejarah dan konsekuensi
sexual self-disclosure tidak selalu identik dengan self-disclosure pada
umumnya. Dalam studi Wheeless dkk (1984) ditemukan ada perbedaan
tingkat perkembangan keintiman hubungan antara mahasiswa yang
didiskriminasikan oleh kepuasan komunikasi umum dan kepuasan
komunikasi seksual, dimana kepuasan komunikasi umum memiliki nilai
keintiman yang lebih lemah daripada kepuasan komunikasi seksual. Sexual
self-diclosure merupakan salah satu tipe komunikasi seksual. Namun
berbeda dengan komunikasi seksual yang merupakan suatu proses
interaktif diadik, sexual self-diclosure lebih menegaskan pada seseorang
yang menyatakan aspek-aspek seksual yang ada pada dirinya (Tang,
Bensman, & Hatfield, 2013).
Peneliti berbeda-beda dalam mendefinisikan sexual self-disclosure.
Beberapa definisi menyatakan sexual self-disclosure adalah kesediaan
untuk mengkomunikasikan pada orang lain tentang berbagai topik seksual.
Orang lain yang dimaksud yaitu orang tua, teman, kenalan, terapis, atau
bahkan orang yang baru dikenal (Papini, Farmers, Clark, & Snell, 1988;
Snell dkk, 1989; Yang, Yang, & Chiou, 2010; Tang, Bensman, & Hatfield,
2013). Byers & Demmons (2010) mendefinisikan sexual self-disclosure
sebagai “sejauh mana individu mengungkapkan diri kepada pasangan
tentang hal yang mereka suka dan tidak sukai dengan memperhatikan

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
14

spesifikasi keterlibatan kegiatan seksual mereka (Tang, Bensman, &
Hatfield, 2013)”.
Sexual self-disclosure merupakan kesediaan seseorang menyatakan
pikiran, perasaan, dan perilaku seksual kepada pasangannya (Tang,
Bensman, & Hatfield, 2013). Perilaku seksual yang dimaksud antara lain,
berpegangan tangan atau meremas jari-jari tangan, berciuman, berpelukan,
memegang payudara, memegang vagina/penis, atau berhubungan seksual
(Santrock, 2001).
Kesimpulannya, sexual self-disclosure adalah kesediaan seseorang
untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan perilaku seksual dirinya pada
pasangannya.
2. Karakteristik Sexual Self-Disclosure
Sexual

self-disclosure

umumnya

dilakukan

dengan

mengkomunikasikan seksual yang disukai dan tidak disukai yang
merupakan proses interaktif dan dinamik yang menuntut perubahan antara
dua individu dalam hubungan berpacaran (Rehman dkk, 2011). Perubahan
tersebut tampak melalui sikap dan perilaku individu yang memahami
pasangannya dalam konteks seksualitas.
Rubin, Hill, Peplau, & Dunkel-Schetter (1980) menyatakan bahwa
semakin lama individu dalam sebuah hubungan, semakin mereka
membuka diri tentang seksualitas pada pasangan. Namun, dalam penelitian
lain justru ditemukan hanya sedikit korelasi antara kedua konsruk tersebut
(dalam Tang, Bensman, & Hatfield, 2013). Byers (2011) juga menyatakan

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
15

bahwa pada hubungan yang lama maupun rata-rata, pasangan sangat
sedikit menyatakan tentang seksual yang mereka suka dan tidak suka. Oleh
karena itu, lama atau tidaknya sebuah hubungan berpacaran tidak menjadi
pedoman umum kesediaan seseorang untuk melakukan sexual selfdisclosure. Miller & Byers (2004) menemukan bahwa individu lebih
memilih terbuka pada teman atau pacar tentang topik seksual
dibandingkan dengan orang tua. Hal ini dikarenakan mereka merasa nilainilai seksual yang mereka miliki berbeda dengan orang tua mereka
(Morgan, 1976; Sorenson, 1973; Herold & way, 1988).
Byers & Demons (1999) menyatakan bahwa sexual self-disclosure
terjadi melalui konteks hubungan intim, yakni dalam berpacaran. Hal ini
dikarenakan selama periode ini pasangan mulai membangun bentuk
komunikasi seksual dan mengembangkan pemahaman seksual pasangan.
Individu yang sangat terbuka tentang seksual yang disuka dan tidak
disukai terjadi ketika ada tingkat sexual self-diclosure yang tinggi diantara
topik lainnya dalam hubungan, dan saat mereka merasa bahwa pasangan
mereka membuka diri tentang seksual yang disukai dan tidak disukai.
Cupach & Metts (1991) juga menyatakan bahwa terbuka secara spesifik
tentang seksual yang disuka dan tidak disukai, artinya menginformasikan
dan menginginkan lebih apa yang diinginkan dan mengurangi tentang
seksual yang tidak diinginkan pada pasangan.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
16

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sexual Self-Disclosure
Dalam beberapa penelitian, faktor-faktor yang selama ini diketahui
mendorong individu melakukan sexual self-disclosure antara lain:
a. Self-esteem
Herold

&

Goodwin

(1981b)

menemukan

self-esteem

berhubungan dengan perasaan bersalah terhadap seks, yang mana
tingginya self-esteem mempengaruhi individu kurang merasa bersalah
terhadap perilaku seksual mereka karena individu tetap memiliki
penilaian baik dan memandang positif diri mereka. Bardwick (1973)
juga menemukan bahwa perempuan muda yang memiliki self-esteem
yang tinggi kurang memikirkan reaksi negatif orang lain karena ketika
seseorang memiliki self-esteem yang tinggi, maka akan mempengaruhi
penilaian atas diri mereka maupun orang lain. Pada studi Herold &
Way (1988) self-esteem berhubungan dengan sexual self-disclosure
pada perempuan virgin dan nonvirgin. Hal ini menunjukkan bahwa
keterbukaan diri yang tinggi membutuhkan self-esteem berupa
kepercayaan atas diri mereka yang kurang baik dan resiko apabila
terbuka pada pasangan, khususnya pada perempuan nonvirgin.
b. Kenyamanan dan sikap yang sama terhadap seksualitas dalam sebuah
kelompok
Hal ini dapat mempengaruhi sexual self-disclosure individu.
Dalam mengungkapkan hal yang intim tentang dirinya, individu
berpikir kemungkinan orang yang mendengar keterbukaan dapat

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
17

menggunakan informasi tersebut untuk melukai orang. Kemudian,
individu mencoba menemukan posisi pada orang lain sebelum
menyatakan tentang diri mereka. Individu akan terbuka jika mereka
melihat orang lain nyaman untuk berbicara mengenai topik seksual dan
saling berbagi nilai yang sama (Herold & Way, 1988).
c. Komitmen
Komitmen dalam hubungan memungkinkan keterbukaan
karena individu merasa aman tentang pasangan mereka dan kurang
khawatir terhadap penolakan. Hal ini juga dikarenakan sexual sellfdisclosure dapat meningkatkan keintiman yang pada akhirnya
memungkinkan adanya komitmen yang jelas dalam hubungan mereka
(Herold & Way, 1988).
d. Frekuensi pengalaman seksual
Frekuensi pengalaman seksual juga turut mempengaruhi
kesediaan seseorang untuk terbuka mengenai topik seksual, khususnya
pada pasangan intim. Orang yang memiliki pengalaman seksual yang
baik dan frekuensi perilaku seksual yang lebih banyak, memungkinkan
mereka lebih menerima dan merasa tenang terhadap perilaku seksual
mereka, selanjutnya bersedia untuk terbuka tentang hal tersebut.
Herold & Way (1988) menemukan frekuensi pengalaman seksual
berhubungan dengan sexual self-disclosure. Hal ini menunjukkan
semakin banyak seseorang berhubungan seksual dengan pasangan,
akan memudahkan individu mendiskusikan isu atau topik seksual.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
18

Sebaliknya, faktor-faktor yang diketahui menghambat individu
dalam melakukan sexual self-disclosure antara lain:
a. Takut akan akibat-akibat negatif
Individu takut akibat negatif yang akan muncul dalam
hubungan seperti takut diekspos, ditelantarkan, takut akan reaksi
marah dari orang lain, takut merugikan diri sendiri, merasa terganggu
atau cemas apabila orang lain tahu, dan khawatir akan kehilangan
seseorang apabila mengetahui tentang kebenaran yang diungkapkan,
terutama mengenai topik seksual yang terkesan pribadi, seperti
pengalaman seksual di masa lalu (Hatfied 1984; Tang, Bensman, &
Hatfield, 2013).
b. Rasa bersalah
Rasa bersalah terhadap perilaku seksual mempengaruhi
individu untuk kurang terbuka pada pasangan. Orang yang merasa
bersalah memiliki keyakinan bahwa orang lain akan menghukum atas
perilaku seksual mereka dan mereka akan sangat merasa bersalah jika
menyatakannya pada orang lain (Bardwick, 1973; Herold & Way,
1988).
c. Memiliki banyak pasangan seksual di masa lalu
Beberapa

penelitian

menemukan

bahwa

membicarakan

hubungan di masa lalu dan pengalaman seksual di masa lalu sering
dihindari. Desiderato & Crawford (1995) menyatakan bahwa pasangan
gagal terbuka tentang pengalaman seksual yang lalu pada pasangan

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
19

karena mereka mempunyai banyak pasangan seksual di masa lalu
(dalam Anderson, Kunkel, & Dennis, 2011). Herold & way (1988)
juga menyatakan bahwa individu yang memiliki beberapa pasangan
seksual dapat dipandang negatif oleh pasangannya saat ini dan mereka
tidak bersedia untuk terbuka karena khawatir akhirnya dapat merusak
hubungan.
d. Melindungi hubungan
Alasan lainnya individu menghindari membicarakan seks
dengan pasangan adalah untuk ''melindungi hubungan'' terhadap hal
merugikan yang mungkin menimpa hubungan. Individu tidak ingin diri
mereka atau pasangan mereka mendapat pengalaman emosional yang
negatif seperti bingung dan penghinaan, penilaian yang jelek,
kerusakan hubungan, perasaan takut dan tidak nyaman (Anderson,
Kunkel, & Dennis, 2011).
e. Budaya
Budaya merupakan pengetahuan yang umumnya merupakan
faktor penting yang mempengaruhi kognisi, emosi, motivasi, gaya
hidup, dan kebahagiaan hidup orang (Tang, Bensman, & Hatfield,
2013). Budaya juga diasumsikan mempengaruhi seluruh aspek
kehidupan manusia, termasuk seksualitas (Hatfield & Rapson, 2005,
Tang, Bensman, & Hatfield, 2013). Individu yang berada dalam
sebuah budaya yang memandang membicarakan seksualitas adalah hal
yang “tabu” untuk dibicarakan dengan pasangan ataupun orang lain,

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
20

akan cenderung merasa malu untuk membicarakan topik seksual
karena khawatir akan dipandang sebagai hal yang tidak pantas untuk
dilakukan. Dengan demikian, individu yang memiliki banyak norma
atau budaya konservatif kemungkinannya kecil dalam membahas
seksualitas dengan bebas (Hatfied 1984; Tang, Bensman, & Hatfield,
2013).
f. Gender
Budaya juga mempengaruhi perbedaan gender dalam hal
keterbukaan. Sebuah “budaya yang terbuka” dapat mempengaruhi
seberapa banyak perempuan dan laki-laki terbuka pada lawan jenis
dalam hubungan berpacaran (Derlega dkk, 1985). Gottlieb & Wagner
(1991) menyatakan bahwa laki-laki kurang bersedia dan kurang
nyaman terbuka tentang perasaan pribadinya. Perempuan lebih nyaman
berdiskusi dengan intim dibandingkan laki-laki, mereka lebih terbuka
tentang perasaannya dan lebih menunjukkan minat dan pemahaman
dalam merespon keterbukaan orang lain. Laki-laki kurang memiliki
minat pada keterbukaan diri karena memiliki keyakinan bahwa lakilaki lebih malu membicarakan topik yang intim (Derlega dkk, 1985).
C. Dewasa Berpacaran
Para ahli menyatakan bahwa individu dewasa yaitu yang berada pada
rentang usia 18 - 40 tahun (Hurlock, 1990). Menurut Santrock (2002) individu
yang dewasa memiliki kriteria yaitu adanya kemandirian ekonomi dan
kemandirian membuat keputusan. Kemandirian ekonomi ditandai dengan

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
21

kemampuan individu untuk mulai mendapatkan pekerjaan dan tidak
bergantung dengan orang tua. Kemudian, kemandirian membuat keputusan
yaitu tentang karir, nilai-nilai, keluarga dan hubungannya, serta gaya hidup.
Santrock (2002) menjelaskan bahwa tugas orang dewasa adalah untuk
bekerja dan menjalin hubungan dengan lawan jenis, terkadang menyisakan
sedikit waktu untuk hal lainnya. Menurut Havighurst (dalam Monks, Knoers
& Haditono, 2001) tugas perkembangan dewasa adalah menikah atau
membangun sebuah keluarga, mengelola rumah tangga, mendidik atau
mengasuh anak, memikul tangung jawab sebagai warga negara, membuat
hubungan dengan suatu kelompok sosial tertentu, dan melakukan suatu
pekerjaan. Mencari pasangan hidup yang tepat sangat penting karena
merupakan pilihan untuk membina sebuah keluarga. Santrock (2002)
mengatakan pada usia ini orang dewasa mulai mengalami cinta dan menjalin
hubungan yang intim yakni berpacaran. Cinta yang romantis inilah yang
menjadi alasan utama individu untuk menikah dan menjadi orang tua.
Berpacaran adalah masa pendekatan yang ditandai adanya saling
pengenalan pribadi baik kekurangan dan kelebihan masing-masing individu
dari kedua lawan jenis. Pacaran dapat dijadikan sebagai masa persiapan
individu untuk memasuki masa pertunangan atau pernikahan (Dariyo, 2003).
Pacaran juga merupakan proses penyeleksian pasangan untuk pernikahan
(Santrock, 2003).
Dalam berpacaran, individu dewasa memiliki peran yang besar dalam
hal

eksperimentasi

seksualitas

(Santrock,

2003).

Santrock

(1985)

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTE