Hubungan antara kelekatan tidak aman dan komitmen pada wanita dewasa awal yang berpacaran di Yogyakarta.

(1)

vii

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN TIDAK AMAN DAN KOMITMEN PADA WANITA DEWASA AWAL YANG BERPACARAN DI

YOGYAKARTA

Jane Ginza Ayu Permatasari

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kelekatan tidak aman dan komitmen pada wanita dewasa awal yang berpacaran di Yogyakarta. Subjek penelitian adalah wanita dewasa awal yang berpacaran dengan rentang usia 18 hingga 34 tahun sebanyak 203 orang. Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan negatif antara kelekatan tidak aman dan komitmen. Semakin tinggi rasa tidak aman seseorang atau kelekatan tidak aman seseorang maka semakin rendah komitmennya, begitu pula sebaliknya. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif korelasional. Sampling dalam penelitian ini menggunakan incidental sampling. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menyebarkan skala. Alat pengambilan data menggunakan dua skala, yaitu skala ECR – R (Experiences in Close Relationship Questionnaire – Revised) dengan reliabilitas 0.880 dan skala komitmen dengan reliabilitas 0.821. Data penelitian dianalisis menggunakan teknik korelasi Product Moment Pearson dan didapatkan koefisien korelasi sebesar – 0.552 dengan taraf signifikansi 0.000. Hal tersebut menunjukkan bahwa hipotesis dalam penelitian, yang menyebutkan bahwa terdapat korelasi negatif antara kelekatan tidak aman dan komitmen pada wanita dewasa awal yang berpacaran di Yogyakarta, diterima.


(2)

viii

THE CORRELATION BETWEEN INSECURE ATTACHMENT AND COMMITMENT AMONG DATING EARLY ADULTHOOD WOMEN IN

YOGYAKARTA

Jane Ginza Ayu Permatasari

ABSTRACT

This research aimed to know the relationship between insecure attachment and commitment among dating eary adult women in Yogyakarta. Subjects in this study were dating early adult aged between 18-34 years old as much as 203 people. The hypothesis in this research was that there is negative correlation between insecure attachment and commitmnet. The higher person’s insecure attachment, the lower of commitment, conversely. The type of the study was a correlational quantitative research. The sampling method in this study using incidental sampling. The research method used in this study is spread the scale. The instruments of this research used two measurements which is a ECR – R (Experiences in Close Relationship Questionnaire – Revised) scale with reliabilty coefficient is 0.880 and commitment scale with reliability coefficient is 0.821. the research data was analyzed using Product Moment’s Correlation be found coefficient correlations is – 0.552 on significantly 0.000. The result showed that the hypothesis, there is a negative correlation between insecure attachment and commitment among dating eary adult women in Yogyakarta, acceptable.


(3)

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN TIDAK AMAN DAN KOMITMEN PADA WANITA DEWASA AWAL YANG BERPACARAN DI

YOGYAKARTA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Jane Ginza Ayu Permatasari NIM : 099114102

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2013


(4)

(5)

(6)

iv

~ Tak akan pernah ada rasa bahagia dan kesuksesan, tanpa usaha dan penderitaan di dalamnya.

Semua yang dikerjakan atas nama Tuhan pasti

akan indah tepat pada waktu yang telah ditentukan Nya.~

“ Jagalah aku, ya Allah, sebab pada- Mu aku berlindung, Aku berkata kepada Tuhan : Engkaulah Tuhanku,

tidak ada yang baik bagiku selain Engkau! ~ Mazmur 16 : 1-2 ~


(7)

v

Kupersembahkan karya ilmiah yang sangat sederhana ini untuk :

o Tuhan Yesus Kristus yang tak pernah lelah menjaga dan

mendampingiku

o Orangtua dan keluargaku terkasih o Kekasihku yang selalu mendukungku


(8)

(9)

vii

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN TIDAK AMAN DAN KOMITMEN PADA WANITA DEWASA AWAL YANG BERPACARAN DI

YOGYAKARTA

Jane Ginza Ayu Permatasari

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kelekatan tidak aman dan komitmen pada wanita dewasa awal yang berpacaran di Yogyakarta. Subjek penelitian adalah wanita dewasa awal yang berpacaran dengan rentang usia 18 hingga 34 tahun sebanyak 203 orang. Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan negatif antara kelekatan tidak aman dan komitmen. Semakin tinggi rasa tidak aman seseorang atau kelekatan tidak aman seseorang maka semakin rendah komitmennya, begitu pula sebaliknya. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif korelasional. Sampling dalam penelitian ini menggunakan incidental sampling. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menyebarkan skala. Alat pengambilan data menggunakan dua skala, yaitu skala ECR – R (Experiences in Close Relationship Questionnaire – Revised) dengan reliabilitas 0.880 dan skala komitmen dengan reliabilitas 0.821. Data penelitian dianalisis menggunakan teknik korelasi Product Moment Pearson dan didapatkan koefisien korelasi sebesar – 0.552 dengan taraf signifikansi 0.000. Hal tersebut menunjukkan bahwa hipotesis dalam penelitian, yang menyebutkan bahwa terdapat korelasi negatif antara kelekatan tidak aman dan komitmen pada wanita dewasa awal yang berpacaran di Yogyakarta, diterima.


(10)

viii

THE CORRELATION BETWEEN INSECURE ATTACHMENT AND COMMITMENT AMONG DATING EARLY ADULTHOOD WOMEN IN

YOGYAKARTA

Jane Ginza Ayu Permatasari

ABSTRACT

This research aimed to know the relationship between insecure attachment and commitment among dating eary adult women in Yogyakarta. Subjects in this study were dating early adult aged between 18-34 years old as much as 203 people. The hypothesis in this research was that there is negative correlation between insecure attachment and commitmnet. The higher person’s insecure attachment, the lower of commitment, conversely. The type of the study was a correlational quantitative research. The sampling method in this study using incidental sampling. The research method used in this study is spread the scale. The instruments of this research used two measurements which is a ECR – R (Experiences in Close Relationship Questionnaire – Revised) scale with reliabilty coefficient is 0.880 and commitment scale with reliability coefficient is 0.821. the research data was analyzed using Product Moment’s Correlation be found coefficient correlations is – 0.552 on significantly 0.000. The result showed that the hypothesis, there is a negative correlation between insecure attachment and commitment among dating eary adult women in Yogyakarta, acceptable.


(11)

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkah, perlindungan, serta bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Sanata Dharma. Penulis sadar bahwa banyak kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini. Penulis memohon maaf apabila terdapat hal-hal yang tidak berkenan selama proses penulisan skripsi ini.

Penulis memiliki banyak keterbatasan dalam menulis skripsi ini, sehingga dengan bantuan berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak C. Siswa Widyatmoko, M. Psi. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M. PSi. selaku Ketua Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Y. Heri Widodo, M. Psi. selaku Dosen Pembimbing yang telah sabar membimbing penulis.

4. Bapak C. Siswa Widyatmoko, M. Psi. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing selama penulis kuliah di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

5. Bapak V. Didik Suryo Hartoko, M. Psi dan Bapak C. Wijoyo Adinugroho, M.Psi selaku dosen penguji yang telah memberikan saran maupun kritik yang membangun dalam penyelesaian skripsi ini.


(13)

xi

6. Semua Bapak dan Ibu dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah membagikan pengetahuan dan ilmunya kepada penulis.

7. Mas Muji dan Mas Doni yang selalu membantu penulis dalam kegiatan praktikum ataupun ketika menjadi asisten praktikum.

8. Mas Gandung, Bu Nanik, dan Pak Gie yang sudah membantu penulis selama berada di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

9. Kedua orangtuaku yang tak hentinya mendoakanku sehingga aku bisa menyelesaikan semua ini. Makasih ma, pa, semoga aku bisa buat kalian sedikit merasa bangga.

10. Eyang kakungku yang udah ada di surga. Maaf ya eyang belum bisa bikin eyang bahagia, semoga eyang bisa lihat dari surga dan tersenyum untukku. 11. Budhe ku yang tak pernah lelah bekerja demi aku dan keluarga. Love u

mami....

12. Tanteku yang menemani ngerjain mesti sambil tertidur di kursi. Makasih mbak...

13. Eyang putriku yang diam-diam selalu merapalkan namaku dalam doanya, pakdheku yang selalu memperhatikanku, terimakasih banyak.

14. Kedua sepupuku yang menghiburku dan buat ku tersenyum ketika stress mengerjakan skripsi.

15. Kekasihku yang tak pernah lelah antar kesana kemari, bantuin segala sesuatu, support dan dukung aku dengan kasih. Terimakasih banyak sayang. Berkat bantuan dan dukunganmu aku bisa kuat dan menyelesaikan semua ini.


(14)

(15)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR BAGAN ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

1. Manfaat Teoritis ... 9


(16)

xiv

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Dewasa Awal ... 10

1. Pengertian Dewasa Awal ... 10

2. Tugas Perkembangan Dewasa Awal ... 10

3. Ciri-ciri Perkembangan Dewasa Awal ... 12

4. Pacaran ... 13

B. Komitmen ... 13

1. Pengertian Komitmen ... 13

2. Tipe Komitmen ... 14

3. Kriteria Komitmen ... 15

4. Faktor Penyebab Komitmen ... 16

5. Dampak Komitmen ... 19

C. Kelekatan Tidak Aman ... 20

1. Pengertian Kelekatan Tidak Aman ... 20

2. Tipe Kelekatan ... 25

3. Dimensi Kelekatan ... 27

4. Faktor Penyebab Kelekatan ... 28

5. Dampak Kelekatan ... 30

D. Dinamika Hubungan Kelekatan Tidak Aman dan Komitmen ... 35

E. Hipotesis Penelitian ... 40

BAB III METODE PENELITIAN ... 41

A. Jenis Penelitian ... 41


(17)

xv

C. Definisi Operasional ... 41

1. Kelekatan Tidak Aman ... 42

2. Komitmen ... 42

D. Subjek Penelitian ... 43

E. Sampling Penelitian ... 43

F. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 43

1. Metode Pengambilan Data ... 43

2. Alat Pengambilan Data... 45

G. Kredibilitas Alat Ukur ... 47

1. Validitas ... 47

2. Seleksi Aitem ... 48

3. Reliabilitas ... 51

H. Metode Analisis Data ... 51

1. Uji Asumsi... 51

2. Uji Hipotesis ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 53

A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ... 53

B. Data Demografis Subjek Penelitian ... 53

C. Uji Asumsi ... 55

1. Uji Normalitas ... 55

2. Uji Linearitas ... 56

D. Hasil Penelitian ... 57


(18)

xvi

2. Statistik Deskriptif... 60

E. Pembahasan ... 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 66

1. Bagi Penelitian Selanjutnya ... 66

2. Bagi Subjek Penelitian ... 67

3. Bagi Pasangan ... 67

4. Bagi Orangtua ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 69


(19)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Penskoran Jawaban Skala ECR - R ... 44

Tabel 3.2 : Penskoran Jawaban Skala Komitmen ... 45

Tabel 3.3 : Blue Print Skala ECR R (Uji Coba) ... 46

Tabel 3.4 : Blue Print Skala Komitmen (Uji Coba) ... 47

Tabel 3.5 : Blue Print Skala ECR R (Setelah Uji Coba I) ... 49

Tabel 3.6 : Blue Print Skala ECR R (Setelah Uji Coba II) ... 50

Tabel 3.7 : Blue Print Skala Komitmen (Setelah Uji Coba) ... 50

Tabel 4.1 : Data Usia Subjek Penelitian ... 54

Tabel 4.2 : Data Lama Hubungan Subjek Penelitian... 54

Tabel 4.3 : Hasil Uji Normalitas ... 55

Tabel 4.5 : Hasil Uji Linearitas ... 56

Tabel 4.6 : Hasil Korelasi Kelekatan tidak Aman dengan Komitmen ... 58

Tabel 4.7 : Hasil Korelasi Kelekatan Anxiety dengan Komitmen ... 59

Tabel 4.8 : Hasil Korelasi Kelekatan Avoidance dengan Komitmen ... 60

Tabel 4.9 : Mean Anxiety dan Mean Avoidance ... 62


(20)

xviii

Daftar Bagan

Bagan 2.1 : Tipe Kelekatan Dewasa ... 27

Bagan 2.2 : Dinamika Hubungan Kelekatan Tidak Aman dan Komitmen 39


(21)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Laporan Survei Awal Penelitian ... 74

Lampiran 2 : Data Statistik Jumlah Perceraian di DIY ... 81

Lampiran 3 : Skala Uji Coba ... 88

Lampiran 4 : Reliabilitas dan Korelasi Aitem Total (Uji Coba) ... 101

Lampiran 5 : Reliabilitas dan Korelasi Aitem Total (Setelah Uji Coba) 105 Lampiran 6 : Skala Penelitian ... 111

Lampiran 7 : Uji Normalitas ... 118

Lampiran 8 : Uji Linearitas ... 121

Lampiran 9 : Uji Hipotesis ... 123


(22)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak pernah bisa dipisahkan dari orang lain. Mereka akan aktif dalam menjalin relasi dengan orang lain, baik sebagai teman, sebagai keluarga, sebagai teman kerja, sebagai pacar, dan lain sebagainya. Individu akan tinggal bersama orang lain, bermain dan bekerja bersama, saling menolong satu sama lain, maupun bahagia dan sukses bersama (Kassin, Fein, & Markus, 2010). Selain itu, individu memiliki motivasi untuk membangun hubungan akrab dan penuh perhatian dengan orang lain. Motivasi tersebut didorong karena adanya kebutuhan akan memiliki dan cinta (Maslow, 1968). Kebutuhan yang dimiliki individu berbeda-beda sesuai dengan tugas perkembangan yang berbeda pula pada setiap tahap perkembangannya (Erikson dalam Santrock, 2007). Pada masa dewasa awal, individu dihadapkan pada tugas perkembangan keintiman dan keterkucilan dalam menjalin relasi dengan sesama. Pada masa ini, individu dihadapkan untuk menjalin relasi intim dengan orang lain (Erikson dalam Santrock, 2007).

Relasi merupakan suatu hubungan atau interaksi yang dibentuk antara manusia yang satu dengan manusia yang lain dalam kehidupan sehari-hari. Relasi yang telah kita bangun akan menjadi semakin dekat setiap saatnya. Relasi akan semakin berkembang dari relasi sederhana atau


(23)

biasa saja, seperti teman atau rekan kerja, hingga relasi yang utama, seperti relasi romantis antara satu dengan yang lain (Delamater & Daniel, 2011). Kegiatan sehari-hari yang dialami oleh manusia selalu melibatkan interaksi interpersonal dengan orang lain. Hal ini mengakibatkan relasi interpersonal menjadi penting (Dwyer, 2000).

Relasi interpersonal yang sering dibangun ketika seseorang telah memasuki masa dewasa awal adalah relasi romantis atau cinta (Dwyer, 2000). Relasi romantis merupakan suatu hubungan antar manusia yang lebih kompleks bila dibandingkan dengan relasi yang lain. Kompleksitas relasi romantis nampak dari adanya jenis emosi yang tidak terdapat dalam relasi lainnya. Emosi tersebut adalah gairah dan nafsu (Mikulincer & Gail, 2006). Sejalan dengan hal tersebut, Sternberg (dalam Santrock, 2007) menyatakan bahwa salah satu dimensi utama dalam cinta adalah gairah. Seseorang yang memiliki gairah dalam hubungannya akan mengalami cinta yang kuat dan dapat bertahan lama. Selain itu, cinta yang kuat dan bertahan lama juga dapat terbentuk karena adanya komitmen dalam hubungan tersebut.

Komitmen merupakan penilaian kognitif yang dilakukan individu atas hubungan yang telah mereka jalin dan niat individu untuk dapat mempertahankan hubungan bahkan ketika hubungannya sedang dalam suatu masalah (Sternberg dalam Santrock, 2007). Dalam hal ini, komitmen membuat seseorang menjaga dan memelihara hubungannya secara terus menerus dalam keadaan apapun (Tran & Simpson, 2009). Selain itu,


(24)

komitmen juga menjadi salah satu ciri khas suatu hubungan romantis yang langgeng atau bertahan lama (Weigel, 2010). Hal ini sesuai dengan Shane (2008) yang menyatakan bahwa komitmen merupakan rasa saling memiliki ikatan psikologis dalam menjalin relasi antara satu orang dengan yang lain termasuk keinginan untuk mempertahankan relasi ketika relasi itu sedang dalam keadaan baik maupun ketika relasi itu sedang dalam keadaan buruk (Lopez, 2008). Selain itu, tokoh lain menyatakan bahwa komitmen merupakan hal yang terkait dengan masa depan dalam suatu hubungan. Masa depan yang dimaksud adalah keinginan dari masing-masing pasangan untuk membangun masa depan dengan pasangan mereka (dedikasi) dan hadirnya faktor-faktor yang memperkuat mereka untuk tetap bersama tanpa memperhatikan keinginan mereka (Rhoades, Scott, & Howard, 2010).

Seseorang yang tidak dapat memegang erat komitmennya sangat mudah untuk mengkhianati pasangannya dengan berselingkuh. Perselingkuhan merupakan salah satu bentuk pengingkaran komitmen dalam hubungan yang menjadi alasan seseorang dalam mengakhiri hubungannya, baik pacaran maupun pernikahan (Egan & Angus, 2004). Penyebab dari perselingkuhan ini ada berbagai macam, diantaranya adalah adanya perasaan kesepian dalam diri pasangan, kebutuhan yang berlebih akan perhatian dari orang lain, ketidakpuasan dalam menjalin hubungan, melunturnya kesetiaan karena mulai bosan dengan pasangan, dan sedang berada dalam masa transisi (Subotnik & Harris, 2005).


(25)

Pada suatu situasi tertentu, seorang wanita dalam masa perkembangan dewasa awal memiliki kecenderungan berselingkuh lebih besar dibandingkan kaum pria. Salah satu penyebab wanita berselingkuh karena mereka membutuhkan perhatian yang lebih besar pula dibandingkan kaum pria (Subotnik & Harris, 2005). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa kaum wanita banyak melakukan tindakan perselingkuhan dan lebih terbuka untuk mengeksplor perselingkuhan mereka ketika mereka berpisah jarak atau berada jauh dari pasangan mereka bila dibandingkan dengan kaum pria (Le, Korn, Crockett, & Loving, 2010). Penelitian lain menemukan bahwa lebih banyak wanita yang tidak setia dibandingkan dengan pria. Wanita lebih cenderung untuk memutuskan hubungannya setelah melakukan kebohongan dan menyatakan alasan mereka dalam berbohong adalah adanya tekanan dalam hubungan yang mereka jalin seperti merasa tidak bahagia dalam hubungan yang telah dijalin tersebut (Brand, Markey, Mills, & Hodges, 2007).

Sejalan dengan penelitian tersebut, Pengadilan Agama Daerah Istimewa Yogyakarta mencatat bahwa pengajuan permohonan cerai lebih banyak diajukan oleh wanita daripada laki-laki. Pada tahun 2011, kasus perceraian yang diterima oleh Pengadilan Agama Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 583 perkara, 429 perkara diajukan oleh perempuan dan 154 perkara diajukan oleh laki-laki. Pengadilan Agama Daerah Istimewa Yogyakarta memutuskan sebanyak 513 perkara, 388 perkara


(26)

diajukan oleh perempuan dan 125 perkara diajukan oleh laki-laki. Pada tahun 2012, kasus perceraian yang diterima oleh Pengadilan Agama Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 593 perkara, 424 perkara diajukan oleh kaum perempuan dan 169 perkara diajukan oleh kaum laki-laki. Pengadilan Agama Daerah Istimewa Yogyakarta memutuskan sebanyak 539 perkara, 398 perkara diajukan oleh perempuan dan 141 perkara diajukan oleh laki-laki. Selain itu, penelitian awal yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa 53.4 % (35.9 % jarang berselingkuh, 12.6 % sering berselingkuh, dan 4.9 % sangat sering berselingkuh) dari 103 mahasiswi dari berbagai Perguruan Tinggi dan Universitas di Yogyakarta telah melakukan perselingkuhan dari pasangan mereka (Prawitasari, Viasti, Danastri, Permatasari, dan Nugrahaeni, 2013).

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa banyak perempuan yang melakukan tindak perselingkuhan akibat kondisi sulit yang mereka hadapi, seperti kekerasan seksual yang dilakukan oleh pasangannya ketika menjalin relasi intim (Goetz & Shackelford, 2009). Penelitian lain menyebutkan bahwa salah satu penyebab terbesar seorang wanita berselingkuh adalah adanya kekerasan seksual ketika mereka masih anak-anak (Whisman & Snyder, 2007). Selain itu, Pengadilan Agama Daerah Istimewa Yogyakarta mencatat bahwa faktor penyebab perceraian lebih banyak diakibatkan adanya kekerasan dalam rumah tangga. Kekerasan tersebut terkait dengan tidak adanya tanggung jawab dari pasangan, kekerasan jasmani, kekerasan mental, serta tidak adanya tanggung jawab


(27)

ekonomi. Pada tahun 2011, Pengadilan Agama Daerah Istimewa Yogyakarta mencatat bahwa sebanyak 216 dengan latar belakang kekerasan. Pada tahun 2012, Pengadilan Agama Daerah Istimewa Yogyakarta mencatat bahwa terdapat 217 kasus dengan kekerasan sebagai faktor penyebab perceraian.

Komitmen dapat muncul karena adanya kesetiaan, keinginan untuk hidup bersama, dan memberikan upaya terbaik pada pasangan (Fehr dalam Baumgardner & Marie, 2008). Selain itu, kriteria dalam pembentukan komitmen antara lain, keinginan untuk mengakhiri hubungan dalam waktu dekat, durasi hubungan yang telah dibina, durasi hubungan yang mereka inginkan, komitmen dalam hubungan mereka, daya pikat dari pasangan, dan tingkat kelekatan (attachment) dalam hubungan mereka (Rusbult, 1980). Berdasarkan hasil penelitian pada LDR (Long Distance Relationship) dan GCR (Geographically Close Relationship), didapatkan bahwa kelekatan berkontribusi pada komitmen dari seseorang yang menjalin hubungan GCR. Seseorang yang memiliki kelekatan aman pada hubungan GCR yang dijalin akan memiliki komitmen yang tinggi dalam hubungannya (Pistole, Amber, & Jonathan, 2010). Penelitian lain menyatakan bahwa seseorang dengan tipe kelekatan aman memiliki level komitmen yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan seseorang dengan tipe kelekatan tidak aman (Nosko, Tieu, Lawford, & Pratt, 2011).

Kelekatan merupakan berbagai perilaku yang mengakibatkan seseorang mencapai atau mempertahankan orang untuk dekat dengan


(28)

dirinya yang akan berbeda antara satu orang dengan yang lain (Bowlby dalam Feeney & Noller, 1996). Tipe kelekatan seseorang mempengaruhi relasi seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang yang memiliki tipe kelekatan tidak aman dengan pengasuh utama mereka sejak kecil akan menemui berbagai kesulitan ketika membangun keintiman di masa depan (Cassidy & Shaver, 2008). Kelekatan yang pernah dialami seseorang akan menunjukkan perbedaan perilaku interpersonal seseorang (misalnya mencari hubungan dekat atau menghindari hubungan intim), perbedaan sistem operasi dalam perilaku (misalnya caregiving, seks), serta memberikan kontribusi terhadap kualitas interaksi sosial dalam suatu hubungan yang umum maupun hubungan yang dekat (Mikulincer & Philip, 2007).

Karakteristik individu dan sifat yang muncul dari relasi individu ketika menjalin hubungan dekat menjadi sangat penting untuk dilihat. Individu yang memiliki sejarah hubungan yang negatif atau memiliki kelekatan yang tidak aman akan menghalangi kemampuannya dalam mengatasi suatu permasalahan yang mengancam, namun level komitmen dari diri sendiri dan pasangan dapat menghindari adanya hasil yang negatif dari suatu hubungan serta membatasi kecenderungan berperilaku negatif maupun destruktif (Tran & Simpson, 2009). Seseorang yang memiliki tipe kelekatan aman akan memiliki komitmen yang besar serta kepuasan dalam berelasi. Seseorang yang memiliki tipe kelekatan tidak aman memiliki komitmen, kepuasan, dan rasa percaya yang berkurang dari waktu ke


(29)

waktu, sehingga mereka mengakhiri hubungan dalam waktu yang sangat singkat, tidak lebih dari empat bulan (Adam & Jones, 1999).

Hubungan antara kedua pasangan akan mempengaruhi komitmen yang mereka miliki. Komitmen yang tinggi terjadi ketika pasangan memiliki kelekatan aman dalam kehidupan relasinya karena adanya emosi dan perilaku positif dalam relasi mereka. Komitmen yang rendah merupakan efek dari kelekatan tidak aman, baik anxious attachment maupun avoidant attachment. Bila seseorang memiliki tipe attachment anxious dan avoidant, maka mereka memiliki sedikit perilaku yang konstruktif. Bila seseorang memiliki avoidant attachment, maka mereka akan berperilaku dengan lebih destruktif lagi (Tran & Simpson, 2009). Seorang dewasa awal yang memiliki tipe kelekatan aman dengan orangtuanya pada masa kanak-kanak akan mencari hubungan emosional yang aman juga ketika menjalin relasi romantis (Santrock, 2007).

Berdasarkan berbagai penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kaitan atau hubungan antara kelekatan tidak aman dengan komitmen pada wanita dewasa awal yang sedang berpacaran di Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara kelekatan tidak aman dan komitmen pada wanita dewasa awal yang berpacaran?


(30)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kelekatan tidak aman dan komitmen pada wanita dewasa awal yang berpacaran.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi serta menambah pengetahuan dan informasi dalam disiplin ilmu Psikologi Klinis, khususnya terkait dengan konsep baru mengenai kelekatan tidak aman yang dapat mempengaruhi komitmen seseorang dalam menjalin relasi romantis.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan refleksi dan evaluasi untuk para dewasa awal, khususnya wanita agar dapat membantu mereka mengembangkan relasi yang sehat dan matang. Selain itu, hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi kepada wanita dewasa awal mengenai kelekatan dengan pasangan, sehingga mereka dapat menciptakan komitmen yang baik pada hubungan yang dijalin.


(31)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dewasa Awal

1. Pengertian Dewasa Awal

Dewasa berasal dari kata Latin adolescere yang berarti tumbuh atau untuk tumbuh matang (Hurlock, 1953). Masa dewasa awal merupakan masa transisi dari masa remaja menuju masa dewasa. Masa dewasa awal bermula pada akhir usia belasan tahun atau awal usia dua puluhan tahun dan berakhir pada usia tiga puluhan tahun. dengan kata lain, masa dewasa awal dimulai pada usia 18 hingga 22 tahun dan berakhir pada usia kira-kira 34 tahun (Santrock, 2007).

2. Tugas Perkembangan Dewasa Awal

a. Teori Psikososial Erikson

Pada masa dewasa awal, seseorang dihadapkan pada tugas perkembangan keintiman dan keterkucilan dalam menjalin relasi dengan sesama. Pada masa ini, individu dihadapkan untuk menjalin relasi intim dengan orang lain (Erikson dalam Santrock, 2007). Dewasa awal harus mengembangkan kapasitasnya untuk bersama dan peduli pada orang lain tanpa takut untuk kehilangan identitasnya (Lemme, 1995).


(32)

b. Kognitif

K. Warner Schaie (1977) menyatakan bahwa seorang dewasa awal mengalami perubahan kognitif dari masa ke masa. Dewasa awal mengalami fase mencapai prestasi (achieving stage) yang merupakan fase yang melibatkan penerapan intelektual pada situasi yang memiliki konsekuensi besar dalam mencapai tujuan jangka panjang, seperti dalam menentukan karier dan pengetahuan (Santrock, 2007).

c. Sosio Emosi

Seseorang yang mengalami masa dewasa awal dihadapkan pada kenyataan bahwa dia harus mandiri secara ekonomi dan mandiri dalam pembuatan keputusan. Mandiri secara ekonomi ditunjukkan ketika orang tersebut mendapatkan pekerjaan tetap untuk mencukupi kebutuhannya. Mandiri dalam pembuatan keputusan mencakup karier, nilai-nilai, keluarga dan hubungan, serta gaya hidup (Santrock, 2007).

Seseorang dalam masa dewasa awal mengalami kejenuhan (burnout) dengan kegiatan yang mereka lakukan. Burnout ini banyak dialami oleh mahasiswa yang merupakan dewasa awal. Burnout merupakan suatu perasaan putus asa dan tidak berdaya yang diakibatkan stress berlarut-larut berkaitan dengan pekerjaan (Santrock, 2007).


(33)

3. Ciri - ciri Perkembangan Dewasa Awal

Seseorang yang sedang mengalami masa perkembangan dewasa awal akan memiliki ciri-ciri sosio emosi (Santrock, 2007) antara lain :

a. Menjalin hubungan intim

Keintiman merupakan perasaan emosional yang dimiliki terhadap pasangan mengenai kehangatan, kedekatan, dan berbagi dalam suatu hubungan romantis

b. Pernikahan dan keluarga

Seorang dewasa awal akan meninggalkan rumah dan menbangun suatu kehidupan keluarga yang baru melalui sebuah pernikahan.

c. Mandiri.

Kemandirian merupakan kemampuan untuk berpikir untuk dirinya sendiri dan melakukan segala sesuatu tanpa selalu harus mengikuti apa yang dikatakan atau dilakukan oleh orang lain. Mandiri meliputi mandiri secara ekonomi dan mandiri dalam pengambilan keputusan.

Selain itu, Havighurst (Hurlock, 1953), menyatakan ada beberapa ciri khas dalam masa perkembangan dewasa awal, antara lain :

a. Memilih pasangan


(34)

c. Memulai keluarga

d. Memulai sebuah pekerjaan

e. Menemukan kelompok sosial yang menyenangkan

4. Pacaran

Pacaran merupakan suatu bentuk hubungan intim atau dekat antara laki-laki dan perempuan (Ardhianita & Andayani, 2005). Selain itu, Papalian dan Olds (dalam Nisa & Sedjo, 2010) menyatakan bahwa pacaran merupakan proses membentuk dan membangun hubungan personal dengan lawan jenis. Hubungan ini biasanya dimulai pada masa perkembangan dewasa awal.

B. Komitmen

1. Pengertian Komitmen

Komitmen merupakan penilaian kognitif yang dilakukan individu atas hubungan yang telah mereka jalin dan niat individu untuk dapat mempertahankan hubungan bahkan ketika hubungannya sedang dalam suatu masalah (Sternberg dalam Santrock, 2007). Selain itu, komitmen juga diartikan sebagai rasa saling memiliki ikatan psikologis dalam menjalin relasi antara satu orang dengan yang lain termasuk keinginan untuk mempertahankan relasi ketika relasi sedang dalam keadaan baik maupun ketika relasi itu sedang dalam keadaan buruk (Lopez, 2008). Pengertian lain menyebutkan bahwa komitmen merupakan keinginan untuk tetap menjalin suatu hubungan, kelekatan (attachment) secara psikologis terhadap pasangan, dan orientasi jangka panjang dalam


(35)

hubungan yang dibangun (Le & Agnew, 2003). Hal ini sesuai dengan Le, Korn, Crockett, dan Loving (2010) yang menyatakan bahwa komitmen merupakan kelekatan psikologis terhadap pasangan, orientasi jangka panjang terhadap hubungan, dan suatu tujuan untuk bertahan dalam relasi yang dibangun.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa komitmen merupakan keinginan untuk dapat mempertahankan suatu hubungan, tetap memiliki kelekatan secara psikologis terhadap pasangan, dan memiliki orientasi jangka panjang dalam menjalin suatu hubungan.

2. Tipe Komitmen

Menurut Johnson (1991) dalam (Johnson, Caughlin, & Huston, 1999) komitmen terbagi atas tiga tipe, yaitu:

a. Personal Komitmen

Personal komitmen merupakan suatu pilihan dari internal atau dari dalam diri pribadi itu sendiri untuk ada atau tidak dalam sebuah hubungan. Personal komitmen ini terdiri dari tiga komponen, yaitu daya tarik terhadap pasangan (cinta), daya tarik terhadap hubungan (kepuasan relasi), dan status pasangan. b. Moral Komitmen

Komitmen moral mengacu pada sebuah rasa tanggung jawab bahwa untuk masih ada dalam suatu hubungan dan mempertanggung jawabkan hubungan tersebut, seperti di dalam sebuah pernikahan. Komitmen moral terkait dengan tiga


(36)

komponen, yaitu kewajiban dalam hubungan, kewajiban moral pribadi, dan nilai konsistensi dalam suatu hubungan.

c. Struktural Komitmen

Komitmen struktural merupakan komitmen yang sudah melibatkan tekanan sosial dalam melanjutkan hubungan. Komitmen ini lebih menekankan pada kerugian atau dampak negatif yang muncul dalam suatu hubungan bila harus dilanjutkan. Komitmen struktural terdiri dari empat komponen, yaitu alternatif dalam hubungan, tekanan sosial, prosedur dalam mengakhiri hubungan, dan investasi yang tidak dapat diperoleh dari pihak lain.

3. Kriteria Komitmen

Rusbult (1980), menyatakan terdapat enam kriteria yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat komitmen seseorang, yaitu :

a. Keinginan seseorang untuk mengakhiri hubungannya di waktu dekat

b. Kemungkinan durasi hubungan yang telah mereka bentuk c. Durasi hubungan yang mereka inginkan

d. Komitmen dalam hubungan mereka e. Daya pikat dari pasangan


(37)

4. Faktor Penyebab Komitmen

Komitmen dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain: a. Kepuasan

Kepuasan dalam menjalin relasi merupakan salah satu faktor dalam membangun komitmen. Kepuasan merupakan efek positif versus negatif dalam suatu hubungan (Rusbult, 1980). Kepuasan dipengaruhi oleh tingkat masing-masing pasangan dalam memenuhi kebutuhan yang paling penting (Rusbult, Martz, Agnew, 1998). Pasangan yang memiliki kepuasan tinggi akan merasa bahagia sehingga memiliki nilai komitmen yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pasangan yang tidak bahagia atau tidak puas dalam menjalin relasi (Rusbult & Buunk, 1993).

b. Nilai dari suatu hubungan

Nilai dari suatu hubungan ini terkait dengan nilai hadiah dari suatu hubungan dan nilai kerugian dari suatu hubungan. Nilai ini berhubungan dengan kepercayaan orang terhadap hubungan yang dibangunnya. Nilai hadiah dilihat dari sejauh mana seseorang percaya bahwa hubungan mereka memiliki atribut-atribut yang bernilai atau baik dan sifat-sifat positif yang dimiliki oleh pasangannya. Nilai ini dapat dilihat dari penilaian daya tarik fisik terhadap pasangan, pemenuhan kebutuhan, persamaan sikap dan latar belakang, kepribadian yang baik,


(38)

kecerdasan, rasa humor, kemampuan untuk mengkoordinasi kegiatan, dan kepuasan seksual. Hal-hal tersebut dapat dipergunakan untuk melihat sejauh mana hubungan mereka bermanfaat dan menguntungkan bagi mereka. Nilai kerugian merupakan sejauh mana seseorang percaya bahwa hubungan yang mereka miliki memiliki atribut-atribut yang buruk dan pasangan meraka memiliki sifat serta kualitas yang negatif. Nilai ini dapat dilihat dari sikap menyerah untuk melakukan kegiatan yang menyenangkan, kerugian dalam hubungan, kendala waktu, perilaku yang memalukan, kepribadian pasangan yang tidak menarik, keras kepala, mengingkari perjanjian, adanya konflik, dan kurangnya kesetiaan. Nilai-nilai tersebut dapat memperkirakan sejauh mana seseorang akan mempertahankan hubungan mereka (Rusbult, 1980).

c. Pilihan Alternatif dari suatu hubungan

Pilihan alternatif dari suatu hubungan merupakan kualitas alternatif terbaik yang tersedia untuk memulai hubungan dengan orang lain, kencan dengan beberapa orang lain, atau menghabiskan waktu sendirian. Nilai ini dapat dilihat dari menilai daya tarik fisik dari beberapa pilihan, sulit untuk menggantikan seseorang, kencan yang menarik dari beberapa orang, pentingnya hubungan romantis, dan kebahagiaan yang dirasakan ketika menjalin hubungan.Individu yang memiliki


(39)

kualitas pilihan yang baik akan memilih teman kencan yang cerdas, menarik sacara fisik, lucu, memiliki kepribadian yang baik, akan memiliki hubungan yang lebih menyenangkan dibandingkan dengan individu yang memiliki nilai pilihan yang lebih rendah (Rusbult, 1980).

d. Ukuran investasi dari suatu hubungan

Ukuran investasi dapat dilihat dari sejauh mana pasangan telah menampatkan segala sesuatu dalam hubungan mereka atau adanya benda / peristiwa / orang / kegiatan yang berkaitan dengan hubungan mereka. Tiga dasar dari ukuran investasi adalah durasi hubungan, rata-rata jumlah jam setiap minggu yang dihabiskan bersama, dan jumlah anak yang lahir dari hubungan mereka. Nilai ini dapat dilihat dengan tingkat keekslusifan dari hubungan mereka, teman yang dimiliki bersama, kenangan bersama, investasi, berbagi harta benda, kegiatan yang berhubungan dengan pasangan, investasi emosional, dan pengungkapan diri (Rusbult, 1980).

Ukuran investasi dalam suatu hubungan merupakan salah satu alasan bagi pasangan untuk menjaga komitmennya. Ukuran investasi ini merupakan segala sumber daya yang melekat pada hubungan yang akan menghilang ketika hubungan yang dijalin tersebut berakhir. Sumber daya intrinsik dalam suatu hubungan misalnya waktu dan usaha, pengalaman emosi, pengungkapan


(40)

informasi pribadi, dan identitas seseorang dari hubungan yang telah dibangun. Sumber daya ekstrinsik dari suatu hubungan antara lain hubungan sosial, status sosial, dan harta atau materi dalam hubungan tersebut (Le & Agnew, 2003).

e. Kelekatan (attachment)

Kelekatan merupakan salah satu faktor dalam pembentukan komitmen. Seseorang yang memiliki kelekatan aman akan memiliki komitmen yang lebih tinggi dibandingkan dengan seseorang yang memiliki kelekatan tidak aman (Tran & Simpsom, 2009).

5. Dampak Komitmen

a. Pemeliharaan Hubungan

Komitmen yang tinggi akan membuat seseorang menjaga hubungan mereka secara terus menerus atau memelihara hubungan mereka, misalnya dengan bersedia berkorban untuk pasangan. Selain itu, komitmen juga membuat seseorang berperilaku lebih konstruktif (Tran & Simpson, 2009).

b. Dukungan dan Kepercayaan dari pasangan

Komitmen yang tinggi mengakibatkan adanya dukungan yang baik dan kepercayaan yang tinggi terhadap pasangan. Selain itu, seseorang yang memiliki komitmen yang tinggi akan melakukan tindakan nyata dalam kehidupannya, seperti pemberian akomodasi dan berkorban untuk pasangan. Hal ini


(41)

ditunjukkan dengan memberikan segala informasi dengan sikap murah hati dan sikap memberi untuk pasangan (Wieselquist, Rusbult, Foster, & Agnew, 1999).

C. Kelekatan Tidak Aman

1. Pengertian Kelekatan Tidak Aman

Bowlby melakukan berbagai penelitian dengan tujuan utama untuk menggambarkan dan menjelaskan bagaimana seorang bayi menjadi emosional pada pengasuh utama mereka dan tertekan secara emosional ketika mereka terpisah dari pengasuh utama (Hazan & Shaver, 1987). Bowlby (1973) menyatakan bahwa kelekatan merupakan berbagai perilaku yang mengakibatkan seseorang mencapai atau mempertahankan orang untuk dekat dengan dirinya yang akan berbeda antara satu orang dengan yang lain (Feeney & Noller, 1996). Selain itu, Bowlby berpendapat bahwa seorang bayi dengan kelekatan aman akan merasa bahwa pengasuh merupakan sumber kenyamanan dan perlindungan ketika kebutuhan mereka muncul. Sedangkan seorang bayi dengan kelekatan tidak aman, tidak mengalami kenyamanan dan perlindungan secara konsisten ketika suatu ancaman muncul (Cassidy & Shaver, 2008). Bowlby (1973) menyatakan bahwa hubungan yang dibuat antara orangtua dan anak akan menjadi sebuah pedoman untuk hubungan dekat mereka di


(42)

masa depan, baik dalam menjalin pertemanan maupun relasi romantis (Nosko, Tieu, Lawford, & Pratt, 2011).

Sejalan dengan Bowlby, Ainsworth (1978) melakukan penelitian untuk mengetahui tipe kelekatan yang didasarkan pada reaksi bayi ketika berpisah dari pengasuh utamanya dan ketika bertemu kembali dengan pengasuh utamanya (Feeney & Noller, 1996). Ainsworth menyatakan bahwa untuk melihat perbedaan individu dalam kualitas kelekatan hubungan yang telah mereka jalin, dibagi menjadi dua kategori dasar yaitu kelekatan aman dan kelekatan tidak aman. Kategori kelekatan tersebut tidak hanya menggambarkan perilaku dari seorang bayi kepada pengasuhnya, melainkan persepsi seorang bayi kepada tersedianya pengasuh atau tanggapan bayi terhadap pengasuh (Cassidy & Shaver, 2008).

Bowlby dan Ainsworth membuat pernyataan yang menyatakan bahwa kelekatan sangat penting dalam kehidupan dewasa (Crowell & Treboux dalam Clulow, 2001). Sejalan dengan hal tersebut, Cassidy & Shaver (2008) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki tipe kelekatan tidak aman dengan pengasuh utama mereka ketika kecil, akan menemui berbagai kesulitan ketika mereka membangun keintiman di masa depan (Cassidy & Shaver, 2008). Bowlby berpendapat bahwa kelekatan memiliki peran penting dari seseorang itu dilahirkan hingga orang tersebut meninggal nantinya. Ainsworth juga menyatakan bahwa seseorang akan mencari rasa


(43)

aman dalam menjalin hubungan dengan orang lain (Crowell & Treboux dalam Clulow, 2001). Ainsworth (1989) menyatakan bahwa kelekatan dewasa merupakan ikatan afeksi, tekanan untuk menjalin hubungan dekat dengan orang lain (mencari rasa aman dan nyaman) yang sangat unik dan individual serta tidak dapat ditukarkan antara satu dengan yang lain (Feeney & Noller, 1996).

Hazan and Shaver (1987) memiliki argumen dasar bahwa cinta yang romantis dapat dikonseptualisasikan sebagai sebuah proses kelekatan. Mereka menyatakan bahwa cinta yang romantis terdiri dari empat hal utama, yaitu cinta sebagai sebuah emosi, hubungan antara cinta dan kelekatan, konsep cinta sebagai integrasi dari sistem perilaku, dan perbandingan dari kelekatan dengan konsep cinta. Mereka menemukan bahwa seseorang yang memiliki kelekatan aman akan mudah untuk menjalin hubungan dekat dengan orang lain dan merasa nyaman bergantung pada orang lain. Sedangkan seseorang dengan tipe kelekatan tidak aman, baik avoidant attachment maupun anxious/ambivalent attachment akan merasa tidak nyaman dengan hubungan yang mereka jalin. Seseorang dengan tipe avoidant attachment akan merasa tidak nyaman bergantung dengan orang lain, sulit percaya pada orang lain, dan sulit menerima pasangan. Selanjutnya, orang dengan tipe anxious/ambivalent attachment akan memiliki obsesi dan


(44)

kecemburuan yang lebih pada pasangan dan merasa takut ketika pasangan meninggalkannya (Feeney & Noller, 1996).

Bartholomew & Horowitz mengembangkan kelekatan menjadi empat tipe serupa dengan tiga tipe kelekatan yang diungkapkan oleh Hazan & Shaver (Feeney & Noller, 1996).

Adult attachment is positive and negative working models of self and relationship partners. Adult attachment in which two underlying dimensions, the person's perspective internal model of the self (positive or negative) and the person's perspective internal model of others (positive or negative), were used to define four attachment patterns. (1991, p. 240)

Menurut Bartholomew & Horowitz (1991) kelekatan dewasa memiliki dua dimensi yang mendasar, yaitu perspektif seseorang terhadap diri sendiri (baik positif maupun negatif) dan perspektif seseorang terhadap orang lain (baik positif maupun negatif). Bartholomew juga menyatakan bahwa kelekatan tidak aman merupakan model kerja negatif dari diri seseorang layak mendapat cinta dan perhatian dari orang lain (anxiety attachment) atau orang lain sebagai orang yang menyediakan cinta dan perhatian (avoidance attachment) yang dikembangkan dari pola pengasuhan yang pernah didapatkan (Mikulincer & Goodman, 2006). Model kerja negatif terkait dengan kekurangan seseorang terhadap dukungan dan perhatian dari pasangan. Mereka enggan berkomunikasi dengan pasangan dalam pemenuhan kebutuhannya karena kurangnya


(45)

kepercayaan, kurangnya keterbukaan, serta sensitif terhadap penolakan (Bartholomew dalam Mikulincer & Goodman, 2006).

Feeney and Noller (1991) menyatakan bahwa kelekatan dewasa menjadi prediktor yang kuat untuk melihat kualitas dari suatu hubungan. Feeney dan Noller melakukan pengukuran dengan dua pertanyaan mendasar. Pertanyaan pertama terkait dengan isu-isu yang berkaitan dengan kelekatan, antara lain keterbukaan, kedekatan, ketergantungan, komitmen, dan kasih sayang. Pertanyaan kedua terkait dengan tipe-tipe kelekatan dewasa sesuai dengan yang telah dilakukan oleh Hazan dan Shaver (Feeney & Noller, 1996).

Kelekatan dewasa merupakan perbedaan individu dalam cara mereka untuk berpikir, merasakan, dan berperilaku dalam hubungan dekat yang mereka bangun dan dipengaruhi oleh hubungan yang telah mereka bangun sebelumnya (Fraley, Niendenthal, Marks, Brumbaugh, & Vicary, 2006).

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kelekatan dewasa merupakan referensi atas diri sendiri dan orang lain atas ikatan afeksi dalam menjalin relasi untuk mencari rasa aman dan nyaman yang bersifat unik dan individual dalam cara berpikir, merasakan, dan berperilaku berdasarkan hubungan kelekatan yang dibangun antara anak dan orangtua dan hubungan-hubungan dekat sebelumnya. Sedangkan kelekatan tidak aman merupakan persepsi dan model kerja negatif yang berkembang


(46)

dari pola pengasuhan seseorang di masa kecil terhadap tersedianya cinta dan perhatian dari figur lekat atau figur lekat sebagai penyedia cinta dan perhatian.

2. Tipe Kelekatan

Bartholomew dan Horowitz (Feeney & Noller, 1996) membagi adult attachment menjadi empat tipe, yaitu :

a. Secure Attachment

Seseorang yang memiliki tipe kelekatan ini relatif mudah untuk menjalin relasi dekat secara emosional dengan orang lain. Dia akan merasa nyaman apabila tergantung pada orang lain maupun bila orang lain tergantung padanya. Dia tidak akan merasa khawatir apabila harus sendiri atau ada orang lain yang tidak menerimanya.

b. Dismissing Attachment

Seseorang yang memiliki tipe kelekatan ini akan merasa nyaman bila mereka tidak menjalin relasi dekat secara emosional dengan orang lain. Dia akan membuat dirinya bebeas dan sendiri. Dia lebih suka untuk tidak tergantung pada orang lain atau orang lain tergantung padanya.

c. Preoccupied Attachment

Seseorang yang memiliki tipe kelekatan ini ingin memiliki relasi karib secara emosional secara penuh dengan orang lain tetapi seringkali dia merasa bahwa orang lain enggan


(47)

memiliki relasi dekat sesuai dengan yang diinginkannya. Dia merasa tidak nyaman bila tidak menjalin relasi dekat tetapi terkadang dia khawatir bahwa orang lain tidak menilai dia sama seperti dia menilai orang lain.

d. Fearful Attachment

Seseorang yang memiliki tipe kelekatan ini akan merasa sedikit tidak nyaman ketika menjalin relasi dekat. Dia ingin menjalin relasi dekat secara emosional tetapi dia merasa sulit untuk mempercayai orang lain secara penuh atau tergantung pada orang lain. Dia terkadang khawatir bahwa dia akan terluka jika menuruti keinginannya untuk menjalin relasi dekat dengan orang lain.


(48)

Bagan 2.1

Tipe Kelekatan Dewasa

Model Diri

(Ketergantungan)

Positif Negatif (Rendah) (Tinggi)

Model Orang Lain (Menghindari) Positif (Rendah) Secure

Merasa nyaman dengan keintiman dan otonomi

Preoccupied

Asyik dengan hubungan yang dijalain Negatif (Tinggi) Dismissing Menghilangkan keintiman Ketergantungan yang berlawanan Fearful

Merasa takut pada keintiman

Menghindari secara sosial

(Bartholomew & Horowitz, 1991).

3. Dimensi Kelekatan

Fraley dan Waller (1998) fokus pada dua dimensi utama dari kelekatan yaitu avoidance dan anxiety daripada tipe-tipe kelekatan. Alasan mereka menggunakan dimensi untuk memahami kelekatan adalah, pertama analisis taxonomy yang mereka lakukan menunjukkan bahwa pola dari kelekatan bersifat dimensional, bukan kategorikal. Kedua, dimensi avoidance dan anxiety secara konseptual memetakan dimensi yang ditemukan oleh Ainsworth dan


(49)

kawan-kawan. Seseorang akan dianggap memiliki kelekatan aman ketika mereka memiliki nilai yang rendah dari dua dimensi ini (Fraley & Shaver, 1998). Dua dimensi tersebut antara lain :

a. Avoidance

Avoidance terkait dengan variasi kecenderungan seseorang untuk menarik diri melawan adanya keterikatan dengan orang lain. Seseorang yang memiliki avoidance yang tinggi akan merasa tidak nyaman dengan hubungan dekat dan ketergantungan di dalam hubungan yang romantis (Brambaugh & Fraley, 2010).

b. Anxiety

Anxiety mengacu pada variasi tingkat sensitivitas seseorang terhadap perhatian atau penolakan dari orang lain. Seseorang yang memiliki anxiety yang tinggi akan merasa khawatir ditinggalkan oleh pasangannya dan merasa kurang memiliki hubungan dekat dalam hubungan yang telah dibangunnya (Brambaugh & Fraley, 2010).

4. Faktor Penyebab Kelekatan

Faktor-faktor yang mempengaruhi tipe kelekatan seseorang antara lain (Mikulincer & Shaver, 2007) :

a. Kurangnya perhatian, penolakan, atau respon marah yang ditunjukkan oleh figur kelekatan


(50)

c. Kekerasan atau perilaku kasar yang dilakukan oleh figur kelekatan

Penganiayaan dan kekerasan fisik maupun seksual ketika masa kanak-kanak akan mengakibatkan seseorang memiliki insecure attachment pada masa dewasanya.

d. Tuntutan untuk menjadi lebih mandiri dan keterbatasan pengungkapan kebutuhan.

e. Kehilangan orangtua

Kehilangan orangtua akibat kematian juga mempengaruhi kelekatan yang dibangun pada masa dewasa. Seseorang yang ditinggalkan orangtuanya sebelum mereka berumur 4 tahun akan memiliki kelekatan yang lebih aman bila dibandingkan dengan seseorang yang ditinggalkan orangtuanya ketika berumur lebih dari 4 tahun.

f. Perceraian orangtua

Perceraian orangtua cenderung mengakibatkan seorang dewasa awal lebih memiliki kelekatan dengan tipe insecure. Orangtua yang bercerai dan memilih untuk menikah kembali membuat seorang anak tumbuh dengan kelekatan yang lebih aman ketika dewasa bila dibandingkan dengan orangtua yang membesarkan anaknya sendiri.


(51)

g. Orangtua yang kecanduan alkohol

Kecanduan alkohol membuat orangtua memiliki perilaku kompulsive yang dapat mengarah pada kekerasan fisik dan kekerasan seksual. Perilaku kompulsive ini membuat seorang anak merasa tidak aman dan berdampak pada attachment yang digunakannya ketika dewasa nanti (insecure attachment).

5. Dampak Kelekatan

a. Komitmen

Seseorang dengan tipe kelekatan aman akan memiliki level komitmen yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan tipe kelekatan yang lain dalam menjalin suatu hubungan romantis. Seseorang dengan tipe kelekatan tidak aman, baik anxiety attachment maupun avoidance attachment memiliki komitmen yang lebih rendah bila dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tipe kelekatan aman. Seseorang dengan tipe kelekatan anxiety memiliki rasa tidak aman dengan komitmen dari pasangan mereka dan berharap hubungan yang lebih dekat. Sedangkan seseorang yang memiliki tipe kelekatan avoidance memilih untuk menjauh dari pasangannya (Nosko, Tieu, Lawford, & Pratt, 2011). Penelitian lain menyatakan bahwa seseorang yang memiliki anxiety attachment memiliki komitmen yang lebih tinggi daripada seseorang dengan tipe kelekatan avoidance. Seseorang dengan avoidance attachment


(52)

akan memiliki level komitmen yang rendah karena mereka lebih memiliki ketertarikan yang besar pada pilihan alternatif dan perselingkuhan. Sedangkan pada anxiety attachment, mereka tidak memiliki ketertarikan yang tinggi pada pilihan alternatif dan tidak suka menipu pasangan serta berkomitmen pada pasangan. Meskipun demikian, seseorang dengan tipe kelekatan tidak aman memiliki komitmen lebih rendah dibandingkan seseorang dengan tipe kelekatan aman (DeWall, Lambert, Slotter, Pond, Deckman, Finkel, Luchies, Fincham, 2011). b. Perasaan terhadap keintiman

Seseorang dengan tipe kelekatan aman akan mudah untuk menjalin keintiman dan memiliki rasa nyaman bergantung dengan orang lain (Hazan & Shaver dalam Feeney & Noller, 1996). Sedangkan seseorang dengan tipe kelekatan tidak aman akan merasa tidak nyaman dengan keintiman yang mereka bangun. Seseorang yang memiliki tipe anxiety attachment akan merasa khawatir untuk berpisah dengan pasangannya, mereka merasa kurang nyaman dengan keintiman yang telah dibangun. Mereka juga sensitif terhadap perubahan yang terjadi pada pasangan mereka. Seseorang yang memiliki tipe avoidance attachment tidak peduli dengan perubahan yang terjadi pada hubungan yang mereka bangun dan tidak nyaman dengan


(53)

keintiman. Mereka merasa tidak bahagia dengan hubungan yang telah dibangun (Fraley & Shaver, 2000).

c. Strategi mengatasi konflik

Individu yang memiliki tipe kelekatan yang berbeda akan mengevaluasi dan mengatasi situasi yang menekan dengan cara yang berbeda pula (Mikulincer & Florian, 1998; Tran & Simpsom, 2009). Seseorang yang memiliki kelekatan aman akan memiliki strategi yang lebih konstruktif dalam menghadapi permasalahan dan memiliki emosi positif dibandingkan seseorang dengan tipe kelekatan tidak aman (Tran & Simpsom, 2009). Penelitian lain mengatakan bahwa seseorang dengan tipe kelekatan aman akan menggunakan cara mengatasi konflik yang lebih strategis dengan kompromi dan integrasi bila dibandingkan dengan orang yang memiliki kelekatan tidak aman (Pistole, dalam Cassidy & Shaver, 2008). Selain itu, seseorang dengan tipe kelekatan tidak aman akan merasa sangat tertekan bila berada pada situasi yang menekan mereka (Tran & Simpsom, 2009). Seseorang dengan tipe kelekatan anxiety akan berperilaku defensif dan destruktif, seringkali mereka menunjukkan kemarahan yang tinggi, permusuhan, atau berusaha mencari ketentraman hati. Seseorang dengan tipe kelekatan avoidance menunjukkan emosi negatif yang tinggi, perilaku defensif, dan tidak menggunakan cara mengatasi


(54)

konflik yang konstuktif (Tran & Simpsom, 2009). Seseorang dengan tipe kelekatan aman tidak menunjukkan strategi yang destruktif dan defensif dalam mengatasi situasi yang penuh konflik (Gaines et al dalam Cassidy & Shaver, 2008).

d. Kebahagiaan dalam menjalin relasi

Seseorang yang memiliki secure attachment akan mengalami kebahagiaan yang baik ketika mereka menjalin hubungan percintaan (Feeney & Noller, 1996). Hal ini sesuai dengan pendapat Hazan & Shaver (1987) yang mengemukakan bahwa seseorang dengan tipe kelekatan aman akan bahagia dengan hubungan yang telah dibangun. Demikian pula sebaliknya, seseorang dengan tipe kelekatan tidak aman, baik anxiety maupun avoidance memiliki tingkat kebahagiaan yang rendah terhadap hubungan yang telah mereka bangun (Mikulincer & Goodman, 2006).

e. Investasi dalam hubungan

Menurut Gangestad & Simpson (dalam Cassidy dan Shaver, 2008), wanita mengembangkan keputusan untuk menikah berdasarkan dua dimensi, yaitu kelangsungan hidup (kesehatan atau atribut yang dimiliki pasangan) dan potensi investasi (baik dalam relasi romantis ataupun pada keturunan yang akan dihasilkan). Seseorang dengan tipe kelekatan avoidance akan mengharapkan dan membutuhkan sedikit


(55)

investasi dari pasangan mereka karena kemandirian dan ketidakpercayaan mereka. Seseorang dengan tipe kelekatan anxiety berharap dan menuntut investasi yang sangat besar dari pasangan karena kekhawatiran akan kehilangan hubungan dan ditinggalkan yang terjadi secara terus menerus.

f Kepercayaan terhadap pasangan

Seseorang dengan tipe kelekatan aman akan mengembangkan kepercayaan dan keintiman yang besar terhadap pasangan (Simpson dalam Cassidy dan Shaver, 2008). Seseorang dengan tipe kelekatan tidak aman akan memiliki kepercayaan yang tidak baik terhadap pasangannya. Seseorang dengan kelekatan anxiety akan memiliki kepercayaan yang berlebih pada pasangan sebagai sarana untuk mendapatkan cinta dan dukungan dari pasangan. Sedangkan seseorang dengan tipe kelekatan avoidance akan cenderung memiliki kepercayaan yang rendah dengan pasangan. Mereka menilai bahwa kepercayaan mencerminkan dominasi dan kontrol, serta cara manipulatif untuk mengendalikan seseorang (Mikulincer dalam Mikulincer dan Shaver, 2007).

g Ketergantungan

Seseorang dengan tipe kelekatan aman akan merasa nyaman ketika harus bergantung pada orang lain. Seseorang dengan tipe kelekatan anxiety akan merasa sangat khawatir akan


(56)

penolakan dan ditinggalkan sehingga mereka memiliki ketergantungan yang sangat tinggi pada pasangannya. Seseorang dengan tipe kelekatan avoidance akan membatasi diri dari keintiman dan ketergantungan pada orang lain. Salah satu faktor ketergantungan yang terjadi ini karena adanya ikatan emosional dalam hubungan (Mikulincer dan Goodman, 2006).

D. Dinamika Hubungan Kelekatan Tidak Aman dan Komitmen

Seseorang dengan tipe kelekatan tidak aman akan merasa tidak nyaman dengan keintiman yang telah mereka bangun (Fraley & Shaver, 2000). Seseorang dengan tipe kelekatan anxiety akan merasa khawatir untuk berpisah dengan pasangannya, sedangkan seseorang dengan tipe kelekatan avoidance tidak peduli dengan perubahan yang terjadi pada hubungan yang mereka bangun sehingga mereka tidak bahagia (Fraley & Shaver, 2000). Pasangan yang tidak bahagia akan memiliki kepuasan yang rendah dalam hubungan mereka sehingga nilai komitmen dalam hubungan mereka menjadi rendah (Rusbult dan Buunk, 1993). Sebaliknya, seseorang dengan tipe kelekatan aman akan merasa nyaman dengan keintiman (Hazan dan Shaver dalam Feeney dan Noller, 1996). Mereka akan merasakan kebahagiaan serta kepuasan. Kepuasan berelasi merupakan salah satu faktor penyebab terbentuknya komitmen (Rusbult, 1980).

Seseorang yang dengan tipe kelekatan tidak aman memiliki tingkat kebahagiaan yang rendah terhadap hubungan yang telah mereka bangun


(57)

(Mikulincer & Goodman, 2006). Kebahagiaan dapat menggambarkan kepuasan seseorang dalam menjalin hubungan (Rusbult & Buunk, 1993). Kebahagiaan yang rendah pada seseorang dengan tipe kelekatan tidak aman membuat mereka memiliki kepuasan berelasi yang rendah pula. Hal ini mengakibatkan komitmen yang dalam hubungan mereka juga rendah. Sebaliknya, seseorang dengan tipe kelekatan aman akan merasa bahagia dengan hubungan mereka (Feeney dan Noller, 1996). Hal ini mengakibatkan kepuasan dalam hubungan mereka tinggi sehingga komitmen mereka juga tinggi.

Seseorang dengan tipe kelekatan anxiety berharap dan menuntut investasi yang sangat besar dari pasangannya. Seseorang dengan tipe kelekatan avoidance akan mengharapkan dan membutuhkan sedikit investasi dari pasangan (Gangestad & Simpson dalam Cassidy dan Shaver, 2008). Ukuran investasi dalam suatu hubungan merupakan salah satu penyebab adanya komitmen (Le & Agnew, 2003). Meskipun seseorang dengan tipe anxiety memiliki investasi yang lebih tinggi dibandingkan tipe avoidance, komitmen yang dibentuk sama-sama rendah. Seseorang dengan tipe kelekatan tidak aman, baik anxiety maupun avoidance, memiliki komitmen yang rendah (Nosko, Tieu, Lawford, & Pratt, 2011). Demikian pula sebaliknya, seseorang dengan tipe kelekatan aman akan memiliki nilai investasi yang tinggi dalam hubungannya sehingga memiliki komitmen yang tinggi.


(58)

Seseorang dengan tipe kelekatan tidak aman akan memiliki kepercayaan yang tidak baik terhadap pasangannya. Seseorang dengan kelekatan anxiety akan memiliki kepercayaan yang berlebih pada pasangan. Seseorang dengan tipe kelekatan avoidance akan cenderung memiliki kepercayaan yang rendah dengan pasangan (Mikulincer dalam Mikulincer dan Shaver, 2007). Kepercayaan merupakan suatu hal yang dapat menggambarkan nilai dari suatu hubungan (Rusbult, 1980). Seseorang dengan kepercayaan yang tidak baik akan menghasilkan nilai negatif dalam hubungan. Nilai negatif dalam hubungan menyebabkan rendahnya komitmen dalam hubungan tersebut. Demikian sebaliknya, seseorang dengan tipe kelekatan aman akan memiliki kepercayaan terhadap pasangan (Simpson dalam Cassidy dan Shaver, 2008). Hal ini menunjukkan adanya nilai positif dalam hubungan yang mengakibatkan tingginya komitmen dalam hubungan tersebut.

Seseorang dengan tipe kelekatan anxiety memiliki ketergantungan yang sangat tinggi pada pasangannya. Seseorang dengan tipe kelekatan avoidance akan membatasi diri dari keintiman dan ketergantungan pada orang lain. Ketergantungan tersebut muncul karena adanya ikatan emosi dalam hubungan (Mikulincer dan Goodman, 2006). Ikatan emosinal merupakan salah satu bentuk dalam ukuran investasi dari suatu hubungan. Seseorang dengan tipe kelekatan tidak aman, memiliki komitmen lebih rendah dibandingkan seseorang dengan tipe kelekatan aman (Nosko, Tieu, Lawford, & Pratt, 2011). Demikian pula sebaliknya, seseorang dengan tipe


(59)

kelekatan aman akan merasa nyaman bergantung dengan pasangan sehingga mereka memiliki investasi emosi yang cukup tinggi dengan pasangan. Hal ini menunjukkan bahwa seseorang dengan tipe kelekatan aman memiliki ukuran investasi yang tinggi sehigga komitmen dalam hubungannya juga tinggi.


(60)

39 KELEKATAN DEWASA AMAN TIDAK BAHAGIA DENGAN HUBUNGAN TIDAK NYAMAN TERHADAP KEINTIMAN PERCAYA PADA PASANGAN INVESTASI DALAM HUBUNGAN TINGGI

NILAI POSITIF DARI RELASI ALTERNATIF PILIHAN BANYAK NILAI HUBUNGAN NEGATIF UKURAN INVESTASI TINGGI KEPUASAN BERELASI RENDAH NYAMAN PADA KETERGANTUNGAN TIDAK PERCAYA PADA

PASANGAN NILAI HUBUNGAN NEGATIF ALTERNATIF PILIHAN SEDIKIT TIDAK NYAMAN TERHADAP KEINTIMAN KETERGANTUNGAN SANGAT TINGGI KELEKATAN TAK AMAN KEPUASAN BERELASI RENDAH UKURAN INVESTASI RENDAH M E N T I N G G I K O M I T M E N R E N D A H AVOIDANCE ANXIETY INVESTASI DALAM HUBUNGAN RENDAH KETERGANTUNGAN RENDAH UKURAN INVESTASI SANGAT TINGGI TIDAK BAHAGIA DENGAN HUBUNGAN INVESTASI DALAM HUBUNGAN SANGAT TINGGI PERCAYA BERLEBIHAN PADA PASANGAN


(61)

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan negatif antara kelekatan tidak aman dengan komitmen. Semakin tinggi rasa tidak aman seseorang (kelekatan tidak aman) maka semakin rendah komitmen seseorang. Demikian juga sebaliknya, semakin rendah rasa tidak aman seseorang (kelekatan tidak aman) maka semakin tinggi komitmen yang dimiliki seseorang.


(62)

41

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif korelasional. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang lebih menekankan analisis pada data-data numerik. Data-data ini kemudian diolah menggunakan penghitungan statistik (Azwar, 2009). Penelitian korelasional memiliki tujuan untuk melihat hubungan antara suatu variabel dengan variabel lain berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 2009).

B. Variabel Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel tergantung, yaitu sebagai berikut :

Variabel bebas (X) : Kelekatan tidak aman Variabel tergantung (Y) : Komitmen

C. Definisi Operasional

Definisi operasional yang digunakan untuk menjelaskan kedua variabel diambil dari karakteristik variabel, skala yang digunakan, dan skor yang diperoleh.


(63)

1. Kelekatan Tidak Aman

Kelekatan tidak aman merupakan persepsi dan model kerja negatif yang berkembang dari pola pengasuhan seseorang di masa kecil terhadap tersedianya cinta dan perhatian dari figur lekat atau figur lekat sebagai penyedia cinta dan perhatian.

Skala yang digunakan untuk mengukur kelekatan tidak aman adalah ECR- R (Experiences in Close Relationship Questionnaire - Revised). Skala tersebut dapat menunjukkan tipe kelekatan yang dimiliki oleh subjek. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek maka semakin tidak aman pula kelekatan yang dibangun oleh subjek. Sebaliknya, jika semakin rendah skor yang dimiliki subjek maka kelekatan yang dimiliki subjek semakin aman.

2. Komitmen

Komitmen merupakan keinginan untuk dapat mempertahankan suatu hubungan, tetap memiliki kelekatan psikologis terhadap pasangan, dan memiliki orientasi jangka panjang dalam menjalin hubungan. Komitmen memiliki enam kriteria, yaitu keinginan seseorang untuk mengakhiri hubungan di waktu dekat, kemungkinan durasi hubungan yang telah mereka bentuk, durasi hubungan yang mereka inginkan, komitmen dalam hubungan mereka, daya pikat dari pasangan, serta tingkat kelekatan dalam hubungan.


(64)

Skala yang digunakan untuk mengukur komitmen adalah skala komitmen. Skor tinggi yang diperoleh dalam skala tersebut menunjukkan bahwa subjek memiliki komitmen yang tinggi. Sebaliknya, jika skor yang diperoleh subjek dalam skala komitmen rendah maka komitmen yang dimiliki subjek juga rendah.

D. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah : 1. Wanita

2. Berpacaran

3. Dewasa awal dengan rentang usia 18 hingga 22 tahun

4. Mahasiswi (sedang menempuh pendidikan di Universitas atau Perguruan Tinggi)

5. Berdomisili di Yogyakarta

E. Sampling Penelitian

Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan incidental sampling.

F. Metode dan Alat Pengambilan Data

1. Metode Pengambilan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan menyebarkan skala. Skala yang disebarkan terdiri dari dua skala,


(65)

yaitu skala ECR- R (Experiences in Close Relationship Questionnaire - Revised) dan skala komitmen. Tipe soal dalam kedua skala tersebut adalah Likert. Pernyataan yang diberikan dalam kedua skala tersebut terdiri dari pernyataan favorable dan unfavorable. Pilihan jawaban untuk skala ECR- R (Experiences in Close Relationship Questionnaire – Revised) bergerak dari Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Agak Tidak Setuju (ATS), Netral (N), Agak Setuju (AS), Setuju (S), Sangat Setuju (SS). Sedangkan pada skala komitmen, pilihan jawaban bergerak dari angka 0 hingga 8. Jawaban yang diberikan subjek menggambarkan tingkat kesetujuan terhadap aitem yang disajikan.

Tabel 3.1

Penskoran Jawaban Skala ECR - R Jawaban

Item

STS TS ATS N AS S SS

Favorable 1 2 3 4 5 6 7


(66)

Tabel 3.2

Penskoran Jawaban Skala Komitmen Jawaban

Item

0 1 2 3 4 5 6 7 8

Favorable 0 1 2 3 4 5 6 7 8

Unfavorable 8 7 6 5 4 3 2 1 0

2. Alat Pengambilan Data

a. Skala ECR- R (Experiences in Close Relationship Questionnaire - Revised)

Peneliti menggunakan skala ECR- R (Experiences in Close Relationship Questionnaire - Revised) dari R. Chris Fraley yang telah di adaptasi dengan proses terjemahan oleh Cornelius Siswa Widyatmoko, S.Psi. Jumlah aitem dalam skala ini adalah 36 aitem yang kemudian di uji cobakan. Aitem tersebut terdiri dari 18 aitem untuk tipe kelekatan anxiety dan 18 aitem untuk tipe kelekatan avoidance.


(67)

Tabel 3.3

Blue Print Skala ECR - R (Uji Coba) Dimensi

Kelekatan

Aitem

Jumlah Favorable Unfavorable

Anxiety 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, 19, 23, 25, 27, 29, 31, 33, 35

17, 21 18

Avoidance 2, 6, 10, 12, 14, 28

4, 8, 16, 18, 20, 22, 24, 26, 30, 32, 34, 36

18

36

b. Skala Komitmen

Peneliti melakukan adaptasi dari skala untuk mengukur komitmen yang telah dibuat oleh Caryl E. Rusbult. Jumlah aitem dalam skala tersebut adalah 7 aitem. Karakteristik yang digunakan dalam skala tersebut antara lain keinginan seseorang untuk mengakhiri hubungan di waktu dekat, kemungkinan durasi hubungan yang telah mereka bentuk, durasi hubungan yang mereka inginkan, komitmen dalam hubungan mereka, daya pikat dari pasangan, serta tingkat kelekatan dalam hubungan.


(68)

Tabel 3.4

Blue Print Skala Komitmen (Uji Coba) Karakteristik

Komitmen

Aitem

Jumlah Favorable Unfavorable

Keinginan mengakhiri hubungan

3 1

Kemungkinan durasi hubungan

7 1

Durasi hubungan yang diinginkan

1, 6 2

Komitmen hubungan 2 1

Daya pikat pasangan 4 1

Tingkat kelekatan 5 1

7

G. Kredibilitas Alat Ukur

1. Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu alat ukur dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur sesuai dengan tujuan pengukuran dilakukan (Azwar, 2009). Penelitian ini menggunakan


(69)

validitas isi, yaitu validitas yang di estimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau profesional judgment (Azwar, 2009). Validitas dalam penelitian ini dilakukan melalui penilaian dari dosen pembimbing.

2. Seleksi Aitem

Seleksi aitem dilakukan dalam proses penyusunan alat ukur untuk menguji karakteristik masing-masing aitem yang menjadi bagian tes yang bersangkutan (Azwar, 2009). Prosedur seleksi aitem mempertimbangkan koefisien korelasi aitem-total, indeks reliabilitas aitem, dan indeks validitas aitem. Aitem yang baik dan dapat digunakan apabila r ≥ 0,25 atau r ≥ 0,3, sedangkan aitem yang buruk dan harus gugur apabila r ≥ 0,25 atau r ≥ 0,3.

Aitem-aitem pada skala ECR- R dan komitmen dilakukan ujicoba pada tanggal 21 hingga 28 Juni 2013. Uji coba ini dilakukan dengan menyebarkan skala secara random pada mahasiswa dengan rentang usia 18 hingga 34 tahun di berbagai Perguruan Tinggi dan Universitas di Yogyakarta. Skala uji coba yang dapat digunakan sebanyak 77 buah dari 95 skala yang disebar. Beberapa skala tidak dapat dipakai karena subjek tidak mengisi identitas secara lengkap atau subjek tidak menjawab keseluruhan aitem dengan lengkap.

Peneliti melakukan penghitungan secara statistik hingga mendapatkan aitem yang baik dan sahih. Pada skala ECR- R peneliti melakukan perhitungan sebanyak 2 kali (perhitungan putar) pada 77


(70)

responden agar mendapatkan aitem yang benar-benar sahih. Pada perhitungan pertama, aitem yang gugur sebanyak sembilan aitem dan pada perhitungan kedua sebanyak tiga aitem. Pada akhirnya, item yang gugur dalam skala ini berjumlah duabelas aitem, yaitu sembilan aitem pada tipe anxiety attachment dan tiga aitem pada tipe avoidance attachment. Pada skala ECR- R didapatkan dua puluh empat aitem untuk digunakan sebagai skala penelitian. Sedangkan pada skala komitmen, aitem yang gugur sebanyak satu aitem sehingga terdapat enam aitem yang digunakan sebagai skala penelitian.

Tabel 3.5

Blue Print Skala ECR- R (Setelah Uji Coba I)

Tipe Kelekatan

Aitem

Jumlah Favorable Unfavorable

Anxiety 3, 5, 7, 11, 13, 15, 19, 23, 25, 29, 35

- 11

Avoidance 2, 6, 10, 12, 14, 28

4, 8, 16, 18, 20, 22, 24, 26, 34, 36

16


(71)

Blue Print Skala ECR- R (Setelah Uji Coba II)

Tipe Kelekatan

Aitem

Jumlah Favorable Unfavorable

Anxiety 5, 7, 11, 13, 15, 19, 23, 25, 35

- 9

Avoidance 2, 10, 12, 14, 28 4, 8, 16, 18, 20, 22, 24, 26, 30, 34, 36

15

24

Tabel 3.7

Blue Print Skala Komitmen (Setelah Uji Coba) Karakteristik

Komitmen

Aitem

Jumlah Favorable Unfavorable

Keinginan mengakhiri hubungan

3 1

Kemungkinan durasi hubungan

7 1

Durasi hubungan yang diinginkan

1, 6 2

Komitmen hubungan 2 1

Daya pikat pasangan - -

Tingkat kelekatan 5 1


(72)

3. Reliabilitas

Reliabilitas diterjemahkan dari kata reliability yang berasal dari kata rely dan ability. Reliabilitas mengandung makna sejauh mana hasil dari suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2009). Tinggi atau rendahnya reliabilitas ditunjukkan oleh suatu nilai yang disebut dengan koefisien reliabilitas. Penelitian ini menggunakan koefisien reliabilitas alpha (α atau Alpha Cronbach). Koefisien ini didapat dengan membelah tes menjadi bagian-bagian sebanyak jumlah aitem sehingga setiap bagian hanya berisi satu aitem saja. Reliabilitas yang didapat untuk ECR- R (Experiences in Close Relationship Questionnaire- Revised) adalah 0.880. Sedangkan reliabilitas untuk skala komitmen adalah 0.821.

H. Metode Analisis Data

1. Uji Asumsi

a. Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Data penelitian dapat dikatakan normal apabila nilai p lebih besar dari 0,1. Sebaliknya, data penelitian dikatakan memiliki nilai sebaran tidak normal bila nilai p kurang dari 0,1 (Santoso, 2010). Penelitian ini menggunakan uji Normalitas Liliefors (Kolmorgorov-Smirnov).


(73)

b. Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk melihat apakah data penelitian mengikuti garis lurus atau tidak. Jika suatu data mengikuti garis lurus maka peningkatan atau penurunan kuantitas di satu variabel akan diikuti oleh peningkatan atau penurunan kuantitas pada variabel lainnya secara linear (Santoso, 2010). Suatu data dikatakan linear bila nilai p kurang dari 0,05 (p < 0,05).

2. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan penghitungan dengan teknik korelasi dengan bantuan perangkat SPSS 16.00 for Windows. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik korelasi Product Momen Pearson.


(74)

53

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan pada 5 hingga 26 Juli 2013. Penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan skala secara random pada mahasiswa dengan rentang usia 18-34 tahun di berbagai perguruan tinggi dan universitas di Yogyakarta. Selain itu, penelitian ini juga dilakukan dengan menyebarkan skala secara online. Skala penelitian yang disebar dalam penelitian ini sebanyak 215 eksemplar dan skala yang dapat digunakan sebanyak 178 eksemplar. Beberapa skala tidak dapat digunakan karena subjek tidak mengisi identitasnya dengan lengkap ataupun tidak menjawab skala dengan lengkap pula. Sedangkan skala yang disebar melalui skala online hanya 25 yang dapat digunakan dari 52 skala. Beberapa skala tidak dapat digunakan karena identitas dan jawaban subjek yang tidak lengkap. Jumlah skala yang dapat diteliti sebanyak 203 buah.

B. Data Demografis Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah mahasiswa wanita dalam masa perkembangan dewasa awal dengan rentang usia 18 hingga 34 tahun.


(75)

Tabel 4.1

Data Usia Subjek Penelitian

Usia Jumlah

18 11

19 30

20 34

21 53

22 51

23 17

24 4

25 2

28 1

Tabel 4.2

Data Lama Hubungan Subjek Penelitian

Lama Hubungan (bulan) Jumlah

1 - 12 63

13 - 24 35

25 - 36 46

37 - 48 31

49 - 60 9

61 - 72 10

73 - 84 6


(76)

C. Uji Asumsi

1. Uji Normalitas

Berdasarkan analisis menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dalam SPSS 16.00 For Windows sebaran data dalam penelitian ini ada yang normal dan ada yang tidak normal. Pada skala anxiety attachment, nilai p sebesar 0.23. Nilai p > 0.05 dapat dikatakan bahwa data ini normal atau sebaran data mengikuti distribusi normal. Pada skala avoidance attachment, nilai p sebesar 0.03 yang menunjukkan bahwa p < 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa sebaran data pada skala tersebut tidak mengikuti distribusi normal. Pada skala attachment, nilai p sebesar 0.200 yang berarti bahwa p > 0.05. Hasil ini dapat diartikan bahwa sebaran data mengikuti distribusi normal. Sedangkan pada skala komitmen nilai p sebesar 0.01 yang berarti p < 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa sebaran data tidak mengikuti distribusi normal.

Tabel 4.3

Hasil Uji Normalitas

Signifikansi (p) Keterangan

Anxiety Attachment 0.23 Normal

Avoidance Attachment 0.03 Tidak Normal

Attachment 0.200 Normal


(77)

2. Uji Linearitas

Pengujian linearitas dalam penelitian menggunakan Test for Linearity dalam SPSS 16.00 For Windows. Setelah melakukan uji linearitas didapatkan bahwa hubungan antara adult attachment dengan komitmen linear dengan nilai p sebesar 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa nilai p < 0.05 sehingga data dapat dikatakan linear.

Tabel 4.5

Hasil Uji Linearitas

F Sig.

Komitmen * Kelekatan tidak aman

(Combined) 2.043 .000

Linearity 83.919 .000

Deviation from Linearity


(78)

Bagan 4.1 Scatter Plot

Pola yang terbentuk pada scatter plot mengikuti garis lurus. Hal ini menunjukkan bahwa data hasil penelitian linear.

D. Hasil Penelitian

1. Uji Hipotesis

a. Korelasi antara Kelekatan Tidak Aman dengan Komitmen Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan korelasi Product Moment dengan bantuan SPSS 16.00 For Windows. Setelah dilakukan uji hipotesis maka didapatkan bahwa koefisien korelasi antara kelekatan tidak aman dengan komitmen sebesar rxy = - 0.552 dengan nilai p sebesar 0.000. Nilai rxy > 0.3 dengan nilai p < 0.05 sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan negatif secara signifikan antara kelekatan tidak aman dengan komitmen.


(79)

Koefisien determinasi (r²) yang diperoleh dari hasil kuadrat koefisien korelasi adalah r² = 0.305. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa variabel bebas dalam penelitian ini, yaitu kelekatan tidak aman, memberikan sumbangan efektif sebesar 30,5% terhadap variabel tergantung, yaitu komitmen. Tabel 4.6

Hasil Korelasi Kelekatan tidak Aman dengan Komitmen Kelekatan Tidak

Aman

Komitmen

Kelekatan Tidak Aman

Pearson Correlation

1 -.552

Sig. (2-tailed) .000

N 203 203

Komitmen Pearson

Correlation

-.552 1

Sig. (2-tailed) .000

N 203 203

b. Korelasi antara Kelekatan Anxiety dengan Komitmen

Setelah dilakukan uji hipotesis menggunakan korelasi Product Moment dengan bantuan SPSS 16.00 For Windows, maka didapatkan bahwa koefisien korelasi antara anxiety attachment dengan komitmen sebesar rxy = - 0.502 dengan nilai


(1)

Korelasi antara Kelekatan tidak Aman dengan Komitmen

Correlations

X Y

X Pearson Correlation 1 -.552**

Sig. (2-tailed) .000

N 203 203

Y Pearson Correlation -.552** 1 Sig. (2-tailed) .000

N 203 203

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Korelasi antara Kelekatan

Anxiety

dengan Komitmen

Correlations

X.Anxiety Y X.Anxiety Pearson Correlation 1 -.502**

Sig. (2-tailed) .000

N 203 203

Y Pearson Correlation -.502** 1 Sig. (2-tailed) .000

N 203 203


(2)

Korelasi antara Kelekatan

Avoidance

dengan Komitmen

Correlations

X.Avoidan Y X.Avoidan Pearson Correlation 1 -.549**

Sig. (2-tailed) .000

N 203 203

Y Pearson Correlation -.549** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 203 203


(3)

LAMPIRAN 10


(4)

Perbandingan nilai mean anxiety dan avoidance

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 X.Anxiety 73.40 203 17.973 1.261

X.Avoidan 45.75 203 11.874 .833

Skala Kelekatan

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

X 203 66.80 18.747 1.316

One-Sample Test

Test Value = 96

t df Sig. (2-tailed) Mean Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

X -22.189 202 .000 -29.197 -31.79 -26.60

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Pair 1 X.Anxiety -


(5)

Anxiety

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

X.Anxiety 203 73.40 17.973 1.261

One-Sample Test

Test Value = 36

t df Sig. (2-tailed) Mean Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

X.Anxiety 29.651 202 .000 37.404 34.92 39.89

Avoidance

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

X.Avoidan 203 45.75 11.874 .833

One-Sample Test

Test Value = 60

t df Sig. (2-tailed) Mean Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper


(6)

Komitmen

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Y 203 37.46 7.514 .527

One-Sample Test

Test Value = 24

t df Sig. (2-tailed) Mean Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper