PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PEMECAHAN MASALAH TROUBLESHOOTING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK SMK PADA PROGRAM KEAHLIAN OTOMOTIF.

(1)

KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK SMK

PADA PROGRAM KEAHLIAN OTOMOTIF

Disertasi

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Untuk Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan dalam Bidang Pengembangan Kurikulum

Promovendus Suryana Iskandar

0807951

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN KURIKULUM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul “Pengembangan Model Pembelajaran Pemecahan Masalah Troubleshooting Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik SMK Pada Program Keahlian Otomotof” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam mesyarakat keilmuan. Atas pernyataaan ini, saya siap menanggung resiko/sangsi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karaya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Agustus 2015 Yang Membuat Pernyataan


(3)

Promotor merangkap Ketua

Prof. Dr. H. As’ari Djohar, M.Pd.

NIP. 195012051979031001

Ko-Promotor merangkap sekretaris,

Prof. Dr. H. Sumarto, M.SIE NIP. 195507051981031005

Anggota:

Dr. Toto Ruhimat, M.Pd NIP. 19591121185031001

Disetujui oleh

Ketua Program Studi Pengembangan Kurikulum Sekolah Pascasarjana

Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. Rusman, M.Pd NIP. 197205051998021001


(4)

vii

Suryana Iskandar, 2015

Disertasi ini menyajikan hasil penelitian dan pengembangan tentang Model Pembelajaran Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis. Permasalahan yang

diajukan adalah “Model pembelajaran yang bagaimana yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik SMK pada mata pelajaran kompetensi kejuruan Teknik Kendaraan Ringan

Pentingnya penelitian ini dilakukan mengingat adanya fakta yang menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis sebagai salah satu keterampilan untuk memecahkan masalah di dalam dunia pekerjaan tidak terbentuk melalui pempelajaran yang dialaminya, hal ini sesuai dengan temuan Ramlee dkk. (2002:10) “....employees when it comes to employability skills because they lacked motivational skills, communication skills,

interpersonal skills, critical thinking, and problem solving and entrepreneurship skill.”

Pentingnya kemampuan berpikir kritis juga dikemukakan oleh Griffin, et.all dalam ACER (April 2013: 5) kelompok keterampilan yang dibutuhkan pada kehidupan abad 21 di antaranya adalah ways of thinking (including creativity, critical thinking, problem-solving, decision-making and learning). Kondisi ini, menurut temuan Sri Umi Mintarti Widjaya (2009:1) dalam penelitian dan pengembangan tentang model pembelajaran

akuntansi di SMK salah satunya disebabkan oleh ‘penggunaan metode pembelajaran yang digunakan oleh Guru masih konvensional,dan disarankan untuk mengubah paradigma pembelajaran di SMK.

Tujuan dilakukan penelitian dan pengembangan ini, pertama untuk memperoleh gambaran nyata tentang proses pembelajaran yang terjadi sehari-hari, kedua adalah untuk menemukan model pembelajaran yang tepat dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik, dan ketiga untuk memperoleh gambaran tentang kemampuan berpikir kritis yang dimiliki peserta didik setelah menggunakan model pembelajaran yang telah dikembangkan.

Prosedur penelitian dilakukan dengan mengikuti tahapan sebagai berikut : Studi pendahuluan, perencanaan; pengembangan draf awal model; validasi ahli, revisi, uji coba terbatas dan uji lebih luas, dan akhirnya uji produk. Analisis data menggunakan dua teknik, yaitu teknik kualitatif dan teknik kuantitatif. Data hasil studi pendahuluan dilakukan menggunakan teknik analisis kualitatif dan hasilnya diperoleh gambaran kondisi riil proses pembelajaran yang terjadi masih bersifat konvensional, sehingga terjadi kondisi pembelajaran pendidik aktif dan peserta didik pasif. Berdasarkan hasil studi pendahuluan, selanjutnya dibuat draft model pembelajaran pemecahan masalah untuk divalidasi dan diuji cobakan secara terbatas dan luas. Hasilnya diolah dengan teknik analisis kualitatif menghasilkan adanya penambahan satu langkah pembelajaran,

yaitu “Pra pembelajaran”. Dengan demikian model pembelajaran pemecahan masalah

troubleshooting mengikuti sintak: Pra pembelajaran, merumuskan masalah, mengembangkan kemungkinan penyebab, mendiagnosis gangguan, pengembangan materi sesuai dengan IPTEK, melakukan tindakan perbaikan, dan evaluasi perbaikan.

Data kemampuan berpikir kritis sebagai dampak dari penggunaan model pembelajaran konvensional dengan dibandingkan dengan hasil dari model pembelajaran yang telah diuji produk, dan hasilnya diolah dengan uji U (U-test), dengan tingkat kepercayaan 95% dan hasilnya H0 ditolak, berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok data starter dan pengisian post test pada kelompok Eksperimen dan kelompok kontrol, Dengan demikian Model Pembelajaran Pemecahan Masalah troubleshooting terbukti dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik SMK Program Keahlian Otomotif .

Kata kunci: Kendaraan Ringan, Berfikir kritis, Model pembelajaran Pemecahan masalah troubleshooting, SMK.


(5)

vii

Suryana Iskandar, 2015

This dissertation presents the results of research and development on the Learning Model to improve Critical Thinking Ability . The problem proposed is "What kind of learning model which can improve students' critical thinking skills in vocational subjects of Light Vehicle Engineering ?

This research has been done regarding the fact that the critical thinking skills as one of the skills to solve problems in the world of work are not formed through learning activity that happened, this is in accordance with the findings Ramlee et al. (

2002 : 10 ) “....employees when it comes to employability skills because they lacked

motivational skills, communication skills, interpersonal skills, critical thinking, and

problem solving and entrepreneurship skill.” The importance of critical thinking skills

is also presented by Griffin, et. all in ACER ( April 2013:5) the skills needed in the 21st century life of are ways of thinking (including creativity, critical thinking, problem - solving, decision-making and learning ) . According to the findings of Sri Umi Mintarti Widjaja (2009:1) in research and development of accounting in vocational learning model, such a condition was caused by the use of instructional methods by teachers which was still conventional , and it is therefore advisable to change the paradigm of learning in SMK .

This research and development has been conducted with some purposes as follows: 1) to find the real picture of the learning process activities happen in the schools. 2) to find the suitable learning model to improve the learners’ critical

thinking competences, and 3) to get the real picture of the learners’ critical thinking

skill after they were treated using the new developed learning model.

The procedure of the research covers: Preliminary study, plan, development of the first draft of the model, expert validation, revision, limited test and unlimited test, and finally product test. Two techniques have been used for analyzing the data were the qualitative and the quantitative techniques. Based on the result of the preliminary study, a learning model of problem solving has been designed to be validated and tried out widely within limited scope. The result was analyzed by qualitative analyses technique, and there was one more learning stage as the

additional, namely “Pre-Learning stage’. Therefore, the ‘trouble shooting’ learning

model of problem solving consists of the following syntax: Pre-Learning, formulate problems, develop possible causes, diagnose the trouble, develop materials in accordance with Technology Development, do the repair, and evaluate the repair.

The data of critical thinking competence as the result of applying conventional learning process was then compared with the result of the learning model which have been product-tested. The result was then analysed using U-test, with the level of confidence 95% and the conclusion is Ho is rejected, which means that there is a significant difference between the experiment group with starter data and the post test completion and the control group. The conclusion is that the

Learning Model of ‘Troubleshooting’ Problem Solving proves that it can increase the

critical thinking competence of the students in Automotive engineering study program in the Vocational School (SMK)

Key words: Light Vehicle, Critical Thinking, Learning of troubleshooting problem solving, SMK


(6)

ix

Suryana Iskandar, 2015

Halaman

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PENGESAHAN ii

LEMBAR PERNYATAAN iii

KATA PENGANTAR iv

UCAPAN TERIMA KASIH v

ABSTRAK vii

ABSTRACT viii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian 16

1. Rumusan Masalah 17

2. Pertanyaan Penelitian 17

3. Variabel Penelitian 18

C. Definisi Operasional 20

1. Model Disain Pembelajaran 20

2. Implementasi Disain Pembelajaran 20

3. Prosedur Evaluasi

4. Pemecahan Masalah Troubleshooting 5. Berfikir Kritis

6. Mata Pelajaran Kompetensi Kejuruan Teknik Kendaraan Ringan

20 21 21 27 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian 27

2. Manfaat Hasil Penelitian 27

E. Struktur Organisasi Disertasi 29

BAB. II Landasan Teoritis

A. Kajian Teori 31

1. Karakteristik Pendidikan Kejuruan 31

2. Kurikulum Pendidikan Kejuruan 37

3. Teori Belajar Konstruktivisme 49

4. Pembelajaran dan Evaluasi Pembelajaran 56

a. Pembelajaran 56

b. Pembelajaran Pemecahan Masalah

c. Model Pembelajaran Pemecahan Masalah Troubleshooting

69 81

d. Evaluasi Pembelajaran 84


(7)

Suryana Iskandar, 2015

B. Penelitian-Penelitian Terdahulu C. Kerangka Penelitian dan Hipotesis 1. Kerangka Penelitian

2. Hipotesa

104 105 105 109

BAB III METODE PENELITIAN 110

A.Desain Penelitian 110

B.Partisipan Penelitian 111

C.Populasi dan Sampel Penelitian 112

D.Prosedur Penelitian dan Pengembangan 114

E. Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian 1. Teknik Pengumpulan Data

2. Alat Pengumpul Data (instrument) F. Teknik Analisis Data

G.Waktu dan Tempat Penelitian

116 117 117 124 127 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Hasil Studi Pendahuluan 128

1. Deskripsi Data 128

a. Dokumen KTSP 128

b. Pendidik (Guru) 129

c. Peserta didik 134

d. Fasilitas Pembelajaran (Sumber belajar) 135

2. Pengolahan Data dan Pembahasan 138

a. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 138

b. Pendidik 139

c. Peserta didik 150

d. Fasilitas Pembelajaran dan Sumber belajar 152

B. Pengembangan Model 153

1. Draf Disain Model Pembelajaran 153

2. Penilaian Draf Perancangan Model Pembelajaran 159

3. Perbaikan Perancangan Model Pembelajaran 162

4. Hasil Uji Coba Model Pembelajaran Hipotetik 165

a. Uji Terbatas 165

b. Uji Lebih Luas 185

c. Pengujian Model 204

d. Pengolahan data Uji Validasi 211

e. Perbandingan Antara Kelompok Eksperimen dan Kontrol Berdasarkan Uji

Statistik 217

f. Pengujian Normalitas 218

g. Hasil Uji Homogenitas Data Kelompok Eksperimen dan Kontrol 219

h. Uji-U Man-Whitney 220

5. Model Pembelajaran Hasil Penelitian dan Pengembangan 226 6. Fasilitas Belajar Model Pemecahan Masalah Pada Pendidikan Vokasi 232


(8)

Suryana Iskandar, 2015

C. Pembahasan dan Hasil Penelitian 234

1. Disain Model Pembelajaran Hasil Pengembangan 234

2. Implementasi Model Pembelajaran Hasil Pengembangan 248 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN-SARAN

A. Simpulan 1. Simpulan Umum 2. Simpulan Husus

265 265 265

a. Hasil Studi Pendahuluan 265

b. Model Pembelajaran Pemecahan Masalah Troubleshooting 268 c. Peningkatan Kemampuan Berfikir Kritis Sebagai Hasil Belajar 275

B. Implikasi Teoritis dan Dalil-Dalil 275

1. Implikasi 275

2. Dalil-dalil 277

C. Saran-Saran Kepada

1. Direktorat PSMK Kemdikbud 278

2. Institusi PPPPTK BMTI 279

3. Sekolah 279

4. Peneliti Selanjutnya 279

DAFTAR PUSTAKA 281


(9)

1

Sekolah menengah kejuruan (SMK) merupakan jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu, kemampuan beradaptasi di lingkungan kerja, melihat peluang kerja, dan mengembangkan diri agar dapat melanjutkan pendidikan sesuai dengan kejuruannya. Untuk mencapai kemampuan itu, kurikulum SMK harus memuat materi-materi yang dapat membentuk lulusannya sesuai dengan tuntutan yang dipersyaratkan oleh dunia kerja maupun melanjutkan pendidikan pada bidang yang sejenis. Oleh karena itu KTSP SMK dirancang berdasarkan pada Standar Nasional Pendidikan ( PP 19 Tahun 2005) dan kebutuhan dunia kerja yang telah dirumuskan oleh para praktisi industri dalam bentuk Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) sesuai bidang keakhlian tertentu yang selanjutnya standar kompetensi tersebut dilakukan penataan kembali menjadi standar isi. Langkah ini sejalan dengan pendapat Wiliam E. Blank (1982:26) dimana langkah awal dalam pengembangan program (kurikulum) berbasis kompetensi dimulai dari “mengidentifikasi dan menggambarkan jenis pekerjaan dari suatu bidang pekerjaan (jabatan), mengidentifikasi dan memverifikasi tugas-tugas pekerjaan atau kompetensi, serta menganalisis keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk melakukan tugas-tugas pekerjaan tersebut”. Pengembangan kurikulum dengan cara ini memungkinkan isi kurikulum akan sesuai dengan kebutuhan tugas-tugas pekerjaan lulusan di lapangan.

Suatu kurikulum pada dasarnya tidak statis, tetapi senantiasa mengikuti perubahan nilai-nilai yang terjadi di masyarakat terutama pada kurikulum pendidikan kejuruan. Pendidikan kejuruan banyak dipengaruhi oleh kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan nilai-nilai sosial masyarakat, oleh karena itu pengembangan kurikulumnya menggunakan prinsip

demand driven yang sangat dinamis. Perubahan model pengembangan kurikulum

dari yang bersifat sentralistis dan menjadi berbasis sekolah ( School Based


(10)

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 pasal 38 ayat 2, yang bernafaskan UU Otonomi Daerah berbunyi “Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah”.

Tujuan utama perubahan pengembangan kurikulum di atas diarahkan pada peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia yang mampu bersaing pada tataran nasional maupun global. Sejalan dengan bergulirnya proses globalisasi, pendidikan diharapkan mampu mengantisipasi berbagai perubahan dalam pengembangan kurikulum, hal ini sesuai dengan bunyi pasal (36) ayat 3 poin i, UUSPN No. 20 Tahun 2003, yaitu “ memperhatikan dinamika perkembangan global”. Beberapa ciri isu global, di antaranya: ketatnya dan meluasnya persaingan tenaga kerja; hilangnya orientasi individu karena cepatnya perubahan yang terjadi dihadapan kita; serta tumbuh dan berkembangnya IPTEK. Dengan demikian, globalisasi menuntut individu untuk mampu bersaing secara terbuka dalam mendapatkan peluang yang sama dengan individu lainnya di berbagai belahan dunia. Hal ini menjadi tantangan baru bagi bangsa Indonesia yang belum memiliki tingkat kompetitif tinggi seperti bangsa lain. Berdasarkan data tingkat kompetitif global (Global Copetitiveness Report 2010-2011 : 15), indek ranking kemampuan bersaing negara Indonesia berada pada urutan ke 44 dari 132 negara di dunia, sedangkan negara ASEAN seperti Singapura pada urutan 3; Malaysia 26; Brunai 28; Thailand 38. Penilaian tersebut dilakukan berdasarkan 12 pilar yang di dalamnya terdapat pilar pendidikan tinggi dan training serta pilar efisiensi pasar tenaga kerja.

Faktor lain yang mendorong perlunya pengembangan kurikulum dan pembelajaran di SMK adalah akan hadirnya pemberlakuan Asean Free Labour

Area (AFLA) pada tahun 2020 dimana pada masa itu akan terjadi perubahan

regulasi dari monopoli menjadi persaingan bebas (free competition), sehingga lulusan SMK harus menjadi bagian dari persaingan bebas itu, karena pada masa itu tidak akan ada lagi sekat-sekat pembatas diantara negara ASEAN, khususnya berkaitan dengan tenaga kerja. Jadi setiap orang dapat memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan yang mereka inginkan baik karena motivasi financial atau non


(11)

tenaga kerja tersebut. Disatu sisi hal ini merupakan peluang bagi angkatan tenaga kerja baru bangsa Indonesia untuk meraih kesempatan memperoleh lapangan kerja yang sangat terbuka, disisi lain akan menjadi ancaman apabila lulusan SMK tidak memiliki kompetensi yang sesuai dengan tuntutan AFLA. Dengan demikian mengejar kualitas dan keunggulan merupakan syarat mutlak bagi setiap peserta didik untuk mencapai kemampuan yang dituntut sesuai dengan standar kompetensi lulusan yang telah ditetapkan.

Tujuan utama pendidikan kejuruan sebagaimana telah dipaparkan di atas, adalah untuk menyiapkan tenaga kerja yang mampu beradaptasi dengan lingkungan pekerjaannya kelak, hal ini sejalan dengan pendapat Baedowi (2013:1)

Sebagai bagian dari Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan menengah kejuruan merupakan pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu, kemampuan beradaptasi di lingkungan kerja, melihat peluang kerja dan mengembangkan diri di kemudian hari.

Demikian pula menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 pasal 15 bahwa “Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang keahlian tertentu”. Supaya para lulusan SMK bisa memenuhi tuntutan Undang undang tersebut, maka diperlukan kemampuan dan keterampilan yang sesuai dan memadai. Ada beberapa keterampilan yang dibutuhkan lulusan SMK, agar mereka dapat berprestasi di dalam menjalankan pekerjaannya nanti, yaitu keterampilan yang sesuai dengan jabatan pekerjaan sebagai keterampilan utama, dan keterampilan pendukung seperti kemampuan bekerja sama di dalam tim, kemampuan menggunaka teknologi secara efektif dan kemampuan mengkreasi strategi pemecahan masalah dari problema yang dihadapinya secara kritis. Hal ini sejalan dengan pendapat Master (2013:5) pada Vocatioanal Education Trainning :

“notes that employers, in particular, have emphasised “the need for employees who can work collaboratively in teams, use technology effectively and create new solutions to problems”. Dalam hal ini pendidikan selayaknya dapat menyiapkan lulusan yang siap menghadapi tantangan perubahan seperti telah diuraikan di atas. Berkaitan dengan itu, Raka Joni dalam Zahara Idris (1992:17) mengatakan bahwa


(12)

sebenarnya pendidikan merupakan usaha penyiapan subyek didik menghadapi lingkungan hidup yang mengalami perubahan semakin pesat (globalisasi) dan meningkatkan kualitas kehidupan pribadi yang lebih baik. Agar lulusan SMK dapat meningkatkan kualitas hidup pribadinya sesuai dengan tuntutan abad 21, maka diperlukan beberapa keterampilan, seperti cara berpikir; cara bekerja, menggunakan teknologi informasi (ICT) dan keterampilan hidup di masyarakat dan kehidupan karier di pekerjaan. Dalam hal ini Griffin, McGaw and Care dalam ACER (April 2013: 5) mengelompokan keterampilan yang dibutuhkan pada kehidupan abad 21 adalah sebagai berikut:

ways of thinking (including creativity, critical thinking, problem-solving,

decision-making and learning);

• ways of working (including communication and collaboration);

• tools for working (including information and communications technology and information literacy); and

• skills for living in the world (including citizenship, life and career, and personal and social responsibility).

Kemampuan dan keterampilan tersebut amat dibutuhkan oleh lulusan SMK agar mereka siap bersaing dan bekerja sesuai dengan tuntutan globalisasi tersebut. Poin pertama yang dikemukakan di atas, diantaranya adalah kemampuan berpikir kritis untuk mengambil keputusan atas suatu tindakan, hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan SMK/MAK dalam lampiran, khususnya pada poin 7, bahwa lulusan SMK/MAK harus “Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam pengambilan keputusan” dan pada poin 10 “Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah kompleks”. Berpikir kritis adalah suatu keterampilan berpikir reflektif untuk mengambil keputusan dalam memecahkan masalah yang kompleks dalam menghadapi kehidupan dunia kerja secara kreatif. Ini semua merupakan salah satu keterampilan kerja (employability

skill) yang dibutuhkan, apalagi jika dilengkapi dengan kemampuan berkomunikasi

baik secara lisan maupun tertulis akan semakin membantu peserta didik sebagai calon pekerja untuk mampu bekerja secara efisien. Pemikiran yang serupa, juga disampai oleh Munro dalam Audu, R., Yusri Bin Kamin, dan Muhammad Sukri (2013:10) bahwa “employability skills involve the ability to contribute to work


(13)

efficiency in an organization combined with good oral and written communication skills and critical thinking”

Fakta di lapangan menurut penilaian para pakar dan mitra industri terhadap kompetensi lulusan pendidikan kejuruan, belum sepenuhnya memenuhi standar industri. Esensi dari lulusan SMK adalah tenaga kerja siap pakai pada level menengah, namun lulusan SMK secara umum belum mampu untuk itu, karena Lulusan SMK yang bekerja di industri masih harus dididik dan dilatih kembali sehingga memerlukan biaya tambahan. Fakta tersebut diperkuat oleh hasil penelitian Audu, dkk (2013: 12) sebagai berikut :

The development of employability skills should be integrated into the curriculum to ensure that students graduate from these institutions with the skills needed by employers. If institutions do not attempt to integrate the development of these skills, they may end up graduating students who cannot fit into the 21st century workforce, thereby becoming unemployed in the society.

Temuan lain yang sedikit berbeda, dikemukakan oleh Yusuf Hadi Miarso dalam ringkasan eksekutif kajian pemetaan Pendidikan Kejuruan (2010:3) menyatakan bahwa kualitas lulusan SMU dan lulusan SMK yang sama-sama bekerja di suatu perusahaan tidak ada perbedaan keterampilan. Ia menyatakan bahwa lulusan SMU jika dilatih juga akan memiliki keterampilan yang tidak jauh berbeda dengan lulusan SMK. Pernyataan tersebut secara lengkap dinyatakan sebagai berikut:

Kompetensi lulusan masih berorientasikan pada kebutuhan lapangan kerja masa sekarang atau bahkan masa lalu, dan belum membuka wawasan ke masa mendatang. Perkembangan teknologi, terutama teknologi informasi dan komunikasi yang telah memicu globalisasi, baru sekedar diketahui dan dioperasikan, belum dimanfaatkan untuk keperluan belajar atau untuk mencari informasi yang berkaitan dengan perkembangan lingkungan kerja. Kemandirian sebagai salah satu kompetensi yang perlu dikuasai, belum tampak usaha pengembangannya. Kemampuan ini sangat diperlukan dalam menghadapi situasi yang senantiasa berubah.

Sejalan dengan itu As’ari Djohar pada penelitian pengembangan model kurikulum berbasis kompetensi di Sekolah Menengah Kejuruan (2003:265) menyatakan “ Tamatan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dikritisi karena tidak luwes terhadap perubahan, memiliki keterampilan tunggal cepat usang, tidak


(14)

mudah dilatih ulang dan tidak mampu mengembangkan dirinya”. Dengan keadaan lulusan SMK seperti itu, tidak akan adaptif dengan tuntutan dunia kerja saat ini dan yang akan datang, khususnya dalam memasuki abad 21 saat ini (masa globalisasi), dimana pada masa sekarang ini telah terjadi perubahan yang sangat cepat, terutama di bidang teknologi dan struktur sosial-ekonomi masyarakat. Ketidak siapan para lulusan SMK memasuki dunia kerja disebabkan oleh beberapa faktor, terutama memiliki kelemahan dalam hal motivasi; keterampilan berkomunikasi dan kemampuan berpikir kritis. Hal ini diperkuat oleh temuan Ramlee dalam Audu, R., Yusri Bin Kamin, dan Muhammad Sukri (2013:10)

some graduates of TVE usually master their technical skills but employers normally feel dissatisfied of their employees when it comes to employability skills because they lacked motivational skills, communication skills, interpersonal skills, critical thinking, and problem solving and entrepreneurship skill.

Pentingnya kemampuan berpikir kritis tak lepas dari teori konstruk pemikikiran (konstruktivistik), dalam artian kurikulum dan pembelajaran menginginkan peserta didik mampu memiliki sebuah daya dalam hal mebangun kerangka berpikir kritis, sehingga lulusan yang akan dihasilkan akan benar-benar bergaransi baik dalam pengembangan soft skillnya,

Kenyataan di lapangan menunjukkan hal yang tidak demikian, berdasarkan fakta bahwa guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran masih berpusat kepada dirinya, cenderung menggunakan metode ceramah/ekspositori. Dengan demikian, aktifitas peserta didik menjadi pasif dan hanya mendengar dan mencatat, padahal untuk pembelajaran di sekolah kejuruan terintegrasi antara pembelajaran teori dan praktik yang menuntut lebih banyak peran peserta didik dari pada gurunya. Hal ini sesuai dengan tuntutan standar proses pada permendiknas nomor 41 tahun 2007, yang salah satunya berbunyi “pembelajaran dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk mendorong motivasi, minat, kreatifitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar”. Pernyataan ini dipertegas lagi oleh Permendikbud nomor 65 tahun 2013 tentang standar proses, bahwa “prinsip pembelajaran yang digunakan adalah di antaranya : “dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu...


(15)

peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisik dan keterampilan mental

(soft skill)”. Berkaitan dengan pendekatan pembelajaran di sekolah kejuruan, ada dua pandangan yang berbeda. Sebagian ahli pendidikan mengatakan bahwa

“learning to know is most important, application can come later”, pandangan tersebut cenderung kepada keyakinan bahwa pendekatan behavioristik sedangkan yang cenderung pada pendekatan konstruktivistik memandang bahwa “learning to do is most important, knowledge hill somehow seep into the process.” (Baedowi, 2013: 1). Proses pembelajaran di sekolah menengah kejuruan masih menganut dua pendekatan (mendua). Masih dalam (Baedowi, 2013:1) menyebutkan bahwa “Memanfaatkan dan memahami teori konstruktivisme sebagai dasar proses belajar mengajar di sekolah menengah kejuruan adalah salah satu usaha untuk memperoleh legitimasi teoritis sekaligus empiris tentang pentingnya sekolah menengah kejuruan”. Dengan demikian proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme di sekolah menengah kejuruan merupakan suatu langkah inovatif, untuk menyiapkan kemampuan dan keterampilan peserta yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan saat ini dan yang akan datang melalui kemampuan berpikir kritis.

Pendekatan pembelajaran tanpa diikuti dengan penggunaan model pembelajaran yang tepat, tentunya tidak dapat diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran. Ada beberapa model pembelajaran yang dapat merujuk kepada pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dari teori konnstruktivistik. Masih dalam isi Permendikbud nomor 65 tahun 2013, secara tegas dinyatakan bahwa

Perlu diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning). Untuk mendorong peserta didik menghasilkan karya kontekstual baik indiviual maupun kelompok, maka sangat disarankan menggunakan pendakatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (Problem Based

Learning dan Project Based Learning).

Berdasarkan kutipan di atas, peneliti meyakini, bahwa penggunaan model pembelajaran berbasis pemecahan masalah (Problem Based Learning) akan lebih efektif dan mampu mendorong partisipasi peserta didik untuk berpikir kritis dan bertindak memecahkan masalah secara aktif. Model pembelajaran yang selama ini


(16)

digunakan oleh pendidik, seringkali kurang mendorong partisipasi aktif peserta didik dan juga kurang menuntun bagi terjadinya proses berpikir kritis pada peserta didik, karena pembelajaran masih banyak berpusat pada guru dan tidak mengalami langsung. Mengajar bukanlah memindahkan pengetahuan dari pendidik ke peserta didik, tetapi suatu kegiatan yang memungkinkan peserta didik membangun sendiri pengetahuannya dalam membuat makna, mempertanyakan kejelasan, bersikap kritis, mengadakan justifikasi. Kondisi di atas sesuai dengan temuan Sri Umi Mintarti Widjaya (2009:1), pada penelitian pengembangan model pembelajaran Akuntansi di SMK. Dari hasil penelitian tersebut diungkapkan diantaranya :

(1)masalah-masalah yang dihadapi dalam pembelajaran Akuntansi adalah kurangnya alokasi waktu yang tersedia dalam kurikulum sehingga kegiatan mengerjakan latihan soal mengalami hambatan, metode pembelajaran yang digunakan masih konvensional, dan buku ajar atau buku paket peserta didik tidak berkenaan dengan kehidupan dan lingkungan keseharian peserta didik;

(2)perlu digunakan model dan metode pembelajaran bervariasi.

Kutipan di atas, menunjukkan bahwa metode pembelajaran yang selama ini digunakan oleh guru masih bersifat konvensional dan menuntut adanya perubahan dengan menggunakan model atau metode yang bervariasi.

Peraturan Dirjen Pembinaan Pendidikan Dasar dan Menengah No.28 Tahun 2009 merupakan peraturan tentang standar isi pada lingkup mata pelajaran kelompok produktif, digunakan sebagai acuan dalam pengembangan kurikulum dan silabus mata pelajaran kelompok produktif tersebut untuk mencapai standar mutu minimal yang mampu memenuhi tuntutan dunia kerja baik secara nasional maupun regional. Standar isi ini berisikan sekumpulan standar kompetensi dasar kompetensi kejuruan dan kompetensi kejuruan dari setiap program studi keakhlian. Teknik Otomotif merupakan salah satu program studi keakhlian di SMK yang memiliki beberapa kompetensi keakhlian (dahulu program studi), diantaranya adalah Teknik kendaraan ringan. Kompetensi Keakhlian ini memiliki lingkup materi yang berkaitan dengan perbaikan kendaraan. Dalam proses pembelajaranya, hendaknya para peserta didik dibekali dengan sejumlah keterampilan agar cakap dalam melaksanakan tugas pekerjaan sebagai seorang


(17)

mekanik. Kedudukan mata pelajaran ini sangat penting, terutama dalam membentuk seseorang cakap dalam melaksanakan tugas-tugas pekerjaannya kelak setelah menyelesaikan pendidikan, tetapi lebih dari itu, mata pelajaran inipun harus membentuk pengetahuan dan sikap yang dapat melandasi terbentuknya keterampilan psikomotor peserta didik. Dengan demikian pengetahuan dan sikap ini akan tercermin dalam kompetensi tugas pekerjaan, sebagaimana diungkapkan oleh Mc Ashan (1981:45) bahwa “kompetensi adalah suatu pengetahuan, keterampilan dan kemampuan atau kapabilitas seseorang sebagai hasil yang dicapainya melalui pembelajaran dan menjadi bagian dari dirinya sehingga tercermin dalam prilaku pengetahuan, sikap dan psikomotornya”.

Atas dasar pengertian itu, maka kompetensi mata pelajaran keakhlian kendaraan ringan tidak sekedar membentuk keterampilan psikomotor tetapi juga membentuk keterampilan pengetahuan, nilai dan sikap yang direfleksikan ke dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Pembentukkan pembiasaaan berpikir dan bertindak sebagai refleksi dari penguasaan kompetensi mata pelajaran kendaraan ringan akan terbentuk jika pembelajaran di SMK dilakukan dengan memberikan peluang pada peserta didik untuk dapat mengembangkan dirinya sesuai dengan potensi yang dimilikinya. lebih tepat dan bersifat konstruktif.

Pembelajaran pada mata pelajaran teknik kendaraan ringan seperti telah dijelaskan di atas, memiliki sejumlah kompetensi yang rumusannya menuntut kemampuan memperbaiki suatu obyek/sistem. Perbaikan suatu obyek atau sistem oleh peserta didik di kelas atau di bengkel sekolah harus memiliki kemiripan dengan kondisi nyata di dunia kerja. Jika perserta didik dihadapkan pada keluhan kerusakan suatu obyek/sistem kendaraan, maka sebagai pekerja yang kompeten, ia harus memiliki sejumlah alternatif solusi dan memilih cara yang paling efektif dan efisien, tidak selalu mengandalkan kemampuan yang baku dan bersifat otomatis. Untuk dapat memecahkan masalah tersebut maka diperlukan kemampuan berpikir kritis.

Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam pendidikan yakni sejak tahun 1942. Penelitian dan berbagai pendapat tentang hal itu, telah menjadi topik pembicaraan dalam sepuluh tahun terakhir ini (Patrick, 2000:1). Menurut Halpern (1996 :5), ”berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau


(18)

strategi kognitif dalam menentukan tujuan”. Proses tersebut dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran dan merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat. Berpikir kritis juga merupakan kegiatan mengevaluasi dan mempertimbangkan kesimpulan yang akan diambil manakala menentukan beberapa faktor pendukung untuk membuat keputusan. Berpikir kritis adalah kombinasi keahlian yang kompleks, berpikir kritis juga biasa disebut directed thinking, sebab berpikir langsung kepada fokus yang akan dituju, berpikir logis, berpikir analitis, berpikir reflektif, berpikir rasional, high order thinking, dan lain-lain. Secara singkat, berpikir kritis bermakna berpikir tingkat tinggi, benar, kompleks dan reflektif melalui pengujian dalam rangka menginvestigasi tujuan.

Pendapat senada dikemukakan Ennis (1985: 54), berpikir kritis adalah cara berpikir reflektif dan masuk akal atau berdasarkan nalar yang difokuskan untuk menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan. Berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi. Dari pendapat-pendapat tersebut, tampak adanya persamaan dalam hal sistematika bahwa berpikir adalah berproses. Berpikir kritis harus melalui beberapa tahapan untuk sampai kepada sebuah kesimpulan atau penilaian. Lebih lanjut Ennis (1996 : 9) mengungkapkan bahwa orang yang berfikir kritis memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1) meyakini kebenarannya; 2) Menunjukan kejelasan dan kejujurannya; dan 3) menghargai martabat dan nilai yang dimiliki setiap orang. Untuk memiliki karakter tersebut Ennis (2000:2) mempersyaratkan dimilikinya kemampuan-kemampuan seperti pada di bawah ini :

(a) Memfokuskan pada pertanyaan; (b) Menganalisis argument; (c) Meng klasifikasi pertanyaan dan jawaban pertanyaan tantangan; (d) Menentukan kridebilitas sumber; (e) Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil obser vasi; (f) Melakukan deduksi; (g) Melakukan Induksi; (h)Membuat dan menentukan nilai keputusan (Melakukan evaluasi); (i) Mendefinisikan


(19)

istilah dan menilainya; (j) Mengidentifikasi asumsi; (k)Menentukan tindakan; dan (l) Berinteraksi dengan orang lain.

Pembelajaran di SMK harus menjadikan peserta didik sebagai subjek belajar agar dapat membuat mereka belajar secara optimal melalui pembelajaran yang kreatif, kritis, logis, inovatif dan menyenangkan dengan mengeksplor kemampuan dirinya mencapai kemampuan maksimal. Untuk itu guru harus melakukan perubahan paradigma pembelajaran dari sekedar menyampaikan informasi dan melatih keterampilan menjadi meningkatkan kemampuan taksonomi yang lebih tinggi dengan menggunakan model belajar yang membangun kemampuan peserta didik berfikir sistimatis dan logis serta bertindak sesuai tuntutan dunia kerja.

Dilihat dari aspek Guru sebagai sumber inspirasi peserta didiknya, maka Guru SMK pada kompetensi keakhlian Kendaraan Ringan perlu memiliki strategi yang tepat dalam menghantarkan peserta didiknya ke dua arah, yaitu arah penguasaan kompetensi yang dibutuhkan di dunia kerja dan arah untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Melalui KTSP memungkinkan Guru memiliki keleluasaan dalam mengembangkan teknik dan strategi pembelajaran yang diinginkannya,mengingat KTSP merupakan kurikulum otonom sekolah.

Keberadaan KTSP tersebut apabila dicermati dan direnungkan dari dimensi paradigma pembelajaran, maka visi dan misi yang diusungnya, mengharapkan adanya perubahan paradigma pembelajaran di semua satuan pendidikan dari: paradigma normal child and exceptional child menjadi regular

child and special educational needs; dari paradigma teacher center menuju child centered; dari paradigma subject method curriculum menuju competence base curriculum; dan dari paradigma exclusive segregative educational menuju inclusive education process. Begitulah tuntutan das sollen (realitas teoritik) yang

harus dipahami, direnungkan dan diaplikasikan oleh setiap guru. Mengingat berhasil atau gagalnya implementasi pembaharuan pendidikan sebagai suatu inovasi kurikulum , sangat ditentukan oleh prilaku guru di kelas ( Hargreaves, 1994; Sarason, 1991; dalam Barnes 2005:12). Persoalannya adalah, apa yang tersaji dalam realitas empiris (das sain) tentang potret pembelajaran di beberapa


(20)

SMK masih sangat belum memuaskan. Kesenjangan antara apa yang dirumuskan dalam tujuan pendidikan SMK dan kenyataan empiris tersebut yang bila “dibiarkan, akan menjadi basic problem munculnya beragam persoalan

mikro-makro bangsa yang begitu kompleks. Apalagi komposisi SMK dibandingkan dengan SMA di masa mendatang akan menjadi terbalik menjadi 70 % : 30 % ( kebijakan Depdiknas pada akhir tahun 2015), menjadikan pendidikan SMK harus lebih bijak dan hati-hati.

Proses pembelajaran di SMK sangat berbeda dengan di SMA. Hasil pembelajaran SMK ditandai dengan uji kompetensi yang dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP), berhasil dari uji kompetensi berarti tugas-tugas guru di kelas adalah baik. Berdasarkan data studi awal pada beberapa SMK di Kota Bandung yang membuka Kompetensi Keakhlian Kendaraan Ringan menunjukkan bahwa uji keterampilan (kompetensi) yang dilakukan oleh LSP sebagai perpanjangan dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi ( BNSP) belum dapat dilakukan oleh SMK secara menyeluruh. Adapun ada sekolah tertentu (SMKN 8 Bandung ) yang melaksanakan Uji Kompetensi oleh LSP, baru 11 % dari 432 peserta didik yang mencapai tingkat kompeten dan mendapat sertifikat. Itupun diperoleh dengan cara pengkondisian terlebih dahulu sebelum dilakukan uji sertifikasi kompetensi.

Data lain yang menggambarkan proses dan hasil pembelajaran peserta didik adalah hasil ujian nasional tahun 2009/2010 pada mata pelajaran “Teori Kejuruan Teknik Kendaraan Ringan (Mekanik Otomotif), untuk peserta didik SMK di Jawa Barat yang memperoleh angka di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (70) berdasarkan petunjuk teknis penilaian hasil belajar Direktorat Pembinaan SMK adalah sebanyak 57,7 2% dari 38180 peserta didik. Angka yang diperoleh mereka berada pada rentang antara 4 sampai dengan 6,9 . Padahal soal-soal yang diujikan dalam ujian nasional tersebut berdasarkan taksonomi Bloom hanya menggali pengetahuan pada kategori mengingat dan pemahaman (Pusat Penilaian Pendidikan, 2010). Hal ini sejalan dengan kesimpulan hasil penelitian I Wayan Ratnata (2005:182) tentang Kemampuan Berpikir Logis Peserta didik SMK Program Studi Teknik Elektro di SMK Negeri 5 Bandung tampaknya masih perlu ditingkatkan agar dapat berhasil lebih baik seperti yang diharapkan dalam


(21)

silabus. Hal tersebut teramati dari kemampuan berpikir induktif dan deduktif logis peserta didik SMK dalam pemahaman konsep-konsep listrik magnet masih pada tingkat sederhana (lemah). Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Ramlee B. Mustapha dan James P. Greenan (2002:10) yang berjudul The Role of

Vocational Education in Economic Development in Malaysia, … dilihat dari sisi

motivasi, kemampuan komunikasi, hubungan personal, memecahkan masalah, berpikir kritis dan keterampilan berwirausaha baik pendidik maupun pengusaha menyatakan lulusan sekolah kejuruan masih berada dibawah cukup.

Berdasarkan dua data hasil belajar (teori dan praktek) di atas, menunjukkan adanya masalah di dalam pendidikan SMK umumnya dan pembelajaran di kelas khususnya, yaitu masalah mutu. Beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam rangka memperbaiki mutu lulusan seperti kenyataan di atas, salah satunya dengan perbaikan implementasi kurikulum. Pada aktivitas tersebut, sekolah dapat melakukan penyesuaian-penyesuaian pembelajaran sesuai dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat serta pasar kerja. Penyesuaian tersebut dapat dilakukan melalui penyelenggaraan pembelajaran yang transferable, atau generik, pembelajaran berpikir kritis dan pemecahan masalah, sebagaimana diungkapkan oleh Kerka (1993) dalam Emery J. Hyslop et.al (2004:11) “ The majority of these programs advocate teaching students transferable, or generic, critical thinking and problem solving “skills” that are intended to address the occupational instability marking current labor market conditions”. Pendidikan kejuruan, di dalam prosesnya perlu mengembangkan kemampuan-kemampuan inti (key qualification) secara khusus yang dibutuhkan di pasar kerja sesuai dengan bidang yang ditekuninya. Dalam hal ini, S. J. Van Zolingen (2002:14) melakukan penelitian tentang peranan kualifikasi kunci dalam transisi dari pendidikan kejuruan menuju dunia kerja. Salah satu hasil penelitiannya menunjukkan bahwa “a service mechanic must also specifically have knowledge and cognitive skills such as problem solving, methodical thinking, as well as exercising initiative and the ability to be decisive and creative”.

Sekolah Menengah Kejuruan, harus mengubah paradigma pembelajarannya dengan memadukan pembentukan sikap mekanistis peserta didik dengan sikap kritis, karena kenyataan di lapangan dibutuhkan kemampuan


(22)

peserta didik yang mampu melakukan sesuai dengan prosedur, tetapi juga harus mampu menjawab mengapa harus berbuat demikian. Kemampuan melakukan menurut taksonomi Bloom dikenal dengan psikomotor. Kemampuan psikomotor ini memiliki tahapan, dari mulai keterampilan meniru hingga keterampilan naturalisasi. Tahapan tersebut menunjukan tingkat keterampilan seseorang yang dibentuk secara sengaja melalui proses pembelajaran. RH Dave's (1970 :1) mengukur dan mengobservasi wujud keterampilan fisik yang menghasilkan klasifikasi keterampilan seperti pada tabel 1.1 berikut :

Tingkat Keterampilan dalam Domain

Psikomotor

Deskripsi

1. Imitasi (Meniru) Merupakan keterampilan yang dibentuk berdasarkan pengulangan tindakan dari pengamatan yang didemontrasikan hingga respon yang tepat dicapai. 2. Manipulasi Menampilkan keterampilan yang dapat dikenali

dengan mengikuti instruksi umum , tetapi pelajar belum yakin terhadap yang dilakukannya.Jika dilakukan terus menerus menjadi habit.

3. Presisi Menampilkan keterampilan secara tepat tanpa keraguan dengan karakteristik cepat, halus dan akurat

4. Artikulasi Memodifikasi keterampilan pada situasi baru dan sesuai kebutuhan, dengan mengkombinasikan beberapa keterampilan dengan urutan yang harmoni dan konsisten.

5. Naturalisai Merespon secara otomatis, individu mulai bereksperimen dan membuat kecakapan motorik yang baru untuk memanipulasi lingkungan sebagai hasil langsung pemahaman, kemampuan dan keterampilan.

Tabel 1.1. Taksonomi Keterampilan Dave.

Indikasi keterampilan yang diuraikan oleh Kibler dan Bloom di atas yakni pada tahapan presisi yang harus tampak pada peserta didik SMK yang mempelajari kompetensi keakhlian kendaraan ringan di akhir prorgramnya. Tahapan keterampilan tersebut merupakan kompetensi yang dibutuhkan oleh seseorang dalam melaksanakan tugas jabatan seorang mekanik pada dunia kerja.


(23)

Terampil melakukan saja tidak cukup, peserta didik SMK harus memadukannya dengan kemampuan berfikir kritis agar berguna pada saat mereka mengahadapi dunia nyata. Bila keterampilan yang dimiliki kurang sesuai dengan tuntutan kemampuan pekerjaan, maka dengan kemampuan berpikir kritis mereka dapat dengan cepat beradaptasi dengan situasi dunia kerja yang sesungguhnya. Jadi, kemampuan berpikir kritis amat penting diajarkan/dibiasakan di dalam proses pembelajaran. Hal ini sejalan dengan yang diutarakan oleh Raymond T. Schuler dalam Vincent R Ruggiero (1988:7) secara garis besar pendapatnya dikutip sebagai berikut : dunia industri sangat memerlukan orang yang memiliki keterampilan dasar yang kuat dan luas serta dapat berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis bermanfaat untuk beradaptasi dengan situasi baru. Orang yang hanya mempelajari keterampilan saja, ia hanya dapat memperoleh pekerjaan yang memerlukan keterampilan saat itu saja. Tetapi bila seseorang diajarkan pula tentang berpikir kritis maka ia akan selalu dapat beradaptasi dengan situasi apapun. Pentingnya melatihkan keterampilan berpikir kritis di sekolah, karena berpikir kritis merupakan proses yang memungkinkan peserta didik dapat menentukan kriteria oleh dirinya, memutuskan dan menanyakan tentang suatu gagasan atau berfikir yang didasarkan bukti yang dapat dipercaya (Nuray Alagözlü, 2004:73). Dengan berpikir kritis, peserta didik dapat mengatur, menyesuaikan, mengubah atau memperbaiki pikirannya, sehingga peserta didik dapat bertindak lebih cepat. Peserta didik yang berpikir kritis adalah peserta didik yang dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan paparan teoritis dan faktual seperti uraian di atas, dapat ditemukan beberapa permasalahan, seperti belum terbentuknya kemampuan berpikir mandiri, kritis dan kreatif pada peserta didik. Hal ini diduga disebabkan oleh belum optimalnya para pendidik dalam menciptakan kondisi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dalam mendorong motivasi, minat, kreatifitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar. Jika kondisi ini tidak berubah, maka lulusan SMK sulit untuk memiliki kompetensi yang sesuai dengan tuntutan kemampuan keterampilan yang dibutuhkan di abad 21. Untuk itu diperlukan adanya suatu model pembelajaran yang mampu mengembangkan


(24)

kemampuan berpikir kritis agar dapat dengan mudah mengadaptasikan nilai-nilai perubahan yang terjadi kapan saja ke dalam keterampilan yang dibutuhkan oleh dunia pekerjaan saat ini dan yang akan datang. Dengan demikian hasil pembelajaran yang diperoleh peserta didik berupa kemampuan berpikir kritis dan keterampilan melakukan pekerjaan dengan tepat sesuai dengan tuntutan dunia pekerjaan, menjadikan harapan dari proses pembelajaran yang dijalani. Untuk itu, perlu ada penelitian pengembangan model pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan keterampilan bekerja peserta didik SMK sesuai dengan tuntutan dunia pekerjaan khususnya pada pekerjaan teknik kendaraan ringan (mekanik Otomotif).

B.RUMUSAN MASALAH DAN PERTANYAAN PENELITIAN

Berdasarkan paparan di atas, dapat dikemukakan fokus masalah penelitian dan pengembangan ini adalah model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik SMK yang dibutuhkan mereka untuk memasuki dunia kerja. Pembelajaran merupakan proses interaksi yang saling berpengaruh antara satu variabel dengan variabel lainya dan menurut Gage (2009:51) mendeskripsikan bahwa pembelajaran melibatkan enam variabel sebagai berikut : Presage category; Contex category; Teachers Thought Process;

Process and Content of Teaching category; The Students Thought category; dan The students Achievement category. Variabel-variabel tersebut dapat dilihat pada

Gambar 1 berikut ini.

Gambar. 1 Hubungan Variabel-Variabel dalam Pembelajaran (Gage, 2009:51)

Presage category berisi tentang karakteristik guru yang mencakup : Jenis

kelamin, umur, dan pengalaman kerja. Termasuk pula dalam kategori ini adalah CONTEXT

PRESAGE

Teacher Thought Process

Process & Content of Teaching

Student Thought Process

Student Achieve ment


(25)

karakteristik yang stabil seperti intelegensi, pengetahuan cara mengajar, serta sikap dan kepribadian. Context category berisi tentang karakteristik kebangsaan, agama, masyarakat, sekolah dan kelas di mana pengajaran itu berlangsung. Karakteristik masyarakat mencakup : masyarakat perkotaan atau pedesaan, pendapatan rata-rata, dan etnisitas. Karakteristik sekolah, mencakup : Jumlah peserta didik, sumber-sumber belajar, dan rasio antara guru dan peserta didik. Karakteristik kelas mencakup : latar belakang sosio-ekonomi peserta didik, kemampuan kognitif peserta didik, asal sekolah peserta didik, suku bangsa dan heterogenitas peserta didik. The Teachers thought process category berisi tentang proses berpikir guru yang dihubungkan dengan aspek-aspek kognitif dan aspek afektifnya. Proses berpikir dalam konteks aspek kognitif mencakup cara mengorganisasikan bahan ajar, memahami fakta, konsep dan prinsip tentang hal yang akan diajarkannya. Proses berpikir yang berhubungan dengan aspek afektif mencakup : sikap, motivasi, nilai/norma, dan perilaku emosionalnya dalam mengajar. Process and Content of teaching category mencakup dua proses kegiatan, yaitu: (1) proses kognitif, merujuk pada aktivitas mental peserta didik pada saat belajar, dan (2) proses pengajaran, merujuk pada aktivitas guru yang meliputi : perilaku verbal, interaksi sosio-emosional dengan peserta didik, interkasi dengan kelas baik secara keseluruhan maupun dengan sub kelompok kelas atau secara individual peserta didik. Adapun materi akan menjadi hal khusus dari tujuan yang diperlukan guru. The student’s thought process category

mencakup persepsi, harapan, perhatian, motivasi, atribut, pemahaman, keyakinan, sikap, strategi belajar dan proses metakognitif peserta didik sebagai perantara pencapaian hasil belajar peserta didik. The student achievement category menggambarkan seluruh pencapaian tujuan pembelajaran, mencakup pencapaian prestasi aspek kognitif dan sosial emosional peserta didik. Dari enam kategori tersebut, yang menjadi fokus penelitian dan pengembangan ini diarahkan pada kategori Proses dan konten (isi) pembelajaran (Process and content of teaching) sebagai variabel proses.


(26)

1. Rumusan Masalah

Agar penelitian ini dapat dilaksanakan tepat sasaran, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Model pembelajaran yang bagaimana yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik SMK pada program keahlian otomotif ?

2. Pertanyaan Penelitian

Agar rumusan masalah utama di atas dapat diselesaikan, maka perlu diturunkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai beikut:

a. Bagaimana kondisi awal pembelajaran kompetensi kejuruan Teknik Kendaraan Ringan di SMK program keahlian otomotif, dengan mempertimbangkan komponen sebagai berikut: (KTSP; RPP; Kondisi Pembelajaran; Pendidik; Peserta Didik; dan Fasilitas Pembelajaran)?

b.Desain model pembelajaran seperti apa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik SMK pada kelompok mata pelajaran kompetensi kejuruan teknik kendaraan ringan ?

c. Adakah peneningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik setelah belajar menggunakan model pembelajaran berbasis masalah trobleshooting ?

C.VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL Variabel ( Peubah) Penelitian

Berdasarkan judul penelitian yang diajukan “Pengembangan Model Pembelajaran Pemecahan Masalah Troubleshooting Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik SMK pada Program Keahlian Otomotif”, maka yang menjadi variabel/peubah penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.Model Pembelajaran Pemecahan Masalah Troubleshooting sebagai variabel bebas.

2. Peningkatan kemampuan berpikir kritis variabel terikat.

Untuk memudahkan pemahaman peta variable tersebut dalam proses pengembangan model pembelajaran dapat dilukiskan melalui bagan input, proses dan produk seperti pada bagan penelitian di bawah ini.


(27)

Bagan 2 : Peta variabel penelitian dan pengembangan model pembelajaran dikembangkan dari Dick & Carey 1990 Guru, Peserta

didik,

Media & Bahan pembelajaran Kurikulum dan

Rancangan pembelajaran Sarana

Industri pasangan Karakteristik prilaku awal peserta didik

Pembelajaran Individu dalam Kelompok

Strategi Belajar Mengajar dengan siklus eksperiensial

- Concrete experiences: Latihan praktik, diskusi kelompok kecil,, cerita pengalaman.

- Reflective Observation: ,reflective paper, problem solving, diskusi kelompok. - Abstract Conceptualization

pertanyaan, ceramah, generalisasi, uji coba. - Active Experimentation:

Tugas praktek

Topik & bahan belajar

Evaluasi Belajar

Evaluasi Keterampilan (menggunakan lembaran observasi)

 Evaluasi Kemampuan berfikir kritis (Tes obyektif & Lembaran observasi)

Hasil belajar dalam bentuk berfikir kritis dan keterampilan sesuai standar kompetensi industri

MASUKAN PROSES PEMBELAJARAN HASIL

BELAJAR

Guru, Peserta didik Media &

Bahan pembelajaran Sarana Standar Isi

Karakteristik prilaku awal peserta didik

Strategi Belajar Mengajar dan bahan belajar Kompetensi Keahlian Kendaraan Ringan :

 Kegiatan Awal  Kegiatan Inti  Kegiatan Akhir

dan tindak lanjut

Evaluasi Belajar  Evaluasi

Kemampuan berfikir kritis (Tes obyektif jenis pilihan ganda berpenjelasa & Lembaran observasi) Peningkatan kemampuanberfikir kritis pada matapelajaran Kompetensi Kejuruan Teknik Kendaraan Ringan Pembelajaran kelompok Kurikulum Operasional Industri Pasangan Perumu san Tujuan Pembel ajaran Pengem bangan R P P (desain Pembel ajaran)


(28)

Definisi Operational

Istilah-istilah penting yang perlu mendapatkan penjelasan secara operasional, sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan adalah sebagai berikut: (1) Model Pembelajaran yang dimaksud adalah Desain Model pembelajaran; implementasi model pembelajaran; model prosedur evaluasi pembelajaran; (2) Pemecahan Masalah Troubleshooting, dan (3) kemampuan berpikir kritis sebagai hasil pembelajaran dari program keahlian otomotif yang mengambil salah satu mata pelajaran, yaitu (4) Mata Pelajaran Kompetensi Kejuruan Teknik Kendaraan Ringan. Adapun penjelasan mengenai hal-hal di atas, akan disajikan sebagai berikut:

1. Model Desain Pembelajaran pada Mata Pelajaran Kompetensi Kejuruan Teknik Kendaraan Ringan.

Desain pembelajaran adalah perangkat Rencana Program Pengajaran yang fleksibel berisikan langkah-langkah pembelajaran (Sintaks) yang berfungsi sebagai panduan dan kendali pendidik (guru) dalam melaksanakan: pembelajaran; evaluasi; dan melakukan lanjut pembelajaran.

a. Implementasi Desain Pembelajaran

Implementasi pembelajaran adalah alur pelaksanaan kegiatan pembelajaran berdasarkan desain pembelajaran yang telah dibuat, khususnya melaksanakan langkah-langkah pembelajaran dari mulai kegiatan awal sampai dengan kegiatan evaluasi dalam mengoptimalkan kemampuan berfikir kritis peserta didik.

b. Prosedur Evaluasi Pembelajaran

Prosedur evaluasi pembelajaran adalah urutan proses evaluasi yang dilakukan berdasarkan pengembangan model pembelajaran yang berkaitan dengan kegiatan penilaiaan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Terdapat dua jenis instrument yang digunakan dalam penilaian ini, yaitu instrument untuk menilai keterampilan berbentuk lembar pengamatan dalam daftar cek (check list). Instrumen ini digunakan untuk mengobservasi ketepatan penggunaan peralatan


(29)

dan keselamatan kerja, proses kerja dan hasil kerja. Adapun instrument untuk mengukur kemampuan berpikir kritis peserta didik, menggunakan dua bentuk test yaitu test objektif pilihan berganda berpenjelasan dan essay terbatas. Keterampilan (skill) Adalah kemampuan fisik dalam berbuat (psikomotor) yang berkaitan dengan penggunaan peralatan service secara tepat , melakukan langkah-langkah secara sekuen sesuai dengan operasi kerja, waktu pengerjaan sesuai standar dan ketepatan perbaikan kendaraan ringan sesuai dengan spesifikasi.

2. Pemecahan Masalah Troubleshooting Otomotif

Merupakan proses mengidentifikasi potensi masalah pada system yang akan diperbaiki dan kegiatannya dimulai dari menentukan masalah; mengembangkan strategi pemecahan masalah yang tepat; melakukan pemecahan masalah; memeriksa ulang dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah. Jika ditemukan gangguan atau kesalahan pada sistem, maka dilakukan usaha mengisolasi gangguan atau kesalahan yang terjadi pada sistem tersebut dan memperbaikinya atau mengganti komponen penyebab masalah tersebut untuk dipasang kembali sehingga sistem pada otomotif dapat bekerja secara normal.

3. Berfikir Kritis

Konsep berpikir kritis yang dimaksud dalam penelitian dan pengembangan ini merujuk kepada konsep yang dikembangkan oleh Ennis yaitu “ is reasonable, reflective thinking that is focused on deciding what to believe or do” dan dikembangkan menjadi lima kelompok kemampuan yaitu : (1) kemampuan memberikan klarifikasi dasar, (2) kemampuan dasar membuat keputusan,(3) menyimpulkan, (4) memberikan klarifikasi lanjut, dan (5) mengatur strategi dan taktik. Untuk dapat di amati dan diukur konsep tersebut perlu diturunkan lagi ke dalam definisi operasional.

Merujuk pada definisi konsep di atas yang dimaksud dengan kemampuan berpikir kritis pada penelitian dan pengembangan ini dihubungkan dengan objek penelitian pada mata pelajaran kompetensi kejuruan Teknik Kendaraan Ringan (otomotif), mengambil tiga kelompok kemampuan dari lima kelompok


(30)

kemampuan berpikir kritis ( Ennis ) yaitu: (1) memberikan klarifikasi dasar; (2) kemampuan dasar membuat keputusan; dan (3) mengatur strategi dan taktik; dengan indikator dan sub indikator seperti tampak pada tabel 1.2 di bawah ini. Tabel tersebut merupakan gambaran kemampuan berpikir kritis dari “Kompetensi Dasar Memperbaiki sistem pengisian”, sedangkan untuk Kompetensi Dasar Memperbaiki Sistem Starter prinsipnya sama tetapi substansi berbeda.


(31)

Tabel. 1.2 Definisi Operasional Kemampuan Berpikir Kritis Yang dimodifikasi Dari Robert H. Ennis Diterapkan Pada Pembelajaran Sesuai Dengan KD Perbaikan Sistem Pengisian

N O Standar Kompetensi/ Kompetensi Dasar Kemampuan utama Berfikir kritis Indikator/Sub Indikator Kegiatan utama Troubleshooting Indikator Soal

1 Memperbaiki sistem pengisian

Mengidentifikasi sistem pengisian

Memperbaiki sistem pengisian dan komponen-komponen nya Memberikan Klarifikasi Dasar Menfokuskan Pertanyaan

Merumuskan atau mengidentifikasi pertanyaan terhadap masalah Merumuskan uraian masalah tentang kejadian lampu CHG menyala pada saat mesin hidup.

Dapat mengembangkan

pertanyaan ber kaitan perma salahan lampu CHG menyala saat mesin mobil hidup

Dapat menentukan

kemungkinan-kemungkinan penyebab pilot lamp CHG menyala.

2 Kemampuan

Dasar Membuat Keputusan

Mengobservasi dan mempertim bangkan laporan observasi

Melibatkan sedikit duga

Melaporkan hasil observasi

Menggunakan

Mengembangkan kemungkinan penyebab

Dapat memperkirakan gangguan pada sistem pengisian jika tidak mengeluarkan out put

Dapat memperkirakan gangguan pada sistem pengisian jika mengeluarkan out put dibawah kebutuhan (Under Charge)


(32)

N O

Standar Kompetensi/ Kompetensi Dasar

Kemampuan utama Berfikir kritis

Indikator/Sub Indikator

Kegiatan utama Troubleshooting

Indikator Soal

bukti-bukti yang benar

Menggunakan teknologi

Dapat memperkirakan gangguan pada sistem pengisian jika

mengeluarkan out put

berlebihan (over charge).

Dapat menentukan kondisi kerja sistem pengisian berdasarkan hasil observasi.

Dapat menentukan penyebab gangguan sistem pengisian tidak bekerja normal berdasarkan observasi

Dapat menentukan kondisi kerja sistem pengisian discharge berdasarkan bukti-bukti

Dapat menentukan kondisi kerja sistem pengisian berdasarkan penggunaan alat ukur

Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi

Mendiagnosis Dapat menentukan kerusakan komponen sistem pengisian berdasarkan pengukuran dan


(33)

N O Standar Kompetensi/ Kompetensi Dasar Kemampuan utama Berfikir kritis Indikator/Sub Indikator Kegiatan utama Troubleshooting Indikator Soal Mengemukakan kesimpulan dan hipotesis analisis

3 Mengatur

Strategi dan taktik Berinteraksi dengan orang lain Menggunakan strategi logika Menggunakan argument

Mendiagnosis Dapat menentukan urutan secara logika pencarian sumber gangguan pada sistem pengisian yang tidak mengeluarkan out put.

Dapat menentukan kondisi komponen pengisian berdasarkan argumen pada sistem pengisian yang tidak mengeluarkan output.

4 Mengatur

Strategi dan taktik Berinteraksi dengan orang lain  Menggunakan argument Melakukan pengayaan materi sesuai perkembangan teknologi  Dapat mengaitkan/menghubungkan penggunaan regulator elektronik dengan out-put alternator

 Dapat mengaitkan konstruksi regulator dengan kompleksitas rangkaian sistem pengisian

5  Menentukan Melakukan

tindakan perbaikan

 Dapat menentukan tindakan perbaikan berdasarkan hasil


(34)

N O

Standar Kompetensi/ Kompetensi Dasar

Kemampuan utama Berfikir kritis

Indikator/Sub Indikator

Kegiatan utama Troubleshooting

Indikator Soal

tindakan berdasarkan

penentuan letak kerusakan

pengukuran setelah alternator dibongkar.

6a. Menentukan suatu

tindakan

Mengungkapkan masalah

Mengevaluasi Dapat menunjukkan masalah berdasarkan pemeriksaan dan pengukuran terhadap sistem

pengisian yang tidak

mengeluarkan out put

6b Mengamati

penerapannya

Memilih kriteria untuk

mempertimbangkan solusi yang mungkin

Mengevaluasi Dapat mengevaluasi hasil perbaikan alternator yang tidak dapat mengeluarkan out put.

Dapat memberikan

pertibangan teknis berdasarkan service manual


(35)

4. Matapelajaran Kompetensi Kejuruan Teknik Kendaraan Ringan

Merupakan mata pelajaran yang berada pada kompetensi keakhlian kendaraan ringan (program studi keakhlian) berisikan sejumlah standar kompetensi atau mata pelajaran yang membentuk kemampuan produktif peserta didik untuk dapat melakukan perbaikan kendaraan setingkat kemampuan mekanik yunior atau sertifikasi 2 KKNI.

D.TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menemukan model pembelajaran yang dapat mengoptimalkan pencapaian kompetensi siwa dalam kemampuan berfikir kritis dalam pengetahuan mata pelajaran kompetensi kejuruan kendaraan ringan yang sesuai dengan tuntutan standar kompetensi yang diharapkan. Adapun tujuan rinci dari penelitian ini adalah untuk menemukan :

a. Gambaran riil tentang pembelajaran yang selama ini dilakukan oleh pendidik di SMK pada kelompok mata pelajaran kompetensi kejuruan teknik kendaraan ringan

b. Model desain pembelajaran yang dapat mengoptimalkan kemampuan berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah peserta didik SMK pada mata pelajaran kompetensi kejuruan teknik kendaraan ringan.

c. Model Instrument evaluasi pembelajaran yang dapat mengukur pengembangan kemampuan berpikir kritis peserta didik SMK pada mata pelajaran kompetensi kejuruan teknik kendaraan ringan.

d. Gambaran tentang dampak model pembelajaran tersebut terhadap kemampuan berpikir kritis peserta didik pada mata pelajaran kompetensi kejuruan teknik kendaraan ringan.

2. Manfaat Hasil Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak yang terkait dalam bidang pendidikan kejuruan dan diuraikan menjadi manfaat teoritis dan manfaat praktis.


(36)

Manfaat Teoritis :

Penelitian ini diharapkan secara teoritis dapat menghasilkan beberapa dalil atau prinsip-prinsip pembelajaran berkenan dengan matapelajaran kompetensi kejuruan pada kelompok produktif di SMK, yang memungkinkan lebih lanjut dikembangkan menjadi teori. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan, terutama pada pendidikan menengah kejuruan.

Manfaat Praktis :

a. Bagi Direktorat Pembinaan SMK khususnya Subdit Pembelajaran, guna merumuskan dan mengembangkan kebijakan tentang implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang dapat mendorong sekolah dan guru dalam penguasan dan penerapan pembelajaran untuk menghasilkan lulusan yang kompetitif.

b. P4TK BMTI, memperoleh masukan dalam mengembangkan kebijakan pengembangan sumberdaya manusia pendidik SMK yang tepat.

c. Kalangan SMK, untuk dapat lebih mengoptimalkan penyelenggaraan pembelajaran dan memberikan dukungan pada guru-guru produktif untuk dapat menerapkan kurikulum sesuai dengan prinsip-prinsip kurikulum berbasis kompetensi.

d. Para guru kelompok mata pelajaran produktif dapat merancang dan melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, dalam upaya mengembangkan kemampuan belajar peserta didik guna menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan sesuai standar kompetensi lulusan.

e. Para peneliti bidang pendidikan kejuruan, utamanya yang menekuni kurikulum dan pembelajaran agar dapat menjadi salah satu rujukan kegiatan penelitian dan pengembangan.


(37)

E. Struktur Organisasi Disertasi

Organisai disertasi terdiri dari 5 (lima) bab dengan rincian sebagai berikut : 1. Bab I Pendahuluan, Latar Belakang Penelitian, Rumusan Masalah dan

Pertanyaan Penelitian, Definisi Operasional, Tujuan dan Manfaat Penelitian, serta Struktur Organisasi Disertasi;

2. Bab II Landasan Teoridan Hasil Penelitian Terdahulu dengan isi sebagai berikut:

A. Kajian Teori tentang:

1) Karakteristik Pendidikan Kejuruan

2) Kurikulum Pendidikan Kejuruan Dan Mata Pelajaran Kompetensi Kejuruan Teknik Kendaraan Ringan

3) Kurikulum Pendidikan Kejuruan

4) Mata Pelajaran Kompetensi Kejuruan Teknik Kendaraan Ringan

5) Teori Belajar Konstruksivistik

a. Pengertian Teori Belajar Konstruksivistik

b. Bagaimana Cara Mengajarkan Teori Kejuruan Kendaraan Ringan Menurut Teori Belajar Konstruksivistik

5)6) Pembelajaran Dan Evaluasi Pembelajaran a. Pembelajaran

b. Pembelajaran Pemecahan Masalah c. Evaluasi Pembelajaran

6)7) Berfikir Kritis

a. Definisi dan Pengertian Berfikir Kritis b. Perlunya Berfikir Kritis

c. Hubungan Berfikir Kritis dengan Pemecahan Masalah (Problem

Solving)

d. Membentuk Keterampilan Berfikir Kritis B. Hasil Penelitian Terdahulu

Formatted: List Paragraph, Left, Line spacing: single, Numbered + Level: 1 + Numbering Style: 1, 2, 3, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0,63 cm + Indent at: 1,27 cm

Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt

Formatted: Indent: Left: 1,25 cm, Hanging: 0,5 cm, Line spacing: 1,5 lines, Numbered + Level: 2 + Numbering Style: a, b, c, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 1,9 cm + Indent at: 2,54 cm, Tab stops: Not at 0,95 cm


(38)

3. Bab III Metode Penelitian, Pendekatan Penelitian, Waktu dan Tempat Penelitian, Populasi dan Sampel Penelitian, Pengumpulan dan Analisis Data, Teknik Penelitian, Tahap-Tahap Pelaksanaan Penelitian dan Pengembangan; 4. Bab IV Hasil dan Pembahasan, Hasil Studi Pendahuluan: Deskripsi dan

Pengolahan data serta Pembahasan, Hasil Pengembangan Desain Pembelajaran: Deskripsi dan Pengolahan data serta Pembahasan dan;


(39)

Suryana Iskandar, 2015

BAB. III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan (Research and Development). Hal in sesuai dengan tujuan umum penelitian yaitu untuk mengembangkan model pembelajaran yang dapat mengoptimalkan pencapaian kompetensi siwa (peserta didik) dalam penguasaan keterampilan berpikir kritis dan keterampilan motorik dalam mata pelajaran kompetensi kejuruan kendaraan ringan yang sesuai dengan tuntutan standar kompetensi yang diharapkan. Dengan demikian, penelitian ini berupaya menghasilkan suatu model pembelajaran berbasis masalah sesuai dengan karakteristik mata pelajaran kompetensi kejuruan kendaraan ringan.

Penelitian dan pengembangan menurut Borg & Gall dalam Sukmadinata

(2007:164) “adalah suatu proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada yang dapat

dipertanggung jawabkan”. Produk itu tidak selalu berbentuk benda, tetapi bisa

juga berbentuk program, pembelajaran ataupun model-model pendidikan.

Penelitian dan pengembangan yang dilakukan adalah untuk menghasilkan produk berupa model pembelajaran berbasis masalah troubleshooting mata pelajaran kompetensi kejuruan kendaraan ringan. Rancangan penelitian dan pengembangan ini mengacu pada percobaan yang telah dilakukan pada Far West Laboratory, secara lengkap menurut Borg dan Gall ada 10 langkah pelaksanaan strategi penelitian dan pengembangan, yaitu:

1. Penelitian dan pengumpulan data (Research and information collecting). 2. Perencanaan (Planning).

3. Pengembangan draf produk (Develop preliminary form of product). 4. Uji coba lapangan awal (Preliminary field testing).

5. Merevisi hasil uji coba (Main product revision). 6. Uji coba lapangan (Main field testing).

7. Penyempurnaan produk hasil uji lapangan (Operasional product revision). 8. Uji pelaksanaan lapangan (Operasional field testing).


(1)

Bybee, W. Rodger. (2006). The BSCS 5E Instructional Model: Origins and

Effectiveness. Colorado : Mark Dabling Boulevard.

Chance, P. (1986). Thinking in the classroom: A survey of programs. New York: Teachers College.

Caffee. John. (2012). Thinking Critically. Boston: Wadsworth 20 Channel Center Street

Crunkilton, J. R.(1992) "SCANS Report and Problem Solving: A Natural Alliance." Agricultural Education Magazine 65, no. 5 [online].tersedia

http://www.calpro-online.org/eric/docgen.asp

Cottrell, Stella. (2005). Critical Thinking Skills: Developing Effective Analysis And

Argument. New York: Palgrave McMillan

Cristensen Tanner. (2014). Reflection is the Most Importance Part of the Learning

Process. A solid team is built on solid maniferto. [online].tersedia:

http://www.99.com [20 Mei 2015]

Dahar, R.W. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga

Dave's, R.H. (1970). Psychomotor Domain ('Developing and Writing Behavioral

Objectives.[online].tersedia:http://www.olemis.edu/dept/educ_schoo2/ doccs/stai_manual/manual10.htm [12 Mei 2013]

Diane F. Halpern, (2003). Teaching Critical Thinking in Psychology: A Handbook of Best Practice. Claremont McKenna College : Wiley Blackwell Publishing

Dick, dan W. Carey, L. (1990). The Systematic Design of Instruction 3rd Edition. USA: Harper Collins Publisher

Dick dan Walter Carey. 2005. The Systematic Design of Instruction. USA : Scott Foresman and Company.

Djohar, As’ari. (2003). Pengembangan Model Kurikulum Berbasis Kompetensi SMK. Disertasi pada FPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Duncan, Gregory. Met Myriam. (2010). Lesson Plan. University of Maryland.[online].tersedia:http://www.startalk.umd.edu/lesson_planni ng [ 10 Oktober 2014]

E. Bell Gredler, Margaret. (1986). Learning And Instruction : Theory Into Practice. New York: Macmillan Publishing Company.

E. Blank, William. (1982). Handbook For Developing Competency Based Training

Programs. New Jersey: Prentice Hall, Inc., Englewood Cliffs.

Emery J. Hyslop-Margison and Joseph Armstrong. (2004). Critical Thinking in

Career Education: The Democratic Importance of Foundational

Rationality. Journal of Career and Technical Education, Vol. 21, No. 1, Fall, 2004. Columbia: Published Fall/Spring


(2)

Facione, P. A. (2007). Critical thinking: A statement of expert consensus for purposes

of educational assessment and instruction. Millbrae, CA: The

California Academic Press.

Fisher, Alec. (2001). Critical Thinking :An Introduction. United Kingdom: Cambridge University Press.

F. Oliva, Peter. (1992). Developing The Curriculum: Third Edition.USA: Harper Collins Publishers.

Gage, N.L. (2009). A Conception of Teaching. New York : Springer

Garafalo, J & Lester. F (1985). Metacognition, Cognitive Monitoring, And

Mathematical Performance. Journal For Research Mathematics

Education. 16 (3), 163 – 76.

H. Ennis, Robert. (1996). Critical Thinking. New Jersey: Prentice Hall, Upper Saddle River.

H.Jonassen, David. (2011). Designing Problem Solving Learning Environment. New York: First published by Routledge 270 Madison Avenue

H.Jonassen, David. (2004). Learning To Solve Problems : An Intructional Design

Guide. USA: Pfeifer An Imprint Of Wiley.

Hanbury, L. (1996). Constructivism: So what. Melbourne: The Mathematical Association of Victoria.

Horsely, S.L. (1990). Elementary SchoolScience For the 90s.Virginia: Association Supervision and Curriculum Depeleoment.

Hudoyo, H. (1998). Strategi Pembelajaran Matematika. Malang: IKIP Malang Ibrahim, Sukmadinata. (2010). Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta Idris, Zahra. (1992). Pengantar Pendidikan. Jakarta : PT Grasindo

Iskandar. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Gaung Persada Press. I Wayan Ratnata. ( 1995). Thesis : Kemampuan Berpikir Logis Siswa STM dalam

Pemahaman Konsep-Konsep Listrik Magnet. Bandung: Program

Pascasarjana IKIP Bandung

Joice.Bruce, Weil.Marsha.(2003). Model of Teaching. New Delhi : Pentice hall of India private limited.

J.Michael,Dunkin and J.Bruce, Biddle. (1974). The Study Of Teaching. USA: Rinehart and Winston,Inc.

Jordan, Anne et.all. (2008). Approaches to Learning: A Guide for Teachers. New York: Open University Press McGraw-Hill Education.

Kirkley, Jamie. (2003). Principles For Teaching Problem Solving. Indiana: Plato Learning, Inc.


(3)

Kuswana, Wowo Sunaryo. (2012). Taksonomi Kognitif. Bandung : Rosda Karya Kuswana, Wowo Sunaryo. (2013). Taksonomi Berfikir. Bandung : Rosda Karya Lalik, B. (1997). Perubahan Konsepsi Siswa pada Pembelajaran Topik Pernafasan

di SD.Tesis PPS IKIP Bandung. Tidak diterbitkan

Lisa Guildentop & Mark Snyder. (2008). Teaching Critical Thinking and Problem

Solving Skill. Journal [on line]. Tersedia: http://www.reform.fen.uchile/paper/teaching. Love School of Business at Elon University in Elon Nont Carolina.

Masters, G. N. (2013) Reforming Educational Assessment: Imperatives, principles

and challenges Australian education review; no. 57. ACER,

Camberwell

Mc. Ashan, H.H. (1979). Competency-Based Education and Behavioral Objective. USA: University of North Florida Educational Technology Publication.

Mc. Phee S.J, Ganong WF. (2002). Pathophysiology Of Desease An Introduction to

Clinical Medicine. 5 th Edition. New York: McGraw Hill.

M. Diamond, Robert. (1989). Designing And Improving Courses And Curricula In

Higher Education. San Fracisco: Jossey-Bass Publishers.

M. Gagne, Robert. (1985). The Condition Of Learning And Theory Of Instruction. Fourth Edition. USA : CBS College Publishing.

M. Gagne, Robert., and M. Driscoll. (1994). Essentials of learning for Instruction, 2nd

Edition. Boston: Allyn and Bacon.

M. Gagne, Robert, Leslie J. Briggs & Walter W. Wager. (1992). Principles Of

Instructional Design. USA : Harcourt Brace Jovanoich Publishers.

Miarso, Yusuf, Hadi. (2010). Ringkasan Eksekutif Pemetaan Pendidikan Kejuruan. [On Line]. Tersedia: http://yusufhadi.net/ pemetaan-pendidikan-kejuruan. Diakses pada tanggal 15 Juni 2013

Mimbs A. Cheryl (2005). Teaching From The Critical Thinking, Problem-Based

Curricular Approach: Strategies, Challenges, And Recommendations.

Journal of Family and Consumer Sciences Education, Vol. 23, No. 2, Fall/Winter, 2005. Missouri State University.

Mustapha, B. Ramlee and Greenan, P. James. (2002). The Role of Vocational

Education in Economic Development in Malaysia. [On Line]. Tersedia

: http://scholar.lib.vt.edu/ejournal/JITE/v39n2/mustapha.html Diakses pada tanggal 15 Juni 2013

Myers, I. Briggs, & Briggs, K. (1984). Palo Alto, CA:Consulting Psychologists Press. Nuray Alagözlü (2004). Some Discourse-Based Suggestions That Boost Critical


(4)

http://okra.deltaste.edu/bhayes/socratic.html Diakses pada 15 Juni 2013

Ollington. F Gerald. (2008). Teachers and Teaching Strategies: innovations and

problem solving : Nova Science Publishers, Inc.

R, Audu., 1Yusri Bin Kamin, 1Muhammad Sukri Bin Saud. (2013). Acquisition of

Employability Skills in Technical Vocational Education: Necessity for the 21st Century Workforce. Australian Journal of Basic and Applied

Sciences, 7(6): 9-14, 2013. ISSN 1991-8178

R. Finch, Curtis & John R. Crunkilton. (1979). Curriculum Development In

Vocational And Technical Education. USA: Allyn And Bacon, Inc.

PPPGTeknologi Bandung. (1986). Metodologi Pengajaran Teknik 3. Bandung : Seksi Didaktik Metodik, Bidang Bina Program PPPGT Bandung.

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Jo PP. No 32 Tahun 2013 Lo PP No. 13 Tahun 2015 Tentang Standar Nasional Pendidikan

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 65 Tahun 2013 Tentang Standar

Proses

Peraturan Dirjen Pembinaan Pendidikan Dasar dan Menengah No.28 Tahun 2009 Tentang Spektrum Pendidikan Kejuruan

Pritchard, Alan & John Woollard. (2010). Psychology for Classroom Constructism

and Social Learning. London: Routledge.

P. Steffe, Leslie and Patrick W. Thompson. (2000). Radical Constructivism in Action

Building on the Pioneering Work of Ernst von Glasersfeld. Studies in Mathematics Education Series: 15.London: Routledge Falmer 11 New

Fetter Lane.

Puspendik. (2010). Laporan Hasil Ujian Utama Ujian Nasional SMA/MA, SMK dan

SMP Tahun Pelajaran 2010. Jakarta: Puspendik Kementerian

Pendidikan Nasional Republik Indonesia.

Richard Dune & E,C Wragg. (2003). Effective Teaching. New York :Routledge Taylor & Francis, an Informa Company.

Rudinow, Joel & Vincent E. Barry. (2008). Invitation To Critical Thinking : Sixth


(5)

Ruggiero, Vincent Ryan. (1988). Teaching Thinking Across The Curriculum. USA : Harper & Row Publishers, Inc.

Sandra Kerka. (1998). Competency-Based Education and Training Myths and

Realities. [On line]. Tersedia: http://www.calpro-online.org/eric/textonly/docgen.asp?tbl=mr&ID=65. Diunduh tanggal 3 september 2014.

Schab, Klaus. (2010). The Global Competitiveness Report 2010-2011. Switzerland, Geneva : World Economic Forum.

Siegel, Sidney. (1992). Statistik Non Parametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia

Sprinthall, Richard C & Norman A. Sprinthall. (1974). Educational Psychology: A

Developmental Approach. Massachusetts: Addison-Wesley Publishing

Company,Inc.

Stasz. Cathleen, MacAthur. David, Lewis Matthew. (1995). Teaching and Learning

Generic Skill for Workplace. California: National Centre for Research

in Vocational Education, University of California, Berkeley.

Stepien, W.J., and Gallagher, S. A. (1993). Problem-based Learning: As Authentic as

It Gets. Educational Leadership.50, no.7 [ On Line]. Tersedia:

http://www.123 helpme.com/view.asp. [20 Mei 2015].

Steve Whiddett & Sarah Hollyforde. (1999). The Competencies Handbook. United Kingdom: Institute Personnel and Development

Strom.George.(1979). Managing the Occupational Education Laboratory.

Michigan:Ann arbor,Prakken Publication,Inc.

Sukmadinata, Nana Syaodih.(2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Kerjasama Program Pascasarjana UPI dengn PT Remaja Rosdakarya Tasker, R. (1992). Effective Teaching:What can a constructist view of learning offer.

In The Australian Science Teachers. Journal. 38 (1): 25-34

Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Tyler, Ralph W. (1975). Basic Prinsiples of Curriculumand Instruction. Chicago and London: The University of Chicago Press.

Tyler, Ralph. (1996). Children Contruction of Explanation in Science. Victoria: Deakin University

Umar Tirtarahardja dan La Sula. (2000). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional bekerja sama dengan Penerbit Rineka Cipta.


(6)

Van Zolingen, S.J. (2002). The Role Key Qualification in The Transition From

Vocational Education to Work. Journal Of Vocation Research, Vol. 2,

2, 4

Walter. (1993). The vocational educations. Penelitian. Diunduh pada tanggal 16

Agustus 2011, dari http://www.krannert.

purdue.edu/konline/fall2009/krannertData/chair.asp

W.Burke, John. (1995). Competency Based Education and Training, London: The Falmer Press

Wheatley, G.H. (1991). Constructivist Perspective on Scienceand Mathematics

Learning. Science Education Journal. 75 (1), 9 -21.

Widjaja, Sri Umi, Mintarti. (2009). Pengembangan Model Pembelajaran pada Mata

PelajaranAkuntansi di SMK Dengan Pendekatan Kontekstual Dan Strategi Problem Based Learning. Disertasi: Universitas Negeri

Malang Program Studi Pendidikan Ekonomi. Tidak diterbitkan.

Wijaya Ariadi. (2009). Learning Cycle Model. Regional Center of Qitep in Matematics. [on line]. Tersedia: http://www.staff.uny.ac.id/sites. Diunduh tanggal 07 Juni 2015

William, John & Anthony Williams. (1996). Technology Education for Teachers. Australia: McMillan Education Australia PTY LTD.

Wina Sanjaya. (2009). Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan KTSP. Jakarta: Prenada Media Group.

Yager J, Bienenfeld D. (2003). How competent are we to assess psychotherapeutic

competence in psychiatric residents? Acad Psych 2003; 27:174–181 Yamamoto, Junko. L, Yosep C. Kusin, Ron Lombard & C. Jay Hartzog. (2010).

Technology Implementation An Teacher Education : Reflective Models. USA : Information Science Reference.

Zuga, K. (1994). Implementing technology education: A review and synthesis of the

literature. Columbus, OH: ERIC Clearinghouse on Adult, Career, and