ANALISIS PENGGUNAAN SISTEM UJIAN ONLINE TERINTEGRASI YANG TEROPTIMALISASI OLEH REMOTE DESKTOP DENGAN MENGGUNAKAN TECHNOLOGY ACCEPTED MODEL (TAM) (Studi Kasus di SMA Pasundan 3 Bandung).

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu ciri interaksi belajar menurut Titin dalam Holil (2009) adalah unsur penilaian. Unsur penilaian adalah unsur yang amat penting, karena berhubungan dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Untuk mengetahui ketercapaian dari tujuan proses belajar-mengajar (interaksi edukatif), diperlukan suatu kegiatan penilaian. Unsur penilaian inilah yang biasa kita sebut dengan ujian. Ujian merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi proses belajar. Dalam dunia pendidikan ujian dimaksudkan untuk mengukur taraf pencapaian suatu tujuan pengajaran oleh peserta didik, sehingga peserta didik dapat mengetahui tingkat kemampuannya dalam memahami mata peserta didikan tertentu. Bila ternyata hasilnya belum maksimal, maka proses belajar harus ditingkatkan baik kualitas maupun kuantitas.

Dalam usaha untuk meraih keberhasilan mendapatkan nilai yang baik dalam ujian, ada peserta didik yang belajar dengan tekun dan ada pula peserta didik yang tidak belajar , akan tetapi mengandalkan teman atau berbuat curang, misalnya menyontek saat mengikuti ujian. Curang menurut Hartoto (2009), adalah perbuatan yang menggunakan cara-cara yang tidak sah untuk tujuan yang sah atau terhormat yaitu mendapatkan keberhasilan akademis atau menghindari kegagalan akademis. Salah satu bentuk perilaku curang dalam


(2)

dunia pendidikan adalah menyontek. Menyontek menurut Sujiana dan Ratna (dalam Sukarsih, 1998) merupakan tindak kecurangan dalam tes melalui pemanfaatan informasi yang berasal dari luar secara tidak sah.

Beberapa aspek perbuatan yang dapat dikategorikan dalam perilaku menyontek pada saat ujian menurut Deighton dalam Alhadza (2004), yaitu meniru pekerjaan teman, bertanya langsung pada teman ketika sedang mengerjakan ujian, membawa catatan pada kertas pada anggota badan atau pada pakaian ke ruang ujian, menerima jawaban dari pihak luar, saling bertukar jawaban, menyuruh atau meminta bantuan orang lain dalam menyelesaikan tugas ujian di kelas atau tugas penulisan paper dan take home test.

Kebiasaan menyontek ini berdampak negatif pada peserta didik, karena dengan menyontek peserta didik tidak dapat mengetahui seberapa besar kemampuan dirinya dalam memahami atau menguasai mata pelajaran yang sudah diajarkan (Hamalik, 2005:105). Selain hal tersebut, dampak menyontek dapat mempengaruhi masa depan peserta didik itu sendiri yaitu ketika berada di dunia kerja peserta didik yang sering menyontek saat sekolah akan mengalami kemerosotan kehidupan moralnya terutama dalam berkurangnya nilai kejujuran, kerja keras dan kemandirian, serta wawasan yang berguna dalam kehidupan nyata.

Berdasarkan survei yang telah dilakukan Andi (2007) Survei Litbang Media Group menunjukkan mayoritas anak didik, baik di bangku sekolah dan pertenaga pendidikan tinggi melakukan kecurangan akademik dalam bentuk


(3)

menyontek. Demikian yang terungkap dalam Survei Litbang Media Group yang dilakukan 19 April 2007 di enam kota besar di Indonesia yaitu: Makassar, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, jakarta, dan Medan. Survei dilakukan dengan wawancara terstruktur dengan kuisioner melalui pesawat telepon kepada masyarakat di enam kota besar di Indonesia. Mencakup 480 responden dewasa. Survei dilakukan untuk mencoba menguak maraknya kecurangan akademik di institusi pendidikan. Selain itu, survei dilakukan untuk menjawab pertanyaan yang akhir-akhir ini muncul adanya kecurangan sebelum dan setelah Ujian Nasional (UN). Hasil survei menyebutkan hampir 70% responden yang ditanya apakah pernah menyontek ketika masih sekolah atau kuliah menjawab pernah. Berarti, mayoritas responden pernah melakukan kecurangan akademik berupa menyontek.

Perilaku menyontek dipengaruhi oleh banyak variabel seperti yang dikemukakan oleh Haryono dkk (2001) bahwa peserta didik menyontek karena berbagai alasan. Ada yang menyontek karena malas belajar, ada yang takut karena mengalami kegagalan, ada pula yang dituntut orang tuanya untuk memperoleh nilai yang baik. Oleh sebab itu para peserta didik hanya memfokuskan pada nilai yang baik, seperti yang dikemukakan oleh Coleman (dalam Sarwono, 2000) bahwa ada beberapa kelompok peserta didik yang menekankan pada prestasi sekolah. Di kelompok ini ditemukan bahwa nilai yang dominan di antara mereka adalah nilai-nilai ulangan semata. Terjadi persaingan untuk mendapat nilai bagus dan hanya yang terbaik dalam angka ulangan yang mendapat penghargaan dari kawan-kawannya.


(4)

Sundari dalam Supriyantini (2010:9), membagi macam-macam kecemasan menjadi tiga, yaitu:

1. Kecemasan karena merasa berdosa atau bersalah. Misalnya seseorang melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nuraninya atau keyakinannya. Seorang peserta didik menyontek, pada waktu pengawas ujian lewat di depannya, ia berkeringat dingin karena takut diketahui. Kecemasan ini dirasakan oleh peserta didik yang tidak siap dalam menghadapi ujian, bisa jadi karena malas belajar, atau alasan lainnya yang menyebabkan dia tidak siap dalam pelaksanaan ujian. Berbeda dengan peserta didik yang memiliki persiapan dalam pelaksanaan ujian, dia tidak akan merasa cemas atau takut dengan pengawasan seketat apapun.

2. Kecemasan karena akibat melihat dan mengetahui bahaya yang mengancam dirinya. Misalnya kendaraan yang dinaiki remnya macet, menjadi cemas kalau terjadi tabrakan beruntun dan ia sebagai penyebabnya.

3. Kecemasan dalam bentuk yang kurang jelas, apa yang ditakuti tidak seimbang, bahkan yang ditakuti itu hal/benda yang tidak berbahaya. Phobia adalah rasa takut yang sangat atau berlebihan terhadap sesuatu yang tidak diketahui lagi penyebabnya.

Hartoto (2010) menjelaskan bahwa ada empat faktor yang menjadi penyebab kecurangan dalam ujian yaitu: (1) Faktor individual atau pribadi, 2) faktor lingkungan atau pengaruh kelompok, (3) faktor sistem evaluasi dan, (4) faktor tenaga pendidik atau penilai.


(5)

Berkenaan dengan faktor tersebut, ditegaskan bahwa yang terpenting dalam pendidikan moral adalah bagaimana menciptakan faktor kondisional yang dapat mengundang dan memfasilitasi seseorang untuk selalu berbuat secara moral dalam ujian (tidak melakukan kecurangan) maka caranya adalah mengkondisikan keempat faktor tersebut ke arah yang mendukung untuk mereduksi kecurangan, yaitu sebagai berikut:

1. Faktor pribadi dari (peserta didik yang melakukan kecurangan) a. Bangkitkan rasa percaya diri

b. Arahkan self consept mereka ke arah yang lebih proporsional c. Biasakan mereka berpikir lebih realistis dan tidak ambisius

d. Tumbuhkan kesadaran hati nurani yang mampu mengontrol naluri beserta desakan logis rasionalitas jangka pendek yang bermuara kepada perilakunya.

2. Faktor lingkungan dan kelompok

Ciptakan kesadaran disiplin dan kode etik kelompok yang sarat dengan pertimbangan moral.

3. Faktor sistem evaluasi

a. Buat instrumen evaluasi yang valid dan reliable (yang tepat dan tetap) b. Terapkan cara pemberian skor yang benar-benar objektif

c. Lakukan pengawasan yang ketat

d. Bentuk soal disesuaikan dengan perkembangan kematangan peserta didik dan dengan mempertimbangkan prinsip pedagogi serta prinsip andragogi.


(6)

4. Faktor tenaga pendidik (Guru/ Dosen)

a. Berlaku objektif dan terbuka dalam pemberian nilai.

b. Bersikap rasional dan tidak melakukan kecurangan dalam memberikan tugas ujian/tes.

c. Tunjukkan keteladanan dalam perilaku moral. d. Berikan umpan balik atas setiap penugasan.

Seiring dengan semakin majunya perkembangan teknologi, maka untuk menghindari dan mereduksi tingkat kecurangan dalam ujian, sekaligus untuk meningkatkan kualitas dalam pelaksanaan ujian, maka dibutuhkanlah sebuah media evaluasi pembelajaran yang bisa menjawab kebutuhan peserta didik dan tenaga pendidik dalam pelaksanaan ujian. Menurut Soeparno (1987:8) menyebutkan ada beberapa alasan memilih media dalam proses belajar mengajar, yaitu:

1. Ada berbagai macam media yang mempunyai kemungkinan dapat kita pakai di dalam proses belajar mengajar.

2. Ada media yang mempunyai kecocokan untuk menyampaikan informasi tertentu.

3. Ada perbedaan karakteristik setiap media. 4. Ada perbedaan pemakai media tersebut.

5. Ada perbedaan situasi dan kondisi tempat media dipergunakan.

Penggunaan media pembelajaran yang berbasis TIK merupakan hal yang tidak mudah. Dalam menggunakan media tersebut harus memperhatikan beberapa teknik agar media yang dipergunakan itu dapat dimanfaatkan dengan


(7)

maksimal dan tidak menyimpang dari tujuan media tersebut, Sadiman (1996:83) mengatakan bahwa :

Ditinjau dari kesiapan pengadaannya, media dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu media jadi karena merupakan komoditi perdagangan yang terdapat di pasaran luas dalam keadaan siap pakai ( media by utilization ) dan media rancangan yang perlu dirancang dan dipersiapkan secara khusus untuk maksud dan tujuan pembelajaran tertentu.

Dari pernyataan Sadiman (1996:83) tersebut dapat dikategorikan bahwa media komputer merupakan media rancangan yang mana di dalam penggunaannya sangat diperlukan perancangan khusus dan didesain sedemikian rupa agar dapat dimanfaatkan.

Walter (2006) menyebutkan bahwa hampir setiap negara sedang mempertimbangkan ujian secara online, setidaknya beberapa bagian dari program penilaian K-12 (setara dengan tahun pertama di Universitas). Penelitian pendidikan di K-12 menunjukkan bahwa siswa menggunakan komputer di sekolah mereka untuk kegiatan pembelajaran mereka sehari-hari (US Department of Commerce, 2002). Selain itu, kesenjangan akses komputer di kalangan K-12 siswa telah terbukti diabaikan selama lima tahun terakhir (Peak 2005). Oleh karena itu, diprediksi kedepannya hampir setiap aspek pendidikan akan mempergunakan dan memanfaatkan teknologi, termasuk pengujian secara online.

Rully Handri (2010), mahasiswa Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam jurusan Ilmu Komputer Universitas Pendidikan Indonesia, merancang dan mengembangkan sebuah software untuk mereduksi permasalahan-permasalahan dalam pelaksanaan ujian. Software ini yang


(8)

dikenal dengan sistem ujian online yang teroptimalisasi oleh remote desktop (SUOT-RD), dengan beberapa fitur utama yaitu sebagai berikut:

1. Soal akan disajikan secara Shuffle & Various type (Soal Random & Banyak Tipe ) sehingga antara satu peserta didik dengan peserta didik lain sangat kecil kemungkinan akan mendapatkan soal yang sama persis. Fitur ini dapat mereduksi kecurangan pada ujian.

2. Skoring dimana masing-masing soal mempunyai bobot nilai, selain itu juga akan dipakai ketercapaian batas lulus dengan keterangan LULUS/TIDAK LULUS. Peserta didik tidak perlu menunggu lama untuk mengetahui nilai dari hasil ujiannya, sehingga penilaian lebih objektif. Menurut Nur (2010), benar ujian dilakukan dengan objektif, yaitu soal objektif, koreksi awal (nilai mentah juga objektif, karena dikoreksi silang), namun itu saja tidak menjamin nilai akhirnya akan objektif. Hal itu bisa terjadi jika tenaga pendidik tidak berlaku objektif dalam memutuskan nilai akhir anak.

3. Sistem ujian akan dapat melakukan sinkronisasi kelas dengan remote desktop untuk mewujudkan Classroom Layout, selain fungsi utamanya sebagai pengawasan/pemantauan siswa. Tenaga pendidik tidak melakukan pengawasan dengan cara berkeliling kelas untuk mengamati peserta didiknya karena SUOT-RD ini menyediakan sebuah fitur agar tenaga pendidik dapat mengamati kegiatan apa saja yang dilakukan peserta didik di komputernya masing-masing selama pelaksanaan ujian. Fitur ini juga dapat mereduksi kecurangan pada pelaksanaan ujian, dan mengurangi


(9)

tingkat kecemasan peserta didik karena tenaga pendidik tidak perlu lagi lalu lalang di depan peserta didik dalam pengawasan ujian.

Sistem ujian online terintegrasi (SUOT) bukanlah hal baru di dunia pendidikan, beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia sudah ada yang menggunakan SUOT dalam pelaksanaan ujian seperti di Universitas Muhammadiyah Malang jurusan Teknik Informatika dan Universitas Pendidikan Indonesia jurusan Ilmu Komputer, dan beberapa Universitas lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa SUOT mulai digunakan untuk mengatasi keterbatasan dan mengoptimalkan pelaksanaan ujian yang masih dilakukan secara konvensional. Dengan adanya SUOT, dapat memudahkan tenaga pendidik untuk mengkoreksi ujian dan mengawasi ujian, serta mengurangi penggunaan kertas dalam pelaksanaan ujian.

Pada tanggal 20 Desember 2010, telah dilakukan uji coba SUOT-RD di SMA Pasundan 3 Bandung kepada 39 peserta didik. Dari hasil uji coba tersebut diperoleh informasi bahwa peserta didik rata-rata memperoleh nilai di bawah Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) yang telah ditetapkan yaitu 60. Apakah ketidaktuntasan peserta didik ini berkaitan dengan teknologi yang digunakan, atau memang dari diri peserta didiknya yang tidak siap dalam pelaksanaan ujian pada saat itu? Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan kajian berkenaan dengan bagaimana tingkat penerimaan peserta didik terhadap penggunaan SUOT-RD pada pelaksanaan ujian tersebut. Kajian ini perlu dilakukan mengingat keberadaan SUOT-RD sebagai suatu bentuk teknologi yang digunakan dalam proses evaluasi pembelajaran tentu harus


(10)

dapat diterima oleh penggunanya, dalam hal ini peserta didik sebagai pembelajar yang membutuhkan media evaluasi pembelajaran yang baik serta sesuai dengan kebutuhannya.

Penerimaan pengguna didefinisikan sebagai keinginan sebuah grup pengguna dalam memanfaatkan teknologi informasi yang dirancang untuk membantu pekerjaan mereka (Dillon 2001) sehingga penerimaan pengguna akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi dari suatu teknologi yang diterapkan, dalam hal ini SUOT-RD.

Dalam Standards for Technological Literacy (ITEA, 2007) dijelaskan bahwa terdapat 3 ciri orang yang paham teknologi yaitu dapat memahami, menggunakan, dan mengelola teknologi yang ada. Seseorang akan menjadi paham teknologi apabila ia sudah memahami konsep teknologi serta dapat menggunakan dan mengelola teknologi yang ada. Hal ini dapat dicapai jika ia mulai membiasakan diri untuk menerima dan menggunakan teknologi sesuai dengan fungsi dan tujuan penggunanaannya.

Sikap (attitude) pengguna dalam hal ini peserta didik merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi perilaku individual mereka terhadap teknologi yang digunakan. Sikap tersebut terdiri dari cara pandang (cognitive), afektif (affective), dan komponen-komponen yang berkaitan dengan perikalu (behavioral component). Tingkat penggunaan suatu teknologi oleh pengguna dapat diprediksi dari sikap perhatiannya terhadap teknologi tersebut misalnya keinginan menambah peripheral pendukung, motivasi untuk tetap menggunakan, serta keinginan untuk memotivasi pengguna lain. Seseorang


(11)

akan merasa puas menggunakan suatu teknologi jika mereka meyakini bahwa teknologi tersebut mudah digunakan dan akan meningkatkan produktivitas mereka.

Menurut studi Interaksi Manusia Komputer (IMK) user-user yang berbeda akan membentuk konsepsi-konsepsi atau model-model mental yang berbeda mengenai cara mereka berinteraksi, belajar dan menyimpan pengetahuan serta keahlian. Oleh karena itu perlu diketahui sikap dan perilaku pengguna terhadap suatu teknologi yang digunakan. Berikut ini konsep dasar dari model penerimaan pengguna yang diungkapkan Venkatesh (2003) :

Gambar 1.1 Konsep Dasar User Acceptance Model

Penelitian mengenai penerimaan pengguna terhadap teknologi informasi telah dikenal sejak pertengahan tahun 1980-an, karena penerimaan teknologi merupakan prasyarat dalam penggunaan teknologi. Berbagai uji coba dan teori dikembangkan dalam mempelajari penerimaan teknologi ini seperti Innovation Diffusion Theory, Model Pemanfaatan PC (The PC Utilization Model), dan Social Cognitive Theory. Dari berbagai teori penerimaan teknologi, teori-teori yang paling penting dan berpengaruh serta Sikap terhadap

tekonologi Informasi

(Individual reaction to using Information Technology)

Minat untuk menggunakan teknologi informasi (Intention to use Information Technology) Perilaku nyata penggunaan tekonologi Informasi (Actual useage of Information Technology)


(12)

banyak digunakan adalah TRA (Theory of Reasoned Action), TAM (Technology Accepted Model), TAM2 (Extended Theory Accepted Model ).

Mengingat pentingnya mengetahui tingkat penerimaan pengguna terhadap suatu teknologi maka penelitian sejenis ini sudah mulai dilakukan oleh beberapa pihak yang ingin mengetahui apa saja yang mempengaruhi seseorang untuk menggunakan suatu teknologi guna mencari inovasi dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan pengguna. Dalam penelitian ini peneliti akan menerapkan media SUOT-RD dalam pelaksanaan ujian kemudian meneliti penerimaan peserta didik terhadap SUOT-RD tersebut. Teori yang akan digunakan untuk mengetahui penerimaan penggunaan SUOT-RD dalam pelaksanaan ujian pada penelitian ini adalah Technology Accepted Model (TAM). Berikut ini konsep dasar dari Technology Accepted Model tersebut menurut Davis att. al (1989), Venkantesh et. Al (2003) :

Gambar 1.2 Model Technology Accepted Model Persepsi Kegunaan (Perceived Usefulness) PU Persepsi Kemudahan Penggunaan (Perceived Easy to

Use) PEOU

Sikap terhadap penggunaan teknologi (Attitude Towards Using Technology) ATU

Minat perilaku menggunakan

teknologi (Behavioral Intention to Uses) BITU

Penggunaan teknologi sesungguhnya

(Actual Technologi


(13)

Model tersebut akan digunakan dalam penelitian sehingga konstruksi dari TAM ini akan dianggap sebagai faktor-faktor penerimaan teknologi SUOT-RD, data yang diperolah akan digunakan untuk melihat tingkat penerimaan pengguna teknologi tersebut. Penelitian ini dilakukan di SMA Pasundan 3 Bandung.

TAM merupakan salah satu model penerimaan pengguna terhadap teknologi yang paling sesuai sampai sekarang, hal ini dikemukakan oleh Davis dalam Khosrow-Pour (2006: 209). Penelitian-penelitian yang ada menunjukkan bahwa kebenaran TAM atas berbagai macam sistem penggunaan teknologi informasi pada berbagai jenis instansi dan perusahaan telah diakui oleh para peneliti di dunia (Vaidyanathan, 2005).

TAM menganggap bahwa tingkat penggunaan nyata atau penerimaan pemakai atas suatu teknologi dipengaruhi oleh faktor-faktor yaitu persepsi kegunaan, persepsi kemudahan penggunaan, serta sikap dan minat untuk menggunakannya. Faktor-faktor tersebut saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya dan TAM digunakan untuk mengetahui faktor mana yang paling berpengaruh.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan memfokuskan pada pemanfaatan TAM sebagai kerangka teoritis untuk menyelidiki pengaruh faktor atau konstruksi TAM terhadap penerimaan media SUOT-RD dalam pelaksanaan ujian.


(14)

1.2 Perumusan Masalah

Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah SUOT-RD. Peneliti menerapkan media ini dalam pelaksanaan ujian siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas X dalam mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi, lalu bagaimana penerimaan peserta didik sebagai pengguna teknologi tersebut. Pertanyaan-pertanyaan penelitiannya dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apa bentuk pengaruh dari faktor-faktor TAM terhadap penggunaan SUOT-RD sebagai salah satu media evaluasi pembelajaran?

2. Bagaimana bentuk hubungan faktor-faktor TAM yang mempengaruhi penerimaan SUOT-RD sebagai salah satu media evaluasi pembelajaran?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat penerimaan SUOT-RD sebagai salah satu media evaluasi pembelajaran. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh TAM dalam penggunaan SUOT-RD sebagai salah satu media evaluasi pembelajaran.

2. Mengetahui hubungan antara faktor-faktor TAM yang mempengaruhi penerimaan SUOT-RD sebagai salah satu media evaluasi pembelajaran.


(15)

1.4 Manfaat Penelitian

Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain :

1. Bagi peserta didik (pengguna)

Diharapkan SUOT-RD ini dapat mereduksi tingkat kecurangan peserta didik dalam pelaksanaan ujian. Sehingga peserta didik dituntut untuk selalu siap dalam setiap pelaksanaan ujian.

2. Bagi Tenaga pendidik (pengguna)

Diharapkan SUOT-RD ini dapat menjadi solusi untuk memberikan kemudahan kepada tenaga pendidik dalam pelaksanaan ujian yang selama ini mengalami kendala dalam hal kecurangan peserta didik dan proses penilaian yang tidak objektif. Sehingga dengan pemanfaatan SUOT-RD ini pelaksanaan ujian menjadi lebih optimal.

3. Bagi Peneliti lain

Mengetahui kelebihan, kekurangan dan rekomendasi penggunaan SUOT-RD, dan mengetahui sejauh mana dampak pengembangan dan tingkat penerimaan SUOT-RD ini mampu mengoptimalkan pelaksanaan ujian. 4. Bagi dunia pendidikan, diharapkan hadirnya SUOT-RD ini mampu

mengoptimalkan pelaksanaan ujian terutama dalam mereduksi tingkat kecurangan peserta didik.


(16)

1.5 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Peneliti akan menganalisis perilaku pengguna (user) terhadap penggunaan teknologi dalam pelaksanaan ujian. Dalam hal ini pengguna (user) yang dimaksud adalah peserta didik yang mendapat perlakuan penggunaan media SUOT-RD dan teknologi yang digunakan dalam pelaksanaan ujian tersebut adalah SUOT-RD rancangan Rully Handri (2010) Mahasiswa FPMIPA jurusan Ilmu Komputer Universitas Pendidikan Indonesia. 2. Konstruksi penerimaan yang digunakan adalah konstruksi murni dari

Technology Accepted Model tanpa ditambahkan variabel baru dan peneliti akan menguji kecocokan model tersebut dalam kasus penggunaan SUOT-RD dalam pelaksanaan ujian.

3. Software SUOT-RD yang digunakan sebagai media dalam pelaksanaan ujianini terbatas hanya pada soal yang bersifat objektif (pilihan ganda). 4. Software SUOT-RD beroperasi dengan baik dengan kebutuhan spesifikasi

minimum hardware adalah sebagai berikut : a. Processor Intel Pentium 4 1.50 GHz

b. RAM 512 MB

c. Harddisk kosong 10 GB d. Monitor beresolusi e. Mouse dan keyboard f. LAN Card


(17)

1.6 Hipotesis

Hipotesis adalah alat yang kuat dalam mengambil informasi ilmiah. Hal ini memungkinkan penelitian menghubungkan antara teori ke observasi dan observasi ke teori (Abied 2010).

Hipotesis dari penelitian ini adalah faktor-faktor dari model penerimaan yang digunakan berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pengguna SUOT-RD sebagai salah satu media evaluasi pembelajaran.

Pengembangan hipotesis berdasarkan kostruksi-konstruksi Technology Accepted Model (TAM) adalah sebagai berikut :

H1,1 = kemudahan penggunaan (PEOU) berpengaruh terhadap persepsi

kegunaan (PU)

H2,1 = kemudahan penggunaan (PEOU) berpengaruh terhadap sikap

penggunaan (ATU)

H3,1 = persepsi kegunaan (PU) berpengaruh terhadap sikap penggunaan

(ATU)

H4,1 = sikap penggunaan (ATU) berpengaruh terhadap minat penggunaan

(BITU)

H5,1 = sikap penggunaan (BITU) berpengaruh terhadap minat penggunaan


(18)

1.7 Penjelasan Istilah

Supaya tidak terjadi perbedaan persepsi, maka akan dijelaskan beberapa istilah yang digunakan dalam penulisan skripsi ini,yaitu sebagai berikut:

1. Sistem ujian online terintegrasi adalah sistem ujian yang dibangun secara komputerisasi, dimana peserta uji langsung mendapat dan menjawab soal ujian melalui komputer. Pemeriksaan ujian dilakukan langsung oleh sistem, dan peserta akan mendapatkan laporan hasil ujian secara langsung. Untuk selanjutnya sistem ujian online terintegrasi ini disingkat menjadi SUOT. 2. Sistem ujian online terintegrasi yang teroptimalisasi oleh remote desktop

adalah sistem ujian yang dibangun secara komputerisasi dimana peserta uji langsung mendapat dan menjawab soal ujian melalui komputer. Pemeriksaan ujian dilakukan langsung oleh sistem, dan peserta akan mendapatkan laporan hasil ujian secara langsung. Sistem ujian online terintegrasi yang dikolaborasikan dengan remote desktop ini berperan untuk optimalisasi dalam ujian online untuk melakukan pemantuan/pengamatan langsung kepada peserta didik. Remote Desktop dapat mengendalikan komputer dan menampilkan salinan gambar yang diterima dari tampilan layar komputer yang dikendalikan itu. Untuk selanjutnya sistem ujian online terintegrasi yang teroptimalisasi oleh remote desktop ini disingkat menjadi SUOT-RD.

3. Technology Acceptance Model (TAM) merupakan salah satu model yang dibangun untuk menganalisis dan memahami faktor faktor yang mempengaruhi diterimanya penggunaan teknologi. TAM memiliki lima buah konstruksi yaitu Persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use),


(19)

didefinisikan sebagai sejauh mana seorang percaya bahwa menggunakan suatu teknologi akan bebas dari usaha. Persepsi kegunaan (perceived usefulness), didefinisikan sebagai sejauh mana seorang percaya bahwa menggunakan suatu teknologi akan meningkatkan kinerjanya. Sikap terhadap penggunaan teknologi (attitude toward using technology), didefinisikan sebagai evaluasi dari pemakai tentang ketertarikannya dalam menggunakan teknologi. Minat perilaku menggunakan teknologi (behavioral intention to use), didefinisikan sebagai minat (keinginan) seseorang untuk melakukan perilaku tertentu. Penggunaan teknologi sesungguhnya (actual use) dapat diukur melalui kepuasan pengguna serta jumlah waktu yang digunakan untuk berinteraksi dengan teknologi atau frekuensi penggunaan teknologi tersebut.

4. Structural Equation Model (SEM) adalah sebuah model statisik yang memberikan perkiraan perhitungan dari kekuatan hubungan hipotesis di antara variabel dalam sebuah model teoritis, baik secara langsung atau melalui variabel antara (intervening or mediating variables). SEM adalah model yang memungkinkan penyajian sebuah rangkaian yang relatif rumit. SEM merupakan teknik analisis multivariat yang dikembangkan guna menutupi keterbatasan yang dimiliki oleh model-model analisis sebelumnya yang telah digunakan secara luas dalam penelitian statistik. Model-model yang dimaksud diantaranya dalah regression analysis (analisis regresi), path analysis (analisis jalur), dan confirmatory factor analysis (analisis faktor konfirmatori).


(20)

20

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Interaksi Belajar Mengajar

Belajar merupakan proses melihat, mengamati dan memahami sesuatu (Sudjana, 1989:28). Dalam keseluruhan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah berlangsung interaksi tenaga pendidik dan peserta didik dalam proses belajar mengajar yang merupakan kegiatan paling pokok. Jadi proses belajar mengajar merupakan proses kegiatan interaksi antara dua unsur manusiawi yakni peserta didik sebagai pihak yang belajar dan tenaga pendidik sebagai pihak yang mengajar. Menurut Titin dalam Holil (2009), dalam proses interaksi tersebut dibutuhkan komponen pendukung (ciri-ciri interaksi edukatif) yaitu (1) Interaksi belajar mengajar memiliki tujuan : yakni untuk membantu anak dalam suatu perkembangan tertentu. Interaksi belajar mengajar sadar tujuan, dengan menempatkan peserta didik sebagai pusat perhatian peserta didik mempunyai tujuan, (2) Ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncanakan, didesain untuk mencapai tujuan yang telah dilaksanakan. Dalam melakukan interaksi perlu adanya prosedur, atau langkah-langkah sistematik yang relevan, (3) Interaksi belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus. Materi didesain sehingga dapat mencapai tujuan dan dipersiapkan sebelum berlangsungnya interaksi belajar mengajar, (4) Ditandai dengan adanya aktivitas peserta didik. Peserta didik sebagai pusat pembelajaran, maka aktivitas peserta didik


(21)

merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya interaksi belajar mengajar, (5) Dalam interaksi belajar mengajar tenaga pendidik berperan sebagai pembimbing. Tenaga pendidik memberikan motivasi agar terjadi proses interaksi dan sebagai mediator dan proses belajar mengajar, (6) dalam interaksi belajar mengajar membutuhkan disiplin. Langkah-langkah yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan, (7) Ada batas waktu. Setiap tujuan diberi waktu tertentu, kapan tujuan itu harus dicapai, (8) Unsur penilaian. Untuk mengetahui apakah tujuan sudah tercapai melalui interaksi belajar mengajar. Unsur penilaian adalah unsur yang amat penting, karena berhubungan dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Untuk mengetahui ketercapaian dari tujuan proses belajar-mengajar (interaksi edukatif), diperlukan suatu kegiatan penilaian. Unsur penilaian inilah yang biasa kita sebut dengan ujian.

2.2. Ujian

Seperti yang diungkapkan Shalidy dalam Supriyantini (2010), bahwa ujian merupakan suatu pemeriksaan mengenai pengetahuan, keahlian, atau kecerdasan seseorang (peserta didik) untuk diperkenankan atau tidak dalam mengikuti pendidikan tingkat tertentu. Ujian merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi proses belajar. Dalam dunia pendidikan ujian dimaksudkan untuk mengukur taraf pencapaian suatu tujuan pengajaran oleh peserta didik, sehingga peserta didik dapat mengetahui tingkat kemampuannya dalam memahami mata kuliah yang sedang ditempuh. Bila ternyata hasilnya belum


(22)

maksimal, maka proses belajar harus ditingkatkan baik kualitas maupun kuantitas.

2.2.1 Model Pelaksanaan Ujian

Dimas (2009) membagi model pelaksanaan ujian menjadi tiga, yaitu: 1. Ujian Tradisional

Ujian tradisional atau ujian manual ini sudah diterapkan puluhan tahun yang lalu, ujian jenis ini menggunakan alat tulis sebagai media ujian yaitu berupa kertas, pensil, pena dan alat tulis umum lainnya untuk pelaksanaan ujian.Soal ujian dan jawaban yang harus dijawab semuanya dilakukan dengan tulisan tangan.

2. Ujian modern

Ujian modern penerapannya hampir sama dengan ujian tradisional. Perbedaannya adalah dimana ujian modern sudah menggunakan alat ketik untuk penulisan soal dan mesin fotocopy untuk memperbanyak jumlah soal. Pemeriksaan ujianpun sudah dipermudah dengan adanya scanner yang bisa memeriksa hasil ujian secara komputerisasi. Biasanya ujian ini bersifat Objektif, sampai saat sekarang metode ini masih diapakai seperti pada UN, SMPTN, TOEFL dan lain lain.

3. Ujian online

Ujian online sudah tidak lagi menggunakan media kertas atau alat tulis sebagai media ujian. Sistem ujian ini dibangun secara komputerisasi, dimana peserta uji langsung mendapat dan menjawab soal ujian melalui komputer. Pemeriksaan ujian dilakukan langsung oleh sistem, dan peserta akan


(23)

mendapatkan laporan hasil ujian secara langsung. Ujian ini dipakai seperti pada Seritifikasi MICROSOFT, TryOut Online dan lain lain.

2.2.2 Kecemasan Dalam Menghadapi Ujian

Sundari dalam Supriyantini (2010:9), membagi macam-macam kecemasan menjadi tiga, yaitu:

1. Kecemasan karena merasa berdosa atau bersalah. Misalnya seseorang melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nuraninya atau keyakinannya. Seorang peserta didik menyontek, pada waktu pengawas ujian lewat di depannya, ia berkeringat dingin karena takut diketahui. Kecemasan ini dirasakan oleh peserta didik yang tidak siap dalam menghadapi ujian, bisa jadi karena malas belajar, atau alasan lainnya yang menyebabkan dia tidak siap dalam pelaksanaan ujian. Berbeda dengan peserta didik yang memiliki persiapan dalam pelaksanaan ujian, dia tidak akan merasa cemas atau takut dengan pengawasan seketat apapun.

2. Kecemasan karena akibat melihat dan mengetahui bahaya yang mengancam dirinya. Misalnya kendaraan yang dinaiki remnya macet, menjadi cemas kalau terjadi tabrakan beruntun dan ia sebagai penyebabnya.

3. Kecemasan dalam bentuk yang kurang jelas, apa yang ditakuti tidak seimbang, bahkan yang ditakuti itu hal/ benda yang tidak berbahaya. Phobia adalah rasa takut yang sangat atau berlebihan terhadap sesuatu yang tidak diketahui lagi penyebabnya.


(24)

Kecemasan merupakan manifestasi emosi yang bercampur baur dan dialami oleh individu sebagai suatu reaksi terhadap ancaman, tekanan, kekhawatiran yang mempengaruhi fisik dan psikis. Salah satu yang dapat menimbulkan ancaman, tekanan, dan kekhawatiran pada peserta didik adalah ujian, karena ujian merupakan suatu proses pemerikasaan mengenai pengetahuan dan keahlian peserta didik sebagai akibat dari suatu proses belajarnya selama menjalani pendidikan, sekaligus menjadi tolak ukur bagi keberhasilan peserta didik dalam menempuh proses pendidikannya selama ini.

Menurut Soejanto dalam Supriyantini (2010), beragam reaksi emosional yang diperlihatkan siswa dalam menghadapi ujian antara lain adalah rasa cemas. Bagi sebagian dari mereka menganggap ujian merupakan suatu hal yang sudah selayaknya dilakukan, namun sebagian lagi menganggap suatu hal yang dirasakan sebagai paksaan.

Dapat disimpulkan bahwa kecemasan dalam menghadapi ujian merupakan suatu manifestasi emosi yang bercampur baur dan dialami oleh seorang individu sebagai reaksi dalam menghadapi ujian yang dapat mempengaruhi fisik dan psikisnya.

2.2.3 Perilaku Menyontek dalam Ujian

Perilaku menyontek adalah salah satu fenomena pendidikan yang sering muncul menyertai aktivitas proses belajar mengajar. Kurangnya perhatian mengenai perilaku menyontek disebabkan karena kebanyakan orang menganggap masalah menyontek sebagai sesuatu yang sifatnya sepele, padahal masalah menyontek merupakan sesuatu yang sangat mendasar.


(25)

Seperti yang dikemukakan oleh Sudrajat (2008) bahwa banyak orang menduga bahwa maraknya korupsi di Indonesia sekarang ini memiliki korelasi dengan kebiasaan menyontek yang dilakukan oleh pelakunya pada saat dia mengikuti pendidikan, dan yang lebih mengerikan justru tindakan nyontek dilakukan secara terencana antara peserta didik dengan tenaga pendidik, tenaga kependidikan atau pihak-pihak lainnya yang berkepentingan dengan pendidikan, seperti yang terjadi pada saat Ujian Nasional.

Sedangkan menurut Ceppy (2007) perilaku menyontek yang dilakukan peserta didik pada hakikatnya merupakan perbuatan membohongi diri sendiri. Jika dibiarkan maka banyak pihak yang di rugikan, rekan yang di contek tentunya telah terampas kemampuanya. Tindakan tersebut patut dicontoh karena perilaku menyontek adalah perilaku yang berakibat buruk untuk waktu jangka pendek dan jangka panjang bagi diri pelajar dan bangsa. Peserta didik yang sering menyontek akan terbiasa mengambil jalan pintas untuk mencapai tujuannya dan setelah terjun ke dunia kerja maka akan melakukan hal yang sama yaitu suka mencari jalan pintas untuk memenuhi tujuannya. Jika seseorang di sekolah saja tidak jujur, maka pada saat bekerja dalam bidang apapun apakah menjadi tenaga pendidik, anggota MPR/DPR, menteri, pengusaha, wartawan, bahkan dosen sekalipun akan mudah dan ringan saja melakukan ketidakjujuran, kecurangan, korupsi dan lain-lain. Tidaklah mengherankan apabila Indonesia berada dalam urutan ketiga negara paling korup diantara dua negara yang diteliti oleh lembaga penelitian Political and Economic Risk Contullancy Ltd yang berbasis di Hongkong (dalam Iskandar&


(26)

Harmaini, 1996.

Oleh Burt (dalam Alhadza, 2004) ada tiga faktor yang berpengaruh pada tingkah laku manusia, yaitu faktor G (General), yakni dasar yang dibawa sejak lahir, faktor S (specific) yang dibentuk oleh pendidikan dan faktor C (Common/Group) yang didapatkan dari pengaruh kelompok. Jika dihubungkan dengan perbuatan menyontek, maka aktivitas menyontek itu adalah merupakan pengaruh dari faktor C. Lebih lanjut dikatakan bahwa Faktor C lebih luas atau lebih kuat daripada faktor S. Dengan demikian, perilaku menyontek banyak diakibatkan oleh pengaruh kelompok dimana orang cenderung berani melakukan karena melihat orang lain dikelompoknya juga melakukan.

Dikaitkan dengan teori Sigmund Freud (dalam Atkinson,1996) didapatkan penjelasan bahwa perilaku menyontek adalah tindak lain dari hasil pertarungan antara Das Ich melawan Das Uber Ich, yaitu pertarungan antara dorongan-dorongan yang realistis rasional dan logis melawan prinsip-prinsip moralitas dan pencarian kesempurnaan. Lebih jauh ditegaskan bahwa dalam pertarungan antara Das Es, Das Ich, dan Das Uber Ich akan timbul ketegangan. Ketegangan yang dihadapi akan menuntut perlunya ada cara-cara untuk mengatasi, misalnya dengan cara indentifikasi atau memindahkan objek (object displacement) atau dengan mekanisme pertahanan diri (self mechanism).

Alasan menyontek menurut Darohim (2007) berkaitan dengan budaya pelajar Indonesia yang masih memandang nilai dan ijazah sebagai orientasi


(27)

belajar mereka. Bagi mereka menyontek adalah sebuah kecurangan yang jika dipelihara akan tumbuh menjadi sebuah kejahatan. Seperti praktik menyontek yang terkadang dibuat secara sistematis. Misalnya, pembocoran soal ujian Sipenmaru (UMPTN) atau EBTANAS (Ujian Nasional) yang dilakukan oleh orang dalam atau bahkan oleh tenaga pendidik. Mereka itu memanfaatkan peluang budaya curang yang melekat di kalangan para peserta didik kita.

Perilaku menyontek dipengaruhi oleh banyak variabel seperti yang dikemukakan oleh Haryono dkk (2001) bahwa pelajar menyontek karna berbagai alasan. Ada yang menyontek karna malas belajar, ada yang takut karna mengalami kegagalan, ada pula yang dituntut orang tuanya untuk memperoleh nilai yang baik. Oleh sebab itu para peserta didik hanya memfokuskan pada nilai yang baik, seperti yang dikemukakan oleh Coleman (dalam Sarwono, 2000) bahwa ada beberapa kelompok peserta didik yang menekankan pada prestasi sekolah. Di kelompok ini ditemukan bahwa nilai yang dominan di antara mereka adalah nilai-nilai ulangan semata. Terjadi persaingan untuk mendapat nilai bagus dan hanya yang terbaik dalam angka ulangan yang mendapat penghargaan dari kawan-kawannya.

2.3 Penggunaan Media dalam Evaluasi Pembelajaran

Hartoto (2010) menjelaskan bahwa ada empat faktor yang menjadi penyebab kecurangan dalam ujian yaitu: (1) Faktor individual atau pribadi, 2) faktor lingkungan atau pengaruh kelompok, (3) faktor sistem evaluasi dan, (4) faktor tenaga pendidik atau penilai.


(28)

Berkenaan dengan faktor tersebut, ditegaskan bahwa yang terpenting dalam pendidikan moral adalah bagaimana menciptakan faktor kondisional yang dapat mengundang dan memfasilitasi seseorang untuk selalu berbuat secara moral dalam ujian (tidak melakukan kecurangan) maka caranya adalah mengkondisikan keempat faktor tersebut ke arah yang mendukung untuk mereduksi kecurangan, yaitu sebagai berikut:

1. Faktor pribadi dari (peserta didik yang melakukan kecurangan) a. Bangkitkan rasa percaya diri

b. Arahkan self consept mereka ke arah yang lebih proporsional c. Biasakan mereka berpikir lebih realistis dan tidak ambisius

d. Tumbuhkan kesadaran hati nurani yang mampu mengontrol naluri beserta desakan logis rasionalitas jangka pendek yang bermuara kepada perilakunya.

2. Faktor lingkungan dan kelompok

Ciptakan kesadaran disiplin dan kode etik kelompok yang sarat dengan pertimbangan moral.

3. Faktor sistem evaluasi

a. Buat instrumen evaluasi yang valid dan reliable (yang tepat dan tetap) b. Terapkan cara pemberian skor yang benar-benar objektif

c. Lakukan pengawasan yang ketat

d. Bentuk soal disesuaikan dengan perkembangan kematangan peserta didik dan dengan mempertimbangkan prinsip paedagogi serta prinsip andragogi.


(29)

4. Faktor tenaga pendidik (Guru/ Dosen)

a. Berlaku objektif dan terbuka dalam pemberian nilai.

b. Bersikap rasional dan tidak melakukan kecurangan dalam memberikan tugas ujian/tes.

c. Tunjukkan keteladanan dalam perilaku moral. Berikan umpan balik atas setiap penugasan.

Seiring dengan semakin majunya perkembangan teknologi, maka untuk menghindari dan mereduksi tingkat kecurangan dalam ujian, sekaligus untuk meningkatkan kualitas dalam pelaksanaan ujian, maka dibutuhkanlah sebuah media evaluasi pembelajaran yang bisa menjawab kebutuhan peserta didik dan tenaga pendidik dalam pelaksanaan ujian. Menurut Soeparno (1987:8) menyebutkan ada beberapa alasan memilih media dalam proses belajar mengajar, yaitu:

1. Ada berbagai macam media yang mempunyai kemungkinan dapat kita pakai di dalam proses belajar mengajar.

2. Ada media yang mempunyai kecocokan untuk menyampaikan informasi tertentu.

3. Ada perbedaan karakteristik setiap media. 4. Ada perbedaan pemakai media tersebut.

5. Ada perbedaan situasi dan kondisi tempat media dipergunakan.

Penggunaan media pembelajaran yang berbasis TIK merupakan hal yang tidak mudah. Dalam menggunakan media tersebut harus memperhatikan beberapa teknik agar media yang dipergunakan itu dapat dimanfaatkan dengan


(30)

maksimal dan tidak menyimpang dari tujuan media tersebut. Sadiman (1996:83) menyatakan bahwa media komputer merupakan media rancangan yang mana di dalam penggunaannya sangat diperlukan perancangan khusus dan didesain sedemikian rupa agar dapat dimanfaatkan.

Walter (2006) menyebutkan bahwa hampir setiap negara sedang mempertimbangkan ujian secara online, setidaknya beberapa bagian dari program penilaian K-12 (setara dengan tahun pertama di Universitas). Penelitian pendidikan di K-12 menunjukkan bahwa siswa menggunakan komputer di sekolah mereka untuk kegiatan pembelajaran mereka sehari-hari (US Department of Commerce, 2002). Selain itu, kesenjangan akses komputer di kalangan K-12 siswa telah terbukti diabaikan selama lima tahun terakhir (Peak 2005). Oleh karena itu, diprediksi kedepannya hampir setiap aspek pendidikan akan mempergunakan dan memanfaatkan teknologi, termasuk pengujian secara online.

2.4 Sistem Ujian Online Terintegrasi

Prihanto (2009) menyebutkan bahwa dalam konteks sistem informasi, sistem terintegrasi (integrated system) merupakan sebuah rangkaian proses untuk menghubungkan beberapa sistem-sistem komputerisasi dan software aplikasi baik secara fisik maupun secara fungsional. Sistem terintegrasi akan menggabungkan komponen sub-sub sistem ke dalam satu sistem dan menjamin fungsi-fungsi dari sub sistem tersebut sebagai satu kesatuan sistem.


(31)

Sistem terintegrasi merupakan tantangan menarik dalam software development karena pengembangannya harus terus mengacu pada konsistensi sistem, agar sub-sub sistem yang sudah ada dan tetap dimanfaatkan secara operasional masih tetap berfungsi sebagaimana mestinya baik ketika proses mengintegrasikan sistem maupun setelah terintegrasi. Tantangannya adalah bagaimana merancang sebuah mekanisme mengintegrasikan sistem-sistem tersebut dengan effort paling minimal – bahkan jika diperlukan, tidak harus melakukan refactoring atau re-developing lagi sistem-sistem yang sudah ada.

SUOT-RD yang digunakan dalam penelitian merupakan sistem ujian online berbasis WEB yang dikolaborasikan dengan remote desktop dalam jaringan dengan menggunakan tipe koneksi Wireless Ad-hoc.

Agar sistem ujian online dapat dimaksimalkan, maka dipilih beberapa fitur seperti penyajian tipe soal, jawaban dan skoring yang tepat sehingga sistem ujian yang nantinya tercipta akan dapat mereduksi kecurangan dalam ujian. Fitur-fitur tersebut adalah:

1. Soal akan disajikan secara Shuffle & Various type (Soal Random & Banyak Tipe )

2. Pilihan jawaban akan disajikan secara multiple choice

3. Skoring dimana masing-masing soal mempunyai bobot nilai, selain itu juga akan dipakai ketercapaian batas lulus dengan keterangan LULUS/TIDAK LULUS.


(32)

4. Sistem ujian akan dapat melakukan sinkronisasi kelas dengan remote desktop untuk mewujudkan Classroom Layout, selain fungsi utamanya sebagai pengawasan/ pemantauan siswa.

Gambar 2.1 Arsitektur Jaringan Sistem Ujian Online Terintegrasi Yang Teroptimalisasi Oleh Remote Desktop

2.4.1 Remote desktop

Remote Desktop berperan untuk optimalisasi sistem ujian online untuk melakukan pemantuan/pengamatan langsung kepada peserta didik. Remote desktop dapat mengendalikan komputer dan menampilkan salinan gambar yang diterima dari tampilan layar komputer yang dikendalikan itu.

Salinan layar diperbarui pada interval waktu tertentu, perangkat lunak remote control pada komputer mentransmisikan dan mengendalikan keyboard atau aktivitas mouse ke komputer yang dikendalikan. Komputer yang dikendalikan kemudian berperilaku seolah-olah tindakan dilakukan langsung


(33)

oleh server pada komputer tersebut. Dalam banyak kasus layar lokal dan perangkat input dapat dinonaktifkan sehingga sesi remote tidak dapat dilihat atau mengganggu (Wikipedia, 2007).

Kualitas, kecepatan dan fungsi dari setiap protokol remote desktop didasarkan pada layer desktop grafis sistem. Software seperti PC Anywhere, VNC dan yang lainnya menggunakan layer perangkat lunak untuk mengekstrak dan mengkompres gambar antarmuka grafis untuk transmisi. Produk lainnya seperti Microsoft RDP, Graphon GO-Global dan yang lainnya menggunakan tingkat driver kernel untuk membangun remote desktop untuk melakukan transmisi (Wikipedia, 2010).

Gambar 2.2 Remote Desktop

Sistem ujian online terintegrasi ini menggunakan iTalc Remote Desktop. iTalc tergolong kedalam Virtual Network Computing VNC. iTalc dapat melakukan remote pada sebuah komputer melalui protokol Remote Frame Burffer (RFB). Dalam pemanfaatannya, iTalc mempunyai kemampuan mengirimkan Frame dan Event dari komputer lain. Sebagai contoh iTalc dapat melihat isi layar peserta didik pada layar komputer tenaga pendidik, dalam


(34)

interval waktu tertentu. Selain itu iTalc juga mempunyai keunggulan khuus. Diantaranya tenaga pendidik dapat merepresentasikan classroom layout, sehingga pada sistem ini dapat dibuat suatu kelas, yang mana suatu kelas tersebut terdiri atas beberapa atau banyak peserta didik, seperti halnya kelas di dunia nyata. iTalc juga memiliki fungsi lain, seperti mengunci layar peserta didik, sehingga mereka tidak mampu bekerja lebih jauh, hal ini bertujuan agar tenaga pendidik mendapat perhatian penuh (Wikipedia, 2010).

Gambar 2.3 Tampilan Antarmuka iTalc

Dalam pengembangannya iTalc mempunyai banyak fitur yang sangat bermanfaat sekali, terutama dalam pengajaran berbasis komputer didalam kelas. Diantaranya seperti yang terdapat dalam Tabel 2.1 berikut ini.


(35)

Tabel 2.1 Fitur Perangkat Lunak iTalc

Fitur Manfaat

Overview digunakan untuk mengamati, apa yang ada dilayar siswa

Demo memfasilitasi agar guru/ pembimbing dapat melakukan presentasi langsung dari komputer guru, sehingga akan ditampilkan secara langsung ke komputer siswa

Fullscreen Demo hampir sama dengan fasilitas Demo, tetapi dengan fitur ini demo dilakukan Fullscreen dan tidak dapat diinterrupt oleh siswa

LockAll fitur ini dapat melakukan penguncian kepada komputer siswa, sehingga siswa tidak dapat melakukan kegiatan apapun.

TextMessage memungkinkan Guru/ Pembimbing dapat mengirimkan pesan ke banyak atau perorangan siswa. PoweOn Fitur yang dapat menghidupkan komputer dari komputer guru/ pembimbing

PoweOff Fitur yang dapat mematikan komputer dari komputer guru/ pembimbing

Logon memungkinkan untuk login kekomputer siswa dengan menggunakan username dan password

AdjustAlign mempermudah dalam pengaturan tampilan layar-layar siswa pada komputer Guru/ Pembimbing

AutoView fitur ini dapat melakukan pengaturan tampilan layer-layer siswa secara automatis pada komputer Guru/ Pembimbing.

Support atau remotecontrol memungkinkan guru/ pembimbinga untuk langsung mengambil alih komputer siswa

2.4.2 Web Server

Web server adalah server yang mampu melayani koneksi transfer data dalam protokol HTTP. Web server dirancang untuk melayani bahasa jenis data, mulai dari text, hypertext, gambar (image), suara, plug in, dan lain sebagainya. Web server pada umumnya


(36)

melayani data dalam bentuk file HTML. WebServer bisa dipasang secara online(Internet) ataupun secara standalone(localhost) (Admin, 2009).

2.4.3 Aplikasi Program Berbasis WEB

Banyak situs internet yang memiliki halaman dengan sifat statis seperti profil perusahaan, artikel, dan keterangan-keterangan lain. Situs ini mempunyai dokumen dengan teks yang sederhana, image dan hyperlinks ke dokumen yang dimilikinya. Untuk mengembangkan situs yang bersifat statis, kita menggunakan teknologi client side. HTML dan Cascading Style Sheet (CSS) dapat digunakan untuk mengatur struktur dan menampilkan halaman isi. Seandainya ingin diperindah dapat ditambahkan script yang sifatnya client side, seperti JavaScript, Jscript ataupun VBScript (Aswandi, 2006).

Dengan berkembangnya internet, situs yang ada di internet tidak hanya berfungsi untuk mempresentasikan content tetapi cenderung berupa aplikasi yang kebanyakan terhubung ke suatu basis data. Pada tahapan ini situs akan bersifat dinamis, karena content yang dipresentasikan akan bervariasi dan berubah-ubah sesuai dengan data yang diminta dan action dari user. Untuk mengembangkan situs yang dinamis diperlukan teknologi server side seperti PHP, ASP, Perl dan CGI yang lain. Dengan teknologi server side kita dapat mengembangkan suatu aplikasi berbasis internet yang dapat mengahsilkan dan menampilkan content secara dinamis (Puspa, 2010).

Pada saat ada suatu request dari browser, server web akan melakukan langkah – langkah :

1. Membaca request yang dikirim dari browser. 2. Mencari dan menemukan halaman di server.


(37)

3. Menterjemahkan perintah yang diberikan oleh bahasa program server-side menjadi halaman HTML.

4. Mengirim halaman yang diminta melalui internet ke browser.

Perbedaan utama antara HTML dengan bahasa server side adalah HTML diterjemahkan oleh client browser, tidak dieksekusi di server (Taufan, 2010).

Dengan membuat kode yang dapat di eksekusi pada server, kita dapat menciptakan banyak sekali aplikasi yang bersifat dinamis dan dapat dikendalikan oleh user melalui browser.

Beberapa kelebihan teknologi server side dibandingkan dengan HTML : 1. Memberikan kemudahan untuk mengedit suatu content suatu halaman

web, pengeditan dapat dilakukan dengan meng-update content dalam suatu basis data dan tidak lagi pada kode HTML nya.

2. Dapat membuat halaman yang dapat di kostumisasi penampilannya sesuai dengan keinginan user.

3. Dapat menampilkan dan melakukan perubahan data pada basis data yang dapat dilakukan melalui halaman web itu sendiri.

4. Memperoleh feedback dari user yang mengembalikan informasi berdasarkan isian yang disediakan untuk user.


(38)

Technology Acceptance Model (TAM) merupakan salah satu model yang dibangun untuk menganalisis dan memahami faktor faktor yang mempengaruhi diterimanya penggunaan teknologi komputer, TAM diperkenalkan pertama kali oleh Fred Davis pada tahun 1986. TAM merupakan hasil pengembangan dari Theory of Reasoned Action (TRA), yang lebih dahulu dikembangkan oleh Fishbein dan Ajzen pada tahun 1980. TRA menjelaskan tingkah laku manusia secara nyata sebagai hasil pengaruh dua kategori kepercayaan yang signifikan - yaitu tingkahlaku (behavioral) dan normatif (normative) (Tery, 1993: 207).

Menurut Abdalla (2005) TAM memiliki lima buah konstruksi yaitu Persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use), didefinisikan sebagai sejauh mana seorang percaya bahwa menggunakan suatu teknologi akan bebas dari usaha. Persepsi kegunaan (perceived usefulness), didefinisikan sebagai sejauh mana seorang percaya bahwa menggunakan suatu teknologi akan meningkatkan kinerjanya. Sikap terhadap penggunaan teknologi (attitude toward using technology), didefinisikan sebagai evaluasi dari pemakai tentang ketertarikannya dalam menggunakan teknologi. Minat perilaku menggunakan teknologi (behavioral intention to use), didefinisikan sebagai minat (keinginan) seseorang untuk melakukan perilaku tertentu. Penggunaan teknologi sesungguhnya (actual use) dapat diukur melalui kepuasan pengguna serta jumlah waktu yang digunakan untuk berinteraksi dengan teknologi atau frekuensi penggunaan teknologi tersebut.


(39)

Konstruksi-konstruksi tersebut saling berhubungan, konstruk perceived ease of use dianggap akan berpengaruh terhadap konstruk perceived usefulness. Di lain pihak ke dua konstruk tersebut (perceived ease of use dan perceived usefulness) sama-sama memiliki pengaruh terhadap konstruk attitude toward using. Selain itu, konstruk behavioral intention juga akan dipengaruhi konstruk attitude toward using dan sekaligus akan mempengaruhi konstruk actual use.

TAM bertujuan untuk menjelaskan dan memperkirakan penerimaan (acceptance) pengguna terhadap suatu teknologi atau sistem informasi. TAM menyediakan suatu basis teoritis untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan terhadap suatu teknologi dalam suatu organisasi. TAM menjelaskan hubungan sebab akibat antara keyakinan (akan manfaat suatu sistem informasi dan kemudahan penggunaannya) dan perilaku, tujuan/keperluan, dan penggunaan aktual dari pengguna/user suatu teknologi atau sistem informasi.

Hubungan antar konstruksi dalam TAM dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut:


(40)

Gambar 2.4 Technology Accepted Model (TAM)

Davis mendefinisikan perceived usefulness (PU) atau persepsi kegunaan sebagai :

the degree of which a person believes that using a particular system would enhance his or her job performance”

dan perceived ease of use (PEU) atau persepsi kemudahan penggunaan sebagai :

the degree of which a person believes that using a particular system would be free of effort.” (Chee-Kit, 2005: 372).

Reaksi dan persepsi pengguna Teknologi Informasi (TI) akan mempengaruhi sikapnya dalam penerimaan terhadap teknologi tersebut. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhinya adalah persepsi pengguna terhadap kemanfaatan dan kemudahan penggunaan TI sebagai suatu tindakan yang beralasan dalam konteks pengguna teknologi. Sehingga alasan seseorang dalam melihat manfaat dan kemudahan penggunaan TI menjadikan

Kegunaan (Perceived Usefulness) PU Persepsi Kemudahan Penggunaan (Perceived Easy of

Use) PEOU Sikap terhadap penggunaa n teknologi (Attitude Towards Using Technolog) ATU Minat perilaku menggunakan teknologi (Behavioral Intention to Uses) BITU Penggunaan teknologi sesungguhny

a (Actual Use)


(41)

tindakan/perilaku manusia tersebut sebagai tolok ukur dalam penerimaan sebuah teknologi.

TAM sudah banyak digunakan dalam penelitian untuk memahami sikap dan minat seseorang dalam menggunakan suatu teknologi. Pada tahun 1999 Yogesh Malhotra dari BRINT Research Institute dan Dennis F. Galletta dari University of Pittsburgh dalam hasil penelitiannya menyampaikan bahwa sebuah teknologi baru harus lebih dari sekedar simpel tetapi juga memiliki efektifitas kerja yang tinggi, pengembang harus dapat mempertimbangkan apa yang mungkin menyebabkan teknologi tersebut tidak diterima masyarakat. Trend terbaru yang berkembang di masyarakat serta peningkatan fleksibilitas penggunaan teknologi menjadi hal yang penting untuk diperhatikan, mereka juga menyampaikan bahwa teori pengaruh sosial akan memberikan pemahaman yang baik bagi pengembang mengenai sikap dan karakter pengguna ketika pengembang akan mengimplementasikan suatu teknologi baru.

Di tahun 2004 Natalia Tangke, Staf Pengajar Fakultas Ekonomi, Jurusan Akuntansi – Universitas Kristen Petra menggunakan TAM untuk menganalisis Penerimaan Penerapan Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK) Pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Penelitian ini berhasil membuktikan bahwa faktor yang mempengaruhi penerimaan penerapan TABK di BPK RI adalah persepsi pengguna tentang kegunaan dan secara tidak langsung oleh persepsi pengguna tentang kemudahan dalam menggunakan TABK. Selain itu ditemukan juga bahwa faktor sikap pengguna


(42)

tidak mempengaruhi keputusan auditor BPK RI untuk menerima penerapan TABK dan sikap pengguna terhadap penggunaan TABK tidak dipengaruhi oleh persepsi pengguna tentang kegunaan TABK tersebut.

Arief Hermawan dari Universitas Yogyakarta pada tahun 2006 melakukan penelitian menganai penerimaan penggunaan internet peserta didik program studi manajemen informatika DIII Universitas Teknologi Yogyakarta. Ia menemukan konstruksi lain yang dianggap berpengaruh dalam penggunaan internet di kalangan peserta didik yakni konstruk keyakinan diri untuk menggunakan teknologi internet tersebut.

Tahun 2008 Manon Bertrand, Stéphane Bouchard, dari Université du Québec en Outaouais (Canada) menggunakan TAM untuk menganalisis para pengguna VR (Virtual Reality) dalam bidang kesehatan, VR menjadi sebuah alat terapi kesehatan dan pengobatan permasalahan kesehatan jiwa/mental. Dari hasil penelitian diketahui sikap pengguna teknologi ini hanya dipengaruhi oleh persepsi kegunaan dari teknologi tersebut, meskipun pada penelitian ditambahkan faktor biaya namun ternyata tidak berpengaruh secara signifikan.

Sung Youl Park dari Universitas Konkuk Seoul, Korea Selatan pada tahun 2009 menggunakan TAM untuk memahani sikap dan minat peserta didik untuk menggunakan e-learning karena di tahun tersebut e-learning berkembang pesat di Korea Selatan. Ia menyatakan bahwa TAM merupakan teori yang baik untuk memahami penerimaan pengguna e-learning, dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa daya guna dari e-learning menjadi


(43)

konstruk atau faktor yang paling mempengaruhi penerimaan penggunaan e-learning.

Di tahun yang sama Dr. Munir, M.IT juga mengkaji penggunaan Learning Management System (LMS) di perguruan tinggi, studi kasus di Universitas Pendidikan Indonesia, hasilnya menunjukkan bahwa semakin mudah LMS digunakan maka semakin meningkat kemanfaatan LMS tersebut dan juga berdampak terhadap keinginan untuk menggunakan LMS.

Selain itu masih banyak lagi penelitian-penelitian yang dilakukan dengan menggunakan TAM sebagai model penerimaan suatu teknologi seperti Imam Yuadi dari Departemen Ilmu Informasi dan Perpustakaan yang melakukan analisis Technology Acceptance Model terhadap Perpustakaan Digital. Arief Wibowo dari Universitas Budi Luhur menggunakan TAM untuk melakukan kajian tentang perilaku pengguna sistem informasi.

2.6 Structural Equation Model

SEM (Struktural Equetion Model) atau model persamaan struktural yang digunakan dalam berbagai cabang ilmu seperti psikologi, pendidikan dan cabang ilmu lainnya. SEM banyak digunakan dalam penelitian-penilitian ilmiah karena memiliki keunggulan dibanding analisis asosiasi lainya seperti regresi atau analisis jalur. Maruyama (1998) menyebutkan bahwa SEM adalah sebuah model statisik yang memberikan perkiraan perhitungan dari kekuatan hubungan hipotesis di antara variabel dalam sebuah model teoritis, baik secara langsung atau melalui variabel antara (intervening or mediating variables). SEM adalah model yang memungkinkan penyajian sebuah rangkaian yang


(44)

relatif rumit. SEM merupakan teknik analisis multivariat yang dikembangkan guna menutupi keterbatasan yang dimiliki oleh model-model analisis sebelumnya yang telah digunakan secara luas dalam penelitian statistik. Model-model yang dimaksud diantaranya adalah regression analysis (analisis regresi), path analysis (analisis jalur), dan confirmatory factor analysis (analisis faktor konfirmatori) (Hox dan Bechger, 1998).

Analisis regresi menganalisis pengaruh satu atau beberapa variabel bebas terhadap variabel terikat. Analisis pengaruh tidak dapat diselesaikan menggunakan analisis regresi ketika melibatkan beberapa variabel bebas, variabel antara, dan variabel terikat. Penyelesaian kasus yang melibatkan ketiga variabel tersebut dapat digunakan analisis jalur.Analisis jalur dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung, dan pengaruh total suatu variabel bebas terhadap variabel terikat.

Analisis lebih bertambah kompleks lagi ketika melibatkan latent variable (variabel laten) yang dibentuk oleh satu atau beberapa indikator observed variables (variabel terukur/teramati). Analisis variabel laten dapat dilakukan dengan menggunakan analisis faktor, dalam hal ini analisis faktor konfirmatori (confirmatory factor analysis). Analisis pengaruh semakin bertambah kompleks lagi ketika melibatkan beberapa variabel laten dan variabel terukur langsung. Pada kasus demikian, teknik analisis yang lebih tepat digunakan adalah pemodelan persamaan struktural (Structural Equation Modeling). SEM merupakan teknik analisis multivariat generasi kedua, yang


(45)

menggabungkan model pengukuran (analisis faktor konfirmatori) dengan model struktural (analisis regresi, analisis jalur).

Menurut Widodo (2006) SEM tidak digunakan untuk menghasilkan model namun untuk mengkonfirmasi suatu bentuk model, hubungan kausalitas diantara variabel tidak ditentukan oleh SEM, namun dibangun oleh teori yang mendukungnya, SEM tidak digunakan untuk menyatakan suatu hubungan kausalitas, namun untuk menerima atau menolak hubungan sebab akibat secara teoritis melalui uji data empiris, studi yang mendalam mengenai teori yang berkaitan menjadi model dasar untuk pengujian aplikasi SEM. Aplikasi utama Structrual Equation Model, meliputi :

1. Model sebab akibat (causal modeling) atau disebut juga analisis jalur (path analysis), yang menyusun hipotesis hubungan-hubungan sebab akibat (causal relationship) diantara variable-variable dan menguji model-model sebab akibat (causal models) dengan menggunakan sistem persamaan linier. Model-model sebab akibat dapat mencakup variabel-variabel manifest (indikator), variabel-variabel laten atau keduanya.

2. Analisis faktor penegasan (confirmatory factor analysis), suatu teknik kelanjutan dari analisis faktor dimana dilakukan pengujian hipotesis-hipotesis struktur factor loadings dan interkorelasinya.

3. Analisis faktor urutan kedua (second order factor analysis), suatu variasi dari teknik analisis faktor dimana matriks korelasi dari faktor-faktor tertentu (common factor) melakukan analisis terhadap faktornya sendiri untuk membuat faktor-faktor urutan kedua.


(46)

4. Model-model regresi (Regresion Models). Suatu teknik lanjutan dari analisis regresi linear dimana bobot regresi dibatasi agar menjadi sama satu dengan yang lainnya, atau dilakukan spesifikasi pada nomor numeriknya.

5. Model-model struktur covariance (Covariance structure models). Model ini menghipotesiskan bahwa matrix covariance memiliki bentuk tertentu. Sebagai contoh, kita dapat menguji hipotesis yang menyusun semua variabel yang memiliki varian yang sama dengan menggunakan prosedur yang sama.

6. Model terstruktur korelasi (correlation structure models). Model ini menetapkan hipotesis bahwa matrix korelasi mempunyai bentuk tertentu.


(47)

47 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian survei yang merupakan suatu teknik pengumpulan informasi yang dilakukan dengan cara menyusun daftar pertanyaan yang diajukan pada responden. Dalam penelitian survei, peneliti meneliti karakteristik atau hubungan sebab akibat antar variabel tanpa adanya intervensi peneliti (Wikipedia, 2010). Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sample dari satu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data yang pokok (Singarimbun, 1998). Survei merupakan studi yang bersifat kuantitatif yang digunakan untuk meneliti gejala suatu kelompok atau perilaku individu, yang digunaan untuk penyelidikan informasi yang berhubungan dengan prevalensi, distribusi dan hubungan antar variabel dalam suatu populasi (Basirun 2009).

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksplanatif, yaitu penelitian untuk menemukan penjelasan tentang mengapa suatu gejala terjadi, hasil akhirnya berupa gambaran mengenai sebab akibat. Tujuan dari penelitian eksplanatif adalah untuk menghubungkan pola-pola yang berbeda namun memiliki keterkaitan, menguji berbagai hipotesa tertentu dengan maksud membenarkan atau memperkuat hipotesa itu, mencari sebab-musabab dari suatu gejala, menentukan sifat dari hubungan antara satu atau lebih gejala atau variabel terikat dengan satu atau lebih variabel bebas (Gayul 2009).


(48)

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Technology Acceptance Model (TAM), suatu model yang dibangun untuk menganalisis dan memahami faktor faktor yang mempengaruhi diterimanya penggunaan teknologi. Menurut Abdalla (2005) TAM memiliki lima buah konstruksi yaitu Persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use), didefinisikan sebagai sejauh mana seorang percaya bahwa menggunakan suatu teknologi akan bebas dari usaha. Persepsi kegunaan (perceived usefulness), didefinisikan sebagai sejauh mana seorang percaya bahwa menggunakan suatu teknologi akan meningkatkan kinerjanya. Sikap terhadap penggunaan teknologi (attitude toward using technology), didefinisikan sebagai evaluasi dari pemakai tentang ketertarikannya dalam menggunakan teknologi. Minat perilaku menggunakan teknologi (behavioral intention to use), didefinisikan sebagai minat (keinginan) seseorang untuk melakukan perilaku tertentu. Penggunaan teknologi sesungguhnya (actual use) dapat diukur melalui kepuasan pengguna serta jumlah waktu yang digunakan untuk berinteraksi dengan teknologi atau frekuensi penggunaan teknologi tersebut.

Konstruksi-konstruksi tersebut saling berhubungan, konstruk perceived ease of use dianggap akan berpengaruh terhadap konstruk perceived usefulness. Di lain pihak ke dua konstruk tersebut (perceived ease of use dan perceived usefulness) sama-sama memiliki pengaruh terhadap konstruk attitude toward using. Selain itu, konstruk behavioral intention juga akan dipengaruhi konstruk attitude toward using dan sekaligus akan mempengaruhi konstruk actual use.


(49)

Hubungan antar konstruksi dalam TAM dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut:

Gambar 3.1 Model Technology Accepted Model (TAM)

Penjelasan dari masing-masing konstruksi TAM adalah sebagai berikut: 1. Perceived Ease of Use (PEOU)

Persepsi tentang kemudahan penggunaan sebuah teknologi didefinisikan sebagai suatu ukuran dimana seseorang percaya bahwa suatu teknologi dapat dengan mudah dipahami dan digunakan.

Beberapa indikator kemudahan yang ditetapkan dalam penggunaan teknologi SUOT-RD, meliputi:

a. Fleksibitas penggunaan

b. Kemudahan untuk dipelajari dan dipahami c. Kemudahan penggunaan / pengoperasian

d. Kemudahan untuk berinteraksi saat menggunakan teknologi tersebut 2. Perceived Usefulness (PU)

Persepsi Kegunaan (Perceived Usefulness) PU Persepsi Kemudahan Penggunaan (Perceived Easy of

Use) PEOU Sikap terhadap penggunaan teknologi (Attitude Towards Using Technology) ATU Minat perilaku menggunakan teknologi (Behavioral Intention to Uses) BITU Penggunaan teknologi sesungguhnya

(Actual Use) AU


(50)

Persepsi terhadap kemanfaatan didefinisikan sebagai suatu ukuran dimana penggunaan suatu teknologi dipercaya akan mendatangkan manfaat bagi orang yang menggunakannya. Indikator tentang kemanfaatan teknologi SUOT-RD meliputi:

a. Mempertinggi efektivitas

b. Memberikan apa yang dibutuhkan dalam proses pelaksanaan kegiatan c. Meningkatkan kinerja

d. Meningkatkan efisiensi 3. Attitude Toward Using (ATU)

Attitude Toward Using dalam TAM dikonsepkan sebagai sikap terhadap penggunaan teknologi yang berbentuk penerimaan atau penolakan sebagai dampak bila seseorang menggunakan suatu teknologi dalam pekerjaan atau aktivitasnya.

4. Behavioral Intention to Use (BITU)

Behavioral Intention to Use adalah kecenderungan perilaku untuk tetap menggunakan suatu teknologi. Tingkat penggunaan teknologi pada seseorang dapat diprediksi dari sikap perhatiannya terhadap teknologi tersebut, misalnya motivasi untuk tetap menggunakan serta keinginan untuk memotivasi pengguna lain.

5. Actual Use (AU)

Actual Use adalah kondisi nyata penggunaan sistem. Hal ini terlihat dari kepuasan seseorang dalam menggunakan teknologi dimana mereka akan meyakini bahwa teknologi tersebut mudah digunakan dan akan


(51)

meningkatkan produktifitas mereka. Jika diterapkan dalam waktu yang lama maka dapat dilihat pula dari frekuensi dan durasi waktu penggunaan teknologi tersebut.

Hasan (2004:185) menjelaskan bahwa analisis deskriptif merupakan bentuk analisis data penelitian untuk menguji generalisasi hasil penelitian berdasarkan sample. Analisa deskriptif ini dilakukan dengan pengujian hipotesis deskriptif. Hasil analisisnya adalah apakah hipotesis penelitian dapat digeneralisasikan atau tidak. Analisis statistik deskriptif dilakukan untuk menelaah distribusi frekuensi ukuran pemusatan dan penyebaran data mengenai karakteristik sampel (responden) dan indikator-indikator variable sebagai berikut:

1. Perceived Ease of Use (PEOU) meliputi : a. Fleksibilitas penggunaan SUOT-RD (X1)

b. SUOT-RD mudah untuk dipelajari/dipahami (X2) c. SUOT-RD mudah untuk digunakan (X3)

d. Kemudahan untuk berinteraksi saat menggunakan SUOT-RD (X4) 2. Perceived Usefulness (PU) meliputi :

a. SUOT-RD mempertinggi efektivitas (Y1)

b. SUOT-RD memberikan apa yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran (Y2)

c. SUOT-RD meningkatkan kinerja (Y3) d. SUOT-RD meningkatkan efisiensi (Y4) 3. Attitude Toward Using (ATU) meliputi :


(52)

a. Rasa penerimaan terhadap penggunaan SUOT-RD (Y5) b. Rasa penolakan terhadap penggunaan SUOT-RD (Y6) 4. Behavioral Intention to Use (BITU) meliputi :

a. Motivasi untuk tetap menggunakan SUOT-RD( Y7) b. Motivasi ke sesama pengguna SUOT-RD (Y8)

5. Actual Use (AU) meliputi kepuasan penggunaan SUOT-RD (Y9)

Pengembangan hipotesis berdasarkan kostruksi-konstruksi yang ada adalah sebagai berikut :

Hipotesis 1

H1,1 = kemudahan penggunaan (PEOU) berpengaruh terhadap persepsi

kegunaan (PU)

H1,0 = kemudahan penggunaan (PEOU) tidak berpengaruh terhadap

persepsi kegunaan (PU)

Hipotesis 2

H2,1 = kemudahan penggunaan (PEOU) berpengaruh terhadap sikap

penggunaan (ATU)

H2,0 = kemudahan penggunaan (PEOU) tidak berpengaruh terhadap sikap

penggunaan (ATU)

Hipotesis 3

H3,1 = persepsi kegunaan (PU) berpengaruh terhadap sikap penggunaan


(53)

H3,0 = persepsi kegunaan (PU) tidak berpengaruh terhadap sikap

penggunaan (ATU)

Hipotesis 4

H4,1 = sikap penggunaan (ATU) berpengaruh terhadap minat penggunaan

(BITU)

H4,0 = sikap penggunaan (ATU) tidak berpengaruh terhadap minat

penggunaan (BITU)

Hipotesis 5

H5,1 = sikap penggunaan (BITU) berpengaruh terhadap minat penggunaan

(AU)

H5,0 = sikap penggunaan (BITU) tidak berpengaruh terhadap minat

penggunaan (AU)

3.2 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah objek yang diteliti yang memiliki nilai yang bervariasi. Dengan demikian sesuatu yang hanya mempunyai satu nilai (tidak mempunyai nilai yang bervariasi) tidak dapat dinyatakan sebagai variabel, tetapi konstanta (Hasmy 2008).

Adapun variabel dalam penelitian ini antara lain: a. Konstruk Eksogen (Exogenous Constructs)

Konstruk ini dikenal sebagai sources variables atau independen variabel yang tidak diprediksi atau dipengaruhi oleh variabel yang lain dalam


(54)

model. Pada penelitian ini konstruk eksogenous meliputi Perceived Ease of Use (PEOU) yaitu suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa sebuah teknologi dapat dengan mudah digunakan.

b. Konstruk Endogen (Endogenous Constructs)

Adalah faktor-faktor yang diprediksi oleh satu atau beberapa konstruk. Konstruk endogen dapat memprediksi satu atau beberapa konstruk endogen lainnya, tetapi konstruk endogen hanya dapat berhubungan kausal dengan konstruk endogen. Pada penelitian ini konstruk endogen meliputi Perceived Usefulness (PU), Attitude Toward Using (ATU), Behavioral Intention To Use (BITU) dan Actual Use (AU).

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006: 130). Sementara itu, Sugiyono (2009: 80) mengungkapkan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan sample adalah bagian dari populasi. Menurut Ruseffendi, penelitian yang dilakukan terhadap suatu populasi dapat dilakukan berdasarkan sampelnya. Penelitian hanya dilakukan dari sebagian populasinya. Bila penelitian dilakukan terhadap keseluruhan populasi, maka penelitian bukan lagi menurut cara sampel tetapi telah beralih dengan menggunakan cara sensus (Ruseffendi, 2005 : 86).

Mengenai pengambilan sampel Arikunto (2002:112) menjelaskan bahwa untuk sekedar ancer-ancer maka apabila subjeknya kurang dari 100,


(55)

lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selajutnya, jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10% – 15% atau 20% - 25% atau lebih.

Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Pasundan 3 Bandung yang diberi perlakuan penggunaan SUOT-RD dalam pelaksanaan ujian yakni sebanyak 39 orang siswa.

3.4 Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu tahap persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian, dan pengolahan data.

1. Persiapan penelitian a. Pengajuan proposal

b. Mengurus perizinan penelitian c. Menyusun instrumen penelitian d. Judgement instrumen

2. Pelaksanaan penelitian a. Penyebaran angket

b. Observasi kegiatan belajar mengajar 3. Pengolahan data

Setelah seluruh data diperoleh maka dilakukan pengolahan dan analisis data sehingga memberikan hasil dan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan.


(56)

Gambar 3.2 Diagram Alur Penelitian 3.5 Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data dan informasi yang lengkap mengenai hal-hal yang akan dikaji dalam penelitian ini maka dibutuhkan beberapa instrumen, antara lain :

1. Lembar Observasi

Digunakan untuk pengumpulan data penelitian mengenai perilaku dan proses kerja responden dalam lingkup yang tidak terlalu besar (Sugiyono, 2010). Data hasil observasi akan digunakan sebagai gambaran deskriptif dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan.

2. Angket (Kuisioner)

Observasi Penyusunan

Instrumen Judgement

instrumen

Penyebaran

Pengumpulan data

Pengolahan data

Pembahasan

Penarikan Kesimpulan


(1)

kemanfaatannya. Sehingga penggunaannya dipercaya akan mendatangkan manfaat bagi siswa dalam pelaksanaan ujian.

b. Faktor persepsi kegunaan (Perceived Usefullness) terhadap sikap penggunaan (Attitude Toward Using Technology/ATUT). Minat siswa dalam penggunaan SUOT-RD akan dipengaruhi oleh rasa penerimaan dan penolakan dimana penerimaan dan penolakan tersebut akan berdasar pada seberapa besar manfaat yang dapat diperolah siswa ketika menggunakan media SUOT-RD.

c. Faktor sikap terhadap penggunaan teknologi (Attitude Towards Using Technology/ATUT) terhadap faktor minat perilaku menggunakan teknologi (Behavioural Intention to Use). Ketika minat perilaku menggunakan teknologi dalam hal ini motivasi untuk tetap menggunakan SUOT-RD dan motivasi ke sesama pengguna SUOT-RD bernilai baik, maka media tersebut akan tetap diterima siswa untuk digunakan sebagai media evaluasi pembelajaran.

5.2 Rekomendasi

Setelah penelitian dilaksanakan dan dilakukan analisis terhadap tingkat penerimaan penggunaan SUOT-RD dengan menggunakan metode Techonology Accepted Model dan pengolahan data dengan metode Structural Equation Model, penulis merekomendasikan beberapa masukan yang dirasakan dapat dijadikan pertimbangan untuk kemajuan dalam penggunaan media SUOT-RD dalam pelaksanaan ujian. Masukan-masukan tersebut antara lain:


(2)

96

1. SUOT-RD yang digunakan sebagai salah satu media evaluasi pembelajaran haruslah user friendly, yaitu mudah untuk digunakan agar siswa maupun guru tidak merasa ribet saat menggunakan media tersebut dan siswa dapat mengerjakan soal-soal ujian dengan nyaman dan tertib.

2. Bagi pihak sekolah atau lembaga yang menggunakan SUOT-RD sebagai media evaluasi pembelajaran direkomendasikan untuk lebih memperhatikan infrastruktur yang dibutuhkan untuk mengoperasikan media tersebut dengan menyesuaikan spesifikasi komputer.

3. Bagi guru yang menggunakan SUOT-RD sebagai media evaluasi pembelajaran direkomendasikan agar dapat menguasai penggunaan media tersebut dan tetap peka dalam menguasai keadaan kelas .

4. Bagi pengembang software SUOT-RD perlu dilakukan pengembangan lebih lanjut berkaitan dengan kemudahan dalam proses instalasi software, kemudahan penggunaan fitur-fitur software, kelengkapan fitur-fitur yang dibutuhkan selama proses ujian berlangsung, serta kestabilan software pada saat digunakan agar teknologi SUOT-RD ini menjadi media yang benar-benar memberikan kemudahan dalam pelaksanaan ujian.

5. Bagi peneliti kajian di bidang ini selanjutnya penulis merekomendasikan untuk merancang dan menguji model penerimaan baru yang dibangun dari konstruksi dasar Technology Accepted Model (TAM) ditambah dengan konstruksi/faktor lain yang menurut peneliti berpengaruh dan memiliki dasar teori yang menjadi alasan kuat ditambahkannya konstruksi atau faktor tersebut.


(3)

97

DAFTAR PUSTAKA

___ITALC. http://en.wikipedia.org. [15 Desember 2010]

___Pengenalan Path Analysis & SEM. (2009). [online]. http://leoriset.blogspot.com/2009/07/pengenalan-path-analysis-sem. [14 Desember 2010]

___Remote_Desktop. http://en.wikipedia.org. [15 Desember 2010]

___Remote_Desktop. http://id.wikipedia.org. [15 Desember 2010]

___Standards for Technological Literacy : Content for the Study of Technology. (2000). Virginia : International Technology Education Association.

Andriyani Dwi. S.ST. (2010). Pengenalan Structural Equation Modeling. [online].http://www.infoskripsi.com/Theory/Structural-Equation-Modelling-SEM. [14 Desember 2010]

Budi. (2010). Sekilas Tentang Technology Acceptance Model (TAM). [online]. http://www.google.co.id/search?q=langkah-langkah+metode+TAM&ie=utf-8&oe=utf. [14 Desember 2010]

Dengan Kecenderungan Menyontek Pada Mahasiswa Akhir. Skripsi Sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Surabaya: tidak diterbitkan

Hermawan Arif. (2010). Pengembangan Model Penerimaan Penggunaan Internet Mahasiswa Program Studi Manajeman Informatika DIII Universitas Teknologi Yogyakarta. Yogyakarta : Yogyakarta University of Technology.


(4)

98

Malhotra Yogesh, Galletta F. Dennis. (1999). Extending the Technology Acceptance Model to Account for Social. Hawaii International Conference on System Sciences. University of Pittsburgh & BRINT Research Institute.

Martiningrum, Spd (2009). Perilaku Menyontek Pada Siswa SMA Negeri 1 Wirosari. Skripsi Sarjana Strata 1 pada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta: tidak diterbitkan

Marzuki, C. 1999. Metodologi Riset. Jakarta: Erlangga.

Munir.Dr. (2008). Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung : Alfabeta.

Munir.Dr. (2009). Penggunaan Learning Manajement System (LMS) di Perguruan Tinggi : Studi Kasus di Universitas Pendidikan Indonesia. Yogyakarta : Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia DIY & LPM Universitas Negeri Yogyakarta.

Park, S. Y. (2009). An Analysis of the Technology Acceptance Model in Understanding University Students' Behavioral Intention to Use e-Learning. Educational Technology & Society, 12 (3), 150–162.

Prasetyo Bambang, Jannah M. Lina. (2005). Metode Penelitian Kuantitatif, Teori dan Aplikasi. Jakarta : Rajawali Pers.

Purwanto, Ngalim, 1999, Prinsip-Prinsip Dan Teknik Evaluasi Pengajaran, bandung PT. Remaja Rosdakarya.

Shadily, Hassan, 2002, Ensiklopedi Indonesia-edisi khusus, Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.


(5)

Stéphane Bouchard, Ph.D., Bertrand Manon. (2008). Applying The Technology Acceptance Model To Vr With People Who Are Favorable To Its Use. Journal of Cyber Therapy & Rehabilitation Summer 2008, Volume 1 , Issue 2. Virtual Reality MedicalInstitute.

Sudjana, Nana, 2005, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Supriyantini, M. Si. (2010). Perbedaan Kecemasan Dalam Menghadapi Ujian Antara Siswa Program Reguler Dengan Siswa Program Akselerasi. Tesis Doktor pada Fakultas Psikologi USU Medan: tidak diterbitkan

Tangke Natalia. (2004). Analisa Penerimaan Penerapan Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK) Dengan Menggunakan Technology Acceptance Model (TAM) Pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 6, No. 1, Mei 2004: 10 – 8.

Wattimena Reza (2010). Teknologi yang Membebaskan Manusia? Teknologi Informasi-Komunikasi dan Pendidikan Tinggi . [online]. http://www.dapunta.com/teknologi-yang-membebaskan-manusia-teknologi-informasi-komunikasi-dan-pendidikan-tinggi.html. [14 desember 2010]

Wattimena Reza (2010). Teknologi yang Membebaskan Manusia? Teknologi Informasi-Komunikasi dan Pendidikan Tinggi . [online]. http://www.dapunta.com/teknologi-yang-membebaskan-manusia-teknologi-informasi-komunikasi-dan-pendidikan-tinggi.html. [14 desember 2010]

Wibowo Arief. (2008). Kajian tentang perilaku pengguna sistem informasi Dengan pendekatan technology acceptance model (TAM). [online].


(6)

900

http://peneliti.bl.ac.id/wpcontent/uploads/2008/02/arif+wibowo.pdf. [14 Desember 2010]

Wibowo, A. (2006). Kajian Tentang Perilaku Pengguna Sistem Informasi Dengan Pendekatan Technology Acceptance Model (TAM). Jakarta : Universitas Budi Luhur.

Wijaya Toni. (2009). Analisis Structural Equation Modeling Menggunakan AMOS. Yogyakarta : Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Wijaya Wisnu Stevanus. (2010). Kajian Teoritis Technology Acceptance Model Sebagai Model Pendekatan Untuk Menentukan Strategi Mendorong Kemauan Pengguna Dalam Menggunakan Teknologi Informasi Dan komunikasi. wisnuwijaya@students.itb.ac.id

Yuadi Imam. (2010). Analisis Technology Acceptance Model terhadap Perpustakaan Digital dengan Structural Equation Modeling. Departemen Ilmu Informasi dan Perpustakaan.