KONTRIBUSI POLA ASUH ORANG TUA DAN BIMBINGAN GURU TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL ANAK USIA DINI : Studi Deskriptif Analitik pada Taman Kanak – Kanak Se-Kecamatan Pandeglang.

(1)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ………..………....……..…………. i

KATA PENGANTAR ……….………... ii

DAFTAR ISI ………...…………... ix

DAFTAR TABEL ……….………... Xi DAFTAR GRAFIK ………..………... Xii BAB I. PENDAHULUAN ……… A. Latar Belakang ………. ………... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah …….………... 9

C. Tujuan dan Mamfaat Penelitian …………...……… 11

D. Asumsi ………..………... 13

E. Hipotesis ………. ………… 15

F. Definisi Operasional ……… 15

G. Metode Penelitin ………... 17

H. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian ....………... 17

BAB II. KECERDASAN EMOSIONAL ANAK, POLA ASUH ORANGTUA DAN BIMBINGAN GURU ………... 20

A. Kecerdasan Emosional Anak ………. 20

1. Pengertian Kecerdasan Emosional ……….………... 20

2. Dimensi-dimensi Kecerdasan Emosional ……….. 26

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional Pada Anak ……….……….... 33

4. Masalah – masalah Perkembangan Emosional Anak …….……. 38

B. Pola Asuh Orangtua ………... 48

1. Peran Orang Tua dalam Memfasilitasi Kecerdasan Emosional Anak ... 48

2. Perkembangan Emosi Anak ... 58

C. Bimbingan Guru ………. 63


(2)

x

2. Asas, Prinsip dan Fungsi Bimbingan ... 67

3. Penerapan Bimbingan oleh Guru ... 78

BAB III. METODE PENELITIAN ………... 84

A. Desain Penelitian ... 84

B. Pengembangan Alat Pengumpul Data ... 86

C. Penentuan Sampel (subjek studi) ... 98

D. Pengumpulan Data ... 106

E. Prosedur dan Teknik Pengolahan Data ... 107

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 111

A. Temuan Penelitian ……….. 111

B. Pembahasan Hasil Penelitian ………. 128

BAB V. SIMPULAN DAN REKOMENDASI ……… 149

A. Simpulan ……… 149

B. Rekomendasi ...………... 152

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN


(3)

1

BAB PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan syarat utama kemajuan suatu bangsa. Sejarah dunia membuktikan, bangsa-bangsa besar dan yang pernah berkuasa di eranya masing-masing ditopang oleh penguasaan atas teknologi dan ilmu pengetahuan. Bangsa Indonesia, sejak kemerdekaan diraih bertekad untuk mewujudkan generasi masa depan yang maju.

Undang-Undang No. 20 tahun 2003 Bab II pasal 3, menjelaskan bahwa : “Pendidikan nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Pendidikan merupakan usaha sadar, karena disadari adanya unsur kesengajaan dari pendidikan untuk mengembangkan kepribadian dan potensi anak. Pendidikan sifatnya berlangsung seumur hidup, baik yang berlangsung di dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat. Langeveld mengemukakan, bahwa pendidikan ialah suatu bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai tujuan, yaitu kedewasaan (Salam, 2002: 4).

Dalam pelaksanaan pendidikan, keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi perkembangan individu. Sejak kecil anak tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga. Dalam hal ini, peranan orang tua


(4)

menjadi amat sentral dan sangat besar pengaruhnya bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Di dalam tradisi masyarakat maupun secara normatif orang tua memiliki kewajiban untuk mendidik dan mengasuh anak-anaknya seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Perintah tersebut sangat beralasan karena kualitas sumberdaya manusia di muka bumi ini sangat ditentukan oleh faktor pendidikan dasar yang diberikan oleh orangtuanya. Anak-anak yang diasuh secara baik dan dibekali dengan pendidikan yang memadai diharapkan akan menjadi anak yang baik (shalih/shalihah), dan setelah dewasa menjadi orang-orang yang beruntung, berguna bagi bangsa dan agamanya.

Dalam konteks pengasuhan dan perlindungan anak, orangtua dan keluarga mempunyai peran sentral, karena anak sangat tergantung pada orang dewasa. Bagi anak yang memiliki orang tua, pengasuhan anak menjadi tanggung jawab orangtuanya, tetapi bagi anak yang dalam kondisi tertentu tidak memiliki orangtua, maka negara berkewajiban mencarikan keluarga alternatif melalui hukum adopsi atau lembaga asuh pengganti keluarga agar mereka dapat berkembang sebagaimana layaknya anak-anak yang hidup dalam keluarganya yang asli.

Anak merupakan individu yang berbeda dengan orang dewasa. Di mana pada masa ini mereka sangat membutuhkan peran serta orang lain terutama orang tua dan keluarga sekitar mereka tinggal. Anak merupakan pribadi yang unik yang pada masa ini mereka menyusun pola tingkah laku, karakter, kecerdasan serta emosinya kelak. Dari sini peran serta orang tua dan orang di sekitarnya sangat


(5)

diperlukan. Peran orang tua serta lingkungan sekitar inilah yang nantinya akan menentukan perkembangan anak selanjutnya.

Setiap anak yang lahir normal, baik fisik maupun mentalnya, memiliki potensi untuk menjadi cerdas. Howard Gardner (1983: 15), seorang pakar pendidikan mengemukakan bahwa setiap manusia memiliki 8 kemampuan dalam dirinya. Kedelapan kemampuan tersebut adalah kemampuan berbahasa (linguistik), kemampuan memahami gambar (spasial), kemampuan memahami diri sendiri (intrapersonal), kemampuan mengenal orang lain (interpersonal), kemampuan musik, kemampuan kinestetik (gerak), kemampuan mengenal alam (natural) dan kemampuan logis-matematis (mengenal angka-angka). Kedelapan kemampuan akan lengkap apabila ditambah dengan kemampuan atau kecerdasan emosi yang dipopulerkan oleh Daniel Goleman.

Emosi merupakan faktor penentu keberhasilan seorang anak (individu), dikatakan demikian karena dengan pengendalian emosi yang baik dan terarah, maka kemampuan atau kecerdasan lainnya akan dengan mudah terkendali dengan baik. Emosi terkait erat dengan tingkat pemahaman dan dengan pemeliharaan kesehatan sel-sel otak serta sistem kekebalan tubuh manusia. Neurosains telah mengungkapkan lokus di dalam otak yang berisi indra-indra emosional manusia dan jalur-jalur saraf yang menghubungkan emosi dengan fungsi-fungsi intelektual.

Salah satu aspek non intelektual adalah kualitas emosional yang kemudian oleh Goleman dinamakan sebagai “kecerdasan emosional”, sebagaimana dikatakan Goleman (1995: 38) bahwa “keberhasilan kita dalam kehidupan


(6)

ditentukan oleh keduanya tidak hanya oleh IQ, tetapi kecerdasan emosional-lah yang memegang peranan”.

Tetapi para orangtua lebih memperhatikan tingkat kecerdasan intelektual anak-anaknya. Orangtua akan senang dan bangga apabila anaknya memiliki IQ yang tinggi, yang dibuktikan dengan nilai-nilai yang tinggi di bidang akademik, pandai membaca dan berhitung. Tes IQ hanya mengukur sebagian kecil kemampuan manusia, belum melihat keterampilan menghadapi aneka tantangan hidup. Faktor IQ dianggap cuma menyumbang 20% dalam menentukan sukses seseorang, sedangkan kecerdasan emosional memberi kontribusi 80%. Untuk itu diperlukan upaya untuk meningkatkan kecerdasan emosional, karena menurut Goleman ‘intelektualitas tak dapat bekerja dengan sebaik-baiknya, tanpa kecerdasan emosional (Goleman, 1995: 38). Agar upaya ini lebih efektif, harus dikembangkan sejak anak masih usia dini.

Pada usia dini, anak-anak berada pada “masa peka”itu suatu masa yang dimana seluruh jiwa anak masih mudah untuk dipengaruhi perkembangannya. Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk mengembangkan kecerdasan emosional anak-anaknya, sejak mereka berusia dini. Bila pembelajaran-pembelajaran kecerdasan emosional diterapkan pada anak sejak dini, maka anak akan semakin terampil dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya, sehingga dengan tingginya kecerdasan emosional yang dimilikinya, memungkinkan anak untuk tumbuh sebagai individu dewasa yang berhasil dalam hidupnya.


(7)

Sejalan dengan itu keteladanan temperamen dan perilaku dari orangtua, merupakan hal yang sangat penting bagi anak sebagai model perilaku untuk ditiru. Sehingga tidak mengherankan apabila seorang anak yang ibunya depresif dan tidak tanggap terhadap kehidupan emosi bisa mengakibatkan seorang anak yang suka menarik diri, rewel, tidak bersemangat atau memperlihatkan gejala gangguan emosional.

Orang tua pada umumnya memberi perhatian yang sangat besar pada perkembangan kognisi, fisik dan kemampuan anaknya dalam berbicara dan hal motorik. Sebagai contoh, orang tua lebih memperhatikan pertambahan berat badan dan tinggi badan anak, pertumbuhan gigi. Orang tua juga pada umumnya mencatat perkembangan kemampuan motorik anaknya seperti kapan anak dapat merangkak, berdiri dan berjalan. Namun, orang tua pada umumnya kurang memberikan perhatikan pada tahap-tahap perkembangan emosi anaknya.

Kurangnya perhatian orang tua terhadap perkembangan emosi anak-anaknya, juga disebabkan kebanyakan mereka belum mengerti arti pentingnya emosi bagi kelangsungan hidup anak-anaknya kelak jika dewasa, sebagai akibat dari rendahnya taraf pendidikaan orang tua tersebut. Juga karena kebanyakan orang tua sibuk bekerja, sehingga tidak sempat untuk berkomunikasi dengan anak. Para orang tua merasa dengan telah memberikan keperluan-keperluan fisik anak-anaknya, seperti makan, pakaian, mainan, uang saku, mereka telah menunaikan kewajibannya sebagai orang tua. Dengan kata lain, tingkat pendidikan dan ekonomi orang tua akan berpengaruh terhadap pola asuh yang mereka terapkan. Ada orang tua yang tidak sabar dan menginginkan anak-anaknya memiliki disiplin


(8)

dengan cepat. Mereka mengajarkan disiplin bukan melalui pembiasaan yang disertai contoh konkrit perilaku orang tuanya, tetapi disiplin ditanamkan dengan cara memarahi dan menghukum apabila si anak tidak menuruti perintah dan larangan orang tua.

Disamping peran orang tua dalam keluarga hal yang tidak kalah penting adalah peran guru di sekolah. Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi anak untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan anak. Guru mempunyai tugas mendidik dengan titik berat memberikan arah dan motivasi pencapaian tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Memberi fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar yang memadai. Guru juga membantu perkembangan aspek – aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai, dan penyesuaian dini.

Dalam proses belajar mengajar guru tidak terbatas sebagai penyampai ilmu pengetahuan akan tetapi lebih dari itu, ia bertanggung jawab akan keseluruhan perkembangan kepribadian anak. Ia harus mampu menciptakan proses belajar yang sedemikian rupa sehingga dapat merangsang anak untuk belajar secara aktif dan dinamis dalam memenuhi kebutuhan dan menciptakan tujuan ( Slameto, 2003: 97 ).

Selanjutnya dari hasil observasi penulis pada anak-anak TK di wilayah Kecamatan Pandeglang banyak dijumpai anak-anak TK yang menunjukan tingkat emosi yang tidak diharapkan, seperti mudah marah, mudah tersinggung, mudah


(9)

putus asa dan menangis, egosentris (memandang sesuatu dari sudut pandangnya sendiri), pemalu, sulit berteman, berbicara kasar, takut, cemas, irihati dan cemburu, tidak disiplin, dan sebagainya.

Sikap emosional anak yang tidak diharapkan ini, tidak dapat dibiarkan begitu saja, karena akan menimbulkan kesulitan pada anak itu sendiri dalam bergaul dengan teman-temannya. Juga, anak akan mengalami kesulitan dalam memasuki lingkungan pergaulan yang lebih luas. Bila sikap emosional yang tidak diharapkan ini dibiarkan, maka sikap emosional ini akan lebih terbentuk pada anak, dan anak akan lebih sulit lagi dalam melalui tahap-tahap perkembangan selanjutnya.

Untuk lebih dapat mengatasi aneka ragam tantangan hidup, yang merupakan kunci sukses di masa datang, anak-anak perlu dibekali keterampilan sikap emosional, suatu kemampuan untuk mengenali, mengolah dan mengontrol diri, agar anak mampu merespon secara positif terhadap setiap kondisi yang merangsang munculnya perilaku sosial yang tidak baik.

Selanjutnya, agar anak dapat berperilaku seperti yang diharapkan seperti juga dalam berbagai aspek pertumbuhan dan perkembangan anak lainnya, orang tua sangat berperan penting untuk menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dalam mengembangkan perilaku anak, dimana orang tua menyadari perasaan anaknya, mendengarkan dengan penuh empati dan membantu anak dalam mengenali perilaku anak itu sendiri dan perilaku orang lain, mengelola dan mengekpresikan perilaku secara normal dan tepat, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan membina hubungan.


(10)

Dengan mengajarkan perilaku yang baik kepada anak-anak, diharapkan mereka dapat lebih mampu mengatasi berbagai persoalan yang timbul selama proses perkembangannya menuju manusia dewasa. Untuk lebih dapat mengatasi aneka ragam tantangan hidup, yang merupakan kunci sukses di masa datang, anak-anak perlu dibekali keterampilan emosi, suatu kemampuan untuk mengenali, mengolah dan mengontrol emosi, agar anak mampu merespon secara positif terhadap setiap kondisi yang merangsang munculnya emosi-emosi tersebut. Anak dikatakan cerdas secara emosional bila ia memiliki kemampuan yang baik dalam hal ini.

Dalam tulisan ini, penelitian akan difokuskan kepada pola asuh yang diterapkan oleh para orang tua dan guru terhadap perkembangan kecerdasan emosional anak-anaknya yang berusia 4 sampai 6 tahun dengan pertimbangan bahwa, orang tua dan guru merupakan faktor dominan dalam mendidik, membimbing dan membina anak baik dilingkungan keluarga maupun di sekolah. Perkataan, sikap dan perilaku orang tua dan guru akan diikuti ditiru oleh anak. Selanjutnya, di dalam lingkungan keluarga dan sekolah, anak akan terus menerus mendapatkan pengalaman-pengalaman dari orang tua dan gurunya, sehingga pengaruh yang diterima anak di dalam lingkungan keluarga dan sekolah lebih banyak dibandingkan lingkungan lainnya. Di rumah dan di sekolah pendidikan anak harus dimulai. Dalam konteks ini, orang tua dan guru sebagai pengajarnya, ia harus memahami pelajaran yang hendak menuntun dia seumur hidupnya, pelajaran tentang penghargaan, penuturan, penghormatan, pengendalian diri. Dengan demikian, pola asuh orang tua dan bimbingan guru dalam mendidik


(11)

anak-anak memegang peranan yang sangat penting dalam pembentukan dan perkembangan emosional anak.

Disamping itu, orang tua dan guru memiliki sebuah peluang yang luar biasa untuk mempengaruhi kecerdasan emosional anak-anak mereka dengan menolong mereka mempelajari tingkah laku yang menghibur diri sejak bayi dan seterusnya. Setiap orang tua dan guru memiliki karakteristik pola asuh masing-masing dan mengakibatkan tingkat kecerdasan emosional anak akan berbeda-beda sesuai dengan pola asuh yang diterapkan oleh orang tua dan guru tersebut.

Gottman dan DeClaire (1997: 29) mengatakan bahwa “kecerdasan emosional anak hingga tahap tertentu ditentukan oleh temperamen, yaitu ciri-ciri kepribadian yang dibawa anak sewaktu dilahirkan; tetapi kecerdasan tersebut juga dibentuk oleh interaksi-interaksi si anak dengan orangtuanya. Interaksi-interaksi si anak dengan orangtuanya dapat dibentuk melalui pola asuh yang diterapkan oleh orangtua mereka”.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Mengingat luasnya masalah pada penelitian ini, masalah dibatasi pada kontribusi pola asuh yang diaplikasikan oleh orangtua dan guru terhadap kecerdasan emosional anak usia dini (4-6 tahun). Berdasarkan hal itu, maka akan diuraikan secara singkat berkenaan dengan pola asuh orangtua dan bimbingan guru, serta kecerdasan emosional anak usia dini (4-6 tahun).

Pola asuh orangtua dan bimbingan guru merupakan suatu cara yang dijadikan sebagai pedoman dalam usaha mendidik, membimbing, membina,


(12)

melindungi, merawat dan mengawasi anak yang merupakan perlakuan orangtua dan guru baik secara langsung maupun tidak langsung yang memberikan dampak terhadap perkembangan anak untuk menjadi pribadi/individu yang berkembang normal dan optimal, terutama pada perilaku sosial emosionalnya.

Kecerdasan emosional adalah kemampuan-kemampuan untuk mengenali emosi diri dan orang lain, mengelola dan mengekspresikan emosi diri dengan tepat, memotivasi diri, berempati, dan bijaksana dalam berhubungan dengan orang lain.

Anak usia dini (4-6 tahun) merupakan masa dimana seluruh fungsi jiwa anak masih mudah untuk dipengaruhi perkembangannya, pada usia ini anak masih bersikap polos, lugu, apa adanya sehingga sangat menunjang penelitian dimana perilaku anak yang tampak akan lebih mudah untuk diamati.

Adapun dari rumusan masalah tersebut dikembangkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana gambaran empiris pola asuh orangtua, bimbingan guru dan kecerdasan emosional anak di Taman Kanak-kanak Se-Kecamatan Pandeglang?

2. Seberapa besar kontribusi pola asuh orangtua terhadap kecerdasan emosional anak di Taman Kanak-kanak se-Kecamatan Pandeglang?

3. Seberapa besar kontribusi bimbingan guru terhadap kecerdasan emosional anak di Taman Kanak-kanak se-Kecamatan Pandeglang?

4. Seberapa besar kontribusi pola asuh orangtua dan bimbingan guru terhadap kecerdasan emosional anak di TK Se-Kecamatan Pandeglang?


(13)

Untuk menggambarkan hubungan antara variabel-variabel yang terdapat dalam pertanyaan-pertanyaan di atas, lihat ilustrasi dibawah ini :

rx1y

Rx1x2y

rx2y

Keterangan :

X1 = Pola Asuh Orang Tua X2 = Bimbingan Guru

Y = Kecerdasan emosional Anak

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini secara umum dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran mengenai pola asuh orangtua dan bimbingan guru yang diaplikasikan dalam memfasilitasi kecerdasan emosional anak, sehingga orangtua dan guru memiliki pengetahuan dan pemahaman yang komprehensif tentang kecerdasan emosional anak, yang nantinya akan memudahkan orangtua dan guru dalam mendidik dan membimbing anak. Apabila anak memiliki peningkatan kecerdasan emosional yang baik, maka diharapkan anak memiliki kemampuan untuk dapat menghadapi

X 1

X 2


(14)

berbagai masalah dan tantangan kehidupan yang lebih kompleks dalam proses perkembangannya menuju individu dewasa dan sukses.

Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Mengetahui dan menganalisis gambaran empiris pola asuh orangtua dan

bimbingan guru terhadap kecerdasan emosional anak di TK Se-Kecamatan Pandeglang?

2. Mengetahui dan menganalisis pola asuh yang dilakukan orangtua terhadap kecerdasan emosional anak di TK Se-Kecamatan Pandeglang.

3. Mengetahui dan menganalisis bimbingan guru terhadap kecerdasan emosional anak di TK Se-Kecamatan Pandeglang.

4. Mengetahui dan menganalisis seberapa besar kontribusi pola asuh orangtua dan bimbingan guru terhadap kecerdasan emosional anak di TK Se-Kecamatan Pandeglang.

Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain :

1. Diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan konseptual tentang pola asuh orangtua dan bimbingan guru yang berpengaruh dalam memfasilitasi kecerdasan emosional anak usia dini

2. Diharapkan dapat membantu orangtua dan guru dalam pemahaman tentang bagaimana mendidik, mengasuh dan membimbing anak agar kecerdasan emosionalnya dapat berkembang dengan baik.


(15)

D. Asumsi

Untuk tercapainya sasaran penelitian, maka diperlukan asumsi atau anggapan dasar sebagai dasar dan titik tolak penelitian. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Surakhmad (1985: 107) bahwa anggapan dasar atau postulat adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyelidik itu. Adapun anggapan dasar dalam penilitian ini adalah sebagaimana berikut : 1. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan

utama. Dikatakan pertama, karena sejak anak masih ada dalam kandungan dan lahir berada dalam keluarga. Dikatakan utama karena keluarga merupakan wadah yang sangat penting dalam proses pendidikan untuk membentuk pribadi yang utuh, (Santoso, 2002: 28). Lingkungan keluarga juga memiliki nilai strategis dalam pembentukan kepribadian anak. Sejak kecil, anak sudah mendapat pendidikan dari kedua orang tuanya melalui keteladanan dan kebiasaan hidup sehari – hari dalam keluarga.

2. Peran guru di sekolah sangat urgen. Guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi anak untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan anak. Guru mempunyai tugas mendidik dengan titik berat memberikan arah dan motivasi pencapaian tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Memberi fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar yang memadai. Guru juga membantu perkembangan aspek – aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai, dan penyesuaian dini. (Rahman, 2007: 48).


(16)

3. Bimbingan guru merupakan bantuan yang diberikan kepada individu agar dengan potensi yang dimiliki mampu mengembangkan diri secara optimal dengan jalan memahami diri, memahami lingkungan, mengatasi hambatan guna menentukan rencana masa depan yang lebih baik ( Umar & Sartono, 1998: 9 ). Makmun (2003: 36) menyebutkan bahwa tugas guru antara lain sebagai pengubah perilaku peserta didik (behavioral changes). Oleh itu, agar perilaku peserta didik dapat berkembang optimal, tentu saja seorang guru seyogyanya dapat memahami tentang bagaimana proses dan mekanisme terbentuknya perilaku para peserta didiknya.

4. Gottman dan DeClaire (1997: 29) mengatakan bahwa “kecerdasan emosional anak hingga tahap tertentu ditentukan oleh temperamen, yaitu ciri-ciri kepribadian yang dibawa anak sewaktu dilahirkan; tetapi kecerdasan tersebut juga dibentuk oleh interaksi-interaksi si anak dengan orangtuanya. Interaksi-interaksi si anak dengan orangtuanya dapat dibentuk melalui pola asuh yang diterapkan oleh orangtua mereka”.

Berdasarkan pernyataan di atas, maka anggapan dasar yang penulis ajukan adalah “Terdapat kontribusi yang signifikan antara pola asuh orangtua dan bimbingan guru terhadap kecerdasan emosional anak usia dini pada TK di Kecamatan Pandeglang Kabupaten Pandeglang”.


(17)

E. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian, (Furqon, 1997: 14). Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat dikemukakan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Terdapat kontribusi positif yang signifikan dari pola asuh orang tua terhadap kecerdasan emosional anak usia dini di Taman Kanak-kanak se-Kecamatan Pandeglang.

2. Terdapat kontribusi positif yang signifikan dari bimbingan guru terhadap kecerdasan emosional anak usia dini di Taman Kanak-kanak se-Kecamatan Pandeglang.

3. Terdapat kontribusi positif yang siginifikan dari pola asuh orang tua dan bimbingan guru terhadap kecerdasan emosional anak usia dini di Taman Kanak-kanak se-Kecamatan Pandeglang.

F. Definisi Operasional

Agar diperoleh gambaran mengenai penelitian ini, ada beberapa variabel

yang perlu mendapatkan pendefinisian secara operasional yaitu :

1. Pola Asuh Orang Tua merupakan perilaku atau respon orang tua kepada

anak-anaknya baik langsung maupun tidak langsung yang berhubungan dengan aspek perilakunya, yang meliputi pemahaman dan penghargaan orang tua atas sikap dan perilaku anak, ikatan dan hubungan batin antara orang tua dengan anak.


(18)

Pendidikan dalam keluarga memiliki nilai strategis dalam pembentukan perilaku sosial anak. Sejak kecil anak sudah melakukan komunikasi dan interaksi dengan anggota keluarga khususnya kedua orangtua. Sejak itu pula anak sudah mendapatkan pendidikan dari kedua orangtuanya melalui keteladanan dan pembiasanan hidup sehari-hari. Baik tidaknya keteladanan dan pembiasaan yang diberikan kedua orangtua akan sangat berpengaruh terhadap peningkatan kecerdasan emosional anak.

2. Bimbingan Guru merupakan proses memberikan bantuan kepada anak agar

ia, sebagai pribadi memiliki pemahaman yang benar akan diri pribadinya dan akan dunia disekitarnya, mengambil keputusan untuk melangkah maju secara optimal dalam perkembangannya dan dapat menolong dirinya sendiri menghadapi serta memecahkan masalah-masalahnya. Semuanya demi tercapainya penyesuaian yang sehat dan demi memajukan kesejahteraan mentalnya ( Slameto, 1988: 2 ).

Bimbingan guru merupakan bantuan yang diberikan kepada individu agar dengan potensi yang dimiliki mampu mengembangkan diri secara optimal dengan jalan memahami diri, memahami lingkungan, mengatasi hambatan guna menentukan rencana masa depan yang lebih baik ( Umar & Sartono, 1998 : 9 ).

Bimbingan membantu individu dalam menentukan suatu pilihan, keputusan dan mencapai kepada tingkat perkembangan diri yang optimal, sesuai dengan sistem nilai tentang kehidupan yang baik dan benar. Pemberian bimbingan guru terhadap anak-anak diarahkan kepada : (a) pemberian


(19)

informasi tentang suatu makna kepada anak (b) memberikan suatu arahan kepada anak (c) memberikan bantuan dalam menyelesaikan tugas-tugas (d) memberi bantuan pembiasaan.

3. Kecerdasan Emosional adalah kecenderungan sikap dan perilaku anak yang meliputi perasaan dan ungkapan emosional anak, ikatan dan interaksi emosional antara anak dengan orangtua, anak dengan guru, dan anak dengan teman sebayanya yang dijabarkan ke dalam lima dimensi kecerdasan, yaitu mengenal emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan.

G. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survey. Penggunaan metode ini didasarkan atas pendapat yang dikemukakan Kerlinger (1973: 410) bahwa : “penelitian survey mengkaji populasi besar maupun kecil dengan menyeleksi serta mengkaji sampel yang dari populasi itu guna menemukan insidensi, distribusi, dan interelasi relatif dari variabel-variabel sosiologi dan psikologi.” Dengan demikian berarti metode penelitian yang digunakan dalam survey merupakan sampel yang bersifat korelasional.

H. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Taman Kanak-kanak se-Kecamatan Pandeglang Kabupaten Pandeglang. Adapun TK yang menjadi tempat penelitian adalah : TK Pembina Negeri, TK Bayangkhari, TK Kartika dan TK Nasional.


(20)

Alasan pemilihan tempat penelitian, antara lain :

a. TK Pembina merupakan TK Negeri sebagai TK percontohan bagi penyelenggaraan pendidikan TK di Kabupaten Pandeglang.

b. TK Bayangkhari merupakan TK swasta yang berada di lingkungan Polres Pandeglang, yang dikelola oleh sebuah yayasan. Mayoritas siswanya adalah anak-anak dari para orangtua Polres Pandeglang.

c. TK Kartika merupakan TK swasta yang berada di lingkungan Komando Distrik Militer (Kodim) 0601 Pandeglang, yang dikelola oleh sebuah yayasan. Mayoritas siswanya adalah merupakan anak-anak dari para orangtua Kodim 0601 Pandeglang.

d. TK Nasional adalah TK swasta yang dikelola oleh sebuah yayasan, yang memiliki siswa dengan latar belakang profesi orangtua yang bervariasi.

2. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, hasil menghitung atau pengukuran, kuantitas maupun kualitas mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan yang lengkap dan jenis yang ingin dipelajari sifat-sifatnya. Adapun sebagian yang diambil dari populasi disebut populasi. (Sudjana, 1996: 6). Populasi dalam penelitian ini adalah orangtua dari seluruh anak-anak TK, dan guru sebagai pendidik pada TK tersebut.

Alasan orangtua dan guru sebagai subjek penelitian ini adalah, antara lain : orangtua merupakan guru pertama dan utama dalam kehidupan anak sebelum mereka mengenal dunia luar, dan rumah dimana orangtua dan anak tinggal bersama-sama, merupakan tempat yang paling lama untuk anak dalam


(21)

menghabiskan waktunya bersama keluarga, sehingga orangtua sangat mengenal apa saja yang dilakukan anak-anaknya. Sedangkan Guru merupakan komponen utama di sekolah yang berfungsi sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan operasional pendidikan dan pengemban tugas utama, yaitu mendidik anak.


(22)

84

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian, maka penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan metode deskriptif analitik.

Pendekatan kuantitatif digunakan untuk menganalisa data yang bersifat numerik maupun katagorik, yaitu data mengenai kontribusi pola asuh orangtua dan bimbingan guru terhadap kecerdasan emosional anak dari hasil pengumpulan data berdasarkan instrumen yang dituangkan berupa skor melalui perhitungan statistik.

Sedangkan metode deskriptif analitik menguraikan sesuatu secara sistematis tentang data atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat, menganalisis serta menginterpretasikan data yang ada pada saat penelitian dilakukan (Akil, 2002: 95).

Teknik yang digunakan dalam Penelitian ini menggunakan teknik survey. Penggunaan teknik ini didasarkan atas pendapat yang dikemukakan Kerlinger (1973: 410) bahwa : “penelitian survey mengkaji populasi besar maupun kecil dengan menyeleksi serta mengkaji sampel yang dari populasi itu guna menemukan insidensi, distribusi, dan interelasi relatif dari variabel-variabel sosiologi dan psikologi.” Menurut Efendi (1995) sebagaimana yang dikutip oleh Ridwan (2009: 64) mengatakan bahwa penelitian survei adalah ‘penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok’. Teknik pengumpulan datanya dilakukan melalui kuesioner atau


(23)

angket dan observasi. Dengan demikian berarti teknik penelitian yang digunakan dalam survey merupakan sampel yang bersifat korelasional.

Pemilihan penelitian survey ini bertujuan untuk mengambil suatu generalisasi dari pengamatan yang tidak mendalam, tetapi generalisasi yang dilakukan bisa lebih akurat bila digunakan sampel yang refresentatif, yaitu memberikan gambaran tentang pola asuh dan bimbingan yang dilakukan orangtua dan guru memberikan kontribusi terhadap kecerdasan emosional anak Taman Kanak-kanak di Kecamatan Pandeglang Kabupaten Pandeglang pada tahun ajaran 2008/2009.

Adapun teknik yang digunakan adalah teknik analisis korelasional. Teknik analisis korelasional (Arikunto, 1985) dilakukan untuk mencari besarnya hubungan variabel terikat terhadap satu atau lebih variabel bebas. Rumus yang digunakan adalah rumus Product Moment dari Karl Pearson :

(Akdon, 2008; 188)

Keterangan :

r

xy = Koefisien korelasi antara variabel X dan Y X = Jumlah skor variabel X dari seluruh responden Y = Jumlah skor variabel Y dari seluruh responden N = Jumlah responden

(

) ( )( )

) }

{

(

) }

(

{

2 2 2 2

. Y Y

n X X n Y X XY n rxy Σ − Σ Σ − Σ Σ Σ − Σ =


(24)

Setelah harga

r

xy diperoleh, kemudian disubstitusikan ke dalam rumus uji t, dengan rumus :

r√N-2 t =

√1-r (Sudjana, 1984: 380)

B. Pengembangan Alat Pengumpul Data

Dalam penelitian ini digunakan dua jenis instrument, yaitu (1) Instrumen pola asuh orangtua dan bimbingan guru berupa angket dengan ceklis jawaban selalu, sering, kadang-kadang, pernah, dan tidak pernah. (2) Instrumen tentang persepsi orangtua dan guru tentang perilaku sosial anak berupa angket dengan ceklis jawaban selalu, sering, kadang – kadang, pernah dan tidak pernah. Untuk memperkuat hasil penelitian, ditambahkan wawancara dengan orangtua dan guru dan observasi terhadap anak – anak TK yang berkaitan dengan kecerdasan emosinya.

1. Instrumen Pola Asuh Orangtua dan Bimbingan Guru

Instrumen untuk mengungkap pola asuh orangtua dan bimbingan guru disusun berupa angket. Penyusunan angket ini dilakukan dengan mengembangkan kisi – kisi kuesioner pola asuh orangtua. Dengan materi kisi-kisi disusun berdasarkan konsep dari teori Daniel Goleman (1995: 274), dengan aspek – aspek : keyakinan, rasa ingin tahu, niat, kendali diri, keterkaitan, kecakapan berkomunikasi, dan kooperatif. Dari ketujuh aspek tersebut dikembangkan menjadi beberapa indikator, kemudian dituangkan dalam bentuk item pernyataan dan


(25)

diperoleh 74 butir item untuk pola asuh orangtua dan 60 butir item untuk bimbingan guru, dengan alternatif jawaban selalu, sering, kadang – kadang, pernah, dan tidak pernah. (terlampir).

2. Instrumen Kecerdasan Emosional Anak

Instrumen untuk mengungkap persepsi orangtua dan guru tentang kecerdasan emosional disusun berupa angket. Penyusunan angket ini dilakukan melalui tahapan yaitu : mengembangkan kisi – kisi kuesioner persepsi orangtua dan guru tentang kecerdasan emosional anak. Materi kisi – kisi disusun berdasarkan konsep perilaku sosial dari teori Daniel Goleman (1995: 58-59), dengan aspek – aspek : (1) mengenali emosi diri, (2) mengelola emosi, (3) motivasi emosi, (4) mengenali emosi orang lain, dan (5) membina hubungan.

Dari lima aspek tersebut dikembangkan menjadi indikator, kemudian dituangkan dalam bentuk item pernyataan dan diperoleh 50 butir item dengan alternatif jawaban selalu, sering, kadang – kadang, pernah dan tidak pernah. (terlampir).

Penyusunan angket tersebut disesuaikan dengan tingkat perkembangan perilaku sosial anak. Pada usia empat sampai tujuh tahun, anak antara lain sudah (1) mulai bergiat di luar rumah, bertemu teman baru, (2) mulai belajar berkomunikasi dengan jelas, (3) mulai belajar bagaimana menunggu giliran dalam berbicara dan bermain, (4) mulai menggemari permainan khayal sebagai usaha untuk mengatasi rasa cemas dan takut (Gottman dan DeClaire, 1997: 230-239).

Sebagaimana dalam Acuan Menu Pembelajaran Generik Depdiknas (2002: 30-32) menyatakan bahwa pada aspek pengembangan perilaku anak usia 4 – 6


(26)

tahun telah mampu melakukan hal – hal berikut; (1) bermain bersama dan bergantian menggunakan alat mainan, (2) berani berangkat ke tempat belajar tanpa diantar, (3) dapat memilih kegiatan sendiri, (4) menunjukan ekspresi wajar saat marah, sedih, takut, dsb, (5) menjadi pendengar dan pembicara yang baik, (6) sabar menunggu giliran dan terbiasa antri, (7) mengerti aturan main dalam bermain bersama, (8) memiliki kebiasan teratur, (9) dapat memecahkan masalah sederhana, dan (10) mengetahui hak dan kewajiban.

Berikut tabel kisi – kisi angket pola asuh orangtua dan bimbingan guru dan persepsi orangtua dan guru tentang kecerdasan emosional anak.

TABEL 3.1

Kisi – Kisi Instrumen dan Item Angket Kecerdasan Emosional Anak,

Pola Asuh Orang Tua, dan Bimbingan Guru

NO VARIABEL SUB VARIABEL INDIKATOR No Item Sebelum Validasi

No Item Yang Terpakai

I Kecerdasan Emosional Anak

1. Mengenali Emosi Diri

2. Mengelola Emosi

1)Mengenali dan merasakan emosi 2)Memahami

penyebab timbulnya emosi 3) Mengenali

perasaan dan tindakan

1) Pengendalian rasa marah, sedih, takut

2) Tidak berperilaku agresif

3) Menjadi

pendengar dan pembicara yang baik

4) Sabar menunggu giliran 1,2,3,4 5,6,7 8,9,10 11,12,13, 14, 15,16,17 18, 19,20 21 1,2,3, 4,5,6 7,8,9 10,11,12, 13,14,15 16, 17, 18


(27)

3. Motivasi Diri

4. Mengenali Emosi Orang Lain

5.Membina Hubungan

1)Tidak prustasi ketika gagal melakukan sesuatu

2)Memiliki cita-cita yang realistis 3)Dapat

memusatkan perhatian 4)Senang

melakukan suatu kebaikan tanpa mengharap imbalan

1)Dapat membaca emosi orang lain 2)Mengetahui dan

merasakan ketika temannya sedang marah

3)Tanggap dan peka terhadap perasaan orang lain

4) Menolong

temannya dan menengoknya bila sakit

1) Tidak mengganggu teman dengan sengaja

2) Tidak sulit berbagi alat permainan dengan temannya 3) Tidak mengalami

kesulitan untuk bergaul dalam permainan kelompok dan suka bekerja sama dengan temannya 4) Bersikap sportif 5) Tidak merasa

malu ketika bermain dengan temannya

6) Tidak memilih-milih teman dalam bergaul

7) Dapat mengatasi

22, 23,

24

25, 26, 27

28, 29, 30

31, 32, 33

34

35, 36

37, 38

39, 40

41

42, 43, 44, 45

46 47, 48 49 50 19, 20, 21 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28 29, 30 31, 32 33, 34 35 36, 37, 38 39, 40 41 42


(28)

persoalan yang timbul dalam hubungan.

II Pola Asuh Orang Tua

1. Keyakinan asuhan terhadap anak

2. Rasa Ingin Tahu

3. Niat

4. Kendali diri

5. Keterkaitan

1) Kendali dan penguasaan orangtua terhadap perilaku dan perasaan anak 2) Perasaan

cenderung berhasil/optimis 3) Perasaan puas

dalam

membantu anak

1)Keinginan untuk menyelidiki /mengetahui yang bersifat positif

2)Mengenal latar belakang perilaku emosional anak 3)Mengetahui akibat

dari suatu perbuatan

1)Motif untuk berhasil

2)Ketekunan dalam mendidik anak

1)Kendali orangtua terhadap perilaku anak dan perasaan sendiri

2)Kemampuan dalam menyesuaikan tindakan dengan usia, daya pikir dan perasaan anak

Kemampuan

orangtua melibatkan diri dengan (a) anak, (b) anak dan orang lain, berdasarkan pada perasaan saling memahami

1, 2, 3, 4

5, 6, 7

8, 9, 10

11, 12, 13, 14

15, 16, 17

18, 19, 20, 21

22, 23, 24, 25, 26

27, 28, 29, 30, 31

32, 33, 34, 35, 36

37, 38, 39, 40, 41, 42

43, 44, 45 46, 47, 48 49,50, 51, 52

1, 2, 3

4,5,6

7, 8, 9,

10, 11, 12

13, 14, 15

16, 17, 18,

19,20, 21, 22,

23, 24, 25, 26,

26, 27, 28

29, 30, 31, 32

33, 34, 35, 36, 37, 38,


(29)

5.Kecakapan Berkomunikasi

6.Kooperatif

1)Kemampuan verbal dalam bertukar gagasan dan perasaan 2) Kepercayaan pada

anak 3) Kecakapan

berkomunikasi

1) Menyeimbangkan kebutuhan sendiri dengan anak 2) Menyeimbangkan

kebutuhan sendiri dan anak dengan orang lain

53, 54, 55

56, 57, 58

59, 60,61, 62, 63, 64

65, 66, 67, 70, 71,

68, 69, 72, 73, 74

39, 40, 41

42, 43

44, 45, 46,47, 48, 49, 50

51, 52, 53, 54,

55, 56, 57

III Bimbingan Guru

1. Pemahaman anak

2.Pemberian informasi

3. Penempatan

1)Kondisi keluarga dan kesehatan anak

2) Kemampuan-kemampuan anak

3) Kebiasaan anak 4) Sifat – sifat

khusus anak 5) Perkembangan dan hambatan belajar 6) Penyimpangan perilaku anak

1) Disiplin sekolah 2) Anak yang jujur,

rajin dan pintar 3) Anak yang

disayangi Tuhan, Guru, Orangtua dan teman 4) Cara berbicara

pada orang lain

1) Mempertimbangk an keadaan, kemampuan dan minat anak

2) Bergabung dalam kelompok dan kegiatan belajar yang sesuai dengan anak 1,2,3 4,5 6,7,8 9 10, 11

12, 13, 14

15, 16 17, 18, 19

20, 21, 22

23, 24 25, 26 27, 28 1,2,3 4,5 6,7,8 9 10, 11 12, 13,

14, 15, 16 ,

18,19, 20

21, 22

23,24


(30)

4. Pemberian nasihat

5. Pembiasaan

6. Bantuan

pemecahan masalah

1)Cara berpakaian 2) Cara berkawan 3) Menghadapi guru

dan orangtua 4) Menghadapi anak

yang berbeda keadaan dengan dirinya

5) Cara belajar 6) Cara bermain

1) Membaca doa sebelum dan sesudah kegiatan 2) Mengucapkan

salam dan mencium tangan guru dan orangtua

3) Tertib dalam setiap kegiatan 4) Membereskan alat

belajar dan mainan sendiri 5) Melakukan

kegiatan – kegiatan kelompok 6) Membantu anak

lain

1) Anak yang berkelainan fisik dan psikis 2) Anak yang

berperilaku tidak baik

3) Kebiasaan anak yang tidak baik 4) Masalah belajar 5) Ketergantungan pada orangtua

29, 30 31, 32, 33 34, 35 36, 37 38, 39 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49 50, 51 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60

27, 28, 29, 30,31,

32, 33

34, 35, 36,

37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44 45 46, 47, 48, 49 50, 51, 52,

(Diolah dan dimodifikasi dari teori Daniel Goleman, Gottman & DeClaire, Shapiro, Ernawulan dan Kuryati)


(31)

3. Pengujian Persyaratan Instrumen

Sebelum instrumen digunakan sebagai alat ukur, maka perlu dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas. Validitas digunakan untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan benar – benar (sahih) mengukur pola asuh orangtua, bimbingan guru dan persepsi orangtua terhadap kecerdasan emosional anak. Reliabilitas digunakan untuk melihat apakah instrumen yang digunakan benar stabil atau masih berubah – rubah. Instrumen pengukuran yang baik adalah tepat sasaran dan stabil hasilnya.

a. Validitas

Untuk mengetahui kesahihan suatu tes, digunakan indeks angka yang menunjukan sejauhmana hasil pengukuran suatu alat ukur atau tes dapat mencerminkan secara tepat karakteristik atau tingkah laku yang diperoleh dari proses belajar dalam jangka waku tertentu. Uji validitas dilakukan berkenaan dengan ketepatan alat ukur terhadap konsep yang diukur sehingga benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur. Berkaitan dengan pengujian validitas instrument. Ridwan (2007: 109-110) menjelaskan bahwa “validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat ukur. Alat ukur yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah”.

Sebelum instrumen pola asuh orangtua, bimbingan guru dan kecerdasan emosional anak digunakan, terlebih dahulu diujicobakan. Uji coba dilaksanakan pada orangtua dan guru di TK Al- Wardah sebanyak 30 orang. Pemilihan lokasi dilaksanakan dengan asumsi, TK tersebut memiliki kondisi dan karakteristik yang relatif sama dengan sampel penelitian utama. Pengambilan sampel uji coba,


(32)

diambil secara acak (random sampling) dari keseluruhan orangtua yang berjumlah 30 orang.

Untuk menguji validitas alat ukur terlebih dahulu dicari harga korelasi antara bagian-bagian alat ukur secara keseluruhan dengan cara mengkorelasikan setiap butir alat ukur dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir. Untuk menghitung validitas alat ukur digunakan rumus Pearson Product Moment adalah:

r hitung =

(

) (

)( )

(

)

{

}

{

( )

}

− − − 2 2 2 2 . . . . i i i i i i i Y Y n X X n Y X Y X n Keterangan :

r hitung =Koefisoen Korelasi

Xi = Jumlah skor item

Yi = Jumlah skor total (seluruh item) n = Jumlah responden

Jika instrumen itu valid, maka dilihat kriteria penafsiran mengenai indeks korelasinya (r) sebagai berikut :

Antara 0,800 – 1,000 : sangat tinggi Antara 0,600 – 0,799 : tinggi

Antara 0,400 – 0,599 : cukup Antara 0,200 – 0,399 : rendah

Antara 0,000 – 0,199 : sangat Rendah (tidak valid) (Ridwan, 2007: 74).

Pengolahan data yang telah diperoleh, di samping menggunakan rumus tersebut di atas, juga menggunakan program SPSS STATISTIK 17 for windows.


(33)

Untuk mengetahui tingkat validitas dari setiap nomor item, maka angka koefisien korelasi yang diperoleh, yang merupakan korelasi antara skor item dengan skor total item (nilai r hitung) dibandingkan dengan nilai rtabel pada tarap signifikan

tertentu. Kaidah pengujiannya adalah:

1. Jika nilai r hitung > nilai rtabel,, maka item tersebut dinyatakan valid dan bisa

dipakai.

2. Jika nilai r hitung < nilai rtabel, maka item tersebut dinyatakan tidak valid dan

tidak bisa dipakai

Kriteria pengujian validitas item, item tersebut dapat digunakan bila r-nya minimal 0,36. Butir item yang memiliki validitas minimal 0,36 dipergunakan sebagai butir item penelitian, sedangkan bila validitasnya kurang dari 0,36 itu dibuang. Butir-butir item hasil analisis yang dapat digunakan untuk pengumpulan data.

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Teknik yang digunakan dalam validitas isi adalah penilai ahli (judgement). Para ahli memberikan penilaian terhadap kecocokan aspek dengan butir pernyataan yang dibuat. Analisis validitas dilakukan dengan merangking kecocokan diantara para ahli. Adapun penilai ahli dalam menilai instrumen ini ada dua orang dosen yang berkompeten dalam bidangnya, yaitu : Prof. Dr. H. Syamsu Yusuf LN., M.Pd dan Prof. Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd.

b. Reliabilitas

Setelah menguji validitas setiap instrumen, maka selanjutnya melakukan uji reliabilitas. Uji reliabilitas dilakukan untuk mendapatkan tingkat ketepatan


(34)

(keterandalan atau keajegan) alat pengumpul data (instrumen) yang digunakan. Uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan metode Gutman Split Half Coefisien.

Langkah-langkah mencari nilai reliabilitas dengan metode Gutman Split Half Coefisien sebagai berikut :

Langkah 1 : Memilih dan menghitung item ganjil dan item genap. Langkah 2 : Menghitung korelasi Product Moment dengan rumus :

r hitung =

(

) (

)( )

(

)

{

}

{

( )

}

− − − 2 2 2 2 . . . . i i i i i i i Y Y n X X n Y X Y X n Keterangan :

r hitung =Koefisoen Korelasi

Xi = Jumlah skor item

Yi = Jumlah skor total (seluruh item) n = Jumlah responden

Langkah 3 : Menghitung reliabilitas seluruh tes dengan rumus Speaman Brown:

Keterangan :

r11 : Koefisien reliabilitas internal seluruh item

rb : Korelasi Product Moment antara belahan (ganjil-genap)

atau (awal-akhir)

Untuk mengefisienkan waktu perhitungan reliabilitas instrumen juga dengan menggunakan SPSS STATISTIK 17 for windows, yaitu dengan Gutman Split Half Coeffisien. Kaidah pengujian signifikansinya adalah Jika rhitung > rtabel, maka

b b r r r + = 1 . 2 11


(35)

instrumen itu reliabel. Sebaliknya jika rhitung < rtabel, maka instrumen itu tidak

reliabel.

Hasil uji validitas dan reabilitas instrumen dari ketiga variabel dapat dideskripsikan sebagai berikut :

a. Hasil pengujian validitas dengan SPSS STATISTIK 17 for windows, dari 74 item instrumen pola asuh orang tua, 56 item dinyatakan valid dan sisanya sebanyak 18 item dinyatakan tidak valid. Sedangkan hasil pengujian reliabilitas dengan SPSS STATISTIK 17 for windows diperoleh nilai korelasi Gutman Spil Half Coeffisien = 0,952. Berarti korelasi berada pada kategori sangat tinggi. Selanjutnya koefisien korelasi hitung (rhitung) dibanding dengan koefisien

korelasi tabel (rtabel), diketahui rhitung = 0,952 > rtabel = 0,36. Dari hasil tersebut

dapat dinyatakan bahwa instrumen Pola Asuh Orang Tua adalah reliabel.

b. Hasil pengujian validitas dengan SPSS STATISTIK 17 for windows, dari 60 item instrumen Bimbingan Guru, terdapat 52 item dinyatakan valid, dan sisanya sekitar 8 item dinyatakan tidak valid. Hasil pengujian reliabilitas instrumen dengan SPSS STATISTIK 17 for windows, diperoleh nilai korelasi Gutman Split Half Coeffisien sebesar 0,934. Berarti korelasi berada pada kategori tinggi. Selanjutnya koefisien korelasi hitung (rhitung) dibanding dengan koefisien

korelasi tabel (rtabel), diketahui rhitung = 0,934 > rtabel = 0,36. Dari hasil tersebut

dapat dinyatakan bahwa instrumen Bimbingan Guru adalah reliabel.

c. Hasil pengujian validitas dengan SPSS STATISTIK 17 for windows, dari 50 item instrumen Kecerdasan Emosional, terdapat 42 item dinyatakan valid, dan sisanya sekitar 8 item dinyatakan tidak valid. Hasil pengujian reliabilitas


(36)

instrumen dengan SPSS STATISTIK 17 for windows, diperoleh nilai korelasi Gutman Split Half Coeffisien sebesar 0,933. Berarti korelasi berada pada kategori sangat tinggi. Selanjutnya koefisien korelasi hitung (rhitung) dibanding

dengan koefisien korelasi tabel (rtabel), diketahui rhitung = 0,933 > rtabel = 0,36.

Dari hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa instrumen Kecerdasan Emosional adalah reliabel.

Setelahnya melakukan uji validitas dan reliabilitas, selanjutnya menyusun kembali item-item instrumen yang valid dan reliabel untuk digunakan pada penelitian yang sesungguhnya, sedangkan yang tidak valid dibuang dan diabaikan. Kemudian penulis menggandakan lembaran angket dan lembar observasi yang item-itemnya valid, untuk selanjutnya disebarkan kepada 4 TK se-Kecamatan Pandeglang Kabupaten Pandeglang pada tanggal 17 Mei sampai dengan tanggal 25 Juli 2009. Untuk menghindari beberapa lembaran angket dan observasi yang tidak kembali, maka penulis menyebarkan sebanyak 85 lembar angket dan observasi

C. Penentuan Sampel (Obyek studi)

Lokasi penilitian ini dilaksanakan pada Taman Kanak – Kanak se-Kecamatan Pandeglang Kabupaten Pandeglang. Populasi adalah sekumpulan objek, orang, atau keadaan yang paling tidak memiliki satu karakteristik umum yang sama. Dalam penelitian ini yang menjadi polulasi adalah orangtua dan guru pada Taman Kanak – kanak Se-Kecamatan Pandeglang.

Untuk kepentingan penelitian, maka dari populasi tersebut ditarik sampel cara acak (random sampling atau sampel peluang), dengan ciri umum setiap


(37)

anggota populasi mempunyai peluang untuk menjadi sampel (Furqon, 2004: 146). Populasi dalam penelitian ini adalah orangtua dan guru pada Taman Kanak – kanak se-Kecamatan Pandeglang, dengan rincian sebagai berikut;

Tabel 3.2

Jumlah Populasi Anak Taman Kanak-kanak Se-Kecamatan Pandeglang Kabupaten Pandeglang

NO Nama TK Jumlah Populasi

1. TK Pembina Negeri 87 Siswa

2. TK Bhayangkari 79 Siswa

3. TK Nasional 49 Siswa

4. TK Kartika 47 Siswa

Jumlah 262 Siswa

Dalam penentuan jumlah sampel, Suharsimi Arikunto (2006: 134) mengemukakan : ”apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Tetapi jika jumlah subjeknya besar, dapat diambil antara 10 -15 % atau 20 – 25 % atau lebih”.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, penulis akan menetapkan sampel sebanyak 20% dari jumlah populasi yang ada.

Teknik pengambilan sampelnya menggunakan rumus dari Taro Yamane atau Slovin dalam Ridwan (2007: 65) sebagai berikut :

1 . 2 +

=

d N

N n


(38)

Keterangan :

n = Jumlah Sampel N = Jumlah Populasi

d2 = Presisi (ditetapkan 20% dengan tingkat kepercayaan 95%)

Berdasarkan rumus tersebut diperoleh jumlah sampel sebagaimana berikut : 72

37 , 72 62 , 3

262 1 1 , 0 ). 262 (

262 1

. 2 + = 2 + = = =

=

d N

N

n responden

Dari populasi sebesar 262 siswa, diperoleh sampel sebanyak 72 siswa. Untuk menghindari gugurnya sampel, maka jumlah sampel yang ditetapkan sebanyak 73 siswa. Kemudian dibagi secara proporsional menurut jumlah yang ada pada masing – masing TK. Secara rinci, jumlah sampel pada masing – masing TK dapat dilihat pada tabel 2 berikut.

Tabel 3.3

Jumlah Sampel Anak Taman Kanak-kanak Se-Kecamatan Pandeglang Kabupaten Pandeglang

NO Nama TK Jumlah Sampel

1. TK Pembina Negeri 24 Orang

2. TK Bhayangkari 22 Orang

3. TK Nasional 14 Orang

4. TK Kartika 13 Orang


(39)

Tabel 3.4

Jumlah Keadaan Guru Taman Kanak-kanak Se-Kecamatan Pandeglang

No Nama Guru Tempat

Bekerja

Pendidikan Pengalaman Kerja

1. S R R, M. Pd TK Pembina

Negeri

S2 9 Tahun

2. A A, SS Idem S1 9 Tahun

3. A R, SPd., MM. Idem S2 9 Tahun

4. I S, SS Idem S1 9 Tahun

5. A. M M, SS Idem S1 9 Tahun

6. L Y Idem D2 5 Tahun

7. I H Idem SPG 7 Tahun

8. N Idem D2 6 Tahun

9. Y A Idem D2 1 Tahun

10. D S Idem D2 2 Tahun

11. N Idem D1 5 Tahun

12 S D P Idem D3 2 Tahun

13 A P, SE Idem S1 2 Tahun

14. P, S.Pd TK

Bhayangkari

S1 25 Tahun

15 N. P P Idem SPG TK 21 Tahun


(40)

17 A D S Idem S1 6 Tahun

18 E S Idem D2 5 Tahun

19 N S Idem D1 PGTK 13 Tahun

20 R W Idem PGTK 2 Tahun

21 I H Idem PGTK 5 Tahun

22 H S, SPd TK Kartika S1 24 Tahun

23 E M Idem SPG TK 21 Tahun

24 S Idem D2 PGTK 6 Tahun

25 T H Idem D2 PGTK 6 Tahun

26 A A Idem D2 PGTK 10 Tahun

27 N S, SS TK Nasional S1 22 Tahun

28 S L Idem D2 TK 6 Tahun

29 M Idem SPG TK 11 Tahun

30 W Idem KPG TK 2 Tahun

Tabel 3.5

Jumlah Keadaan Orangtua Anak Taman Kanak-kanak Se-Kecamatan Pandeglang Kabupaten Pandeglang

No Nama Orangtua Pekerjaan

1 S L Ibu Rumah Tangga

2 N Ibu Rumah Tangga

3 Y S Ibu Rumah Tangga


(41)

5 A PNS

6 Hj. I M PNS

7 E S Ibu Rumah Tangga

8 E S. Ibu Rumah Tangga

9 Ny. D Ibu Rumah Tangga

10 I W Ibu Rumah Tangga

11 S N PNS

12 Y PNS

13 D Ibu Rumah Tangga

14 A Ibu Rumah Tangga

15 F Ibu Rumah Tangga

16 S H PNS

17 St. I M. Ibu Rumah Tangga

18 R I PNS

19 M M N PNS

20 P Ibu Rumah Tangga

21 E K PNS

22 E Ibu Rumah Tangga

23 W S PNS

24 A. H Ibu Rumah Tangga

25 Y Ibu Rumah Tangga


(42)

27 U Ibu Rumah Tangga

28 J PNS

29 N Ibu Rumah Tangga

30 N N PNS

31 T Ibu Rumah Tangga

32 Y Ibu Rumah Tangga

33 L S Ibu Rumah Tangga

34 L S PNS

35 U. M Ibu Rumah Tangga

36 F Ibu Rumah Tangga

37 J Ibu Rumah Tangga

38 N Ibu Rumah Tangga

39 E S Ibu Rumah Tangga

40 R P Ibu Rumah Tangga

41 N PNS

42 R S Ibu Rumah Tangga

43 D Ibu Rumah Tangga

44 T R Ibu Rumah Tangga

45 I N PNS

46 M Ibu Rumah Tangga

47 Y Ibu Rumah Tangga


(43)

49 J Ibu Rumah Tangga

50 N R Ibu Rumah Tangga

51 R R Ibu Rumah Tangga

52 D H Wiraswasta

53 U U Ibu Rumah Tangga

54 E Ibu Rumah Tangga

55 U Ibu Rumah Tangga

56 L Ibu Rumah Tangga

57 I Y Ibu Rumah Tangga

58 S M Ibu Rumah Tangga

59 S M Ibu Rumah Tangga

60 Y S. Ibu Rumah Tangga

61 E Y Ibu Rumah Tangga

62 D H Ibu Rumah Tangga

63 D J PNS

64 M Ibu Rumah Tangga

65 S A Ibu Rumah Tangga

66 E S M PNS

67 S Ibu Rumah Tangga

68 M PNS

69 L S Ibu Rumah Tangga


(44)

71 U H PNS

72 V Wiraswasta

73 S Ibu Rumah Tangga

D. Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan instrumen angket dengan alternatif jawaban dan isian berbentuk skala yang terdiri dari seperangkat nilai (angka) untuk mengukur pola asuh yang dilakukan orangtua, bimbingan guru dan kecerdasan emosional anak.

Instrumen pola asuh orangtua dan bimbingan guru berisi butir-butir pernyataan pola asuh dan bimbingan yang dilakukan orangtua dan guru terhadap anak dengan lima (5) alternatif pilihan jawaban. Sementara instrumen kecerdasan emosional anak, berisi butir-butir pernyataan tentang kecerdasan emosional anak yang dipersepsikan oleh orangtuanya.

Dalam menyusun instrumen penelitian yang baik menurut Worthen (dalam Rosyada, 2004: 221) harus memperhatikan saran-saran sebagaimana berikut :

1. Identifikasi beberapa sikap yang akan di-asses sesuai dengan indikator-indikator yang telah dirumuskan.

2. Buat rumusan-rumusan pernyataan.

3. Klasifikasi pernyataan-pernyataan yang telah disusun mana yang benar-benar sesuai dengan indikator dan mana yang tidak sesuai.

4. Ujicobakan instrumen tersebut pada kelompok responden yang memiliki karakteristik sama dengan sampel penelitian.

5. Olah instrumen tersebut untuk memperoleh item-item yang valid untuk dipakai.


(45)

E. Prosedur dan Teknik Pengolahan Data

Langkah-langkah yang ditempuh dalam pengolahan data adalah sebagai berikut :

1. Memberikan nomor urut pada setiap lembar jawaban. Nomor urut responden yang berlaku untuk satu variabel, akan berlaku pula untuk variabel yang lainnya. 2. Melakukan penyekoran terhadap setiap lembar jawaban.

3. Menyalin dan memindahkan skor yang diperoleh setiap responden pada setiap variabel ke dalam tabel utama berdasarkan nomor urutnya.

4. Menghitung harga-harga statistik, menguji asumsi-asumsi statistik, serta taraf signifikansinya yang diperoleh dari setiap sampel yang diteliti.

5. Menyajikan hasil-hasil pengolahan dan analisis data dalam bentuk uraian dan angka-angka untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai hasil penelitian

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis korelasi pearson product moment dan korelasi ganda. Analisis ini akan digunakan dalam menguji besarnya pengaruh dan kontribusi variabel X1, dan X2 terhadap Y. Analisis

ini untuk mengetahui kontribusi pola asuh orang tua ( X1 ) dan bimbingan guru ( X2

) secara bersama-sama berkontribusi secara signifikan terhadap kecerdasan emosional (Y) di TK se-Kecamatan Pandeglang Kabupaten Pandeglang.

Selanjutnya adalah menentukan beberapa hal berikut :

1. Koefisien korelasi sederhana dengan mempergunakan rumus pearson product moment adalah sebagai berikut :

(

) (

)( )

(

)

{

}

{

( )

}

− − − = 2 2 2 2 . . . . i i i xy Y Y n X X n Y X XY n


(46)

Keterangan :

rxy : Angka indeks korelasi “r” Product moment. N : Banyaknya Siswa

xy : Jumlah hasil perkalian skor x dan dan skor y x : Jumlah skor x

y : Jumlah skor y (Anas Sudjiono 1997 : 180)

Korelasi product moment dilambangkan dengan (r) dengan ketentuan nilai r tidak lebih dari harga (-1 < r < + 1). Apabila nilai r = -1 artinya korelasi negatif sempurna; r = 0 artinya tidak ada korelasi; dan r = 1 berarti korelasinya sangat kuat. Sedangkan arti harga r akan dikonsultasikan dengan tabel interpretasi nilai r sebagai berikut :

Tabel. 3.6

Interpretasi koefisien korelasi Nilai r

Interval koefisien Tingkat Pengaruh

0,800 – 1,000 0,600 – 0,799 0,400 – 0,599 0,200 – 0,399 0,000 – 0,199 :

Sangat tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat rendah

Sumber : Ridwan, 2009: 76 2. Pengujian lanjutan yaitu uji signifikansi koefisien korelasi yang berfungsi


(47)

hasil korelasi product moment tersebut diuji dengan mempergunakan uji t rumus :

t hitung =

2 1

2 r n r

− −

(Subana dan Mursetyo Rahadi, 2000 : 145)

Keterangan :

t hitung = nilai t hitung

r = Koefisien korelasi n = Jumlah responden.

3. Melakukan uji linieritas regresi X1, X2 dan Y dengan menggunakan

rumus-rumus sebagai berikut :

Menetapkan persamaan regresi linier dengan rumus : Υ =a+bx

Menguji linieritas regresi dengan menggunakan hitungan jumlah kuadrat regresi a (JKa) yaitu : JKa=∑Yi)2/n

4. Menyatakan besar kecilnya sumbangan variabel X terhadap Y dapat ditentukan dengan rumus koefisien diterminan, koefisien diterminasi adalah kuadrat dari koefisien korelasi PPM yang dikalikan dengan 100 %. Dilakukan untuk mengetahui seberapa besar variabel X mempunyai sumbangan atau ikut menentukan variabel Y sumbangan dicari dengan menggunakan rumus :

% 100 2 ×

=r KD

Keterangan :

KD = Nilai koefisien Determinan (kontribusi antar variabel) r = Nilai koefisien korelasi


(48)

5. Mengetahui pengaruh antara variabel X1 dan X2 terhadap variabel Y digunakan

rumus korelasi ganda sebagai berikut :

( )( )

(

)

2 2 . 1 2 . 1 . 2 . 1 2 . 2 2 . 1 . 2 . 1 1 . . 2 x x x x y x y x y x y x y x x r r r r r r R − − +

= (Ridwan, 2009: 76).

Analisis selanjutnya digunakan teknik korelasi baik sederhana maupun ganda. Kemudahan dalam perhitungan digunakan jasa komputer berupa software dengan program SPSS STATISTIK 17 for windows.


(49)

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada uraian terdahulu, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut:

1. Pola Asuh Orangtua secara umum berada pada kategori tinggi dalam membentuk kecerdasan emosional anak. Keyakinan para orang tua terhadap pola asuh yang diterapkannya telah cukup memadai, yaitu berupa : kendali dan penguasaan orangtua terhadap perilaku dan perasaan anak, perasaan cenderung berhasil/optimis, perasaan puas dalam membantu anak. Hal ini dapat dilihat, dari cara orang tua : mengatasi tangisan anak, menerapkan aturan yang konsisten; mengatasi rasa malu bergaul anak, mengatasi kemarahan anak, cara membimbing anak agar dapat mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik, menghadapi anak yang mudah menyerah apabila menghadapi kesulitan.

2. Bimbngan Guru secara umum berada pada kategori tinggi dalam membantu meningkatkan kecerdasan emosional anak. Layanan bimbingan guru di TK bertujuan untuk membantu anak didik agar dapat mengenal dirinya dan lingkungan terdekatnya sehingga dapat menyesuaikan diri dalam perkembangan sosial emosionalnya melalui tahap peralihan kehidupan di sekolah dan masyarakat sekitar anak. Pada aspek ini, perlu mendapat perhatian serius, karena bila dibandingkan dengan aspek-aspek yang lain, aspek ini persentasenya paling rendah. Kondisi ini memang dapat dipahami,


(50)

sesuatu hanya didasarkan pada pandangan dirinya saja, sehingga memungkinkan terjadinya perselisihan di antara mereka di sekolah. Pada akhirnya hubungan antar anak nampak kurang akrab, tidak ada kekompakan, dan terjadi persaingan yang kurang sehat antara anak yang satu dengan anak yang lain.

3. Kecerdasan Emosional Anak secara umum berkategori tinggi. Bahkan dilihat dari aspek-aspeknya, kelima aspek yang ada, berada di atas 73%. Kecerdasan emosional anak yang meliputi aspek mengenali diri, mengclola emosi, motivasi, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan; pada umumnya telah cukup memadai. Akan tetapi kecerdasan emosional ini masih bisa ditingkatkan lagi, sehingga betul-betul memadai dan bisa mengantarkan anak kepada kesuksesan di masa dewasa.

4. Hubungan antara Pola Asuh Orangtua dengan Kecerdasan Emosional Anak Taman Kanak-Kanak di Kecamatan Pandeglang, Kabupaten Pandeglang memiliki hubungan positif yang cukup kuat. Hal ini ditunjukkan oleh angka koefisien korelasi sebesar 0,499. Adapun kontribusi variabel X1 terhadap Y sebesar 24,90%. Jadi, Kecerdasan Emosional Anak 75,10% dipengaruhi oleh faktor lain. Selanjutnya hasil Uji-t, menunjukkan bahwa t hitung (4,850) lebih besar dari t tabel (1,669), maka Ho ditolak atau signifikan. Artinya, terdapat hubungan dan berkontribusi positif yang signifikan antara pola asuh orangtua dengan kecerdasan emosional anak taman kanak-kanak di Kecamatan


(51)

orangtua, maka akan semakin baik pula kecerdasan emosional anak Taman Kanak-Kanak di Kecamatan Pandeglang, Kabupaten Pandeglang.

5. Hubungan antara Bimbingan Guru dengan Kecerdasan Emosional Anak Taman Kanak-Kanak di Kecamatan Pandeglang, Kabupaten Pandeglang memiliki hubungan positif rendah. Hal ini ditunjukkan oleh angka koefisien korelasi sebesar 0,395. Sedangkan kontribusi variabel X2 terhadap Y sebesar 15,60%. Jadi, Kecerdasan Emosional Anak 84,40% dipengaruhi oleh faktor lain. Selanjutnya hasil Uji-t, menunjukkan bahwa t hitung (3,621) lebih besar dari t tabel (1,669) maka Ho ditolak atau signifikan. Artinya, terdapat hubungan dan berkontribusi positif yang signifikan antara bimbingan guru dengan kecerdasan emosional anak Taman Kanak-Kanak di Kecamatan Pandeglang, Kabupaten Pandeglang. Atau, semakin kondusif bimbingan guru, maka akan semakin baik pula kecerdasan emosional anak Taman Kanak-Kanak di Kecamatan Pandeglang, Kabupaten Pandeglang.

6. Pola Asuh Orangtua dan Bimbingan Guru secarasimultan (bersama-sama) mempunyai hubungan positif yang cukup kuat. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien korelasi sebesar 0,567. Sedangkan kontribusi variabel X1 dan X2 secara bersama-sama terhadap variabel Y sebesar 32,20%. Jadi, kecerdasan emosional anak 67,80%, dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Selanjutnya hasil Uji F, menunjukkan bahwa Fhitung (16,58) lebih besar dari


(52)

guru terhadap kecerdasan emosional anak taman kanak-kanak di Kecamatan Pandeglang, Kabupaten Pandeglang. Atau, semakin kondusif pola asuh orangtua dan bimbingan guru maka akan semakin baik pula kecerdasan emosional anak Taman Kanak-Kanak di Kecamatan Pandeglang, Kabupaten Pandeglang.

B. Rekomendasi

Berdasarkan temuan hasil penelitian dan simpulan di atas, selanjutnya dapat dikemukakan beberapa rekomendasi bagi orang tua dan guru-guru TK sebagai berikut:

1. Untuk Orang Tua

Hasil penelitian ini ditemukan bahwa pola asuh orangtua menunjukan kecenderungan cukup memadai dalam membentuk kecerdasan emosional anak. Hal tersebut dapat dilihat dari keyakinan asuhan terhadap anak, rasa ingin tahu, motivasi untuk berhasil, kendali orangtua terhadap perilaku anak dan perasaan sendiri, kemampuan orangtua melibatkan diri dengan anak dan kemampuan berkomunikasi. Untuk itu pengembangan kecerdasan emosional anak perlu dilakukan secara dini, maka orang tua memegang peranan yang utama. Para orang tua perlu memikirkan pola asuh yang efektif sehingga dapat diterapkan terhadap perkembangan kecerdasan emosional anak-anaknya. Orang tua juga merupakan guru pertarna dan utama bagi anak-anaknya sebelum mereka mengenal dunia luar (Rahman, 2005: 95). Untuk itu penting bagi orangtua memiliki pengendalian


(53)

memperlihatkan emosi-emosi yang dirasakannya, orang tua sebaiknya mengenal latar belakang perilaku emosional anak, setelah itu mengarahkan/ membimbing bagaimana seyogyanya berperilaku. Pentingnya peningkatan kemampuan orangtua untuk melibatkan diri dalam bergaul dan bekerjasama atau bermain dengan anak, dan kemampuan verbal dalam bertukar gagasan dari perasaan, menggunakan kata-kata yang sederhana dan jelas ketika berkomunikasi dengan anak.

2. Untuk Guru TK

Temuan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bimbingan yang telah dilakukan oleh guru telah kondusif berkorelasi positif signifikan dalam membentuk dan meningkatkan kecerdasan emosional anak.

Guru sebagai pembimbing di TK dalam melaksanakan pembimbingannya, di samping langsung kepada anak itu sendiri juga melalui orang tua. Orang tua merupakan pihak yang perlu didekati dan diajak kerja sama, diberi pengarahan dan pembinaan, dalam membantu mereka memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak, memecahkan hambatan yang dialami anak, terutama yang sumbernya diperoleh dan lingkungan keluarganya. (Ernawulan, 1999: 45).

Keterlibatan guru secara aktif dalam program bimbingan dipertegas dalam kurikulum TK (1994) bahwa layanan bimbingan di TK sekaligus dilaksanakan oleh guru. Dalam pelaksanaannya guru perlu bekerja sama dengan orang tua dan pihak-pihak lain yang terkait seperti dokter, psikologi dan ahli pendidikan.


(54)

secara rutin untuk membangun saling pengertian dan konsistensi yang lebih besar terhadap anak anak dalam bidang : (1) Pengembangan kemampuan anak untuk mengenali emosi diri sendiri; (2) Pengembangan kemampuan anak untuk mengelola dan mengekspresikan emos dirinya sendiri dengat tepat; (3) Pengembangan kemampuan anak untuk memotivasi dirinya sendiri; (4) Pengembangan kemampuan anak untuk mengenali emosi orang lain; dan (5). Pengembangan kemampuan anak untuk membina hubungan dengan orang lain.


(55)

DAPTAR PUSTAKA

Agustin, M. (2006). Program Bimbingan untuk Mengembangkan Kecerdasan Jamak (Multiple Intelligences) Anak Usia Taman Kanak-kanak. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Tesis tidak diterbitkan

Akdon. (2008). Apliakasi Statisktik dan Metode Penelitian untuk Administrasi & Manajemen. Bandung: Dewa Ruci.

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Asdi Mahasatya.

Anwar & Ahmad, A. (2007). Pendidikan Anak Usia Dini. Bandung : Alpabeta ______ (2007). Naskah Akademik Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini

(PG-PAUD) dan Rambu-Rambu Penyelenggaraan Program S-1 Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Program S-1 PG-PAUD. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan tinggi Direktorat Ketenagaan. Budd, K. S. (1985). Parents as Mediators in the Social Skills Training of

Children, dalam L'Abate, Luciano & Milan, Michael A. (Eds.) (1985). Handbook of Social Skills Training and Research. New York: John Wiley & Sons.

Buletin PADU. (2005). Jurnal Ilmiah Anak Usia Dini. Jakarta

Bredekamp, Sue (1987), What Research Say about Early Childhood Education? Oak Brook: North Central Regional Education Laboratory.

Crain, W.C. 1980. Theories of Development, Concept And Application, New Jersey, Prentice-Hall.

Darling, N. (1999). Parenting Style and Its Correlates. ERIC Digest. Champaign IL: ERIC Clearinghouse on Elementary and Early Childhood Education. Depdiknas RI. (2003). Undang-Undang RI. Nomor 20 Tahun 2003. Sistem

Pendidikan Nasional. Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi Sekjen Depdiknas.

Djamarah, B.S. (2004). Pola Komunikasi Orang Tua dan anak Dalam Keluarga. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Furqon. (2004). Statistika Terapan Untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta ______(2006). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: Rosdakarya


(56)

Goleman, Daniel (1995), Emotional Intelligence, Kecerdasan Emosional : Mengapa El lebih penting daripada IQ, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Gottman, John dan DeClaire, Joan (1998), Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Hartati, S. (2007). How To Be a Good Theacher and To Be a Good Mother.

Jakarta : Enno Media

Hurlock. E. (1991). Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga

http://bbawor.blogspot.com/2008/08/peranan-orang-tua-dalamperkembangan.html (http://smansagaranten.sch.id).

http://rmfatihah.blogspot.com/2009/02/fungsi-prinsip-dan-asas-bimbingan dan.html

http://www.scribd.com/doc/6224853/Pola-Asuh-Orang-Tua-Anak-Menurut-Psikologi-Dan-Ajaran-Rasullullah

Jamaris, M. (2006). Perkembangan dan Pengembangan Anak Usia Taman Kanak-kanak. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Jewett, J. (1992). Aggression and Cooperation: Helping Young Children Develop Constructive Strategies. ERIC Digest. Urbana IL: ERIC Clearinghouse on Elementary and Early Childhood Education.

Kuryati. (2007). Hubungan Asuhan Orangtua Terhadap Kecerdasan Emosional Anak Usia Dini, Pada Taman Kanak-kanak di Kabupaten Inderamayu. Tesis, Bandung, Program Pascasarjana, UPI tidak diterbitkan.

Makmun. S.A. (2002). Psikologi Kependidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Moore, S. G. (1992). The Role of Parents in the Development of Peer Group Competence. ERIC Digest.

Nasution, S. (1996). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Jakarta: Bumi Aksara

Nurani, Y. (2007). Buku Ajar Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Universitas Negeri Jakarta.


(57)

Nuriksan, J. (2007). Buku Materi Pokok Perkembangan Peserta Didik. Universitas Pendidikan Indonesia.

Oden, S. (1987). The Development of Social Competence in Children. ERIC Digest.

Patmonodewo, S.(2003). Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta : PT. Rineka Cipta Rahman, H. (2002). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta :

PGTKI Press

Ramayuis. (2006). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

Salam, B. (1997). Pengantar Pedagogik (Dasar-dasar Ilmu Mendidik), Jakarta: Rineka Cipta.

Sartono & Umar. (2001). Bimbingan dan Penyuluhan. Bandung : CV. Pustaka Setia

Sudjana, (1996), Metode Statistika, Bandung : Tarsito

Sugiyono. (2007). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Cv. Alfabeta. Sunarto & Hartono, H. (2006), Perkembangan Peserta Didik, Jakarta : PT.

Rineka Cipta.

Suyanto, S. (2005). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta : Depdiknas

Solehuddin. (2000). Konsep Dasar Pendidikan Prasekolah. Bandung : FIP UPI Slameto. (1988), Bimbingan di Sekolah. Jakarta : Bina Aksara.

Slameto. (2003), Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Shochib, M. (2000). Pola Asuh Orangtua. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Syaodih, E. (1999). Peranan Pengasuhan Orangtua dan Bimbingan Guru dan Interaksi Teman Sebaya Terhadap Perkembangan Perilaku Sosial Anak Taman Kanak-kanak Asiyah IX Bumi Siliwangi dan Angkasa I Bandung, Tesis, Bandung, Program Pascasarjana, IKIP tidak diterbitkan.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2007). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI Press.


(58)

Umar & Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan, Bandung : CV. Pustaka Setia. Van Veslor, P. (2004). Revisiting Basic Counseling Skills With Children. Journal

of Counseling and development. Vol. 82. No. 3. USA: Amerikan Counseling Association.

Wilis. S.S. (2004). Konseling Individual, Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta. Wingkel. (1997). Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT. Gramedia.

Yusuf, S. (2000). Psikologi Anak dan Remaja, Bandung: Remaja Rosdakarya. Yusuf, S. Dan Nurihsan, J. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling,

Bandung: PPs UPI dan Remaja Rosda Karya


(1)

153

diri dalam berhadapan dengan anak, jangan sampai bersikap emonional. Ketika anak memperlihatkan emosi-emosi yang dirasakannya, orang tua sebaiknya mengenal latar belakang perilaku emosional anak, setelah itu mengarahkan/ membimbing bagaimana seyogyanya berperilaku. Pentingnya peningkatan kemampuan orangtua untuk melibatkan diri dalam bergaul dan bekerjasama atau bermain dengan anak, dan kemampuan verbal dalam bertukar gagasan dari perasaan, menggunakan kata-kata yang sederhana dan jelas ketika berkomunikasi dengan anak.

2. Untuk Guru TK

Temuan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bimbingan yang telah dilakukan oleh guru telah kondusif berkorelasi positif signifikan dalam membentuk dan meningkatkan kecerdasan emosional anak.

Guru sebagai pembimbing di TK dalam melaksanakan pembimbingannya, di samping langsung kepada anak itu sendiri juga melalui orang tua. Orang tua merupakan pihak yang perlu didekati dan diajak kerja sama, diberi pengarahan dan pembinaan, dalam membantu mereka memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak, memecahkan hambatan yang dialami anak, terutama yang sumbernya diperoleh dan lingkungan keluarganya. (Ernawulan, 1999: 45).

Keterlibatan guru secara aktif dalam program bimbingan dipertegas dalam kurikulum TK (1994) bahwa layanan bimbingan di TK sekaligus dilaksanakan oleh guru. Dalam pelaksanaannya guru perlu bekerja sama dengan orang tua dan pihak-pihak lain yang terkait seperti dokter, psikologi dan ahli pendidikan.


(2)

154

Penting bagi guru untuk dapat bekerja sama dengan orang tua, berkomunikasi secara rutin untuk membangun saling pengertian dan konsistensi yang lebih besar terhadap anak anak dalam bidang : (1) Pengembangan kemampuan anak untuk mengenali emosi diri sendiri; (2) Pengembangan kemampuan anak untuk mengelola dan mengekspresikan emos dirinya sendiri dengat tepat; (3) Pengembangan kemampuan anak untuk memotivasi dirinya sendiri; (4) Pengembangan kemampuan anak untuk mengenali emosi orang lain; dan (5). Pengembangan kemampuan anak untuk membina hubungan dengan orang lain.


(3)

DAPTAR PUSTAKA

Agustin, M. (2006). Program Bimbingan untuk Mengembangkan Kecerdasan Jamak (Multiple Intelligences) Anak Usia Taman Kanak-kanak. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Tesis tidak diterbitkan

Akdon. (2008). Apliakasi Statisktik dan Metode Penelitian untuk Administrasi & Manajemen. Bandung: Dewa Ruci.

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Asdi Mahasatya.

Anwar & Ahmad, A. (2007). Pendidikan Anak Usia Dini. Bandung : Alpabeta ______ (2007). Naskah Akademik Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini

(PG-PAUD) dan Rambu-Rambu Penyelenggaraan Program S-1 Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Program S-1 PG-PAUD. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan tinggi Direktorat Ketenagaan. Budd, K. S. (1985). Parents as Mediators in the Social Skills Training of

Children, dalam L'Abate, Luciano & Milan, Michael A. (Eds.) (1985). Handbook of Social Skills Training and Research. New York: John Wiley & Sons.

Buletin PADU. (2005). Jurnal Ilmiah Anak Usia Dini. Jakarta

Bredekamp, Sue (1987), What Research Say about Early Childhood Education? Oak Brook: North Central Regional Education Laboratory.

Crain, W.C. 1980. Theories of Development, Concept And Application, New Jersey, Prentice-Hall.

Darling, N. (1999). Parenting Style and Its Correlates. ERIC Digest. Champaign IL: ERIC Clearinghouse on Elementary and Early Childhood Education. Depdiknas RI. (2003). Undang-Undang RI. Nomor 20 Tahun 2003. Sistem

Pendidikan Nasional. Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi Sekjen Depdiknas.

Djamarah, B.S. (2004). Pola Komunikasi Orang Tua dan anak Dalam Keluarga. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Furqon. (2004). Statistika Terapan Untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta ______(2006). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: Rosdakarya


(4)

Goleman, Daniel (1995), Emotional Intelligence, Kecerdasan Emosional : Mengapa El lebih penting daripada IQ, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Gottman, John dan DeClaire, Joan (1998), Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Hartati, S. (2007). How To Be a Good Theacher and To Be a Good Mother.

Jakarta : Enno Media

Hurlock. E. (1991). Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga

http://bbawor.blogspot.com/2008/08/peranan-orang-tua-dalamperkembangan.html (http://smansagaranten.sch.id).

http://rmfatihah.blogspot.com/2009/02/fungsi-prinsip-dan-asas-bimbingan dan.html

http://www.scribd.com/doc/6224853/Pola-Asuh-Orang-Tua-Anak-Menurut-Psikologi-Dan-Ajaran-Rasullullah

Jamaris, M. (2006). Perkembangan dan Pengembangan Anak Usia Taman Kanak-kanak. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Jewett, J. (1992). Aggression and Cooperation: Helping Young Children Develop Constructive Strategies. ERIC Digest. Urbana IL: ERIC Clearinghouse on Elementary and Early Childhood Education.

Kuryati. (2007). Hubungan Asuhan Orangtua Terhadap Kecerdasan Emosional Anak Usia Dini, Pada Taman Kanak-kanak di Kabupaten Inderamayu. Tesis, Bandung, Program Pascasarjana, UPI tidak diterbitkan.

Makmun. S.A. (2002). Psikologi Kependidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Moore, S. G. (1992). The Role of Parents in the Development of Peer Group Competence. ERIC Digest.

Nasution, S. (1996). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Jakarta: Bumi Aksara

Nurani, Y. (2007). Buku Ajar Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Universitas Negeri Jakarta.


(5)

Nuriksan, J. (2007). Buku Materi Pokok Perkembangan Peserta Didik. Universitas Pendidikan Indonesia.

Oden, S. (1987). The Development of Social Competence in Children. ERIC Digest.

Patmonodewo, S.(2003). Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta : PT. Rineka Cipta Rahman, H. (2002). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta :

PGTKI Press

Ramayuis. (2006). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

Salam, B. (1997). Pengantar Pedagogik (Dasar-dasar Ilmu Mendidik), Jakarta: Rineka Cipta.

Sartono & Umar. (2001). Bimbingan dan Penyuluhan. Bandung : CV. Pustaka Setia

Sudjana, (1996), Metode Statistika, Bandung : Tarsito

Sugiyono. (2007). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Cv. Alfabeta. Sunarto & Hartono, H. (2006), Perkembangan Peserta Didik, Jakarta : PT.

Rineka Cipta.

Suyanto, S. (2005). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta : Depdiknas

Solehuddin. (2000). Konsep Dasar Pendidikan Prasekolah. Bandung : FIP UPI Slameto. (1988), Bimbingan di Sekolah. Jakarta : Bina Aksara.

Slameto. (2003), Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Shochib, M. (2000). Pola Asuh Orangtua. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Syaodih, E. (1999). Peranan Pengasuhan Orangtua dan Bimbingan Guru dan Interaksi Teman Sebaya Terhadap Perkembangan Perilaku Sosial Anak Taman Kanak-kanak Asiyah IX Bumi Siliwangi dan Angkasa I Bandung, Tesis, Bandung, Program Pascasarjana, IKIP tidak diterbitkan.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2007). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI Press.


(6)

Umar & Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan, Bandung : CV. Pustaka Setia. Van Veslor, P. (2004). Revisiting Basic Counseling Skills With Children. Journal

of Counseling and development. Vol. 82. No. 3. USA: Amerikan Counseling Association.

Wilis. S.S. (2004). Konseling Individual, Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta. Wingkel. (1997). Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT. Gramedia.

Yusuf, S. (2000). Psikologi Anak dan Remaja, Bandung: Remaja Rosdakarya. Yusuf, S. Dan Nurihsan, J. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling,

Bandung: PPs UPI dan Remaja Rosda Karya


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN ANAK USIA PRASEKOLAH DI TAMAN KANAK-KANAK 'AISYIYAH BUSTANUL ATHFAL GODEGAN

0 2 73

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL ANAK USIA DINI Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kecerdasan Emosional Anak Usia Dini Di PAUD Saymara Kartasura Tahun Pelajaran 2014.

0 1 14

UPAYA MENGEMBANGKAN KECERDASAN EMOSIONAL MELALUI BERMAIN BALOK PADA ANAK USIA TAMAN KANAK-KANAK Upaya Mengembangkan Kecerdasan Emosional Melalui Bermain Balok Pada Anak Usia Taman Kanak-Kanak Di Tklkmd I Kopen Tahun Pelajaran 2013/2014.

0 2 10

KONTRIBUSI POLA ASUH ORANG TUA DAN BIMBINGAN GURU TERHADAP PERILAKU SOSIAL ANAK PADA TAMAN KANAK-KANAK: Studi Analisis Deskriptif Pada Taman Kanak- Kanak Di Kota Pekanbaru-Riau.

2 14 50

KONTRIBUSI BIMBINGAN ORANGTUA DAN GURU TERHADAP PERILAKU KEMANDIRIAN ANAK USIA DINI: Studi Deskriptif Analitis terhadap Perilaku Kemandirian Anak Taman Kanak-kanak Kelompok B di Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang.

8 258 56

KONTRIBUSI BIMBINGAN ORANG TUA DAN GURU TERHADAP PERILAKU KOGNITIF ANAK USIA DINI : Studi Deskriptif Analisis terhadap Perilaku Kognitif Anak Usia Dini Pada Taman Kanak-Kanak Kelompok B di Kecamatan Palabuhan Ratu Sukabumi.

0 2 65

KONTRIBUSI POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DAN BIMBINGAN GURU TERHADAP PERILAKU KEAGAMAAN ANAK USIA DINI: Studi Analitik Deskriptif Terhadap Anak Kelompok B di TK Kecamatan Serang).

1 2 54

KONTRIBUSI BIMBINGAN ORANG TUA DAN GURU TERHADAP PERILAKU SOSIAL EMOSIONAL ANAK USIA DINI :Studi Deskriptif Analitik terhadap Perilaku Sosial-Emosional Anak Taman Kanak-Kanak Kelompok B di Kecamatan Sindang Kabupaten Indramayu Tahun ajaran 2008/2009.

1 2 53

View of HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP KEBIASAAN ENURESIS PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI TAMAN KANAK-KANAK FRATER TERATAI MAKASSAR

0 1 7

BIMBINGAN GURU TERHADAP ORANG TUA DALAM PEMBERIAN GIZI KEPADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK NEGERI PEMBINA PONTIANAK BARAT

0 0 12