Perbedaan kecenderungan perilaku bullying antara sekolah menengah atas homogen dan heterogen di Yogyakarta - USD Repository

  

PERBEDAAN KECENDERUNGAN PERILAKU BULLYING ANTARA

SEKOLAH MENENGAH ATAS HOMOGEN DAN HETEROGEN DI

YOGYAKARTA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh :

  

I Rai Hardika

NIM. 059114083

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

HALAMAN MOTTO

  

Motto Hidupku

  • - Be motivated to motivating the other’s –

    Kawan,

    Masa-masa yang telah kita lalui hingga sekarang adalah setetes air dari luasnya

    lautan kehidupan kita..

  

Ada suka, ada duka, ada tangis, ada tawa..

Ada rasa yang berbaur dengan gegap gempita bahagia..

Dimana kita saling belajar akan peradaban dan harkat seorang manusia..

  

Dimana kita juga pernah terobsesi untuk meraih mentari..

Dimana kita juga dilanda sejuta bimbang, dalam pengembaraan menemukan jati

diri..

  

Kelak,

Biarlah setetes air ini menjadi penyejuk dan pemuas dahaga..

  

Dalam perjalanan hidup kita selanjutnya..

Sampai waktu menghempaskan kita dari dunia...

HALAMAN PERSEMBAHAN

  

Karya yang telah aku susun ini, aku persembahkan untuk :

Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberikan berkat berupa hidup dan kehidupan

disekitarku..

Bapak I Made Dunia yang selalu menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya

&

  

Ibu Estri Wardani yang selalu setia dan sabar

Alm. Ibu Maya Damarwati di surga yang mewariskan semangat untuk tetap

berani

Dian yang selalu berusaha medukung dan memberikan perhatian

  

Semua Keluarga besarku dengan segala dukungannya

Semua sahabat-sahabatku dengan semua cerita dan cerianya

&

Semua orang yang selama ini telah mengenalku..

  

ABSTRACT

  THE DIFFERENCE BEHAVIOUR OF BULLYING TENDENCY ON TEENAGERS BASED ON HOMOGENEITY SCHOOL AND HETEROGENEITY SCHOOL

  I Rai Hardika Universitas Sanata Dharma

  Yogyakarta 2009

  The aim of this research was to find out the difference of bullying tendency on teenagers based on homogeneity senior high school and heterogeneity senior high school. Teenager is the most susceptible group to do bullying behavior. Bullying can be happen, both of in family or in school as an educational environment. Each senior high school have a different background with the other, not excepted homogeneity senior high school and heterogeneity senior high school. One example that can explain the different is about the freedom to express their self. The majority, most student still misuse the express so the consequenses as like as bullying behavior. Bullying can divide in five categories direct physical aggression, direct verbal aggression, direct non-verbal aggression, indirect non-verbal aggression and sexual abuse, each categories have three aspect that are the difference of autority, repeated, and in porpose violence audience.

  The subject of this research were about 120 teenagers, consist 30 boy teenagers 30 from homogeneity senior high school, 30 woman teenagers from homogeneity senior high school, 30 boy teenagers from heterogeneity senior high school and 30 woman teenagers from heterogeneity senior high school. The subject based on the writer criteria. The criteria are 15-19 years old student and student from senior high school in Yogyakarta. The method of data collection was done by giving a scale that called scale of bullying tendency. The reliability of this scale were 0.979.

  The result from processed data with Independent Sample T Test was significance less than 0,05, that is 0,00. The t count = 9,770. This result showed that hypothesis on this research was accepted. It means that bullying tendency in homogeneity senior high school more bigger than in heterogeneity senior high school.

  

Key Words : Bullying, Teenagers, Homogeneity senior high school,

Heterogeneity senior high school

  

ABSTRAK

  PERBEDAAN KECENDERUNGAN PERILAKU BULLYING ANTARA SEKOLAH MENENGAH ATAS HOMOGEN DAN HETEROGEN DI YOGYAKARTA

  I Rai Hardika Universitas Sanata Dharma

  Yogyakarta 2009

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan kecenderungan Bullying pada remaja di Sekolah Menengah Atas Homogen dan Sekolah Menengah Atas Heterogen. Dalam usia remaja adalah usia yang paling rentan untuk melakukan tindakan Bullying. Tindakan Bullying dapat terjadi baik di rumah maupun di sekolah sebagai lingkungan pendidikan. Setiap sekolah menengah atas memiliki latar belakang yang berbeda antara satu dengan yang lain, tidak terkecuali dengan Sekolah Menengah Atas Homogen dan Sekolah Menengah Atas Heterogen. Salah satu yang membedakan adalah tingkat kebebasan berekspresi bagi setiap siswa. Banyak yang menyalahgunakan kebebasan berekspresi itu, salah satu akibatnya adalah timbulnya Bullying.

  

Bullying terdiri dari lima kategori yaitu kontak fisik langsung, kontak verbal

  langsung, perilaku non – verbal langsung, perilaku non – verbal tidak langsung dan pelecehan seksual yang masing masing kategori memiliki tiga aspek yaitu perbedaan kekuasaan, perilaku menyakiti yang berulang, dan perilaku yang disengaja yang bertujuan menyakiti orang lain.

  Subjek penelitian berjumlah 120 orang, dengan 30 orang remaja putra di sekolah homogen, 30 orang remaja putri di sekolah homogen, 30 orang remaja putra di sekolah heterogen, 30 orang remaja putri di sekolah heterogen. Semua remaja ini memenuhi kriteria : berada pada batasan usia 15-19 tahun dan berpendidikan sekolah menengah atas di Yogyakarta. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk skala yaitu skala kecenderungan

  Bullying . Koefisien reliabilitas dari skala ini adalah 0.979.

  Hasil yang diperoleh dari data yang diolah dengan Independent Sample T

Test nilai signifikasinya lebih kecil dari 0,05 yaitu 0,00. Nilai T hitung = 9,770.

Hal ini menunjukkan hipotesis pada penelitian ini diterima, yang berarti ada perbedaan yang signifikan dimana sekolah Sekolah Menengah Atas Homogen memiliki kecenderungan bullying lebih tinggi dibanding Sekolah Menengah Atas Heterogen.

  

Kata Kunci : Bullying, Remaja, Sekolah Menengah Atas Homogen , Sekolah

Menengah Atas Heterogen.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kepada Tuhan yang Mahakasih yang selalu memberikan rencanaNya dan bimbinganNya yang terindah tepat pada waktunya. Ia telah memberikan berkat yang tiada henti hingga skripsi ini selesai dengan baik. Ia begitu indah dengan segala kasih dan cintaNya.

  Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini merupakan sebuah proses yang panjang dimana penulis harus berusaha dan juga bertahan menghadapi segala kesulitan yang ada. Proses yang panjang ini tidak akan selesai pada waktunya jika tidak ada pribadi-pribadi yang luar biasa yang selalu membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis secara tulus mengucapkan terimakasih kepada mereka yang telah berperan dalam proses pengerjaan skripsi ini dan juga kesempatan luar biasa untuk dapat mengenal mereka :

  1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan bimbingan dan kemudahan dalam mendapatkan perijinan penelitian.

  2. Bapak Heri Widodo S.Psi, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar memberikan arahan, memberikan masukan, memberikan semangat, dan memberikan berbagai masukan yang sangat membantu proses pengerjaan skripsi ini.

  3. Dosen Penguji, Ibu Agnes Indar Etikawati. S.Psi, M.Si, dan Ibu L.Pratidarmanastiti. S.Psi, M.Si untuk semua masukannnya.

  4. Ibu M. L. Anantasari. S.Psi, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang dengan keceriaannya senantiasa memberikan semangat untuk terus berjiwa muda dalam menjalani kehipan dan juga arahan untuk menyelesaikan skripsi ini.

  5. Bapak Agung Santoso S.Psi, M.Si yang telah memberikan masukan terkait dengan penghitungan statistik sehingga dapat mempermudah pengerjaan skripsi ini.

  6. Bapak, dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu hidup selama di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

  7. Ayah saya I Made Dunia dan Ibu saya Estri Wardani yang tak henti- hentinya mendukung dalam doa dan pengharapan serta semangat dalam menyelesaikan pengerjaan skripsi ini.Terimakasih...

  8. Bapak Titot, dan Alm. Ibu Dra. Maya Damarwati yang memberikan dukungan dan kesempatan bagi saya untuk berada ditengah keluarga mereka dan memberikan semangat dalam menjalani pendidikan. Terimakasih...

  9. Kekasih saya, Gabriella Dian Aggraini, yang telah memberikan waktu, tenaga, pikiran dan semangatnya dalam membantu menyelesaikan skripsi ini. Eu Te Amo...

  10. Kakak saya I Wayan Darmawan dan adik saya Komang Kusuma Wardani yang mendukung dalam memberikan kemudahan selama pengerjaan skripsi ini.

  11. Mas Gandung dan Mba Nanik yang memberikan kelancaran administrasi akademik selama ini.

  12. Pak Gie..yang ramah dan membantu kemudahan teknis dalam mencari ijin penelitian.

  13. Mas Muji yang selalu berbagi keceriaan dan semangat untuk berbuat yang terbaik dalam setiap pekerjaan. Mas Doni yang memberikan referensi buku dan pinjaman.

  14. Mas Budi yang memberikan bimbingan kepada saya untuk mengembangakan topik skripsinya menjadi penelitian lanjutan.

  15. Lpsptiga UI dalam memberikan kemudahan bagi saya untuk mendapatkan jurnal penelitian.

  16. Para mitra saya di sekolah selama mencari data penelitian, Adi di SMA Kolose John De Britto, Devi di SMA Stella Duce 1, Pak Didik dan Pak Sunu di SMA BOPKRI II, serta tak ketinggalan Dhani di SMA 6 tercinta.

  17. Teman sekerja saya di MITRA PERPUSTAKAAN dan MATA AIR PRODUCTION yang telah memberikan waktu dan kesempatan seluas-luasnya untuk menyelesaikan skripsi ini.

  18. Dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu..Thengkyu..Best Regard for all of you..

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Akan tetapi, penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua orang yang membacanya dan bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

  Penulis

  I Rai Hardika

  DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL ................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………….. iv HALAMAN MOTTO ……………………………………………………. v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..................................................... vi ABSTRACT ................................................................................................ vii ABSTRAK .................................................................................................. viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .............. ix KATA PENGANTAR ................................................................................ x DAFTAR ISI ............................................................................................... xi DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiv BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................

  1 A.Latar Belakang Masalah ..........................................................

  1 B. Rumusan Masalah ...................................................................

  7 C. Tujuan Penelitian ....................................................................

  7 D. Manfaat Penelitian ..................................................................

  7 BAB II LANDASAN TEORI ...................................................................

  8 A. Bullying ...................................................................................

  8

  1. Pengertian Bullying ........................................................... 8

  2. Ciri-ciri Perilaku Bullying ................................................. 9

  3. Bentuk Perilaku Bullying .................................................. 10

  4. Faktor Penyebab Perilaku Bullying ................................... 11

  5. Dampak Perilaku Bullying ................................................ 13

  B. Remaja ...................................................................................... 14

  1. Batasan Usia Remaja ......................................................... 14

  C. Jenis Sekolah ............................................................................ 15

  D. Hubungan Perilaku Bullying di Sekolah Homogen dan di Sekolah Heterogen ........................................................ 16 E. Hipotesis Penelitian .................................................................. 17

  F. SKEMA .................................................................................... 18

  BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 20 A. Jenis Penelitian ........................................................................ 20 B. Subjek Penelitian ...................................................................... 20 C. Identifikasi Variabel ................................................................ 20 D. Definisi Operasional ................................................................ 21

  1. Bullying ............................................................................. 21

  2. Jenis Sekolah .................................................................... 22

  E. Prosedur Penelitian .................................................................. 22

  F. Alat Pengumpulan Data ........................................................... 23

  G. Subjek Penelitian ..................................................................... 25 H. Pengujian Instrumen Penelitian ..............................................

  25

  1. Uji Validitas ..................................................................... 25

  2. Uji Reliabilitas .................................................................

  26 3. Analisis Aitem .................................................................

  26 H. Teknik Analisis Data ..............................................................

  27 1. Uji Hipotesis ...................................................................

  27 BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................................ 28

  A. Pelaksanaan Penelitian ............................................................ 28 1. Analisis Aitem .................................................................

  29 2. Uji Reliabilitas ................................................................

  30 B. Teknik Analisis Data .............................................................

  30 1. Uji Hipotesis ...................................................................

  31 C. Pembahasan ...........................................................................

  32 BAB V PENUTUP ..................................................................................

  37 A. Kesimpulan ............................................................................

  37 B. Saran .......................................................................................

  37 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

  39 LAMPIRAN ..............................................................................................

  41

  DAFTAR TABEL

Tabel 1. Spesifikasi Skala Kecenderungan Perilaku Bullying .............................. 24

Tabel 2. Data Subjek Penelitian .............................................................................. 28

Tabel 3. Spesifikasi Skala Kecenderungan Perilaku Bullying untuk Penelitian . 29

Tabel 4. Hasil Penelitian ........................................................................................... 31

  

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A : Skala Penelitian Kecenderungan Perilaku Bullying Lampiran B : Data Penelitian : Sekolah Homogen : Sekolah Heterogen

Lampiran C : Reliabilitas Skala Penelitian Kecenderungan Perilaku

  Bullying Lampiran D : Hasil Uji Hipotesis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku manusia merupakan hasil pembelajaran dari lingkungan

  sekitarnya. Pada saat manusia memasuki usia remaja, mereka mulai melepaskan ketergantungan pada orang tua dan mulai mengembangkan kemandiriannya. Di sisi lain, remaja juga mulai membentuk kedekatan dengan teman sebaya. Banyak remaja yang menganggap bahwa teman sebaya merupakan aspek terpenting dalam kehidupan mereka sehingga mereka berusaha untuk diterima dalam sebuah pergaulan bersama teman sebaya.

  Teman sebaya kemudian dijadikan tolok ukur dalam berperilaku. Hal ini mengakibatkan, setelah menginjak masa remaja sering kali mereka mengabaikan norma-norma yang berlaku di masyarakat karena tidak memiliki otonomi pribadi sehingga timbul bentuk pelanggaran tertentu (Kartono, 1998).

  Bullying adalah salah satu diantara pelanggaran yang ada dan umumnya

  bersifat tersembunyi (Neser, 2002). Selain keluarga, sekolah juga memiliki peranan yang penting dalam proses sosialisasi anak. Namun sekolah juga memiliki potensi timbulnya masalah, salah satunya adalah bullying.

  Bullying adalah bentuk-bentuk perilaku berupa pemaksaan atau usaha

  menyakiti secara fisik maupun psikologis terhadap seseorang atau kelompok yang lebih lemah oleh seseorang atau sekelompok orang yang mempersepsikan dirinya lebih kuat (Pallegrini & Bartani, 2000). Bullying yang dilakukan remaja adalah salah satu cara mereka untuk mencari identitas diri serta mencapai peran sosial diantara teman sebayanya. Peran tersebut membuat para remaja merasa lebih kuat dari sebelumya ketika bergabung dalam suatu kelompok sosialnya.

  Kasus bullying berpeluang besar terjadi di dunia pendidikan. Hal ini didukung oleh survey yang dilakukan bahwa bullying lebih sering terjadi di lingkungan sekolah (Haryana, 2007). Menurut Ratna Juwita, psikolog sosial dari Universitas Indonesia yang telah melakukan penelitian tentang bullying di berbagai sekolah swasta maupun negeri, dari tingkat SD hingga perguruan tinggi, praktek bullying yang di luar negeri semakin menurun dengan meningkatnya usia, sedangkan di Indonesia justru meningkat bahkan lebih tinggi (Nakita, 2007). Sejak 5 tahun terakhir di Indonesia, gejala bullying di sekolah mulai diperhatikan media massa, walau dengan istilah yang beragam. Dalam bahasa pergaulan kita sering mendengar istilah gencet-gencetan atau juga senioritas.

  Di sebagian negara Barat, bullying dianggap sebagai hal yang serius karena banyak penelitian yang menunjukkan dampak negatif bagi perkembangan anak (korban), melainkan juga pada para pelaku Dari berbagai penelitian, bullying ternyata berhubungan dengan meningkatnya tingkat depresi, agresi, dan penurunan nilai akademik. Para pelaku bullying berpotensi tumbuh sebagai pelaku kriminal, jika dibandingkan dengan anak-anak yang tidak melakukan bullying (Indarini, 2007).

  Penelitian oleh Tim Fakultas Psikologi UI menunjukkan bahwa bullying banyak terjadi di kalangan SMA (Elisabeth, 2006). Fenomena ini terjadi karena siswa/siswi di SMA sedang berada pada masa perkembangan remaja, yaitu masa transisi antara masa anak menjadi dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosio emosional (Santrock 2003). Pada masa transisi ini, remaja memiliki potensi untuk melakukan perilaku bullying.

  Dari data yang diperoleh, beberapa bentuk bullying yang sering terjadi di sekolah yaitu ketika ada siswa yang dikucilkan, difitnah, dipalak, dan masih banyak lagi kekerasan lain yang termasuk dalam perilaku bullying ini (Haryana, 2007). Dari beberapa dibawah ini, peneliti bertujuan untuk mengungkapkan bahwa beberapa kasus bullying terjadi di sekolah SMA ketika para siswa menginjak usia remaja awal hingga remaja akhir. Hal ini seturut dengan pernyataan Milsom dan Gallo (2006) yang menyatakan bahwa perilaku bullying semakin memuncak ketika seseorang berada di akhir masa anak – anak atau diawal masa dewasa. Sebagai contoh, kasus penindasan dilakukan oleh beberapa siswi SMAN 1 Budi Utomo Jakarta kepada adik kelas mereka (Media Indonesia, 2005). Kasus serupa juga menimpa Muhhammad Fadhil Harkaputra Sirath, siswa SMU 34 Jakarta yang masih duduk dikelas 1 mengalami penganiayaan oleh kakak kelasnya (Sujadi, 2007). Kasus bullying juga terjadi di SMA 26 Tebet, Jakarta. Siswa yang ingin ikut ekstra kurikuler futsal dipaksa telanjang, bahkan juga dicabuli (Saputra, 2008).

  Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Sejiwa, bullying juga berpotensi untuk muncul dalam latar belakang sekolah yang beragam. Dari sekolah negeri maupun swasta, atau bahkan sekolah dengan ciri sekolah homogen dan heterogen (Sejiwa,2008).

  Sekolah homogen memiliki kecenderungan berkembangnya budaya

  

senioritas sehingga hal ini akan mempersulit untuk mengembangkan sikap

  positif siswa. Budaya senioritas akan memberikan dampak turun temurun yang sangat sulit untuk dihilangkan dan sangat kemungkinan kecil dihilangkan menggunakan pendekatan interpersonal maupun afektif. Dimana pada waktu kelas 1 tekanan dari kakak kelas sangat dominan, menjadi diam dan kurang kreatif adalah ciri dari anak kelas 1. Tetapi ketika naik kelas 2 para siswa cenderung menjadi punya kesempatan untuk bebas, ‘bagai singa lepas

  

dari kandangnya ’, terkadang mereka membalas apa yang di dapat di kelas 1

  kepada adik kelasnya yang baru (Phytria, 2008). Sementara anak kelas 3 cenderung agak lunak karena mungkin mereka akan mempersiapkan ujian kelulusan. Adanya dampak psikologis, bagi siswa yang aktif justru mereka dapat berekspresi tetapi bagi anak yang yang pendiam mereka memiliki kecenderungan minder dan kurang aktif.

  Beberapa hal diatas mendukung terjadinya bullying dengan sifat meniru atau melihat orang lain melakukan hal yang sama, sehingga ia tertarik untuk melakukannya juga atau sebagai bentuk pembalasan akan tindakan yang telah mereka terima sebelumnya.

  bullying

  Berbagai tekanan kadang di dapatkan dari beberapa murid dominan yang secara terang-terangan menyerbu para siswa yunior. Demikian pula tidak adanya keengganan dan rasa malu membuat para siswa senior kadang cenderung arogan dalam berekspresi (Phytria, 2008). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Sejiwa dimana tidak adanya keengganan dan rasa malu membuat para siswa senior cenderung arogan dalam berekspresi sehingga siswa yang ada disekolah homogen cenderung memiliki kebebasan yang besar (Sejiwa, 2008). Ungkapan lain menyatakan bahwa kebebasan dalam bertingkah laku dan berpenampilan akan sangat dirasakan di sekolah homogen (Florencegiovani, 2008). Jadi, sekolah-sekolah yang siswanya sejenis / homogen dengan siswa perempuan atau laki-laki saja, memiliki potensi munculnya bullying.

  Seperti sekolah homogen, sekolah campuran / heterogen juga memiliki potensi bullying. Sekolah heterogen juga memiliki kecenderungan berkembangnya budaya senioritas. Demikian pula penyebab timbulnya

bullying juga menerapkan sifat modelling dari kakak kelas terdahulunya.

  Sebagai contoh, Fadhil Harkaputra Sirath dari SMU 34 Jakarta yang mengalami penganiayaan dari kakak kelasnya sebagai bagian inisiasi siswa baru (Sujadi, 2007).

  Hal yang membedakan antara sekolah heterogen di banding sekolah homogen adalah pola pemikiran para siswa yang cenderung memiliki batasan kebebasan. Sekolah heterogen lebih memiliki batasan yang tegas yang membuat para siswa tidak lagi tampil arogan karena siswanya memiliki jenis kelamin yang berbeda yaitu pria dan wanita (Phytria, 2008). Pada masa remaja, mereka sudah mengenal batasan yang tegas antara laki-laki dan perempuan. Sekolah heterogen memiliki kecenderungan akan kebebasan yang lebih kecil dibandingkan dengan sekolah homogen sehingga para siswa cenderung untuk tampil tidak arogan. Oleh karena itu, berdasarkan pernyataan diatas dapat dinyatakan bahwa sekolah homogen memiliki kecenderungan perilaku bullying yang lebih tinggi dibanding sekolah heterogen.

  Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis sekolah memiliki potensi memunculkan perilaku bullying baik di sekolah-sekolah yang siswanya sejenis (homogen), perempuan atau laki-laki saja demikian pula sekolah campuran (heterogen) (Sejiwa, 2008). Tentu menjadi hal yang sangat penting untuk dapat mengurangi frekuensi perilaku bullying di lingkungan pendidikan. Usaha yang dapat dilakukan salah satunya adalah melihat kecenderungan perilaku bullying di latar belakang lingkungan sekolahnya. Hal ini betujuan untuk memahami dan mengetahui fenomena bullying di latar belakang sekolah homogen maupun heterogen agar frekuensi perilaku bullying dapat dikurangi.

  Bertolak dari uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian guna membuktikan apakah latar belakang Sekolah Menengah Atas Homogen maupun Sekolah Menengah Atas Heterogen akan mempengaruhi kecenderungan perilaku bullying yang ditampilkan oleh para siswa di Yogyakarta.

  B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah apakah ada perbedaan kecenderungan perilaku bullying di Sekolah Menengah Atas Homogen dan Sekolah Menengah Atas Heterogen di Yogyakarta? C.

   Tujuan Penelitian

  Mengetahui perbedaan kecenderungan perilaku bullying di Sekolah Menengah Atas Homogen dan Sekolah Menengah Atas Heterogen di Yogyakarta.

  D. Manfaat Penelitian

  1. Secara Teoritik Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pengetahuan di dunia psikologi terkait dengan bullying pada masa remaja.

  2. Secara Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat umum baik dari kalangan pendidik maupun kalangan orang tua tentang perilaku bullying di sekolah, khususnya yang terjadi di kalangan

BAB II DASAR TEORI A. Bullying

1. Pengertian Bullying

  Bullying telah dikenal sebagai suatu masalah sosial yang terjadi di

  berbagai kalangan, khususnya kalangan anak-anak (Krahe, 2005). Menurut Indarini, bullying adalah penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok, sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tidak berdaya. Peristiwanya, sangat mungkin terjadi berulang (Indriani, 2007).

  Bullying adalah perilaku negatif yang dilakukan kepada seseorang oleh

  satu atau sekelompok orang secara berulang – ulang. Perilaku negatif tersebut terjadi pada saat seseorang merasa terluka dan tidak nyaman karena orang lain akibat perlakuan kasar secara fisik, kata – kata atau melalui cara lain (Yuniarto, 2007) .

  Bullying terjadi saat seseorang atau sekelompok orang melakukan

  tindakan yang tidak menyenangkan terhadap orang lain. Hal tersebut dilakukan baik secara fisik seperti memukul, menendang, mengancam dengan kata – kata dan melakukan pengucilan terhadap seseorang yang dilakukan berulang kali hingga membuat orang tersebut tidak berdaya untuk melakukan perlawanan. Bullying adalah bentuk-bentuk perilaku berupa pemaksaan atau kelompok yang lebih lemah oleh seseorang atau sekelompok orang yang mempersepsikan dirinya lebih kuat (Pallegrini & Bartani, 2000).

  Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa bullying adalah suatu tindakan agresi yang dilakukan oleh seseorang/kelompok yang berupa pengunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti seseorang /kelompok lain, dilakukan secara berulang-ulang baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tidak berdaya.

2. Ciri-ciri Perilaku Bullying

  Secara umum, sebuah perilaku termasuk dalam perilaku bullying (Namovanma, 2007) apabila :

  a. Terdapat ketidakseimbangan kekuatan (imbalance power) antara pelaku dan korban Pelaku bullying memiliki kekuasaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan korban bullying. Perbedaan kekuasaan ini karena pelaku yang dominan umumnya mengajak temannnya untuk melakukan bullying. Pihak korban tidak memiliki teman sehingga timbullah tindakan bullying.

  b. Perilaku tersebut dilakukan secara berulang-ulang, baik suatu waktu tertentu atau random tetapi dalam satu rangkaian dan dimaksudkan untuk melukai

  Bullying dilakukan dengan dalih humor. Pelaku sering tidak menyadari

  bahwa humor yang dilontarkan merupakan hal yang tidak disukai oleh korban bahkan menyakitkan. Karena ketidaksadaran ini menjadikan perilaku tersebut terjadi berulang-ulang.

  c. Dilakukan secara sengaja Pelaku dengan sengaja menyakiti orang lain karena mereka pernah mengalami hal yang sama dan ingin menunjukkan kekuasaan mereka. Selain itu juga karena pelaku merasa marah karena korban tidak melakukan sesuai yang diharapkan.

3. Bentuk Perilaku Bullying

  Perilaku bullying dapat dikategorikan dalam lima bentuk yaitu : (Riauskina, 2005)

  a. Kontak fisik langsung meliputi : memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, memeras, dan merusak barang-barang milik orang lain.

  b. Kontak verbal langsung meliputi : mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama, sarkasme, mencela, mengintimidasi, memaki, dan menyebarkan gosip

  c. Perilaku non – verbal langsung meliputi : melihat dengan sinis, menjulurkan lidah tanda mengejak, menampilkan ekspresi muka d. Perilaku non – verbal tidak langsung meliputi : mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga retak, sengaja mengabaikan, mengirim surat kaleng

  e. Pelecehan seksual meliputi : paerilaku agresif fisik maupun verbal

4. Faktor Penyebab Perilaku Bullying

   Bullying termasuk dalam perilaku agresi sebagai bagian dari conduct behaviour problem pada anak. Oleh karena itu, beberapa faktor pembentuk

  perilaku agresi antara lain sebagai berikut :

  a. Frustrasi dan Kemarahan Frustrasi adalah gangguan atau kegagalan dalam mencapai tujuan

  (Sears, 2004). Dalam perspektif frustrasi-agresi, Dollar, dkk (Berkowitz, 1995) menyebutkan bahwa frustrasi dapat menimbulkan perilaku Agresi.

  Apabila frustrasi cenderung meningkat, maka akan cenderung membuat orang semakin marah dan kemarahan itu merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan munculnya perilaku agresi (Sears, 2004).

  Jadi, seseorang bisa melakukan tindakan bullying karena dipicu oleh kemarahan dan rasa frustrasi kepada seseorang yang tidak disukainya.

  b. Proses Belajar Masa Lalu Sears (2004) mengungkapkan bahwa mekanisme utama yang menentukan perilaku agresi manusia adalah proses belajar masa lampau. Misalnya ketika masih bayi, seorang anak akan menunjkkan perasaan agresinya yaitu dengan cara menangis keras-keras, memukul-mukulkan tangannya. Hal itu terjadi karena seorang bayi belum menyadari kehadiran orang lain sehingga perasaan agresinya belum diarahkan pada diri seseorang. Berbeda ketika seseorang sudah memasuki masa dewasa, ia akan semakin mampu mengendalikan sifat agresifnya.

  c. Penguatan Proses munculnya perilaku agresi ditunjang pula dengan adanya proses penguatan / reinforcement (Sears, 2004). Penguatan atau peneguhan yang diberikan kepada perilaku seseorang akan mendapatkan ganjaran yang menyenangkan maka akan menimbulkan kecenderungan akan mengulangi perilaku yang sama. Jadi jikalau perilaku agresi dikuatkan oleh seseorang, maka akan ada kecenderungan perilaku tersebut diulang kembali karena mendapatkan keyakinan bahwa tindakan yang dilakukannnya adalah tindakan biasa saja.

  d. Modelling Adanya contoh-contoh yang diberikan oleh orang lain atau modelling kepada seseorang, juga bisa mempengaruhi kecenderungan agresi dari seseorang tersebut (Sears, 2004). Seseorang dapat melakukan tindakan bullying karena meniru atau melihat orang lain melakukan hal yang sama, sehingga ia tertarik untuk melakukannya juga. e. Perasaaan Negatif dan Kejadian yang Tidak Menyenagkan Berkowitz (Sears, 2004) mengungkapkan bahwa semua perasaan negatif dan tidak menyenangkan adalah dorongan dasar bagi perilaku agresi.

  Pengaruh rasa tersinggung atau ancaman terhadap harga diri seseorang mengakibatkan munculnya dorongan agresi.

5. Dampak perilaku Bullying

  Berbagai penelitian yang telah dilakukan menunjukkan adanya hubungan antara bullying dengan naiknya tingkat depresi, agresi, penurunan nilai akademis, hingga tindakan bunuh diri ( Indarini, 2007).

  Korban bullying juga mengalami kesepian dalam hidupnya, memiliki kesulitan untuk menyelesaikan masalah sosial dan kesulitan mengontrol emosi. Hal lain yang dapat ditimbulkan dari perilaku bullying bagi korban adalah banyak timbul emosi negatif seperti marah, kesal, tertekan, sedih, dendam, mali, terancam, namun tidak berdaya untuk menghadapinya (Yuniarto, 2007).

B. Remaja

1. Batasan Usia Remaja

  Dalam beberapa budaya, batasan usia remaja mencakup usia 10 – 13 tahun dan berakhir pada usia rata-rata 18–22 tahun (Santrock, 2003). Remaja sendiri diartikan sebagai suatu masa peralihan / masa transisi dari masa anak- anak ke masa dewasa yang didalamnya terdapat perubahan biologis, kognitif dan sosio emosi. Menurut Eric Erikson masa remaja merupakan suatu tahapan perkembangan yang kelima, yaitu identitas versus kekacauan identitas dimana pada saat ini individu dihadapkan pada pertanyaa siapa mereka, dan kemana tujuan hidupnya (Santrock, 2003).

  Remaja menurut WHO remaja adalah suatu masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda seksual sekundernya saat ia mencapai kematangan seksual. Selain itu, remaja merupakan masa dimana individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak – kanak menjadi dewasa. Pada masa ini juga terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi ke keadaan yang relatif mandiri (Sarwono, 2005).

  Menurut beberapa ahli, pada saat individu memasuki usia 15-19 tahun maka dapat disebutkan bahwa mereka memasuki masa remaja (Santrock, 2003). Siswa yang berada di Sekolah Menengah Atas berusia rata-rata 15-19 tahun.

  Jadi dapat disimpulkan bahwa masa remaja memiliki batasan usia 15-19 tahun yang merupakan tahap perkembangan dimana individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak – anak menjadi orang dewasa yang didalamnya terjadi perubahan mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosio emosional.

C. Jenis Sekolah

  Menurut definisi dari Wikipedia bahasa Indonesia, sekolah merupakan bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran. Sekolah dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah. Kepala sekolah dibantu oleh wakil kepala sekolah. Jumlah wakil kepala sekolah di setiap sekolah berbeda, tergantung dengan kebutuhannya.

  Bangunan sekolah disusun meninggi untuk me

  Jenis sekolah bervariasi, diantaranya ada sekolah yang hanya menerima satu jenis kelamin saja atau disebut sebagai sekolah homogen, atau yang dikenal sebagai pendidikan non koedukasi (non co-education). Dan sekolah yang menerima siswa berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan, yang dikenal dengan sekolah heterogen atau pendidikan koedukasi (co-education).) Sekolah Menengah Atas Homogen merupakan Sekolah Menengah Atas yang para siswanya terdiri dari satu jenis gender yaitu laki-laki semua atau perempuan semua, sedangkan Sekolah Menengah Atas Heterogen adalah Sekolah Menengah Atas yang para siswanya terdiri dari dua jenis gender yaitu laki-laki dan perempuan (Phytria, 2008).

  D.

  

Hubungan Perilaku Bullying di Sekolah Homogen dan di Sekolah

Heterogen

  Menurut penelitian Yayasan Sejiwa, tidak ada satu pun sekolah di Indonesia yang bebas dari bullying. Kekerasan berpotensi besar muncul terutama di sekolah-sekolah yang siswanya sejenis / homogen dengan siswa perempuan atau laki-laki saja (Diana, 2007).

  Sekolah homogen cenderung memiliki kebebasan berekspresi lebih besar dibandingkan dengan sekolah heterogen sehingga mereka cenderung tampil arogan. Hal ini didukung oleh ungkapan menyatakan bahwa kebebasan dan kenyamanan dalam bertingkah laku dan berpenampilan akan sangat dirasakan di sekolah homogen ( Florencegiovani, 2008). Hal-hal yang dilakukan di sekolah homogen seperti para siswi di sekolah homogen duduk

  mengangkang sehingga rok bagian dalam terbuka, tidak perlu repot-repot

  tampil cantik jika ke sekolah karena lawan jenis yang ada kemungkinan hanya guru-guru, dan tukang kebun sekolah. Tidak perlu jaga image di depan lawan jenis, jika mengantuk tidur di kelas saat pelajaran dengan berbagai gaya tanpa perlu takut diejek oleh lawan jenis. Hal inilah yang disebut dengan kebebasan berekspresi.

  Di sekolah heterogen yang terjadi kemungkinan akan sebaliknya. Para siswi akan malu jika duduk mengangkang dan selalu ingin tampil cantik karena siswa yang lain adalah lawan jenisnya. Karena antara laki-laki dan perempuan berada ditempat yang sama sehingga nantinya akan lebih timbul keengganan jika melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh siswa dari sekolah heterogen (Phytria, 2008). Oleh karena itu, ada batasan untuk berekspresi di sekolah heterogen.

  Kecenderungan yang mungkin akan muncul berdasarkan pernyataan diatas adalah sekolah homogen akan memiliki kecenderungan perilaku

  bullying lebih tinggi dibanding sekolah heterogen.

E. Hipotesis

  Sekolah Menengah Atas Homogen memiliki kecenderungan perilaku bullying lebih tinggi dibanding Sekolah Menengah Atas Heterogen.

  SKEMA Remaja

  Usia 15-19 tahun Perbedaan lingkungan sekolah

  Ciri Sekolah Homogen Ciri Sekolah Heterogen

  1. Senioritas cenderung tinggi

  1. Senioritas cenderung rendah

  2. Siswa cenderung melakukan Modelling

  2. Siswa cenderung tidak melakukan Modelling

  3. Cenderung tidak ada batasan kebebasan berekspresi

  3. Cenderung ada batasan kebebasan berekspresi Akibat :

  Akibat :

  1. Perbedaan kekuasaan antar siswa cenderung tinggi

  1. Perbedaan kekuasaan antar siswa cenderung rendah

  2. Perilaku menyimpang cenderung berulang

  2. Perilaku menyimpang cenderung tidak berulang

  3. Siswa cenderung tampil arogan

  3. Siswa cenderung tidak tampil arogan

  4 Kecenderungan perilaku Bullying tinggi Kecenderungan perilaku Bullying rendah

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian komparatif yaitu penelitian yang

  bertujuan untuk melihat perbedaan dengan cara membandingkan kecenderungan frekuensi perilaku bullying (variabel tergantung) ditinjau dari latar belakang Sekolah Menengah Atas Homogen dan Sekolah Menengah Atas Heterogen (variabel bebas) (Purwanto, 2008).

  B. Subjek Penelitian

  Subjek dalam penelitian ini adalah anak remaja dan dibatasi pada masa remaja tengah yaitu mulai dari usia 15 hingga 19 tahun. Menurut beberapa ahli, pada saat individu memasuki usia 15 hingga 19 tahun maka dapat disebutkan bahwa mereka memasuki masa remaja (Santrock, 2003). Subjek secara umum memiliki kriteria berada pada batasan usia 15 hingga 19 tahun.

  C. Identifikasi Variabel

  Penelitian ini memiliki dua variabel, yang pertama disebut variabel bebas. Variabel bebas merupakan sebuah aspek dari lingkungan yang diteliti secara empiris dengan tujuan untuk menentukan apakah variabel ini akan mempengaruhi suatu perilaku (Purwanto, 2008). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Jenis Sekolah yang terdiri dari Sekolah Menengah Atas Homogen dan Sekolah Menengah Atas Heterogen.

  Jenis variabel yang kedua yaitu variabel tergantung. Variabel tergantung merupakan respon yang diteliti atau diukur dalam penelitian yang dilakukan (Purwanto, 2008). Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kecenderungan frekuensi perilaku bullying.

D. Definisi Operasional 1.

   Bullying

  Dalam penelitian ini, kecenderungan bullying diukur dengan menggunakan Skala Kecenderungan Perilaku Bullying. Disusun menurut teori yang dikemukakan oleh Riauskina (Riauskina, 2005). Masing – masing subjek akan mendapatkan skor pada aitem yang mereka isi dalam masing-masing kategori. Skor pada setiap aitem akan dijumlahkan sehingga akan diketahui skor total subjek. Kecenderungan bullying diketahui dengan melihat skor total subjek tersebut. Semakin tinggi skor total yang diperoleh subjek menunjukkan kecenderungan frekuensi bullyingnya semakin tinggi, demikian pula sebaliknya. Menurut teori, perilaku bullying dapat dikelompokkan dalam lima kategori, yaitu : i. Kontak fisik langsung meliputi : memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, memeras, dan merusak barang-barang milik orang lain. ii. Kontak verbal langsung meliputi : mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama, sarkasme, mencela, iii. Perilaku non – verbal langsung meliputi : melihat dengan sinis, menjulurkan lidah tanda mengejek, menampilkan ekspresi muka merendahkan, mengancam. iv. Perilaku non – verbal tidak langsung meliputi : mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga retak, sengaja mengabaikan, mengirim surat kaleng. v. Pelecehan seksual meliputi : perilaku agresif fisik maupun verbal 2.

   Jenis Sekolah : Sekolah Menengah Atas Homogen dan Sekolah Menengah Atas Heterogen

  Sekolah Menengah Atas Homogen dan Sekolah Menengah Atas Heterogen dalam penelitian diperoleh dengan cara membagikan kuisioner pada subjek penelitian dengan latar belakang Sekolah Menengah Atas Homogen dan Sekolah Menengah Atas Heterogen. Subjek sudah memiliki klasifikasi yang berbeda karena pembagian kuisioner juga berbeda pada Sekolah Menengah Atas Homogen dan Sekolah Menengah Atas Heterogen.

E. Prosedur Penelitian

  1. Peneliti membuat skala pengukuran kecenderungan bullying dengan metode rating yang dijumlahkan (Summated Rating) / Likert.

  2. Melakukan ujicoba skala pada kelompok subjek yang memiliki kriteria yang sama dengan subjek penelitian sesungguhnya.

  3. Peneliti melakukan uji kesahihan aitem dan reliabilitas skala untuk

  4. Menentukan subjek penelitian yang sesuai dengan kriteria dan kemudian meminta subjek untuk mengisi skala pengukuran kecenderungan bullying yang telah diuji kesahihannya dan reliabilitasnya.

  5. Menganalisa data yang masuk dengan uji statistik dengan Independent Sample T-Tes. .

  6. Membuat kesimpulan berdasarkan hasil analisis tersebut.

F. Alat Pengumpulan Data

  Alat pengambilan data dalam penelitian ini adalah skala kecenderungan perilaku bullying yang dibuat berdasarkan metode skala Likert (Azwar, 2005).

  Skala kecenderungan perilaku bullying dibuat oleh peneliti berdasarkan teori yang dikemukakan Riauskina (2005) yang menyatakan bahwa kecenderungan

  bullying terdiri dari lima kategori yaitu kontak fisik langsung, kontak verbal