Bab XII - DOCRPIJM 1503558238012 BAB XII NEW ASPEK KELEMBAGAAN KABUPATEN LAMONGAN
Bab XII
Aspek Kelembagaan Kabupaten
Lamongan
Dalam pembangunan prasarana bidang Cipta Karya, untuk mencapai hasil
yang optimal diperlukan kelembagaan yang dapat berfungsi sebagai motor
penggerak RPIJM agar dapat dikelola dengan baik dan dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Kelembagaan dibagi dalam 3 komponen utama, yaitu organisasi, tata laksana
dan sumber daya manusia. Organisasi sebagai wadah untuk melakukan tugas dan
fungsi yang ditetapkan kepada lembaga; tata laksana merupakan motor yang
menggerakkan organisasi melalui mekanisme kerja yang diciptakan; dan sumber
daya manusia sebagai operator dari kedua komponen tersebut. Dengan demikian
untuk meningkatkan kinerja suatu lembaga, penataan terhadap ketiga komponen
harus dilaksanakan secara bersamaan dan sebagai satu kesatuan.
12.1. ARAHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN BIDANG CIPTA KARYA
Beberapa kebijakan berikut merupakan landasan hukum dalam
pengembangan dan peningkatan kapasitas kelembagaan RPIJM pada pemerintahan
kabupaten Lamongan
1. Undang‐Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Dalam UU 32/2004 disebutkan bahwa Pemerintah Daerah mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan menjalankan otonomi seluas‐
luasnya, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan
umum, dan daya saing daerah. Untuk membantu Kepala Daerah dalam
melaksanakan otonomi, maka dibentuklah organisasi perangkat daerah yang
ditetapkan melalui Pemerintah Daerah.
2. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan
PP tersebut mencantumkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan
bidang wajib yang menjadi urusan pemerintah daerah, dan pemerintah
berkewajiban
kabupaten/kota.
untuk
melakukan
pembinaan
terhadap
pemerintah
PP 38/2007 ini juga memberikan kewenangan yang lebih besar kepada
Pemerintah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pembangunan di Bidang
Cipta Karya. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 7 Bab III, yang berbunyi
“(1) Urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) adalah urusan
pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi
dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar.
(2) Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: antara lainnya
adalah bidang pekerjaan umum”.
Dari pasal tersebut, ditetapkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan
bidang wajib yang menjadi urusan pemerintah daerah, sehingga penyusunan
RPIJM sebagai salah satu perangkat pembangunan daerah perlu melibatkan
Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
3. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi
Daerah
Berdasarkan PP 41 tahun 2007, bidang PU meliputi bidang Bina Marga,
Pengairan, Cipta Karya dan Penataan Ruang. Bidang PU merupakan
perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas. Dinas ditetapkan
terdiri dari 1 sekretariat dan paling banyak 4 bidang, dengan sekretariat terdiri
dari 3 subbagian dan masing‐masing bidang terdiri dari paling banyak 3 seksi.
4. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010‐2014
Dalam Buku II Bab VIII Perpres ini dijabarkan tentang upaya untuk
meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi diperlukan adanya
upaya penataan kelembagaan dan ketalalaksanaan, peningkatan kualitas
sumber daya manusia aparatur, pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi, penyempurnaan sistem perencanaan dan penganggaran, serta
pengembangan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dan
aparaturnya.
Untuk mendukung penataan kelembagaan, secara beriringan telah ditempuh
upaya untuk memperkuat aspek ketatalaksanaan di lingkungan instansi
pemerintah, seperti perbaikan standar operasi dan prosedur (SOP) dan
penerapan e‐government di berbagai instansi. Sejalan dengan pengembangan
manajemen kinerja di lingkungan instansi pemerintah, seluruh instansi pusat
dan daerah diharapkan secara bertahap dalam memperbaiki sistem
ketatalaksanaan dengan menyiapkan perangkat SOP, mekanisme kerja yang
lebih efisien dan efektif, dan mendukung upaya peningkatan akuntabilitas
kinerja.
5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 Tentang
Grand Design Reformasi Birokrasi 2010‐2025
Tindak lanjut dari Peraturan Presiden ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengusulan, Penetapan, dan
Pembinaan Reformasi Birokrasi pada Pemerintah Daerah. Berdasarkan
peraturan menteri ini, reformasi birokrasi pada pemerintah daerah
dilaksanakan mulai tahun 2012, dengan dilakukan secara bertahap dan
berkelanjutan sesuai dengan kemampuan pemerintah daerah. Permen ini
memberikan panduan dan kejelasan mengenai mekanisme serta prosedur
dalam rangka pengusulan, penetapan, dan pembinaan pelaksanaan reformasi
birokrasi pemerintah daerah.
Upaya pembenahan birokrasi di lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya
telah dimulai sejak tahun 2005. Pembenahan yang dilakukan adalah
menyangkut 3 (tiga) pilar birokrasi, yaitu kelembagaan, ketatalaksanaan, dan
Sumber Daya Manusia (SDM).
Untuk mendukung tercapainya good governance, maka perlu dilanjutkan dan
disesuaikan dengan program reformasi birokrasi pemerintah, yang terdiri dari
sembilan program, yaitu :
1. Program Manajemen Perubahan, meliputi: penyusunan strategi manajemen
perubahan dan strategi komunikasi K/L dan Pemda, sosialisasi dan
internalisasi manajemen perubahan dalam rangka reformasi birokrasi;
2. Program Penataan Peraturan Perundang‐undangan, meliputi: penataan
berbagai peraturan perundang‐undangan yang dikeluarkan/diterbitkan
oleh K/L dan Pemda;
3. Program Penguatan dan Penataan Organisasi, meliputi: restrukturisasi
tugas dan fungsi unit kerja, serta penguatan unit kerja yang menangani
organisasi, tata laksana, pelayanan publik, kepagawaian dan diklat;
4. Penataan Tatalaksana, meliputi: penyusunan SOP penyelenggaraan tugas
dan fungsi, serta pembangunan dan pengembangan e‐government;
5. Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, meliputi: penataan sistem
rekrutmen pegawai, analisis dan evaluasi jabatan, penyusunan standar
kompetensi jabatan, asesmen individiu berdasarkan kompetensi;
6. Penguatan Pengawasan, meliputi: penerapan Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah (SPIP) dan Peningkatan peran Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah (APIP);
7. Penguatan Akuntabilitas, meliputi: penguatan akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah, pengembangan sistem manajemen kinerja organisasi dan
penyusunan Indikator Kinerja Utama (IKU);
8. Penguatan Pelayanan Publik, meliputi: penerapan standar pelayanan pada
unit kerja masing‐masing, penerapan SPM pada Kab/Kota.
9. Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan.
6. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan
Genderdalam Pembangunan Nasional
Di dalam Inpres ini dinyatakan bahwa pengarusutamaan gender ke dalam
seluruh proses pembangunan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
kegiatan fungsional semua instansi dan lembaga pemerintah di tingkat Pusat
dan Daerah.
Presiden menginstruksikan untuk melaksanakan pengarusutamaan gender
guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan,
dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang
berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan
masing‐masing.
Terkait PUG, Kementerian PU dan Ditjen Cipta Karya pada umumnya telah
mulai menerapkan PUG dalam tiap program/kegiatan Keciptakaryaan. Untuk
itu perlu diperhatikan dalam pengembangan kelembagaan bidang Cipta Karya
untuk memasukkan prinsip‐prinsip PUG, demikian pula di dalam pengelolaan
RPIJM Bidang Cipta Karya.
7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 Tentang
Standar Pelayanan Minimum
Peraturan Menteri PU ini menekankan tentang target pelayanan dasar
bidang PU yang menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota. Target
pelayanan dasar yang ditetapkan dalam Permen ini yaitu pada Pasal 5 ayat 2,
dapat dilihat sebagai bagian dari beban dan tanggungjawab kelembagaan yang
menangani bidang ke‐ PU‐an, khususnya untuk sub bidang Cipta Karya yang
dituangkan di dalam dokumen RPIJM.
Dalam Permen ini juga disebutkan bahwa Gubernur bertanggung jawab
dalam koordinasi penyelenggaraan pelayanan dasar bidang PU, sedangkan
Bupati/Walikota bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan dasar
bidang PU. Koordinasi dan penyelenggaraan pelayanan dasar Bidang Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang dilaksanakan oleh instansi yang bertanggung jawab
di Bidang PU dan Penataan Ruang baik provinsi maupun kabupaten/kota.
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk
Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah
Peraturan menteri ini menjadi landasan petunjuk teknis dalam penataan
perangkat daerah. Berdasarkan Permen ini dasar hukum penetapan perangkat
daerah adalah Peraturan Daerah (Perda). Penjabaran tupoksi masing‐masing
SKPD Provinsi ditetapkan dengan Pergub, dan SKPD Kab/Kota dengan
Perbup/Perwali.
9. Permendagri Nomor 57 tahun 2010 tentang Pedoman Standar Pelayanan
Perkotaan
Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi pemerintah daerah sebagai
dasar untuk memberikan pelayanan perkotaan bagi masyarakat. SPP adalah
standar pelayanan minimal kawasan perkotaan, yang sesuai dengan fungsi
kawasan perkotaan merupakan tempat permukiman perkotaan, termasuk di
dalamnya jenis pelayanan bidang keciptakaryaan, seperti perumahan, air
minum, drainase, prasarana jalan lingkungan, persampahan, dan air limbah.
10. Kepmen PAN Nomor 75 tahun 2004 tentang Pedoman Perhitungan
Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan
Formasi Pegawai Negeri Sipil
Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi setiap instansi pemerintah
dalam menghitung kebutuhan pegawai berdasarkan beban kerja dalam rangka
penyusunan formasi PNS. Dalam perhitungan kebutuhan pegawai, aspek pokok
yang harus diperhatikan adalah: beban kerja, standar kemampuan rata‐rata,
dan waktu kerja. Dalam keputusan ini, Gubernur melakukan pembinaan dan
pengendalian pelayanan perkotaan, sedangkan Bupati/Walikota melaksanakan
dan memfasilitasi penyediaan pelayanan perkotaan.
Berdasarkan peraturan‐peraturan di atas, maka dimungkinkan untuk
mengeluarkan peraturan daerah untuk pemantapan dan pengembangan
perangkat daerah, khususnya untuk urusan pemerintahan bidang pekerjaan
umum dan lebih khusus lagi tentang urusan pemerintahan pada sub bidang
Cipta Karya. Dengan adanya suatu kelembagaan yang definitif untuk menangani
urusan pemerintah pada bidang/sub bidang Cipta Karya maka diharapkan
dapat meningkatkan kinerja pelayanan kelembagaan.
12.2. KONDISI KELEMBAGAAN SAAT INI
Secara umum instansi pemerintahan yang terdapat di Kabupaten
Lamongan sudah mencakup bidang‐bidang dalam kegiatan pengembangan
prasarana dan sarana wilayah di Kabupaten Lamongan. Instansi pemerintahan
yang berwenang dalam kegiatan pengelolaan dan pengembangan prasarana dan
sarana dalam mendukung pembangunan wilayah Kabupaten Lamongan yaitu
Dinas Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Dinas Pekerjaan
Umum Cipta Karya (PU. CIPTA KARYA), dan Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Kabupaten Lamongan. Pada umumnya kewenangan dan tanggung
jawab instansi‐instansi pemerintahan tersebut dalam menjalankan dan
melaksanakan program‐program pembangunan daerah sudah cukup baik.
Di Kabupaten Lamongan, pengelolaan dan pengembangan bidang‐bidang
prasarana dan sarana permukiman dilakukan oleh tiap‐tiap dinas dalam
bertindak sebagai pengelola, juga berfungsi sebagai pengatur, pengawas, dan
pembina pengelola. Sebagai pengatur, Dinas‐dinas tersebut bertugas membuat
peraturan‐peraturan yang harus dilaksanakan dalam tata pengelolaan dan
pembangunan prasarana dan sarana permukiman. Sebagai pengawas, fungsi
instansi‐instansi pemerintahan tersebut adalah mengawasi pelaksanaan
peraturan‐peraturan yang telah dibuat dan memberikan sangsi bila dalam
pelaksanaan tugasnya tidak mencapai kinerja yang telah ditetapkan. Fungsi
sebagai pembina pengelolaan pada instansi‐instansi pemerintahan tersebut
adalah melakukan peningkatan kemampuan. Pembinaan tersebut dapat
dilakukan melalui pelatihan‐pelatihan maupun menyelenggarakan kegiatan‐
kegiatan sebagai upaya peningkatan dan pengembangan pelayanan pengelolaan
infrastruktur di wilayah Kabupaten Lamongan.
Dalam manajamen pegelolaan dan pengembangan prasarana dan sarana
wilayah yang dioperasionalkan, tiap‐tiap instansi pemeritahanan tersebut juga
mempunyai kewenangan dan tanggung jawab dalam penyediaan pembiayaan
pengelolaan prasarana dan sarana wilayah yang didapatkan dari sumber‐
1.
sumber pemerintah daerah dan retribusi jasa pelayanan.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA)
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah adalah unsur pendukung tugas
kepala daerah di bidang perencanaan pembangunan di daerah. Dipimpin oleh
seorang kepala badan yang mempunyai tugas membantu Bupati di bidang
2.
perencanaan pembangunan di daerah serta penilaian atas pelaksanaannya.
Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya (PU. CIPTA KARYA)
Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya adalah unsur pendukung tugas kepala
daerah di bidang pekerjaan umum di daerah. Dipimpin oleh seorang kepala
dinas yang mempunyai tugas memimpin, melaksanakan koordinasi dalam
merumuskan perencanaan kebijaksanaan, pengawasan dan pengendalian
dalam penyelenggaraan kegiatan dibidang Pekerjaan Umum.
Susunan Organisasi Dinas Pekerjaan Umum meliputi :
Kepala Dinas
Sekretariat
Bidang Pengembangan Wilayah Permukiman
Bidang Tata Bangunan
Bidang Kebersihan dan Pertamanan
Kondisi Kelembagaan Non Pemerintahan
Kelembagaan non pemerintahan yang terdapat diwilayah Kabupaten
Lamongan
merupakan
organisasi‐organisasi
yang
terbentuk
ditingkatan
masyarakat serta pihak‐pihak swasta yang berkepentingan dalam kegiatan
pengelolaan dan pengembangan infrastruktur daerah. Organisasi pada tingkatan
masyarakat pada umumnya merupakan organisasi bentukan oleh kelompok‐
kelompok masyarakat daerah yang terlibat dalam kegiatan‐kegiatan pembangunan
daerah. Masyarakat tentunya memiliki peran yang besar dalam pengelolaan
prasarana dan saran di sekitar tempat tinggalnya, mereka harus sadar dan bisa
mengelola ketersediaan dan kondisi prasarana dan sarana disekitar tempat
tinggalnya dengan baik.
Selain itu masyarakat juga harus mendukung program pemerintah yang
berkaitan dengan penyediaan, pengelolaan dan pengembangan prsarana dan sarana
daerah. Pemerintah menyediakan berbagai sarana dan prasarana wilayah, dan
masyarakat bisa mengelola dan merawatnya dengan baik. Dengan adanya
partisipasi pada masyarakat, baik dalam bentuk kelompok‐kelompok masyarakat
maupun kelembagaan lainnya diharapkan akan mendukung serta mendorong
peningkatan penyediaan, pengelolaan serta pengawasan dalam pembangunan
prasarana dan sarana wilayah di Kabupaten Lamongan.
12.2.1 Kondisi Keorganisasian Bidang Cipta Karya
Sebagaimana ditetapkan dalam Program RB, penataan tata laksana
merupakan salah satu prioritas program untuk peningkatan kapasitas
kelembagaan. Tata laksana organisasi yang perlu dikembangkan adalah
menciptakan
hubungan
kerja
antar
perangkat
daerah
dengan
menumbuhkembangkan rasa kebersamaan dan kemitraan dalam melaksanakan
beban kerja dan tanggung jawab bagi peningkatan produktifitas dan kinerja.
Secara internal, keorganisasian urusan pemerintah bidang keciptakaryaan,
perlu mengembangkan hubungan fungsional sesuai dengan kompetensi dan
kemandirian dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang untuk masing‐
masing bidang/seksi. Selanjutnya juga perlu dikembangkan hubungan kerja yang
koordinatif baik antar bidang/seksi di dalam keorganisasian urusan keciptakaryaan,
maupun untuk hubungan kerja lintas dinas/bidang dalam rangka menghindari
tumpang tindih atau duplikasi program dan kegiatan secara substansial dan
menjamin keselarasan program dan kegiatan antar perangkat daerah.
Prinsip‐prinsip hubungan kerja yang diuraikan di atas perlu dituangkan di
dalam Peraturan Daerah tentang keorganisasian Pemerintah Kabupaten/kota,
khususnya menyangkut tupoksi dari masing‐masing instansi pemerintah bidang
keciptakaryaan.
12.2.2 Kondisi Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya
Sebagaimana ditetapkan dalam Program RB, penataan tata laksana
merupakan salah satu prioritas program untuk peningkatan kapasitas
kelembagaan. Tata laksana organisasi yang perlu dikembangkan adalah
menciptakan
hubungan
kerja
antar
perangkat
daerah
dengan
menumbuhkembangkan rasa kebersamaan dan kemitraan dalam melaksanakan
beban kerja dan tanggung jawab bagi peningkatan produktifitas dan kinerja.
Secara internal, keorganisasian urusan pemerintah bidang keciptakaryaan,
perlu mengembangkan hubungan fungsional sesuai dengan kompetensi dan
kemandirian dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang untuk masing‐
masing bidang/seksi. Selanjutnya juga perlu dikembangkan hubungan kerja yang
koordinatif baik antar bidang/seksi di dalam keorganisasian urusan keciptakaryaan,
maupun untuk hubungan kerja lintas dinas/bidang dalam rangka menghindari
tumpang tindih atau duplikasi program dan kegiatan secara substansial dan
menjamin keselarasan program dan kegiatan antar perangkat daerah.
Prinsip‐prinsip hubungan kerja yang diuraikan di atas perlu dituangkan di
dalam Peraturan Daerah tentang keorganisasian Pemerintah Kabupaten/kota,
khususnya menyangkut tupoksi dari masing‐masing instansi pemerintah bidang
keciptakaryaan.
Dengan mengacu pada tabel berikut, dapat dicantumkan penjabaran peran
masing‐masing instansi dalam pembangunan bidang Cipta Karya.
Tabel 12.1
Hubungan Kerja Instansi Bidang Cipta Karya
Peran Instansi dalam
No
Instansi
Pembangunan Bidang
CK
(1)
(2)
Unit/Bagian yang
Menangani
Pembangunan Bidang
CK
(3)
(4)
1
Bappeda
Perencanaan
Bidang
2
Dinas Cipta Karya, Tata Pelaksana
Teknis
Ruang dan Kebersihan
Pembangunan Bidang
Fisik
Prasarana
dan
Keciptakaryaan
meliputi sektor :
Pengembangan
Minum
Air Seksi PLAB Bidang Cipta
Pengembangan PPLP
Pengembangan
Permukiman
Karya
Seksi PLAB Bidang Cipta
Karya
Seksi Tata Perumahan
Bidang Cipta Karya
Penataan
Bangunan Seksi Tata Bangunan
dan Lingkungan
Bidang Cipta Karya
Seksi Pertamanan Bidang
Kebersihan
Seksi
PJU
Kebersihan
Bidang
Tabel 12.2
Inventarisasi SOP Bidang Cipta Karya
No.
(1)
Nama SOP
(2)
Pengembangan Permukiman
1
Instansi yang
Tugas dan Fungsi
Terlibat
Instansi dalam SOP
(3)
(4)
dst
1
Penataan Bangunan dan Lingkungan
dst
1
Pengembangan Air Minum
dst
Pengembangan PLP
1
dst
SOP Non‐Teknis
1
dst
Tabel 12.3
Komposisi Pegawai dalam Unit Kerja Bidang Cipta Karya
Unit
Golongan
Kerja
(1)
Dinas
Karya,
Ruang
Kebersihan
(2)
Cipta Gol I : ‐
Tata
dan
Gol II : 64 Org
Gol III : 13 0rg
Gol IV : ‐ 0rg
Jenis
Latar Belakang
Jabatan
Kelamin
Pendidikan
Fungsional
(3)
(4)
(5)
Pria : 68 Org
Wanita : 9 Org
: 0rg
: 0rg