GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM (4)

GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Wulan Kurnia Hikmah
Wulankh@gmail.com
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Metro ( STAIN )
Abstrak
Keseharian dalam kehidupan manusia terlihat banyak pandangan mengenai gender,
banyaknya pendapat mengenai pengetian atau definisi gender sebenarnya semua itu memiliki
satu makna. Pandangan serta masalah gender yang ditinjau dari pendidikan agama islam
sangat menarik untuk di kupas dan dimaknai lebih mendalam. Gender yang berari perbedaan
pada laki-laki dan perempuan , ada pula permasalahan yang menjadi kendala dalam gender,
pendidikan agama islam yang semakin lama semakin merosot tingkat keberhasilan dalam
pencapaian nya. Agar tidak lagi ada perbedaan dalam mendapatkan hak pendidikan baik itu
laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama, tidak lagi ada pembatasan bagi
perempuan untuk mendapatkan hak nya. Perspektif gender mengarah pada suatu pandangan
atau pemahaman tentang peran perempuan dibedakan secara kodrati, dan peran gender yang
ditetapkan secara sosial budaya. Perbedaan gender akan menjadi masalah jika perbedaan itu
mengakibatkan ketimpangan perlakuan dalam masyarakat serta ketidakadilan dalam hak dan
kesempatan baik bagi laki-laki maupun perempuan.
Kata kunci : Gender, Pendidikan, Kodrati
Abstract
Human Everyday life seen a lot of views on gender, many opinions regarding to definition, or

gender definition is actually all that has one meaning, the views and gender issues in terms
of Islamic religious education is very interesting to peel and interpreted in more depth.
Aqueous gender differences men and women, there are also problems that become obstacles
in gender, Islamic religious education is becoming more and more degenerate levels of
success in his achievement. that no longer exists a difference in getting the right kind of
education that men and women have the same rights, no longer any restrictions for women to
obtain his rights. The gender perspective leads to a view or understanding of the role of
women distinguished by nature, and gender roles are defined socially and culturally. Gender
differences will be a problem if those differences lead to treatment in the community as well
as inequities in rights and opportunities for both men and women.
Keywords : Gender, education, natural
1

A. Pendahuluan
Bagi para orang-orang feminis, adanya faham kesetaraan gender di Indonesia adalah
sebuah kepercayaan. Dalam konsep gender, pembedaan diantara kaum laki dan wanita
berdasarkan perlakuan dengan pandangan social ataupun budaya. Perilaku yang menjadi
identitas laki atau perempuan dibentuk dengan proser budaya dan juga social yang sudah,
yang mencakup penampilan, pakaian, sikap, dan kepribadian. Apabila laki-laki dia
semestinya terlihat maskulian serta jika wanita harus feminism layaknya perempuan yang

mengikuti kodratnya. Maskulinitas yang ada pada laki-laki diperlihatkan melalui karakternya
seorang laki-laki yang gagah, pantang menyerah, egois, berfikir rasional serta kuat layaknya
laki-laki yang mengikuti kodratnya. Walaupun ada pula laki-laki yang tidak bersifat
demikian. Karna setiap orang memiliki sifat yang berbeda. Apabila sifat-sifat tersebut banyak
ditinggalkan ataupun tidak ada pada laki-laki, maka ia akan dianggap sebagai laki-laki yang
kebancibancian.
Feminimitas seorang perempuan diperlihatkan dengan karakter yang sangat menonjol
dan berbeda dengan laki-laki seperti lembut, rendah hati, anggun, suka mengalah, keibuan,
lemah, dan dapat memahami kondisi orang lain. Apabilasifat yang positif itu kebanyakan
ditinggal bahkan tidak di miliki oleh para wanita, maka wanita itu bias dikatakan wanita yang
tidak menarik. Watak sosial budaya ada yang namanya perubahan dalam setiap sejarah,
gender juga berubah dari satu waktu kewaktu selanjutnya, dari satu tempat dengan tempat
yang lain. Selain itu jenis kelamin yang dimiliki manusia sebagai sebuah kodrat dari Tuhan
tidak ada perubahan konsekuensi logisnya. Mereka beranggapan bahwa paham ini merupakan
solusi jalan keluar yang digunakan untuk mengatasi kekerasan serta diskriminasi atas
perempuan (Anwar, Pascasarjana, & Gontor, 2015).
Indonesia adalah salah satu dari banyaknya Negara yang sedang berada dalam
perkembangan. Karena itu selalu diupayakan pembangunan di segala bidang. Sebuah
pendidikan agama islam sebagai sebuah disiplin ilmu, yang memiliki sebuah cirri chas dan
tujuan yang berbeda dari disiplin ilmu yang lain. Bahkan sangat mungkin memiliki perbedaan

yang sesuai dengan orientasi dari masing-masing lembaga yang menyelenggarakannya. Maka
dari itu, suatu lembaga pendidikan diharapkan mampu untuk membawa peserta didik
mencapai tujuanyang berasal dari pendidikan agama islam itu sendiri, yaitu; menumbuhkan
serta menambah rasa keimanan terhadap Tuhan yang maha esa peserta didik dengan member,
memupuk dan mengembangkan pengetahuan, penghayatan, pengamalan dan juga
pengalaman siswa yang dididik tentang agama islam hingga menjadi manusia muslim yang
diharapkan islam yang terus-menerus memiliki pengembangan didalam keimananya,
2

ketakwaan terhadap Allah SWT. Untuk mensukseskan pembangunan tersebut, diperlukan
sebuah SDM yang tinggi serta berkualita. Guna mencapai SDM yang tinggi tersebut sangat
diperlukan pendidikan yang tinggi juga. Mengikutsertakan laki dan juga perempuan di dalam
sebuah pembangunan, berarti memanfaatkan sumber daya insani yang potensial dalam
pembangunan dan merupakan tindakan yang efekti serta efesien. Apalagi dengan dukungan
yang berkualita serta sumber daya manusia yang tinggi dan dan pendidikan yang tinggi juga
(Pengajar, Tarbiyah, & Ponorogo, 2010).
B. Pengertian Gender
Secara umum, definisi atau makna gender merupakan sebuah perbedaan yang terlihat
dari laki-laki dan juga perempuan jika dipandang melalui nilai yang ada pada tingkah laku.
Dalam women studies Ensiklopedia diberi penjelasan bahwasanya gender adalah praktik

sebuah perilaku, peran serta karakter yang terlihat maupun tidak yang ada pada laki dan juga
perempuan yang berkembang dalam masyarakat. perempuan dikenal dengan lemah lembut,
cantik, emosional, dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan
perkasa. Ciri-ciri dari sifat tersebut adalah sifat yang bias ditukar, seperti laki-laki yang
bersikap sepeti perempuan yakni bersikap lemah lembut, perempuan yang berfikap seperti
sikap laki-laki yakni bersikap kuat dan juga perkasa. Perubahan dan pertukaran sifat itu bias
terjadi dari waktu ke waktu yang berbeda, melalui tempat ke tempat lain.gerakan dan praktik
gender merupakan salah satu dari kreasi gerakan feminisme (“Pengaruh Sosialisasi Gender
Terhadap Pembentukan Pola Pikir Perempuan Aceh ( Studi Kasus Di Banda Aceh Dan Aceh
Besar ),” 2014).
Memahami istilah gender bukanlah hal yang sederhana. Kata gender itu merupakan
termasuk dari kosa kata yang baru, sehingga maknanya tidak dapat ditemukan dalam KBBI
(Kamus Besar Bahasa Indonesia). Persoalan gender bukanlah keberpihakan kepada salah satu
pihak (sebut perempuan). Akan tetapi, islam member tempat dengan tempat yang seimbang
dan setara, dimana setiap pasangan saling melengkapi satu sama lain. Hal tersebut tidaklah
sesuatu yang dipandang aneh bahwasanya sudut pandang islam itu memiliki isi yaitu
beberasa poin ketidak setaraan atau perbedaan yang mengutamakan laki-laki dari pada
perempuan, dikarenakan memiliki sebuah perbedaan alami antara gender. Laki dan juga
perempuan juga memiliki sebuah perbedaan dalam hal kemampuan untuk mempengaruhi
orang lain, respon dalam hal rangsangan, tingkatanan ketergantungan, keinginan untuk

menyerah, kesiapan, dan konsentrasi. Istilah gender yang kali pertama dipahami sebagai
perbedaan kelaminberasal dari bahasa latin genus yang berarti kelahiran, keluarga, atau
bangsa (Anwar et al., 2015).
3

Gender tidak jarang dimaknai dengan salah yaitu dengan pengertian "jenis kelamin"
seperti halnya seks. Syari'at islam tidaklah ada yang membeda-bedakan manusia atas dasar
jenis kelamin. Perbedaan peran juga fungsi laki-laki dan juga perempuan tidak berarti
terjadinya diskriminasi atau degradasi antara yang satu dengan yang lain. Manusia memiliki
hak-hak umum untuk hidup dalam martabat, hak dimana untuk memiliki bekal hidup dan
hak-hak sosial dan sipil. Dengan hubunganya dengan masa yang akan dating bahwa manusia
mempunyai hak untuk memilih bagaimana masa depanya tergantung pada usahanya untuk
mendapatkan masa depan yang di inginkanya, islam pun memberikan hak kepada para
perempuan untuk memilah dan memilih pasangan untuk mendampingi hidupnya sendiri.
Nabi menyebutkan telah memberikan kembali hak seorang gadis untuk memilih suami yang
sebelumnya mengeluh bahwa ayahnya memaksanya untuk menikah.
Seorang wanita juga memiliki hak-hak seperti berpenampilan indah, itu jika dia cukup
indah, sempurna danjuga memiliki moral yang bagus. Para perempuan juga mempunya hak
untuk membina hubungan social dengan orang lain, serta member partisipasi didalam
mengolah serta membangunkomunitasnya. Dipandang dari artinya didalam kamus tidak

dengan jelas adanya sebuah perbedaan makna seks dan juga gender. Seperti yang telah
disebutkan di atas,kata tersebut merupakan kosa kata yang baru. meskipun demikian istilah
kata itu telah sering digunakan. Walaupun kata gender belum masuk dalam perbendaharaan
Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah kata itu telah sering dipergunakan, misalnya di Kantor
Menteri Negara Urusan peran wanita denga ejaan "Jender" dengan diartikan sebagai
"interpretasi mental serta cultural terhadap seuatu perbedaan kelamin yaitu laki-lak dan juga
perempuan. Biasanya dipakai guna memperlihatkan pembagian suatu pekerjaan yang tepat,
mana untuk laki-laki dan mana untuk perempuan, itu tentu saja berbeda (Pai & Negeri, 2015).
Gender adalah sebuah istilah psikologi serta kebudayaan yang menuju kepada sebuah
perasaan subyek seorang laki-laki yang kelaki-lakian maupun wanita yang bersifat
kewanitaan (gender identity). Gender merujuk pada penilaian masyarakat kepada sikap
maskulin atau femini (gender role). Gender merupakan isu sentral dalam kajian hukum Islam
dewasa ini. Oleh karena itulah, harus dipahami bahwa saat memperbincangkan sesuatu dalam
konteks hokum islam akan sangat erat hubunganya dengan syari'ah serta fiqih.
Adanya hokum islam dalam konteks syari'ah adalah hokum dalam islam sebagai hokum
yang bersifat universal serta mutlakkebenaranya dikarenakan itu berasal dari Allah
Subhanahu wa Ta'ala. selain perbedaan tugas dan tanggungjawab yang secara tegas
disebutkan untuk laki-laki dan juga wanita, maka sangat terbuka ruang bagi laki-laki ataupun
wanita untuk memiliki keterlibatan yang aktif di dalam berbagai aspek kehidupan. Hal
4


tersebut sudah jelas diketahui dari tokoh para sahabat pada sasa Nabi, yang memiliki
hubungan dalam permasalahan gender sering kali di sorot secara khusus merupakan
perempuan. Beda hal nya dengan membahas hokum dalam islam dalam kontek fiqih, sangat
terlihat sehingga berasal pada sebuah pendapat sangat kontroversial. Bagi masing-masing
individual gender dimulai melalui penempatan pada kategori sexs yang berdasar pada
kelamin yang terlihat sejak lahir. seks belum menunjukkan fungsinya hingga masa-masa
pubertas. Sebuah perbedaan diantara laki-laki dan juga perempuan bukan sekedar biologis,
namun secara sosial dan cultural (Islam, 2014).
Bicara mengenai gender didalam bahasa maka yang umum dinilai merupakan bagaimana
cara mengungkapkan, gaya bahasa, dan larangan setiap kosakata bahasa yang selalu diucap
oleh pembicara atau penuturnya. Hal tersebut dapat kita lihat dari penutur laki-laki maupun
penutur perempuan. Sepertinya hal ini umum saja tetapi sebenarnya bila dinilai lebih dalam
lagi maka dapat ditunjukan bahwasanya seorang penguasa dalam berbahasa untuk masingmasing gender laki dan juga perempuan memiliki perbedaan yang sangat terlihat. Kosa kata
tertentu yang telah di atur oleh masing-masing gender dapat juga ditinjau sebagai sebuah
perbedaan. Istilah gender dipergunakan dengan cara yang berbeda dari sex.
Gender dipergunakan guna mengidentifikasi sebuah perbedaan yang ada pada pria dan
juga wanita melalui segi pandang social dan budaya. Sementara sex dipergunakan untuk
mengidentifikasi perbedaan-perbedaan yang ada pada laki-laki dan juga perempuan dari
sudut pandang atau segi anatomi biologi. gender lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek

sosial, budaya, dan lainya. Perbedaan itu menimbulkan sebuah pemisahan fungsi serta
tanggungjawab antara laki-laki maupun perempuan. Laki-laki memiliki tugas untuk
mengurus urusan diluar rumah sedangkan perempuan memiliki tugas untuk mengurusi urusan
yang adadi dalam rumah (hunter) dan peramu (gatherer) didalam masyarakat yang masih
tradisional bias dikatakan bahwasanya pada dasarnya peran gendertidaklah berasal dan
berdiri dengan sendiri, melainkan dengan identitas serta berbagai karakteristik yang
diasumsikan masyarakan terhadap laki-laki dan juga perempuan.
Sebab terjadinya ketimpangan status diantara laki-laki dan juga perempuan bukan hanya
sekedar perbedaan yang ada pada fisik biologi akan tetapi semua nilai-nilai social dan budaya
yang telah tumbuh serta melekat dan hiduo dalam masyarakat turut memberikan andil. Tyre
perpendapat bahwasanya perempuan lebih menggunakan otak sebelah kirinya yang
digunakan untuk mendengakan serta bicara dimana kegiatan komunikasi tersebut dapat
terjadi dengan lebih sering menggunakan otak sebelah kiri. Sehingga, otak sebelah kirinya
berperan utama dalam pengusaan bahasa oleh para wanita.
5

Anak perempuan bisa menguasai ungkapan yang lebih dari dua suku kata dari pada anak
laki-laki. Alasanya adalah adanya sebuah perubahan kognitif seorang anak perempuan terjadi
disaat umurnya 14 bulan hingga 20 bulan, sementara anak laki-laki terjadi perubahan kognitif
diumur 20 serta 24 bulan (Pendidikan, 2013).

C. Pengertian Pedidikan Agama Islam
Proses pendidikan yang di jalani oleh umat Islam lebih cenderung menggunakan metode
hafalan serta bukanlah memenfaatkan akal fikiran yang kreatif . Apabila dalam proses
pembelajaran yang dijalani hanyalah menggunakan metode hafalan terus-menerus tanpa
adanya pemanfaatan dan pemberian pendidikan softskill justru akan mengakibatkan para
lulusan kelaknya hanyalah bisa menghafal pelajaran sedangkan mereka hanya memiliki
sedikit keterampilan dalam dunia kerja atau keterampilan kelak yang dibutuhkan saat berada
di lapangan pekerjaan saat mereka terjun ke dunia pekerjaan (Dedi Wahyudi, 2014).
pendidikan islam yang secara sederhana bias dicari maknanya berdasarkan kepada nilainilai yang ada pada ajaran agam islam sebagaimana yang terdapat daam al-Qur'an dan
Sunnah Nabi SAW, semestinya telah terbebas dari prinsi yang tidak adil di dalam hal apapun
termasuk tidak adil yang ada pada gender atau perlakuan yang diskriminasi kepada
perempuan. Ciri-ciri otentisitas ajaran agama islam merupakan hal yang bersifat menyeuruh
(holistic), yang adil, serta seimbang. Masa Rasulullah SAW adalah masa yang sangat ideal
untuk kehidupan para perempuan, disana mereka bias berpartisipasi dengan cara yang beba
dalam hidup yang purblik tanpa harus dibedakan dengan kaum laki-laki. Dasar pendidikan
islam yang sesungguhnya itu memiliki kandungan makna konsep dasar nilai-nilai yang
bersifat universal seperti adil, manusiawi, keterbukaan, dinamis dan juga seterusnya
yangsesuai dengan sifat serta tujuan dalam pengajaran agama islam yang identik denga halhal dicontohkan Rasulullah SAW.
Dalam pandangan Islam, semua orang laki-laki maupun perempuan memiliki hak-hak
dan juga kewajiban-keajiban yang tidak berbeda serta seimbang termasuk hak-hak serta

kesempatan untuk mendapatkan dan dalam urusan pendidikan. tema kajian tentang gender
yang menarik dan banyak diteliti merupanakan kajian kritis kesetaraan gender yang ada
dalam Al-Qur'an. Bersamaan dengan itu muncullah gugatan-gugatan para feminis yang
ditujukan pada Islam. Sudah barang tentu pendidikan Islam termasuk di dalamnya,
dikarenakan pendidikan islam adalah sebagian yang tidak bias dipisahkan dari sistem Islam.
Pada umumnya gugatan-gugatan itu tidak ditujukan langsung pada teks-teks al-Qur'an
sendiri, melainkan dialamatkan kepada penafsiran para mufassir terhadap teks Al-Qur’an
yang mereka anggap telah banyak diwarnai bias gender sebagai akibat dari dominasi budaya
6

laki-laki terhadap perempuan.
laki-laki dan perempuan diciptakan seimbang dan serasi dan semestinya tidak boleh
terjadi penindasan antara yang satu dengan yang lainnya. Perempuan maupun laki-laki samasama memiliki kehususan-kekhususan, tetapi secara ontologi mereka adalah sama, sehingga
dengan sendirinya semua hak laki-laki juga menjadi hak perempuan. Didalam bidang
pendidikan, laki-laki ataupun perempuan memiliki hak, kewajiban, peluang dan kesempatan
yang sama.
Pendidikan Islam berspektif kesetaraan gender merupakan sebuah system pendidikan
yang merujuk kepada nilai yang ada dalam ajaran agama islam yang pada keseluruhan
aspeknya tercermin azas keadilan dan kesetaraan antar laki-laki dan juga perempuan,
menanamkan nilai-nilai yang menjujung tinggi persamaan ha kantar laki-laki dan juga

perempuan, dan menanamkan sikap anti diskriminasi terhadap jenis kelamin-kelamin tertentu
(Juono, 2015).
Ketika sebuah pendidikan dapat dimaknai sebagai sebuah latihan mental,moral dan fisik
(jasmaniah) yang memberikan sebuah hasil dimana manusia itu dapat berbudaya yang tinggi
guna melaksanakan tugas-tugas kewajiban serta tanggung jawab dalam masyarakat selaku
hamba Allah, maka kependidikan berarti menumbuhkan personalisasi begi manusi
menyerupai makanan yang berfungsi memberikan vitamin bagi pertumbehan dan
perkembangan manusia. Saran-saran pendidikan itu berbeda-beda menurut pandangan hidup
dari masing-masing pendidik atau lembaga. Oleh karena itulah perlu adanya rumusan
pandang hidup islam yang berarah pada sasaran pendidikan islam. Jika manusia itu
berpredikat seorang muslim, menjad penganut agama yang sungguh-sunggu, dia harus
mematuhi dan menjalankan ajaran agama islam dan juga bias menjaga supaya rahmat Allah
tetaplah ada pada dirinya, dia juga mesti bias memahami serta menghayati juga mengamalkan
dan mempraktekan ajaran yang dia dapat yang didorong oleh iman yang ia miiki dan selaras
dengan aqidah islamiah. Demikian sehingga manusia diharuskan untuk dididi dengan prosespendidikan yang islami yang memiliki tujuan yang baik.
Pendidikan islam adalah system pendidikan yang bias memberikan kemampuan kepada
orang-orang guna menjadi pemimpin baik itu pemimpin untuk orang lain maupun pemimpin
untuk dirinya sendiri yang dimana itu sesuai dengan cita-cita islam. Itu dikarenakan nilai
keislaman telah mendarah daging di diri seseorang. Dapat dikatakan pula bahwa setiap
manusi yang sudah mempunyai pendidikan islam mesti memiliki kemampuan guna mencapai
dan mewujudkan hidup yang tenang didalam kedamaian serta kesejahteraan seperti harapan

7

islam. Ilmu pendidikan islam merupakan pengetahuan yang disajikan yang berasal dan
bersumber dari pengetahuan tentang islam, serta sebuah ilmu pendidikan yang islami.
Dengan begitu pengetahuan tentang ajaran islam juga bisa disebut sebagai bagan dari ilmu
pendidikan.
Pendidikan islam merupakan sebuah system pendidikan yang merangkum semua aspek
kehidupan manusia yang sangat dibutuhkan semua hamba Allah yang bersumber dari Alqur'an dan Al-hadist serta ijtihad dari pada ulama-ulama muslim terdahulu. Karena itulah
semua ilmu pengetahuan yang memiliki kandungan nilai yang bermanfaat merupakan ruang
lingkup pendidikan islam (“Konsep Pendidikan Dalam Islam Masa Kini,” 2013).
Hakikatnya pendidikan dalam islam tidak diperbolehkan untuk dilepas begitu saja dari
ajaran agama islam yang disajikan dalam Al-Qur`an dan Hadis. Karena kedua sumber
tersebut adalah pedoman hidup yang identik di dalam pencarian sebuah khasanah ilmu
apapun didalam Islam. Dengan bersumber dari kedua sumber tersebut yang diharapkan akan
mendapatkan sebuah pandangan yang jelas tentang bagaimana itu hakikan pendidikan islam.
Pendidikan islam meruopakantujuan untuk terbentuknya insane muslim yang dapat
menyelaraskan mengimabangi antara kehidupan jasmani serta rohani untuk hidup dunia dan
akhirat, seimbang pelaksanaan fungsi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah (Tengah,
2015).
Dalam perspektif sejarah, perkembangan ilmu-ilmu keislaman mengalami pasang surut.
Suatu ketika mencapai puncak kejayaan, dan di saat yang lain mengalami kemunduran.
Pesatnya sebuah perkembangan dalam ilmu pengetahuan di era klasik, setidaknya disebabkan
oleh beberapa faktor, yaitu; pertama, etos keilmuan umat Islam yang sangat tinggi. Ilmu di
dalam agama islam adala sebuah pengetahuan mendalam hasil usaha yang sungguh-sungguh
dari para ilmuwan muslim atas persoalan-persoalan duniawidengan berlandaskan kepada
wahyu Allah (Filosofis-historis, 2008).
D. Permasalahan Gender Dalam Pendidikan Agama Islam
Permasalahan yang muncul dari perspektif gender lebih difokuskan pada aspek sosial
yang melihat perbedaan jenis kelamin manusia dalam tempat kedudukanya yang ditengah
masyarakat. Permasalahan tersebut tidak akan terjad apabila ada keadilan dan kesetaraan
hubungan antar laki-laki dan juga perempuan di dalam ruang pergaulan sosial yang saling
menghargai, berperikemanusiaan, serta mengutamakan satu paham antara antu dengan yang
lain. Sebuah fakta telah member bukti bahwasanya mahluk yang sering kali mengalami
sebuah ketidak adilan apapun bentuknya merupakan kaum perempuan.

8

Perempuan selalu menjadi sosok nomor dua dalam pergaulan sosial dan hal itu telah
berlangsung lama. Hal ini mengakibkan munculnya kesadaran berfikir bagi semua wanita
untuk berusaha dan melakukan sesuatu untuk mencapai keadilan yang ingin mereka dapatkan
yakni kesetaraan gender. Ketidakadilan gender itu merupakan sifat, perbuatan, yang berat
sebelah atau berpihak hanya sebelah atau memihak terhadap jenis kelamin tertentu, maka dari
itu hal itu bias saja menyebabkan yang namanya kesenjangan sosial antar individu. Hal
tersebut adalah sebuah perwujudan dari proses ketidaksetaraan gender yang bias
mengaibatkan munculnya perasaan tidak memiliki kebebasan, seperti yang sudah
dicontohkan terhadap bentuk marginalisasi serta bentuk kekerasan-kekerasan yang dialami
oelh kaum perempuan (Abidah & Khalieqy, 2015).
Tugas dan adanya fungsi yang terdapat dalam pendidikan agama islam merupakan usaha
guna memberi bimbingan serta arahan untuk semua manusia supaya mereka bisa sadar akan
esensi serta eksistensi dirinya, menumbuh-kembangkan sifat,sikap yang dimiliki dan juga
tingkah laku positif, mengendalikan dan menghilangkan sifat, sikap yang ada dalam diri dan
juga perilaku yang dimiliki itu negatif. Apabila berhasil, maka secara esensial ia akan mampu
untuk meletakan diri sendiri sebagai 'abd Allah, dan secara eksistensial ia mampu
mewujudkan tugas sebagai khalifah yang semuanya adalah sebuah amana yang diberikanoleh
Allah SWT.
Dengan upaya ini diharapkan pendidikan Islam mampu membentuk manusia yang
memiliki kualitas hidup dan mampu melaksanakan kewajiban yang ada serta tanggungjawab
yang telah diamanatkan, baik secara pribadi, maupun kepada masyarakat. Dengan kata lain,
fungsi di dalam pendidikan islam digunakan untuk upaya menuju terbentuknya kepribadian
insan muslim seutuhnya. pendidikan yang dilakukan berfungsi sebagai sarana pewaris budaya
serta identitas yang dimiliki suatu komunitas yang dimana manusia melakukan berbagai
bentuk interaksi dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain (Filosofis, 2007).
Pendidikan

tidak

dapat

dilepaskan

dengan

suatu

pembangunan

dikarenakan

keberhasilkan pembangunan adalah sebuah kontribusi yang ada dalam pendidikan yang
memiliki kualitas tinggi yang ada di dalamnya adalah kesetaraan gender yang ada dalam
pendidikan. Ketidaksetaraan pada sector pendidikan sudah lama manjadi faktaor yang
palingutama sertas sangat berpengaruh kepada hal ketidak setaraan gender dengan
menyeluruh. Latar belakang pendidikan yang menjadi factor yang menyebabkan
ketidaksetaraan antara laki-laki dan juga perempuan dalam semua sector lapangan pekerjaan,
jabatan, peran yang bersangkutan dalam masyarakat sampai dengan masalah penyuaraan, halhal tersebut yang bisa membeda-bedakan antara laki-laki dan juga perempuan. Karena itulah
9

pendidikan yang rendah yang dimiliki perempuan dapat menyebabkan pembedaan antara
laki-laki dan perempuan karena sangatlah berpengarus terhadap akses terhadap sumber
prouksi dimana mereka selalu beranggapan bahwa lebih banyak terkontrasi pada pekerjaan
yang informal yang berupah rendah, rendah pendidikan yang dimiliki maka rendah juga nilai
harga jualnya. Selain itu, pengaruh dalam kepemilikan sebuah pendidikan setiap individu
menunjukan sebuah kecendrungan bahwa semakin rendah tingkat pendidikan yang dimiliki
maka akan semakin besar ketidaksetaraan gender yang ada dalam system pengupahan.
Rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki perempuanitu akan sangat besar dampaknya
karena hal tersebut akan memicu seorang perempuan belum dapat memiliki peran yang lebih
besar seperti yang di inginkan dalam kesetaraan gender dalam setiap pembangunan apapun.
Rendahnya tingkat pendidikan setiap penduduk perempuan hal tersebut akan menyebabkan
perempuan belum dapat berperan aktif seperti laki-laki yang berpendidikan pula yang lebih
besar dalam pembangunan. Peningkatan taraf pendidikan dan hilangnya diskriminasi gender
dapat memberikan ruang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan dan ikut
menentukan kebijakan dalam bidang politik. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki
perempuan makan sangat diharapkan munculnya ketinggian pula kualitas sumber daya yang
dimilikinya. Karena perempuan yang memiliki kualitas pendidikan yang tinggi atau
berpendidikan itu diharapkan mampu membuat keluarganya lebih sehat serta menciptakan
pendidikan yang baik dan bermutu kelak untuk anaknya. Selain itu, perempuan yang
berpendidikan tinggi serta kuaitas pendidikan yang baik akan memiliki peluang guna
mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, berkelas serta berpenghasilan lebih besar dan
pekerjaan yang terhormat pula. Dan juga sebaliknya, perempuan memiliki pendidikan rendah
akan jauh lebih rentan serta ekonomi yang lebih cenderung lebih rendah pula.
Penidikan yang rendah yang dimiliki setiap perempuan sangatlah berpengaruh terhadap
akses terhadap sumber produksi dimana mereka lebih banyakterkontaminasi terhadap
pekerjaan yang informal yang berupah rendah. Selain itu pengaruh yang ada dalam
pendidikan menunjukan sebuah kecenderungan dimana semakin rendah tingkat pendidikan
makan akan semaki besar pula ketidaksetaraan gender dalam system pengupahan. Perbedaan
dalam peran praktiknya gender itu terbentuk oleh factor sejarah, ideologis, ekonomi, etnis,
serta kebudayaan. Gender merupakan sebuah perbedaan perilaku antara laki-laki dan juga
perempuan bukan secara biologis, melainkan terbentuk dengan melewati proses dan tahap
social serta kultural.
Gender bisa berubah dalam waktu yang sementara akan tetapi jenis kelamin biologis
selamanya tidak akan pernah berubah, karena itu adalah kodrati dari yang masa kuasa,
10

menentukan macam-macam pengalaman hidupyang telah di alami yang bisa menentukan
sebuah akses dalam sebuah pendidikan, kerja, alat serta sumber daya. Ketidaksetaraan gender
dengan menyeluruhnya adalah akibat dari laar belakang dari pendidikan yang tidak setara.
Ketidaksetaraan gender bidang pendidikan banyak merugikan perempuan,hal itu bisa dilihat,
anak perempuan cenderung putus sekolah ketika keuangan keluarga tidak mencukupi,seorang
wanita diharuskan untuk bertanggungjawab terhadap pekerjaan rumah tangga, selain itu
rendahnya pendidikan yang dimiliki perempuan faktor-faktor kesenjangan gender bidang
pendidikan ke dalam 4 aspek yaitu: 1) Akses merupakan sebuah peluang ataupun sebuah
kesempatan yang dimiliki setiap orang untuk mendapatkan dan juga menggunakan sumber
daya apapun. 2) Partisipasi adalah keikutsertaan atau peran seseorang/kelompok di dalam
setiap kegiatan yang ada dan atau di dalam mengambil sebuah keputusan. 3) control
merupakan sebuah penguasaan, wewenang ataupun kekuatan dalam pengambilan sebuah
keputusan, 4). Manfaat adalah kegunaan sumber yang bisa gunakan dengan cara-cara yang
optimal (Fitrianti, 2012).
Gender yang menimbulkan sebuah bipolaritas sifat, peran serta dimana posisi laki-laki
dan juga perempuan itu yang berbeda yang berasal pada kemunculan sebuah ketidakadilan
sosial menjadi langgeng salah satunya dikarenakan kedapatan legitimasi teologis dari paham
agama. Salah satu kritik feminis terhadap agama terkait dengan peran agama dalam
memperkuat dan melanggengkan budaya yang patriarkhal. Sebuah kritikan dan juga
tantangan-tantangan yang ada dari feminis terhadap fenomena agama. Gender penting
dipertanyakan kembali dikarenakan perbedaan gender sudah menimbulkan banyak seklai
bentuk ketidakadilan social di dalam masyarakan yang kian merugikan salah satu jenis
kelamin, yaitu perempuan (“Gender Dan Konstruksi,” 2009).
Dalam

pendidikan

Islam

dan

faktor-faktor

yang

memengaruhinya,

dapat

diidentifikasikan beberapa masalah gender dalam pembangunan pendidikan yang perlu
mendapatkan perhatian yang lebih lanjut, yaitu: pertama, Kesenjangan gender paling
menonjol terjadi di tingkatan SD, SMK, dan PT, tetapi lebih seimbang pada SLTP dan SMU.
Akan tetapi dengan demikian, masih saja terdapat kecenderungan-kecenderungan bahwa
makin tingginya jenjang pendidikan maka akan semakin lebar kesenjangan pada gender.
Kedua, buku-buku mata pelajaran yang bias gender, rendahnya angka partisipasi oleh
peremuan didalam dunia pendidikan maka akan mengakibatkan proses pembelajaran yang
akan menjadi kurang efesien. Padahal, kemampuan-kemampuan yang dimiliki perempuan itu
lebih relative tinggi untuk bertahan serta dalam menyelesaikan studynya. Hal ini dibuktikan
oleh lebih rendahnya angka putus sekolah dan angka mengulang kelas bagi murid perempuan
11

dibandingkan murid laki-laki, serta lebih tingginya angka kelulusan dan angka bertahan
(retention rate) murid perempuan dibandingkan murid laki-laki. Namun usaha-usaha yang
dilakukan guna melakukan pembongkaran bias gender mesti dilakukan melalui rumah tangga
juga pribadi dari masing-masing sampaipada kebijakan pemerintah dan juga Negara, tafsir
agama bahkan epistimologi pengetahuan (Iqbal, 2015).
Umat-umat islam banyak sekali yang terjebak denganya sehingga hasil ijtihad oleh para
ulama yang kemudian dirumuskan di dalam teologi islam, fikih maupun keilmuan yang lain,
dianggap sebagai ajaran agama yang tidak dapat diubah dan diganggu gugat. Padahal, tidak
demikian adanya. Oleh karena itulah, perlu adanya usaha-usaha yang digunakan guna
membongkar pemahaman tentang teks agama yang selama ini telah digunakan sebagai alat
legitimasi untuk pola pemikiran yang memiliki sifat patriarkis tersebut, yang jauh dari
keadilan jender. Upaya-upaya yang bisa dikalakukan guna membalikan pemahaman tentang
agama supaya dapat tercapai kesetaraan antara laki-laki dan juga perempuan yang dicitacitakan dan juga dikehendaki oleh ajaran Al-Qur'an dan juga Hadis nabi itu perlu sekali untuk
digalakan, terutama dalamtataran ilmiah, sehingga haslnyapun dapat disosialisasikan ke
masyarakat.
Banyak sekelompok orang yang memiliki anggapan bahwasanya masalah perempuan
adalah masalah kecil, berbeda dengan pendapat Husain bahwa masalah dunia perempuan,
yaitu ketidakadilan terhadap perempuan dan subordinasi kepadanya adalah masalah besar.
Baginya perepuan merupakan salah satu bagian dari manusia. Ketika dijadikan nomer dua,
maka ini sesungguhnya merupakan sebuah masalah besar bagi kemanusiaan. Pendidikan akan
member sebuah pemahaman bahwasanya didalam pendidikan mengalami penyimpangan
ataupun ketimpangan terhadap yang jenis kelamin perempuan. Di dalam pendidikan itu
sendiri ternyata selama ini telah dimasuki pewarisan ketimpangan gender, tetapi para praktisi
pendidikan tidaklah pernah memahaminya sebagai permasalahan yang sangan mendesak
guna ditangani.
Tidak sedikit praktisi pendidikan yang member tanggapan mengenai persoalan ini
dengan cara yang baik, sehingga akhirya pendidikan lebih menggunakan fungsi-fungsi
sebagai sosialisasi. Lebih tragis lagi dimana banyak nya praktisi pendidikan tidak lagi
menyadari bahwa materi-materi pendedidikan yang disosialisasikan yang didasarkan pada
teks pendidikan terhadap peserta didik didalam proses belajar dan juga mengajar “seksis”
merupakan sebuah hasil dari serangkaian pertentangan yang ada pada gender yang
bergemuruh didalam masyarakat. Sementara itu dari sisi lain pendidikan menjustifikasinya
sebagai sebuah kebenaran etika.
12

isu-isu tentang kesetaraan gender yang ada dalam proses pendidikan islam menjadi
sebuah topic yang sangatlah penting, sebab isu ketidakadilan gender yang selalu berasal dari
persoalan hegemoni kekuasaan yang bersumber dari jenis kelamin tidaklah hanya
berpengaruh oleh faktor kekuasaan, atau lingkungan, tetapi agama juga ikut menjustifikasi
hal itu. Salah satu contoh ayat Al-qur'an yang dipandang senada surat An-Nisa' ayat 34 Allah
telah berfirman, yang artinya: para kaumlaki-laki merupakan seorang pemimpin untuk kaum
perempuan, oleh karenanya Allah sudah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas
kebahagian yang lain (perempuan), dan juga dikarenakan mereka (laki-laki) Telah
menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka perempuan yang sholeha, ialah
mereka yang taat dan patuh kepada perintah-perintah Allah lagi yang memelihara diri saat
suaminya tidak ada, karena itulah Allah sudah memelihara (mereka). perempuan-perempuan
yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanah mereka di
tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka
janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkanya. Sesunguhnya Allah Maha Tinggi
lagi Maha Besar (Utama, 2011).
E. Solusi Permasalahan Gender Dalam Pendidikan Agama Islam
Allah menjadikan perempuan agak berlainan dalam hal bentuk dan susunan tubuhnya
menunjukkan perbedaan antara mana yang laki-laki dan mana yang perempuan. Perbedaan
itu tentu mengandung hikmah dan kepentingan yang setiap orang tidak akan membantahnya.
Dengan perbedaan itu pula, mereka merasa dapat saling cinta mencintai, sayang menyayangi,
saling mengambil faedah satu kepada dan dari yang lain. Adanya perlakuan yang adil serta
tidak memihak dari allah terhadap semua mahluk ciptaanya bahwa Allah tidak pernah
membeda-bedakan jenis kelamin di dalam perihal kedudukan yang mulia bagi mereka yang
bertakwa. Islam memberikan hak-hak yang sama terhadap laki-laki maupun perempuan, yang
artinya masingmasing itu mempunyai kewajiban walaupun di dalam beberapa hal yang sudah
sesuai dengan kodratnya masing-masing ada perbedaannya lantaran perbedaan jenisnya.
Sebagaimana halnya penciptaan,hak-hak dan juga kewajiban perempuan juga menjadi
penting.
Tuntutan tentang persamaan hak-hak bagi perempuan (Indonesia khususnya) didasarkan
atas pasal 27 UUD 1945 tentang persamaan hak bagi setiap warga Negara. Atas dasar yang
ada tersebut kaum perempuan menuntut hak-hak mereka dalam bidang politik, pekerjaan,
pendidikan dan lain-lain. Sehubungan dengan tuntutan atas persamaan hak, termasuk yang
penting dicatat adalah kasus konggres perempuan mendesak pemerintah untuk membentuk
panitia pendidikan perempuan dalam merancang sistem pendidikan perempuan menuju
13

kemerdekaan ekonomi dan social yang sudah sesuai dengan kepribadian perempuan. Di
dalam Islam tentang pendidikan tidak ada diskriminasi diantara laki-laki dan juga, keduanya
sama-sama mempunyai hak untuk mengenal pendidikan Kitab suci Al-Qur'an member sebuah
keterangan yang sangatlah jelas bahwasanya perempuan mempercayai suatu individualnya
sendiri serta tidaklah perlu hanya sebagai pelengkap saja bagi ayah, suami atau saudara lakilakinya. Mereka mendapatkan semua hak-hak individunya sebagai ibu, isteri atau anak
perempuan. Baik sebagai anak perempuan, isteri maupun ibu, semuanya memiliki
konsekwensi yang berat, mulia dan strategis karena ibu dengan menggunakan perhatian dan
kasih sayangnya terhadap anak nya dan keteladannya dan juga perhatian anak terhadapnya
dapat menciptakan pemimpin-pemimpin dan juga bahkan dapat pula membina umat.
Sangat tepat bila perempuan itu seharusnya (dalam hal pendidikan) adalah seperti pada
pendapat yang membolehkan perempuan muslimah belajar sebagaimana yang dipelajari oleh
laki-laki (muslim). Dapat dikatakan pula untuk mengatasi masalah gender di dalam
pendidikan islam itu seperti : 1) Reinterpretasi ayat-ayat Al-qur’an dan juga hadist yang bias
gender, dilakukan secara continue supaya apa yang di ajarkan dalam agama tidaklah
justifikasi sebagai kambing hitam guna memenuhi keinginan-keinginan beberapa orang. 2)
Muatan kurikulum nasional yang menghilangkan dikotomis antar laki-laki dan juga
perempuan, demikian pula kurikulum lokal dengan berbasis kesetaraan, keadilan, dan
seimbang. Kurikulum yang sudah disusun yang sesuai dengan kebutuhan yang ada dan juga
tipologi daerah yang dimulai dari tingkat pendidikan taman kana-kanak sampai perguruan
tinggi. 3) pemberdayaan para perempuan di wilayah pendidikan informasi seperti halnya
fasilitas untuk belajar dari tingkat kelurahan hingga tingkat Kabupaten dan disesuaikan
dengan kebutuhan daerah. 4) pemberdayaan wilayah ekonomi guna lebih meningkatkan
pendapatan-pendapatan para keluarga terutama di dalam kegiatan industry rumah tangga
dengan bagitu perlahan akan menghilangkan ketergantungan pada ekonomi terhadap lakilaki. 5) pemberdayaan di wilayah ketrampilan (skill) baik yang bisa digunakan untuk
memenuhi kebutuhan yang ada di rumah tanga, ataupun yang mempunyai nilai jual yang
tingga terutama kaum perempuan yang ada di pedesaan supaya muncullah keseimbangan
antara perempuan yang ada di kota dengan yang ada di desa. 6) Sosialisasi Undang-Undang
Anti Kekerasan dalam Rumah Tangga lebih intens dilakukan agar kaum perempuan
mengetahui hak-hak dan juga kewajiban yang harus dilakukan (Utama, 2011).

14

F.

Simpulan
Gender didalam pendidikan islam adalah kegiatan ataupun proses yang dilewati untuk

mengaitkan satu komponen dengan yang lain guna mencapai sebuah pendidikan yang lebih
baik dari sebelumnya, mengenai kegiatan penyusunan, pelaksanaan, nilai dan juga
pelengkapan di dalam pendidikan islam. Keadilan yang ada dalam gender adalah suatu hal
yang esensial di dalam proses pendidikan itu sendiri, sebab tujuan utamanya yang ingin
dicapai untuk meningkatkan seluruh kualitas sumber daya manusia, khususnya perempuan.
pada masa kini, seorang wanita dapat menjadi seorang pemimpin. Namun dengan demikian,
peraturan yang syar'I mesti harus tetap dilakukan. Kebebasan bagi setiap perempuan bukan
lagi sebuah kebebasan absolut. Setiap wanita yang ikut serta dalam dunia laki-laki harusah
tetap selalu menjaga kehormatan dan martabatnya sebagai seorang perempuan serta tidaklah
melanggar syari'at Islam. Dengan karakteristiknya, seperti tujuan-tujuan yang ingin dicapai
dan dicita-citakan pendidikan islam dan kurikulum yang adala dalam pendidikan islam. Dan
dengan beberapa metode dalam pendidikan islam yang secara garis besarnya terdapat di
dalam Al-Qur'an dan Hadis, yaitu mengandung muatan keadilan bagi perempuan.
membutuhkan perhatian lebih dalam melihat relevansi keadilan dalam gender ditinjau
dari pendidikan islam yakni melihat lagi keadilan yang ada dalam islam khusunya pendidikan
perempuan, pendidikan islam harusah responsive terhadap kebutuhan semua masyarakat dan
juga semua peserta didiknya (laki-laki dan perempuan), tanpa adanya pembeda-bedaan di
dalam lingkungan pendidikan, dengan mengulas lagi semua kebijakan yang telah dibuat
untuk kaum perempuan, member jalan keluar kebenaran ataupun meluruskan lagi semua
permasalahan yang ada tentang ketidaksetaraan atau ketidakadilan gender melalui langkah,
member penjabaran yang sudah benar dan terlihatoleh masyarakat yang bertujuan untuk
menegakan keadilan, bebas dari campur tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab
dengan mempergunakan merode jalan yang bisa merusak nilai-nilai kemurnian agama demi
kepentingan tertentu, khususnya keadilan gender yang ada dalam pendidikan islam. Akan
tetapi secara praktis di lapangan, dalam proses pembelajaran, beberapa permasalahan atau
kebijakan tersebut belum bisa memberikan rasa keadilan bagi perempuan. Sehingga
diperlukan adanya suatu perubahan-perubahan di dalam komponen-komponen pendidikan
Islam, baik itu mengenai sistem atau isi materi dari pada pendidikan islam yang mengandung
nilai berkeadilan. Kemudian dengan adanya penjelasan yang lebih jelas dan mendalam untuk
menafsirkan kata gender, sehingga dikeesokan harinya kelak tidak lagi didapati
kesalahfahaman lagi atau biasa disebut diskriminasi gender, khususnya diskriminasi terhadap
kaum perempuan dalam pendidikan islam [.]
15

REFERENSI
Abidah, K., & Khalieqy, E. L. (2015). Ketidakadilan Gender Dalam Novel Geni Jora Karya
Abidah, 3(15).
Anwar, S., Pascasarjana, M., & Gontor, U. (2015). Problem Aplikasi Paham Gender dalam
Keluarga, 13(1), 22–24.
Dedi Wahyudi. (2014). Pengembangan Multimedia Pembelajaran Interaktif Pendidikan
Akhlak Dengan Program Prezi, 1–16.
Filosofis-historis, P. (2008). Ilmu Pengetahuan Dalam Islam (Perspektif Filosofis-Historis)
Mohammad Kosim, 3(2), 131.
Filosofis, P. (2007). Islam Dan Pendidikan (Perspektif Filosofis) Zainul Hasan, 2(2), 233–
235.
Fitrianti, R. (2012). Ketidaksetaraan gender dalam pendidikan ;, 17(1), 85–100.
Gender Dan Konstruksi. (2009), 10(2), 220–227.
Iqbal, M. M. (2015). Diskursus Gender Dalam, 15(1), 99–120.
Islam, J. P. (2014). Gender dan Pengembangan Pemikiran Pendidikan Islam, III(2), 289–306.
https://doi.org/10.14421/jpi.2014.32.289-306
Juono, R. P. (2015). Kesetaraan Gender Dalam Pendidikan Islam ( Studi Pemikiran
Pendidikan Hamka dalam Tafsir al-Azhar ), 15(1), 121–142.
Konsep Pendidikan Dalam Islam Masa Kini. (2013), 2(2), 356–358.
Pai, G., & Negeri, S. M. K. (2015). Isu gender dalam pendidikan islam, 25(2), 98–110.
Pendidikan, P. (2013). Perbedaan Gender Dalam Penguasaan Bahasa Dipandang Dari
Persfektif Psikologi Pendidikan Oleh: Sri Yuliani Mahasiswa S3 Ilmu Pendidikan UNP
Padang, XIII(1), 47–51.
Pengajar, S., Tarbiyah, J., & Ponorogo, S. (2010). Pendidikan Islam Berperspektif Gender Evi
Muafiah, 5(2), 194.
Pengaruh Sosialisasi Gender Terhadap Pembentukan Pola Pikir Perempuan Aceh ( Studi
Kasus di Banda Aceh dan Aceh Besar ). (2014), 1(2), 297–316.
Tengah, J. (2015). Pendidikan Sensitif Gender dalam Islam :, 8(2), 274–277.
Utama, I. D. E. (2011). Bias Gender Dalam Pendidikan Islam Dan Upaya, 4(1), 18–31.

16