PERAN AUDIT INTERNAL DALAM MEWUJUDKAN GO

PERAN AUDIT INTERNAL
DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE
PADA SEKTOR PUBLIK
Oleh : Eva Faridah, S.E.,M.Si., Dani Usmar, S.E.
Abstrak
Peran dan fungsi audit internal menjadi suatu hal yang mutlak untuk direalisasikan sebagai
upaya untuk memperkuat struktur pengendalian manajemen pemerintah. Peran dan fungsi audit
internal yang jelas dan terarahnya dalam suatu organisasi secara tidak langsung juga akan
meningkatkan efektivitas pelaksanaan audit oleh auditor eksternal. Di samping kedua faktor
tersebut, adanya kerja sama yang harmonis di antara jajaran audit internal dan audit eksternal
juga akan lebih melapangkan jalan dalam pencapaian tujuan dari fungsi audit dalam
mewujudkan tata pemerintahan yang baik, adil, dan bersih.
Kata Kunci :
Audit Internal, Good Governance
1. Latar Belakang
Meningkatnya tuntutan masyarakat
akan akuntabilitas, rasa adil dan bersih, serta
transparan
atas
penyelenggaraan
pemerintahan harus disikapi dengan serius

dan
sistematis.
Penegakkan
good
governance dan clean governmen harus
menjadi komitmen bersama oleh Segenap
jajaran penyelenggara negara, baik dalam
tataran eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Seiring dengan hal tersebut, pemerintah
pusat dan daerah telah mencanangkan
sasaran untuk meningkatkan pelayanan
birokrasi kepada masyarakat dengan arah
kebijakan penciptaan tata pemerintahan
yang bersih dan berwibawa (good
governance).
Untuk mewujudkan good governance
pada sektor publik ada beberapa hal yang
terkait dengan kebijakan yang harus
diperhatikan antara lain meliputi penetapan
standar etika dan perilaku aparatur

pemerintah, penetapan struktur organisasi
dan proses pengorganisasian yang secara
jelas mengatur tentang peran dan tanggung
jawab serta akuntabilitas organisasi kepada
publik, pengaturan sistem pengendalian
organisasi yang memadai, dan pelaporan
eksternal yang disusun berdasarkan sistem
akuntansi yang sesuai dengan standar
akuntansi
pemerintahan.
Selanjutnya,
berkaitan dengan pengaturan sistem
pengendalian organisasi yang memadai, hal

ini menyangkut permasalahan tentang
manajemen
risiko,
audit
internal,
pengendalian

internal,
penganggaran,
manajemen keuangan dan pelatihan untuk
staf keuangan. Secara umum, permasalahanpermasalahan tersebut telah diakomodasi
dalam paket undang-undang di bidang
pengelolaan keuangan negara yang barubaru ini telah diterbitkan oleh pemerintah.
Berlakunya
peraturan
perundangundangan di bidang keuangan negara yang
meliputi UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan
UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara beserta peraturanperaturan pendukungnya menggambarkan
keseriusan jajaran pemerintah dan DPR
untuk memperbaiki pengelolaan, pencatatan,
pertanggungjawaban, dan pemeriksaan atas
pengelolaan keuangan pemerintah baik di
tingkat pusat maupun daerah. Salah satu

pertimbangan
yang
menjadi
dasar
penerbitan peraturan perundang-undangan
tersebut adalah bahwa keuangan negara
wajib dikelola secara tertib, taat pada
peraturan perundang-undangan, efisien,
ekonomis,
efektif,
transparan,
dan
bertanggung jawab dengan memperhatikan
rasa keadilan dan kepatutan sebagai salah
satu
prasyarat
untuk
mendukung

CAKRAWALA GALUH  Vol. I  No. 6  September 2011


131

Eva Faridah, Dani Usmar

Peran Audit Internal dalam Mewujudkan Good Governance
Pada Sektor Publik

keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan
negara.
Terkait dengan pemeriksaan atas
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara, dalam pasal 9 ayat (1) UU Nomor
15 Tahun 2004 disebutkan bahwa:
….
“Dalam
menyelenggarakan
pemeriksaan pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara, BPK dapat
memanfaatkan hasil pemeriksaan aparat

pengawasan intern pemerintah.”
Seperti telah disebutkan di atas, maka
peran dan fungsi audit internal termasuk
unsur yang penting dalam sistem
pengendalian organisasi yang memadai.
Untuk dapat mendukung efektivitas
pelaksanaan audit oleh auditor eksternal
sesuai amanat pasal 9 ayat (1) tersebut di
atas maka peran dan fungsi audit internal
perlu diperjelas dan dipertegas. Tulisan ini
berisikan
analisis mengenai berbagai
alternatif berkaitan dengan pemberdayaan
peran dan fungsi audit internal serta
formulasi sinerji fungsi pengawasan di
antara berbagai institusi audit internal dalam
kerangka mewujudkan good governance
yang merupakan idaman dan cita-cita
seluruh masyarakat Indonesia.
2. Prinsip Good Governance pada Sektor

Publik
Selaras dengan penelitian Bank Dunia
(1999), disimpulkan bahwa
terdapat
korelasi yang positif antara praktik
kepemerintahan yang baik dengan hasilhasil pembangunan yang lebih baik,
diantaranya menyangkut pendapatan per
kapita yang meningkat, berkurangnya
tingkat kematian bayi, dan kemampuan
membaca dan menulis masyarakat yang
lebih baik. Di samping itu, praktik
kepemerintahan yang baik juga dapat
meningkatkan iklim keterbukaan, integritas,
dan akuntabilitas sesuai dengan prinsipprinsip dasar good governance pada sektor
publik.
Ketiga prinsip dasar good governance (
Wakhyudi, 2005) secara lebih rinci, dapat
diuraikan sebagai berikut:
Pertama, keterbukaan memang sangat
diperlukan untuk meyakinkan bahwa


stakeholders memiliki keyakinan dalam
proses pengambilan keputusan dan tindakan
terhadap institusi pemerintah dan terhadap
pengelolaan
kegiatan
oleh
instansi
pemerintah tersebut. Iklim keterbukaan yang
diciptakan melalui proses komunikasi yang
jelas, akurat, dan efektif dengan pihak
stakeholders dapat membantu proses
pelaksanaan suatu kegiatan secara tepat
waktu dan efektif.
Kedua, integritas mencakup dua hal
pokok yaitu kejujuran dan kelengkapan
informasi yang disampaikan kepada
masyarakat terhadap pengelolaan sumber
daya, dana, dan urusan publik. Dalam
organisasi, integritas ini tercermin pada

prosedur pengambilan keputusan dan
kualitas pelaporan keuangan dan kinerja
yang dihasilkan dalam suatu periode
tertentu.
Ketiga, akuntabilitas yang merupakan
bentuk pertanggungjawaban setiap individu
maupun secara organisatoris pada institusi
publik kepada pihak-pihak luar yang
berkepentingan atas pengelolaan sumber
daya, dana, dan seluruh unsur kinerja yang
diamanatkan kepada mereka.
Secara umum, ketiga prinsip good
governance tersebut di atas tercermin secara
jelas dalam proses penganggaran, pelaporan
keuangan, dan pemeriksaan atas pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara
sebagaimana tercantum dalam ketiga paket
perundang-undangan di bidang keuangan
negara tersebut.
3. Kewajiban Pelaporan Keuangan dan

Pelaksanaan
Audit
Berdasarkan
Undang-Undang di Bidang Keuangan
Negara
Perlakuan terhadap pencatatan dan
pelaporan transaksi keuangan merupakan
salah
satu
bentuk
akuntabilitas
penyelenggara pemerintahan kepada rakyat
melalui perwakilannya di
lembaga
legislatif. Dalam UU Nomor 1 Tahun 2004
telah secara tegas dinyatakan bahwa
pengelola keuangan pemerintah baik di
tingkat pusat maupun daerah diwajibkan
untuk menyelenggarakan sistem akuntansi


CAKRAWALA GALUH  Vol. I  No. 6  September 2011

132

Eva Faridah, Dani Usmar

Peran Audit Internal dalam Mewujudkan Good Governance
Pada Sektor Publik

atas transaksi keuangan, aset, utang, dan
ekuitas
dana,
termasuk
transaksi
pembiayaan dan perhitungannya. Sistem
akuntansi tersebut digunakan sebagai sarana
penyusunan laporan keuangan Pemerintah
Pusat/Daerah berdasarkan standar akuntansi
pemerintahan yang berlaku. Laporan
keuangan
Pemerintah
Pusat/Daerah
sekurang-kurangnya
meliputi
Laporan
Realisasi APBN/APBD, Neraca, Laporan
Arus Kas, dan Catatan atas Laporan
Keuangan yang dilampiri dengan laporan
keuangan perusahaan negara/daerah dan
badan lainnya. Selanjutnya,
selambatlambatnya 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya
tahun anggaran, Presiden selaku kepala
pemerintahan
di
pusat
dan
Gubernur/Bupati/Walikota selaku kepala
pemerintahan di daerah menyampaikan
laporan keuangan pemerintah pusat/daerah
kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Badan Pemeriksa Keuangan selaku
auditor eksternal pemerintah melaksanakan
audit atas laporan keuangan pemerintah
pusat/daerah tersebut berdasarkan standar
pemeriksaan yang berlaku. Jangka waktu
pelaksanaan audit atas laporan keuangan
pemerintah pusat/daerah oleh BPK ini sesuai
dengan amanat Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 harus diselesaikan paling lama
dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan.
Alasannya,
Presiden
dan
Gubernur/Bupati/Walikota sudah harus
menyampaikan rancangan undang-undang
tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN/APBD kepada DPR/DPRD berupa
laporan keuangan yang telah diperiksa oleh
BPK selambat-lambatnya 6 (enam) bulan
setelah tahun anggaran berakhir. Padahal,
penyusunan laporan keuangan pemerintah
pusat/daerah, meskipun telah menggunakan
sistem
akuntansi
keuangan
yang
terkomputerisasi, pada umumnya masih
memerlukan waktu yang cukup lama
sehingga baru diselesaikan dan disampaikan
kepada BPK sekitar 3 (tiga) bulan setelah
tahun anggaran berakhir sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Untuk dapat
memenuhi jadwal yang sangat ketat sesuai
amanat undang-undang tersebut, yaitu
melaksanakan audit atas laporan keuangan

pemerintah pusat dan daerah praktis dalam
waktu paling lama 3 (tiga) bulan tentu saja
diperlukan pemanfaatan sumber daya dan
dana yang tersedia pada lembaga auditor
eksternal secara arif, efektif, dan efisien.
Yang menarik untuk didiskusikan di sini
adalah apakah BPK selaku auditor eksternal
pemerintah sanggup untuk melaksanakan
pekerjaan yang maha berat itu dalam waktu
yang relatif sangat terbatas? Bagaimana
kualitas hasil auditnya nanti dengan kendala
seperti itu? Bagaimana pengaruhnya kepada
pihak DPR dan masyarakat luas nantinya
dalam pengambilan keputusannya jika
sampai terjadi pelaksanaan audit yang tidak
sesuai dengan standar audit sehingga
laporan hasil audit malah menyesatkan
pihak-pihak yang berkepentingan dalam
pengambilan
keputusan
terhadap
pertanggungjawaban pemerintah tersebut?
Walaupun sudah ada kewajiban APIP
untuk melaksanakan reviu atas laporan
keuangan sebelum disampaikan kepada
BPK untuk diaudit, tetapi sampai saat ini,
pelaksanaan reviu tersebut ternyata masih
belum sepenuhnya dapat meningkatkan
kualitas laporan keuangan pemerintah. Hal
ini terbukti dari masih banyaknya laporan
keuangan pemerintah
baik di tingkat
kementerian maupun di tingkat daerah yang
masih mendapatkan opini disclaimer dari
BPK. Menurut hemat penulis, hal ini
merupakan masalah serius yang harus segera
dicari alternatif jalan keluarnya sehingga
tidak sampai menimbulkan kerugian pada
pihak-pihak tertentu yang terkait dengan
permasalahan ini. Terdapat dua hal pokok
yang penulis uraikan pada bagian berikut
sebagai wacana untuk meminimalisasi
permasalahan yang kemungkinan terjadi
dalam audit atas laporan keuangan
pemerintah oleh BPK, yaitu pemberdayaan
peran dan fungsi audit internal dan sinerji
pengawasan di antara sesama Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
4. Pemberdayaan Peran dan Fungsi
APIP
Penjelasan UU Nomor 15 Tahun 2004
antara lain dinyatakan bahwa untuk
mewujudkan
perencanaan
yang

CAKRAWALA GALUH  Vol. I  No. 6  September 2011

133

Eva Faridah, Dani Usmar

Peran Audit Internal dalam Mewujudkan Good Governance
Pada Sektor Publik

komprehensif, BPK dapat memanfaatkan
hasil pekerjaan aparat pengawasan intern
pemerintah.
Dengan
demikian,
luas
pemeriksaan yang akan dilakukan dapat
disesuaikan dan difokuskan pada bidangbidang yang secara potensial berdampak
pada kewajaran laporan keuangan serta
tingkat efisiensi dan efektivitas pengelolaan
keuangan negara. Sebagai konsekuensinya,
APIP diwajibkan untuk menyampaikan
laporan hasil pemeriksaannya kepada BPK.
Untuk dapat menghasilkan laporan hasil
audit yang dibutuhkan oleh BPK, tentunya
diperlukan kejelasan wewenang, peran dan
ruang lingkup pekerjaan yang dilaksanakan
oleh APIP. Apabila hal ini diabaikan maka
besar kemungkinan akan terdapat hasil
pekerjaan APIP yang tidak dapat
dimanfaatkan secara maksimal untuk
mendukung perencanaan dan pelaksanaan
audit oleh BPK.
Dalam hal ini penulis mengakui secara
jujur bahwa selama ini tugas-tugas yang
dilaksanakan oleh APIP tidak hanya terbatas
pada pemeriksaan saja, tetapi juga banyak
melakukan fungsi pelayanan dan konsultansi
dalam rangka peningkatan kinerja instansi
pemerintah
sesuai
dengan
tuntutan
paradigma auditor internal yang dikehendaki
pada saat ini. Hanya saja, masih sering
terdengar suara sumbang yang mengecilkan
peran dan arti penting APIP dalam
membantu terwujudnya good governace
pada sektor publik. Untuk merespon wacana
yang berkembang di masyarakat tersebut,
sudah tiba saatnya bagi Pemerintah Pusat
dan
Daerah
untuk
secara
jelas
memformulasikan ruang lingkup pekerjaan,
peranan, dan kewenangan audit internal
pemerintah.
Berkenaan dengan peran dan fungsi
yang harus dilaksanakan oleh auditor
internal dalam rangka mewujudkan good
governance pada sektor publik, The
International Federation of Accountants
(IFAC) pada tahun 2001 dalam Study 13
tentang Governance in the Public Sector: A
Governing Body Perspective merumuskan
bahwa fungsi audit internal yang efektif
mencakup reviu yang dilaksanakan secara
sistematis, penilaian dan pelaporan atas

kehandalan dan efektivitas penerapan sistem
manajemen,
keuangan,
pengendalian
operasional dan penganggaran, yang
setidak-tidaknya meliputi berbagai aktivitas
reviu sebagai berikut:
 Tingkat relevansi atas kebijakan yang
ditetapkan, perencanaan dan prosedur,
tingkat kesesuaian antara praktik dengan
kebijakan, rencana, dan prosedur yang
telah ditetapkan, termasuk implikasinya
terhadap aspek keuangan negara.
 Kehandalan
dan
keakuratan
atas
peraturan yang dibuat sebagai penjabaran
dari peraturan yang lebih tinggi
tingkatannya.
 Ketepatan mengenai penyusunan struktur
organisasi, pengembangan sumber daya
manusia (personil), dan supervisi.
 Reviu terhadap pelaksanaan program dan
kegiatan berdasarkan rencana yang telah
ditetapkan dan manfaat atas program dan
kegiatan apakah telah selaras dengan
tujuan diadakannya program dan kegiatan
tersebut.
 Evaluasi terhadap pertanggungjawaban
dan pengamanan atas penggunaan aset
dan sumber daya
lainnya dari
penyalahgunaan wewenang, pemborosan,
kelalaian, salah urus, dan lain-lainnya.
 Reviu terhadap ketepatan, keakuratan,
dan kejujuran atas proses pengolahan dan
pelaporan informasi keuangan dan
manajemen.
 Penilaian terhadap tingkat keekonomisan
dan efisiensi penggunaan sumber daya.
 Penilaian terhadap integritas sistem yang
terkomputerisasi berikut pengembangan
sistemnya, dan
 Evaluasi terhadap tindak lanjut yang telah
dilaksanakan
untuk
mengatasi
permasalahan yang terjadi pada periode
sebelumnya.
Berdasarkan uraian di atas, tampak
bahwa ruang lingkup pekerjaan audit
internal sangat luas dan komprehensif agar
dapat
menjamin
pencapaian
tujuan
organisasi. Penulis yakin, apabila institusi
audit internal di Indonesia yang tergabung
dalam wadah APIP diberikan kewenangan,
peran, dan fungsi yang jelas dan luas seperti

CAKRAWALA GALUH  Vol. I  No. 6  September 2011

134

Eva Faridah, Dani Usmar

Peran Audit Internal dalam Mewujudkan Good Governance
Pada Sektor Publik

tersebut di atas maka hasil pekerjaan APIP
akan sangat bermanfaat tidak hanya bagi
pemerintah saja, tetapi juga bermanfaat bagi
pihak legislatif, eksternal auditor, dan pihakpihak lain yang berkepentingan. Akan tetapi,
untuk menjamin kualitas hasil pekerjaan
APIP yang melibatkan sekian banyak
sumber daya manusia dengan berbagai jenis
latar belakang pendidikan dan pengalaman,
diperlukan suatu program pendidikan dan
pelatihan
yang
profesional
dan
berkelanjutan. Di samping itu, untuk
meningkatkan
koordinasi
dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
kegiatan di antara jajaran APIP, diperlukan
adanya pengembangan sinergi pengawasan
APIP.
5. Pengembangan Sinerji Pengawasan
APIP
Sinergi
dalam
pengembangan
pengawasan sesama APIP dapat dilakukan
dengan cara mutual adjustment melalui
koordinasi yang baik, direct supervision
melalui proses peer review, serta
standardisasi input, proses kerja maupun
output. Selanjutnya, upaya pengembangan
sinergi pengawasan APIP dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
 Penajaman peran jajaran APIP dalam
struktur pengawasan intern secara
keseluruhan. Dalam kaitan ini, Menteri
Pendayagunaan
Aparatur
Negara
(Menpan) yang bertanggung jawab di
bidang koordinasi pengawasan dapat
memainkan peran sebagai strategic
apex, yaitu menyinergikan gerak dan
langkah pengawasan intern dalam
rangka mendorong peningkatan kinerja
organisasi
pemerintahan
dan
membangun good governance. Dalam
konteks penajaman peran ini pun, perlu
pula dikukuhkan APIP yang secara
teknis berfungsi sebagai technostructure
dan middle line.
 Revitalisasi penerapan Standar Audit
dan Kode Etik pada jajaran APIP.
Dengan karakteristik yang relatif
spesifik mengingat basis disiplin
keilmuan dan profesinya, fungsi
pengawasan intern perlu merevitalisasi





penerapan standar audit dan kode etik
dalam pelaksanaan tugas pengawasan.
Dengan penerapan standar audit dan
kode etik secara sungguh-sungguh dan
konsisten, maka pola perilaku aparat
pengawasan dapat terprediksi dan
terkendali. Hal ini berarti bahwa secara
tidak
langsung
akan
terwujud
standardisasi keahlian, keterampilan
dan pengetahuan sumber daya manusia
pengawasan, standardisasi proses kerja
pelaksanaan audit, serta standardisasi
hasil kerja audit pada tataran mikro
yang pada akhirnya akan berpengaruh
pada tataran makro.
Pengembangan aturan main dan
program kerja.
Aturan main pelaksanaan tugas
pengawasan dan program kerja APIP
yang dituangkan dalam peraturan
perundangan perlu
disusun dan
ditetapkan. Selain sebagai acuan
kalangan APIP, hal ini juga diperlukan
bagi pihak auditan.
Pengembangan prosedur kerja dan
dukungan teknologi informasi dan
komunikasi.
Prosedur
kerja
baku
perlu
dikembangkan
untuk
menginternalisasikan proses sinergi
pengawasan, baik pada tahapan
perencanaan, pelaksanaan, pelaporan,
serta pemantauan dan evaluasi tindak
lanjut.

6. Simpulan
Sistem pengendalian intern merupakan
prasyarat bagi penyelenggaran pemerintahan
dan pengelolaan keuangan negara yang
amanah. Sistem pengendalian intern ini
pulalah, yang salah satu unsurnya adalah
fungsi audit internal,
yang menjadi
pertimbangan penting dalam menentukan
keluasan dan kedalaman ruang lingkup
pekerjaan audit. Dengan demikian, fungsi
audit internal yang berjalan dengan baik
akan menghasilkan keluaran yang berharga
untuk menjadi masukan bagi pihak auditor
eksternal, eksekutif, dan legislatif dalam
memperbaiki
pengelolaan
dan
pertanggungjawaban keuangan negara pada

CAKRAWALA GALUH  Vol. I  No. 6  September 2011

135

Eva Faridah, Dani Usmar

Peran Audit Internal dalam Mewujudkan Good Governance
Pada Sektor Publik

waktu yang akan datang. Oleh karena itu,
sudah selayaknya fungsi pengawasan
internal
lebih
diberdayakan
dan
dilaksanakan
secara
sinergis
demi
tercapainya tujuan berbangsa dan bernegara
atau good governance pada sektor publik
yaitu
terwujudnya
transparansi,
akuntabilitas, kejujuran, keadilan dan
kesejahteraan masyarakat.

Referensi :
o Ball, Ian.
Financial Management
Improvement Program,
Report on
APEC Public Sector Management
Workshop. http://www.apecsec.org.sg
o International
Federation
of
Accountants, Study 13, Governance in
the Public Sector: A Governing Body
Perspective, 2001, http://www.ifac.org
o ________________________________
, Study No. 14, Transition to the
Accrual Basis of Accounting: Guidance
for Governments and Government
Entities.
2 nd
Edition.
http://www.ifac.org
o Komite Standar Akuntansi Pemerintah
Pusat dan Daerah, Draft Publikasian
Standar
Akuntansi
Pemerintahan,
Desember 2003.
o Peraturan
Pemerintah
Republik
Indonesia Nomor 105 Tahun 2000
tentang Pokok-Pokok Pengelolaan
Keuangan Daerah.
o Rosser, Andrew. The Political Economy
of Accounting Reform in Developing
Countries : The Case of Indonesia,
http://www.cpaustralia.com.au
o Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan
Negara.
o Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara.
o Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan
Pengelolaan
dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara.
o Wakhyudi, Ak., M. Com, CFE, 2005,

Mewujudkan Good
Sektor Publik,

Governance

Pada

Riwayat Penulis :
1. Eva Faridah, S.E., M.Si. adalah Dosen
Tetap Yayasan pada Program Studi
Akuntansi, Fakultas Ekonomi Unigal.
2. Dani Usmar, S.E. adalah Dosen Tetap
Yayasan
pada
Program
Studi
Akuntansi, Fakultas Ekonomi Unigal.

Pemberdayaan Peran Audit Internal Dalam
CAKRAWALA GALUH  Vol. I  No. 6  September 2011

136